PENGERTIAN PENYAKIT DIARE DAN KERANGKA T

BAB2

TINJAUAN PUSTAKA
Teori dan konsep yang berkaitan dengan hal yang akan diteliti akan diuraikan pada bab ini
sebagai landasan dalam melaksanakan penelitian. Adapun uraian tersebut terdiri dan konsep
diare, tumbuh kembang dan karakteristik anak dibawah usia 2 tahun yang berhubungan
dengan diare, konsep epidemiologi, peran perawat dalam pencegahan penyakit dan teori
model promosi kesehatan menurut Nola. 3. Pender.
2.1.KONSEP DIARE
2.1.1 Pengertian
Diare didefmisikan sebagai inflamasi pada membran mukosa lambung dan usus halus
yang ditandai dengan diare, muntah-muntah yang berakibat kehilangan cairan dan
elektrolit yang menimbulkan dehidrasi dan gangguan keseimbangan elektrolit (Betz,
2009). Juffrie dkk ( 2010) menyebutkan diare adalah buang air besar pada bayi atau
anak Iebih dan 3 kali sehari, disertai konsistensi tinja menjadi cair dengan atau tanpa
lendir dan darah yang berlangsung kurang dan satu minggu.
Diare merupakan suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti
biasanya. Perubahan yang terjadi berupa peningkatan volume cairan, dan frekuensi
dengan atau tanpa lendir darah, seperti lebth dan 3x1 han (Hidayat, 2008). Diare
merupakan penyakit yang terjadi ketika terdapat perubahan konsistensi feses selam dan
frekuensi buang air besar. Seseorang dikatakan diare bila feses lebih berair dan

biasanya, atau bila buang air besar tiga kali atau lebih, atau buang air besar berair tapi
tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Depkes, 2009).
Dan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa diare adalah bertambahnya frekuensi
defekasi lebih dan 3 kali per han path bayi dan lebih dan 6 kali path anak, yang disertai
dengan perubahan konsistensi tinja menjadi encer.
2.1.2 Klasifikasi Diare
Ada dua jems diare menurut Suraatmaja (2002) yaitu diane akut dan diare kronik.
Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak path bayi dan anak yang
sebelumnya sehat sedangkan diare kronik adalah diare yang berkelanjutan sampai 2
mmggu atau lebih dengan kehulangan berat badan atau berat bath tidak bertambah

(failure to thrive) selama masa diare tersebut. Diane kronik dibagi menjadi beberapa
jerns yaitu diane persisten yaitu diane yang disebabkan oleh infeksi. Protracted diane
yaitu diare yang berlangsung lebih dan 2 minggu dengan tinja cain dan frekuensi 4 x
atau lebih perhani. Diane Intraktabel adalah diare yang timbul berulang kali dalam
waktu singkat

(

misalnya 1-3 bulan). Prolonged diane adalah diane yang berlangsung


lebih dan 7 han. Cronic non specific diarrhea adalah diane yang berlangsung lebih dan
3 minggu tetapi tidak disertal gangguan pertumbuhan dan tidak ada tanda-tanda infeksi
maupun malabsorsi.
2.1.2 Etiologi
Etiologi diare akut dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu faktor infeksi yang dibagi
menjadi mfeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu mfeksi yang terjadi pada
saluran pencemaan yang merupakan penyebab utama diare path anak, meliputi: mfeksi
bakteri, virus, parasit, protozoa dan jamur. Bakteri yang sering menjadi penyebab
diane adalah Vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter, Yersinia,
Aeromonas, infeksi virus disebabkan oleh Enteroovirus, Adenovirus, Rotarovirus,
Astrovirus dan infeksi parasit disebabkan oleh cacmg Ascaris, Trichiuris, Oxyuris,
Strongyloides,
Protozoa disebabkan oleh Entamoeba histolytica, Giardia lambia, Ttrichomonas
hominis, dan jamur yaitu Candida albicans.
Sementara itu infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lam diluar alat
pencernaan, seperti Otitis media akut (OMA), tonsilitis, bronkopneumonia dan
ensefalitis. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2
tahun.
Etiologi berikutnya adalah faktor malabsopsi. Malabsopsi yang bisa terjadi yaitu

