Kumpulan Regulasi Terkait Air Minum dan

Daftar Isi

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Program Pembangunan Nasio- nal; Bab III Pengendalian dan Evaluasi; Bab IV Ketentuan Per-

Undang-Undang Republik Indonesia

alihan; Bab V Ketentuan Penutup.

Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005 - 2025

Dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasio- nal yang ditetapkan dengan undang-undang.

RPJP Nasional merupakan penjabaran dari tujuan dibentuknya Pemerintahan Negara Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehi- dupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial dalam bentuk rumusan visi, misi dan arah Pembangunan Nasional.

Program Pembangunan Nasional periode 2005 - 2025 dilaksa- nakan sesuai dengan RPJP Nasional. Dalam rangka menjaga ke- sinambungan pembangunan dan untuk menghindarkan ke- kosongan rencana pembangunan nasional, Presiden yang se- dang memerintah pada tahun terakhir pemerintahannya diwajib- kan menyusun Rencana Kerja Pemerintah (RKP) untuk tahun pertama periode Pemerintahan Presiden berikutnya.

Pemerintah melakukan pengendalian dan evaluasi pelaksa-

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

Nomor 1 Tahun 2004

tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

Dalam rangka terciptanya kepastian hukum dalam berusaha di bidang pertambangan yang berada di kawasan hutan, dan men- dorong minat serta kepercayaan investor untuk berusaha di Indo- nesia, dipandang perlu untuk melakukan perubahan terhadap Un- dang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.

P ERATURAN

Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, telah menimbulkan ketidakpastian hukum da- lam berusaha di bidang pertambangan di kawasan hutan terutama

P EMERINTAH

bagi pemegang izin atau perjanjian sebelum berlakunya Undang- Undang tersebut. Ketidakpastian itu terjadi karena dalam ketentu- an Undang-Undang tersebut tidak ada ketentuan yang menyata- kan bahwa perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan yang berada di kawasan hutan yang telah ada sebelum berlaku- nya Undang-Undang tersebut tetap berlaku.

Tidak adanya ketentuan tersebut mengakibatkan status dari izin atau perjanjian yang ada sebelum berlakunya Undang-Un- dang tersebut menjadi tidak jelas dan bahkan dapat diartikan men- jadi tidak berlaku lagi. Hal ini diperkuat ketentuan Pasal 38 ayat (4) yang menyatakan secara tegas bahwa pada kawasan hutan lin- dung dilarang melakukan penambangan dengan pola pertam- bangan terbuka. Ketentuan tersebut semestinya hanya berlaku sesudah berlakunya Undang-Undang tersebut dan tidak diber- lakukan surut.

Ketidakpastian hukum dalam melakukan kegiatan usaha per- kan, Gubernur Kepala Daerah Tingkat I menetapkan program tambangan di kawasan hutan tersebut dapat mengakibatkan Pe-

peningkatan kualitas air.

merintah berada dalam posisi yang sulit dalam mengembangkan Untuk pengendalian pencemaran air di daerah dilakukan oleh iklim investasi.

Gubernur Kepala Daerah Tingkat I. Menteri setelah berkonsultasi dengan Menteri lain dan atau Pimpinan lembaga pemerintah non- departemen yang bersangkutan menetapkan baku mutu limbah cair. Baku mutu air, daya tampung beban pencemaran dan baku

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

mutu limbah cair ditinjau secara berkala sekurang-kurangnya se-

Nomor 20 Tahun 1990

kali dalam lima tahun.

Setiap orang atau badan yang membuang limbah cair wajib mentaati baku mutu limbah cair sebagaimana ditentukan dalam Air merupakan sumber daya alam yang memenuhi hajat hidup

tentang Pengendalian Pencemaran Air

izin pembuangan limbah cair yang ditetapkan baginya. Baku mutu orang banyak, sehingga perlu dipelihara kualitasnya agar tetap

limbah cair yang diizinkan dibuang ke dalam air oleh suatu ke- bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hi-

giatan ditetapkan oleh Gubernur Kepala Daerah Tingkat I ber- dup lainnya. Oleh karena itu Pemerintah dipandang perlu untuk

dasarkan baku mutu limbah cair yang ditetapkan.

menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengendalian Pen- Setiap orang yang mengetahui atau menduga terjadinya pen- cemaran Air.

cemaran air berhak melaporkan kepada Gubernur Kepada Dae- Gubernur menunjuk instansi teknis di daerah untuk melakukan

rah Tingkat I atau aparat Pemerintah Daerah terdekat atau Kepala inventarisasi kualitas dan kuantitas air untuk kepentingan pengen-

Kepolisian Resort atau Aparat Kepolisian terdekat.

dalian pencemaran air. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I, mene- Dalam hal pembiayaan inventarisasi kualitas dan kuantitas air tapkan prioritas pelaksanaan inventarisasi kualitas dan kuantitas

dibebankan pada anggaran daerah yang bersangkutan. Se- air. Data kualitas dan kuantitas air disusun dan didokumentasikan

dangkan biaya pencegahan, penanggulangan dan pemulihan pada instansi teknis yang bertanggung jawab, di bidang

pencemaran air akibat suatu kegiatan dibebankan kepada pe- pengelolaan lingkungan hidup di daerah. Kemudian Gubernur

nanggungjawab kegiatan yang bersangkutan.

Kepala Daerah Tingkat I mengidentifikasi sumber-sumber pence- Apabila untuk suatu jenis kegiatan belum ditentukan baku mutu maran air.

limbah cairnya, maka baku mutu limbah cair yang boleh dibuang Ketetapan tentang baku mutu air untuk golongan air ditetapkan

ke dalam air oleh kegiatan tersebut ditetapkan oleh Gubernur sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Pemerintah

Kepala Daerah Tingkat I setelah berkonsultasi dengan Menteri. ini. Metode analisa untuk setiap parameter baku mutu air dan baku mutu limbah cair ditetapkan oleh Menteri. Apabila kualitas air lebih rendah dari kualitas air menurut golongan yang telah ditetap-

Daftar Isi dalam pelaksanaannya dibantu oleh Direktur Jenderal berda-

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Inventarisasi Kualitas dan Ku- sarkan ketentuan yang ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri. Se- antitas Air; Bab III Penggolongan; Bab IV Upaya Pengendalian;

lambat-lambatnya 3 (tiga) bulan sebelum tahun buku mulai ber- Bab V Perizinan; Bab VI Pengawasan dan Pemantauan; Bab VII

laku, Direksi mengirimkan rencana kerja dan anggaran Per- Pembiayaan; Bab VIII Sanksi; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X

usahaan yang meliputi anggaran investasi dan anggaran eksplo- Ketentuan Penutup.

