L P ASMA RUANG MELATI

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Organisasi Kesehatan Dunia ( WHO ) menyatakan bahwa kesehatan
adalah keadaan fisik, mental dan kesejahteraan sosial secara lengkap dan
bukan hanya sekedar tidak mengidap penyakit atau kelemahan.
( www.WHO.co.id )
Penyakit paru merupakan masalah kesehatan yang cukup penting,
karena paru adalah salah satu organ utama dalam sistem pernafasan.
( Depkes RI, 1999 )
Asma merupakan penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih dan juga
salah satu penyakit paru obstruksi menahun ( PPOM ) yang bisa menyebabkan
kematian.
( Hudak dan Gallo, 1999 )
Asma merupakan penyakit paru yang di dalamnya terdapat obstruksi
jalan nafas, inflamasi jalan nafas dan jalan nafas yang hiperresponsif atau
spasme otot polos bronkhial. Pada umumnya faktor pencetus dari asma adalah
allergen, infeksi, ( terutama saluran nafas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan
jasmani, reflek gastroesofagus dan psikis.
( Arif Mansjoer, 2001 )

Angka kejadian asma di berbagai dunia di laporkan meningkat pada
tahun 2009. terdapat sekitar 201.543 jiwa meniggal setiap tahunnya. Data
tersebut di dapat dari negara Eropa, Amerika, Australia, Afrika, dan Asia.
Data tertinggi di kawasan Asia terdapat sekitar 123.000 meniggal tiap
tahunnya. Terutama di kawasan tropis yang panas dan banyak debu.
( www.Asma.co.id )
Data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional ( Bappenas )
yang baru di rilis menyebutkan, berbagai kasus infeksi saluran pernafasandan
asma ikut meningkat karena pencemaran udara. Mulai dari polusi kendaraan,
asap buangan pabrik, asap rokok, sampai kabut asap akibat pembakaran hutan
di Sumatra dan Kalimantan. Beberapa waktu lalu, kota-kota besar seperti
Jakarta, Bandung dan Surabaya mencatat angka pencemaran udara tertinggi
akibat polusi asap kendaraan bermotor.
( www.Asma.co.id )
Penderita yang mengalami serangan asma biasanya memerlukan
pertolongan medis, karena serangan itu merupakan hal yang melemahkan dan
menakutkan penderita.

B. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan dari Kaya Tulis Ilmiah, yaitu :

1. Tujuan Umum
Mampu melakukan Asuhan Keperawatan secara komprehensif pada pasien
dengan masalah Asma Bronkhiale.
2. Tujuan Khusus
1. Mampu mengidentifikasi dan menganalisa data klien Asma.
2. Mampu merumuskan masalah keperawatn pada klien Asma.
3. Mampu menentukan tujuan dan rencana keperawatan.
4. Mampu menerapkan rencana keperawatan yang sudah di susun dalam
bentuk pelakasanaan tindakan.
5. Mampu melakukan evaluasi tindakan.

BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIAN
Asma adalah penyakit jalan napas obstruktif intermitten, reversibel
dimana trakea dan bronki berespon dalam secara hiperaktif terhadap stimulasi
tertentu.
( Smeltzer, 2002 )
Istilah asma berasal dari bahasa Yunani yang artinya “terengah-engah”
dan berarti serangan napas pendek. Asma merupakan suatu penyakit yang

dicirikan oleh hipersensivitas cabang-cabang trackheo bronkial terhadap
berbagai jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan
saluran-saluran napas secara periodik dan reversible akibat bronkospasme.
(Price, 1995 : 689).
Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang
melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas
bronkus dalam berbagai tingkat obstruksi jalan napas dan gejala pernapasan
(mengi dan seseg).
( Arif Mansjoer, 1999 )
Asma dikarakteristikkan oleh konstriksi yang dapat pulih dari obat
halus bronkial, hipersekresi mukosa, dan inflamansi mukosa serta edema.
Faktor pencetus termasuk allergen, masalah emosi, cuaca, dingin, latihan, obat
kimia dan infeksi.
(Doenges, 1999 : 152)
Asma adalah penyakit jalan nafas yang tidak dapat pulih yang terjadi
karena spasme bronchus disebabkan oleh berbagai penyebab (misalnya :
alergen infeksi, latihan dan latihan lain-lain).
(Hudak dan Gallo, 1997 : 565)
Asma dapat dibagi menjadi tiga kategori :
a. Asma ekstrinsik atau alergik

