PENGARUH CARA PEMBERIAN OBAT TERHADAP AB

PERCOBAAN 1
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORPSI OBAT
I. Tujuan Percobaan
I.1. Mengenal cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
I.2. Mempraktekkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
I.3. Membandingkan cara-cara pemberian obat terhadap kecepatan absorpsinya,
menggunakan data farmakologi sebagai tolak ukurnya.
II.

Tinjauan Pustaka
Obat merupakan semua zat baik kimiawi, hewani, maupun nabati yang dalam
dosis sesuai dapat menyembuhkan, meringankan, atau mencegah penyakit berikut
gejalanya. Beberapa obat dapat menimbulkan efek yang berbahaya bila tidak tepat
pemberiannya. Rute pemberian obat terutama dipengaruhi oleh sifat obat,
kestabilan obat, tujuan terapi, kecepatan absorbsi yang diperlukan, kondisi pasien,
keinginan pasien, dan kemungkinan efek samping. Pemakaian obat dikatakan
tidak tepat apabila kemungkinan untuk memberikan manfaat kecil atau tidak ada
sama sekali, sedangkan kemungkinan manfaatnya tidak sebanding dengan
kemungkinan efek samping atau biayanya(Nafis, et al, 2013).

Perjalanan obat itu sendiri dalam tubuh melalui 4 tahap (disebut fase
farmakokinetik), yaitu : (Anief, 2007).
a. Absorbsi
Yaitu pengambilan obat dari permukaan tubuh atau dari tempat-tempat tertentu
dalam organ ke dalam aliran darah atau sistem pembuluh limfe. Dari aliran
darah atau sistem pembuluh limfe terjadi distribusi obat ke dalam organisme
keseluruhan. Karena obat baru berkhasiat apabila berhasil mencapai
konsentrasi yang sesuai pada tempat kerjanya, maka suatu absorbsi yang cukup
merupakan syarat untuk suatu efek terapeutik, sejauh obat tidak digunakan
secara intravasal atau tidak langsung dipakai pada tempat kerjanya. Dikatakan

cukup apabila kadar obat yang telah diabsorbsi tidak melewati batas KTM,
yaitu Kadar Toksik Minimum, namun masih beraa di dalam batas KEM, yaitu
Kadar Efektif Minimum.
b. Distribusi
Yaitu proses penyebaran zat aktif yang telah masuk ke peredaran darah ke
seluruh tubuh, baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
c. Metabolisme dan Ekskresi (Eliminasi)
Obat harus melalui proses metabolisme dahulu agar dapat dikeluarkan dari
badan. Dimana pada saat inilah badan berusaha merubahnya menjadi metabolit

yang bersifat hidrofil agar mudah dikeluarkan melalui sistem ekskresi, misal
lewat anus, paru, kulit, dan ginjal.
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barter
absorbsi adalah membran epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua
membran sel di tubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar
dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan
lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air) (Ganiswara, 2008).
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk ke
dalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2,
yaitu enternal dan parenteral.(Priyanto, 2008)
a. Jalur Enternal
Jalur enternal berati pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),
seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.
Pemberian obat melalui oral merupakan jalur pemberian obat yang paling
banya digunakan karena paling murah, paling mudah, dan paling aman.
Kerugian dari pemberian obat melalui jalur enternal adalah absorbsinya
lambat, tidak dapat diberikan pada pasien tidak sadar atau tidak dapat
menelan.
b. Jalur Parenteral

Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah
transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam trakea

menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat melalui jalur
ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.

III.

Metode Percobaan
3.1 Alat
a. Baskom
b. Gelas beker 250 ml
c. Labu ukur
d. Neraca analitik
e. Sarung tangan
f. Spuit injeksi dan jarum (1 ml)
g. Stopwatch
3.2 Bahan
a. Diazepam 2 mg
b. Larutan stok CMC

3.3 Hewan Uji
a. Mencit

3.4 Cara Kerja
Hewan uji dibagi menjadi 5
kelompok, masing-masing 2 ekor.

Hewan uji ditimbang untuk
memperhitungkan volume diazepam
yang akan diberikan.

Diazepam diberikan pada hewan uji
ditiap kelompok dengan cara oral,
s.c., i.m.,i.p., dan i.v.

Hewan uji diamati dan dicatat waktu
hilangnya refek badan serta waktu
kembali refek balik badan.

Hewan uji dihitung onset dan durasi

waktu tidur Diazepam dari masingmasing kelompok.

