AKULTURASI DALAM NOVEL LASKAR PELANGI KA

AKULTURASI DALAM NOVEL LASKAR PELANGI
KARYA ANDREA HIRATA
Oleh:
Farel Olva Zuve
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
FBS Universitas Negeri Padang
surel: farelolva@gmail.com
ABSTRACT
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan percampuran budaya yang
terjadi di dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Serta untuk
memperoleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis, dan cermat mengenai
fakta-fakta yang didapat dari kata, frasa, dan kalimat dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata. Akulturasi didapat melalui ujaran antartokoh
atau penjelasan pengarang dalam cerita. Data dalam penelitian ini adalah
kata, frasa, dan kalimat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata terdapat akulturasi di daerah Belitong sebagai latar tempat
penceritaan ini. Akulturasi yang dicari berdasarkan unsur-unsur kebudayaan,
yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial/sistem perkawinan,
sistem mata pencaharian, sistem religi dan kesenian.

Kata kunci : akulturasi, novel, laskar pelangi
PENDAHULUAN
Bangsa Indonesia merupakan salah satu bangsa yang memiliki keragaman budaya
dan bahasa karena itu budaya Indonesia bersifat multikulturalisme. Menurut kamus besar
bahasa Indonesia (KBBI) multikulturalisme berarti gejala pada seseorang atau suatu
masyarakat yang ditandai oleh kebiasaan menggunakan lebih dari satu kebudayaan.
Multikultural menjadi perbincangan bukan hanya pada saat ini, tetapi sejak dulu menjadi
topik yang menarik karena mengacu kepada keragamaan Indonesia yang memiliki suku,
adat istiadat dan budaya yang beragam maka multikultural menjadi hal yang harus
diperbincangkan dan selalu menjadi topik yang tidak akan habis. Multikulturalisme
terjadi karena adanya percampuaran antara beberapa budaya budaya yang dibawa berbeda
dari budaya asli sehingga menimbulkan perbedaan di dalam masyarakat, namun hal ini
bukan menjadi suatu masalah, tetapi bisa menguntungkan tergantung cara masyarakat
menyikapi perbedaan ini. Multikulturalisme menghasilkan dua istilah, yaitu: akulturasi
dan simulasi. Hal ini dipertegas oleh Bergson yang menjelaskan bahwa manusia hidup
bersama bukan karena persamaan, melainkan karena perbedaan yang terdapat dalam sifat,
kedudukan, dan sebagainya (Abdulsyani, 2007: 35). Oleh karena itu, perbedaan
seharusnya dihargai sebagai suatu kekayaan budaya yang mampu memajukan, namun
tidak semua perbedaan ini mampu diterima dengan baik oleh semua orang. Termasuk
pelajar-pelajar sekarang. Perbedaan menjadi masalah besar bagi mereka karena adanya

kelompok-kelompok yang mereka buat berdasarkan persamaan. Dengan perbedaan ini
membuat mereka membenci seseorang atau sekelompok orang yang berbeda dari mereka
atau golongan mereka. Bahkan jika mereka tidak siap dengan adanya perbedaan ini dapat
menimbulkan perkelahian, tawuran dan kebencian antarindividu atau golongan. Padahal

dalam pengajaran diajarkan bahwa perbedaan bukan halangan untuk bersatu, tetapi bisa
menjadi pemerkaya kebudayaan dan seharusnya dihargai bukan dibenci dan dirusak.
Salah satu cara mengenalkan perbedaan atau multikulturalisme kepada siswa
adalah melalui pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan primer bagi
manusia saat ini karena pendidikan mampu merubah sesuatu peradaban atau kebiasaan
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Perubahan peradaban tidak bisa hanya dilakukan
dengan ilmu pengetahuan tanpa adanya olahan dari pendidikan. Pendidikan menjadi
sesuatu yang sangat penting sekarang. Bukan tidak salah jika pendidikan sekarang
menjadi salah satu kebutuhan paling atas bagi manusia karena menjadi prioritas saat ini
maka manusia pun juga menuntut agar pendidikan yang diberikan sesuai dengan
kebutuhan saat ini dan lebih dari sebelumnya. Oleh karena itu, sistem pendidikan
berusaha untuk menyesuaikan dengan kebutuhan masyarakat saat ini. Salah satunya
melalui perubahan kurikulum yang dijadikan acuan dalam pembelajaran. Mengacu
kepada karakter dan sifat masyarakat saat ini maka kurikulum mengutamakan
pembentukan karakter dalam diri siswa. Hal ini perlu diajarkan kepada siswa agar mereka