Bentuk ini biasanya dimulai pada masa kanak-kanak dengan riwayat
keluarga yang mempunyai penyakit atopik.
b. Asma Instrinsik atau idiopatik
Bentuk ini biasanya dimulai setelah usia 40 tahun. Biasanya serangan ini
timbul setelah mengalami infeksi sinus hidung atau percabangan trakheo
bronkhial.

c. Asma campuran atau gabungan
Adalah bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai
karakteristik dari bentuk alergik maupun bentuk idiopatik atau non alergik
(Price, 1995 : 690).
B. ETIOLOGI
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asma bronkhial.
a.
Faktor predisposisi
Genetik
Dimana yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun, belum
diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan
penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita

penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial. Jika terpapar dengan faktor pencetus.
Selain itu hipersensivitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan
(Smeltzer, 2002 : 611).
b.
Faktor Presipitasi
1)
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis yaitu :
a)
Inhalan yang masuk melalui saluran
pernapasan.
Ex : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan
polusi.
b)
Ingestan yang masuk melalui mulut.
Ex : makanan dan obat-obatan.
c)
Kentraktan yang masuk kontak dengan kulit
Ex : perhiasan, logam dan jam tangan Perubahan cuaca

Perubahan tahanan : perubahan suhu udara, angin dan kelembaban
udara dihubungkan dengan percepatan dan terjadinya serangan asma
(Ngastiyah, 1997 : 68).
2)
Infeksi
Pilek dan infeksi virus lain, serangan seringkali dicetuskan oleh infeksi
pada sinus atau cabang bronchus (Barbara C. Long : 509).
3)
Stress
Stress atau gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma.
Selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada.
Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita
asma yang mengalami stress atau gangguan emosi perlu diberi nasehat

untuk menyelesaikan masalah pribadinya, karena jika stressnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
4)
Kegiatan olahraga atau jasmani yang berat
Kegiatan jasmani berat misalnya berlari atau naik sepeda dapat
memicu serangan asma. Bahkan tertawa dan menangis yang berlebihan

dapat merupakan pencetus (Ngastiyah, 1997 : 68).
5)
Lingkungan kerja
Mempunyai hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan
asma. Hal ini berkaitan dengan dimana dia bekerja. Misalnya orang
yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik absbes,
polisi lalu lintas. Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.
C. PATOFISIOLOGI
Asma adalah obstruksi jalan nafas difus riversibel obstruksi
disebabkan oleh satu atau lebih dari yang berikut ini (1) konstraksi otot-otot
yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan nafas, (2) pembengkakan
membran yang melapisi bronik, dan (3) pengisian dengan mukus yang kental.
Selain itu, otot-otot bronkial dan kelenjar mukosa membesar, sputum yang
kental, banyak dihasilkan dan alveoli menjadi hiper inflasi dengan udara
terperangkap di dalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan sistem
immunologis dan sistem saraf otonom.
( C. Long, 1996 )
Beberapa individu dengan asma mengalami respons imun yang buruk
terhadap lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian

menyerang sel-sel masa dalam paru. Pemajanan ulang terhadap antigen
mengakibatkan ikatan antigen dengan antibodi, menyebabkan pelepasan
produk sel-sel mast (disebut mediator) seperti histamin, bradikinin, dan
prostaglandin serta anafilaksis dari substansi yang bereaksi lambat (SRS-A).
Pelepasan mediator ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polis dan
kelenjar jalan nafas, menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membran
mukosa, dan pembentukan mukus yang sangat banyak.
( C. Smeltzer, 2000 )
Sistem saraf otonom mempersarafi paru, tonus otot bronkial diatur
oleh impuls saraf legal melalui sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau
non alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh faktor, seperti
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi dan polutan. Jumlah asetilkolin yang
dilepaskan meningkat pelepasan asetilkolin ini secara langsung menyebabkan
bronkokonstriksi juga merangsang pembentukan mediator kimiawi yang

dibahas diatas. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah
terhadap respons parasimpatis.
( C. Smeltzer, 2000 )
Selain itu reseptor  dan  adrenergik dari sistem saraf simpatis
terletak dalam bronki. Ketika reseptor  adrenergik dirangsang, terjadi

bronkokonstriksi; bronkodilatasi terjadi ketika reseptor  adrenergik yang
dirangsang. Keseimbangan antara reseptor  -  adrenergik dikendalikan
terutama oleh siklik adenosia monofosfat (c Amp).Stimulasi reseptor alfa
mengakibatkan penurunan (c Amp), yang mengarah pada peningkatan
mediator kimian, yang dilepaskan oleh sel-sel mast bronkokonstriksi.
Stimulasi reseptor-beta mengakibatkan peningkatan tingkat c Amp yang
mengambat pelepasan mediator kimiawi dan menyebabkan bronkodilatasi.
Teori yang diajukan adalah bahwa penyekatan  adrenergik terjadi pada
individu dengan asma. Akibatnya, asmatik rentan terhadap peningkatan pelepasan
mediator kimiawi dan konstruksi otot polos.
( C. Smeltzer, 2000 )

