Strategi Pengelolahan Stres Coping Stres

Strategi Pengelolahan Stres (Coping Stress) pada Penderita Diabetes
Mellitus Tipe 2 yang Mengalami Komplikasi Gangren
Ayu Aisah Zuraidah1*, Yuwaditya Dewi2, Cholichul Hadi3, Achmad Chusairi4
1
Department, Airlangga University, Surabaya, East Java, Indonesia
Corresponding e-mail : ayu.aisah.zuraidah-2017@psikologi.unair.ac.id
2

Department, Airlangga University, Surabaya, East Java, Indonesia
Corresponding e-mail : yuwaditya.dewi.bimantari-2017@psikologi.unair.ac.id
3

Department, Airlangga University, Surabaya, East Java, Indonesia
Corresponding e-mail : cholichul.hadi@psikologi.unair.ac.id
4

Department, Airlangga University, Surabaya, East Java, Indonesia
Corresponding e-mail : achmad.chusairi@psikologi.unair.ac.id
Abstract
This study aims to find out how the strategy of coping stress conducted by people with diabetes
mellitus type 2 who experienced gangrene complication. coping stress strategy is an effort done by

people with diabetes mellitus with gangrene complications to overcome the stress feeling due to illness so
that his condition can remain stable and his treatment goes. Coping Stres strategy in this study is divided
into two types, namely problem solving effort and emotion focused coping. This research method using
qualitative approach by taking three people with type 2 diabetes mellitus and complications of gangrene
as a participant. Selection procedure participant used purposive approach. Data collection techniques in
this study using structured interviews and field notes. The process of analyzing the data in this study
using thematic analysis with theory-driven approach because this approach helps researchers in terms of
coding derived from existing theories. Results of data analysis, the three participant have a Coping Stres
strategy to healing stress they feels as a result of diabetes and their gangrene complication. Patients were
able to cope well with stress control routine, changes in eating patterns, looking for information on
diabetes mellitus and exercise regularly. Patients also get support from professionals, family, and
friends.
Keywords: Coping Stress Strategies, Diabetes Mellitus type 2 patients, Gangrene Complication.
Abstrak
Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana strategi coping stress yang dilakukan
oleh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami komplikasi gangren. strategi coping stress
merupakan usaha yang di lakukan penderita diabetes mellitus dengan komplikasi gangren untuk
mengatasi perasaan stress akibat penyakitnya agar kondisinya dapat tetap stabil dan pengobatannya
berjalan lancar. strategi coping stress dalam penelitian ini terbagi dalam 2 jenis, yaitu problem solving
effort dan emotion focused coping. Metode penelitian ini menggunakan metode Kualitatif dengan

mengambil 3 orang penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami komplikasi gangren sebagai
partisipan. Prosedur pemilihan partisipan menggunakan pendekatan purposive. Teknik pengumpulan
data pada penelitian ini menggunakan wawancara terstruktur dan juga catatan lapangan. Proses
menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis tematik dengan pendekatan theory driven
karena pendekatan ini membantu peneliti dalam hal pengkodean yang berasal dari teori yang sudah ada.
Hasil analisis data diperoleh, ketiga partisipan memiliki strategi coping stress untuk menanggulangi
stress yang ia rasakan akibat penyakit diabetes dan komplikasi gangrennya. Penderita mampu mengatasi
stresnya dengan baik dengan melakukan kontrol rutin, perubahan pola makan, mencari informasi
tentang diabetes mellitus dan berolahraga secara teratur. Penderita juga mendapatkan dukungan dari
para professional, keluarga, dan teman.
Kata Kunci: strategi coping stress, penderita diabetes mellitus tipe 2, komplikasi gangren.

1

Korespondensi:
Cholicul Hadi. cholichul.hadi@psikologi.unair.ac.id
Achmad Chusairi. achmad.chusairi@psikologi.unair.ac.id
Ayu Aisah Zuraidah. ayu.aisah.zuraidah-2017@psikologi.unair.ac.id
Yuwaditya Dewi. yuwaditya.dewi.bimantari-2017@psikologi.unair.ac.id
Magister Psikologi. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga. Jl. Dharmawangsa Dalam

Selatan, Surabaya 60286

2

Membedah Variabel Stress dan Coping Stress dengan Pyramid Question

Sumber Gambar dari :
https://www.google.co.id/search?
q=pyramid+question&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwiXk_L64jYAhV
KOY8KHZyFDr8Q_AUICigB&biw=1366&bih=700#imgrc=T4P3jD18StnOqM:,
Diakses Pada 10 Desember 2017

3

Mind Map
Jumlah penderita diabetes mellitus dengan komplikasi gangrene di indonesia

(what) Apa Pengertian Stress

mengapa penderita diabetes mengalami stress ?


(who) Siapa saja yang
dapat menjadi sumber
stress penderita ?
Strategi coping stress pada penderita
diabetes

mellitus

dengan

komplikasi

gangren

problem focus coping

emotion focus coping

strategi coping stress yang dominan

di gunakan penderita diabetes
dengan komplikasi gangrene

Penderita 1 dan 2 : problem solving effort
(seeking social support)
Penderita 3 : emotion focus coping (positive
appraisal)

4

PENDAHULUAN
Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit kronis (menahun). Penyakit ini ditandai
dengan kadar glukosa darah yang melebihi normal serta gangguan metabolisme karbohidrat,
lemak dan protein yang disebabkan oleh kekurangan hormon insulin secara relatif maupun
absolute (Adam, 2017). World Health Organization (2018) merumuskan bahwa Diabetes
Melitus merupakan kelompok jenis penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang
terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.
Diabetes mellitus merupakan salah satu jenis penyakit kronis dengan jumlah penderita
yang terus mengalami peningkatan dan menjadi masalah kesehatan bagi seluruh negara di
dunia. Menurut World Health Organization (2018) pada tahun 2017 jumlah penderita diabetes

mellitus di seluruh dunia telah mencapai angka 271 juta jiwa. Pada tahun 2017, Indonesia
menempati peringkat ke 4 dengan jumlah penderita diabetes mellitus sebanyak 8 juta jiwa
(Arisman, 2017). Penyakit diabetes mellitus dapat dibedakan menjadi diabetes mellitus tipe 1
dan diabetes mellitus tipe 2 (Evans dkk., 2017).
Diabetes mellitus tipe 1 dan 2 dibedakan berdasarkan penyebabnya. Diabetes mellitus
tipe 1 disebabkan oleh kerusakan pankreas sehingga produksi insulin berkurang, sementara
diabetes mellitus tipe 2 disebabkan oleh resistensi insulin dalam arti insulinnya cukup akan
tetapi tidak bekerja dengan baik dalam mengontrol kadar gula darah. Diabetes mellitus tipe 1
susah diprediksi dan dicegah, sebab penyakit ini merupakan penyakit akibat kelainan genetik
yang dibawa sejak lahir. Berbeda dengan diabetes mellitus tipe 2 yang umumnya menyerang
orang dengan pola makan dan gaya hidup tidak sehat serta jarang berolahraga (Evans dkk.,
2017). Dilihat dari perbandingan jumlah kasus, diabetes mellitus tipe 1 mencakup 10-15 persen
dari jumlah seluruh pengidap diabetes mellitus. Jumlah kasus diabetes mellitus tipe 2 mencapai
85-90 persen dari seluruh pengidap diabetes semua tipe (Evans dkk., 2017). Dari hal tersebut
dapat dilihat bahwa penderita diabetes mellitus tipe 2 menjadi dominasi dari total penderita
diabetes mellitus yang ada.
Dominasi jumlah penderita diabetes mellitus tipe 2 ini salah satunya dipicu oleh
peningkatan konsumerisme masyarakat dan pola hidup yang lebih banyak duduk daripada
bergerak dan juga pola makan yang tidak sehat (Helmi, 2017). Diabetes Mellitus merupakan
penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Obat yang di berikan kepada penderita diabetes hanya

