KAJIAN ASPEK EKONOMI DAN KETIMPANGAN WILAYAH PERKOTAAN SURAKARTA

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

KAJIAN ASPEK EKONOMI DAN KETIMPANGAN WILAYAH
PERKOTAAN SURAKARTA
Oleh :
Ratika Tulus Wahyuhana1, Adnan Affan Akbar Botanri2
1

Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Teknologi Yogyakarta,
ratika.wahyuhana@staff.uty.ac.id
2
Dosen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Teknologi Yogyakarta,
adnan.botanri@staff.uty.ac.id

ABSTRAK

Abstrak : Ukuran keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi dan semakin kecilnya
ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Pada kenyataannya pertumbuhan
ekonomi tidak selamanya diikuti pemerataan secara memadai. Kondisi tersebut terjadi di wilayah Perkotaan
Surakarta dengan pertumbuhan ekonominya cukup pesat dan perkembangannya yang telah melampaui
batasan administratif. Dengan demikian, yang menjadi Research Question adalah: “Bagaimana
perkembangan ekonomi dan tingkat ketimpangan wilayah perkotaan Surakarta?”Penelitian ini
menggunakan pendekatan kuantitatif dan metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil kajian penelitian
menunjukkan aktivitas ekonomi didominasi oleh sektor industri, perdagangan dan jasa. Konversi lahan
pertanian menjadi terbangun juga meningkat. Ketimpangan ekonomi tergolong tinggi yaitu 0,68 yang
dipengaruhi persebaran penduduk dan kegiatan ekonomi yang belum merata, sehingga belum terintegrasi
secara optimal antara daerah pusat dan sub-pusat.Dapat disimpulkan bahwa dalam perkembangan kegiatan
ekonomi wilayah Perkotaan Surakarta memiliki klasifikasi ketimpangan cukup tinggi. Perlu adanya integrasi
aktivitas ekonomi yang seimbang dengan menitikberatkan pada peningkatan keterkaitan dan distribusi
aktivitas ekonomi agar lebih merata yang disesuaikan dengan potensi lokal di daerah sub pusat sehingga
perannya lebih optimal. Selain itu, diperlukan penguatan dalam implementasi mekanisme kerjasama sesuai
dengan kebijakan dan landasan hukum kerjasama antar daerah dalam aspek ekonomi.
Kata Kunci: ekonomi, ketimpangan, perkotaan


ABSTRACT
Abstract: The measure of development success can be seen from the economic growth and the smaller the
inter-income relation among the population, between regions and between sectors. In economic performance
is not always equitably distributed. These conditions occur in the urban areas of Surakarta with rapid
economic growth and its development has been missed. Thus, the Research Question is: "How is the
Economic Development and Satellite Inequality Level of Surakarta Region?" This research uses quantitative
approach and quantitative descriptive analysis method.
The results of research studies show that economic activity is dominated by industry, trade and services
sectors. Conversion of agricultural land to be built also increased. Economic inequality is high, namely 0.68
related to the spread of population and economic activity that has not been evenly distributed, so it has not
been integrated optimally between the central and sub-centers.
Can be concluded in the development of economic activities of urban areas of Surakarta have inequality high
enough. It needs to be linked by focusing on increasing linkages and division of economic activities to be
more evenly adjusted to local potentials in sub-central areas so that its role is more optimal. In addition,
strengthening is required in the form of cooperation mechanism in accordance with the policy and legal
basis of cooperation among regions in the economic aspects.
Keywords: economy, disparity, urban areas

835


Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

meningkat, namun pada prosesnya akan semakin
berkurang pada tahap pembangunan wilayah yang
lebih maju dan lebih baik (Wheaton, 1981).
Disparitas antar daerah sering menjadi masalah
serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan
yang signifikan, sementara beberapa daerah lain
mengalami pertumbuhan lambat. Daerah yang
tidak mengalami kemajuan yang sama dikarenakan
kekurangan sumber daya. Ada kecenderungan
pemilik modal(investor) lebih memilih daerah

perkotaan atau daerah yang manamemiliki fasilitas
infrastruktur seperti transportasi,jaringan listrik,
telekomunikasijaringan, perbankan, asuransi, dan
pekerja terampil(Barika, 2012).
Menurut Abipraja (2002), wilayah Pulau Jawa
memiliki
disparitas
yang
paling
tinggi
dibandingkan dengan wilayah lain sangat mungkin
terjadi efisiensi yang cukup baik, karena investasi
masih terkonsentrasi di Jawa, terjadi aglomerasi
melalui lokalisasi maupun urbanisasi di Jawa, dan
tersedianya tenaga kerja yang memiliki tingkat
pendidikan cukup baik. Disparitas antara daerah di
tersebut didekati dengan disparitas pendapatan
antar daerah (Indeks
Williamson)
yang

mencerminkan
disparitas
pada
tingkat
pembangunan ekonomi suatu daerah. Menurut
Tambunan (2001)
beberapa faktor utama
penyebab terjadinya disparitas antar wilayah
sebagai berikut :
a. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
b. Alokasi investasi
c. Tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah
antarwilayah
d. Perbedaan SDA antarwilayah
e. Perbedaan demografis antar wilayah
f. Kurang lancarnya perdagangan antarwilayah.
Dari kecenderungan kondisi di atas dapat terlihat
bahwa yang diperlukan dalam perkembangan
wilayah Greater Surakarta saat ini adalah
pengembangan

wilayah
danmanajemen
pertumbuhan (growth management) yang baik.
Pengembangan wilayah (regional development)
merupakan upaya untuk memacu perkembangan
sosial
ekonomi,
mengurangi
kesenjangan
antarwilayah, dan menjaga kelestarian lingkungan
hidup
pada
suatu
wilayah.
Pada
dasarnyapengembangan wilayah harus disesuaikan
dengan kondisi, potensi, dan permasalahan
wilayah bersangkutan (Ambardi & Prihawantoro
(ed), 2002:47).
Petrakos (1989) menyebutkan bahwa manajemen

pertumbuhan yaitu terkait dengan pertumbuhan
ekonomi sebagai pendorong utama dalam
pengurangan
disparitas
regional
sehingga
diperlukan
adanya
penguatan
kebijakan
pembangunan. Selain itu, Thisse (2000) juga
menjelaskan bahwa kebijakan dari aspek
kelembagaan melalui sistem kelembagaan yang