Allergen (debu,bulu,serbuk sari)
Non allergen(emosi,pollutan,merokok)
Masuk ke dalam paru

D. PATHWAYS

Respons imun yang buruk
Pembentukan antibody Ig E


Impuls saraf simpatis

Menuju sel-sel mast dalam paru

Pelepasan asetilkolin

Pelepasan produk sel mast/mediator
(histamine,bradikinin,prostlagandin)

Menyempitkan saluran
pernafasan

bronkokonstriksi

Pembengkakan membran mukosa
dispnea
hiperventilasi

Penurunan kerja silia

Ketidakmampuan membuang sekret

CO2 meningkat dan O2
turun

O2 tidak adekuat
untuk aktivitas

RESTI
INFEKSI

Akumulasi sekret

KERUSAKAN
PERTUKARAN GAS

BERSIHAN JALAN
NAFAS TAK
EFEKTIF

Rangsang batuk

Batuk terus-menerus

GANGGUAN
POLA TIDUR

kelelahan

penurunan nafsu makan

PERUBAHAN NUTRISI
KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH

INTOLERANSI
AKTIVITAS

DEFISIT
PERAWATAN DIRI
Sumber :
- C.
-

Smeltzer,
2000
C. Long, 1996

D. MANIFESTASI KLINIS
Gejala-gejala asma berhubungan dengan beratnya derajat hiperaktivitas bronkus.
Menurut Barbara C. Long 1996, gejala-gejala asma antara lain :
1.
Serangan seering terjadi pada malam hari
2.
Pasien terbangun dan merasa tercekik
3.
Bronkospasme dan penyempitan jalan nafas menyebabkan wheezing saat ekshalasi
Sedangkan menurut Arif Mansjoer 1999, gejala-gejala asma antara lain :
1.
Bising mengi ( wheezing ) yang terdengar dengan cara tanpa stetoskop
2.
Batuk produktif sering pada malam hari
3.
Nafas atau dada seperti tertekan
4.
Gejala bersifat paroksimal, yaitu membaik pada siang hari dan memburuk pada
malam hari
Dan menurut Linda & Sawden 2002, gejala asma antara lain :
1.
Bukti klinis obstruksi jalan nafas. Obstruksi dapat terjadi secara bertahap atau akut
dan perkiraan keparahan eksaserbasi akut disebut ringan,sedang dan berat
2.
Dispnea dengan ekspirasi memanjang
3.
Mengi waktu ekspirasi
4.
Pernapasan cuping hidung
5.
Batuk
6.
Memakai obat pernafasan tambahan
7.
Ansietas, iritabilitas sampai penurunan tingkat kesadaran
8.
Asianosis
9. Penurunan PCO2 pada awalnya, akibat hiperventilasi kemudian naiknya PCO 2 saat
obstruksi menghebat
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG dan DIAGNOSTIK
 Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan oleh :
o Pemeriksaan darah tepi (secret hidung)
o Pemeriksaan IGE
o Pemeriksaan rontgen torak biasanya ujung depan kosta terangkat dan puncak dada lebar.
Pemeriksaan tes alergi untuk menentukan jenis alergi pencetus asma.
o Pemeriksaan uji faal paru dengan spirometri akan membantu menemukan adanya
obstruksi saluran pernafasan
o Pada saat serangan asma kadang-kadang dilakukan tindakan pemeriksaan gas darah.
 Diagnostik
Menurut Doengoes 2000, antara lain :
1. Sinar X dada
Dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area
udara retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi / bula ( emfisema ) ; peningkatan tanda
bronkovaskuler ( bronchitis ) ; hasil normal selama periode remisi ( asma )