bisa menghargai perbedaan dan menghindari perselisihan, pertengkaran, dan perkelahian.
Pendidikan yang mengajarkan multikulturalisme menjadi bagian yang perlu diajarkan
kepada siswa melalui mata pelajaran kegiatan pembelajaran ataupun berdasarkan bahan
ajar dan media yang digunakan selama proses pembelajaran. Hal yang perlu dikenalkan
kepada anak-anak mengacu kepada kurikulum 2013 yang menjadi dasar pendidikan kita
saat ini adalah pengembangan karakter. Pengembangan karakter salah satunya bisa dilihat
dari sikap toleransi siswa dalam menghargai perbedaan yang ada. Toleransi dalam
menerima budaya baru dan hidup bersama dengan budaya tersebut sebagai bagian dari
sebuah masyarakat multikultural.
Keragaman budaya terjadi karena adanya percampuran budaya lain dengan budaya
asli yang menimbulkan istilah akulturasi dan asimilasi, namun dalam artikel ini hanya
akan dibahas mengenai akulturasi. Berry menjelaskan bahwa akulturasi sebagai proses
perubahan budaya dan psikologis yang terjadi sebagai akibat kontak antara dua atau lebih
kelompok budaya dan anggota masing-masing kelompok etnik (Berry, 2005:698). Lebih
lanjut dijelaskan, bahwa konsep akulturasi pada level individu, juga melibatkan
perubahan dalam perilaku seseorang (Berry, 2005:699). Proses akulturasi yang berjalan
dengan baik dapat menghasilkan integrasi dari unsur kebudayaan asing dengan unsur
kebudayaan masyarakat penerima. Hal ini dipertegas oleh pendapat Koentjaraningrat
(2009:202) yang berpendapat bahwa akulturasi adalah proses sosial yang timbul bila
suatu kebudayaan tertentu bertemu dengan unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga

unsur kebudayaan asing lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan asli. Dengan demikian, unsurunsur kebudayaan asing tidak dianggap berasal dari luar, tetapi dianggap sebagai unsur
kebudayaan sendiri karena telah bersatu atau melebur dengan budaya aslinya. Salah satu
tolok ukur yang bisa dijadikan patokan untuk mengukur adanya akulturasi suatu budaya
atau tidak yaitu dengan melihat berdasarkan unsur-unsur budaya yang ada.
Koentjaraningrat (2009: 165) mendefinisikan tujuh unsur kebudayaan, yaitu: bahasa,
sistem pengetahuan, organisasi social, sistem peralatan hidup dan teknologi, sistem mata
pencaharian hidup, sistem religi, dan kesenian.
Salah satu media yang bisa digunakan untuk mengajarkan mengenai menghargai
perbedaan adalah dengan karya sastra. Karya sastra menjadi alat pemersatu bangsa
dengan berperan sebagai media pembelajaran untuk mengajarkan perbedaan atau
keragaman budaya kepada masyarakat ataupun pelajar. Karya sastra yang diberikan
kepada siswa berupa karya sastra yang memiliki tema-tema multikulturalisme. Salah satu
karya sastra yang dapat dijadikan acuan adalah novel. Menurut Boulton (dalam Atmazaki,

2005: 39) novel adalah karya sastra yang berbentuk fiksi naratif. Lebih lanjut, Reeve
menjelaskan novel sebagai gambaran kehidupan dan perilaku nyata pada saat novel itu
ditulis (Rene Wellek dan Werren, 1989: 282). Menurut Abrams (dalam Atmazaki,
2007:40) sebuah karya dikatakan novel apabila ceritanya memberikan efek realis, dengan
mempresentasikan karakter yang kompleks dengan motif yang bercampur dengan

keadaan sosial. Jadi, realita itu ada dalam motif yang bercampur dengan keadaan sosial
yang berkembang ke arah yang lebih tinggi berupa interaksi dengan karakter atau tokoh
lain serta berkisah tentang kehidupan sehari-hari. Salah satu contohnya adalah novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Multikulturalisme yang ada di dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata mengajarkan kepada siswa agar menghargai perbedaan.
Perbedaan-perbedaan yang ada mengajarkan anak-anak untuk lebih dewasa dalam
menyikapinya dan menghargai perbedaan yang ada sehingga membuat keadaaan lebih
damai dan lebih baik. Hal ini yang tergambar dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata ini. Perbedaan yang digambarkan mulai dari keadaan keluarga, sikap, budaya, cara
bertutur, dan lain-lain yang dihadapi oleh siswa-siswa Laskar Pelangi ini memberikan
pelajaran kepada pembaca untuk bersikap terhadap perbedaan yang ada. Dengan adanya
novel ini yang mengutamakan cerita bertema multikulturalisme membantu siswa
memahami perbedaan-perbedaan yang ada untuk membantu mereka dalam membangun
perlakuan yang positif terhadap perbedaan kultural, ras, etnik, kelompok keagamaan, dan
lain-lain sehingga membuat siswa sadar dan tidak egois dengan menganggap sesuatu
yang mereka ketahui sebagai sesuatu yang baik dan benar, tetapi dengan adanya
multikulturalisme dalam karya sastra secara tidak langsung mengajarkan kepada siswa
ada beragam budaya yang ada di dunia ini dan mengajarkan kepada mereka cara-cara
menanggapi perbedaan dan keragaman yang ada sehingga tidak menimbulkan
perselisihan, diskriminalitas, dan pertikaian.