Bandingkan dengan uji statistik
“analisa varian pola searah”
dengan taraf kepercayaan 95%

IV.

Hasil Praktikum
IV.1.

Kel.

1

2

Cara

BB


Vol.

Gerak Reflek

Pemberian

(gram

Pemberian

Hilang

Oral

)
33,6

0,1 mL


Intra
peritoneal

3

Data Hasil Percobaan

Intra

Onset

Durasi

Kembali
2 menit
6 menit

2 menit

4 menit 14


26,0

11 detik
1 menit

25 detik
9 menit

11 detik
1 menit

detik
8 menit 32

27,0
29,5

0,1 mL


14 detik
2 menit
11 menit

16 detik
8 menit
14 menit

14 detik
2 menit
11 menit

detik
6 menit
3 menit 5

29,0

0,05 mL


41 detik
3 menit 6

36 detik
3 menit

41 detik
3 menit 6

detik
40 detik

28,6

detik
1 menit

46 detik
2 menit


detik
1 menit

46 detik

25,6

0,05 mL

44 detik
9 menit

30 detik
11 menit

44 detik
9 menit

2 menit 8

55 detik
2 menit

47 detik
1 menit

detik
1 menit 15
detik
1 menit 2

muskular

4

Subkutan

5

Subkutan

28,82

0,05 mL

47 detik
1 menit

6

Intra vena

24,6

0,05 mL

30 detik
4 menit

45 detik
5 menit

30 detik
4 menit

7

Intra vena

29,40

0,05 mL

30 detik
6 menit

32 detik
7 menit

30 detik
6 menit

54 detik

31 detik

54 detik

IV.2.

Perhitungan

Dosis Diazepam

detik
23 etik

2 mg x 0,00261 = 0,0052mg/20 gram
1.

Perhitungan Volume Pemberian per Oral

a. Mencit 1 (BB 33,60 gram)
33,60 gram
x 0,0052mg=0,0087 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0087 mg=0,87 mg
0,1 ml
Jadi, 0,87mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 0,87 mg=334, 95 mg
2 mg
0,0087 mg
x 10 ml=0,00025 ml
334,95 mg
b. Mencit 2 (BB 26,00 gram)
26,00 gram
x 0,0052mg=0,0067 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0067 mg=0,67 mg
0,1 ml
Jadi, 0,67mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume Pemberian
770 mg
x 0,67 mg=257,95 mg
2 mg
0,0067 mg
x 10 ml=0,00025 ml
257,95 mg
2.

Perhitungan Volume Pemberian Intra Peritoneal

a. Mencit 1 (BB 27,00 gram)
27,00 gram
x 0,0052mg=0,0070 mg
20 gram

Larutan stok
10 ml
x 0,0070 mg=0,70 mg
0,1 ml

Jadi, 0,70mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume Pemberian
770 mg
x 0,70 mg=269, 5 mg
2 mg
0,0070 mg
x 10 ml=0,00025 ml
269,5 mg
b. Mencit 2 (BB 29,50 gram)
29,50 gram
x 0,0052mg=0,0076 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0076 mg=0,76 mg
0,1 ml
Jadi, 0,76mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 0,76 mg=292, 6 mg
2 mg
0,0076 mg
x 10 ml=0,00025 ml
292,6 mg
3.

Perhitungan Volume Pemberian Intra Muskular
a. Mencit 1 (BB 29,00 gram)
29,00 gram
x 0,0052mg=0,0075 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0075 mg=1,5 mg
0,05 ml
Jadi, 1,5 mg CMC dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume Pemberian
770 mg
x 1,5 mg=57,75 mg
2 mg
0,0075 mg
x 10 ml=0,00012 ml
57,75 mg
b. Mencit 2 (BB 28,60 gram)
28,60 gram
x 0,0052mg =0,0074 mg
20 gram
Larutan stok

10 ml
x 0,0074 mg=1,48 mg
0,05 ml
Jadi, 1,48 mg CMC dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 1,48 mg=569,8 mg
2 mg
0,0074 mg
x 10 ml=0,000129 ml
569,8 mg
4.

