MAKALAH LIBRARY RESEARCH PRO DAN KONTRA

MAKALAH LYBRARY RESEARCH:
PRO KONTRA ATAS PENGHAPUSAN KOLOM AGAMA DI KTP INDONESIA
(ANALISIS DAMPAK DAN PENGATURANNYA TERHADAP HAK ASASI
MANUSIA)
MATA HUKUM DAN HAM

Oleh :
Nama

: Bagus Edi Prayogo

NIM

: 8111416119

Fakultas

: Hukum

Angkatan : 2016


UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
SEMARANG

Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan atas segala
limpahan rahmat, taufik dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini tanpa
halangan yang berarti. Shalawat serta salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad
SAW beserta seluruh keluarga dan sahabatnya.
Penyusunan makalah ini diujukan untuk memenuhi tugas Lybrary Research mata kuliah
Hukum dan Hak Asasi Manusia di semester 3 tahun akademik 2017/2018. Dalam penulisan
makalah ini, tentunya banyak pihak yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materiil.
Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Ridwan Arifin, S.H., L.L.M. selaku dosen mata kuliah Hukum dan Hak Asasi
Manusia.
2. Ucapan terima kasih saya kepada semua sahabat dan keluarga yang telah banyak
memberikan bantuan, dorongan serta motivasi sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, maka saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak sangat saya diharapkan.
Semarang, 14 Oktober 2017


Penulis

ii

Daftar Isi
Halaman Sampul ..........................................................................................i
Kata Pengantar .............................................................................................ii
Daftar Isi ....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................... 3
C. Metode Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................... 4
A. Polemik Penghapusan Kolom Agama di KTP Berdasarkan Kacamata UU No.
24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ................................ 4
B. Pro dan Kontra Terkait Pernyataan Kemendagri Tjahjo Kumolo ............... 12
C. Sikap Masyarakat Indonesia dengan Masalah Dihapus atau Tidaknya Kolom
Agama dalam KTP dan Tinjauannya dengan Hak Asasi Manusia................ 13
BAB III KESIMPULAN ...................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

Daftar Tabel/Gambar
Tabel 1. Jumlah Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia ................ 4
Gambar 1. Peta Penyebaran Agama Di Indonesia sensus penduduk 2010 BPS
13
Daftar Putusan/Kasus
Risalah sidang MK No. 97/PUU-XIV/2016 tanggal 6 Desember 2016 ............ 5

iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara Hukum. Berulang kali kata itu kita
dengar apalagi bagi seorang yang berkecimpung di dunia politik, Hukum,
maupun bidang kepemerintahan. Bunyi pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar
1945 tersebut meneguhkan Indonesia adalah negara yang mengedepankan
keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia karena tuuan mulia dari dibuatnya
suatu hukum adalah untuk sebuah keadilan. Selain itu, keadilan juga
tercantum jelas dalam ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila sila ke 5 yang
berbunyi “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”. Hal inilah yang mendasari

bahwa negara ini mempunyai itikad baik bagi warganya dengan memberikan
kesempatan untuk memperoleh hak dan melaksanakan kewaiban dengan adil.
Tujuan hukum adalah untuk menamin kelangsungan, keseimbangan dalam
perhubungan antara anggota masyarakat, sehingga diperlukan aturan aturan
hukum yang diadakan atas kehendak dan keinsyafan tiap-tiap anggota
masyarakat itu.1 Mengenai agama pun yang perihal nya adalah bersifat
personal, negara Indonesia pun ikut mengaturnya.
Seperti kita ketahui bersama bahwa Negara Indonesia hanya mengakui 6
agama yang boleh dipeluk oleh rakyatnya. Agama itu adalah Islam, Kristen
Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Budha, dan agama yang baru saja
ditambahkan yaitu Agama Kong Hu Chu. Lalu bagaimana dengan penganut
kepercayaan yang diluar 6 agama itu, padahal banyak sekali rakyat Indonesia
yang

memiliki

kepercayaan

kepercayaan


nenek

moyang

sebut

saja

kepercayaan kejawen.
Pasal 28E Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi

“Setiap orang berhak

atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai
dengan hati nuraninya”. Tetapi jangan salah menafsirkan dahulu karena bukan
berarti Indonesia mengakui adanya kepercayaan kepercayaan nenek moyang
rakyat pribumi. Yang menjadi masalahnya adalah pemerintah memaksa para
penganut kepercayaan yang ada untuk mengisi kolom agama di kartu Identitas
mereka dengan pilihan yang hanya 6 agama yang diakui saja. Ada Hak Asasi
Manusia yang dilanggar oleh negara disini. Meskipun menurut Hans Kelsen ada

1

C.S.T.Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
hal. 40

1

sebuah teori yang disebut sebagai teori kedaulatan negara. Menurut teori itu
hukum adalah kehendak negara dan negara memiliki kekuasaan yang tak
terbatas.2 Padahal jika kita melihat Pancasila sila ke 1 yang berbunyi
“Ketuhanan yang Maha Esa” dimana sudah jelas bahwa nilai ketuhanan
dijunjung tinggi oleh Negara Indonesia namun masih ada praktek pemaksaan
yang ada pada pengisian kolom identitas Kartu Tanda Penduduk. Nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa memberikan kebebasan kepada pemeluk agama
sesuai dengan keyakinannya, tak ada paksaan, dan antar penganut agama
harus saling hormat menghormati dan bekerjasama.3 Masalah utama yang
akan saya paparkan bukanlah tentang pembelaan pada para penganut
kepercayaan yang diluar 6 agama untuk mendapatkan pengakuan, namun
adalah keadilan bagi masyarakat pemeluknya yang mana pada kondisi di
lapangan “dipaksa” menuliskan 1 diantara 6 agama yang diakui pemerintah