Salah satu cara karya sastra diminati oleh pembaca adalah dengan memilih tematema yang sedang hangat menjadi perbincangan saat ini, faktual, dan menarik sebagai
dasar pengembangan cerita. Salah satunya adalah tema multikulutural yang sedang
menjadi perbincangan masyarakat saat ini. Tema dalam novel menjadi salah satu faktor
menarik bagi pemabaca untuk membaca karya sastra tersebut. Dengan tema yang menarik
akan menarik pembaca untuk segera membaca dan memahami makna karya sastra
tersebut. Ditambah dengan cara penyajian cerita tersebut yang tidak monoton dan
menarik bagi pembaca untuk dibaca maka akan membuat karya sastra tersebut lebih
dikenal dan dijadikan sebagai salah satu media pembelajaran bagi siswa karena
mencontoh dapat digunakan sebagai salah satu metode pembelajaran maka novel
dijadikan sebagai alat untuk siswa mencontoh atau menjadi panutan bagi siswa untuk
bersikap dan menimbulkan karakter yang baik dalam diri mereka malalui novel-novel
yang mereka baca. Rosenblat (dalam Gani, 1988:13) menegaskan bahwa pengajaran
sastra harus melibatkan peneguhan kesadaran tentang sikap etik. Dengan kata lain
Rosenblat menjelaskan bahwa sastra dapat menjadi media pengantar bagi siswa untuk
menimbulkan sikap-sikap karakter mereka dalam bentuk etika yang baik. Siswa
menjadikan karya sastra sebagai pedoman dalam bertindak berpikir dan berucap sehingga
menajdi pribadi yang lebih baik. Hal ini lebih ditegaskan oleh Rosenblat dengan
menekankan pada pemaknaan karya sastra yang harus diciptakan oleh siswa sendiri
bukan oleh pengarang (Gani, 1988: hlm 14).
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan data berasal dari kata,
frasa, dan kalimat-kalimat dalam novel Laskar Pelangi. Menurut Mahsun (2006: 233),
penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata

bertujuan untuk memahami fenomena sosial termasuk fenomena kebahasaan. Dalam hal
ini, termasuk akulturasi dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Penelitian
kualitatif digunakan untuk memperoleh gambaran yang jelas, objektif, sistematis dan
cermat mengenai fakta-fakta yang didapat dari kata, frasa, dan kalimat dalam novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Metode deskriptif digunakan untuk menjelaskan
data atau objek secara natural, objektif, dan faktual (Ibnu, dkk. 2003:8). Penelitian
kualitatif dengan metode deskriptif digunakan untuk mendapatkan gambaran mengenai
akulturasi dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang terjadi di daerah
Belitong sebagai latar tempat penceritaan ini.
PEMBAHASAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka diketahui bahwa akulturasi terjadi akibat
percampuran dua budaya yang tidak menghilangkan budaya aslinya. Mengacu kepada
kesimpulan di atas, maka diketahui bahwa pada novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata terdapat akulturasi budaya melayu, dengan suku-suku yang asli di daerah tersebut
seperti suku sawang, keak, dan orang-orang bersarung seperti yang dijelaskan di dalam
novel. Selain itu, percampuran budaya juga terjadi antara Budaya Melayu dengan Budaya

