membangun dunia pendidikan matematika fi

MEMBANGUN DUNIA PENDIDIKAN
MATEMATIKA
TUGAS AKHIR
disusun guna menyelesaikan ujian akhir semester mata kuliah filsafat

Disusun Oleh :
SOLEH UZAIN
NIM 11301241018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2015

Bangunlah Dunia Pendidikan Matematika
Matematika sangat penting dalam kehidupan manusia. Seluruh lapisan
manusia sangat bergantung dengan matematika. Matematika dipakai dan
digunakan oleh seluruh manusia di dunia. Bagaimana membangun dunia dengan
pendidikan matematika? Berikut beberapa uraiannya.
A. Membangun Dunia

Dunia terbangun dari sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Oleh
karena itu apa yang kita pikirkan dan tidak dapat dipikirkan itulah dunia.
Apa yang ada di sekitar kita dan di luar lingkungan kita itulah dunia. Dunia
dapat berupa komponen sintesis dari anti-tesis dan tesis yang terkandung di
dalamnya. Segala yang ada dan yang mungkin ada di dunia ini menempati
ruang dan waktunya masing-masing. Setiap unsur di dunia ini telah
diciptakan secara seimbang. Misalnya jika separo dunia ontologi, maka
separo dunia yang lain adalah tidak ontologi, jika separo dunia adalah
epistemologi maka separo dunia yang lain adalah tidak epistemologi, jika
separo dunia adalah aksiologi maka separo dunia yang lain adalah tidak
aksiologi, jika separo dunia adalah vatal maka separo dunia yang lain adalah
fital.
Untuk membangun dunia, manusia harus tahu dulu, dunia seperti apa
yang diinginkannya? Serta apa tujuan keberadaannya di dunia yang dia
bangun itu? Serta ontologi, epitemologi dan aksiologi dunia itu. Dunia kita
bukan hanya dunia fisik tapi juga dunia hayat. Konsep dunia sebenarnya
jauh lebih luas dari pada apa yang bisa kita lihat saat ini. Saat mempelajari
ilmu filsafat, diketahui bahwa lingkup filsafat mempelajari yang ada dan
yang mungkin ada. Alam semesta/dunia yang terjangkau secara fisik,
mungkin hanya bagian kecil dari keseluruhan dunia. Manusia adalah mahluk

terbatas, sehingga dunia yang bisa dibangunpun mungkin bisa disebut dunia
yang terbatas.
Dunia sebagai keseluruhan, menurut pandangan filsafat klasik, adalah
bidang dari segala bidang-bidang lainnya. Ia adalah jaringan dari

keseluruhan. Namun manusia tidak akan pernah bisa memahami dunia
demikian, karena pengetahuannya yang terbatas. Terjangan filsafat
posmodern telah membuyarkan harapan manusia tentang filsafat yang bisa
menjelaskan segalanya dalam satu gambaran dunia yang utuh dan koheren.
Akibatnya, banyak orang kini kehilangan pegangan, karena panduan dunia
yang utuh dan menyeluruh telah menghilang. Keyakinan akan kebenaran
mutlak dipertanyakan ulang. Sebaliknya, imajinasi dan kreativitas justru
meningkat, guna mengisi kekosongan yang telah ditinggalkan. Dunia
bagaikan rumah - tempat yang dingin yang harus ditata dengan imajinasi dan
daya cipta manusia. Tidak ada pilihan lain, kecuali manusia menjalani ini
semua dengan penuh kesadaran dan kebebasan.
Menurut Immanuel Kant, jika kita ingin melihat dunia, lihatlah pada
pikiran kita sendiri karena dunia ini persis seperti apa yang kita pikirkan.
Terlihat bahwa bagaimanapun dunia akan dibangun sangat bergantung
dengan apa yang kita pikirkan. Berpikir dunia akan menjadi seperti apa,

bagaimana membangunnya, apa tujuan membangun dunia. Hal ini dapat
dijawab dari apa yang ada dalam pikiran kita sendiri. Apabila lebih diperluas
lagi, maka pikiran kita dapat berupa imajinasi, kreativitas, kebebasan dan
kesadarannya secara utuh dan penuh.
B. Membangun Matematika
Matematika merupakan bahasa yang melambangkan serangkaian makna
dari pernyataan yang kita sampaikan, lambang dari matematika bersifat
artifisialis, mempunyai arti jika diberikan sebuah makna kepadanya.
Matematika bersifat kuantitatif dan sebagai sarana berpikir deduktif.
Matematika bersifat kuantitatif dimana matematika mengembangkan bahasa
numerik yang memungkinkan kita melakukan pengukuran sehingga dapat
meningkatkan

daya

prediktif

dan

kontrol


dari

ilmu.