Negara Indonesia yang diantara ke-6 agama yang mereka pilih di dalam kolom
agama KTP bukanlah kepercayaan yang ada di hati nurani mereka dan hanya
sebuah formalitas. Namun hal ini bukan lagi sesuatu yang menggemparkan
bagi yang mendengar hal ini karena memang sudah biasa terjadi.
Berbicara mengenai KTP sendiri, KTP merupakan tanda kenpendudukan
seseorang sebagai identitas warga negara Indonesia yagn sudah berumur 17
khususnya. Saat ini Indonesia sudah menerapkan E-KTP. E-KTP sendiri memiliki
dasar hukum yang terdapat di Undang Undang No. 24 Tahun 2013 Tentang
perubahan atas Undang Undang No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi
Kependudukan. Dari isi undang undang tersebut Pasal 58 dicantumkan unsur
unsur yang harus ada pada E-KTP salah satunya adalah agama. Hal ini tentu
biasa saja jika belum melihat sebuah pernyataan dari Kemendagri Tjahjo
Kumolo pada waktu itu dengan pernyataanya "Dalam Undang-Undang jelas
ada 6 agama yang boleh dicantumkan dalam e-KTP atau KTP-elektronik,
sehingga kalau ingin ditambah akan memerlukan waktu untuk mengubahnya.
Tapi,

kalau

mereka


mau

mengkosongkan

kolom

itu

ya

tidak

masalah"(Liputan6.com, 2014). Tentu pernyataan ini menggemparkan karena
ditahun sebelumnya sudah dikeluarkan UU yang mengikat E-KTP dimana di
kolom KTP harus ada Agama namun diberi toleransi bagi para penganut
kepercayaan untung mengkosongkannya.
2
3


Ibid, hal. 62
Soegito dkk, 2016, Pendidikan Pancasila, UNNES Press, Semarang, hal.87

2

Pernyataan

ini

pun

akhirnya

menimbulkan

polemik

di

kalangan


masyarakat. Muncul Pro dan kontra yang menyelimuti atmosfer masalah ini.
Atas dasar itulah makalah ini disusun untuk memberikan analisis secara yuridis
normatif dalam hal ini tinjauannya adalah UU No. 24 Tahun 2013 dan analisa
secara sosiologis melalui pemaparan kondisi masyarakat yang terkena dampak
kebijakan pemerintah dan keadaan kultur masyarakat Indonesia yang sifat
pluralitas dalam kacamata Hak Asasi Manusia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas meliputi :
a. Bagaimana polemik penghapusan kolom agama di KTP berdasarkan
kacamata UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan ?
b. Mengapa terjadi pro dan kontra terkait pernyataan Kemendagri Tjahjo
Kumolo padahal sudah jelas jelas bahwa Indonesia adalah negara hukum
dan mengenai KTP sendiri sudah ada UU yang mengaturnya ?
c. Bagaimana masyarakat Indonesia menyikapi dengan masalah dihapus
atau tidaknya kolom agama dalam KTP dan tinjauannya dengan Hak
Asasi Manusia ?

C. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan makalah yang digunakan ada 2 yaitu :
a. Studi Pustaka yaitu melalui buku, jurnal, dan dokumen lain yang terkait
dengan kasus ini. Adapun tinjauan hukum yang dipakai yaitu meninjau
norma hukum tertulis yang ada pada UUD 1945, UU No. 24 Tahun 2013
Tentang Administrasi Penduduk.
b. Pengumpulan data melalui internet yang ditinjau Secara Sosiologis yaitu
meninjau dari keadaan masyarakat sosial Indonesia yang pluralistik
melalui

data

kependudukan

dan

pro

kontra

yang

menyebar

di

masyarakat.

3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Polemik Penghapusan Kolom Agama di KTP Berdasarkan Kacamata
UU No. 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan
Sejak 2014 yang lalu polemik mengenai pro kontra penghapusan kolom
agama di KTP dimulai. Dari sebuah ungkapan seorang Kemendagri yaitu Tjahjo
Kumolo yang menyatakan bahwa kolom agama di dalam e-KTP boleh
dikosongkan mengingat di Indonesia dirasa masih terjadi diskriminasi terhadap
aliran kepercayaan yang ada dalam masyarakat. Kemendagri pun juga
mengatakan bahwa Pemerintah tidak ingin ikut campur pada WNI yang
memeluk keyakinannya sepanjang itu tidak menyesatkan dan mengganggu
ketertiban

umum

(Liputan6.com,

2014).

Spekulasi-spekulasi

pun

mulai

bermunculan mulai dari yang mendukung sampai yang dengan tegas menolak
kolom agama dalam KTP dihilangkan.
Kita sepatutnya menyadari bahwa kita hidup di sebuah negara yang
memiliki

masyarakat

yang

plural.