I.
PENDAHULUAN
Kota Surakarta merupakan salah satu kota besar
dan pusat pertumbuhan di Jawa Tengah dengan
aktivitas
utama

perdagangan
dan
jasa.
Pertumbuhan ekonomi di Kota Surakarta juga
menunjukkan pertumbuhan yang cukup pesat.
Sebagai pusat wilayah perkotaan, Kota Surakarta
memiliki jumlah penduduk secara administratif
sekitar 510.077 jiwa di tahun 2014. Apabila
dibandingkan dengan luas wilayah sekitar 4.404
Ha (relatif kecil), perkembangan Kota Surakarta
cukup pesat dengan kepadatan penduduk tertinggi
di wilayah Jawa Tengah. Dari penggunaan lahan
yang ada, 57% lahan digunakan untuk
permukiman dengan ketersediaan ruang terbuka
hijau hanya sebesar 9%.
Keterbatasan
lahan
tidak
mendukung
perkembangan kota yang terus meningkat sehingga

terjadi perkembangan yang melampaui batasan
administratif ke wilayah sekitar seperti Kabupaten
Karanganyar, Sukoharjo, dan Boyolali yang
mengindikasikan adanya pemekaran wilayah
Surakarta ke daerah sekitarnya.Perkembangan kota
yang terus meluas ini akhirnya membentuk
“Perkotaan Surakarta” dimana didalamnya terdapat
pusat-pusat pertumbuhan baru yaitu pertumbuhan
Kawasan Kartasura, Palur, atau Solo Baru. Kutub
pertumbuhan/pusat pertumbuhan regional sebagai
sekelompok industri yang mengalami ekspansi
yang berlokasi di suatu daerah perkotaan dan
mendorong perkembangan kegiatan ekonomi lebih
lanjut keseluruh daerah pengaruhnya (Dawkins,
2003:140). Selanjutnya, Ertur dan Julie (2003)
menjelaskan bahwa dengan adanya interaksi
spasial antar daerah dan kedekatan posisi geografis
merupakan aspek penting dalam perhitungan
kinerja ekonomi daerah.
Perkembangan yang cukup signifikan tersebut

tidak menutup kemungkinan menjadi faktor
pendorong Perkotaan Surakarta terbentuk menjadi
kota metropolitan. Proses pengkotaan yang terjadi
di sekitar wilayah Perkotaan Surakarta terjadi
secara terus menerus juga ditandai dengan terjadi
peningkatan lahan terbangun sebesar 741,5 Ha
sejak tahun 2003 hingga 2011. (BPS, 2013).
Penambahan lahan terbangun kini sudah menyebar
mengarah ke barat (Kecamatan Kartasura), selatan
(Kecamatan Grogol) dan timur (Kecamatan Jaten).
Kecenderungan kondisi saat ini adalah masih
terpusatnya semua pelayanan fasilitas umum dan
ekonomi di Kota Surakarta serta peran sub-sub
pusat pertumbuhan yang ada belum terintegrasi
satu dengan yang lainnya sehingga dapat
menimbulkan ketimpangan. Menurut Petrakos
(2005) ketimpangan atau disparitas wilayah
regional cenderung terjadi pada daerah yang
dinamis dan berkembang tumbuh lebih cepat.
Sehingga seiring dengan dimulainya pertumbuhan

ekonomi, ketidaksetaraan atau ketimpangan akan

836

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

luasan 32.842,3 Ha dengan jumlah penduduk
1.227.645 jiwa.
Untuk melihat wilayah sekitarnya yang
berpengaruh langsung dari perkembangan Kota
Surakarta maka dilakukan kajian dengan
memeperhatikan area lahan terbangun, kepadatan
penduduk,
kajian
RDTR
Surakarta,
kencenderungan atau tren konversi lahan, tren
mata pencaharian penduduk, dan nilai PDRB
dengan hasil sebagai berikut :
1. Struktur Ekonomi Perkotaan Surakarta
Dalam struktur ekonomi Perkotaan Surakarta
tahun 2017 dapat dilihat bahwa proporsi sektor
industri pengolahan dan perdagangan memberikan
kontribusi yang tertinggi, sedangkan sektor
pertambangan dan sektor listrik, gas, dan air bersih
memberikan kontribusi terendah. Berikut adalah
diagram struktur ekonomi Perkotaan Surakarta
tahun 2014.

memiliki basis wilayah (regional) dan bukan
fungsional. Pembuat keputusan yang relevan harus
dikonsolidasikan dan digabungkan ke dalam
wilayah yang lebih besar sehingga mereka mampu
mengakomodasi sebanyak mungkin dampak
kebijakan publik lokal.
Dari keseluruhan gambaran permasalahan secara
umum diatas dapat terlihat bahwa pertumbuhan
dan pengembangan wilayah Perkotaan Surakarta
masih terfregmentasi. Melihat kecenderungan
tersebut, maka penting kiranya wilayah Perkotaan
Surakarta ini mendapat perhatian khusus dimana
perlu adanya strategi pengembangan Kota
Surakarta yang terintegrasi dengan wilayah
sekitarnya.
II.

METODOLOGI PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini
meliputi
beberapa tahap antara lain tahap persiapan,
pengumpulan data dan proses analisis. Tahapan
pengumpulan data dilakukan melalui survey data
baik secara primer maupun sekunder. Survey
primer dilakukan dengan pengamatan langsung di
lapangan, melakukan wawancara, sedangkan untuk
survey sekunder dilakukan melalui telaah kajian
literatur dan survey instansi berupa telaah
dokumen.
Penelitian menggunakan metode kuantitatif
karena berbasis pada literatur dan memenuhi
kaidah rasionalitas (Sugiyono, 2012). Kompilasi
data yang dihasilkan akan dianalisis untukdapat
memperoleh gambaran tentang perkembangan dan
fakta tertentu dengan kondisi empiris atau variabel
secara komprehensif. Pendekatan kuantitatif
digunakan analisis deskriptif,ketimpangan wilayah
dan analisis tipologi daerah (sektor unggulan).
Teknik analisis data (tools) yang digunakanyaitu
analisis
ketimpangan
wilayah
dengan
menggunakan Perhitungan Indeks Williamson dan
perhitungan serta penetapan tipologi klassen.
Analisis sektor unggulan dengan menggunakan
perhitungan LQ dan Shiftshare yangselanjutnya
dipetakan dengan menggunakan GIS.
III.