Matematika

memungkinkan ilmu mengalami perkembangan dari tahap kualitatif ke
kuantitatif. Perkembangan ini merupakan suatu hal yang imperatif bila kita
menghendaki daya prediksi dan kontrol yang lebih tepat dan cermat.

Matematika, pada hakekatnya, selalu berusaha mengungkap kebenaran
namun dalam sejarah panjangnya, sejak jaman Renaisan, aspek empiris dari
matematika seperti yang dicanangkan oleh John Stuart Mill ternyata kurang
mendapat prospek yang cerah. Matematika telah berkembang menjadi
kegiatan abstraksi yang lebih tinggi di atas kejelasan pondasinya. Kaum
pondasionalis

epistemologis


berusaha

meletakkan

dasar

pengetahuan

matematika dan berusaha menjamin kepastian dan kebenaran matematika,
untuk mengatasi kerancuan dan ketidakpastian dari pondasi matematika yang
telah diletakkan sebelumnya. Di dalam Teori Pengetahuannya, Immanuel Kant
berusaha meletakkan dasar epistemologis bagi matematika untuk menjamin
bahwa matematika memang benar dapat dipandang sebagai ilmu. Kant
menyatakan bahwa metode yang benar untuk memperoleh kebenaran
matematika adalah memperlakukan matematika sebagai pengetahuan a priori.
Menurut Kant, secara spesifik, validitas obyektif dari pengetahuan matematika
diperoleh melalui bentuk a priori dari sensibilitas kita yang memungkinkan
diperolehnya pengalaman inderawi.
Menurut James dan James (Erman Suherman, 2001: 18) matematika
adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsepkonsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang

banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Sementara itu, Menurut Gregson (2007: 2), matematika adalah suatu
bahasa yang digunakan untuk menyatakan hubungan suatu hal yang
bergantung pada hal yang lain. Misal luas suatu kebun yang berbentuk persegi
panjang bergantung pada ukuran panjang dan lebar yang dimiliki oleh kebun
tersebut.
De Lange (2005:8)

seorang pakar pendidikan matematika dari

Freudenthal Institute (FI) suatu lembaga di Universitas Utrecht yang sangat
terkenal dengan Realistic Mathematics Education (RME) menyatakan:
“‘What is mathematics?’ is not a simple question to answer.” Yang jelas,
faktanya adalah materi (content) matematika pada tahun 1900 jelas berbeda
dengan materi matematika pada tahun 2007. De Lange (2005:8) mencatat ada

sekitar 60 sampai 70 cabang matematika yang berbeda. Tidak hanya itu,
kebutuhan (needs) para siswa terhadapmmatematika pada tahun 1900 akan
sangat berbeda dengan kebutuhan para siswa terhadap matematika pada saat
sekarang. Hal inilah yang akan menyebabkan terjadinya perubahan definisi

matematika, pembelajarannya, dan tujuan pembelajaran matematikadi kelas.
Tujuan dan proses pembelajaran matematika di kelas akan berubah sesuai
perubahan waktu dan tuntutan perubahan kebutuhan siswa terhadap
matematika.
Wilder R.L. menyatakan bahwa dalam sudut pandang constructivism
obyek matematika ada hanya jika dapat dibangun (dikonstruk). Berangkat dari
pandangan ini, semua objek matematika seharusnya dapat dikonstruk dan
dibawa ke dalam pembelajaran matematika. Menurut Kant, constructivism
berangkat dari kesadaran akan keterbatasan, ketidaksempurnaan dan
kerentanan manusia. Manusia terancam dengan klaim yang tidak benar
sehingga kata Kant, “thus they need to check and criticize the unjustified and
arbitrary assumptions they make in reasoning”.
Menurut Freudenthal (dalam gravemeijer,1994), matematisasi bukan
sekedar suatu kesatuan proses utuh dalam mencari maupun membangun
matematika yang relevan dari suatu fenomena-fenomena atau konteks .
melainkan membangun matematika untuk diaplikasikan dalam sehari-hari.
Setidaknya cara yang dapat dilakukan untuk membangun matematika yaitu:
1. Generalitas (generality )
Kemampuan generalisasi dapat dikembangkan dengan pembelajaran yang
menekankan pada analogi,klasifikasi,dan struktur.