Bangsa

Indonesia

dalam

kehidupan

negaranya memiliki suat wawasan nasional yang disebut wawasan Nusantara. 4
Hakikat wawasan nusantara adalah cara pandang yang utuh dan menyeluruh
dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional Indonesia. 5 Sehingga
dengan adanya keberagaman ini kita sebagai satu bangsa yang dulu sama
sama berjuang untuk meraih kemerdekaan tentunya harus memiliki rasa
kekeluargaan satu sama lain dalam bentuk keadilan karena kita adalah negara
hukum maka kita harus mengutamakan keadilan. Inilah yang diamanatkan
oleh para founding father kita untuk bersama sama dalam keberagaman. Maka
ide untuk mengakui adanya penganut kepercayaan pun muncul untuk
memberikan rasa keadilan yang sama dengan penganut agama.

jumla

Islam

Kristen

Katolik

Hindu

Budha

Khong
Hu
Chu

207.176.1

16.528.5

6.907.8

4.012.1

1.703.2

117.09

Lain
Lain

Tidak
jawab/
Ditany
a

299.61

896.700

h

62
13
73
16
54
1
7
Tabel 1. Jumlah Penganut Agama dan Kepercayaan di Indonesia. (Sumber : Sensus Penduduk
2010, BPS)

4

Sunarto dkk, 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, UNNES Press,
Semarang, hal. 61
5
Ibid

4

Jika kita lihat dalam UU No. 24 tahun 2013 Pasal 64 ayat 5 yang berbunyi
“Elemen data penduduk tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan
tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.”,
maka disitulah bukti bahwa pemerintah mulai menaruh perhatian terhadap
para penghayat kepercayaan. Sebagaimana dalam Undang Undang Dasar
1945 Pasal 28E ayat 2 yang secara tersirat juga menjamin hak asasi manusia
para penghayat kepercayaan.
Berbicara mengenai penghayat kepercayaan, diketahui jumlahnya di
Indonesia adalah 12 juta Orang. Hal ini disampaikan oleh Ketua pengurus
Majelis Luhur Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa Indonesia atau
disingkat MLKI yang disampaikan dalam sidang perihal Pengujian UndangUndang

Nomor

23

Tahun

2006

tentang

Administrasi

Kependudukan

Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan [Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat
(1) dan ayat (5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 pada 6 Desember 2016. Yang berstatus sebagai pemohon waktu
itu adalah Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dkk.
Adapun Sidang gugatan itu atas permohonan Nggay Mehang Tana, Pagar
Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim yang menggugat Pasal 61 Ayat 1 dan
Ayat 2 UU Administrasi Kependudukan ke MK. Pasal tersebut berbunyi:
Keterangan mengenai kolom agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi
Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan
tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database Kependudukan”.
Dengan pasal di atas, maka Penghayat Kepercayaan tidak tertulis dalam kolom
agama di KTP sehingga berdampak adanya diskriminasi dari negara.
Dalam sidang itu terdapat 12 penjelasan pemerintah terhadap pemohon.
Diantaranya adalah :
1. bahwa Indonesia tidak hanya memiliki suku bangsa yang beragam,
namun juga memiliki agama dan kepercayaan yang beragam. Terhadap
enam agama resmi di Indonesia, yaitu Islam, Kristen, Kristen-Katolik,
5

Katolik Protestan, Hindu, Buddha, dan Khonghucu di samping agama
yang resmi di Indonesia juga tumbuh dan berkembang keyakinan lain
yang disebut dengan kepercayaan tradisional.
2. Dengan adanya diversitas agama di Indonesia, masyarakat Indonesia
harus menghargai perbedaan yang ada. Hal tersebut telah diatur dalam
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 29 ayat (2) yang menjamin
masyarakat memiliki kemerdekaan di dalam beragama. Setiap individu
dibebaskan untuk menganut agama yang dipilihnya, dengan demikian
tidak ada diskriminasi agama. Setiap individu harus menghormati dan
memelihara toleransi terhadap kepercayaan masing-masing.
3. Keyakinan memegang ... keyakinan memegang peranan penting dalam
kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hal ini termanivestasi
dalam sila pertama Pancasila dan termuat dalam pembukaan konstitusi
Undang-Undang Dasar Tahun 1945 sebagai pondasi utama bagi setiap
insan yang hidup di dalamnya. Perlu kita pahami bersama bahwa pilihan
kata yang terkandung dalam sila Pancasila dan dialektik pembukaan
konstitusi ialah ... adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini mengandung
makna flosofs yang mendalam bahwa Indonesia adalah negara yang
berdasarkan

atas

Ketuhanan

bukan

keagamaan,

sehingga

setiap

keyakinan yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa diakui oleh
Pemerintah.
4. Hal

tersebut

didasarkan

terhadap

peradaban

yang

tumbuh

dan

berkembang jauh sebelum agama-agama masuk ke dalam wilayah
nusantara dimana sebagian masyarakat nusantara atau Indonesia telah
memiliki keyakinan atas Ketuhanan yang bertahan hingga saat ini dan
dianggap sebagai suatu nilai keluhuran hidup. Hampir di seluruh wilayah
Indonesia telah ada agama-agama atau kepercayaan asli seperti Sunda
Wiwitan yang dipeluk oleh masyarakat Sunda dan di Kanekes, di Lebak
Banten, Sunda Wiwitan aliran madrais juga dikenal sebagai agama
Cigugur atau/dan ada beberapa penamaan lain di Cigugur. Di Cigugur,
Kuningan, Jawa Barat, agama Buhun di Jawa Barat, Kejawen di Jawa
Tengah dan Jawa Timur, agama Parmalim, agama Asli Batak, agama
Kaharingan di Kalimantan, kepercayaan Tonaas Walian di Minahasa