terhadap karbohicirat: disakarida ( intoleransi laktosa, maltosa dan sukrosa),
monosakarida (mtoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak
yang terpenting dan tersering adalah Iaktosa. Malabsopsi lemak dan protein juga
merupakan penyebab timbulnya diare.
Selain infeksi virus, bakteri, jamur dan malabsopsi faktor makanan seperti makanan
basi, beracun, alergi terhadap makanan dan juga fàktor psikologis seperti ketakutan

dan kecemasan juga berkonstribusi terhadap timbulnya diare, walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang Iebih besar.
Mekanisme dasar penyebab timbulnya diare yaitu pertama terjadinya gangguan
osmotik dimana terjadinya peningkatan tekanan osmotik dalam rongga usus akibat
makanan yang tidak dapat dapat diserap sehingga mengakibatkan teijadinya pergeseran
air dan elektrolit kedalam rongga usus yang merangsang terjadinya diare. Kedua yaitu
gangguan sekresi yang terjadi akibat toksin yang berada di dinding usus, sebingga
terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit melalui saluran pencernaan. Ketiga yaitu
gangguan mortalitas usus yang mengakibatkan terjadinya hiperperistaltik dan
hipoperistaltik.
Sedangkan etiologi path diare kronik sangat komplek dan merupakan gabungan faktor
yang saling berkaitan dan saling mempengaruhi. Menurut WHO ada beberapa faktor
penyebab diare kronik yaitu adanya infeksi bakteri dan parasit yang sudah resisten

terhadap antibiotika/anti parasit, disertai overgrowth bakteri non-patogen seperti
pseudomonas, klebssiella, streptokok, stafilokok. Kerusakan path epitel usus pada
awalnya akan terjadmya kekurangan enzim laktase dan protase yang mengakibatkan
teijadmya maldigesti dan malabsorpsi karbohidrat dan protein, dan path tahap lanjut
setelah terjadi KEP yang menyebabkan terjadi atropi mukosa lambung, usus halus
disertai penumpukan viii serta kerusakan hepar dan pankreas. Gangguan imunologis
yang terjadi pada anak akan berdampak penurunan path sistem pertahanan tubuh anak
terhadap bakteri, virus, parasit dan jamur yang masuk kedalam usus yang berkembang
deagan cepat, dengan akibat lanjut menjadi diare persisten dan malabsorpsi makanan
yang lebih berat. Faktor lain yang juga menjadi penyebab diare kronik yaitu penangan
diare yang tidak efektif, penghentian pemberian ASI dan makanan serta pemberian
obat-obatan antimotalitas (Suraatmaja, 2009).

2.1.3 Mekanisme Terjadinya Diare

Proses terjadinya gastroenteritis dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor
diantaranya pertama faktor infeksi, proses

mi dapat diawali adanya niikroorgaizisnze


(kuman) yang masuk kedalam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam
usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan usus. Selanjutnya terjadi
perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam
absorbsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakten atau akan
menyebabkan sistim transport aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi
yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
Faktor malabsorbsi merupakan

kegagalan dalam melakukan absorbsi yang

mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehinga terjadi pergeseran air dan
elektrolit ke rongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadi
gastroenteritis. Ketiga, faktor makanan dapat terjadi apabila toksm yang ada tidak
mampu diserap dengan baik sehingga terjadi peningkatan dan penurunan peristalistik
yang mengakibatkan penunman kesempatan untuk menyerap makanan yang kemudian
menyebabkan gastroenteritis (Hidayat, 2008.)

2.1.4 Gejala Diare
Menurut Ngastiah (2005) Path mulanya bayilanak menjadi cengeng, kemudian suhu
tubuh menmgkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbulah diare.

Tinja makin cair, mungkin bercampur Lendir dan darah, warna tinja makin lama makin
berubah kehijauh ijauan karena bercampur dengan empedu. Karena anak sering
defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi makin asam akibat
banyaknya asam laktat yang terjadi dan pemecahan Iaktosa yang tidak dapat diabsopsi
oleh usus. Gejala muntah dapat terjadi sebelum atau sesudah diare.
Bila anak telah banyak kehilangan air dan elektrolit, terjadilah gejala dehidrasi. Berat
badan menurun, turgor kulit berkurang, dan ubunu bun besar menjadi cekung (pada
bayi), turgor kulit berkurang, selaput lendir path bibir, mulut serta kulit tampak kering
dan tcrjadi keram abdomen (Suraatmaja, 2009)