2. Kepastian (certainty)
Kepastian berkaitan dengan kegiatan refleksi justifikasi dan pembuktian
3. Ketepatan (exactness)
Ketepatan berkaitan dengan pemodelan ,simbolisasi dan pendefinisian
4. Ringkas (brevity)
Matematika akan menjadi ringkas melalui simbolisasi dan skematisasi
C. Membangun Pendidikan

Pendidikan

adalah

upaya

mengembangkan

potensi-potensi

manusiawi peserta didik baik potensi fisik potensi cipta, rasa, maupun
karsanya, agar potensi itu menjadi nyata dan dapat berfungsi dalam

perjalanan hidupnya. Dasar pendidikan adalah cita-cita kemanusiaan
universal. Pendidikan bertujuan menyiapkan pribadi dalam keseimbangan,
kesatuan. organis, harmonis, dinamis. guna mencapai tujuan hidup
kemanusiaan. Menurut poedjawijatna (2002:202) pendidikan merupakan
pertolongan orang dewasa terhadap anak supaya anak mencapai kedewasaan
seluruhnya. Kedewasaan yang dimaksud adalah manusia yang dapat
menanggung dan bertanggung jawab atas tindakannya, tahu baik dan buruk
dan mempunyai pengetahuan.
Menurut john Locke tujuan dari pendidikan, yakni pertama,
pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap
manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan,
pengetahuan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran,
keutamaan dan kebijaksanaan hidup. Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk
mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan
sesuai dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan
sebagai usaha untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat. Setiap
manusia diarahkan pada usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang
ada dalam dirinya. Ketiga, pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari
kebutuhan


manusia

untuk

menjadi

pribadi

yang

dewasa

dan

bertanggungjawab. Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh John Locke
sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang bermoral.
Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi
manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan.
Keempat, pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan
membaharui sistem pemerintahan yang ada.

Selain itu, menurut Plato Pendidikan itu adalah suatu bangsa dengan
tugas yang harus dilaksanakan untuk kepentingan negara dan perorangan,
pendidikan itu memberikan kesempatan kepadanya untuk penampilan

kesanggupan diri pribadinya. Bagi negara, dia bertanggung jawab untuk
memberikan perkembangan kepada warga negaranya, dapat berlatih, terdidik
dan merasakan bahagia dalam menjalankan peranannya buat melaksanakan
kehidupan kemasyarakatan. Didalam negara idealnya pendidikan memperoleh
tempat yang paling utama dan mendapat perhatian yang paling khusus bahkan
dapat dikatakan bahwa pendidikan adalah tugas dan panggilan yang sangat
mulia yang harus diselenggarakan oleh negara. Pendidikan itu sebenarnya
merupakan suatu tindakan pembebasan dari belengggu ketidaktahuan dan
ketidakbenaran. Dengan pendidikan, orang-orang akan mengetahui apa yang
benar dan apa yang tidak benar. Dengan pendidikan pula, orang-orang akan
mengenal apa yang balk dan apa yang jahat, dan juga akan menyadari apa
patut dan apa yang tidak patut, dan yang paling dominan dari semua itu
adalah bahwa pendidikan mereka akan lahir kembali.
Membangun

pendidikan

dilakukan

pula

dengan

membangun

kurikulum sesuai dengan keadaan dan kebutuhan siswa. Hal ini senada
dengan pendapat John Dewey yang mengkritik sistem kurikulum yang hanya
“ditentukan dari atas” tanpa memperhatikan masukan-masukan dari bawah.
Seharusnya dan sepatutnya kurikulum dibuat melihat dan memperhatikan
masukan-masukan dari guru yang terlibat langsung dengan siswa. Kurikulum
pendidikan dibangun bukan atas dasar opini dari atasan saja, melainkan
benar-benar hal yang dibutuhkan dan berdasarkan orang-orang yang terlibat
langsung dilapangan. Bagi Dewey, lebih penting melatih pikiran manusia
untuk memecahkan masalah yang dihadapi, dari pada mengisinya secara sarat
dengan formulai-formulasi secara sarat teoritis yang tertib. Pendidikan harus
pula mengenal hubungan yang erat antara tindakan dan pemikiran, antara
eksperimen dan refleksi. Pendidikan yang merupakan kontiunitas dari refleksi
atas pengalaman juga akan mengembangkan moralitas dari anak-anak didik.
Dengan demikian belajar dalam arti mencari pengetahuan, merupakan suatu
proses yang berkesinambungan. Dalam proses ini, ada perjuangan yang terus
menerus untuk membentuk teori dalam konteks eksperimen dan pemikiran.

