PENERAPAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENU

PENERAPAN POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENUMBUHKAN
KEMANDIRIAN PADA ANAK USIA BALITA
DI LINGKUNGAN UPTD SKB KOTA CIMAHI
RINI MARINI
e-mail : orienmarini@yahoo.com

UPTD SKB KOTA CIMAHI
ABSTRAK
Penelitian ini mengangkat permasalahan tentang belum meratanya penerapan pola asuh
orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak usia dini. Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh orang tua dalam menumbuhkan
kemandirian pada anak balita. 2. Untuk mengetahui kemandirian anak balita dalam berperilaku
(mandi, berpakaian, makan dan bermain). 3. Untuk mengetahui kecenderungan pola asuh yang
digunakan oleh orang tua dalam menumbuhkan kemandirian pada anak.
Hasil penelitian memperlihatkan pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
menumbuhkan sikap mandiri pada anak balita telah berjalan baik. Hal ini dapat dilihat dari
adanya bimbingan dan arahan orang tua, memberikan contoh sikap mandiri yang baik serta
memberikan nasehat dalam berbagai kegiatan dan kesempatan dengan menggunakan pola
interaksi yang menggunakan pola kemitraan dan pola teman. Agar dalam interaksi anak tidak
merasa canggung dan takut pada orang tua, sehingga tujuan pola asuh untuk menumbuhkan
sikap mandiri dan juga terbentuknya anak-anak yang mandiri serta terbinanya keluarga

khususnya anak-anak mandiri dapat terwujud.
Kesimpulan, para orang tua membutuhkan tentang pendidikan anak usia dini karena
mereka beranggapan bahwa pola asuh dalam keluarga merupakan salah satu jalur pendidikan
luar sekolah yang bersifat mendasar, dimana dalam pendidikan keluarga didalamnya terdapat
proses pembelajaran yang dilakukan oleh orang tua dan anak, semakin kompleksnya
kehidupan dewasa ini, maka pendidikan keluarga dalam hal ini pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua bagi anak usia dini semakin penting.
Kata Kunci : Pola Asuh, Kemandirian, Anak Usia Balita

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu upaya
untuk membina manusia agar menjadi warga
negara yang baik dan berkepribadian sesuai
dengan
tujuan
Pendidikan
Nasional
berdasarkan Pancasila dan UUD 45. Tujuan
Pendidikan Nasional yang tercantum di dalam

Bab II Pasal 3 Undang-Undang No. 20 tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
bahwa:
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk
berkembang-nya potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri
dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”
Dalam rangka mewujudkan tujuan
Pendidikan Nasional tersebut keluarga
terutama orang tua sangat berpengaruh
terhadap perkembangan pendidikan anak, agar
anak memiliki kepribadian. Kepribadian
merupakan aspek kependidikan yang harus
dikembangkan pada setiap manusia mulai dari
usia dini sebagai titik awal agar peserta didik
dapat
mengembangkan

dirinya
lebih
sempurna. Dalam hal ini inti perubahan
pendidikan adalah perkembangan moral anak.
Menurut Zakiah Daradjat (1988:63) Perilaku
moral adalah Kelakuan yang sesuai dengan
ukuran-ukuran/nilai-nilai masyarakat, yang
timbul dari hasil dan bukan paksaan dari luar,
yang disertai pula oleh rasa tanggung jawab
atas kelakuan/tindakan tersebut. Tindakan itu
haruslah mendahulukan kepentingan umum
daripada kepentingan sendiri. Perilaku moral
akan menuju kepada pengertian akhlak (Moral
Islam), sehingga perilaku moral dalam
penelitian ini diartikan sebagai manifestasi
sikap seseorang dalam perbuatannya seharihari, baik terhadap Tuhan, sesama manusia
atau terhadap lingkungan.
Faktor pendidikan orang tua dalam
keluarga sangat penting, karena tingkat
pendidikan orang tua mempunyai pengaruh

terhadap cara mereka mendidik anak-anak,
dengan berbekal pengalaman pendidikan yang
ditempuh maka, setiap orang tua akan
berusaha membimbing dan mengarahkan anak
sebaik-baiknya.

Semua orang tua ingin mendidik
anaknya dengan baik supaya anak bisa mandiri
dan
bertanggung jawab
atas
segala
perbuatannya, namun seringkali keinginannya
hanya tinggal keinginan, karena banyak orang
tua yang tidak tahu cara yang efektif untuk
mewujudkannya, padahal kemandirian pada
anak berawal dari keluarga, serta dipengaruhi
oleh pola asuh orang tua, karena di dalam
keluarga orang tua yang berperan dalam
mengasuh, membimbing, dan membantu

mengarahkan anak untuk menjadi mandiri.
Mengingat masa kanak-kanak dan remaja
merupakan masa yang penting dalam proses
kemandirian,
maka
pemahaman
dan
kesempatan yang diberikan orang tua kepada
anak-anak dalam meningkatkan kemandirian
amatlah krusial. Untuk dapat mandiri
seseorang
membutuhkan
kesempatan,
dukungan dan dorongan dari keluarga dan
lingkungan sekitarnya dan peran serta orang
tua dalam menumbuhkan kemandirian diri
pada anak sangat penting.
Berdasarkan
latar
belakang