2.1.5 Derajat Dehidrasi

Menurut Suraatmaja (2009) derajat dehidrasi dapat ditentukan berdasarkan
2.1.6.2 Kehilangan berat badan
Pada dehidrasi ringan terjadi penurunan berat badan sebesar 2,5 sampai 5 %,
path dehidrasi sedang terjadi penurunan berat badan 5 sampai 10% sedangkan
pada dehidrasi berat terjadi pemirunan berat badan> 10%
2.1.6.2 Skor Maurice King
Tabel 2.1
Derajat dehidrasi menurut Maurice King

Bagian tubuh
yang diperiksa

NiIai

untuk gejala yang ditemukan

o

1

2

Keadaan
umum

sehat

Gelisah,
ngantuk


Elastisitas kulit

Normal

Sedikit kurang

Sangat kurang

Mata

Normal

Sedikit kurang

Sangat cekung

Ubun-ubun

Normal


Sedikit kurang

Sangat cekung

Mulut

Normal

Kering

Kering
sianosis

Denyut

Kuat>
120

Sedang (120-140)


Kering &

cengeng,

apatis, Mengigau,
koma/syok

besar

nadi/mnt

sianosis , >140

&

Untuk menentukan elastisitas kulit, kulit perut “dicubit” selama 3 0-60 detilc,
kemudian dilepas. Jika kulit kembali normal dalam waktu 2 sampai 5 detik
menandakan anak mengalami dehidrasi ringan, 5 sampai 10 detik anak
mengalami dehidrasi sedang dan bila terjadi dehidrasi tinggi turgor kulit

kembali lebth dari 10 detik. Berdasarkan skor yang ditemukan path penderita,
dapat ditentukan derajat dehidrasinya yaitu dehidrasi ringan
(skor 0 sampai 2), dehidrasi sedang (3 sampai 6), dehidrasi berat (skor >7).
2.1.6.3 Berdasarkan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)
Yang termasuk dalam kategori dehidrasi berat adalah terdapatnya tanda-tanda letargis atau
anak tidak sadar, mata cekung, anak tidak bisa minum atau malas minum serta cubitan perut
kembalmya sangat lambat. Dehidrasi ringan/sedang terjadi apabila terdapat dua atau lebih dan
tanda-tanda benikut anak rnenjadi gelisah dan rewel/marah, mata cekung, haus. Minum
dengan lahap, cubitan kulit perut kembalmya lambat.
2.1.7 Komplikasi
Kebanyakan penderita diare sembuh tanpa mengalami komplikasi, tetapi sebagian kecil
mengalami komplikasi dan dehidrasi, kelainan elektrolit atau pengobatan yang diberikan.
Adapun komplikasi yang dapat terjadi yaitu hiponatremia dapat terjadi path penderita diane
yang minum cairan sedikit! tidak mengandung natrium. Penderita gizi buruk mempunyai
kecendrungan mengalami hiponatremia. Sedangkan hipernatremia sering terjadi pada bayi barn
lahir sampai usia 1 tahun (khususnya bayi berumur kurang dan 6 bulan). Biasanya terjadi path
diare yang disertai muntah dengan intake cairanlmakanan kurang, atau cairan yang di minum
mengandung terlalu banyak natrium.
Hipokalsemia terjadi jika penggantian kalium selama dehidrasi ldak cukup, akan terjadi
kekurangan kalium yang ditandai dengan kelemahan path tUngkai, ileus, kerusakan path ginjal
dan aritmia jantung. Asidosis metabolik ditandai dengan bertambahnya asam atau hilangnya
basa cairan ekstraseluler. Sebagai kompensasi terjadi alkalosis respiratorik, yang ditandai
dengan pemafasan yang dalam dan cepat.