itasi kepada Menteri untuk memperoleh pengesahannya berda- sarkan penilaian bersama oleh Menteri dan Menteri Keuangan.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Iuran pembiayaan eksploitasi dan pemeliharaan prasarana

Nomor 42 Tahun 1990 tentang Perusahaan Umum

pengairan dan hasil penjualan tenaga listrik dari pembangkit listrik

(Perum) "Otorita Jatiluhur"

tenaga air didasarkan pada asas memperoleh penghasilan yang cukup bagi Perusahaan untuk menutup biaya pengusahaan yang

Peraturan ini merupakan penyesuaian dari Peraturan Pe- ditetapkan dengan keputusan Menteri atas usul Direksi, setelah merintah Nomor 20 Tahun 1970 tentang Pembentukan Peru-

mendapat pertimbangan Menteri Keuangan.

sahaan Umum "Otorita Jatiluhur" sebagaimana telah diubah de- Menteri melakukan pengawasan umum atas jalannya Per- ngan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1980.

usahaan. Pada Perusahaan dibentuk Dewan Pengawas yang ber- Perusahaan ini adalah badan usaha yang menyelenggarakan

tanggung jawab kepada Menteri. Dewan Pengawas mengadakan usaha-usaha eksploitasi dan pemeliharaan prasarana pengairan

rapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) bulan sekali dan sewaktu-wak- serta mengusahakan air, sumber-sumber air, dan ketenagalistrik-

tu apabila diperlukan. Untuk membantu kelancaran pelaksanaan an. Perusahaan bertempat kedudukan dan berkantor pusat di Jati-

tugas Dewan Pengawas, Menteri dapat mengangkat seorang Se- luhur. Modal Perusahaan adalah kekayaan negara yang dipisah-

kretaris atas beban Perusahaan.

kan dari APBN dan tidak terbagi atas saham-saham. Untuk tiap tahun buku oleh Direksi disusun perhitungan tahun- Pembelanjaan untuk investasi yang dilaksanakan perusahaan

an yang terdiri dari neraca dan perhitungan laba rugi. Pembu- dapat berasal dari dana intern perusahaan, penyertaan modal

baran Perusahaan dan penunjukan likuidaturnya ditetapkan de- negara melalui APBN, pinjaman dari dalam dan/atau luar negeri,

ngan Peraturan Pemerintah. Semua kekayaan Perusahaan sete- serta sumber-sumber lainnya yang sah. Perusahaan dipimpin dan

lah diadakan likuidasi menjadi milik Negara.

dikelola oleh Direksi yang terdiri dari seorang Direktur Utama dan sebanyak-banyaknya 4 (empat) orang Direktur sesuai dengan bi-

Daftar Isi

dang usahanya. Anggota Direksi diangkat dan diberhentikan oleh Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pendirian Perusahaan; Bab III Presiden atas usul Menteri setelah mendengar pertimbangan

Anggaran Dasar Perusahaan; Bab IV Ketentuan Peralihan; Bab V Menteri Keuangan.

Penutup.

Pembinaan terhadap Perusahaan dilakukan oleh Menteri yang

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

kegiatan pembangunan, eksploitasi dan pemeliharaan sungai, pe-

Nomor 35 Tahun 1991

nanggulangan bahaya banjir, maupun pengamanan sungai, se-

tentang Sungai

hingga dapat merasa ikut memiliki dan dengan demikian ikut me- rasa bertanggung jawab.

Sungai sebagai sumber air sangat penting fungsinya dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan meningkatkan pemba-

Daftar Isi

ngunan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut maka dipan- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Penguasaan Sungai; Bab III dang perlu melakukan pengaturan mengenai sungai yang meliputi

Fungsi Sungai; Bab IV Wewenang dan Tanggung Jawab Pembi- perlindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian.

naan; Bab V Perencanaan Sungai; Bab VI Pembangunan Ba- Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari Undang-

ngunan Sungai; Bab VII Eksploitasi dan Pemeliharaan Sungai dan Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan yang direvisi ke

Bangunan Sungai; Bab VIII Pengusahaan Sungai dan Bangunan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Da-

Sungai; Bab IX Pembangunan, Pengelolaan dan Pengamanan ya Air.

Waduk; Bab X Penanggulangan Bahaya Banjir; Bab XI Penga- Lingkup pengaturan sungai berdasarkan PP ini mencakup per-

manan Sungai dan Bangunan Sungai; Bab XII Kewajiban dan La- lindungan, pengembangan, penggunaan, dan pengendalian su-

rangan; Bab XIII Pembiayaan; Bab XIV Pengawasan; Bab XV Ke- ngai termasuk danau dan waduk. Wewenang dan tanggung jawab

tentuan Pidana; Bab XVI Ketentuan Peralihan; Bab XVII Ketentu- pembinaan sungai ada pada Pemerintah yang pelaksanaannya

an Penutup.

dilakukan oleh Menteri. Wewenang dan tanggung jawab pembina- an sungai ini juga dapat dilimpahkan kepada badan usaha milik negara. Sepanjang belum dilimpahkan kepada badan usaha milik

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

negara, dapat dilimpahkan juga kepada Pemerintah Daerah da-

Nomor 18 Tahun 1999

lam rangka tugas pembantuan sesuai dengan peraturan perun-

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

dang-undangan yang berlaku.

dan Beracun

Untuk mencapai keterpaduan yang menyeluruh dalam per- lindungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian su-

Dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, khu- ngai, bagi tiap kesatuan wilayah sungai disusun perencana pem-

susnya pembangunan di bidang industri, semakin meningkat pula binaan sungai yang ditetapkan oleh Menteri.

jumlah limbah yang dihasilkan termasuk yang berbahaya dan be- Selain sungai merupakan salah satu sumber daya air, juga me-

racun yang dapat membahayakan lingkungan hidup dan kesehat- miliki potensi yang lain yaitu sebagai sumber bahan galian khu-

an manusia. Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 susnya bahan galian berupa pasir dan batu.

Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, maka perlu Dalam rangka menumbuhkan peran serta masyarakat dalam

dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 19 pembangunan nasional, maka masyarakat diikutsertakan dalam

Tahun 1994 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 ten- Tahun 1994 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 ten-

Daftar Isi

Pengelolaan limbah B3 bertujuan untuk mencegah dan me- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Identifikasi Limbah B3; Bab III nanggulangi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup

Pelaku Pengelolaan: Bagian Pertama : Penghasil, Bagian Kedua : yang diakibatkan oleh limbah B3 serta melakukan pemulihan

Pengumpul, Bagian Ketiga: Pengangkut, Bagian Keempat : Pe- kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai fung-

manfaat, Bagian Kelima : Pengolah, Bagian Keenam : Penimbun; sinya kembali.

Bab IV Kegiatan Pengelolaan : Bagian Pertama : Reduksi Limbah Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang

B3, Bagian Kedua : Pengemasan, Bagian Ketiga : Penyimpanan, menggunakan bahan berbahaya dan beracun dan/atau mengha-

Bagian Keempat : Pengumpulan, Bagian Kelima : Pengangkutan, silkan limbah B3 wajib melakukan reduksi limbah B3, mengolah

Bagian Keenam : Pemanfaatan, Bagian Ketujuh : Pengolahan, limbah B3 dan/atau menimbun limbah B3. Untuk pengumpul,

Bagian Kedelapan : Penimbunan; Bab V Tata Laksana : Bagian pengangkut, pemanfaat, pengolah, dan penimbun limbah B3 dila-

Pertama : Perizinan, Bagian Kedua : Pengawasan, Bagian Ketiga: kukan oleh badan usaha yang melakukan kegiatan-kegiatan ter-

Perpindahan Lintas Batas, Bagian Keempat : Informasi dan Pe- sebut.

laporan, Bagian Kelima : Penanggulangan dan Pemulihan, Bagian Setiap badan usaha yang melakukan kegiatan penyimpanan,

Keenam : Pengawasan Penanggulangan Kecelakaan, Bagian Ke- pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan

tujuh : Pembiayaan; Bab VI Sanksi; Bab VII Ketentuan Peralihan; limbah B3 wajib memiliki izin operasi dari kepala instansi yang

Bab VIII Ketentuan Penutup.

bertanggung jawab. Pengawasan pengelolaan limbah B3 dilaku- kan oleh Menteri dan pelaksanaannya diserahkan kepada instan- si yang bertanggung jawab. Penghasil, pengumpul, pemanfaat,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

pengangkut, pengolah dan penimbun limbah B3 bertanggung ja-

Nomor 27 Tahun 1999

wab atas penanggulangan kecelakaan dan pencemaran lingkun-

tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

gan hidup akibat lepas atau tumpahnya limbah B3 yang menjadi tanggung jawabnya.

Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun Pelaksanaan pengawasan penanggulangan kecelakaan di

1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup perlu dilakukan daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah Tingkat II untuk skala

penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun yang bisa ditanggulangi oleh kegiatan penghasil dan/atau pe-

1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. ngumpul dan/atau pengangkut dan/atau pengolah dan/atau

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (selanjutnya di- penimbun. Dalam hal pembiayaan, segala biaya untuk memper-

singkat AMDAL) merupakan bagian kegiatan studi kelayakan ren- oleh izin dan rekomendasi pengelolaan limbah B3 dibebankan ke-

cana usaha dan/atau kegiatan. Jenis usaha dan/atau kegiatan pada pemohon izin.

yang wajib memiliki AMDAL ditetapkan oleh Menteri setelah men- dengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/ yang wajib memiliki AMDAL ditetapkan oleh Menteri setelah men- dengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/

Pembinaan; Bab V Pengawasan; Bab VI Keterbukaan Informasi Untuk menilai kerangka acuan, AMDAL, rencana pengelolaan

dan Peran Masyarakat; Bab VII Pembiayaan; Bab VIII Ketentuan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup ma-

Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.

ka dibentuk Komisi Penilai. Komisi Penilai dibentuk oleh Menteri di tingkat pusat, sedangkan di tingkat daerah dibentuk oleh Gu- bernur.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan AMDAL disusun

Nomor 41 Tahun 1999

oleh pemrakarsa. Pemrakarsa menyusun AMDAL, rencana pe-

tentang Pengendalian Pencemaran Udara

ngelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan ke-

Ketentuan ini merupakan pelaksanaan Undang-Undang Nomor putusan dari instansi yang bertanggung jawab. Untuk penyusunan

23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. AMDAL bagi usaha dan/atau kegiatan ekonomi lemah dibantu Pe-

Pengendalian pencemaran udara meliputi pengendalian dari merintah dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memper-

usaha dan/atau kegiatan sumber bergerak, sumber bergerak spe- hatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha

sifik, sumber tidak bergerak, dan sumber tidak bergerak spesifik dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

yang dilakukan dengan upaya pengendalian sumber emisi Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib diumumkan terlebih da-

dan/atau sumber gangguan yang bertujuan untuk mencegah tu- hulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun

runnya mutu udara ambien.

AMDAL. Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan Perlindungan mutu udara ambien didasarkan pada baku mutu dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka

udara ambien, status mutu udara ambien, baku mutu emisi, am- acuan, AMDAL, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan ren-

bang batas emisi gas buang, baku tingkat gangguan, ambang ba- cana pemantauan lingkungan hidup.

tas kebisingan dan Indeks Standar Pencemar Udara. Dalam hal pembiayaan, untuk pelaksanaan kegiatan komisi pe-

Pengendalian pencemaran udara meliputi pencegahan dan pe- nilai dan tim teknis AMDAL di tingkat pusat dibebankan pada ang-

nanggulangan pencemaran, serta pemulihan mutu udara dengan garan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan se-

melakukan inventarisasi mutu udara ambien, pencegahan sumber dangkan di tingkat daerah dibebankan pada anggaran instansi yang

pencemar, baik dari sumber bergerak maupun sumber tidak ber- ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I.

gerak termasuk sumber gangguan serta penanggulangan keada- an darurat.