6

Sulawesi Utara, Tolotang di Sulawesi Selatan, Wetu Telu di Lombok,
Naurus di Pulau Seram di Provinsi Maluku, dan lain-lain.
5. Bahwa negara Indonesia menghormati keberadaan setiap keyakinan
yang mengiringi kehidupan berbangsa dan bernegara yang dituangkan
dalam dasar negara Indonesia. Hal inilah yang melatarbelakangi lahirnya
ketentuan tentang pengosongan kolom agama di KTP dalam UndangUndang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Jika
kita runut adalah karena adanya ketentuan tentang pengakuan agama di
Indonesia, pada intinya negara mengakui keberagaman enam agama
yang selama ini telah ada dan dipeluk oleh masyarakat Indonesia.
Keenam agama itu adalah Islam, Katolik, Protestan, Hindu, Buddha, dan
Khonghucu.

Di

luar

agama

di

atas,

negara

tetap

membiarkan

eksistensinya dengan syarat tidak menganggu dan melanggar ketentuan
di Indonesia.
6. KTP sebagai identitas penduduk di dalamnya mencantumkan elemenelemen yang menjadi bagian tidak dapat dipisahkan, di antaranya
lambang garuda Pancasila, peta negara, dan agama, termasuk dari itu.
Di mana hanya enam agama itulah yang kemudian dicantumkan dalam
kolom KTP di Indonesia. Agar tidak ada permasalahan di kemudian hari
dibuatlah ketentuan yang mengatur tentang agama yang “belum diakui”
oleh negara Indonesia. Dengan dikosongkannya kolom agama dalam KTP
bagi agama atau pun kepercayaan yang belum diakui oleh negara
Indonesia.
7. Bahwa negara harus memiliki tertib administrasi, salah satunya adalah
yang berkaitan dengan identitas penduduk, termasuk agama dari
penduduk tersebut. Hal ini menjadi penting bagi Indonesia yang
menganut berbagai macam agama dan kepercayaan, sebab akan
berkorelasi penting dengan beberapa administrasi di lapangan seperti
pernikahan, waris, kepemilikan atas kebendaan, masalah adopsi anak,
dan urusan administrasi lainnya.
8. Agama yang dianut seseorang akan berkorelasi penting terhadap
tindakan hukum yang dilakukan, sebab di Indonesia hukum tertulis
menjadi penting dalam upaya penegakan dan kepastian hukum itu
sendiri. Seperti di dalam kasus pernikahan seorang Muslim, identitas
7

agama KTP, masih dijadikan bukti autentik untuk menentukan agama
yang dipeluknya sebelum menikah. Artinya bukti tertulis adalah penting
sebagai legalitas seorang sebagai subjek dan objek hukum.
9. Pemerintah berpandangan bahwa keberadaan kolom agama sangat
memberikan manfaat baik bagi pemilik identitas maupun negara dalam
rangka

memberikan

batas

hukum

bagi

setiap

penganut

aliran

kepercayaan dan agama agar terjamin hak-hak konstitusionalnya.
10.

Perlu diketahui bersama bahwa hingga saat ini belum ada satu pun

agama-agama dan kepercayaan asli nusantara yang diakui sebagai
agama dengan hak-hak untuk dicantumkan di KTP, akta kelahiran,
pencatatan perkawinan di kantor catatan sipil, dan sebagainya. Hal ini
menimbulkan banyaknya para penganut kepercayaan atau ajaran leluhur
atau agama asli di Indonesia masih terpaksa memilih agama atau diakui
atau tidak membuat KTP sama sekali.
11.

Di samping hal tersebut, perlu pemerintah sampaikan bahwa

dalam undang-undang a quo memang terdapat beberapa norma yang
belum dicantumkan sehingga diperlukan instrumen yang lebih pasti
dalam menilai agama kepercayaan tersebut dapat tercatat dalam
administrasi kependudukan.
12.

Memperhatikan

Pemerintah

berbagai

memohon

pada

dinamika
Mahkamah

tersebut

di

Konstitusi

atas,

maka

untuk

dapat

memberikan pertimbangan konstitusionalitas atas pengaturan terkait
kolom agama dalam rangka menentukan arah kebijakan yang lebih baik
bagi pemerintah selaku penyelenggara negara. Bahwa Pemerintah
sangat menghargai usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat dalam
ikut memberikan sumbangan yang ... dan partisipasi pemikiran dalam
membangun pemahaman tentang ketatanegaraan. Pemikiran-pemikiran
masyarakat tersebut akan menjadi sebuah rujukan yang sangat berharga
bagi Pemerintah pada khususnya dan masyarakat Indonesia pada
umumnya. Atas dasar pemikiran tersebut, Pemerintah berharap agar
dialog antarmasyarakat dan Pemerintah tetap terus terjaga dengan satu
tujuan bersama untuk membangun kehidupan kebangsaan bernegara
demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan mengembangkan
dirinya dalam kepemerintahan dengan tujuan ikut berkontribusi positif
8