2. Tes fungsi paru
Digunakan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi
abnormal adalah obstruksi atau restriksi. Untuk memperkirakan derajat difungsi dan
untuk mengevaluasi efek terapi. Misalnya : bromkodilator.
3. TLC ( kapasitas paru total )
Peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan
emfisema.
4. Kapasitas inspirasi
Menurun pada emfisema
5. Volume residu
Meningkat pada emfisema, bronchitis kronis dan asma
6. FEV1/FVC
Rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat. Menurun pada bronchitis dan
asma
7. GDA ( gas darah arteri )
Memperkirakan progesi proses penyakit kronis. Misalnya : paling PaO2 menurun, dan
PaO2 normal atau meningkat ( bronchitis kronis dan emfisema ). Tetapi sering menurun
pada asma; PH normal atau asidotik, alkalosis respiratorik ringan sekunder terhadap
hiperventilasi ( emfisema sedang atau asma ).
8. Bronkogram
Dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi; kolaps bronchial pada
ekspirasi kuat ( emfisema ); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada bronkitis.
9. JDL dan differensial
Haemoglobin meningkat ( emfisema luas ), peningkatan eosinofil ( asma ).
10. Kimia darah
Alfa I-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
11. Sputum
Kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen; pemeriksaan
sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
12. EKG
Deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P ( asma berat ); disritmia atrial
( bronchitis ), peninggian gelombang P pada lead I, III, AVF ( bronchitis, emfisema );
aksis vertical QRS (emfisema ).
13. EKG latihan, tes stress
Membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi
bronkodilator, perencanaan / evaluasi program latihan.

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan medis
1.
Pencegahan terhadap pemajanan allergen
2.
Pencegahan juga mencakup memantau ventilasi, terutama selama waktu-waktu
puncak serangan asma. Misalnya musim dingin
3.
Pemakaian obat-obat anti inflamasi pada permulaan serangan atau terapi steroid
inhalasi untuk menghentikan rangkaian proses peradangan
4.
Golongan metal-xantin juga menghilangkan spasme
5.
Obat-obat antikolinergik dapat diberikan untuk mengurangi efek parasimpatis
sehingga melemaskan otot polos bronkhiolus
6.
Antihistamin diberikan untuk mengurangi peradangan
7.
Intervensi farmakologis selama serangan akut, mencakup inhalasi obat-obat simpatis
B2, melemaskan jalan nafas dan meningkatkan ventilasi
8. Intervensi perilaku, yang ditujukan untuk menenangkan pasien agar rangsangan
parasimpatis ke jalan nafas berkurang
Penatalaksanaan keperawatan menurut C. Long 1996 antara lain :
1.
Mempermudah pernafasan
a.
Tempatkan pasien pada posisi high fowler
b.
Bantu pasien untuk membatukkan secret
Sumbatan mucus merupakan masalah yang lazim
Obat pengencer
Humudifikasi
Cairan dengan bebas
2.
Membantu kenyamanan dan ADL
a. Jangan meniggalkan pasien sendirian selama serangan asma, dia mungkin ketakutan
dan perlu mendapat perhatian dan perlindungan terus-menerus
b.
Pada akhir serangan
Seka pasien dan berikan gosokan punggung
Mengganti baju pasien dan sprei yang biasanya basah karena
diaphoresis
- Menemani pasien sampai ia tidur
3.
Konseling dan pendidikan
a.
Pasien dengan asma immunologic
Ajari pasien cara mempersiapkan lingkungan tempat tidur yang
terkontrol
Ajari pasien untuk menghindari allergen
b.
Penderita asma non immunologic
Ajari pasien cara mencegah infeksi
- Perlu segera mendapat pertolongan medis bila terdapat infeksi saluran pernafasan
atas