berfungsi untuk menstabilkan dan menurunkan tekanan darah bukan untuk menyembuhkan.
Artinya, penderita harus siap untuk dapat hidup berdampingan dengan penyakit diabetes
mellitus ini seumur hidupnya (Helmi, 2017). Adam (2017) menjelaskan bahwa penyakit
diabetes mellitus menyebabkan ketidak befungsian organ organ tubuh seseorang terutama dalam

5

area mata (retinopati), ginjal (nefropati), saraf (neuropati), jantung (infarkmiokardial), serta
pembuluh darah akibat kerusakan sekresi insulin, kerja insulin, ataupun keduanya, sehingga
glukosa (gula darah) akan menumpuk dalam tubuh, karena tidak dapat dipecah menjadi sumber
energi. Karena terganggunya fungsi fungsi tubuh tersebut penyakit ini juga dapat memberikan
komplikasi yang mematikan, seperti serangan jantung, stroke, kegagalan ginjal, impotensi
(lemah syahwat), timbulnya gangren dan kebutaan (Adam, 2017). Walaupun diabetes
mengganggu sistem fisiologis manusia, kenyataan yang ditemuan di lapangan adalah penderita
diabetes juga mengalami gangguan pada kondisi psikisnya (Achmat, 2017). Perubahan kondisi
psikis ini terutama ditemui pada penderita diabetes tipe 2 yang memiliki kondisi berbeda dengan
penderita diabetes tipe 1. Pada penderita penderita diabetes tipe 1 telah mendapat suntikan
insulin dan perawatan fisik sejak muda sehingga penderita dapat melakukan penyesuaian fisik
dan psikologis untuk menghadapi dan merawat penyakitnya di bandingkan dengan penderita
diabetes melltus tipe 2 (Larasati, 2017).

Berbagai kenyataan harus di terima oleh penyandang diabetes mellitus tipe 2 seperti hasil
diagnosa, tidak adanya harapan untuk sembuh dan harus berdampingan dengan penyakit ini
selamanya, perubahan pola hidup dan pola makan yang drastis,. Kenyataan kenyataan seperti
itu membuat penderita menderita secara fisik, dan goncangan secara psikis (Fajari, 2017).

Goncangan psikis tersebut menyebabkan munculnya berbagai reaksi seperti sikap
menyangkal, kemudian muncul perasaan marah, penderita marah karena merasa
hidupnya terganggu dan tertekan, Penderita diabetes mellitus tipe 2 juga dapat
merasakan frustasi karena terlalu memikirkan penyakit diabetes mellitusnya. Penderita
diabetes mellitus tipe 2 pada umumnya memiliki pengetahuan mengenai penyakitnya,
tentang apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara memelihara kesehatannya. Akan
tetapi semakin banyak yang penderita mengerti ternyata semakin membuat penderita
merasa tertekan oleh peraturan berupa pembatasan diet dan aktifitas. Penderita juga
dapat mengalami kejenuhan sehingga timbul

dilema atau konflik yang

sulit

dipecahkan. Masalah ini menimbulkan sikap yang dapat merugikan penderita. Penderita

mulai mencoba melanggar pantangan serta mulai berperilaku salah, seperti tidak mau
menjaga pola makan dan tidak dapat mengendalikan emosi karena keadaan yang
dialami sehingga terjadi stres (Larasati, 2017).
Penyakit diabetes mellitus tipe 2 ini menimbulkan perasaan tidak berdaya pada
diri penderitanya, suatu perasaan yang timbul karena merasa sudah tidak mampu lagi
mengubah masa depannya. Perasaan tidak berdaya timbul karena berbagai macam sebab
seperti kondisi kesehatan penderita yang tidak menentu, diwarnai dengan kesembuhan
6

dan kekambuhan serta terjadinya kemunduran fisik (Satiadarma, 2017). Secara
psikologis, ketika penderita mengetahui terdiagnosa penyakit diabetes mellitus, akan
timbul kekhawatiran dalam dirinya terhadap apa yang akan mereka alami di hari yang
akan datang. Timbulnya rasa khawatir inilah yang pada akhirnya dapat menimbulkan
stress. Selain itu Berbagai perasaan seperti yang telah di ungkapkan di atas
(menyangkal, obsesi, marah dan frustasi) juga menjadi sumber pikiran menekan yang
akan menyebabkan penderita mengalami stress akibat kondisi penyakitnya ini. Kondisi
stres ini akan membawa dampak buruk bagi penyakit diabetesnya (Larasati, 2017).
Stress pada penderita diabetes mellitus menyebabkan produksi berlebih pada
hormone kortisol, jika penderita mengalami stress berat maka hormonkortisol yang di
hasilkan akan semakin bertambah, sehingga sensitivitas tubuh terhadap insulin makin

berkurang. Hormon kortisol merupakan musuh dari insulin sehingga membuat kadar
gula darah tidak stabil dan cenderung sangat tinggi (Goz dkk., 2017). Kadar gula ini
menjadi tinggi karena dalam kondisi stress glukosa darah yang masuk tidak dapat di
pecah menjadi energi namun akan menggumpal dan menyebabkan naiknya kadar gula
darah (Goz dkk., 2017)..
Goz dkk (2017) menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat stress yang dialami
penderita diabetes mellitus tipe 2 yang sedang dirawat inap adalah stress berat yaitu
sebanyak 16 orang atau 53,3%. Tingginya tingkat stress yang dimiliki oleh sebagian
besar responden diakibatkan oleh perubahan status kesehatan mereka yang drastis.
Selain akibat penyakit diabetes mellitusnya, penderita juga merasakan goncangan
psikologi yang menyebabkan stress karena berbagai komplikasi yang mengikuti
penyakit ini. Salah satunya adalah komplikasi gangren. Gangren adalah kondisi
terganggunya sisterm syaraf (neuropati) sehingga tubuh tidak dapat merasakan sensasi.
Dalam beberapa kasus, seorang penderita Diabetes Mellitus harus menjalani amputasi
karena luka yang meradang di kaki (Achmat, 2017).
Rustini (2017) menjelaskan bahwa penderita diabetes melitus tipe 2 yang
mengalami komplikasi gangren mengalami banyak perubahan dalam pola dan perilaku
hidupnya, mulai dari pengaturan pola makan, olahraga, kontrol gula darah, pengobatan
luka gangren dan lain-lain yang harus dilakukan sepanjang hayat dengan sabar dan
teratur agar kondisinya tetap stabil. Selain itu penderita mengalami penurunan

kemampuan fisik. Kondisi luka gangren yang buruk serta membusuk.