Menteri melakukan pengawasan terhadap penataan penang- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Komisi Penilai Analisis Me-

Daftar Isi

gung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Waliko- gung jawab usaha dan/atau kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya pencemaran udara. Dalam hal wewenang pengawasan diserahkan kepada Pemerintah Daerah, Gubernur/Bupati/Waliko-

bahaya dan Beracun.

yang membuang emisi dan/atau gangguan. Pasal I mengubah ketentuan Pasal 6, Pasal 7, dan Pasal 8 Segala biaya yang timbul sebagai akibat dari upaya pengenda-

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan lian pencemaran udara dan/atau gangguan dari sumber tidak ber-

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.

gerak yang dilakukan oleh penanggung jawab usaha dan/atau ke- giatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan/atau ke-

Pasal 6 :

giatan yang bersangkutan. Setiap orang atau penanggung jawab Limbah B3 dapat diidentifikasi menurut sumber dan/atau uji usaha dan/atau kegiatan yang mengakibatkan terjadinya pence-

karakteristik dan/atau uji toksikologi.

maran udara wajib menanggung biaya penanggulangan pence-

Pasal 7 :

maran udara serta biaya pemulihannya. (1)Jenis limbah B3 menurut sumbernya meliputi limbah B3 dari sumber tidak spesifik, limbah B3 dari sumber spesifik, limbah B3

dari bahan kimia kadaluarsa, tumpahan, bekas kemasan, dan Bab I Ketentuan Umum; Bab II Perlindungan Mutu Udara; Bab

Daftar Isi

buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi.

III Pengendalian Pencemaran Udara; Bab IV Pengawasan; Bab V (2)Perincian dari masing-masing jenis sebagaimana dimaksud Pembiayaan; Bab VI Ganti Rugi; Bab VII Sanksi; Bab VIII

pada ayat (1) seperti tercantum dalam Lampiran I Peraturan Ketentuan Peralihan; Bab IX Ketentuan Penutup.

Pemerintah ini. (3)Uji karakterisitik limbah B3 meliputi mudah meledak, mudah terbakar, bersifat reaktif, beracun, menyebabkan infeksi, dan

20. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

bersifat korosif.

Nomor 85 Tahun 1999

(4)Pengujian toksikologi untuk menentukan sifat akut dan/atau

tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah

kronik.

Nomor 18 Tahun 1999

Daftar limbah dengan kode limbah D220, D221, D222, dan

tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya

D223 dapat dinyatakan limbah B3 setelah dilakukan uji karakteris-

dan Beracun

tik dan/atau uji toksikologi.

Untuk mengenali limbah yang dihasilkan secara dini diperlukan

Pasal 8 :

identifikasi berdasarkan uji toksikologi dengan penentuan nilai (1)Limbah yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak termasuk da- akut dan/atau kronik untuk menentukan limbah yang dihasilkan

lam Lampiran I, Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini, apabila ter- termasuk sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun. Se-

bukti memenuhi Pasal 7 ayat (3) dan/atau ayat (4) maka lim- hubungan dengan hal tersebut, maka dipandang perlu mengubah

bah tersebut merupakan limbah B3.

dan menyempurnakan beberapa ketentuan Peraturan Pemerintah

(2)Limbah B3 dari kegiatan yang tercantum dalam Lampiran I, 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Un- Tabel 2 Peraturan Pemerintah ini dapat dikeluarkan dari daf-

dang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Pe- tar tersebut oleh instansi yang bertanggung jawab, apabila da-

nyelesaian Sengketa.

pat dibuktikan secara ilmiah bahwa limbah tersebut bukan lim- Penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan bah B3 berdasarkan prosedur yang ditetapkan oleh instansi

merupakan pilihan para pihak dan bersifat sukarela. Para pihak yang bertanggung jawab setelah berkoordinasi dengan ins-

yang telah memilih upaya penyelesaian sengketa lingkungan hi- tansi teknis, lembaga penelitian terkait dan penghasil limbah.

dup di luar pengadilan, maka gugatan yang disampaikan melalui (3)Pembuktian secara ilmiah sebagaimana dimaksud pada ayat

pengadilan hanya dapat ditempuh apabila upaya tersebut dinya- (2) dilakukan berdasarkan uji karakteristik limbah B3, uji toksi-

takan tidak berhasil secara tertulis oleh salah satu atau para pihak kologi, dan/atau hasil studi yang menyimpulkan bahwa limbah

yang bersengketa atau salah satu atau para pihak yang berseng- yang dihasilkan tidak menimbulkan pencemaran dan ganggu-

keta menarik diri dari perundingan.

an kesehatan terhadap manusia dan makhluk hidup lainnya. Untuk lembaga penyedia jasa dapat dibentuk oleh Pemerintah (4)Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

dan/atau masyarakat. Lembaga penyedia jasa yang dibentuk oleh dan ayat (3) akan ditetapkan oleh instansi yang bertanggung

Pemerintah Pusat ditetapkan oleh Menteri dan berkedudukan di jawab setelah berkoordinasi dengan instansi teknis dan lem-

instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak baga penelitian terkait.

lingkungan. Sedangkan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota dan berkedudukan di instan-

si yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak ling- Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar

Pasal II :

kungan di daerahnya. Pendirian penyedia jasa yang dibentuk oleh setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Per-

masyarakat dibuat dengan Akta Notaris.

aturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Orang-orang yang menjalankan fungsi sebagai arbiter atau me- Negara Republik Indonesia.

diator atau pihak ketiga lainnya terikat pada kode etik profesi yang penilaian dan pengembangannya dilakukan oleh asosiasi profesi yang bersangkutan. Kesepakatan yang dicapai melalui proses pe-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

nyelesaian sengketa dengan menggunakan mediator atau pihak

Nomor 54 Tahun 2000

ketiga lainnya wajib dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis di

tentang Lembaga Penyedia Jasa Pelayanan

atas kertas bermaterai.

Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup

Mengenai biaya penyelesaian sengketa lingkungan hidup me-

di Luar Pengadilan

lalui arbiter tunduk pada ketentuan arbitrase. Biaya untuk media- tor atau pihak ketiga lainnya dibebankan atas kesediaan dari sa-

Peraturan Pemerintah ini ditetapkan sebagai pelaksana lah satu pihak atau para pihak yang bersengketa atau sumber- ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun

sumber dana lainnya yang bersifat tidak mengikat. Segala biaya sumber dana lainnya yang bersifat tidak mengikat. Segala biaya

lain melalui kerjasama dengan pihak lain dengan prinsip saling si yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak ling-

menguntungkan.

kungan di pusat ataupun daerah yang bersangkutan. Tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum ditetapkan dalam Perda tentang

APBD dan ditempatkan dalam Lembaran Daerah. Untuk setiap Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kelembagaan; Bab III Per-