Perhitungan Volume Pemberian Subkutan
a. Mencit 1 (BB 25,60 gram)
25,60 gram
x 0,0052mg=0,0066 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0066 mg=1,32 mg
0,05 ml
Jadi, 1,32 mg CMC dilarutkan dalam air sampai10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 1,32 mg=508,2 mg
2 mg
0,0066 mg
x 10 ml=0,000129 ml
508,2 mg

b. Mencit 2 (BB 26,82 gram)
26,82 gram
x 0,0052 mg=0,0069mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0069 mg=1,38 mg
0,05 ml
Jadi, 1,38 mg CMC dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 1,38 mg=531,3 mg
2 mg
0,0069 mg
x 10 ml=0,000129 ml
531,3 mg

5.

Perhitungan Volume Pemberian Intra Vena
a. Mencit 1 (BB 24,60 gram)
24,60 gram
x 0,0052mg=0,0063 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0063 mg=1,26 mg
0,05 ml
Jadi, 1,26mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 1,26 mg=485,1mg
2 mg
0,0063 mg
x 10 ml=0,000129 ml
485,1 mg
b. Mencit 2 (BB 29,40 gram)
29,40 gram
x 0,0052mg=0,0076 mg
20 gram
Larutan stok
10 ml
x 0,0076 mg=1,52 mg
0,05 ml
Jadi, 1,52mg dilarutkan dalam air sampai 10 mL.
Volume pemberian
770 mg
x 1,52 mg=585,2 mg
2 mg
0,0076 mg
x 10 ml=0,000129 ml
585,2 mg

IV.3.

Hasil Analisis Data
Test of Homogeneity of Variances
Levene
Statistic
.
.

Onset
Durasi

df1
4
4

df2
.
.

Sig.
.
.

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
Onset

Statistic

Shapiro-Wilk
Df

Sig.

,230

10

,143

,825

10

,029

,203

10

,200*

,860

10

,076

Durasi

*. This is a lower bound of the true significance.
a. Lilliefors Significance Correction

ANOVA
Sum of

Mean

Squares

df

Square

F

Sig.

oBetween Groups

39,142

4

9,786

,597

,681

nWithin Groups

81,940

5

16,388

e

121,082

9

t
dBetween Groups

52,642

4

13,161

4,787

,058

uWithin Groups

13,746

5

2,749

66,388

9

sTotal

r Total
a
s
i

Test Statisticsa,b
Onset
Durasi
Chi-Square
2,945
7,964
Df
4
4
Asymp. Sig.
,567
,093
a. Kruskal Wallis Test
b. Grouping Variable: rute pemberian

V.

Pembahasan
Pada praktikum ini melakukan percobaan pengaruh cara pemberian terhadap
absorbsi obat dengan hewan uji yaitu mencit. Obat yang diberikan yaitu diazepam
yang sifatnya larut dalam lemak, dengan lima cara pemberian yaitu peroral, intra
peritoneal, subkutan, intra vena, dan intra muskular.
Dari hasil pengamatan masing-masing kelompok diperoleh onset dan durasi
yang berbeda. Onset merupakan waktu mulai timbulnya efek setelah pemberian
obat, sedangkan durasi adalah waktu lamanya efek sampai efek obat tersebut
hilang. Berdasarkan teoritis onset yang paling cepat adalah intra vena, intra
peritoneal, subkutan, dan per oral(Anief,2007). Sedangkan pada percobaan
ditemukan yang memiliki onset paling cepat yaitu oral dengan rata-rata
membutuhkan waktu 1 menit dibandingkan intra muskular 2 menit, intra vena 5
menit, subkutan 5 menit, dan intra peritoneal 6 menit. Sementara itu durasi yang
paling singkat yaitu intra muskular dengan rata-rata membutuhkan waktu kurang
dari 1 menit , intra vena 1 menit , subkutan 1 menit, intra peritoneal 4 menit, dan
per oral 6 menit. Berdasarkan pengamatan maka hal ini tidak sesuai dengan
teoritis.

Adanya variasi onset dan durasi dari tiap-tiap cara pemberian dapat disebabkan
oleh beberapa hal, meliputi :
1.

Kondisi hewan uji dimana masing-masing hewan uji sangat bervariasi yang
meliputi produksi enzim, berat badan dan luas dinding usus, serta proses
absrobsi pada saluran cerna.

2.

Faktor teknis yang meliputi ketetapan pada tempat penyuntikan dan
banyaknya volume pemberian pada hewan uji.