Cina yang menimbulkan akulturasi di dalam beberapa unsur kebudayaaan. Untuk lebih
jelasnya, berikut akan dijelaskan percampuran budaya yang terdapat di dalam novel
Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dengan mengacu kepada pendapat Koentjaraningrat
mengenai unsur-unsur budaya sebagai berikut.
1. Bahasa
Akulturasi di dalam novel ini dapat ditemukan melalui percakapan dan narasi dari
penulis berikut ini.
Orang-orang bersarung keberatan ketika mengamati harga kaus lampu petromaks.
Di Manggar lebih murah kata mereka.
“Kito lui, ba? Ngape de Manggar harge e lebe mura?”
Bang Sad menyampaikan keluhan itu pada juragannya, dalam bahasa Kek campur
melayu.(hal. 202)
Berdasarkan paparan di atas, kita bisa melihat akulturasi budaya melalui bahasa
yang ada pada masyarakat Melayu dalam novel Laskar Pelangi. Orang-orang bersarung
memiliki bahasa mereka sendiri dan ketika mereka melakukan transaksi jual beli pada
orang-orang dari akar etnik berbeda. Kompleksitas perbedaaan budaya dalam komunitas
tersebut didemonstrasikan oleh tiga orang pria yang berkomunikasi dengan tiga macam
bahasa ibu masing-masing.
2. Sistem Pengetahuan
Akulturasi pada sistem pengetahuan dalam novel Laskar Pelangi dipaparkan pada

penjelasan berikut ini.
“Semakin kecil nomornya semakin parah gilanya.” Beliau menggeleng-gelengkan
kepalanya dan menatapku seperti sedang menghadapi seorang pasien rumah sakit jiwa.
Kami mengerti bahwa teori ini tentu saja hanya untuk mengingatkan anak-anaknya
agar jangan bertindak keterlaluan. Tapi begitulah teori penyakit gila versi ibuku dan
bagiku teori itu efektif. Aku malu sudah bertindak konyol.(Hal. 82-83)

Berdasarkan penjelasan di atas, kita bisa melihat akulturasi sistem pengetahuan
yang terjadi pada ibu tokoh yang diceritakannya tidak mendapatkan pendidikan tinggi
namun selalu muncul dengan teori-teori yang masuk akal di otak kanak-kanak tokoh Aku.
Melalui pemaparan di atas kita bisa memahami bahwa sistem pengetahuan masyarakat
Melayu Belitong pun mengalami akulturasi melalui keluarga dan orang-orang di sekitar
mereka.
3. Organisasi Sosial/Sistem Perkawinan
Akulturasi pada organisasi sosial di dalam novel ini dapat dijelaskan sebagai
berikut.
Ia adalah salah satu dari segelintir orang Melayu asli Belitong yang berhak
tinggal di Gedong dan orang kampong yang mampu mencapai karier tinggi di jajaran
elite orang staf karena kepintarannya.(Hal. 46-47)
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita lihat akulturasi pada organisasi sosial, di

mana seorang Melayu asli Belitong bisa sejajar dengan kaum elite staf PN Timah yang
kebanyakan berasal dari luar komunitas masyarakat Melayu Belitong.
4. Sistem Peralatan Hidup dan Teknologi
Akulturasi teknologi di dalam novel Laskar Pelangi dapat dijelaskan seperti berikut
ini.
Anak-anak orang staf menonton di tempat yang berbeda, namanya Wisma Ria. Di
sana film diputar dua kali seminggu. Penonton dijemput dengan bus berwarna biru.
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa akulturasi teknologi pada
masyarakat Melayu Belitong muncul seiring berdirinya PN Timah. Teknologi film di
Belitong mempengaruhi kebiasan masyarakat setempat sekaligus menciptakan jenjang
sosial pada masyarakat setempat.
5. Sistem Mata Pencaharian
Akulturasi mata pencaharian pada masyarakat Belitong di dalam novel Laskar
Pelangi akan dijelaskan sebagai berikut.
Suatu sore seorang gentleman keluar dari balik tembok itu untuk berkeliling
kampong dengan sebuah Chevrolet Corvette, lalu esoknya di sebuah majelis ia mencibir.
“Tak satupun kulihat ada anak muda memegang pacul. Tak pernah kulihat orangorang muda demikian malas seperti di sini.”
Ha? Apa dia kira kami bangsa petani? Kami adalah buruh-buruh tambang yang
bangga, padi tak tumbuh di atas tanah-tanah kami yang kaya material tambang! (Hal.
36-37)

Berdasarkan pemaparan di atas, kita bisa melihat akulturasi pada sistem mata
pencaharian pada komunitas masyarakat Melayu Belitong yang sungguh berbeda antara
pegawai PN Timah yang sebagian berasal dari luar komunitas masyarakat Melayu
Belitong, sehingga mereka tidak terlalu memahami karakter masyarakat setempat.
6. Sistem Religi