Dengan demikian jelaslah pula bahwa peranan pendidikan yang paling
utama bagi manusia adalah membebaskan dan memperbaharui. Pembebasan
dan pembaharuan itu akan membentuk manusia utuh, yakni manusia yang
berhasil menggapai segala keutamaan dan moralitas jiwa mengantarnya ke
idea yang tinggi yaitu kebajikan, kebaikan dan keadilan. Cita-cita Plato yang
paling agung terus digenggamnya sampai akhir hayatnya Tujuan pendidikan
menurut Plato adalah untuk menemukan kemampuan-kemampuan ilmiah
setiap individu dan melatihnya sehingga ia akan menjadi seorang warga
negara yang balk, dalam suatu masyarakat yang harmonis, melaksanakan
tugas-tugasnya secara efisien sebagai seorang anggota kelasnya.
Dari beberapa pendapat diatas dapat ditarik kesimpulan membangun
pendidikan

dapat

diprogramkan

dilakukan

sebaik-haiknya

dengan
agar

pendidikan

mampu

direncanakan

mencapai

sasaran

dan
yang

diidamkan. Dengan kata lain pendidikan yang baik haruslah direncanakan dan
diprogramkan dengan baik agar dapat berhasil dengan baik untuk menunjang
rencana propaganda dan sensor. Propaganda perlu untuk menanamkan
program pendidikan itu, pemerintah harus mengadakan motivasi, semangat
loyalitas, kebersamaan dan kesatuan cinta akan kebaikan dan keadilan.
D. Membangun Pendidikan matematika
Pendidikan matematika dibangun oleh pembelajaran matematika
yang ada di sekolah. Fungsi mata pelajaran matematika sebagai: alat, pola
pikir, dan ilmu atau pengetahuan (Erman Suherman, 2001:55). Siswa
diberi pengalaman menggunakan matematika sebagai alat untuk
memahami atau menyampaikan informasi misalnya melalui persamaanpersamaan, atau tabel-tabel dalam model-model matematika yang
merupakan penyederhanaan dari soal-soal cerita atau soal-soal uraian
matematika lainnya. Pembelajaran matematika bagi para siswa, juga
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian
maupun dalam penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengertian
itu. Dalam pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk

memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang
dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Fungsi
matematika yang selanjutnya adalah sebagai ilmu atau pengetahuan, dan
tentunya pengajaran matematika di sekolah harus diwarnai oleh fungsi
yang ketiga ini. Guru disadarkan akan perannya sebagai motivator dan
pembimbing siswa.
Prinsip belajar matematika (NCTM: 2000) yaitu siswa belajar
matematika seyogyanya dengan pengertian atau pemahaman secara aktif
membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan
sebelumnya. Sehingga belajar matematika itu merupakan proses yang
dilakukan oleh seseorang dengan berbekal pengalaman dan ilmu yang
telah dimiliki. Proses belajar matematika tersebut difasilitasi dengan
adanya guru yang mendampingi kegiatan pembelajaran.
Pembelajaran matematika untuk siswa merupakan matematika
sekolah. Ebbut dan Straker (Marsigit, 2009) menyatakan bahwa hakikat
matematika sekolah antara lain : “Matematika adalah kegiatan
penelusuran pola dan hubungan, matematika adalah kreativitas yang
memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan; Matematika adalah
kegiatan problem solving; Matematika adalah alat komunikasi”. Dari sini
dapat kita ketahui bahwa pembelajaran matematika bukan hanya
menyampaikan konsep-konsep matematika. Melainkan sebuah kegiatan
untuk menulusuri pola, imajinasi, intuisi dan kreativitas. Selain itu Ebbut
dan Straker (Marsigit, 2009) memberikan pandangannya bahwa agar
potensi siswa dapat dikembangkan secara optimal, ansumsi tentang
karakteristik subjek didik dan implikasi terhadap pembelajaran
matematika diberikan sebagai berikut.
1. Murid akan mempelajari matematika jika mempunyai
motivasi
2. Murid mempelajari matematika dengan caranya sendiri