7

Solichah (2017) mengungkapkan bahwa konflik psikologis, kecemasan, depresi,
dan stres dapat memperburuk kondisi kesehatan dan penyakit yang diderita oleh
seseorang yang menderita suatu penyakit. Dalam kasus penyandang diabetes mellitus
dengan komplikasi gangren penderita merasa hidupnya terganggu dan tertekan karena
penderita merasa dicabut kebebasannya akibat banyak larangan dan keharusan yang
menyangkut kehidupan sehari-harinya sebagai penyandang diabetes mellitus, seperti
contohnya tidak dapat lagi makan makanan sesukanya seperti keadaan sediakala
sebelum sakit. Tidak dapat berjalan, tidak dapat melakukan aktifitas yang sebelumnya
penderita lakukan sebelum terkena komikasi gangren, perasaan malu karena kondisi
anggota tubuhnya yang tidak dapat kembali seperti sedia kala, terhambatnya aktifitas
fisik penderita karena komplikasi gangren yang di alaminya, menarik diri dari
lingkungan karena penderita tidak dapat menerima keadaannya, penderita juga merasa
rendah diri karena kondisi lukanya yang sukar untuk sembuh dan berbau busuk.
Berbagai hal tersebut akan menyebabkan penderita merasa tertekan yang akan
memicu stress. Stress yang di alami penderita akan memperburuk kondisi komplikasi
gangrennya. Dalam kondisi penderita diabetes mellitus dengan kompikasi gangren,
tingginya kadar hormone kortisol akibat stress dapat memperparah kondisi lukanya.
Peningkatan kadar hormon kortisol dalam tubuh akan menyebabkan proses
penyembuhan luka pada bagian tubuh penderita berlangsung lebih lama karena kadar
gula penderita yang tinggi sehingga luka gangren tidak dapat segera mengering dan
menimbulkan bau yang busuk (Rustini, 2017). Hal hal tersebut juga akan
mengakibatkan penurunan motivasi penderita untuk menjalani pengobatan. Stress yang
di alami oleh penderita akan mempengaruhi proses kesembuhan dan menghambat
kemampuan aktivitas kehidupannya sehari-hari (Rustini, 2017) Maka dari itu
kebahagiaan dan kesejahteraan psikologis pada penderita diabetes mellitus terutama
dengan komplikasi gangren perlu untuk di perhatikan agar kesehatan penderita tetap
terjaga.
Menurut Rustini (2017) salah satu cara untuk menanggulangi stress psikologis
yang di derita penderita diabetes mellitus adalah dengan penggunaan strategi coping
stress yang di lakukan oleh penderita. Dengan strategi coping stress tersebut penderita
diabetes mellitus terutama yang mengalami komplikasi gangren akan dapat membangun
pengalaman pengalaman tersendiri tentang penyakitnya termasuk dalam aspek

8

emosional serta kognitif yang pada akhirnya akan membantunya untuk dapat
menentukan penggunaan strategi coping stress agar dapat menangani stress yang di
rasakan akibat penyakitnya.
Strategi coping stress merupakan suatu proses untuk mengatasi berbagai macam
tuntutan baik dari sisi internal maupun eksternal yang melebihi kapasitas dari orang
tersebut (Lazarus dan Folkman, 1984, dalam Rustini 2017). Strategi coping stress
menunjuk pada berbagai upaya, baik mental maupun perilaku, untuk menguasai,
mentoleransi, mengurangi, atau meminimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang
penuh tekanan (Lazarus dan Folkman, 1984 dalam Rustini, 2017).
Lazarus dan Folkman (1984) dalam Rustini (2017) mengklasifikasikan strategi
coping stress menjadi dua kelompok besar yaitu problem solving effort, dimana
individu secara aktif mencari penyelesaian dari masalah untuk menghilangkan kondisi
atau situasi yang menimbulkan stress, kemudian emotion-focused coping, dimana
individu melibatkan usaha-usaha untuk mengatur emosinya dalam rangka menyesuaikan
diri dan mengurangi dampak yang akan diitmbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang
penuh tekanan. Emotional focused coping terbagi menjadi 5 strategi coping stress yaitu
self conrol, distancing, positive appraisal, accepting responsibility,

dan escape /

avoidace. Sedangkan problem solving effort terbagi menjadi tiga strategi koping yang
berbeda yaitu confrontatif coping, seeking social support, dan planful problem solving.
Penelitian yang di lakukan oleh Scheier, Weintraub dan Carver (1986 dalam
Vazquez dkk, 2017) tentang strategi coping stress menunjukkan bahwa individu yang
optimis menunjukkan bahwa individu tersebut menggunakan problem solving effort
secara langsung dalam mengatasi kejadian stres yang di hadapinya dan permasalahanpermasalahan terkait dengan kesehatan yang pada akhirnya akan berhubungan dengan
perawatan diri dan terkait dengan proses penyembuhan penyakit di masa yang akan
datang. Rustini (2017) dalam penelitiannya mengenai Perbedaan Psychological WellBeing Pada Penderita Diabetes Tipe 2 Usia Dewasa Madya Ditinjau dari Strategi
Coping menyebutkan bahwa kombinasi yang baik dari kedua strategi coping stress
yakni problem solving effort dan emotion focused coping akan memberikan hasil yang
baik dalam segi peningkatan kualitas hidup penderita diabetes melitus. Pemahaman
tentang cara mengatur pola makan, berobat dan juga penerimaan diri, dukungan sosial
dari keluarga dan orang orang sekitar terhadap penyakit yang di alami penderita adalah