mewujudkan cita-cita bangsa

Indonesia sebagaimana pada alinea

keempat Undang-Undang Dasar Tahun 1945.6
Dari sisi penghayat kepercayaan juga menyatakan 11 hal dalam awal sidang
itu diantarannya :
1. Masalah

perlakuan

diskriminasi

dan

penderitaan

yang

dialami

masyarakat penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
merupakan perjalanan panjang puluhan tahun sejak jaman penjajahan
yang hingga kini belum sepenuhnya terbebaskan dimana sampai saat ini
masyarakat penghayat kepercayaan belum merasakan betul hak dasar
untuk bebas memeluk, beribadat, dan mendapatkan pengakuan, serta
jaminan perlindungan atas keyakinannya sebagaimana diamanatkan
dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28D, Pasal 28I, dan Pasal
29.
2. Sungguh ironis di negara kita Republik Indonesia tercinta bahwa hanya
sistem

keyakinan

yang

datang

dari

luar

nusantara

saja

yang

dikategorikan sebagai agama. Sedangkan sistem keyakinan yang berasal
dari ... berasal dan lahir dari bumi pertiwi, tidak diakui sebagai agama.
Padahal frasa agama sebagaimana frasa trigama, adhigama, parigama,
duhagama, gurugama, kertagama, dan lain-lain adalah frasa asli bahasa
nusantara.
3. Agama jadi diakui sebagai sistem keyakinan yang berasal dari luar
sedangkan sistem keyakinan lokal nusantara yang sesungguhnya adalah
pemiliknya, tidak diperbolehkan menggunakan frasa agama dan diganti
menjadi aliran kebatinan, atau kerohanian, atau kejiwaan, dan yang
kemudian disebut aliran kepercayaan atau kepercayaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa.
4. Di zaman perjuangan kemerdekaan hingga periode awal orde lama,
masyarakat penganut kepercayaan berkembang dengan baik dan turut
berkontribusi

dalam

kemerdekaan,

serta

proses
mengisi

perjuangan
kemerdekaan.

dan

mempertahankan

Namun

ketika

DI/TII

6

Lihat risalah sidang Mahkamah Konstitusi perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan [Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat
(5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 No.
97/PUU-XIV/2016, 6 Desember 2016, hal. 4

9

berkembang

tahun

1950-an,

banyak

dari

masyarakat

penghayat

kepercayaan yang menjadi korban karena dituduh tidak beragama atau
kafr.
5. Menginjak di zaman orde baru pada awalnya banyak dari masyarakat
penghayat yang jadi korban karena tuduhan PKI. Kemudian mulai tahun
1973 memperoleh perbaikan pelayanan dari negara dimana eksistensi
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa diakui negara dan
disejajarkan dengan agama walau tidak diakui sebagai agama sehingga
terakomodasi dalam GBHN dan dalam setiap peraturan perundangundangan selalu tercantum kepercayaan di belakang frasa agama. Pada
masa itu, boleh dicantumkan frasa kepercayaan pada kolom agama di
KTP dan masyarakat penghayat boleh melangsungkan perkawinan tanpa
harus melalui salah satu dari 5 agama ketika itu. Dapat menjadi PNS dan
disediakan juga ucapan sumpah jabatan bagi penghayat.
6. Namun kemerdekaan ini tidak berlangsung lama karena mulai tahun
1978, hak-hak tersebut mulai dipreteli atau diamputasi. Mulai dari
identitas di KTP, pencabutan hak-hak perkawinan secara kepercayaan,
dan lain-lain sehingga para penghayat kepercayaan harus mencatumkan
salah satu agama dari 5 agama yang tidak diyakini kalau tidak ingin
didiskriminasi atau dikucilkan.
7. Pada

era

ketidakadilan

reformasi
yang

sekarang
dialami

para

ini,

perlakuan

penghayat

diskriminasi

kepercayaan

dan
belum

mengalami perubahan yang signifkan. Walaupun sudah mulai ada
perbaikan, namun ada beberapa hal kemunduran dimana dalam
peraturan perundang-undangan pada era reformasi ini banyak ditemui
pasal-pasal yang menghilangkan frasa kepercayaan di belakang frasa
agama sehingga berdampak hilangnya hak-hak para penghayat atau
adanya kekosongan hukum bagi penghayat sebagaimana dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Kemudian, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, ini
juga frasa kepercayaan hilang. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006
tentang Administrasi Kependudukan yang kemudian diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2014 mengakui eksistensi penghayat
10

kepercayaan dan diperbolehkan melangsungkan perkawinan tanpa
melalui perkawinan salah satu dari 6 agama. Namun, para penghayat
tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam kelom
… tidak boleh mencantumkan keyakinannya karena identitas dalam
kolom agama harus dikosongkan yang dalam praktiknya tertera tanda
setrip kecil.
8. Pada beberapa kabupaten/kota pernah melakukan terobosan atau
diskresi dengan mencantumkan identitas kepercayaan pada kolom
agama di KTP, sehingga membahagiakan para penghayat. Namun,
ternyata belakangan dicabut lagi dan dikembalikan pada identitas
kosong atau tanda setrip.
9. Pencantuman

identitas

kosong

atau

tanda

setrip

dalam

KTP

menimbulkan permasalahan lain yang merugikan para penghayat
kepercayaan sebagaimana dialami oleh Para Pemohon di berbagai
daerah.
10.