Daftar Isi

pengeluaran atas beban APBD diterbitkan Surat Keputusan Oto- syaratan Penunjukan Pihak Ketiga Netral; Bab IV Tata Cara Pe-

risasi atau surat keputusan lainnya yang disamakan dengan itu nyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Lembaga Pe-

oleh pejabat yang berwenang.

nyedia Jasa; Bab V Pembiayaan Lembaga Penyedia Jasa; Bab VI Untuk setiap akhir tahun anggaran Pemerintah Daerah wajib Ketentuan Penutup.

membuat perhitungan APBD yang memuat perbandingan antara realisasi pelaksanaan APBD dibandingkan dengan APBD. Pe- merintah Daerah juga menyampaikan laporan triwulan pelaksa- naan APBD kepada DPRD. Pemeriksaan atas pelaksanaan, pe-

22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

ngelolaan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah dilakukan

Nomor 105 Tahun 2000

sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban

Keuangan Daerah

Daftar Isi

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Keuangan Daerah; Pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, taat pa-

Bab III Penyusunan dan Penetapan APBD; Bab IV Pelaksanaan

da peraturan perundang-undangan yang berlaku, efisien, efektif, APBD; Bab V Perhitungan APBD; Bab VI Pertanggungjawaban transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan asas

Keuangan Daerah; Bab VII Pengawasan Pengelolaan Keuangan keadilan dan kepatutan. APBD merupakan dasar pengelolaan ke-

Daerah; Bab VIII Pemeriksaan Keuangan Daerah; Bab IX Ke- uangan daerah dalam tahun anggaran tertentu. Struktur APBD

rugian Keuangan Daerah; Bab X Ketentuan Penutup. merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah dan pembiayaan.

Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus di- dukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Semua transaksi keuangan daerah baik pe- nerimaan daerah maupun pengeluaran daerah dilaksanakan me- lalui kas daerah. Apabila diperkirakan pendapatan daerah lebih kecil dari rencana belanja, daerah dapat melakukan pinjaman. Pe-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Menteri yang bertanggung jawab di bidang kehutanan mengko-

Nomor 4 Tahun 2001

ordinasikan pemadaman kebakaran hutan dan/atau lahan lintas

tentang Pengendalian Kerusakan dan/atau

propinsi dan/atau lintas batas negara. Gubernur bertanggung ja-

Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan

wab terhadap pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran

dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan

lingkungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan yang dampaknya lintas Kabupaten/Kota.

Peraturan Pemerintah ini merupakan pelaksanaan dari keten- Pelaksanaan pengawasan atas pengendalian kerusakan tuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 23

dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan dengan Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

kebakaran hutan dan/atau lahan dilakukan secara periodik untuk Di dalam pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan hi-

mencegah kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dan dup secara tegas dikemukakan dalam Tap MPR No.IV/MPR/1999

secara intensif untuk menanggulangi dampak dan pemulihan ling- tentang GBHN, bahwa pemanfaatan potensi sumber daya alam

kungan hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau dan lingkungan hidup harus disertai dengan tindakan konservasi,

lahan.

rehabilitasi, dan penghematan penggunaan dengan menerapkan Setiap orang mempunyai hak untuk berperan dalam rangka pe- teknologi ramah lingkungan. Penerapan kebijakan ini diharapkan

ngendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup dapat memperkecil dampak yang akan merugikan lingkungan

yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan sesuai hidup dan keberlanjutan pembangunan itu sendiri.

dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi upaya pence- Dalam hal pembiayaan untuk melakukan kegiatan tersebut gahan, penanggulangan, dan pemulihan serta pengawasan ter-

diatas dibebankan pada APBN, APBD dan sumber dana lainnya hadap pengendalian kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. hidup yang berkaitan dengan kebakaran hutan dan/atau lahan. Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan kriteria baku kerusakan

Daftar Isi

lingkungan hidup daerah. Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup Bab I Ketentuan Umum; Bab II Kriteria Baku Kerusakan Ling- daerah ditetapkan dengan ketentuan sama atau lebih ketat daripada

kungan Hidup yang Berkaitan dengan Kebakaran Hutan dan/atau ketentuan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup nasional.

Lahan; Bab III Baku Mutu Pencemaran Lingkungan Hidup; Bab IV Setiap orang dilarang melakukan kegiatan pembakaran hutan

Tata Laksana Pengendalian; Bab V Wewenang Pengendalian Ke- dan/atau lahan juga berkewajiban mencegah terjadinya kerusak-

rusakan dan/atau Pencemaran Lingkungan Hidup yang Berkaitan an dan/atau pencemaran lingkungan hidup yang berkaitan de-

dengan Kebakaran Hutan dan/atau Lahan; Bab VI Pengawasan; ngan kebakaran hutan dan/atau lahan. Setiap orang yang meng-

Bab VII Pelaporan; Bab VIII Peningkatan Kesadaran Masyarakat; akibatkan terjadinya kebakaran hutan dan/atau lahan wajib mela-

Bab IX Keterbukaan Informasi dan Peran Masyarakat; Bab X kukan pemulihan dampak lingkungan hidup.

Pembiayaan; Bab XI Sanksi Administrasi; Bab XII Ganti Kerugian; edaran B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan Bab XIII Ketentuan Pidana; Bab XIV Ketentuan Peralihan; Bab XV

(Material Safety Data Sheet).

Ketentuan Penutup. Dalam rangka pengelolaan B3 dibentuk Komisi B3 yang mempu- nyai tugas untuk memberikan saran dan/atau pertimbangan kepada Pemerintah. Komisi B3 terdiri dari wakil instansi yang berwenang, wakil instansi yang bertanggung jawab, wakil instansi yang terkait,

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

wakil perguruan tinggi, organisasi lingkungan, dan asosiasi.

Nomor 74 Tahun 2001

Wewenang pengawasan terhadap kegiatan pengelolaan B3

tentang Pengelolaan Bahan Berbahaya

dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan instansi yang

dan Beracun

berwenang sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Dalam hal tertentu wewenang tersebut dapat diserahkan menjadi

Sebagai tindak lanjut dari Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang

urusan daerah Propinsi/Kabupaten/Kota.

Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, Setiap orang yang melakukan kegiatan pengelolaan B3 wajib maka ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Ba-

menyampaikan laporan tertulis tentang pengelolaan B3 secara han Berbahaya dan Beracun (B3).

berkala sekurang-kurangnya setiap 6 (enam) bulan kepada ins- Pengelolaan B3 bertujuan untuk mencegah dan/atau mengu-

tansi yang bertanggung jawab dan instansi yang berwenang di bi- rangi risiko dampak B3 terhadap lingkungan hidup, kesehatan

dang tugas masing-masing dengan tembusan kepada Guber- manusia dan makhluk hidup lainnya.

nur/Bupati/Walikota.