permasalahan di atas, maka kemandirian diri
pada anak sangat penting, mengingat
kemandirian akan banyak memberikan
dampak yang positif bagi perkembangan anak,
maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada
anak sedini mungkin, dan penulis merasa
tertarik untuk lebih memahami dan
mengetahui tentang pola asuh orang tua atau
keluarga dalam menumbuhkan kemandirian
diri pada anak, maka penulis mengambil judul
penelitian yaitu “Penerapan Pola Asuh
Orang
Tua
Dalam
Menumbuhkan
Kemandirian pada Anak Usia Balita di
Lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi”.
B. Identifikasi Masalah
Bertitik tolak dari uraian di atas dan
juga didukung dengan hasil pengamatan secara

langsung di lapangan, maka penulis
mendapatkan data-data sebagai berikut:
1. Seorang anak memperoleh pendidikan
yang pertama di lingkungan keluarga,
dimana pendidikan yang diterima anak
cenderung akan mempengaruhi sikap dan
perilaku anak, sebab pendidikan yang
paling pertama diikuti dan dialami oleh
anak
dalam
keluarga
merupakan

pendidikan yang paling dasar untuk
mendidik dan mengarahkan anak, dimana
pada usia balita anak perlu dilatih untuk
dapat menolong diri sendiri dan
mempercayai bahwa dirinya akan mampu
menyelesaikan berbagai tantangan hidup
sendiri. (Jassin Tuloli:1991).

2. Anak perlu dibimbing untuk dapat mandi
sendiri, makan sendiri, berpakaian sendiri
dan dapat bermain sendiri. (Siti Rahayu
Haditono, 1993:12).
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah di atas
maka, penulis membatasi masalah pada
keluarga yang mempunyai anak balita yang
berusia antara 3-5 tahun, yang berada di
lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi.
Oleh karena itu sesuai dengan
kemampuan penulis, maka pembatasan
masalah di atas dapat dirumuskan masalahnya
sebagai berikut: ”Bagaimana Penerapan Pola
Asuh Orang Tua Dalam Menumbuhkan
Kemandirian pada Anak Usia Dini”.
D. Pertanyaan Penelitian
Untuk memudahkan dan mengarahkan
dalam penelitian serta pembahasannya maka
penulis mengemukakan pertanyaan sebagai

berikut:
1. Bagaimana pola asuh yang diterapkan
orang
tua
dalam
menumbuhkan
kemandirian pada anak usia 3 - 5 tahun di
lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi?
2. Bagaimana kemandirian anak usia 3 - 5
tahun dalam berperilaku mandi, makan,
berpakaian dan bermain?
3. Bagaimana kecenderungan pola asuh yang
digunakan oleh orang tua dalam
menumbuhkan kemandirian pada anak usia
3 – 5 tahun di lingkungan UPTD SKB Kota
Cimahi?
E. Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk
mengetahui pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua dalam menumbuhkan kemandirian

pada anak balita; mengetahui kemandirian
anak balita dalam berperilaku; serta untuk
mengetahui kecenderungan pola asuh yang
digunakan
oleh
orang
tua
dalam
menumbuhkan kemandirian pada anak.

KAJIAN TEORI DAN METODE
A. A. Pola Asuh Orang Tua
1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pengertian pola asuh dalam
penelitian ini diartikan sebagai sikap,
prilaku atau tindakan tertentu yang
berkenaan dengan orang tua, dalam
mendidik anak-anaknya.
2. Tipe-Tipe Pola Asuh
Henry C. Ligren dalam Syamsu

Yusuf L N (1989:25) membagi pola
asuh orang tua sebagai berikut:
a.
Pola asuh otoriter ciri-cirinya
antara lain orang tua bertindak keras,
memaksakan disiplin, memberikan
perintah dan larangan anak harus
mematuhi peraturan-peraturan orang
tua dan tidak boleh membantah
orang tua, orang tua disini sangat
berkuasa.
b. Laissez Faire, memiliki ciri antara
lain : membiarkan anak bertindak
sendiri
dan
memonitor,
dan
membimbingnya
bersifat
masa
bodoh, membiarkan apa saja yang
dilakukan
anak,
kurangnya
kehangatan yang akrab dalam
keluarga.
c. Demokratis, memiliki
ciri-ciri
orang tua dalam menentukan
peraturan
terlebih
dahulu
mempertimbangkan
dan
memperhatikan keadaan, perasaan,
dan pendapat anak, musyawarah
dalam mencari jalan keluar suatu
permasalahan,
hubungan
antar
keluarga saling menghormati ,
adanya hubungan yang harmonis
antara anggota keluarga, adanya
komunikasi dua arah, memberikan
bimbingan dengan penuh pengertian.
d. Permisif ditandai dengan adanya
sikap orang tua yang mengalah dan
menerima, selalu menuruti kehendak
anak, memberikan penghargaan yang
berlebihan, mengalah dan selalu
memberikan
perhatian
yang
berlebihan.
3. Pengaruh
Bentuk-Bentuk
Pengasuhan Terhadap Perilaku Anak
a.
Pengaruh pengasuhan otoriter
terhadap perilaku anak