G. ASUHAN KEPERAWATAN
 PENGKAJIAN FOKUS
Model konseptual
Dalam pembuatannya karya tulis ilmiah ini penulis menggunakan model konseptual
keperawatan menurut Virginia Henderson, yaitu :
a.
Kebutuhan bernafas
Data pernafasan yang terjadi pada pasien dengan asma bronkhiale, antara lain : klien
mengeluh merasa sesak nafas, batuk dengan atau sputum purulen, RR, suara nafas
( wheezing, ronkhi )
b.
Kenutuhan nutrisi
Data nutrisi muncul pada pasien dengan asma bronkhiale, antara lain : klien mengeluh
nafsu makan menurun, mual, muntah, terjadi penurunan berat badan.
c.
Kebutuhan eliminasi
Data eliminasi yang dikaji pada pasien asma bronkhiale, antara lain : apakah terjadi
perubahan pola berkemih ( pellium ), nukturia, apakah terdapat rasa nyeri atau terbakar,
terjadi kesulitan saat berkemih, nyeri pada abdomen, terjadi diare.
d.
Kebutuhan gerak dan keseimbangan tubuh.
Data aktivitas yang perlu di kaji pada pasien asma bronchiale, antara lain: apakah ada
kelelahan, kelemahan, kesulitan bergerak/berjalan, apakah ada gangguan tidur/tidak.
e.
Kebutuhan istirahat dan tidur.
Data istirahat dan tidur yang dikaji pada pasien dengan asma bronchiale antara lain:
Apakah terjadi gangguan tidur ( insomnia/somnolen), kebiasan tidur.
f.
Kebutuhan berpakaian.
Mengkaji kebiasan pasien dalam berpakaian berapa kali pasien mengganti pakaian, jenis
pakaian apakah yang dapat menyerap keringat, tebal atau tipis.
g.
Mempertahankan temperature tubuh atau sirkulasi.
Data yang perlu di kaji antara lain: apakah klien mengeluh demam.
h.
Kebutuhan personal hygiene.
Data kebutuhan personal hygiene yang perlu di kaji pada pasien asma bronchiale antara
lain: apakah klien dapat melakukan personal hyigiene, berapa kali mandi, gosok gigi.
i.
Kebutuhan rasa Aman dan nyaman.
Pasien dengan Asma bronchiale mengalami gangguan dalam kebutuhan rasa aman dan
nyaman mengeluh sesak nafas, hidung tersumbat.
j.
Berkomunikasi dengan orang lain dan mengekpresikan emosi
Dengan mengkaji interaksi klien dengan orang lain, sikap klien saat ada rasa takut.

k.

Kebutuhan spiritual

Pada kebutuhan spiritual pada pasien asma bronchiale, perlu di kaji kepercayaan,
keyakinan dan agama klien, apakah penyakit berpengaruh pada kegiatan spiritual klien.
l.
Kebutuhan bekerja.
Pada kebutuhan bekerja pada pasien asma bronchiale perlu di kaji pola kerja klien, lama
kerja, tempat kerja klien berat atau ringan.
m.
Kebutuhan bermai dan rekreasi
Pada kebutuhan bermain dan rekreasi pada klien asma bronchiale, perlu di kaji
bagaimana keinginan untuk bermain / di kaji keadaan penyakit klien apakah berpengaruh
pada keinginan untuk bermain / di kaji bagaimana klien memenuhi kebutuhan
rekreasianya.
n.
Kebutuhan belajar
Pada kebutuhan belajar klien asma bronchiale perlu di kaji antara lain: kaji klien dalam
hal asuhan penyembuhan dan peningkatan kesehatan klien serta mengikuti rencanarencana yang di anjurkan.
 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1). Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan bronkospasme, peningkatan
produksi sekret, sekresi tertahan, tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemahan
ditandai dengan :
a)
Kesulitan bernafas tidak normal seperti mengi, ronchi,
wheezing.
b)
Batuk (menetap) dengan atau tanpa produksi sputum.
Kriteria hasil :
a)
Jalan nafas baik RR 24 – 28 x/menit
b)
Bunyi nafas normal
Intervensi
a)
Auskultasi bunyi nafas
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas
dan dapat atau tidak dimanifestasikan adanya bunyi nafas adventisius.
b)
Kaji frekuensi pernapasan
Rasional : Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada
penerimaan atau selama stres atau adanya proses infeksi akut.
c)
Catat adanya dispnea
Rasional : Disfungsi pernapasan adalah variabel yang tergantung pada tahap proses
kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit.
d)
Beri posisi yang nyaman
Rasional : Untuk mempermudah fungsi pernapasan dengan menggunakan gravitasi.
e)
Beri cairan yang sesuai toleransi jantung
Rasional : Membantu menurunkan kekentalan sekret, mempermudah pengeluaran.

2). Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplay O2 (obstruksi jalan nafas
oleh sekresi bronkus, jebakan udara), kerusakan alveoli.
Kriteria hasil : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat.
Intervensi :
a) Kaji frekuensi kedalaman pernapasan
Rasional : Berguna dalam evaluasi derajat distres pernapasan dan kronisnya proses
penyakit.
b) Beri posisi semi fowler
Rasional : Untuk latihan nafas menurunkan kolaps jalan nafas dipsnea dan kerja
napas.
c) Beri minum air hangat
Rasional : Untuk membantu pengeluaran sputum.
d) Ajarkan teknik batuk efektif
Rasional : Meringankan sputum untuk mempermudah pengeluaran.
e) Auskultasi bunyi napas
Rasional : Terdengar suara mengi mengidentifikasikan spasme bronkus.
f) Pantau tingkat kesadaran dan awasi vital sign
Rasional : Dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung.
3). Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan adanya dipsnea,
kelemahan, efek samping, obat, produksi sputum, anoreksia mual atau muntah ditandai
dengan :
a) Penurunan berat badan
b) Kehilangan massa otot, tonus otot buruk.
c) Mengeluh gangguan sensasi mengecap.
Kriteria hasil : Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang tepat.
Intervensi :
a) Hindari makanan yang panas atau dingin
Rasional : Untuk mencegah terjadinya batuk.
b) Auskultasi bunyi usus
Rasional : Biar tidak terjadi konstipasi yang berhubungan dengan pemasukan
cairan, pilihan makanan buruk, penurunan aktivitas.
c) Menimbang BB
Rasional : Berguna untuk menentukan kebutuhan kalori.
d) Berikan makan porsi kecil tapi sering.
Rasional : Membantu menurunkan kelemahan selama waktu makan dan
memberikan kesempatan untuk meningkatkan masukan kalori total.
4). Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya imunitas, kerusakan
jaringan peningkatan pemajanan pada lingkungan.
Kriteria hasil :
a) Mengatakan penyebab penyakit.

b) Perubahan pola hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman.
c) Awasi vital sign
Intervensi :
a) Awasi suhu
Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi dan atau dehidrasi.
b) Kaji pentingnya latihan nafas batuk efektif
Rasional : Aktivitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran sekret untuk
menurunkan resiko terjadinya infeksi paru.
c) Observasi warna, karakter bau sputum
Rasional : Sekret berbau, kuning atau kehijauan menunjukkan adanya infeksi paru.
d) Dorong keseimbangan aktivitas dan istirahat
Rasional : Menurunkan konsumsi atau kebutuhan keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahankan pasien terhadap infeksi, meningkatkan
penyembuhan.
e) Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat
Rasional : Malnutrisi dapat mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi.
5). Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigen untuk aktivitas.
Kriteria evaluasi :
1.
Memperagakan metode batuk, bernafas dan menghemat energi yang efektif
2.
Mengidentifikasi tingkat aktivitas yang realistis untuk dicapai atau di pertahankan
intervensi :
1. Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan O2
a.
merokok
b.
suhu yang ekstrem
c.
berat badan berlebihan
d.
stress
Rasional : Merokok, suhu ekstrem dan stress menyebabkan vasokonstriksi yang
meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan O2
2. Secara bertahap tingkatkan aktivitas harian pasien sesuai peningkatan toleransi
Rasional : Mempertahankan pernafasan lambat, sedang dari latihan yang di awasi.
Memperbaiki kekuatan otot aksesori dan fungsi pernafasan
3. Ajarkan pasien tehnik nafas efektif, seperti pernafasan diafragma, pursed-lip
rasional : Pernafasan diafragma menghalangi pernafasan dangkal, cepat tak
pernafasan pursed-lip. Memperlambat ekspirasi mempercepat alveoli
mengembang lebih lama dan memberikan control terhadap dispnea
4. Siapkan pasien dengan ide-ide untuk penghematan energi
5.
Duduk bila memungkinkan saat melakukan aktifitas. Misalnya : saat mandi
pancuran

6.
7.
8.

Membuat jarak aktifitas sepanjang hari
Menjadwalkan periode istirahat yang cukup
Selang-seling antara tugas yang mudah dan sulit sepanjang hari
Rasional : Pemakaian energi berlebih dapat dicegah dengan mengatur aktivitas
9. Pertahankan terapi O2 tambahan sesuai kebutuhan
Rasional : O2 tambahan meningkatkan kadar O2 yang bersirkulasi dan memperbaiki
toleransi aktivitas
10. Rencanakan waktu istirahat yang cukup sesuai jadwal harian pasien
Rasional : Periode istirahat memungkinkan periode penggunaan energi tubuh
rendah meningkatkan toleransi aktivitas
( Berlin, 1994 )
6). Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk, ketidakmampuan untuk melakukan
posisi telentang, rangsang lingkungan
kriteria evaluasi :
pasien akan melaporkan kepuasan keseimbangan istirahat dan aktivitas
intervensi :
1. Jelaskan sirkulasi tidur dan signifikasinya
a.
tahap I, tidur transisional antara bangun dan tidur
b.
tahap II, tidur tetapi mudah terbangun ( 50-55% dari tidur total )
c.
tahap III, tidur lebih dalam, metabolisme dan otak lambat ( 10% dari tidur
total )
d.
tahap IV, tidur paling lama, metabolisme dan otak lambat ( 10% dari tidur
total )
Rasional : Orang umumnya melewati lima kali siklus dalam tidur lengkap tiap
malam. Bila orang terbangun sebelum siklus tidur, ia dapat merasa tidak
segar ketika bangun pada pagi harinya
2. Rencanakan prosedur untuk membatasi gangguan tidur, biarkan pasien tidur
sedikitnya 2 jam tanpa gangguan
Rasional : Secara umum orang harus menuntaskan siklus tidur ( 70-100 menit ). 4
sampai 5 kali semalam untuk merasa segar
3. Jelaskan mengapa hipnotik atau sedative harus di hindari
Rasional : Obat ini akan kehilangan efektivitasnya setelah seminggu. Peningkatan
dosis membawa resiko ketertgantungan
4. Tinggikan kepala tempat tidur setinggi blok 25 cm atau gunakan penopang dengan
bantal di bawah lengan
Rasional : Dapat meningkatkan relaksasi dan tidur dengan memberi ruang pada
paru-paru lebih besar pengembangan melalui penurunan tekanan ke atas
organ-organ abnormal
5. Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan hal berikut :
usia, tingkat aktivitas, gaya hidup, tingkat stress