B3 dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu B3 yang dapat diper- Masyarakat berhak untuk mendapatkan informasi tentang upa- gunakan, B3 yang dilarang dipergunakan, dan B3 yang terbatas

ya pengendalian dampak lingkungan hidup akibat kegiatan penge- dipergunakan.

lolaan B3.

Setiap B3 wajib diregistrasikan oleh penghasil dan/atau pengimpor. Tata cara registrasi dan sistem registrasi nasional B3

Daftar Isi

ditetapkan dengan Keputusan Kepala Instansi yang bertanggung Bab I Ketentuan Umum; Bab II Klasifikasi B3; Bab III Tata Lak- jawab. Setiap orang yang melakukan kegiatan ekspor B3 yang

sana dan Pengelolaan B3; Bab IV Komisi B3; Bab V Keselamatan terbatas dipergunakan, wajib menyampaikan notifikasi ke otoritas

dan Kesehatan Kerja; Bab VI Penanggulangan Kecelakaan dan negara tujuan ekspor, otoritas negara transit dan instansi yang

Keadaan Darurat; Bab VII Pengawasan dan Pelaporan; Bab VIII bertanggung jawab. Sedangkan yang melakukan kegiatan impor

Peningkatan Kesadaran Masyarakat; Bab IX Keterbukaan In- B3 wajib mengikuti prosedur notifikasi.

formasi dan Peran Masyarakat; Bab X Pembiayaan; Bab XI Sank- Setiap orang yang memproduksi B3 wajib membuat Lembar

si Administrasi; Bab XII Ganti Kerugian; Bab XIII Ketentuan Pi- Data Keselamatan Bahan (Material Safety Data Sheet). Dan seti-

dana; Bab XIV Ketentuan Peralihan; Bab XV Ketentuan Penutup. ap penanggung jawab pengangkutan, penyimpanan, dan peng-

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

ngan Perda Kab/Kota. Setiap usaha dan/atau kegiatan wajib

Nomor 82 Tahun 2001

membuat rencana penanggulangan pencemaran air pada

tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

keadaan darurat dan/atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pengendalian Pencemaran Air

Daftar Isi

Peraturan ini merupakan pelaksanaan ketentuan dari Pasal 14 Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pengelolaan Kualitas Air; Bab III ayat (2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Penge-

Pengendalian Pencemaran Air; Bab IV Pelaporan; Bab V Hak dan lolaan Lingkungan Hidup.

Kewajiban; Bab VI Persyaratan Pemanfaatan dan Pembuangan Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air di-

Air Limbah; Bab VII Pembinaan dan Pengawasan; Bab VIII selenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.

Sanksi; Bab IX Ketentuan Peralihan; Bab X Ketentuan Penutup. Hal tersebut dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan. Upaya pengelolaan kualitas air dilakukan pada :

1. Sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;

26. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

2. Mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan

Nomor 27 Tahun 2002

3. Akuifer air tanah dalam.

tentang Pengelolaan Limbah Radioaktif

Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan/atau lintas batas negara. Pemerintah Propinsi mengkoordina-

Peraturan Pemerintah ini sebagai pelaksana dari ketentuan sikan pengelolaan kualitas air lintas Kab/Kota. Sedangkan Peme-

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang rintah Kab/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kab/Kota.

Ketenaganukliran. Peraturan ini mengatur klasifikasi limbah Pemerintah dapat menentukan baku mutu air yang lebih ketat

radioaktif, manajemen perizinan, pengolahan, pengangkutan, dan dan/atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi

penyimpanan limbah radioaktif, program jaminan kualitas, pe- dan/atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaan-

ngelolaan dan pemantauan lingkungan, pengolahan limbah nya di bawah kewenangan Pemerintah.

radioaktif tambang bahan galian nuklir dan tambang lainnya, pro- Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan

gram dekomisioning, serta penanggulangan kecelakaan nuklir Menteri dengan tetap memperhatikan saran masukan dari instan-

dan/atau radiasi.

si terkait. Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Per- Pengelolaan limbah radioaktif bertujuan untuk melindungi aturan Daerah Propinsi.

keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat, dan Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana

lingkungan hidup dari bahaya radiasi dan/atau kontaminasi. dan/atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pe-

Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif merintah Kab/Kota dapat dikenakan retribusi yang ditetapkan de- Limbah radioaktif diklasifikasikan dalam jenis limbah radioaktif merintah Kab/Kota dapat dikenakan retribusi yang ditetapkan de-

Bab XII Ketentuan Pidana; Bab XIV Ketentuan Penutup. tenaga nuklir wajib menyatakan kepada Badan Pengawas bahwa limbah radioaktif akan dikembalikan ke negara asal atau dise- rahkan kepada Badan Pelaksana untuk dikelola. Pengolahan lim- bah radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang dapat dilakukan

27. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

sendiri oleh penghasil limbah radioaktif.

Nomor 45 Tahun 2002

Pengelola limbah radioaktif sebelum melaksanakan pengelo-

tentang Penambahan Penyertaan Modal

laan limbah radioaktif harus membuat program jaminan kualitas

Pemerintah Republik Indonesia Dalam

untuk kegiatan desain, pembangunan, pengoperasian dan per-

Modal Perum Jasa Tirta I

awatan, dekomisioning instalasi, serta pengelolaan limbah radioaktif. Pengelola limbah radioaktif harus melakukan pe-

Pemerintah melakukan penambahan penyertaan modal ke da- mantauan tingkat radiasi dan radioaktivitas lingkungan di sekitar

lam modal Perusahaan Umum (PERUM) Jasa Tirta I, yang didi- instalasi.

rikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 93 Tahun 1999 Badan Pelaksana atau badan yang melakukan penambangan

tentang Perum Jasa Tirta I. Penambahan penyertaan modal terse- bahan galian nuklir wajib melakukan pengumpulan, pengelom-

but berasal dari kekayaan Negara.

pokkan, atau pengolahan dan penyimpanan sementara limbah Pelaksanaan penambahan penyertaan modal Negara ke dalam radioaktif. Sebelum melaksanakan dekomisioning instalasi pengo-

Perum Jasa Tirta I dilakukan menurut ketentuan Peraturan Pe- lahan limbah radioaktif, setiap pengolah limbah radioaktif wajib

merintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum menyampaikan dokumen program dekomisioning kepada Badan

(PERUM), Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengawas. Penghasil, pengolah, dan pengelola limbah radioaktif

Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Ke- harus melakukan upaya pencegahan terjadinya kecelakaan nuklir

uangan Pada Perusahaan Perseroan (PERSERO), Perusahaan dan/atau radiasi.