ISSN-E : 2581-0081

Pertanian

7%

10%

5%

0%

Pertambangan dan
Penggalian
Industri Pengolahan

7%
38%

Listrik, gas dan air
bersih
Bangunan

23%

8%

2%

Perdagangan, hotel,
dan restoran
Pengangkutan dan
Komunikasi
Keuangan dan
Persewaan
Jasa-jasa

Gambar 2. Struktur Ekonomi Perkotaan Surakarta
Tahun 2014
Sumber: Analisis, 2017

2.

Sektor Unggulan

• Sektor Basis-Non Basis
Analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk
mengetahui sektor basis-non basis dari suatu
wilayah.Berdasarkan hasil perhitungan indeks
location quotient PDRB Perkotaan Surakarta tahun
2012-2014, maka dapat teridentifikasi yang
menjadi sektor basis perekonomian Perkotaan
Surakarta.

PEMBAHASAN DAN HASIL

Ruang lingkup wilayah perkotaan Surakarta adalah
Kota Surakarta dan wilayah disekitarnya yang
mendapat pengaruh langsung dan kuat dari
perkembangan Kota Surakarta dan menjadi
perluasan wilayah perkotaan. Dari hasil deliniasi
yang dilakukan maka terdeliniasi wilayah
perencanaan Perkotaan Surakarta meliputi Kota
Surakarta dengan 9 Kecamatan yang terkena
pengaruh langsung yaitu Kecamatan Ngemplak
(Kabupaten Boyolali), Kartasura, Gatak, Baki,
Grogol dan Mojolaban (Kabupaten Sukoharjo)
Kecamatan
Colomadu,
dan
Gondangrejo
(Kabupaten Karanganyar).Wilayah ini memiliki

837

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

Gambar 1. Wilayah Perkotaan Surakarta
Sumber: Analisis, 2017

Gambar 4. Peta Analisis Tipologi Klassen Perkotaan Surakarta
Sumber: Hasil Analisis, 2017

838

ISSN-E : 2581-0081

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

Tabel 3. Hasil Perhitungan LQ Rata-rata
Wilayah Perkotaan Surakarta Tahun
2012-2014

9

Pertanian

0,35

Pertambangan & Penggalian

0,57

Industri Pengolahan

1,18

Listrik, Gas & Air Bersih

1,16

Bangunan

1,37

Perdagangan, Hotel & Restoran

1,00

Pengangkutan & Komunikasi

1,33

Keuangan, Persewaan, & Jasa
Perusahaan
Jasa-Jasa

1,11
0,93

Berdasarkan tabel diatas sektor ekonomi yang
menjadi sektor basis yaitu sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas & air bersih; sektor
bangunan; sektor perdagangan, hotel dan restoran;
sektor pengangkutan dan komunikasi; serta sektor
keuangan, persewaan & jasa perusahaan dimana
enam sektor tersebut mempunyai nilai LQ > 1.
Sementara itu, tiga sektor lainnya yaitu sektor
pertanian; sektor pertambangan & penggalian; dan
sektor jasa – jasa merupakan sektor non- basis di
Perkotaan Surakarta karena mempunyai nilai LQ <
1.Sektor-sektor yang menjadi sektor basis tersebut
telah menunjukkan aktivitas utama perkotaan yaitu
sektor sekunder dan tersier.
3. Kinerja Perekonomian Wilayah
Analisis Shift-Share digunakan untuk mengetahui
kinerja
perekonomian
wilayah
dan
mengidentifikasi sektor unggulan di wilayah
Greater Surakarta, serta mengetahui perkembangan
pertumbuhan suatu sektor (lambat/cepat).Data
yang digunakan yaitu data PDRB atas dasar harga
konstan Greater Surakarta serta wilayah SSBK di
tahun awal periode (tahun 2012) dan di tahun akhir
periode (tahun 2014).Berikut adalah hasil
perhitungannya.
Tabel 4.Interpretasi Nilai KPP
Lapangan
Usaha

1

Pertanian

2

Pertambangan
dan
Penggalian
Industri
Pengolahan
Listrik, Gas
dan Air
Bersih
Bangunan
Perdagangan,
Hotel dan
Restoran
Angkutan dan
Komunikasi
Keuangan,
Persewaan,

3
4

5
6

7
8

0.004

mundur

0.117

0.13

progresif

0.022
0.017

-0.009

-0.03

mundur

0.018

0.03

progresif

0.013
0.034

0.002
0.050

0.02
0.08

progresif
progresif

KPPW

0.052
0.008

SEKTOR
BERKEMBAN
G
Pertambangan
Jasa-jasa

LQ <

KPP+
KPPW
(PB)
-0.05

KPP

-0.025

0.02

progresif

Hasil perhitungan KPPW menunjukkan sektorsektor yang memiliki keunggulan komparatif/tidak
memiliki keunggulan komparatif. Dari tabel
interpretasi, dapat disimpulkan bahwa terdapat 2
sektor di wilayah Greater Surakarta yang tidak
memiliki daya saing, yaitu sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa. Hanya saja sektor
jasa-jasa
perkembangannya
progresif
dan
pertumbuhan secara nasional tumbuh cepat.Untuk
sektor pertanian mengalami perkembangan yang
mundur, dan tumbuh lambat berdasarkan nilai
KPP, meskipun mempunyai daya saing
berdasarkan nilai KPPW.
Berdasarkan hasil perhitungan LQ dan Shift-Share,
maka
dapat
diketahui
tipologi
LQSS,mengidentifkasikan sektor-sektor yang masuk
dalam sektor unggulan, sektor potensial, sektor
berkembang dan sektor terbelakang. Dari skema
tipologi LQ-SS, terdapat 5 sektor unggulan di
Perkotaan Surakarta yaitu sektor bangunan, listrik
gas air bersih, perdagangan, pengangkutan, dan
keuangan. Industri pengolahan termasuk dalam
sektor
potensial,
karena
meskipun
pertumbuhannya lambat dan cenderung mundur
tetapi merupakan sektor basis wilayah Perkotaan
Surakarta. Sektor pertambangan dan jasa-jasa
termasuk dalam sektor yang berkembang. Sektor
pertanian termasuk dalam sektor terbelakang,
namun demikian meskipun pertumbuhannya
lambat dan cenderung mundur tetapi memiliki
daya saing.Berikut adalah skema tipologinya:

Sumber: Analisis, 2017

No

0.047

Sumber: Analisis, 2017

LQ Rata-rata
(2013-2015)

Sektor Ekonomi

Jasa
Perusahaan
Jasa-jasa

ISSN-E : 2581-0081

SEKTOR
UNGGULA

PB > 0

Listrik, gas, air bersih
Bangunan
Perdagangan
Pengangkutan
Keuangan
LQ > 1

1

Keteran
gan

0.010

0.010

0.02

progresif

0.025

0.015

0.04

progresif

Pertanian

SEKTOR
TERBELAKAN
G

Industri Pengolahan

PB < 0

SEKTOR
POTENSIA
L

Gambar 3.Skema Tipologi LQ-SS
Sumber: Hasil Analisis, 2017

4. Pola dan Struktur Pertumbuhan Ekonomi
Perkotaan Surakarta
Alat analisis Klassen Typology (Tipologi Klassen)
digunakan untuk mengetahui gambaran tentang
pola dan struktur pertumbuhan ekonomi masing-

839

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

kecamatan Colomadu, Jaten dan Gondangrejo
tereus
menerus
menjadi
sasaran
para
investor/pengembang perumahan. Menurut Camat
Colomadu, pengembangan perumahan terjadi
merata di 11 desa di Colomadu.

masing daerah, sehingga mengetahui posisi
perekonomian daerah.Tipologi Klassen pada
dasarnya membagi daerah berdasarkan dua
indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi
daerah dan pendapatan per kapita daerah.
Perkembangan PDRB per kapita atas dasar harga
konstan (2010-2014) dan pertumbuhan PDRB
untuk tiap kecamatan (2010-2014), beserta rataratanya untuk wilayah Perkotaan Surakarta dapat
dilihat pada lampiran. Untuk hasil analisis klassen
dapat dilihat pada peta berikut ini.
Wilayah Perkotaan Surakarta terbagi menjadi 3
kategori, yang pertama adalah daerah yang cepat
maju dan cepat tumbuh yaitu Kota Surakarta,
Kecamatan Grogol dan Kecamatan Jaten, yang
kedua adalah daerah berkembang cepat yaitu
kecamatan Gondangrejo, Colomadu, Ngemplak
dan Kecamatan Kartasura, sedangkan daerah yang
relatif tertinggal yaitu kecamatan Gatak, Baki dan
Mojolaban. Kondisi dari kategori masing-masing
kecamatan tersebut yaitu daerah yang cepat maju
dan cepat tumbuh, daerah berkembang cepat dan
daerah tertinggal dapat dijelaskan melalui potensi
ekonomi yang berkembang dan akivitas ekonomi
di masing-masing kecamatan yang menjadi satu
kesatuan dalam lingkup wilayah Perkotaan
Surakarta.
4. Aktivitas Perekonomian Perkotaan Surakarta

Gambar 5. Lahan Pertanian di salah satu desa di
Kecamatan Baki
Sumber: Observasi lapangan, 2017

Dengan kondisi tersebut, maka penurunan
produktivitas pertanian yang terjadi di wilayah
Perkotaan Surakarta didorong oleh penurunan dari
jumlah penduduk yang bermata pencaharian
sebagai petani.
Kemunduran perkembangan pertanian dapat dilihat
melalui hasil produksi pertanian yang cenderung
mengalami penurunan dari tahun 2012-2014 yang
dapat dilihat pada gambar berikut :



Perkembangan Kegiatan Pertanian Wilayah
Perkotaan Surakarta
Kegiatan
sektor
pertanian
(termasuk
pertanian padi, peternakan, perikanan) dalam
memberikankontribusi terhadap nilai PDRB,
mengalami peningkatan tiap tahunnya meskipun
pertumbuhannya sangat kecil, jika dibandingkan
dengan sektor lain. Dari hasil produksi, tiap
tahunnya cenderung mengalami penurunan. Lahan
pertanian berkurang tiap tahunnya karena lahan
pertanian yang rusak atau berkurang sebagai
dampak dari aktivitas pembangunan fisik antara
lain terjadi di beberapa desa di Kec. Ngemplak,
seperti Desa Sawahan, Pandeyan,Ngesrep, Sindon
dan Donoduhan.
Lahan pertanian yang rusak, dikutip dari
www.solopos.com, sekitar 113 Ha akibat rusaknya
saluran irigasi sawah selama pengerjaan jalan tol
Solo-Mantingan
sejak
beberapa
tahun
lalu.Meskipun saluran irigasi telah diganti namun
ternyata tidak berfungsi secara baik. Desa Sawan
rusak sekitar 60 Ha, Pandeyan 30 Ha, Ngesrep 15
Ha, Sindon 5 Ha dan Donoduhan 3 Ha.
Pertanian di wilayah Perkotaan Surakarta
cenderung mengalami penurunan dari tahun 20122014. Penurunan produksi pertanian tersebut
dipengaruhi oleh luas lahan pertanian yang
semakin menyusut karena alih fungsi lahan
(industri, perumahan, perdagangan dan jasa)
seperti yang terjadi di Kecamatan Ngemplak,
Kecamatan
Sukoharjo,
dan
Kecamatan
Gondangrejo. Lahan pertanian produktif di

2012
2014

2013

Gambar 6. Penurunan Produksi Pertanian
Sumber : Analisis, 2017

Kondisi tersebut dipengaruhi terjadinya konversi
lahan dari pertanian menjadi lahan terbangun, yang
diikuti dengan tumbuhnya kawasan industri. Salah
satunya pabrik-pabrik besar mulai berekspansike
Kecamatan Gondangrejo.