9

strategi strategi yang di lakukan oleh penderita diabetes melitus yang menjadikan
kualitas hidupnya menjadi semakin baik.
Hingga saat ini penelitian mengenai kondisi stres psikologis penderita diabetes
yang mengalami gangren masih jarang di temui. Padahal menurut data yang di himpun
oleh Rustini (2017) presentase penderita diabetes mellitus dengan gangren sudah
mencapai angka 50 % dari total keseluruhan jumlah penderita.
Berdasarkan data yang telah dihimpun oleh peneliti di atas, pada penting untuk di
lakukan penelitian untuk melihat bagaimanakah tipe dari strategi coping stress yang di
lakukan oleh penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami komplikasi gangren.
karena hingga sekarang masih sedikit penelitian yang secara spesifik mengkaji lebih
dalam mengenai masalah psikologis penderita diabetes mellitus yang telah mengalami
komplikasi gangren. Terutama merujuk pada tipe strategi coping stress apa saja yang di
lakukan oleh penderita diabetes melitus tipe 2 yang mengalami gangren.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan tipe studi kasus instrumental.
Melalui pendekatan studi kasus, peneliti mampu untuk memperoleh pemahaman yang utuh dan
terintegrasi mengenai sebuah kasus khusus. Kasus khusus yang dimaksudkan dalam penelitian
ini berkaitan dengan individu (Poerwandari, 2017). Tipe studi kasus yang akan digunakan untuk
meneliti strategi coping stress

pada penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami

komplikasi gangren ini adalah studi kasus instrumental, tipe ini digunakan untuk memberikan
pemahaman mendalam atau menjelaskan kembali suatu proses generalisasi. Dengan kata lain,
kasus diposisikan sebagai sarana (instrumen) untuk menunjukkan penjelasan yang mendalam
dan pemahaman tentang sesuatu yang lain dari yang biasa dijelaskan. Melalui kasus yang
ditelitinya, peneliti bermaksud untuk menunjukkan adanya sesuatu yang khas yang dapat
dipelajari dari suatu kasus tersebut, yang berbeda dari penjelasan yang diperoleh dari obyekobyek lainnya. (Poerwandari, 2017).
Partisipan penelitian dalam penelitian ini di tetapkan secara purposif, yaitu pemilihan
partisipan

berdasarkan pemenuhan kriteria tertentu (Neuman, 2017).

Partisipan dalam

penelitian ini adalah penderita diabetes mellitus tipe 2 yang mengalami komplikasi gangren.
Penetapan partisipan pada penelitian ini di lakukan dengan menggunakan screening partisipan
menggunakan alat ukur stress dari Sarafino (2017) tentang tingkat stress untuk mencari
penderita dengan tingkat stress yang rendah, guna di gali data dari narasumber tersebut untuk

10

mengetahui bagaimana cara mereka melakukan strategi coping stresss yang membuat mereka
bisa bertahan hingga saat ini. Adapun kriteria partisipan penelitian yang akan diteliti dalam
penelitian ini yaitu Penderita Diabetes Mellitus tipe 2 yang mengalami komplikasi gangren, usia
40-60 Tahun, menderita penyakit diabetes mellitus dan komplikasi gangren lebih dari 5 Tahun
dan telah lulus screening subjek melalui alat ukur tingkat stress dari Sarafino. Teknik
penggalian data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan catatan lapangan dan
wawancara. Wawancara yang di lakukan adalah wawancara dengan Pedoman Umum. Proses
wawancara, dimana peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang
berguna untuk mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa saja yang harus dibahas,
sekaligus menjadi daftar pengecek apakah aspek-aspek yang dibahas dan ditanyakan telah
relevan. Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode analisis tematik.
Analisis tematik merupakan proses mengkode informasi yang dapat menghasilkan daftar tema,
model tema dan kualifikasi yang terkait dengan tema dan teori yang di gunakan dalam
penelitian (Boyatzis, 1998 dalam Poerwandari, 2017).

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Penderita diabetes dalam penelitian ini memiliki kecenderungan mendapatkan
peyakit diabetes dari pola makan dan keturunan. Akan tetapi, gaya hidup tidak kalah
menyumbang penderita untuk akhirnya menjadi seorang penderita diabetes mellitus.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa komplikasi gangrene menjadi hal yang serius
bahkan sampai mengakibatkan amputasi kaki karena penderita kerap tidak
memperhatikan kondisi luka yang ada pada kakinya. Komplikasi gangren banyak di
derita oleh seseorang yang sebelumnya adalah orang yang aktif dan memiliki segudang
aktifitas padat yang mutlak memerlukan kaki untuk berjalan. Luka gangren ini juga
kerap menjadi luka yang serius karena penderita yang aktif serta sibuk sering tidak
memiliki waktu untuk mengurusi luka kaki yang awalnya berukuran kecil ini. Dalam
penelitian ini penderita diabetes yang mengalami gangren merasakan kerugian tersebut
setelah terkena komplikasi gangren ini. Penderita yang dahulunya adalah orang orang
yang aktif dalam kegiatan sosial, pekerjaan dan institusional akhirnya harus mengurangi
bahkan mengehentikan seluruh aktifitasnya karena keterbatasan kondisi fisiknya kini.
Penelitian ini juga menjelaskan bagaimana pengalaman stres penderita sebelum dapat
berhasil melakukan strategi coping stress dalam mengatasi kondisi stress yang ada di
11

dalam dirinya. Dalam penelitian ini di temukan berbagai reaksi yang di alami penderita
diabetes mellitus yang mengalami komplikasi gangren adalah penderita merasa kaget,
kecewa dan sedih karena kakinya sudah tidak utuh kembali, menarik diri dari
lingkungan dan merasa tidak berdaya. Dalam penelitian ini di temukan bahwa penyakit
diabetes mellitus dan komplikasi gangrene tidak hanya membuat penderita rugi dalam
hal fisik, namun juga psikis. Dalam penelitian ini di temukan bahwa Penderita diabetes
memiliki pengalaman stress akibat penyakit diabetes mellitus dan juga komplikasi
gangrennya. Awalnya setelah menderita komplikasi gangrene dan harus di amputasi
penderita diabetes tidak dapat menerima keadaannya dan kerap merasa resah karena
keterbatasan fisiknya kini. Dalam usahanya untuk melarikan diri dari stress penderita
diabetes mellitus menggunakan strategi coping stress berupa confrontative coping,
dalam penelitian ini penderita melakukan berbagai upaya confrontative coping seperti
tidak mau di bawa ke rumah sakit, berbohong untuk menutupi keadaan kaki dan
fisiknya yang sebenarnya ke dokter dan juga tidak mau di amputasi. Hal tersebut
akhirnya membuat salah satu penderita diabetes mengalami proses penyembuhan yang
lebih lama karena benar benar bersikukuh tidak ingin di amputasi.
Dalam penelitian ini juga di temukan bahwa penderita diabetes sangat memerlukan
dukungan dari orang orang di sekitarnya. dukungan sosial ini adalah salah satu indikator dari
stategi pengelolaan stres dari dimensi problem solving effort yakni seeking social support.
Dukungan sosial dari orang orang di sekitar penderita ini sangat di butuhkan untuk menjadi
semangat dan motivasinya untuk sembuh. Tanpa adanya orang lain di sekitarnya yang menjadi
semangat dan penyemangatnya, mungkin penderita diabetes tidak dapat bertahan hingga saat
ini. Jenis jenis dukungan sosial yang di terima dan di butuhkan oleh masing masing penderita
diabetes sebetulnya sama, namun tergantung pada pribadi masing masing penderita dan juga
lingkungannya.
Penderita diabetes mellitus yang memiliki keluarga yang cukup mendukungnya akan
lebih condong untuk meminta dan mendapat bantuan dari anak dan juga pasangannya,
sedangkan penderita yang lebih dekat lingkungannya dengan teman temannya dari pada
keluarganya akan mendapat dan meminta dukungan dari teman temannya tersebut. Penderita
mengakui bahwa dukungan sosial dari orang orang di sekitarnya ini yang membuatnya menjadi
semangat dalam menjalani proses pengobatan penyakit diabetes dan gangrene yang panjang.
Penderita diabetes mellitus yang mengalami gangren juga memiliki berbagai perencanaanperencanaan yang di lakukan untuk menjaga kondisi penyakit dan lukanya. berfokus pada
bagaimana cara menyembuhkan luka dan juga menjaga kondisinya agar tidak stres agar tetap