Rasional

: Individu dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit
tidur untuk merasa segar kembali, dengan pertumbuhan usia, waktu tidur
total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu tahap
2 meningkat
6. Tingkatkan relaksasi
a.
Berikan lingkungan yang gelap dan tenang
b.
Berikan kesempatan untuk memiliki penggunaan bantal, linen dan selimut
c.
Berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
d.
Berikan ventilasi ruangan baik dan tutup ruangan
Rasional : Tidur akan dicapai sampai tercapai relaksasi lingkungan rumah sakit
dapat mengganggu relaksasi
7. Lakukan tindakan untuk mengontrol batuk
a.
Hindari membersihkan pasien dengan cairan panas atau dingin pada waktu
tidur
b.
Konsultasi dokter untuk antitusy sesuai kebutuhan
Rasional : Tindakan ini membantu mencegah rangsang batuk dan gangguan
tidur
8. Anjurkan pasien tindakan untuk meningkatkan tidur
a.
Makan kudapan ( snack ) tinggi protein sebelum waktu tidur. Misalnya : keju,
susu
b.
Hindari kafein
c.
Upayakan untuk tidur jika merasa ngantuk
d.
Bila terjadi kesulitan tidur, tinggalkan ruang tidur ddan ikuti aktivitas kecil
seperti membaca di ruang lain
e.
Coba untuk mempertahankan kebiasaan tidur yang sama 7 hari seminggu
rasional :
a. pencernaan protein menghasilkan triptofan yang mempunyai efek sedative
b. kafein merangsang metabolisme dan menurunkan relaksasi
c. rasa frustasi akan meningkat bila memaksakan tidur dan tidak mengantuk atau
tidak rileks
d. tempat tidur di khususkan terutama hanya untuk tidur
e. pola berbaring dan bangun yang tak teratur dapat mengganggu jam biologis,
memperberat kesulitan tidur
( Carpenito, 1998 )
7). Kurangnya perawatan diri ( mandi, hygiene, berpakaian, makan dan toileting )
kriteria evaluasi :
1.
Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tunggak yang konsisten
dengan kemampuan individual
2.
Mendemonstrasikan perubahan tehnik atau gaya hidup untuk
memenuhi kebutuhan perawatan diri
intervensi :

1.

2.

3.

4.
5.
6.

Bantu pasien dalam melakukan aktivitas perawatan diri sebagaimana yang
diperlukan
Rasional : Melengkapi aktivitas perawatan diri tanpa perubahan yang berarti
dalam tanda-tanda vital dasar atau yang mengancam rasa aman
Bantu pasien dalam mengatur posisi yang tepat, membersihkan badan atau bagian
tubuh yang lain
Rasional : Melakukan mandi dan hygiene yang tepat, membersihkan badan atau
bagian tubuh yang lain
Bantu untuk melakukan aktivitas yang mana pasien tidak mudah untuk
melakukan seorang diri, seperti menyikat gigi, menyisir rambut, kuku dan
membersihkan bagian belakang atau tungkai atau kaki
Rasional : Membantu hygiene yang tepat
Siapkan pakaian dengan ukuran yang lebih besar
Rasional : memudahkan untuk melepaskan dan mengenakan pasien
Berikan alat Bantu khusus, seperti kom untuk mandi
Rasional : Untuk meningkatkan bergerak atau melakukan aktivitas yang aman
Mulailah melakukan program latihan secara bertahap pada tingkat yang dapat di
toleransi
rasional : Melakukan latihan dapat mengurangi perasaan letih