Gambar 7. Pembangunan perumahan baru di
Sukoharjo dan Karanganyar
Sumber: Observasi lapangan, 2017

840

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

Gambar 8. Peta Fasilitas Perdagangan di Perkotaan Surakarta Tahun 2014
2017
Sumber: Hasil Analisis, 2017

• Kegiatan Industri Besar dan UMKM
Kegiatan industri besar di Perkotaan Surakarta
terkonsentrasi di Kecamatan Jaten dan kawasan
industri Palur.Industri kecil dan menengah
dikembangkan untuk meningkatkan perekonomian
masyarakat di wilayah Geater Surakarta.Peranan
industri kecil dan menengah sangat besar dalam
meningkatkankesejahteraan dan taraf hidup
masyarakatnya. UMKM dikembangkan untuk
memberdayakan potensi lokal dan memberikan
usaha perekonomian yang berkelanjutan bagi
masyarakatnya.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey,
jumlah UMKM terbanyak terdapat di Kecamatan
Jaten, Kecamatan Jebres, Mojolaban, Baki,
Ngemplak, Banjarsari, Gatak, Gondangrejo,
Grogol, Pasar Kliwon, Serengan, Colomadu,
Laweyan dan paling sedikit di kecamatan
Kartasura. Berikut Grafik jumlah UMKM di
Greater Surakarta.

• Kegiatan Perdagangan Perkotaan Surakarta
Kegiatan perdagangan dan jasa di wilayah
Perkotaan Surakarta menunjukkan aktivitas
perkotaan Perkotaan Surakarta.Kecenderungan
perkembangan perdagangan seperti minimarket,
toko/warung,
restoran/kedai
makanan
terkonsentrasi di beberapa kecamatan dan terdapat
4 kecamatan dengan perkembangan aktivitas
perdagangan
yang
tidak
seimbang
jika
dibandingkan dengan kecamatan lainnya.Sebaran
fasilitas perdagangan paling banyak terpusat di
Desa Ngringo, Desa Kartasura, Ngadirejo,
Pabelan, kelurahan Semanggi, Mojosongo,
kelurahan Jebres, kelurahan Nusukan.Hal tersebut
menunjukkan
adanya
kondisi
bahwa
perkembangan aktivitas ekonomi yang masih
belum seimbang dan terkosentrasi di daerahdaerah tertentu.
Kecamatan dengan fasilitas perdagangan yang
masih kurang yaitu Kecamatan Mojolaban
termasuk dalam daerah yang relatif tertinggal.

Gambar 9. Perdagangan di Perkotaan Surakarta
Sumber: Observasi Lapangan, 2017

841

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

Gambar 13. Sentra Industri Gitar di Desa
Mancasan, Kec. Baki
Sumber: Observasi Lapangan, 2017

Produk hasil kerajinanyang lain seperti sangkar
burung dan blangkon yang terdapat di Kelurahan
Mojosongo, Kec. Jebres dan Kelurahan Serengan
di Kec.Serengan.Dua kelurahan tersebut masingmasing merupakan daerah penghasil utama
kerajinan tersebut.Berikut beberapa gambar
produk sangkar burung dan blangkon dari usaha
ekonomi lokal masyarakat di Kota Surakarta.

Gambar 10.Grafik Jumlah UMKM di
Perkotaan Surakarta Tahun 2014
Sumber: Potensi Desa Tahun, 2014 dan Dinas
Perindustrian dan Perdagangan, 2014, data diolah.

Jenis UMKM yang dikembangkan bermacammacam dan dapat dikelompokkan menjadi 8,
antara lain industri batik, industri tekstil/konveksi
(pakaian jadi, kain, dll), industri furniture (mebel,
kursi, lemari, dll), industri logam (peralatan dapur,
perabotan, dll), industri kerajinan (kerajian tangan
berupa hiasan dinding, anyaman dari bamboo dan
rotan, tas, sangkar burung, blangkon, shuttlecock,
dam sebagainya), industri olahan makanan dan
minuman (tahu, tempe, dan sebagainya), industri
bengkel dan industri lainnya.

Gambar 14.Produk UMKM: blangkon dan
sangkar burung
Sumber: Observasi Lapangan, 2017

Pengembangan UMKM di Greater Surakarta sudah
terdapat di sebagian besar desa-desa. Hanya saja
jumlah unit usaha UMKM dari masing-masing
desa masih berada pada gap yang yang cukup
tinggi, seperti yang terlihat dalam peta berikut.
Perkembangan UMKM dominan di Desa Brujul,
Suruhkalang, Sawahan, Kragan, Mojosongo dan
Desa Demakan.
Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil survey,
jumlah UMKM terbanyak terdapat di Kecamatan
Jaten, Kecamatan Jebres, Mojolaban, Baki,
Ngemplak, Banjarsari, Gatak, Gondangrejo,
Grogol, Pasar Kliwon, Serengan,Colomadu,
Laweyan dan paling sedikit di kecamatan
Kartasura. Berikut grafik jumlah UMKM di
Perkotaan Surakarta.
Jenis UMKM yang dikembangkan bermacammacam dan dapat dikelompokkan menjadi 8,
antara lain industri batik, industri tekstil/konveksi
(pakaian jadi, kain), industri furniture (mebel,
kursi, lemari), industri logam (peralatan dapur,
perabotan), industri kerajinan (kerajian tangan
berupa hiasan dinding, anyaman dari bamboo dan
rotan, tas, sangkar burung, blangkon, shuttlecock),
industri olahan makanan dan minuman (tahu,
tempe),
industri
bengkel
dan
industri
lainnya.Pengembangan UMKM telah menjadi
kebijakan dari Pemkot maupun Pemda di wilayah
Perkotaan Surakarta.