12

sehat. Langkah ini termasuk dalam strategi coping stress dalam dimensi problem solving effort
yakni planful problem solving, Bentuk langkah strategi coping stress berupa planful problem
solving yang di lakukan oleh penderita diabetes mellitus yang mengalami komplikasi gangren
dalam penelitian ini adalah dengan rutin berobat dan meminum obatnya secara teratur dan
displin. Menjalankan pola makan diet diabetik untuk menjaga kadar gula darahnya dan
berpuasa. Berkonsultsi ke dokter dan rutin mengontrol kondisi luka gangrennya. Penderita
diabetes mellitus juga belajar mengenai penyakitnya agar paham apa yang harus di lakukan
penderita kepada penyakitnya.
Penderita diabetes yang mengalami komplikasi gangren dalam penelitian ini juga
memiliki strategi coping stress berupa kontrol diri untuk mengatasi stres akibat penyakitnya.
Dalam penelitian ini di temukan bahwa kontrol diri yang dilakukan oleh penderita diabetes
mellitus yang mengalami komplikasi gangrene adalah seperti tidak akan menceritakan
masalahnya apabila penderita masih bisa menyelesaikannya sendiri. memilah milah hal apa
yang perlu di ceritakan dan yang bisa atasi sendiri. Strategi coping stress selanjutnya yang di
gunakan oleh penderita diabetes mellitus yang mengalami gangren dalam penelitian ini adalah
distancing, dalam penelitian ini di temukan bahwa stragtegi pengelolaan stres berupa distancing
yang di lakukan oleh penderita adalah tidak terlalu memikirkan masalah penyakitnya secara
berlebihan yang membuatnya berlarut dalam kesedihan dan hanya meratapi nasibnya. Penderita
mencoba menghindarkan dirinya dari stress dengan menganggap bahwa semuanya sudah ada
masanya.
Dalam penelitian ini di temukan bahwa penderita diabetes mellitus yang mengalami
gangren juga melakukan strategi coping stress berupa positive appraisal. Strategi coping stress
positive appraisal yang di lakukan oleh penderita mellitus yang mengalami gangren dalam
penelitian ini adalah penderita bersyukur masih dapat bertahan hingga kini, penderita mencoba
mencari makna positif di balik keadaannya kini. Penderita optimis untuk dapat terus sehat
karena penderita memiiki seorang inspirasi, Penderita memiliki tujuan dan telah mengetahui
apa yang penting dalam hidupnya, sebagai contoh penderita bersemangat untuk sehat karena
ingin melihat anak anaknya sukses dan tumbuh dewasa. Penderita berusaha mendekatkan diri
kepada tuhan dengan memperbanyak beribadah dan berdoa khusus nya membaca surat Alfatiha,
Seperti yang di sampaikan oleh buya hamka (1982) dalam Handiansyah dan Hadi (2017)
bahwa surat Al-Fatihah memiliki banyak kelebihan dibandingkan dengan surat yang lain. Yang
pertama dia disebut dengan fatihatul kitab atau pembukaan kitab, karena kitab Alquran dimulai
atau dibuka dengan surat ini. Yang kedua surat Al-Fatihah merupakan bacaan wajib dalam
sholat lima waktu sehingga menjadi tidak syah sholat yang tidak membaca surat ini. penderita
merasa lega setelah mencurahkan seluruh isi hatinya ketika berdoa, hal tersebut membantunya

13

untuk dapat lebih tenang dan tidak stress menjalani hidupnya kini. Penderita memaknai hidup
nya dengan baik setelah sakit karena dengan hal tersebut pikirannya akan menjadi tenang dan
proses pengobatannya dapat optimal. Penderita diabetes mellitus yang mengalami gangren
dalam penelitian ini juga melakukan strategi coping stress berupa accepting responsibility.
dalam penelitian ini bentuk strategi coping stress berupa accepting responsibility yang di
lakukan oleh penderita adalah mengakui kesalahan pola makannya yang menyebabkan
penderita akhirnya menderita diabetes mellitus dan komplikasi gangren. Penderita mengakui
meskipun telah mengetahui bahwa dirinya adalah keturunan diabetes penderita tidak dapat
menjaga pola makannya dengan baik. penderita berjanji untuk dapat merubah pola makan dan
berjanji akan mengobati luka serta menstabilkan kadar gula darahnya dengan disiplin
menjalankan pola makan diet diabetik. Karena pengalaman menderita gangrene dan amputasi
serta pengangkatan luka begitu membekas di hati mereka dan membuat penderita diabetes
merubah sesuatu di dalam dirinya untuk hal ini.
Meskipun memiliki perencanaan yang baik untuk menjaga kondisinya, penderita diabetes
mellitus yang mengalami gangren juga pernah berada dalam kondisi dimana ia benar benar
jenuh menjalani semua rutinitas pengobatan yang selama ini telah ia lakukan. Hal ini adalah
pengalihan stress berupa escpace / avoidance. Dalam penelitian ini di temukan bahwa penderita
berusaha untuk mengalihkan stresnya dengan membayangkan kondisi dimana ia bukan menjadi
seornag penderita diabetes mellitus. Seperti yang telah di jelaskan di atas penderita merupakan
orang orang yang aktif, dengan keadaannya saat ini terkadang penderita sangat ingin menjadi
seperti dahulu. penderita juga pernah lupa memakan makanan yang menjadi pantangan bagi
penyakitnya, meskipun mengetahui bahwa makanan tersebut adalah pantangan bagi
penyakitnya. Strategi coping stress pada penelitian ini, menggunakan dasar yang dijelaskan oleh
Folkman dan Lazarus (1984). Strategi coping stress dibedakan menjadi 2 macam strategi coping
stress, yaitu problem solving effort dan emotion focused coping yang akan dilakukan oleh semua
orang ketika mengalami suatu pengalaman stress. Dalam Penelitian ini, penderita diabetes yang
mengalami gangren menggunakan kedua strategi coping stress tersebut untuk mengelola
stresnya akibat dari penyakit diabetes dan komplikasi gangrennya. Problem solving effort
merupakan suatu usaha untuk melakukan suatu hal yang konstruktif untuk mengatasi suatu
situasi yang membuat stres sosial, meliputi suatu kejadian yang merugikan, berbahaya maupun
tantangan yang dihadapi oleh individu, sedangkan emotion focused coping merupakan suatu
usaha untuk mengatur emosi yang dirasakan oleh individu ketika dihadapkan oleh suatu
kejadian yang membuat stres sosial (Folkman dan Lazarus, 1980, dalam Rustini, 2017). Dari
penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti, ada tiga strategi coping stresss terbesar yang di
lakukan oleh ketiga penderita. Yakni di bagian problem solving effort, yaitu planful problem