Orang tua yang otoriter
cenderung mempunyai anak yang
secara sosial tidak kompeten, jarang
mengambil
inisiatif
dalam
berinteraksi sosial dan mungkin
menghindar dari interaksi sosial.
Mereka juga merasa bahwa control
yang ketat dari orang tua terhadap
mereka adalah karena mereka belum
mampu bertanggung jawab. Dari
sifat
orang
tua
yang
“overprotection”
menyebabkan
perasaannya tidak aman, agresif dan
dengki, mudah merasa gugup,
melarikan diri dari kenyataan, sangat
tergantung, ingin menjadi pusat
perhatian,
bersikap
menyerah,
kurang
mampu
dalam
mengendalikan emosi, menolak
tanggung jawab, kurang percaya diri,
mudah terpengaruh, sulit dalam
bergaul, pemalu, suka mengasingkan
diri dan tidak dapat bekerja sama.
b. Pengaruh pengasuhan Laizes faire
terhadap perilaku anak
Pengasuhan ini yang cenderung
membiarkan anak (tidak peduli) dan
cenderung membebaskan anak, maka
pola perilaku sosial anak pun akan
kurang sehat pula, karena merasa
dibebaskan,
anak-anak
yang
dibesarkan
dalam
lingkungan
keluarga seperti ini akan menerapkan
pola perilaku sosial yang sama
terhadap kelompok sosialnya. Anak
akan bebas dalam bergaul, dan
segala jenis peraturan atau hukuman
dan sejenisnya telah diabaikan. Sikap
anak cenderung tidak patuh, tidak
bertanggung jawab, agresif dan
teledor, berkuasa, terlalu percaya
diri, mencari perhatian, karena anak
kurang perhatian dari orang tua.
Selain itu anak menjadi mudah
frustasi. Setelah dewasa mereka juga
sulit menguasai emosi dan tidak
memiliki tujuan hidup.
Mereka juga akan cenderung
kekanak-kanakan
dan
kurang
memperlihatkan control diri karena
tidak diajarkan untuk bertanggung
jawab dan tidak diajarkan untuk
memimpin, maka setelah dewasa
akan menyebabkan anak tidak
memiliki rasa tanggung jawab dan

tidak mampu memimpin. Bagi
perkembangan sosial anak tidak baik,
karena kebebasan yang diberikan
orang tua tidak disertai keterlibatan
kasih sayang, apalagi perhatian.
Sebab hal tersebut didasari oleh
sikap orang tua yang hanya
memikirkan hal yang berkaitan
dengan materi dan obsesi untuk
mencapai sesuatu.
c. Pengaruh Pengasuhan Demokrasi
Terhadap Perilaku Anak
Dari sikap orang tua yang
kontrol dan terarah, juga mendorong
anak untuk menyatakan pendapat
atau pertanyaan, menjadikan anak
memiliki prilaku sosial yang sehat
seperti senang bersahabat, memiliki
rasa percaya diri, dan mau berkerja
sama. Karena perlakuan yang
demokratis dari orang tua seperti
menghargai anak sebagai individu
atau subjek, akan berpengaruh positif
terhadap perkembangan sosialnya.
Di antaranya anak menghargai hakhak orang lain, sopan, dan memiliki
loyalitas yang tinggi, karena orang
tua membiasakan memperhatikan
perasaan-perasaan dan kebutuhan
anak. Dan orang tua bersikap tegas
pada situasi dan kondisi yang
diperlukan tetapi tetap memberi
peluang bagi anak untuk menanggapi
melalui dialog terbuka. Hal ini akan
menyebabkan anak bersikap terbuka
dan memiliki tanggung jawab yang
tulus dari setiap tindakan yang telah
dan akan diperbuatnya, sehingga
arah tujuan hidupnya jelas, perlakuan
yang adil dan bijaksana akan
menjadikan anak bersikap mandiri.
B. Pola Asuh Orang Tua Dihubungkan
Dengan Tingkat Pendidikan Orang Tua
Krech dan Crucchtlel dalam Syamsu
Yusup (1989:39) mengemukakan bahwa
:”latar belakang tingkat pendidikan orang
tua mempunyai hubungan yang amat erat
dengan cara mendidik anak-anaknya”.
Bahwa cara orang tua dalam mengasuh
anak sangat ditentukan oleh pendidikan
mereka, semakin tinggi jenjang pendidikan
yang ditempuh orang tua, pola asuh yang
diterapkan akan semakin baik dengan tidak
mengabaikan perkembangan anak.