Ileus paralitik merupakan komplikasi yang penting dan sering berakibat fatal,
terutama path anak kecil sebagai akibat penggunaan obat antimotilitas yang ditandai
dengan distensi abdomen, muntah, peristaltik usus berkurang atau tidak ada.
2.1.8 Penatalaksanaan
Departemen Kesehatan menetapkan lima pilar penatalaksanaan diare bagi semua kasus
diare path anak balita baik yang dirawat di rumah sakit maupun dirawat dirumah,
yaitu:
2.1.8.1 Pemberian cairan atau rehidrasi
Pada klien diare yang hams dipethatikan adalah terjadinya kekurangan cairan
atau dehidrasi. Oleh sebab itu, pemantauan derajat dehidrasi dan keadaan
umum pada pasien sangatlah penting. Pada klien dengan dehidrasi ringan dan
sedang, cairan diberikan peroral berupa cairan yang berisikan NaCI dan Na,
HCO, K dan Glukosa, untuk gastroenteritis akut diatas umur 6 bulan dengan
dehidrasi nngan, atau sedang kadar natrium 50- 60 Meq/1 dapat dibuat sendiri
(mengandung larutan garam dan gula ) atau air tajin yang diberi gula dengan
garam. Hal tersebut diatas athlah untuk pengobatan dirumah sebelum dibawah
ke rumah sakit untuk mencegah dehidrasi lebth lanjut. Untuk pemberian cairan
parenteral junilah yang akan diberikan tergantung dan berat badan atau
ringannya dehidrasi, yang diperhitungkan kehilangan cairan sesuai dengan
umur dan berat badannya (Juifrie, 2011).
2.1.8.2 PemberianZmc
Zinc diberikan untuk mengurangi lama dan beratnya diare. Zinc juga dapat
mengembalikan nafsu makan anak. Penggunaan zinc ini memang popular beberapa
tahun terakhir karena memiliki evidence based yang bagus. Beberapa penelitian telah
membuktikannya. Penggunaan zinc dalani pengobatan diare
akut didasarkan path efeknya terhadap fungsi imun atau terhadap struktur dan fungsi
saluran cerna dan terhadap proses perbaikan epitel saluran cema selama diare. Pemberian

zinc path diare dapat meningkatkan absopsi air dan elektrolit oleh usus halus
,meningkatkan regenerasi epitel usus, meningkatkan jumlah brush border apical, dan
meningkatkan respon imun yang mempercepat pembersihan patogen dan usus (Juffrie,
2011).

Menurut Depkes (2008) dan penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa

zinc mempunyai efek protektif terhadap diare dan menurunkan kekambuhan diare sebanyak
11% dan menurut hasil pilot studi menunjukkan bahwa zinc mempunyai tingkat hasil guna

sebesar 67%. Zinc diberikan selama 10 -14 han berturut-turut meskipun anak telah sembuh
dan diare. Untuk bayi, tablet zinc dapat dilarutkan dengan air matang, ASI, atau oralit. Untuk
anak yang lebih besar, Zinc dapat dikunyah atau dilarutkan dalam air matang atau oralit
(Juffrie, 2011).

2.1.8.3 Pengobatan dietetik dan pemberian ASI
Pengobatan dietetik adalah dengan pemberian makanan dan minuman khusus pada Mien
dengan tujuan penyembuhan dan menjaga kesehatan. Adapun hal yang perlu diperhatikan

adalah untuk anak dibawah satu tahun dengan berat badan kurang dan
7 Kg, jenis makanan yang diberikan adalah memberikan asi

dan susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh
misalnya LLM, makanan setengah patht (bubur, makanan padat Nasi Tim). Memberikan
bahan makanan yang mengandung kalori, protein, vitamin, mineral dan makanan yang
bersih.
Prinsip

pengobatan

dietetik

yaitu

B



E



S



E

singkatan

dan

Oralit, Breast Feeding, Early Feeding, Stimulaneously with
Education (Suraatmaja, 2009).

2.1.8.4 Pengobatan Kausal
Pengobatan yang tepat terhadap kausa diane diberikan setelah di ketahui penyebab pasti.

Jika kausa diare penyakit parental, diberikan antibiotika sistemik. Jika tidak terdapat
infeksi parental, antibiotik baru boleh diberikan kalau path pemeriksaan laboratorium
ditemukan bakteri patogen.

2.1.8.5 Pengobatan Simtomatik

Pemberian obat anti diare bertujuan untuk menghentikan diare secara cepat seperti
antispasmodik
2.1.9. Pencegahan Diare