14

solving dan seeking social support. Kemudian di bagian emotion focused coping di bagian
positive appraisal. Yang pada artinya ketiga penderita berfokus pada bagaimana rencana
mereka untuk menyelesaikan masalahnya, bagaimana cara mereka untuk berfokus pada langkah
langkah yang harus mereka ambil untuk mengatasi kondisi luka akibat diabetes sehingga ia
tidak menjadi stress. Kemudian ketiga penderita menyerahkan seluruhnya kepada tuhan.
Ketiganya sepakat untuk memasrahkan dirinya dan mencari makna positif dibalik keadaannya
saat ini. Ketiga penderita sadar apa yang menjadi prioritasnya yang terpenting saat ini. Dan
tidak berfokus pada bagaimana kesedihan yang ia rasakan apalagi meratapi nasibnya. Yang
ketiga sebuah strategi coping stress tidak akan berhasil tanpa adalah dukungan dari orang orang
yang ada di sekitar penderita, dukungan inilah yang membuat penderita menjadi kuat dan
bersemangat untuk menjalani hari harinya, dengan dukungan tersebut mereka termotivasi untuk
terus berusaha sehat dan sembuh. Dukungan ini berasal dari keluarga, tetangga, teman dan
orang orang terdekat penderita, termasuk tenaga medis.
SIMPULAN DAN SARAN
Penyakit diabetes mellitus ternyata tidak hanya di sebabkan oleh faktor keturunan saja.
Terbukti bahwa ketiga penderita dalam penelitian ini meskipun memiliki faktor keturunan
ketiganya tetap tidak bisa menjaga pola makannya dengan baik. Pola makan inilah yang pada
akhirnya mengantarkannya sebagai penderita diabetes mellitus dan pada akhirnya mengalami
komplikasi gangrene. dalam menghadapi kenyataan menjadi penderita diabetes mellitus dan
komplikasi gangrene, ketiga penderita memiliki pengalaman stress dan cara melakukan strategi
coping stress yang berbeda beda. Dari penelitian yang telah di lakukan oleh peneliti, ada tiga
strategi coping stresss terbesar yang di lakukan oleh ketiga penderita. Yakni di bagian problem
solving effort, yaitu planful problem solving dan seeking social support. Kemudian di bagian
emotion focused coping di bagian positive appraisal. Yang pada artinya ketiga penderita
berfokus pada bagaimana rencana mereka untuk menyelesaikan masalahnya, bagaimana cara
mereka untuk berfokus pada langkah langkah yang harus mereka ambil untuk mengatasi kondisi
luka akibat diabetes sehingga ia tidak menjadi stress. Kemudian ketiga penderita menyerahkan
seluruhnya kepada tuhan. Ketiganya sepakat untuk memasrahkan dirinya dan mencari makna
positif dibalik keadaannya saat ini. Ketiga penderita sadar apa yang menjadi prioritasnya yang
terpenting saat ini. Dan tidak berfokus pada bagaimana kesedihan yang ia rasakan apalagi
meratapi nasibnya. Yang ketiga sebuah strategi coping stress tidak akan berhasil tanpa adalah
dukungan dari orang orang yang ada di sekitar penderita, dukungan inilah yang membuat
penderita menjadi kuat dan bersemangat untuk menjalani hari harinya, dengan dukungan

15

tersebut mereka termotivasi untuk terus berusaha sehat dan sembuh. Dukungan ini berasal dari
keluarga, tetangga, teman dan orang orang terdekat penderita, termasuk tenaga medis.
Ada perbedaan mengenai mana yang paling dominan di lakukan tiap penderita dalam tipe
tipe pengambilan strategi coping stress yang paling dominan tersebut, perbedaan itu di sebabkan
oleh bagaimana kondisi lingkungan tempat penderita berada. Penelitian selanjutnya dapat
menggunakan jumlah penderita lebih dari tiga agar dapat memperkaya data pada penelitian.
Serta menggali lebih dalam pola strategi pengelolaan apa saja yang di lakukan oleh penderita di
luar teori srategi pengelolaan stres dari lazarus. Karena dalam penelitian ini ada beberapa
strategi coping stresss dan usaha usaha pengelolaan stres yang ada di luar teori tersebut. Sebuah
strategi coping stress akan berhasil apabila seseorang memiliki keinginan kuat untuk dapat lepas
dari kondisi stress yang sat ini ia rasakan. Dukungan sosial dari keluarga dan juga selalu
berpikir positif atas semua hal yang di dapatkan kini juga dapat membuat penderita diabetes
terhindar dari stress dan meningkatkan kualitas hidupnya agar lebih baik lagi.

16

PUSTAKA ACUAN
Adam, J.M.F (2017). Klasifikasi dan kriteria diagnosis diabetes melitus yang baru. Cermin
Dunia Kedokteran. No. 127.
Anggraeni, T., Cahyanti, I.Y. (2017). Perbedaan Psychological Well-Being Pada Penderita
Diabetes Tipe 2 Usia Dewasa Madya Ditinjau dari Strategi Coping. Jurnal Psikologi
Klinis. Universitas Airlangga. 1-8
Arisman. (2017). Diabetes Mellitus. Buku Ajar Ilmu Gizi Obesitas, Diabetes Mellitus dan
Dislipidemia. Jakarta: EGC, 44-54
Achmat. R. (2017). Diabetes dan Penanggulangannya. Disampaikan pada acara peringatan
hari diabetes dunia. . Jakarta : Program Sarjana Universitas Indonesia.
Evans, J.L., I.D. Goldfine, B.A. Maddux, and G.M. Grodsky. (2017). Perspective in
Diabetes: Are Oxidative Stress-Activated Signaling Pathways mediators of Insulin
Resistance and -Cell Dysfunction?. Journal of Diabetic .52:1-8.
Fajari, N.M. (2017) Stres Emosional Pada Penderita Diabetes Mellitus. Di akses pada tanggal
10 Maret 2018 dari, https://pojoksehat.com/ebook/
Goz, F., Karaoz, S., Goz, M., Ekiz, S., & Cetin, I. (2017). Effect of the diabetic patient’s
perceived social support in their quality of life. Journal of Clinical Nursing, 16, 13531360.
Hardiansyah, Eko., Hadi, Cholichul., (2017). Psikologi Al-fatiha : Solusi untuk Mencapai
Kebahagiaan yang Sebenarnya. Jurnal Psikologi Islam, Vol. 4, No. 2 (2017): 107—120
Helmi, R.A. (2017). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Penerimaan Diri
pada Penderita Diabetes Melitus. Skripsi. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM
Larasati, K (2017). Emosi dan Diabetes. Di akses pada tanggal 7 Desember 2017 dari, http://
krisnalarasati.com/2010/05/html
Lazarus, R.S., & Folkman, S. (1984). Ways of coping scale (rev.ed). University of California,
San Fransisco : Author.
Neuman, W.L. (2017). Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approarches.
United Of America : A Person Education Company
Poerwandari, E. K. (2017). Pendekatan Kualitatif Untuk Penelitian Perilaku Manusia. Jakarta
: LPSP3 UI
Rustini, A.S. (2017). Pengaruh Strategi Coping Dan Komplikasi Gangren Terhadap Level
Stres Pada Penderita Diabetes Melitus. Jurnal Psikologi. Universitas Sebelas Maret. 110
Sarafino, E.P. (2017). Health Psychology: Biopsychosocial Interactions (6 ed). USA: John
Wiley & Sons, Inc.
Satiadarma, M.P. (2017). Sikap bermusuhan dan Penyakit Kronis. Jurnal Psikologi. 1-5
Solichah, D.R. (2017). Hubungan antara Dukungan Sosial dengan Derajat Depresi pada
penderita Diabetes Mellitus dengan Komplikasi. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas
Maret.
Vazquez, C., Hervas, G., Rahona, J.R., & Gomez, D. (2017). Psychological Well-Being and
Health. Contributionsof PositivePsychology. Annuary of Clinical and Health
Psychology, 5, 15-27
W.H.O. (2018). Diabetes Mellitus. Diakses tanggal 10 Maret 2018 dari, http://.who.int/topics/
diabetes-mellitus/en/.