Dari pengamatan yang dilakukan didapatkan bahwa mencit yang telah
kehilangan reflek balik badan, kadang bangun dan melanjutkan aktivitasnya
namun kemudian tidur kembali. Hal inilah yang disebut dengan proses redistribusi
obat dalam tubuh, yaitu proses dimana obat dari tempat kerjanya menuju ke
jaringan-jaringan yang lain merupakan salah satu faktor yang dapat menghentikan
kerja obat.
Dari test yang dilakukan pada percobaan terhadap homogenitas serta normalitas
terdapat homogenitas yang kurang dari 0,05 dan homogenitas lebih dari 0,05,
kemungkinan ada terjadi perbedaan yang bermaknaatau sentifikan pada
pemberian dari kelima rute pemberian terhadap onset dan hal ini sesuai dengan
teoritis berdasarkan hasil statistik. Apabila homogenitas dan normalitas
didapatkan hasil yang lebih dari 0,05 maka tidak ada perbedaan yang bermakna
dari kelima rute pemberian tersebut.

VI.

Penutup
VI.1.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan
bahwa :
a. Cara pemberian obat berpengaruh terhadap kecepatan absorbsi obat, hal
ini juga berpengaruh terhadap onset dan durasi.
b. Onset yang paling cepat dari kelima cara pemberian secara berturut-turut
yaitu oral dengan rata-rata membutuhkan waktu 1 menit dibandingkan
intra muskular 2 menit, intra vena 5 menit, subkutan 5 menit, dan intra
peritoneal 6 menit.
c. Durasi yang paling singkat dari kelima cara pemberian secara berturutturut yaitu intra muskular dengan rata-rata membutuhkan waktu kurang
dari 1 menit , intra vena 1 menit , subkutan 1 menit, intra peritoneal 4
menit, dan per oral 6 menit.
d. Cara pemberian obat yang baik apabila onset yang dihasilkan cepat dan
durasi dalam obat panjang.

VI.2.

Lampiran

1. Apakah faktor yang dapat mempengaruhi absorbsi obat dari saluran
cerna ?
Jawab :
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses absorpsi obat dalan saluran
cerna, yaitu:
a. Bentuk sediaan
Terutama berpengaruh terhadap kecepatan absorpsi obat yang secara
tidak langsung mempengaruhi intensitas respon biologis obat.dalam
bentuk sediaan yang berbeda, maka proses absorpsi obat memerlukan
waktu yang berbeda dan jumlah ketersediaan hayati yang berlainan.
b. Sifat fisik dan Kimia obat
Bentuk ester, asam dan garam kompleks dari bahan obat dapat
mempengaruhi kelarutan dan proses absorpsi obat. Selain itu bentuk
kristal/poimorfi kelarutan dalam lemak atau air, dan derajat ionisasi
juga mempengaruhi proses absorpsi.
c. Faktor biologis

pH saluran cerna, sekresi cairan lambung, gerakan saluran cerna,
waktu pengosongan lambung dan waktu transit dalam usus, serta
banyaknya pembuluh darah pada tempat absorpsi.
d. Faktor lain
Umur, makanan,adanya interaksi obat dengan senyawa lain dan
penyakit tertentu.
2.

Jelaskan

bagaimana

cara

pemberian

obat

dapat

mempengaruhi onset dan durasi obat ?
Jawab:
a. Per oral. Sebagian besar obat diberikan melalui mulut dan ditelan.
Beberapa obat ( misalnya: alkohol dan aspirin ) dapat diserap dengan
cepat dari lambung, tetapi kebanyakan obat diabsorpsi sebagian besar
melalui usus halus. Absorpsi obat melalui usus halus, pengukuran
yang dilakukan terhadap absorpsi obat baik secara in vivo maupun
secara in vitro, menunjukan bahwa mekanisme dasar absorpsi obat
melalui usus halus ini adalah secara transfer pasif. Di mana kecepatan
obat ditentukan oleh derajat ionisasi obat dan lipid solubilitas dari
molekul obat tersebut
b. Pemberian obat secara suntikan intravena. Pemberian obat secara
intravena adalah cara yang paling cepat dan paling pasti. Suatu
suntikan tunggal intravena akan memberikan kadar obat yang sangat
tinggi yang pertama-tama akan mencapai paru-paru dan kemudian ke
sirkulasi sistemik. Kadar puncak yang mencapai jaringan tergantung
pada kecepatan suntikan yang harus diberikan secara perlahan-lahan
sekali. Obat-obat yang berupa larutan dalam minyak dapat
menggumpalkan darah atau dapat menyebabkan hemolisa darah,
karena itu tidak boleh diberikan secara intravena.
c. Pemberian obat suntikan subkutan. Suntikan subkutan hanya bias
dilakukan untuk obat-obat yang tidak menyebabkan iritasi terhadap
jaringan karena akan menyebabkan rasa sakit hebat, bnekrosis dan