C. Konsep Kemandirian
1. Makna kemandirian
Konsep tentang kemandirian akan
menunjuk pada perkembangan diri,
karena diri merupakan inti dari
kemandirian. Konsep yang berkenaan
dengan diri seperti self actualization
(Meslow, the creative self (Adler) ego
integrity konsep tentang diri tersebut
tidak
selalu
merujuk
kepada
kemandirian. Kemandirian merupakan
salah satu ciri dari kedewasaan, orang
yang mandiri memiliki kemauankemauan dan kemampuan berupaya
untuk memenuhi tuntutan kebutuhan
hidupnya secara sah, wajar dan
bertanggung jawab. Orang yang mandiri
pun tidak identik dengan orang yang
memiliki sifat individualistic.
2. Ciri-Ciri Kemandirian
Menurut Jassin Tuloli (1991) orang
yang mandiri adalah orang yang hidup
di tengah-tengah masyarakat yang
bekerja sama dengan masyarakat
sekitarnya, namun memiliki tanggung
jawab
untuk
memiliki
tuntutan
kebutuhan hidupnya secara wajar,
perkembangan kemandirian berasal dari
dalam diri anak seperti jenis kelamin,
usia
maupun
pendidikan
dan
perkembangan yang berasal dari
pendidikan
atau
pembentukan
lingkungan termasuk orang tua.
David
Krech
(1972)
mengemukakan bahwa, anak yang tidak
tergantung pada orang tua memiliki
mobilitas tinggi mengenai aspirasi dan
pendidikannya, sedangkan yang sangat
bergantung kepada orang tuanya
memiliki mobilitas aspirasi rendah.
Karena itu mandiri mempunyai makna
tanggung jawab, tidak menyita hak-hak
orang lain mampu memenuhi tuntutan
kebutuhan pokok minimal, punya
keberanian untuk mengambil resiko.
3. Fungsi Kemandirian
Muhamad Surya dalam Agus
Winarti, (1994 : 45-47) mengemukakan
pribadi yang mandiri mempunyai fungsi
pokok, yaitu :
1. Fungsi kemandirian yang pertama,
mengenal diri sendiri dan lingkungan

2.

3.

4.

5.

meliputi, kemampuan mengenal
terhadap
keadaan,
potensi,
kecenderungan,
kekuatan
dan
kelemahan diri sendiri seperti apa
adanya. Disamping itu fungsi ini
juga mencakup: pengenalan terhadap
berbagai kondisi objektif yang ada di
luar diri sendiri, khususnya didalaml
lingkungan hidup sehari-hari, dimana
anak usia balita akan lebih banyak
berada dalam lingkungan keluarga
Menerima diri dan lingkungan,
menurut
agar
individu
yang
bersangkutan bersikap positif dan
dinamik terhadap kondisi objektif
yang adadilingkungannya. Sikap
menerima secara positif dinamik ini
perlu didahului oleh pengenalan diri
dan lingkungan sebagai mana fungsi
yang pertama individu dituntut pula
untuk menerima lingkungannya
secara
positif
dan
dinamik,
penerimaan yang positif dinamik
akan membebaskan diri dari sikap
“nrimo” dalam arti tunduk menyerah
saja terhadap kondisi lingkungan
yang kurang menguntungkan.
Mengambil keputusan menuntut
kemampuan
individu
untuk
menetapkan satu pilihan dari
berbagai
kemungkinan
yang
berdasarkan pertimbangan yang
matang.
Mengarahkan diri sendiri, menuntut
kemampuan individu untuk mencari
dan menempuh jalan agar apa yang
menjadi kepentingan dirinya dapat
terselenggarakan dengan positif dan
dinamik.
Perwujudan diri yaitu merupakan
kebetulan dan kemantapan dari
perwujudan keseluruhan fungsifungsi tersebut diatas. Bila fungsi
kelima telah terbina pada individu
itu, maka individu tersebut mampu
merencanakan
dan
menyelenggarakan kehidupan diri
sendiri, baik sehari-hari maupun
dalam jangka menengah dan jangka
panjang,
sehingga
segenap
kemampuan dan potensi yang
dimiliki dapat berkembang secara
optimal.

4. Faktor Faktor Yang Mempengaruhi
Kemandirian
a. Faktor-Faktor Yang Menghambat
Kemandirian
Menurut E. Koswara dalam
Leni
Rohaeni,
(2000:64),
mengemukakan
faktor
yang
menghambat
pembentukan
kemandirian seseorang ada dua, yaitu
hambatan dalam diri individu dan
dari luar diri individu.
Hambatan yang berasal dari diri
individu dapat disebabkan oleh
terbatasnya
kemampuan,
pengetahuan,
pendidikan
dan
keterampilan disamping itu adanya
sikap pasrah, kurang percaya diri,
dan
kurang
berinisiatif.
Ketergantungan pada orang lain
lebih tinggi. Sehingga kesemuanya
itu menyebabkan individu tidak
dapat membuat keputusan dan tidak
mampu memecahkan masalah yang
dihadapinya. Sedangkan hambatan
dari luar individu dapat disebabkan
oleh
lingkungan
yang
tidak
mendukung terutama keluarga atau
orang tua.
b. Faktor
Yang
Mendukung
Kemandirian
Seperti telah kita ketahui bahwa
faktor yang paling dominan dalam
menghambat
perkembangan
kemandirian adalah faktor internal
individu itu sendiri. Oleh karena itu
untuk memperlancar perkembangan
kemandirian pada anak atau individu
haruslah didukung oleh sikap anak
atau individu itu sendiri dan
dibimbing
oleh
orang
yang
berpengalaman. Dalam hal ini adalah
orang tua sebagai pengasuh anak
dalam keluarga.
D. Konsep Balita
1. Karakteristik Perkembangan Anak
Balita
Fase perkembangan balita memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perkembangan fisik
b. Perkembangan intelegensi
c. Perkembangan Emosi
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Perkembangan Anak Balita