Dampak negatif dan kerugian hak konstitusi yang dialami para

penghayat kepercayaan sebagaimana dialami Para Pemohon antara lain,
dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP
menimbulkan stigma pemilik KTP tersebut sebagai orang yang tidak
beragama atau tidak … atau dianggap ateis yang dapat menimbulkan
perlakuan diskriminasi dan penindasan terhadap para

penghayat.

Sebagaimana kita ketahui bersama, masyarakat kita pada umumnya
yang sangat anti atau memusuhi orang yang tidak beragama atau ateis.
Dikosongkannya atau diisi tanda setrip pada identitas agama di KTP
sering dianggap sebagai aliran sesat. Kemudian, dikosongkannya atau
diisi tanda setrip pada kolom agama di KTP juga sering ditafsirkan atau
dicurigai

oleh

sebagian

orang

sebagai

golongan

komunis

yang

membahayakan pemilik KTP tersebut dan ini menimbulkan traumatik
sejarah.7

7

Lihat risalah sidang Mahkamah Konstitusi perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2006 tentang Administrasi Kependudukan Sebagaimana Telah Diubah Dengan Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang
Administrasi Kependudukan [Pasal 61 ayat (1) dan ayat (2) serta Pasal 64 ayat (1) dan ayat
(5)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 No.
97/PUU-XIV/2016, 6 Desember 2016, hal. 8

11

Adapun inti dari sidang 6 Desember 2016 adalah hanya mendengar
Mendengarkan Keterangan Presiden, DPR, dan Pihak Terkait [Majelis Luhur
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa (III) namun untuk DPR ditunda
sampai 2017. Disampaikan pada waktu itu bahwa para penganut kepercayaan
merasakan diskriminasi terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Pelayanan publik yang diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik menyebutkan bahwa, “Penyelenggaraan
pelayanan publik berasaskan:
a. Kepentingan umum.

g. Persamaan
perlakuan/tidak
diskriminatif.
h. Keterbukaan.

b. Kepastian hukum.
c. Kesamaan hak.
d. Kesamaan

hak

dan

kewajiban.
e. Keprofesionalan.

i. Akuntabilitas.
j. Fasilitas dan perlakuan khusus
bagi kelompok rentan.
k. Ketepatan waktu, dan

f. Partisipatif.

l. Kecepatan,
kemudahan,
dan
keterjangkauan.
Namun perlakuan diskriminatif malah diterima oleh para penganut

kepercayaan yang dipaksa untuk menyembunyikan keyakinannya dibalik 6
agama yang diakui di Indonesia. Pemerintah sendiri menggunakan alasan
untuk tertib administrasi dimana data kependudukan sebagai mana diatur
dalam UU No. 24 Tahun 2013 yang berbunyi “Data perseorangan meliputi:
a. nomor KK; b. NIK; c. nama lengkap; d. jenis kelamin; e.tempat lahir; f.
tanggal/bulan/tahun lahir; g. golongan darah; h. agama/kepercayaan; i. status
perkawinan; j. status hubungan dalam keluarga; k. cacat fsik dan/atau mental;
pendidikan terakhir; l. jenis pekerjaan; m. NIK ibu kandung; n. nama ibu
kandung; o. NIK ayah; p. nama ayah; r. alamat sebelumnya; s. alamat
sekarang; t. kepemilikan akta kelahiran/surat kenal lahir; u. nomor akta
kelahiran/nomor surat kenal lahir; v. kepemilikan akta perkawinan/buku nikah;
w. nomor akta perkawinan/buku nikah; x. tanggal perkawinan; y. kepemilikan
akta perceraian; z. nomor akta perceraian/surat cerai; aa. tanggal perceraian;
bb. sidik jari; cc. iris mata; dd. tanda tangan; dan ee. elemen data lainnya yang
merupakan aib seseorang.
Data

Kependudukan

digunakan

untuk

semua

keperluan

Data

Kependudukan dari Kementerian yang bertanggung jawab dalam urusan
pemerintahan dalam negeri, antara lain untuk pemanfaatan yaitu a. pelayanan
12

publik; b. perencanaan pembangunan; c. alokasi anggaran; d. pembangunan
demokrasi; dan e. penegakan hukum dan pencegahan kriminal.
Penganut kepercayaan secara hukum sudah mempumyai dasar hukum
yang kuat untuk muncul kepermukaan dengan menunjukkan identitasnya
dengan mengosongkan kolom agama pada KTP dan kolom tersebut ada
baiknya tidak dihapus karena untuk keperluan administrasi. Negara Indonesia
adalah negara yang menjamin keadilan rakyatnya. Keadilan rakyat itu dibuat
dalam sebuah bentuk hukum yang mengikat subjek hukumnya. Setiap
hubungan kemasyarakatan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan
ketentuan dalam peraturan hukum yang ada dan berlaku dalam masyarakat. 8
Apa yang dialami oleh penganut penghayat kepercayaan sejatinya memang
bertentangan dengan UUD 1945.
Mengenai penghapusan kolom agama tentunya masih buram karena
masih

menunggu

keputusan

dari

Mahkamah

konstitusi.