Akulturasi antarumat beragama dapat ditemukan dalam percakapan Hal ini
tergambar dalam beberapa percakapan dan tulisan yang ada di dalam novel sebagai
berikut.
Chiong Si Ku atau sembahyang rebut diadakan setiap tahun. … banyak
hiburan lain ditempelkan pada ritual keagamaan ini, misalnya panjat pinang,
komidi putar, dan orkes melayu sehingga menarik minat setiap orang untuk
berkunjung Dengan demikian ajang ini dapat disebut sebagai media tempat empat
komponen utama subetnik di kampong kami: orang Tionghoa, orang Melayu,
orang pulau bersarung, dan orang Sawang berkumpul (hal. 259).
Berdasarkan tuturan di atas, diketahui bahwa terjadi akulturasi keagamaan dalam
novel tersebut. Percampuran agama antara Kong Hu Chu dengan budaya melayu yang
saling berkaitan satu sama lain. Pada perayaan agama Kong Hu Chu terdapat
pencampuran dengan budaya melayu dalam hal ini penggunaan orkes melayu sebagai
hiburan dalam acara keagamaan Kong Hu Chu dan hal tersebut saling melengkapi. Hal
ini menjadi akulturasi budaya karena perayaan keagamaan Kong Hu Chu dicampur
dengan budaya Melayu tanpa menghilangkan budaya aslinya.
7. Kesenian
Kesenian memiliki banyak jenisnya. Salah satunya adalah seni suara dan seni music
yang digabungkan dengan kebudayaan lain menjadi kebudayan baru. Hal ini dapat dilihat
dari ucapan penulis berikut ini.
Pada kesempatan lain Mahar bergabung dengan grup rebana masjid Al-Hikmah
dan mengolaborasikan permainan sitar di dalamnya (hlm. 146).
Berdasarkan teks di atas, diketahui bahwa telah terjadi akulturasi antara kesenian
agama islam yang menggunakan rebana dipadukan dengan sitar yang merupakan salah
satu alat musik yang berasal dari india. Di sini terjadi akulturasi kesenian Melayu dengan
India yang tidak meninggalkan budaya aslinya.
SIMPULAN
Berdasarkan analisis dan pembahasan di atas, diketahui bahwa dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata terdapat akulturasi budaya yang terjadi di latar cerita
tersebut.. Latar cerita menunjukkan adanya percampuran antara budaya Melayu dan
budaya Cina yang hidup berdampingan. Selain itu, akulturasi antara budaya suku-suku
yang hidup di daerah tersebut. Akulturasi yang didapat dicari berdasarkan unsur-unsur
kebudayaan, yaitu: bahasa, sistem pengetahuan, organisasi sosial/sistem perkawinan,
sistem mata pencaharian, sistem dan kesenian. Akulturasi yang didapat diperoleh melalui
ujaran antartokoh atau penjelasan pengarang dalam cerita.
Melalui novel ini kita dapat simpulkan bahwa salah satu cara yang bisa digunakan
kepada masyarakat untuk menghargai perbedaan adalah dengan karya sastra. Karya sastra
dapat dijadikan sebagai media untuk pengajaran pengembangan karakter siswa melalui
tokoh-tokoh dalam cerita, tuturan, atau jalannya cerita. Hal ini perlu diajarkan kepada
siswa agar mereka bisa menghargai perbedaan dan menghindari perselisihan pertengkaran
dan perkelahian. Oleh karena itu, pendidikan yang mengajarkan multikulturalisme
menjadi bagian yang perlu diajarkan kepada siswa melalui mata pelajaran, kegiatan
pembelajaran, ataupun melalui bahan ajar dan media yang digunakan selama proses
pembelajaran.

Daftar Pustaka
Abdulsyani. 2007. Sosiologi, Skematika, Teori, Dan Terapan. Jakarta: PT.Bumi Aksara.
Atmazaki. 2005. Ilmu Sastra Teori dan Terapan. Padang. Citra Budaya Indonesia.
Berry, John W. Acculturation: Living successfully in two cultures. 10 juli 2005.
https://isites.harvard.edu/fs/docs/icb.topic551691.files/Berry.pdf
diunduh
28/4/2017.
Gani, Rizanur. 1999. Pengajaran Sastra Indonesia: Respon dan Analisis. Padang: Dian
Dinamika Press.
Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Jakarta: Bentang.
Ibnu, Suhadi dkk. 2003. Dasar-dasar Metodologi Penelitian. Malang: Lembaga
Pendidikan Universitas Negeri Malang.
Koentjaraningrat. 2009. Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan, Strategi, Metode, dan Tekniknya.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Wellek, Rene dan Austin Warren. 1989. Teori Kesusasteraan. Jakarta: Gramedia.