Drs. Hanifan Bambang Purnomo
(1990,
9:11),
mengemukakan
perkembangan anak dipengaruhi oleh
dua faktor yaitu, faktor keturunan dan
faktor lingkungan.
3. Kebutuhan dan Ciri-ciri Perilaku
Anak Balita
a. Kebutuhan Faali
b. Kebutuhan akan Keamanan
c. Kebutuhan akan Kasih Sayang dan
Kebersamaan
d. Kebutuhan akan Penghargaan
e. Kebutuhan akan Perwujudan Diri
4. Ciri Ciri Perilaku Anak Balita
a. Pengamatan yang siaga dan cermat
b. Bahasa
c. Keterampilan Motorik
d. Membaca
e. Matematika
f. Ingatan
g. Rasa Ingin Tahu dan Keuletan
h. Semangat
i. Persahabatan
E. Konsep Keluarga dan Balita
1. Pengertian Keluarga
Vebrianto (Neni Rohanah 2002:33)
merumuskan
intisari
pengertian
keluarga:
a. Keluarga merupakan kelompok
sosial terkecil yang umumnya terdiri
dari ayah, ibu dan anak.
b. Hubungan sosial diantara anggota
keluarga relatif tetap dan didasarkan
atas ikatan darah, perkawinan dan
adopsi.
c. Hubungan antara anggota keluarga
dijiwai oleh saran afeksi dan rasa
tanggung jawab.
d. Fungsi keluarga itu memelihara,
merawat dan melindungi anak dalam
rangka sosialisasi, agar mereka
berjiwa mandiri.
2. Ciri Dan Jenis Keluarga
Keluarga
menurut
pandangan
psikologis di dalam, M.I Soelaeman
(1994 : 10) dijelaskan bahwa keluarga
psikologis merupakan sekumpulan
orang yang hidup bersama dalam tempat
tinggal sama dan masing-masing
anggota merasakan ada pertautan batin
sehingga diantara mereka terjadi saling

mempengaruhi, saling memperhatikan
dan saling menyerahkan diri.
3. Fungsi Keluarga
Menurut M.I Soelaeman (1994 :
12)ada beberapa fungsi keluarga yaitu
sebagai berikut :
a. Fungsi Pendidikan
b. Fungsi Sosialisasi
c. Hubungan Proteksi atau Fungsi
Lingkungan
d. Fungsi Afeks atau Fungsi Perasaan
e. Fungsi Religius
f. Fungsi Ekonomi
g. Fungsi Rekreasi
h. Fungsi Biologis

PROSEDUR PENELITIAN
A. A. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah totalitas semua nilai
yang mungkin baik hasil menghitung
maupun pengukuran kuantitatif atau secara
kualitatif daripada karakteristik tertentu
mengenai sekumpulan objek yang jelas
dan lengkap. Sedangkan sampel adalah
kesatuan-kesatuan yang langsung dijadikan
sumber data yang dikumpulkan. Populasi
orang tua yang mempunyai anak usia balita
di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi
sebanyak 50 orang. Sampel adalah wakil
dari populasi yang cukup besar jumlahnya
dengan
tujuan
untuk
memperoleh
keterangan mengenai objek, dengan jalan
mengamati sebagian saja dari populasi.
(Kartini Kartono 1982:155). Adapun yang
menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
orang tua yang mempunyai anak usia balita
di lingkungan UPTD SKB Kota Cimahi
sebanyak 25 orang.
B. Metode dan Teknik Penelitian
Dalam
penelitian
ini
penulis
menggunakan metode deskriptif kualitatif
seperti yang dikemukakan oleh Winarno
Surakhmad dalam (Neni Rochanah
2003:14) yaitu : “Suatu cara untuk
menyimpulkan fenomena atau masalahmasalah yang aktual dengan cara
menyusun, mengklarifikasikan data, serta
menyimpulkan”.
Adapun teknik pengumpulan data
penelitian yang dipergunakan adalah
sebagai berikut:
1. Observasi