Menurut Juffie (2010), upaya pencegahan diare dapat dilakukan dengan cara mencegah
penyebaran kuman pathogen penyebab diane. Kuman-kuman pathogen penyebab diare
umumnya disebarkan secara fekal-oral. Pemutusan penyebaran kuman penyebab diare perlu
difokuskan path cara penyebaran. Adapun upaya pencegahan diare yang terbukti efektif
meliputi pemberian ASI yang benar, memperbaiki penyiapan dan penyimpanan makanan

pendamping ASI, penggunaan air bersih yang cukup, membudayakan kebiasaan mencuci
tangan dengan sabun sehabis buang air besar dansebelum makan, penggunaan jamban
yang bersih dan hiegienis oleh seluruh anggota keluarga, membuang tinja bayi yang benar

dan memperbaiki daya tahan tubuh penjamu.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh anak dan dapat
mengurangi resiko diane antara lain dengan memberi ASI paling tidak sampai usia 2
tahun, meningkatkan nilai
gizi makanan pendampmg ASI badan memben makanan dalam jumlah yang cukup
untuk memperbaiki status gizi anak, pemberian imunisasi campak.
Sedangkan menurut Suraatmaja (2007) ada tujuh mtervensi pencegahan diare yang
efektif yaitu dengan pemberian ASI, memperbaiki asupan makanan sapihan,
menggunakan air bersih yang cukup banyak, mencuci tangan, menggunakan jamban
keluarga, cara membuang tinja yang baik dan benar serta pemberian immunisasi
campak, pada balita, 1 sampai 7 % kejadian diare berhubungan dengan campak, dan
diare yang terjadi pada campak umumnya lebth berat dan lebih lama (susah diobati,
cendrung menjadi kronis) karena adanya kelainan pada epitel usus. Diperkirakan
imunisasi campak yang mencakup 45 sampai 90 % bayi berumur 9 sampai 11 bulan
dapat mencegah 40 sampai 60% kasus campak, 0,6 sampai 3,8% kejadian diare dan 6
sampai 25% kematian karena diare pada balita.

2.1.10 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Diare

Banyak faktor nsiko yang mempengaruhi terjadinya diare pada bayi dan balita. Cara
penularan diare pada umumnya melalui cara fekal—oral yaitu melalui makanan atau
minuman yang tercemar oleh enteropatogen, atau kontak langsung dengan tangan
penderita atau barang-barang yang telah tercemar tinja penderita atau tidak langsung
melalui lalat. (melalui 4 F =finger,flies,fluidfield.
Adapun faktor resiko terjadinya diare yaitu:

2.1.10.1 FaktorAnak
Bayi dan anak balita merupakan kelompok usia yang paling banyak
mendenta diare, kerentanan kelompok usia ini juga banyak dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu umur anak, pemberian ASI, status gizi anak dan status
imunisasi campak.
a. Faktor umur
Sebagian besar diare terjadi path 2 tahun pertama kehidupan. Insidensi
tertinggi terjadi path kelompok umur 6 sampai 11 bulan, path saat diberikan
makanan pendamping ASI (Juffrie, 2011). Hal ini dikarenakan belum
terbentuknya kekebalan alami dan anak usia dibawah satu tahun. Pola mi
menggambarkan kombmasi efek penurunan kadar antibodi ibu, kurangnya
kekebalan aktif bayi, pengenalan makanan yang mungkin terkontaminasi
bakten tmja dan kontak langsung dengan tinja manusia atau bmatang path
saat bayi mulai thpat merangkak (Depkes, 1999).
Dan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinthamurniwaty (2005) terhadap
faktor-faktor risiko kejadian diane akut di Semarang menyatakan bahwa
kelompok umur yang paling banyak menderita diare adalah umur < 24 bulan
yaitu sebesar 58,68 %, kemudian 24-36 bulan sebesar 24,65 %, sedangkan
paling sedikit umur 37-60 bulan 16,67 %.

b. Jenis Kelamin Anak

Dan beberapa penelitian yang dilakukan bahwa terdapat perbedaan jumlah
kasus anak laki-laki dan perempuan yang mendenita dIane. Palupi (2009)
dalam penelitiannya tentang status gizi hubungannya dengan kejadian diane
path anak diane, menjelaskan bahwa pasien laki-laki yang mendenita diane
lebih banyak dan pada perempuan dengan perbandingan 1,5:1 (dengan
proporsi pada anak laki-laki sebesar 60 % dan anak perempuan sebesar 40%.
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Santoso (2005) yang
menyatakan bahwa risiko kesakitan diane path balita
perempuan sedikit lebih rendali dibandingkan dengan balita laid-laid dengan
perbandingan 1: 1,2, walaupun hingga saat liii belum diketahui penyebab
pastinya. Kemungkinan terjadinya hal tersebut dikarenakan path anak lakilaki lebth aictif dibandingkan dengan perempuan, sehingga mudah terpapar
dengan agen penyebab diare.