Yang

bisa

menyelesaikan masalah ini adalah seorang pemimpin yang bisa memberikan
harmoni. Pemimpin yang terdiri dari orang orang yang cakap, bersih, jujur dan
adil.9

B. Pro dan Kontra Terkait Pernyataan Kemendagri Tjahjo Kumolo
Sebagai Negara yang terdapat banyak berbagai macam agama yang
dianut oleh masyarakat Indonesia menunjukan bahwa masyarakat yang
bersifat plural. Sejak kemerdekaan bangsa Indonesia telah diikat oleh satu
komitmen yakni negara yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945, ke dalam
ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan semangat Bhineka
Tunggal Ika (bermacam aliran tetapi satu tujuan) dalam sistem politik negara
yang demokratis.10 Namun sekarang berbagai macam polemik mengenai
penghapusan kolom agama pun bermunculan mulai dari persoalan hukum
sampai ke ranah hak asasi manusia. Terdapat dua kubu terkait wacana
8

C.S.T.Kansil, 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,
hal. 40
9
Muladi, 2009, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam Perspektif Hukum
dan Masyarakat, Refka Aditama, Bandung, hal. 37
10
Firdaus Syam, DILEMA PLURALITAS: HAMBATAN ATAU PENGUATAN DEMOKRASI BANGSA
INDONESIA?, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14, No. 2, 2011, hal. 257

13

penghapusan kolom agama di KTP tersebut baik yang sifatnya mendukung
maupun menolak sama sekali. Pro-Kontra saling beradu argumen didasari oleh
pemahaman dari sisi budaya maupun norma hukum positif yang berlaku di
Indonesia.

Dampak

secara

langsung

dirasakan

oleh

para

penghayat

kepercayaan dan hukum adat, yang membutuhkan pengakuan secara legal
formal sebagai penduduk Indonesia yang sah.11
Adapun Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menentang keras
penghapusan kolom agama dalam KTP salah jika tetap dilakukan. MUI menilai
bahwasanya kolom agama itu penting bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara serta kekhawatiran jika pemerintah masih tetap melanjutkan untuk
menghapuskan

kolom

agama

dalam

KTP

maka

hal

tersebut

dapat

mengakibatkan banyaknya bermunculan agama dan aliran kepercayaan baru
selain yang sudah oleh negara Indonesia.
Adapun pihak lain yang menyatakan mendukung untuk dilakukannya
penghapusan kolom agama dalam adalah Dr. Siti Musdah Mulia anggota Tim
sukses Capres Jokowi Jusuf Kalla yang mempunyai gagasan yang sama seperti
Tjahjo Kumolo bahwasanya mereka mendukung untuk menghapuskan kolom
Agama dalam KTP karena selama ini kolom agama dalam KTP dapat
mendiskriminasi Pendapat yang sama juga dilontarkan oleh Wakil Presiden
Jusuf Kalla (JK) dengan mengatakan bahwa, individu tak bisa dipaksa untuk
memilih agama tertentu karena agama yaang dipeluk di luar 6 agama yang
diakui pemerintah.
Ketua

Mahkamah

Konstitusi

Arief

Hidayat

memberikan

sebuah

pernyataan pada 3 Mei 2017 yang menyatakan bahwa penganut kepercayaan
wajib diakui karena merupakan warisan asli dari nenek moyang pribumi
nusantara dan jangan ada diskriminasi. Meskipun begitu penghapusan ini
masih sebatas wacana dan dalam masa pertimbangan.
C. Sikap Masyarakat Indonesia dengan Masalah Dihapus atau
Tidaknya Kolom Agama dalam KTP dan Tinjauannya dengan Hak Asasi
Manusia
Isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Budaya) di masyarakat Indonesia
adalah isu yang sangat sentimentil dikarenakan negara ini dicap oleh
11

Teguh Tri Wahyudi, PERNIKAHAN DI PAGUYUBAN WARGA HARDO PUSORO: ANTARA RITUAL
DAN KONSTITUSI diakses dari https://www.researchgate.net/publication/318208499, 12
Oktober 2017

14

rakyatnya sediri sebagai negara yang religius. Buktinya adalah pada sila ke 1
Pancasila yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Selain itu juga melalui
penghayatan pasal 29 ayat 1 UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.12 Ini berarti bahwa di dalam negara
Republik Indonesia tidak boleh berlaku atau diberlakukan hkum yang
bertentangan dengan norma norma hukum agama dan norma kesusilaan
bangsa Indonesia.13 Maka dari itu ketika terjadi kabar tentang penghapusan
kolom agama, warga negara langsung bereaksi.

Norma agama Lebih

berpengaruh besar terhadap individu daripada norma yang berasala dari
sumber lain atau ungkapan aslinya “religious norms arguably lay greater claim
upon individuals than norms emanating from other sources”.14

Gambar 1. Peta Penyebaran Agama di Indonesia sensus penduduk 2010 BPS (sumber:
images.google.com)

Negara menjamin kebebasan memeluk agama dan kepercayaannya sesuai
dengan carannya masing masing dalam Undang Undang Dasar 1945 yang
kemudian di-implementasi-kan ke dalam UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia. Begitu pula dalam masalah ini yang mana para penhayat kepercayaan
diberikan ruang untuk menunjukkan identitasnya melalui kartu identitas dan
pengukuhan keberadaannya.