Gambar 11. Sentra Batik Kauman
Sumber: Observasi Lapangan, 2017

Gambar 12. Sentra Batik Laweyan
Sumber: Observasi Lapangan, 2017

Di Kecamatan Baki, tepatnya di desa Mancasan
terdapat sentra industri gitar. Seluruh proses
produksi dari awal hingga finishing dilakukan oleh
pelaku usaha rumah tangga di desa tersebut. Desa
ini merupakan desa pertama kali munculnya
pengembangan umkm gitar. Berikut beberapa
gambar sentra industri gitar di Desa Mancasan.

842

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

berikut yaitu pertanian, perikanan, perkebunan,
peternakan, industry dan perdagangan, usaha yang
paling menjanjikan untuk cepat dikembangkan
yaitu industri dan perdagangan. Karena keempat
sektor
lainnya
tidak
bisa
lepas
dari
perantara/makelar
yang
seringkali
ada
“permainan” yang merugikan para petani/peternak,
tidak berhadapan langsung dengan konsumen.
UMKM dan perdagangan bisa bertemu langsung
dengan konsumen dan mendapat keuntungan lebih
besar.
Fasilitas Kredit Usaha Rakyat (KUR) sudah ada di
sebagian besar desa-desa yang memiliki UMKM,
namun masih cukup banyak juga yang belum
difasilitasi KUR. Tidak adanya fasilitas Kredit
Usaha Rakyat dan Kredit Usaha Kecil di seluruh
desa di Kecamatan Ngemplak. Terdapat fasilitas
Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Usaha Kecil di
seluruh desa di Kecamatan Jebres, Kecamatan
Serengan, Gatak, Jaten dan Kecamatan Kartasura.
Sedangkan desa-desa di kecamatan lainnya,
keberadaan Kredit Usaha Rakyat dan Kredit Usaha
Kecil masih belum merata.
Kendala yang sering dihadapi oleh beberapa
pelaku usaha dalam upaya pengembangan
usahanya yaitu terkait modal usaha. Pelaku usaha
sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan
Kredit Usaha Rakyat (KUR). Permintaan pasar
yang besar terhadap produk kerajinan mereka,
menuntut usaha mereka menghasilkan produk
dalam jumlah yang besar pula dan hal itu
memerlukan modal yang lebih banyak, sehingga
mereka membutuhkan KUR untuk membantu
usaha mereka dalam hal pembelian bahan baku
dan membayar tenaga kerja. Kredit Usaha Rakyat
dan Kredit Usaha Kecil juga belum dapat
dimanfaatkan
secara
maksimal
dalam
pengembangan UMKM di seluruh desa yang ada
di Kecamatan Baki, Gatak dan Mojolaban.
• Sumber Penghasilan Penduduk
Sumber penghasilan utama penduduk desa-desa di
kecamatan Perkotaan Surakarta, menggambarkan
sektor yang berkembang di desa tersebut.Penduduk
desa-desa di Gondangrejo sebagian besar
berpenghasilan dari sektor pertanian, karena dilihat
dari penggunaan lahannya juga masih berupa lahan
pertanian.Sumber penghasilan utama penduduk
dari jasa dan perdagangan, sebagian besar di desadesa Kecamatan Baki dan kelurahan di Kota
Surakarta.Berikut adalah peta sumber penghasilan
utama penduduk di Perkotaan Surakarta.
• Tren Transisi Mata Pencaharian Penduduk
Adanya perkembangan kegiatan industri di
wilayah Perkotaan Surakarta, baik industri besar
maupun UMKM, ternyata berdampak pada
perubahan mata pencaharian penduduknya.Terjadi
transisi
mata
pencaharian.Transisi
mata
pencaharian penduduk terlihat dari sektor
pertanian, menjadi bekerja di sektor industri dan
perdagangan.

Bantuan dari Pemerintah Kota/Pemerintah Daerah
yang telah dilakukan yaitu berupa bantuan modal,
pelatihan dan pembinaan/pendampingan. Bantuan
dariPemkot/pemda untuk pelaku usaha UMKM
dan industri kecil yaitu berupa bantuan peralatan
untuk peningkatan produksi, selain itu terdapat
juga pelatihan-pelatihan manajemen dan teknis,
untuk para pelaku usaha maupun calon pelaku
usaha. Pelatihan teknis misalnya desain fashion,
pemasaran, pembuatan cap batik/pembatikan, dan
lainnya.
Dana APBD dari pemerintah pusat digunakan
untuk pengembangan industri. Bantuan peralatan
yang diberikan yaitu dalam bentuk hibah, jadi
menjadi hak miliki pelaku dan pemeliharaan
terhadap peralatan tersebut. Setiap pengusaha baik
itu usaha kecil,menengah, murni, sedangkan
industri besar mendapat potongan harga. Selain itu
Pemerintah
Kota/Pemerintah
Daerahjuga
memberikan bantuan dalam pemasaran produk,
seperti membantu distribusi produk melalui
keikutsertaan dalam pameran-pameran baik yang
diadakan oleh Pemerintah maupun oleh pihak
swasta.
Pelatihan, bantuan alat, dan pameran tidak
dipungut biaya. Pemasararannya lokal, regional
dan internasional.Pelatihan dan pembinaan
tersebut dilakukan mulai dari proses awal memulai
usaha, manajemen, proses produksi, pengemasan,
dan cara memperoleh izin IRT (izin industri rumah
tangga) sampai kepada cara pemasaran. Selain itu
dalam pengembangan kegiatan industri kecil dan
menengah juga dilakukan kerjasama antar daerah.
Pelatihan dan pembinaan kerjasama antara
Sukoharjo, Boyolali, Karanganyar, Surakarta,
misalnya pembinaan pupuk organik. Koordinasi
dengan melakukan pertemuan sebulan sekali.
Masalah yang terjadi dalam hal pembinaan,
pendampingan, pelatihan yaitu ternyata tidak
semua UMKM yang ada di Perkotaan Surakarta
mendapat pendampingan maupun pelatihan. Hanya
UMKM yang telah memiliki ijin usaha yang
terdaftar di Dinas Perindustrian dan Perdagangan
yang mendapatkan binaan, sehingga usaha skala
mikro rumah tangga masih banyak yang belum
dikembangkan secara maksimal.
Dalam usaha pengembangan UMKM terdapat
beberapa
kendala
yang
dihadapi
oleh
Pemkot/Pemda. Kendala yang dihadapi yaitu
terkait sikap mental dari masyarakat atau pelaku
usaha. Misalnya diadakan pelatihan tetapi yang
berpartisipasi hanya beberapa atau perwakilan saja.
Dalam pembinaan lapangan seringkali masyrakat
sulit ditemui, sehingga menjadi kendala untuk
keperluan maping atau pendataan. Tantangannya
harus ada strategi khusus untuk menghadapi
pelaku usaha. Selain itu terkait keberanian para
pelaku usaha untuk melangkah maju. Seringkali
para pelaku usaha kurang berani untuk mengambil
langkah dalam mengembangkan wirausaha.
Dalam tiap pelatihan selalu dijelaskan dan diberi
motivasi mengenai hal berikut, dari keenam sektor