c. Status Gizi
Status gizi pada anak sangat berpengaiuh terhadap kejadian penyakit diare.
Pada anak yang mendeiita kurang gizi dan gizi buruk yang mendapatkan
asupan makan yang kurang mengakibatkan episode diare akutnya menjadi
lebih berat dan mengakibatkan diare yang lebih lama dan sering. Risiko
meninggal akibat diare persisten dan atau disentri sangat meningkat bila
anak sudah mengalami kurang gizi. Beratnya penyakit, Iamanya dan risiko
kematian karena diare meningkat path anak-anak dengan kurang gizi,
apalagi path yang menderita gizi buruk (Palupi, 2009).
Dan penelitian yang dilakukan oleh Adisasmito (2007) terhadap beberapa
penelitian faktor risiko diare di Indonesia didapatkan basil bahwa status gizi
yang buruk merupakan faktor risiko teijadinya diare. Hal mi sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sinthamunuwaty (2005) yang menyatakan
bahwa balita dengan status gizi rendah mempunyai risiko 4,21 kali terkena
diare akut dibanding balita dengan status gizi baik.

d. Status Imunisasi Campak

Menurut Suraatmaja (2007), pada balita, 1-7% kejadian diare berhubungan dengan
campak, dan diare yang terjadi pada campak umumnya lebih berat dan lebih lama
(susah diobati, cendrung menjadi kroms) karena adanya kelainan path epitel usus.

Diare dan disentri lebih sering terjadi atau berakibat berat path anak-anak dengan
campak atau menderita campak thiam 4 minggu terakhir. Hal liii disebabkan
karena penurunan kekebalan pada penderita (Depkes, 1999).

2.1.10.2 FaktorOrangtua
Peranan orang tua dalam pencegahan dan perawatan anak dengan diare sangatlab penting.
Faktor yang mempengaruhinya yaitu umur ibu, tingkat pendidikan, pengetahuan ibu
mengenai hidup sehat dan pencegahan terhadap penyakit. Rendahnya tingkat pendidikan
ibu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan diare dan perawatan anak dengan
diare merupakan penyebab anak terlambat ditangani dan terlambat mendapatkan
pertolongan sehingga beresiko mengalami dehidrasi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Hermin (1994), ditemukan bahwa kelompok ibu
dengan status pendidikan SLTP keatas mempunyai kemungkinan 1,25 kali

memberikan cairan rehidrasi oral dengan baik path balita diban’ding dengan kelompok
ibu dengan status pendidikan SD kebawah. Dan penelitian Cholis Bachnoen dan Soemantri
(1993) diketahui pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh terhathp morbiditas anak

balita, begitu pula basil penelitian Sunoto (1990).
Tingkat pengetahuan ibu, sikap dan perilaku keluarga dalam tatalaksana penderita diare
mencegah terjadinya kondisi anak dengan dehidrasi (Sukawana, 2000)
Sementara itu dan hasil survei yang dilakukan oleh SDKI (2007) terhadap pengetahuan ibu
tentang diare didapatkan data bahwa pengetahuan ibu tentang pembenian paket oralit lebih
rendah pada wanita dengan kelompok umur 15-19 tahun dibandingkan dengan wanita
yang lebih tua. Sementara itu pendidikan ibu mempunyai hubungan yang positif dengan
pengetahuan ibu tentang pembenian paket oralit.

2.1.10.3 Faktor lingkungan

Di daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersth dengan sanitasi yang jelek akan
mengakibatkan penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu penyebab
diare merupakan penyakit endemik, infeksi dapat benlangsung sepanjang tahun, terutama
pada bayi dan anaka nak yang berumur 6 bulan sampai 3 tahun (Depkes, 1999).

Penularan penyakit diare sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana sebagian besar
penularan melaluifaecalo ral yang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana air bersih
dan jamban keluarga yang memenuhi syarat kesehatan serta perilaku sehat dan keluarga.