2. Angket
3. Wawancara.
4. Studi Kepustakaan
C. Langkah-Langkah Pengumpulan Data
1. Penyusunan angket
2. Uji coba angket
3. Revisi Angket
4. Penyebaran Angket
D. Langkah-langkah Pengolahan Data
Setelah angket terkumpul kembali
penulis melanjutkan pada langkah-langkah
pengelolaan data. Adapun langkah-langkah
pengolahan data yang dapat dilaksanakan
adalah sebagai berikut:
1. Editing
Editing dilaksanakan sebagai suatu
kegiatan dalam pengecekan data yang
masuk.
2. Klasifikasi Data
Pada tahap ini data yang sudah diseleksi
kemudian dikelompokan sesuai aspek
serta indikator yang diteliti.
3. Menghitung Frekuensi
Menjumlahkan jawaban dari masingmasing kategori atau setiap alternatif
jawaban dari pertanyaan, hal ini akan
memudahkan dalam langkah tabulasi
yang perhitungannya dilakukan dengan
cara tally.
4. Tabulasi Data
Setelah data dihitung berdasarkan secara
tally diatas maka hasilnya dimasukan
kedalam tabel yang sudah dibuat dengan
maksud
untuk
mempermudah
pengolahan berikutnya.
5. Persentase Data
Memprosentasikan data dari setiap
alternatif jawaban yang telah ditabelkan
sehingga dapat ditarik kesimpulan dari
jumlah alternatif jawaban benar
prosentasenya dari jawaban yang sama.
6. Penapsiran dan Analisa Data
Memberikan penapsiran dan analisa
pada masing-masing alternatif jawaban
dari
setiap
pertanyaan
dengan
menggunakan kriteria sebagai berikut:
0%
= Tidak seorangpun
1% -24%
= Sebagian kecil
25% - 49% = Hampir setengahnya
50%
= Setengahnya
51% - 74% = Lebih setengahnya
75% - 99% = Sebagian besar
100%
= Seluruhnya

HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kondisi Objektif Lokasi Penelitian
1. Letak dan Keadaan Daerah
UPTD SKB Kota Cimahi beralamat
di Jl. Cipageran Nomor 56 termasuk ke
dalam wilayah Kelurahan Cipageran.
Kelurahan Cipageran adalah salah satu
kelurahan yang terletak di Kecamatan
Cimahi Utara Kota Cimahi, wilayah
Kelurahan Cipageran letaknya berada di
sebelah timur Kota Cimahi dengan jarak
dari ibukota kecamatan 1 Km, Jarak dari
ibu kota 2 Km. Curah hujan 2250
mm/tahun.
Kelurahan
Cipageran
Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi
termasuk kelurahan yang memiliki
transportasi sangat lancar untuk menuju
ke pusat-pusat Kota.
2.` Keadaan Penduduk
Jumlah penduduk Kelurahan Cipageran
Kecamatan Cimahi Utara Kota Cimahi
sebanyak 4.190 orang, terdiri dari atas
laki-laki 2.125 orang dan wanita 2.053
orang. Dari jumlah penduduk tersebut
dapat digolongkan menurut usia dan
jenis kelamin sebagaimana terdapat
pada tabel berikut :

3. Tingkat Pendidikan
Tabel 4.2
Keadaan Penduduk Menurut Tingkat
Pendidikan
No.
1
2
3
4
5
6
7
8

Jenis
f
Pra SD
701
Tamat SD/sederajat
1.967
Tamat SLTP
175
Tamat SMA
86
Tamat Perguruan Tinggi
24
Putus SD
187
Putus SLTP
125
Putus SMA
24
Jumlah
3.445
Sumber : Profil Kelurahan Cipageran 2011
4. Mata Pencaharian Penduduk
Tabel 4.3
Mata Pencaharian Penduduk

Tabel 4.1
Keadaan Penduduk Berdasarkan
Usia Dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Pria
Wanita
0 – 12 bln
62
54
13 bln – 4 thn
119
131
5 – 6 thn
41
53
7 – 12 thn
354
462
13 – 15 thn
186
169
16 – 18 thn
205
198
19 – 25 thn
255
400
26 – 35 thn
717
528
36 – 45 thn
429
580
46 – 25 thn
156
154
51 – 60 thn
145
156
61 – 75 thn
43
79
> 76 thn
107
104
Jumlah
2.125
2.053
Sumber : Profil Kelurahan Cipageran
2011
Umur

f
116
225
94
816
355
403
885
1245
1009
310
301
122
211
4.190

No.
1
2
3
4
5
6

Jenis
f
Petani
34
Peternak
11
Pengrajin
15
Karyawan swasta
144
Pedagang
288
PNS
2.306
Jumlah
2.787
Sumber : Profil Kelurahan Cipageran 2011
B. Hasil Analisis Data
1. Deskripsi Responden
Responden yang dijadikan sumber
data sampel penelitian ini adalah warga
masyarakat yang berada di lingkungan
UPTD SKB Kota Cimahi yang berada
di wilayah Kelurahan Cipageran
Kecamatan Cimahi Utara sebanyak 25
orang, adapun hasil – hasil penelitian
akan digambarkan dan dijelaskan pada
tabel – tabel berikut:
Tabel 4.4
Identitas Responden Berdasarkan Usia

Di kelurahan Cipageran
No.
1
2
3
4

Golongan Usia
25 – 59 tahun
40 – 49 tahun
30 – 39 tahun
20 – 29 tahun
Jumlah
Sumber : Angket Bagian I no. 1

c.
d.