843

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

Gambar 15. Peta Jumlah UMKM Per Desa Perkotaan Surakarta
2017
Sumber: Hasil Analisis, 2014

• Ketimpangan Wilayah Perkotaan Surakarta
Dalam mengukur ketimpangan regional digunakan
metode Index Williamson (IW) dengan
menggunakan data Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) perkapita atas dasar harga konstan
sebagai data dasar.Nilai IW yang semakin kecil/
mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang
semakin kecil atau makin merata, sebaliknya bila
angka semakin mendekati satu berarti terjadi
ketimpangan yang semakin besar.
Perkembangan angka ketimpangan di Perkotaan
Surakarta dari tahun 2013-2015 berdasarkan hasil
IW
menunjukkan
bahwa
rata-rata
nilai
ketimpangan
ekonomi
wilayah
Perkotaan
Surakarta mengalami peningkatan dan memiliki
kesenjangan yang tinggi yaitu IW sebesar 0,63
(IW>0,5).
Terjadinya kesenjangan antar wilayah di Perkotaan
Surakarta dipengaruhi oleh proses akumulasi dan
mobilisasi sumber-sumber berupa akumulasi
modal, ketrampilan tenaga kerja dan sumber daya
alam yang dimiliki oleh suatu daerah merupakan
pemicu dalam laju pertumbuhan ekonomi wilayah
yang bersangkutan.
Adanya heterogenitas dan beragam karakteristik
suatu wilayah menyebabkan kecenderungan
terjadinya konsentrasi aktivitas ekonomisecara
parsial dan memunculkan kondisi ketimpangan
antar daerah. Selain itu juga, ada kecenderungan
pemilik modal (investor) lebih memilih daerah
perkotaan atau daerah yang mana memiliki
fasilitas infrastruktur yang lebih baik.

Hal tersebut dapat dilihat dari tren perkembangan
jumlah penduduk yang bekerja di sektor pertanian
semakin menurun tiap tahunnya (rentang waktu
2009-2011), sedangkan di waktu yang bersamaan
terjadi peningkatan jumlah penduduk yang bekerja
di sektor industri dan perdagangan.
Dapat dilihat bahwa kegiatan industri dan
perdagangan cukup berperan dalam penyerapan
tenaga kerja, namun masih belum maksimal.
Dengan menurunnya jumlah penduduk yang
bekerja di pertanian memberikan dampak pada
turunnya hasil produksi pertanian, yang didukung
dengan kondisi semakin banyaknyaterjadi konversi
lahan pertanian untuk kegiatan industri dan
perumahan.

2013

2014

2015

Gambar 16.Grafik Mata Pencaharian Penduduk
2012-2014 Perkotaan Surakarta
Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah 2014, data diolah.

844

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

Gambar 17. Peta Sumber Penghasilan Utama Penduduk
Sumber: Potensi Desa, 2014

Berikut ini nilai IW di wilayah Perkotaan
Surakarta tahun 2012-2014:
• Investasi Ekonomi
Pengembangan industri besar maupun UMKM di
wilayah Perkotaan Surakarta, didukung adanya
investasi.Nilai investasi di masing-masing
kecamatan Perkotaan Surakarta dapat dikatakan
tidak seimbang.Investasi tertinggi yaitu di
Kecamatan Jaten dan Kota Surakarta, kemudian
kecamatan Grogol dan Colomadu. Tingginya gap
nilai investasi di wilayah Perkotaan Surakarta,
menjadi salah satu penyebab pertumbuhan dan
perkembangan aktivitas ekonomi hanya terjadi di
pusat-pusat tertentu.

Gambar 19.Grafik Nilai Investasi Ekonomi di
Perkotaan Surakarta 2014
Sumber: Analisis, 2017

IV.

SIMPULAN

Berdasarkan struktur ekonomi wilayah perkotaan
Surakarta, sektor yang berkontribusi terbesar
adalah dari sektor industri pengolahan dan
perdagangan memberikan kontribusi
yang
tertinggi. Kondisi tersebut bersesuaian dengan
sektor ekonomi yang menjadi sektor basis yaitu
sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas & air
bersih; sektor bangunan; sektor perdagangan, hotel
dan
restoran;
sektor
pengangkutan
dan
komunikasi; serta sektor keuangan, persewaan &
jasa perusahaan. Sedangkan sektor pertanian;
sektor pertambangan & penggalian; dan sektor jasa
– jasa merupakan sektor non- basis. Sektor-sektor
yang menjadi sektor basis tersebut telah
menunjukkan aktivitas utama perkotaan yaitu

Gambar 18. Nilai IW Wilayah Perkotaan
Surakarta
Sumber: Analisis,2017

845

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

ISSN-E : 2581-0081

dan hilir (industri kecil) di Perkotaan Surakarta
dan belum seimbangnya. Selain itu, diperlukan
kerjasama pemerintah antardaerah dan juga
tentunya penguatan kerjasama antarpelaku usaha.
Penguatan tersebut yaitu dalam implementasi
mekanisme kerjasama sesuai dengan kebijakan dan
landasan hukum kerjasama antar daerah dalam
aspek ekonomi.