17

LAMPIRAN

Pedoman Wawancara untuk Subjek Penelitian
1. Form Identitas Subyek Penelitian :
a. Nama

:

b. Tempat dan tanggal lahir

:

c. Usia

:

d. Agama

:

e. Suku bangsa

:

f. Alamat

:

g. Pendidikan

:

No Dimensi

1

Problem
Solving
Effort

Indikator

Pertanyaan
Inti

Confrontative
Coping

Upaya agresif apa
yang di lakukan
oleh
penderita
diabetes mellitus
tipe
2
yang
mengalami
gangren
untuk
mengubah situasi
yang
membuat
penderita stress
berkaitan
penyakit
dan

Pertanyaan
Wawancara
1. Ketika anda terkena
diabetes,
pola
makan dan hidup
anda pasti banyak
berubah.
Yang
biasanya
anda
makan apapun yang
anda suka, sekarang
sudha tidak bisa,
apakah anda tidak
berusaha
untuk
mempertahankan

18

No Dimensi

Indikator

Seeking Social
Support

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara

kondisi
gangrenenya?

pola hidup anda
seperti
sediakala
sebelum sakit untuk
menghindari stress
yang anda rasakan
akibat
penyakit
ini ?
2. Apakah
anda
pernah
merasa
marah
karena
mendapatkan
penyakit
yang
menyebabkan anda
menderita
komplikasi berupa
gangrene
yang
seperti anda derita
saat ini ? apa yang
anda lakukan ketika
anda marah karena
keadaan ini ?

Bagaimana
dukungan orang
lain
mempengaruhi
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene untuk
mengubah situasi
yang
membuat
oleh
penderita
menjadi
stress
berkaitan dengan
penyakit
dan
kondisi
gangrenenya ?

1. Upaya apa yang
anda lakukan untuk
dapat
dukungan
dari orang orang
sekitar anda ?
2. Apakah
anda
mengikuti
suatu
kelompok khusus
penderita diabetes
dengan
gangrene
untuk
mendapat
informasi
perihal
perawatan penyakit
ini? apabila ada,
apa
saja
kegiatannya,
dan
apa saja yang anda

19

No Dimensi

Indikator

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara
3.

4.

5.

6.

7.

a) Planful Problem
Solving

Bagaimana upaya
yang di lakukan

1.

dapatkan
dari
sana ?
Dengan mengikuti
kelompok
itu,
perasaan apa yang
anda rasakan ?apa
anda merasa lebih
baik ?
Siapa saja yang
biasa anda ajak
berdiskusi
dan
bercerita
perihal
masalah
penyakit
anda saat ini ?
Siapa saja orang
yang anda mintai
saran
perihal
penyakit
anda,
mungkin mengenai
cara perawatan dan
menghadapi stress
psikologis
yang
anda rasakan karena
penyakit ini ?
Bagaimana
perasaan
anda
setelah
anda
mendapat dukungan
dari orang orang di
sekitar anda ?
Bagaimana
dukungan
dari
keluarga
anda
selama ini dalam
proses
penyembuhan
penyakit anda ?
Apakah anda sudah
sadar dengan yang
sedang anda alami
20

No Dimensi

2

Emotion
Focus
Coping

Indikator

Self Control

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara

penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene untuk
mengatasi secara
langsung
permasalahan
yang sedang di
alami
sekarang
berkaitan dengan
penyakit
dan
kondisi
gangrenenya ?

saat ini ? kalau ia,
apakah anda telah
memiliki
rencana
untuk
menyelesaikan
masalah
anda
berupa
penyakit
yang sedang anda
derita saat ini ?
2. Langkah
langkah
apa saja dalam
rencana anda yang
akan anda ambil
untuk
menyelesaikan
permasalahn anda ?
3. Apakah uaha anda
untuk
merubah
keadaan
yang
sedang anda alami
saat
ini
agar
menjadi
lebih
baik ?
4. Bagaimana solusi
solusi yang telah
anda lakukan untuk
menanggulangi
masalah
penyakit
diabetes
dengan
gngren yang sedang
anda alami saat
ini ?

Bagaimana upaya
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene lakukan
untuk

1. Ketika
anda
mengalami
gangrene
akibat
penyakit
diabetes
anda
ini,
pasti
banyak sekali hal

21

No Dimensi

Indikator

Pertanyaan
Inti
mengendalikan
emosinya
pada
situasi
yang
membuat
penderita stress
berkaitan dengan
penyakit
dan
kondisi
gangrenenya ?

Pertanyaan
Wawancara
yang berkecambuk
dalam hati anda,
entah menolak dulu
sebelum menerima
dan
lain
sebagainya,
bagaimana
cara
anda
mengontrol
diri dan emosi anda
agar tidak sampai
merugikan
ornag
sekitar anda ?
2. Apakah
anda
mencoba
untuk
mencegah
agar
orang lain tahu
masalah anda ?
3. Apakah selama ini
anda
cenderung
menutupi perasaan
yang sedang anda
rasakan
dan
cenderung
memberiaka
masalah
yang
terjadi agar terbuka
dengan sendirinya,
agar
dengan
sendirinya
orang
lain tahu apa yang
sednag
anda
rasakan ?
4. Apakah
anda
mencoba
untuk
mengatasi masalah
anda
sendiri
terlebih
dahulu
sebelum meminta
bantuan pada orang
lain, karena anda
22

No Dimensi

Indikator

Distancing

Pertanyaan
Inti

Bagaimana upaya
yang di lakukan
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene untuk
melepaskan diri
dari situasi yang
membuat
penderita stress
berkaitan dengan
penyakit
dan
kondisi
gangrenenya?