2.1.10.4 Hyegine dan Kebersihan din
Perilaku hyegine dan kebersihan ibu dan anak mempunyai pengaruh terhadap pencegahan

terjadinya diare path bayi dan balita, salah satu perilaku hidup bersih yang sening
dilakukan adalah mencuci tangan sebelum dan sesudah makan path anak dan juga setelah
anak buang air besar (Hira, 2002)

Banyak penyakit mudah ditularkan melalui makanan yang terkontaminasi atau dan
tangan ke mulut. Perilaku mencuci tangan mengurangi nsiko penularan penyakit
pada salman cema (tinja) maupun salman pernafasan. (SDKI, 2007)
Tangan yang kotor dan kuku panjang merupakan sarana berkembang biaknya agen
kuman dan bakteri terutama penyebab penyakit diane. Oleh sebab itu pentingnya
orang ma memperhatikan kebersihan tangan dan kuku pada anak usia bayi dan
balita, dmiana pada usia mi anak berada pada tahapan dimana lebih cendnrng untuk
memasukkan benda atau tangan ke dalam mulut.

2.1.10.5 Sosial ekonomi
Status ekonomi yang rendah akan mempengarubi status gizi anggota keluarga. Hal
ini nampak dan ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
gizi keluarga khususnya anak balita sehingga mereka cendrung memiliki status gizi
kurang bahkan gizi buruk yang memudahkan balita mengalami diare. Keluarga
dengan status ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang tidak memenuhi

syarat kesehatan sehingga mudah terserang diane. Menurut Adisasmito (2007) ada
beberapa hal yang mempengaruhi faktor sosial ekonomi yaitu jumlah balita dalam
keluarga, jenis pekeijaan , pendidikan ayah, pendapatan, jumlah anak dalam keluarga
dan faktor ekonomi. Dan berbagai faktor yang diteliti falctor ekononii dan
pendapatan keluargalah yang menunjukkan hubungan yang sigrnfikan. Hal ini
menunjukkan bahwa rendabnya status ekonomi keluarga merupakan salah satu
faktor risiko penyebab teijadinya diane tertutama path anak bayi dan balita.
Konsep Health Promotion (RPM) dapat dipakai sebagai dasar pertimbangan dalam
pencegahan terhadap kejadian penyakit diare path anak. Diperlukan komitmen bersama dan
semua komponen yang ada baik dan masyarakat terutama adalah orang tua yang
mempunyai anak balita maupun dan tenaga kesehatan termasuk juga perawat. Pentingnya

peran perawat dalam upaya pencegahan terhadap berbagai penyakit infeksi seperti diare,
dengan memutuskan rantai penularan infeksi. Faktor lingkungan mempunyai penganuh
besar tenhadap penulanan penyakit diane , lingkungan yang tidak sehat merupakan
sarana tempat berkembang biaknya agen-agen penyebab diane seperti air sumber air bersih
yang tidak memadai, sarana/tempat pembuangan tiinja dan jamban yang tidak layak.
Selain itu pentingnya mempertahankan daya tahan tubuh anak dengan pemberian
imumsasi yang lengkap dan pembenan makanan yang bergizi akan menurunkan nsiko

anak terkena penyakit. Dengan pemberian penyuluhan kesehatan yang tepat pada orang
tua tentang penyakit diane dan pola hidup yang sehat dibarapkan dapat mencegah
terjadinya penyakit diare pada anak.

2.6 KFRANGKATEORI
Faktor Penyebab & Risiko
Faktor
Penyebab
Infeksi
Malabsorbsi
Makanan basi,
beracun &
alergi
Faktor Anak
Usia
Jenis Kelamin
ASI ekslusif
Status Gizi
Imunisasi
Kebersihan
tangan dan
kuku

Tindakan

Peran Perawat :
primer,
sekunder,
tersier

Pemberian
Penkes
tentang
penyakit,
penatalaksana
an ,

Hambatan
yang
disarankan

Faktor Sosial
Ekonomi
Penghasilan
keluarga

Ya
Merasaka
n
manfaat
tindakan
Sikap

Diare Pada
Anak

Faktor Ibu
Usia,
Pendidikan
Pengetahuan
Kebiasaan
mencuci
tangan
sebelum
memberikan
makan anak

Hasil

Perilaku
promosi
kesehata
n

Komitmen
terhadap
rencana
tindakan

Pengaruh
Interpesonal :

Tidak

Keluarga (orang
tua) pelayanan
Pengaruh
Siatuasional :
Persepsi terhadap
pilihan yang ada,
karakteristik
kebutuhan, cirri-ciri
estetik lingkungan
Skema 2.4.2. Kerangka Teori Penelitian

Kekambuh
an Diare

Sumber : Tomey & Alligood ( 2006); Mubarok (2009)