Umum (PERUM) dan Perusahaan Jawatan (PERJAN) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan peraturan

Daftar Isi

perundang-undangan lainnya yang berlaku.

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Ruang Lingkup, Asas dan Tu- juan; Bab III Klasifikasi Limbah Radioaktif; Bab IV Manajemen

Daftar Isi

Perizinan; Bab V Pengolahan, Pengangkutan dan Penyimpanan Bab I Penambahan Penyertaan Modal; Bab II Pelaksanaan Limbah Radioaktif; Bab VI Program Jaminan Kualitas; Bab VII

Penambahan Penyertaan Modal; Bab III Ketentuan Penutup. Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan; Bab VIII Pengolahan Limbah Radioaktif Tambang Bahan Galian Nuklir dan Tambang Lainnya; Bab IX Program Dekomisioning; Bab X Penanggulangan

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

struktural yang dibentuk oleh, berada di bawah dan bertanggung

Nomor 16 Tahun 2005

jawab kepada Menteri. Keanggotaan BPP SPAM terdiri atas unsur

tentang Pengembangan Sistem

Pemerintah, unsur penyelenggara dan unsur masyarakat.

Dalam hal pembiayaan pengembangan SPAM meliputi pem- biayaan untuk membangun, memperluas serta meningkatkan sis- Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 40 Undang-undang No-

Penyediaan Air Minum

tem fisik (teknik) dan sistem non-fisik dapat berasal dari Peme- mor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air maka ditetapkan Per-

rintah dan/atau Pemerintah Daerah, BUMN/BUMD, koperasi, ba- aturan Pemerintah tentang Pengembangan Sistem Penyediaan

dan usaha swasta, dana masyarakat dan/atau sumber dana lain Air Minum. Pengaturan pengembangan Sistem Penyediaan Air

yang sesuai dengan peraturan perundangan-undangan. Minum (selanjutnya disingkat SPAM) diselenggarakan secara ter-

Koperasi, badan usaha swasta dan/atau masyarakat dapat me- padu dengan pengembangan prasarana dan sarana sanitasi yang

nyelenggarakan SPAM untuk memenuhi kebutuhan sendiri berda- berkaitan dengan air minum. Dalam penyelenggaraan pengem-

sarkan izin dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. bangan SPAM dan/atau prasarana dan sarana sanitasi,

Masyarakat yang dirugikan berhak mengajukan gugatan per- Pemerintah Daerah dapat melakukan kerja sama antar daerah.

wakilan ke pengadilan. Begitu pula dengan organisasi yang berge- Kebijakan dan strategi nasional pengembangan SPAM disusun

rak pada bidang sumber daya air berhak mengajukan gugatan ter- dan ditetapkan oleh Pemerintah setiap 5 tahun sekali melalui kon-

hadap orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan yang sultasi publik. Rencana induk pengembangan SPAM yang cakup-

menyebabkan kerusakan pada prasarana dan sarana penyediaan an wilayah layanannya bersifat lintas Kabupaten/Kota ditetapkan

air minum.

oleh Pemerintah Provinsi setelah berkoordinasi dengan daerah Kabupaten/Kota terkait. Jika bersifat lintas provinsi, maka ditetap-

Daftar Isi

kan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait, Bab I Ketentuan Umum; Bab II Sistem Penyediaan Air Minum; pemerintah provinsi, dan/atau kabupaten/kota.

Bab III Perlindungan Air Baku; Bab IV Penyelenggaraan; Bab V Penyelenggaraan pengembangan SPAM dilakukan oleh

Wewenang dan Tanggung Jawab; Bab VI Badan Pendukung Pe- BUMN atau BUMD yang dibentuk secara khusus untuk pe-

ngembangan SPAM; Bab VII Pembiayaan dan Tarif; Bab VIII Tu- ngembangan SPAM. Apabila BUMN/BUMD tidak dapat mening-

gas, Tanggung Jawab, Peran, Hak, dan Kewajiban; Bab IX Pem- katkan kuantitas dan kualitas pelayanan SPAM di wilayah pela-

binaan dan Pengawasan; Bab X Gugatan Masyarakat dan Orga- yanannya, maka atas persetujuan dewan pengawas/komisaris da-

nisasi; Bab XI Sanksi Administratif; Bab XII Ketentuan Peralihan; pat mengikutsertakan koperasi, badan usaha swasta, dan/atau

Bab XIII Ketentuan Penutup.

masyarakat. Untuk mencapai tujuan pengaturan pengembangan SPAM di- bentuklah suatu badan yang disebut Badan Pendukung Pengem- bangan SPAM (BPP SPAM). BPP SPAM merupakan badan non-

29. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

kewenangannya. BLU dapat memungut biaya kepada masyarakat

Nomor 23 Tahun 2005

sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan.

tentang Pengelolaan Keuangan

BLU menyusun rencana strategis bisnis lima tahunan dengan

Badan Layanan Umum

mengacu kepada Rencana Strategis Kementerian Negara/Lemba-

ga (Renstra KL) atau Rencana Pembangunan Jangka Menengah Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 69 ayat (7) Undang-Un-

Daerah (RPJMD).

dang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, ma- Pola BLU tersedia untuk diterapkan oleh setiap instansi peme- ka perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan

rintah yang secara fungsional menyelenggarakan kegiatan yang Keuangan Badan Layanan Umum.

bersifat operasional. Dengan demikian, BLU diharapkan tidak Badan Layanan Umum (BLU) bertujuan untuk meningkatkan

sekedar sebagai format baru dalam pengelolaan APBN/APBD, pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kese-

tetapi BLU diharapkan untuk menyuburkan pewadahan baru bagi jahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan

pembaharuan manajemen keuangan sektor publik, demi mening- memberikan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasar-

katkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat.

kan prinsip ekonomi dan produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat.

Daftar Isi

BLU beroperasi sebagai unit kerja kementerian negara lemba- Bab I Ketentuan Umum; Bab II Tujuan dan Asas; Bab III Per- ga/pemerintah daerah untuk tujuan pemberian layanan umum

syaratan, Penetapan, dan Pencabutan; Bab IV Standar dan Tarif yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelega-

Layanan; Bab V Pengelolaan Keuangan BLU; Bab VI Tata Kelola; sikan oleh instansi yang bersangkutan.