Keuangan yang cukup
3
Tidak menentu
2
Jumlah
25
Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 1

f
2
15
5
3
25

Tabel 4.8
Tanggapan Responden Mengenai Tujuan
Pola Asuh Yang Diberikan Orang Tua
Kepada Anak Balitanya

Tabel 4.5
Identitas Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
No
1
2
3
4

Tingkat Pendidikan
Perguruan Tinggi
Tamat SLTA
Tamat SLTP
Tamat SD
Jumlah
Sumber : Angket Bagian I No. 2

No
a.
b.

Alternatif jawaban
f
%
Menumbuhkan kemandirian
17 68
Memberikan dasar pendidikan bagi
anak
1
4
c. Mengembangkan daya kreasi dan
kreativitas terhadap anak
7 28
d. Menjadi tolak ukur pendidikan
diluar
0
Jumlah
25 100
Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 2

Jumlah
7
11
4
3
25

Tabel 4.9
Tanggapan Responden Mengenai Pola
Interaksi Orang Tua Dalam Upaya
Menumbuhkan Kemandirian Anak
Balitanya

Tabel 4.6
Identitas Responden Berdasarkan Mata
Pencaharian
No
1
2
3
4

Mata Pencaharian
Jumlah
Pegawai Negeri
6
Pegawai Swasta
5
Buruh
4
Ibu Rumah Tangga
10
Jumlah
25
Sumber : Angket Bagian I No. 3

No
a.
b.
c.
d.

Alternatif jawaban
f
%
Pola Kemitraan dan Pola Teman
19 76
Pola guru
0
Pola demokrasi
6 24
Pola diktator
0
Jumlah
25 100
Sumber : Angket Penelitian Bagian A No. 3

2. Hasil Penelitian
Pemecahan
masalah
dalam
penelitian ini, pembahasan hasil
penelitian ini penulis bagi dalam tiga
permasalahan sesuai dengan pertanyaan
penelitian, yaitu :

2. Analisa Data mengenai kemandirian
anak usia 3 - 5 tahun dalam
berperilaku
mandi,
makan,
berpakaian dan bermain.
Tabel 4.18
Tanggapan Responden Mengenai Hasil
Bimbingan Atau Bukannya Kemandirian Yang
Nampak Pada Diri Anak

1. Analisa Data mengenai pola asuh
yang diterapkan orang tua dalam
menumbuhkan kemandirian pada
anak usia 3 - 5 tahun.

No
a.

Tabel 4.7
Tanggapan Responden Mengenai Faktor
Pendukung Tumbuhnya Kemandirian

b.
No
a.
b.

Alternatif jawaban
Bimbingan dan arahan orang tua
Sarana dan prasarana yang
memadai

12
8
100

f
12

%
48

8

32

c.

Alternatif Jawaban
f
Tentu, kemandirian anak merupakan 19
hasil bimbingan dan arahan orang
tua
Kemandirian anak tidak selalu 2
tergantung hasil bimbingan dan
arahan orang tuanya
Kemandirian anak sangat ditentukan 3
oleh pola pikir anak itu sendiri

%
76

8

12

d.

Kemandirian anak sangat ditentukan
oleh fasilitas yang ada
1
Jumlah
25
Sumber : Angket Penelitian Bagian B No. 12

b.

Memberikan
nasihat
jika
4
diperlukan
4 16
100 c. Memberikan sarana hiburan bagi
anak-anak
3 12
d. Mengekang kebebasan anak
2
8
Jumlah
25 100
Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 17

Tabel 4.19
Tanggapan Responden Mengenai
Kemandirian
Anak Balita Dalam Bermain Khususnya
Memanfaatkan Permainan
No
a.
b.
c.
d.

Alternatif Jawaban
f
Ada
5
Tidak ada
Kurang berpengaruh
4
Keharmonisan orang tua sangat
berpengaruh pada kemandirian
anak balita
16
Jumlah
25
Sumber : Angket Penelitian Bagian B No. 13

%
20
0
16

64
100

3. Analisis
Data
mengenai
kecenderungan pola asuh yang
digunakan oleh orang tua dalam
menumbuhkan kemandirian pada
anak usia 3 - 5 tahun
Tabel 4.22
Tanggapan Responden Mengenai Bentuk
Pola Asuh
Yang Diberikan Orang Tua Kepada Anak
Balitanya
No
Alternatif Jawaban
f
a. Memberikan contoh berkemandi- 16
rian yang baik
b. Memberikan nasehat
4
c. Memberikan pujian jika anak
berlaku benar
3
d. Memberikan hukuman jika anak
berlaku salah
2
Jumlah
25
Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 16

%
64
16
12
8
100

Tabel 4.23
Tanggapan Responden Mengenai Cara
Orang Tua Melakukan Pendidikan Kepada
Anak Balitanya
No
Alternatif Jawaban
f
a. Memberikan
contoh
dan 16
memberikan
nasihat
dalam
berbagai
kegiatan
dan
kesempatan

%
64

Tabel 4.25
Tanggapan Responden Mengenai Bentuk
Pola Asuh
Yang Sering Digunakan Orang Tua
No
a.