3. Murid mempelajari matematika baik secara mandiri maupun
kerjasama
4. Murid memerlukan konteks dan situasi yang berbeda-beda
dalam mempelajari matematika
Pembelajaran matematika di sekolah memberikan kesempatan
kepada siswa untuk membentuk pola pikir dalam pemahaman suatu
pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan di antara
pengertian-pengertian matematika. Hal ini mendorong guru untuk
memilih dan menggunakan strategi, metode, pendekatan, dan teknik
yang banyak melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Penerapan
matematika

harus

strategi

dan

pendekatan

mengoptimalisasikan

dalam

interaksi

pembelajaran
semua

unsur

pembelajaran dan keterlibatan seluruh indra siswa. Siswa dibiasakan
untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat
yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek. Dengan
pengamatan, siswa mampu menangkap pengertian suatu konsep.
Selanjutnya dengan abstraksi, siswa dilatih untuk membuat perkiraan
dan terkaan berdasarkan pengetahuan yang dikembangkan melalui
generalisasi. Pola pikir induktif dan deduktif semakin berkembang
sehingga siswa mampu memenuhi kebutuhan praktis dan memecahkan
masalah dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan matematika.
E. Membangun dunia pendidikan matematika
Dari beberapa uraian diatas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
membangun

dunia

pendidikan

matematika

melalui

pembelajaran

matematika di sekolah. Matematika yang dimaksud bukan matematika
murni melainkan matematika sekolah yan dapat diikuti, dipahami dan
sesuai dengan kebutuhan siswa.

Dalam pembelajaran matematika

diharapkan peran aktif siswa melalui berbagai kegiatan yang dapat
menjadi sebuah pengalaman oleh siswa.

Sesuai dengan pendapat Ebbut dan Straker pembelajaran
matematika diharapkan agar siswa tertarik dan termotivasi untuk belajar
matematika. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan berbagai
variasi metode, pendekatan maupun model pembelajaran yang dapat
dilakukan oleh guru. Selain itu, seorang guru dalam pembelajaran
matematika hendaknya dapat menempatkan diri dan bisa mengendalikan
siswanya agar siswa dapat belajar dengan caranya sendiri. Variasi lain
yang dapat dilakukan adalah guru memberikan konteks nyata dalam
kehidupan sebagai aplikasi dari materi yang diajarkan. hal ini penting
untuk dilakukan agar siswa merasa matematika itu penting dan
menyenangkan.
Selain itu, pemerintah juga memiliki andil yang cukup besar dalam
membangun pendidikan matematika. Salah satu yang dapat dilakukan
adalah membuat kurikulum pendidikan di indonesia agar sesuai dengan
kebutuhan dan tantangan siswa saat ini. Kurikulum yang dibuat hendaknya
dirancang dan disusun secara matang sesuai dengan keadaan saat ini.
Harapannya dengan dukungan pemerintah yang memfasilitasi

hal

tersebut, dapat membangun dunia pendidikan matematika.

Refrensi:
De Lange, J. (2004). Mathematical Literacy for Living from OECD-PISA
Perspective. Paris: OECD-PISA.
Erman Suherman, dkk. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung : JICA.
Marsigit. (2009). Pembudayaan Matematika di Sekolah untuk Mencapai
Keunggulan Bangsa. Seminar Nasional. Yogyakarta. FMIPA UNY
NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston,
Virginia: NCTM.
Poedjawijatna. (2002). Pembimbing ke Arah Filsafat. Jakarta: PT Rineka Cipta
http://ueu201231118.weblog.esaunggul.ac.id/2013/05/05/matematika-dalamfilsafat-ilmu-dan-logika/

http://sobat-berbagi.blogspot.com/2012/05/pemikiran-filsafat-pendidikanmenurut.html
https://van88.wordpress.com/filsafat-pendidikan/
https://leonardoansis.wordpress.com/goresan-pena-sahabatku-yono/filsafatpendidikan-menurut-john-locke-dan-john-dewey/
https://Rumahmatematika.blogspot.com/membangun dunia html/