Bab VII Ketentuan Lain; Bab VIII Ketentuan Peralihan; Bab IX Ke- Di lingkungan pemerintahan di Indonesia, terdapat banyak

tentuan Penutup.

satuan kegiatan yang berpotensi untuk dikelola lebih efektif melalui pola Badan Layanan Umum. Dengan pola pengelolaan keuangan BLU, fleksibilitas diberikan dalam rangka pelaksanaan anggaran termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pen-

30. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

gelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa.

Nomor 54 Tahun 2005

Suatu satuan kerja instansi pemerintah dapat diizinkan mengelola

tentang Pinjaman Daerah

keuangan dengan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) apabila memenuhi persyaratan substantif, teknis,

Pinjaman Daerah merupakan alternatif sumber pembiayaan dan administratif. Instansi pemerintah yang menerapkan PPK-BLU

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan/atau untuk menu- menggunakan standar pelayanan minimum yang ditetapkan oleh

tup kekurangan kas yang digunakan untuk membiayai kegiatan Menteri/Pimpinan lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan

yang merupakan inisiatif dan kewenangan Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung ke- Selain Pemerintah; Bab VII Obligasi Daerah; Bab VIII Pembayaran pada pihak luar negeri. Pemerintah Daerah dapat melakukan pin-

Kembali Pinjaman Daerah; Bab IX Pelaporan dan Sanksi Pinjaman jaman jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang. Se-

Daerah; Bab X Ketentuan Peralihan; Bab XI Ketentuan Peralihan. lain itu dapat melakukan pinjaman daerah yang bersumber dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah lainnya sepanjang tidak me- lampaui batas kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Semua penerimaan dan kewajiban dalam rangka Pinjaman

Nomor 55 Tahun 2005

Daerah dicantumkan dalam APBD dan dibukukan sesuai dengan

tentang Dana Perimbangan

Standar Akuntansi Pemerintah. Setiap perjanjian pinjaman yang dilakukan oleh Daerah merupakan dokumen publik dan diumum-

Ketentuan ini merupakan pelaksanaan dari Undang-Undang kan dalam Lembaran Daerah.

Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Dalam hal Daerah tidak memenuhi kewajiban membayar pin-

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah serta Undang-Undang jamannya kepada Pemerintah, maka akan diperhitungkan dengan

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang kini telah DAU dan/atau Dana Bagi Hasil dari Penerimaan Negara yang

disempurnakan menjadi Peraturan Pemerintah Pengganti Un- menjadi hak Daerah tersebut. Dalam pelaksanaannya, besaran

dang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas Un- Pinjaman Daerah perlu disesuaikan dengan kemampuan Daerah

dang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. karena dapat menimbulkan beban APBD tahun-tahun berikutnya,

Dana Perimbangan bertujuan untuk menciptakan keseimbang- sehingga perlu didukung dengan ketrampilan perangkat Daerah

an keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dan antara Pe- dalam mengelola Pinjaman Daerah.

merintah Daerah. Dana Perimbangan terdiri dari Dana Bagi Hasil Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mengatur lebih lanjut

(DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus hal-hal yang menyangkut Pinjaman Daerah, dengan meng-

(DAK). DBH bersumber dari pajak dan sumber daya alam. Se- antisipasi kebutuhan masa depan serta dengan mempertimbang-

dangkan DAU dialokasikan untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. kan perlunya mempertahankan kondisi kesehatan dan kesinam-

Untuk besaran DAK ditetapkan setiap tahun dalam APBN. DAK bungan perekonomian nasional.

dialokasikan kepada daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan bagian dari program yang menjadi priori-

Daftar Isi

tas nasional.

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Prinsip Umum Pinjaman Daerah; DAU suatu daerah dialokasikan berdasarkan formula yang ter- Bab III Batas Pinjaman Daerah; Bab IV Persyaratan Umum Pinjaman

diri atas celah fiskal dan alokasi dasar. Data yang digunakan da- Daerah; Bab V Prosedur Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari

lam penghitungan DAU diperoleh dari lembaga statistik Peme- Pemerintah; Bab VI Prosedur Pinjaman Daerah Yang Bersumber Dari

rintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbit- rintah dan/atau lembaga Pemerintah yang berwenang menerbit-

dan harus digunakan sesuai dengan persyaratan didalam NPHD disahkan.

(Naskah Perjanjian Hibah Daerah) dan/atau NPPH (Naskah Per- Pengawasan atas pelaksanaan Dana Perimbangan sesuai

janjian Penerusan Hibah).

dengan peraturan perundang-undangan. Sejak berlakunya per- Hibah digunakan untuk menunjang peningkatan fungsi peme- aturan pemerintah ini sampai dengan Tahun Anggaran 2007 jum-

rintahan dan layanan dasar umum, serta pemberdayaan aparatur lah keseluruhan DAU ditetapkan sekurang-kurangnya 25 % dari

Daerah. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyaluran hi- Pendapatan Dalam Negeri Netto yang ditetapkan dalam APBN.

bah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

Daftar Isi

Daftar Isi

Bab I Ketentuan Umum; Bab II Dana Bagi Hasil; Bab III Dana Bab I Ketentuan Umum; Bab II Pemberian Hibah; Bab III Pene- Alokasi Umum; Bab IV Dana Alokasi Khusus; Bab V Pengawasan;

rimaan Hibah; Bab IV Penggunaan Hibah : Bagian Kesatu Tujuan Bab VI Ketentuan Peralihan; Bab VII Ketentuan Penutup.

Hibah, Bagian Kedua Pengelolaan Hibah, Bagian Ketiga Pertang- gungjawaban Dan Pelaporan Hibah; Bab V Ketentuan Peralihan; Bab VI Ketentuan Penutup.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 57 Tahun 2005 tentang Hibah Kepada Daerah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 65 Tahun 2005

Prinsip kebijakan perimbangan keuangan antara Pemerintah

tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan

dan Pemerintahan Daerah merupakan suatu sistem yang menye-

Standar Pelayanan Minimal

luruh dalam rangka pendanaan penyelenggaraan asas Desen- tralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan.Sumber penda-

Peraturan ini adalah sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal naan penyelenggaraan asas Desentralisasi di daerah terdiri atas