Pertanyaan
Wawancara
tahu bahwa ada
seseorang di luar
sana yang memiliki
keadaan
seperti
anda dan mampu
menyelesaikan
masalahnya ?
1. Apakah
anda
pernah
mencoba
sejenak
untuk
melarikan diri dari
masalah
penyakit
yang anda alami
saat ini ? misalnya
makan
makanan
yang
sebnarnya
pantangan
dan
melakukan sesuatu
yang
sebenarnya
tidak
sesuatu
dengan kaidah pola
hidup sehat ala
penderita diabetes
dengan gangrene ?
2. Pernahkah
anda
bertindak
seolah
anda tidak sedang
mengalami kondisi
gangren
dan
melupakannya
sejenak ?
3. Apakah
anda
mencoba
melihat
dari
sisi
baik
permasalahan yang
sata ini tengah anda
rasakan berkaitan
dengan
keadaan
gangrene yang anda
alami saat ini agar
23

No Dimensi

Indikator

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara
anda tidak stress ?

Positive
Reappraisal

Bagaimana upaya
yang di lakukan
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene untuk
untuk
menemukan
makna dari situasi
yang
membuat
penderita stress
berkaitan dengan
penyakit
dan
kondisi
gangrenenya?

1. Apakah
anda
memiliki seseorang
yang anda jadikan
inspirasi
dalam
mengadapi hari hari
anda
setelah
menjadi
penyandang
diabetes
dengan
gangrene ?
2. sampai hari ini,
apakah anda telah
menemukan makna
dalam hidup anda
yang membuat anda
dapat
menerima
keadaan ini dengan
baik ?
3. dalam mebgadapi
sakit
dabetes
dengan
gangrene
bagaimana
upaya
spiritual anda ? apa
yang anda rasakan

Accepting
Responsibility

Bagaimana
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene
menempatkan diri
dalam
situasi
yang membuatnya
stress berkaitan
dengan penyakit

1. Apakah anda telah
dapat
mengakui
bahwa
penyakit
diabetes
denegan
gangrene
yang
sedang anda alami
saat
ini
adalah
akibat dari pola
hidup anda yang
tidak
sehat

24

No Dimensi

Indikator

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara

dan
kondisi
gangrenenya ?

2.

3.

Escape / Avoidance Apakah harapanharapan yang di
inginkan
penderita diabetes
mellitus tipe 2
yang mengalami
gangrene ketika
penderita berada
pada situasi yang

1.

2.

sebelumnya ? atau
menurut anda pola
hidup sehat itu juga
ada
pengaruhnya
dari orang lain ?
Setelah semua ini,
apakah
anda
menyadari bahwa
sebenarnya
siapa
yang
sebenarnya
menjadi
sumber
permasalahan
hingga keadaan ini
bisa
anda
dapatkan ?
Apabila anda sadar
bahwa
andalah
sumber
masalahnya, apakah
anda telah berusaha
untuk
meminta
maaf
pada
diri
sendiri dan berjanji
untuk menjadi lebih
baik
lagi
dan
menjaga
konisi
anda agar tetap
prima baik di segi
psikis dan fisik
anda ?
Apakah
anda
pernah
berusaha
menolak
percaya
bahwa anda saat ini
adalah
penderita
diabetes
dengan
gangrene ?
Apakah
anda
pernah benar benar
bermaslas malasan,
25

No Dimensi

Indikator

Pertanyaan
Inti

Pertanyaan
Wawancara

membuat
kamu
stress berkaitan
dengan penyakit
dan
kondisi
gangrenenya?
3.

4.

5.

6.

tidur dan makan
sesuka anda, malas
meminum
obat
yang di berikan
dokter ?
Apakah
harapan
anda
kedepan
mengenai
hidup
anda ?
Apakah
anda
pernah
melarikan
diri
dari
diet
diabetic
yang
harusnya
anda
jalani
?
atau
melakukan aktifits
yang
seharusnya
tidak
di
perbolehkan untuk
dilakukan
oleh
penderita diabetes
dengan gangrene ?
Apakah
anda
pernah
menyalahkan orang
lain atas keadaan
yang anda jalani
saat ini (penyakit
anda)?
Apa anda pernah
bermalas malasan

26

STRESS MANAGEMENT STRATEGIES (COPING STRESS) IN DIABETES
MELLITUS TYPE 2 EXPERIENCED GANGRENE COMPLICATIONS
PRELIMINARY
Diabetes Mellitus (DM) is a chronic (chronic) disease. This disease is characterized by
blood glucose levels exceeding normal and carbohydrate metabolism, fat and protein metabolism
caused by lack of hormone insulin in relative or absolute (Adam, 2017). World Health
Organization (2018) formulated that Diabetes Mellitus is a type of metabolic disease with
characteristics of hyperglycemia that occurs due to abnormalities of insulin secretion, insulin
work or both.
Diabetes mellitus is one type of chronic disease with the number of patients who continue
to increase and become a health problem for all countries in the world. According to the World
Health Organization (2018) in 2017 the number of people with diabetes mellitus worldwide has
reached 271 million inhabitants. In 2017, Indonesia is ranked 4th with the number of people with
diabetes mellitus as many as 8 million people (Arisman, 2017). Diabetes mellitus can be
distinguished into type 1 diabetes mellitus and type 2 diabetes mellitus (Evans et al., 2017).
Diabetes mellitus types 1 and 2 are differentiated by cause. Type 1 diabetes mellitus is
caused by pancreatic damage resulting in reduced insulin production, while type 2 diabetes
mellitus is caused by insulin resistance in the sense that insulin is adequate but does not work
well in controlling blood sugar levels. Diabetes mellitus type 1 is hard to predict and prevent,
because it is a disease caused by genetic abnormality brought about by birth. In contrast to type 2
diabetes mellitus which generally affects people with unhealthy diet and lifestyle and rarely
exercise (Evans et al., 2017). Judging from the comparison of cases, type 1 diabetes mellitus
covers 10-15 percent of all people with diabetes mellitus. The number of cases of type 2 diabetes
mellitus reaches 85-90 percent of all people with diabetes of all types (Evans et al., 2017). From
this it can be seen that people with diabetes mellitus type 2 become the dominance of the total
diabetes mellitus patients.
The dominance of the number of people with type 2 diabetes mellitus is one of them is
triggered by the increase of consumer society and lifestyle that more sitting than moving and also
unhealthy diet (Helmi, 2017). Diabetes Mellitus is a disease that can not be cured. Drugs that are
given to people with diabetes only serves to stabilize and lower blood pressure not to heal. That
is, the patient must be ready to be able to coexist with diabetes mellitus this lifetime (Helmi,
2017). Adam (2017) explains that diabetes mellitus causes irreversible organs, especially in the
eye area (retinopathy), kidney (nephropathy), nerves (neuropathy), heart (infarcmiocardial), and
blood vessels due to damage of insulin secretion, insulin work, or both, so that glucose (blood
sugar) will accumulate in the body, because it can not be broken down into energy sources. Due
to disruption of the function of the body, this disease can also provide deadly complications,
such as heart attack, stroke, kidney failure, impotence (impotence), the emergence of gangrene
and blindness (Adam, 2017)