Alternatif Jawaban
f
%
Memberikan
contoh 16 64
berkemandirian yang baik
b. Memberikan nasihat
4 16
c. Memberikan pujian jika anak
berlaku benar
3 12
d. Memberikan hukuman jika anak
berlaku salah
2
8
Jumlah
25 100
Sumber : Angket Penelitian Bagian C No. 19
Setelah
penulis
melakukan
penganalisaan terhadap hasil tanggapan
responden terhadap pola asuh orang tua dalam
menumbuhkan kemandirian dapat disimpulkan
bahwa bentuk pola asuh yang diberikan orang
tua kepada anak adalah dengan memberikan
contoh berkemandirian yang baik dan juga
memberikan contoh dan memberikan nasihat
dalam berbagai kegiatan dan kesempatan.
Sementara itu, bentuk pola asuh lain yang
diberikan orang tua kepada anak balitanya
adalah dengan melakukan kegiatan keseharian
yang bersifat mandiri seperti mandi, makan,
berpakaian dan bermain.
KESIMPULAN
Pola
asuh
orang
tua
dalam
menumbuhkan sikap mandiri pada anak balita
telah berjalan dengan baik, melalui pola
interaksi kemitraan dan teman agar anak
balitanya tidak merasa canggung dan takut
para orang tua melakukan bimbingan dan
arahan kepada anak balitanya dengan tujuan
menumbuhkan sikap mandiri.
Pola asuh yang diberikan orang tua kepada
anak dengan memberikan contoh sikap
mandiri yang baik dan memberikan nasihat
dalam berbagai kegiatan dan kesempatan serta
memberikan kesempatan pada anak untuk
melakukan kegiatan keseharian sendiri dengan
tujuan dan harapan untuk menumbuhkan sikap

mandiri dan juga terbentuknya anak-anak yang
mandiri serta terbinanya keluarga khususnya
anak-anak mandiri.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, A dan Uhbiyati N. (1992). Ilmu
Pendidikan. Bandung : Rineka Cipta.
Arikunto, S. (1997). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta :
Rineka Cipta.
Aini, W. (1999). Pola Asuh Anak pada
Kelompok Bermain (Studi Kasus Pada
Kelompok Bermain Anak Tadika Puri
Bandung). Tesis FPS IKIP Bandung :
tidak diterbitkan.

Munandar, U. (1995). Pengembangan
Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta :
Rineka Cipta.
Poerwadarminta, W.J.S. ( 1985). Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Yogyakarta :
Balai Pustaka.
Purnomo,
Hanifan
Bambang.
(1994).
Memahami Dunia Anak-Anak. Bandung
: Mandar Maju.
Russen, Perquin. (1992). Pendidikan Keluarga
dan Masalah Kewibaan. Bandung :
Jemars.

Depdiknas. (1992). Undan-undang tentang
Sistem Pendidikan Nasional. UU RI No.
2 Tahun 1989. Jakarta : Sinar Grafika.

Sudjana, D. (2000). Pendidikan Luar Sekolah
Wawasan
Sejarah
Perkembangan
Falsafah dan Teori Pendukung Azas.
Bandung : Nusantara Press.

Daradjat, Zakiah. (1988). Ilmu Pendidikan
Islam. Bandung : Bumi Aksara

Soelaeman, M.I. (1994). Pendidikan Dalam
Keluarga. Bandung : Alfabeta.

Dianawati. (2000). Transformasi Pendidikan
Etika dan Moral Pada Keluarga (Studi
Deskriptif tentang Proses Pendidikan
Etika dan Moral pada Keluarga Inti di
Desa Mekar Jaya Kecamatan Banjar
Kabupaten Bandung dan Kelurahan
Mekar Jaya Kecamatan Ranca Sari
Kodya Bandung). Skripsi Program S I
FIP UPI, UPI Bandung : tidak
diterbitkan)

Soekanto, S. (1990). Sosiologi Keluarga.
Bandung : Rineka Cipta.

Haditono, Siti Rahayu dan Monks, F. J., A. M.
P. (2004). Psikologi Perkembangan :
Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya.
Yogyakarta : Gadjah Mada University
Press.
Kartono,
Kartini.
(1982).
Pengantar
Metodologi Sosial. Bandung : Alumni.
Koswara, E. (2000). Teori-Teori Kepribadian.
Bandung : Refika Aditama.
Manurung,
M.R.
(1995).
Manajemen
Keluarga. Bandung :
Indonesia
Publishing House.
Moloeng, L.J. (2000). Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung : Remaja Rosda
Karya.

Surakhmad, Winarno. (2001). Pengantar
Penelitian Ilmiah. Bandung : Tarsito.
Surya, M. (1988). Dasar-dasar Penyuluhan
(Konseling). Jakarta : Depdikbud Dirjen
Dikti PPlPTK.
Yusuf, Syamsu. (2001). Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung :
Rosda Karya