pengelupasan kulit. Absorpsi melalui subkutan ini dapat pula
bervariasi sesuai dengan yang diinginkan.
d. Pemberian suntikan intramuskuler ( IM ). Obat- obat yang larut dalam
air akan diabsorbsi dengan cepat setelah penyuntikan IM. Umumnya
kecepatan absorpsi setelah penyuntikan pada muskulus deloid atau
vastus lateralis adalah lebih cepat dari pada bila disuntikkan pada
gluteus maximus. Pemberian suntikan intra-anterial. Kadang-kadang
obat disuntikan ke dalam sebuah arteri untuk mendapatkan efek yang
terlokalisir pada jaringan atau alat tubuh tertentu. Tetapi nilai terapi
cara ini masih belum pasti. Kadang-kadang obat tertentu jug a
disuntikan intraarteri untuk keperluan diagnosis. Sutikan intraarteri
harus dilakukan oleh orang yang benar-benar ahli. Pemberian suntikan
intratekal. Dengan cara ini oabt langsung disuntikkan ke dalam ruang
subaraknoid spinal. Suntikan intratekal dilakukan karena banyak obat
yang tidak dapat mencapi otak, karena adanya sawar darah
otak(Munaf,1994 ).
e. Pemberian suntikan intra-peritonial. Rongga peritoneum mempunyai
permukaan absorpsi yang sangat luas sehingga obat dapat masuk ke
sirkulasi sistemik secara cepat. Cara ini banyak digunakan di
laboratorium tetapi jarang digunakan di klinik karena adanya bahaya
infeksi dan perlengketan peritoneu(Munaf,1994 ).
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian masing-masing cara
pemberian obat !
Jawab :
a. Cara Pemberian Obat Oral
1) Keuntungan
a) Tidak diperlukan latihan khusus
b) Mudah, ekonomis, tidak perlu steril
2) Kerugian

a) Rasa

yang

tidak

enak

dapat

mengurangi

kepatuhan (mual)
b) Dapat

mengiritasi

lambung

dan

usus,

menginduksi mual
c) Pasien harus dalam keadaan sadar.
b. Cara Pemberian Obat Subkutan
1) Keuntungan
a) Diperlukan latihan sederhana
b) Absorbsi cepat obat larut dalam air
c) Mencegah kerusakan sekitar saluran cerna
2) Kerugian
a) Rasa sakit dan kerusakan kulit
b) Tidak dapat dipakai jika volume obat besar
c) Bioavibilitas bervariasi, sesuai lokasi
c. Cara pemberian Obat Intra Peritoneal
1)

Keuntungan
Obat yang disuntikkan dalam rongga peritonium
akan diabsorpsi cepat, sehingga reaksi obat akan
cepat terlihat
2) Kerugian
Resiko

kesalahan

penyuntikan

menyebabkan

kerusakan organ
d. Cara Pemberian Obat Intra muskuler
1) Keuntungan
Absorpsi

berlangsung

dengan

cepat,

dapat

diberikan pada pasien sadar atau tidak sadar
2) Kerugian
a) Rasa sakit
b) Tidak dapat dipakai pada gangguan bekuan
darah

c) Bioavibilitas berfariasi.
d) Obat

dapat

menggumpal

penyuntikan.
e. Cara Pemberian Obat Intra vena
1) Keuntungan
a) Cepat mencapai konsentrasi
b) Dosis tepat
c) Mudah mentitrasi dosis
2)

Kerugian
a) Konsentrasi awal tinggi
b) Toksik invasiv
c) Risiko infeksi
d) Memerlukan tenaga ahli

pada

lokasi

VII.

Daftar Pustaka
Anief.2007.Farmasetika.UGM Press:Yogyakarta
Ganiswara,Sulistia G.2008.Farmaologi dan Terapi Edisi Revisi V.Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:Jakarta
Nasif,H.,Yuned,M., dan Muchtar,H.(2013).Kajian Penggunaan Obat Intravena di
SMF Penyakit Dalam Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.Jurnal Sains dan
Teknologi

Farmasi(Vol.18

No.1

ISSN

1410-0177).Fakultas

Universitas Andalas:Padang
Priyanto.2008.Farmakologi Dasar Edisi II.Leskonfi:Depok

Farmasi