( Kim and Farlan and Mc langs, 1994 )

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall, 1998, Diagnosa Keperawatan Aplikasi Praktek Klinis, Edisi 6, EGC,
Penerbit Kedokteran, Jakarta
C. Long, Barbara, 1996, Perawatan Medical Bedah, Edisi 2, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan Padjajaran, Bandung.
C. Smeltzer, Suzanne, Medikal Surgical Nursing 9, Philadelphia, Newyork, 2000.
Depkes RI, Pedoman Perawatan Ruangan 2, Depkes RI, Jakarta, 1999.
Doengoes, Marylin E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Alih Bahasa, EGC,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Hudak, Gallo, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik, Volume I Edisi 6, Alih Bahasa :
Allenidekania, Betty Susanto, Yasmin EGC, Jakarta, 1997.
L. Betz, Cecily and A. Sowden, Linda, Buku Saku Keperawatan Pediatric Edisi 3, Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2000.
Mansyoer, Arif, 1999, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, FKUI, Jakarta.
Nettina, M. Sandra, 2002, Pedoman Praktek Keperawatan, EGC, Jakarta.
Price, Sylvia Anderson, dkk, Patofisiologi Konsep Klinik dan Proses Penyakit, Edisi 2, Alih
Bahasa : Adjie Dharma, EGC, Jakarta, 1991.
Syaifullah, 1998, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2, Penerbit FKUI, Jakarta.
www.Asma.co.id
www.who.co.id

Dokumen yang terkait

AN ALIS IS YU RID IS PUT USAN BE B AS DAL AM P E RKAR A TIND AK P IDA NA P E NY E RTA AN M E L AK U K A N P R AK T IK K E DO K T E RA N YA NG M E N G A K IB ATK AN M ATINYA P AS IE N ( PUT USA N N O MOR: 9 0/PID.B /2011/ PN.MD O)

0 82 16

Anal isi s L e ve l Pe r tanyaan p ad a S oal Ce r ita d alam B u k u T e k s M at e m at ik a Pe n u n jang S MK Pr ogr a m Keahl ian T e k n ologi , Kese h at an , d an Pe r tani an Kelas X T e r b itan E r lan gga B e r d asarkan T ak s on om i S OL O

2 99 16

PERANCANGAN THERMAL INSULATOR RUANG BAKAR MIKRO GAS TURBIN

3 71 18

ANALISIS EFEKTIFITAS PEMBERIAN TERAPI CAIRANUNTUK GANGGUANKESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT PADAAN.Z DENGAN GASTROENTERITIS AKUT DI RUANG EMPU TANTULAR RSUD KANJURUHAN KEPANJEN KABUPATEN MALANG

0 53 22

PERAN PERAWAT DALAM IMPLEMENTASI KOLABORATIF PEMBERIAN TERAPI INSULIN SEBAGAI TINDAKAN DALAM PENURUNAN KADAR GULA DALAM DARAH PADA KLIEN DENGAN HIPERGLIKEMI DI RUANG AIRLANGGA RSUD KANJURUHAN KEPANJEN TAHUN 2012

1 55 23

PROFIL PERESEPAN OBAT ASMA DI APOTEK ARJASA KECAMATAN DAU KABUPATEN MALANG

0 32 19

PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL DALAM SITUASI PERTEMUAN ANTAR BUDAYA STUDI DI RUANG TUNGGU TERMINAL PENUMPANG KAPAL LAUT PELABUHAN TANJUNG PERAK SURABAYA

97 602 2

FRAKSIONASI DAN KETERSEDIAAN P PADA TANAH LATOSOL YANG DITANAMI JAGUNG AKIBAT INOKULASI JAMUR MIKORIZA ARBUSKULAR DAN BAKTERI PELARUT FOSFAT (Pseudomonas spp.)

2 31 9

Matematika Kelas 6 Lusia Tri Astuti P Sunardi 2009

13 252 156

THE DEVELOPMENT OF THE INTERACTIVIE LEARNING MEDIA OF UNIFROMLY ACCELERATED MOTION (GLBB) IN CLASS X BASED-GENERIC SCIENCE SKILLS USING FLASH ANIMATION OF SENIOR HIGH SCHOOL IN WEST LAMPUNG REGENCY PENGEMBANGAN MEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF MATERI GERAK L

0 35 131