12

Mohammad Daud Ali, 1990, Hukum Islam, Raja Grafndo Persada, Jakarta, hal. 7
Ibid, hal. 8
14
JEFFREY R. SEUL, ‘Ours is the Way of God’: Religion, Identity, and Intergroup Confictt, Journal
of Peace Research, vol. 36, no. 5, 1999, hal. 561
13

15

BAB III
KESIMPULAN
Polemik yang terjadi mengenai pro dan kontra penghapusan kolom agama
di dalam KTP menjadi perbincangan hangat selama 3 tahun ini dengan diawali
oleh pernyataan Kemendagri. Dari sini saya simpulkan pembahasan permbahasan
yang tadi saya paparkan diantaranya :
a. Mengenai penghapusan kolom agama di dalam tinjauan hukum yuridis
konstitusional nya yaitu UU No. 24 tahun 2013 dimana para penghayat
kepercayaan boleh mengosongkan kolom agama. Hal ini dilakukan demi
untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat yang memiliki keyakinan
diluar 6 agama yang diakui. Negara Indonesia adalah negara yang
mengakui adanya ketuhanan dalam ideologinya yang menunjukkan
bahwa pondasi pendukung keberlangsungan negara adalah kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Namun di dalam kondisi lapangan sendiri,
diskriminasi dalam pelayanan publik dari pemerintah masih terjadi di
dalam praktiknya.
b. Pro Kontra yang terjadi di masyarakat berasal dari sentimen yang berasal
dari sisi historis dan agamis serta dari sisi penyeleggaraan pemerintahan
itu sendiri yang berhadapan dengan keadilan. Kubu Pro memiliki dalih
yang membenarkan penghapusan kolom agama dalam KTP diantaranya :

1. Kolom Agama di KTP Tidak Sesuai Dengan Konsep Hak atas
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia yang mana
masih banyak sekali keyakinan keyakinan yang ada di masyarakat
yang enggan muncul ke permukaan karena takut didiskriminasi.
2. 2. Kolom Agama di KTP hanya berlaku bagi agama yang diakui oleh
pemerintah yang mana menyebabkan tidak didukungnya hak para
pemeluk keyakinan.
Di kubu Kontra juga muncul argumen bahwa :
1. Kolom Agama Adalah Perwujudan Indonesia Sebagai Negara
Berketuhanan dimana sejak berdiri negara ini para founding father
sudah disetujui bahwa negara Indonesia berketuhanan.
2. Urgensi Mempertahankan Kolom Agama di KTP dilihat dari Segi
Fungsi yang mana untuk data kependudukan demi keperluan
pemenuhan hak oleh pemerintah kepada warganya dalam bentuk
pelayanan publik secara tepat guna.
16

3. Penghapusan kolom agama bertentangan dengan UU No. 24 tahun
2013
c.Tanggapan

masyarakat

mengenai

hal

ini

tentu

beragam

dan

Pemenuhan hak asasi manusia memang perlu ditegakan untuk
menjamin keadilan dan kesetaraan yang menjadi kesatuan sesuai yang
dicita citakan bangsa Indonesia

17

Daftar Pustaka
Kansil, C.S.T ., 1986, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai
Pustaka : Jakarta
Soegito dkk., 2016, Pendidikan Pancasila, UNNES Press : Semarang
Sunarto dkk., 2016, Pendidikan Kewarganegaraan Di Perguruan Tinggi, UNNES
Press : Semarang
Muladi., 2009, Hak Asasi Manusia: Hakekat, Konsep, dan Implikasinya dalam
Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refka Aditama : Bandung
Daud Ali,Mohammad., 1990, Hukum Islam, Raja Grafndo Persada : Jakarta
Syam, Firdaus., 2011, DILEMA PLURALITAS: HAMBATAN ATAU PENGUATAN
DEMOKRASI BANGSA INDONESIA?, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 14 No. 2
(2011).
Tri Wahyudi, Teguh: PERNIKAHAN DI PAGUYUBAN WARGA HARDO PUSORO:
ANTARA
RITUAL
DAN
KONSTITUSI
diakses
dari
https://www.researchgate.net/publication/318208499, 12 Oktober 2017
SEUL, JEFFREY R.., 1999, ‘Ours is the Way of God’: Religion, Identity, and
Intergroup Confictt, Journal of Peace Research, vol. 36 no. 5 (1999)
Risalah sidang Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XIV/2016 tanggal 6 Desember
2016
Undang Undang Dasar 1945
Undang Undang No. 24 tahun 2013 Tentang perubahan atas Undang Undang
No. 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
BPS,

Statistik

politik

2016,

pada

https://www.bps.go.id/website/pdf_publikasi/Statistik-Politik-2016--.pdf,
terakhir diakses 14 Oktober 2017 jam 17.50
NN, ‘Ahli: Pengosongan Kolom Agama Timbulkan Diskriminasi Pelayanan
Publik’, pada http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?
page=web.Berita&id=13736&menu=2 pada 12 Oktober 2017 jam
12.29
18

NN, ‘Mendagri Sebut Kolom Agama di e-KTP Boleh Kosong’, pada
http://news.liputan6.com/read/2130261/mendagri-sebut-kolom-agamadi-e-ktp-boleh-kosong pada 12 Oktober 2017 jam 12.40
NN, ‘Ini Alasan Mendagri Perbolehkan Kolom Agama di KTP Kosong, pada
https://nasional.tempo.co/read/748033/ini-alasan-mendagriperbolehkan-kolom-agama-di-ktp-kosong pada 13 Oktober 2017 jam
16.05

19