sektor sekunder dan tersier.Selain itu, sumber
penghasilan utama penduduk didominasi dari
sektor jasa dan perdagangan.
Dari pola dan struktur pertumbuhan ekonomi
perkotaan Surakarta terbagi menjadi 3 kategori,
yaitu daerah yang cepat maju dan cepat tumbuh
(Kota Surakarta, Kecamatan Grogol dan Jaten),
daerah
berkembang
cepat
(kecamatan
Gondangrejo,
Colomadu,
Ngemplak
dan
Kartasura), dan daerah yang relatif tertinggal
(kecamatan Gatak, Baki dan Mojolaban). Kondisi
dari kategori masing-masing kecamatan tersebut
dilihat melalui potensi ekonomi yang berkembang
dan aktivitas ekonomi di masing-masing
kecamatan yang menjadi satu kesatuan dalam
lingkup wilayah Perkotaan Surakarta.
Persebaranindustri besar dan UMKM di wilayah
perkotaan Surakarta belum merata. Masih terpusat
di pusat kota sehingga potensi lokal di masingmasing wilayah belum berkontribusi secara
optimal. Kondisi tersebut juga ditandai dengan
nilai investasi di masing-masing kecamatan
Perkotaan Surakarta yang
tidak seimbang
sehingga perkembangan aktivitas ekonomi hanya
terjadi di pusat-pusat tertentu.
Dalam kurun waktu 3 tahun, kecenderungan atau
tren mata pencaharian penduduk menunjukkan
bahwa pekerjaan di sektor pertanian semakin
menurun sedangkan sektor industri dan
perdagangan semakin meningkat. Hal tersebut
dipengaruhi oleh semakin berkembangnya sektor
perdagangan dan industri sehingga menjadi faktor
penarik masyarakat untuk bekerja di sektor
tersebut. Selain itu, terjadinya alih fungsi lahan
pertanian menjadi lahan terbangun juga
berpengaruh terhadap mata pencaharian penduduk
di sektor pertanian.
Ketimpangan ekonomi di Wilayah Perkotaan
Surakarta termasuk dalam klasifikasi tinggi yaitu
0,63. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh tidak
meratanya perkembangan kegiatan ekonomi
maupun fasilitas pendukung kegiatan ekonomi
antara pusat dan sub-pusat di Perkotaan Surakarta.
Dengan demikian, diperlukan integrasi aktivitas
ekonomi yang seimbang lebih menitikberatkan
pada peningkatan keterkaitan dan distribusi
aktivitas ekonomi agar lebih merata di wilayah
perkotaan Surakarta. Integrasi aktivitas ekonomi
yang sesuai dengan potensi lokal dan lebih
menitikberatkan pada pengembangan sektor
industri dan pertanian.
Pengembangan sektor industri dan pertanian
dilakukan di sub-sub pusat untuk mendukung
terciptanya lapangan pekerjaan agar menjadi faktor
penarik bagi penduduk untuk bekerja.Penguatan
keterkaitan dan distribusi aktivitas ekonomi perlu
dilakukan untuk mendorong interaksi aliran
komoditas, bahan baku dan pemasaran antar
wilayah di Perkotaan Surakarta. Sehingga
keterkaitan antara industri besar (industri besar)

V.

DAFTAR PUSTAKA

Abipraja,
soedjono,
2002.
Perencanaan
Pembangunan Di Indonesia, Edisi pertama,
Airlangga University Press, Surabaya.
Ambardi, Urbanus M dan Prihawantoro, Socia
(penyunting). 2002.Pengembangan Wilayah
dan Otonomi Daerah – Kajian Konsep dan
Pengembangan. Jakarta: BPPT Press.
Barika. 2012. Analisis Ketimpangan Wilayah
Kabupaten/Kota di Provinsi Bengkulu
Tahun 2005-2009. Jurnal Ekonomi dan
Perencanaan Pembangunan Volume 04 No
03 Januari-Juni 2012.
BPS. 2010. Jawa Tengah dalam Angka Tahun
2006-2010. Kantor Statistik Provinsi Jawa
Tengah.
Classis Works, and Recent Developments. Journal
of Planning Literature.
Dawkins, CJ. 2003. Regional Development Theory
– Conceptual Foundations.
Ertur, C, Le Gallo, J, 2003, “An exploratory spatial
data analysis of European regional
disparities, 1980–1995”, in European
Regional Growth Ed. Fingleton, B
(Springer, Berlin).
Petrakos, G, Brada, J, 1989, “Metropolitan
concentration in developing countries”
Kyklos 42 556–578
Petrakos, Pose and Rovolis. 2005. Growth,
Integration, and Regional Disparities in the
European Union. International Journal
Environment and Plannning, Vol. 37,2005.
Thisse, J F, 2000, “Agglomeration and regional
imbalance: Why and is it bad?” EIB Papers
5(2). Tambunan, Tulus T.H. 2001.
Perekonomian
Indonesia:
Beberapa
Masalah Penting. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Tatralog Kota Surakarta. 2009. Dishub Kota
Surakarta.
Todaro, Michael P. 1994. Pembangunan Ekonomi
di Dunia Ketiga. Jakarta:Erlangga.
Wheaton, W, Shishido, H, 1981, “Urban
concentration, agglomeration economies
and the level of economic development”
Economic Development and Cultural
Change 30 17–30
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan RND. Bandung : Alfabeta.
______, RTRW Kabupaten Boyolali. 2010.
RTRW Kabupaten Boyolali 2011-2031.

846

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kabupaten Boyolali.
______, RTRW Kabupaten Karanganyar.2010.
RTRW Kabupaten Karanganyar 20112031.
Badan
Perencanaan
dan
Pembangunan
Daerah
Kabupaten
Karanganyar.
______, RTRW Kabupaten Sukoharjo. 2010.
RTRW Kabupaten Sukoharjo 2011-2031.
Badan Perencanaan dan Pembangunan
Daerah Kabupaten Sukoharjo.
______, RUTRK Kota Surakarta. 2007. RUTRK
Kota
Surakarta
2007-2016.
Badan
Perencanaan dan Pembangunan Daerah
Kota Surakarta.
______,Potensi Desa (Podes) Jawa Tengah. 2011.
Jawa Tengah.

847

ISSN-E : 2581-0081

Bandung, November 2017

Volume 4

Nomor 3

ISSN-P : 2355-6110

848

ISSN-E : 2581-0081