PRO DAN KONTRA MENGENAI KENAIKKAN TUNJAN

TUGAS METODOLOGI PENELITIAN ILMU PEMERINTAHAN
PRO DAN KONTRA MENGENAI KENAIKKAN TUNJANGAN UANG MUKA
FASILITAS PEJABAT NEGARA DILIHAT DARI PENDEKATAN PILIHAN
RASIONAL

DOSEN PENGAMPU :
MUHTAR HABODDIN, S.IP, MA

OLEH :
MOCHAMAD TAUFIQ ISMAIL
NIM :
1351 2060 1111 021

ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2015

A. Latar Belakang.
Harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi yang terus mengalami kenaikan
seiring dengan terus melonjaknya harga minyak dunia telah menyebabkan kesengasaraan

bagi rakyat miskin di Indonesia. Ditengah gejolak harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi yang terus mengalami naik turun, pejabat negara justeru menunjukkan perilaku
yang tidak berpihak kepada rakyat kecil. Pejabat negara seolah menutup mata dengan
keadaan rakyat miskin di Indonesia yang terus menjerit kesulitan hidup, harga-harga menjadi
naik yang disebabkan oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi. Mereka
menggunakan uang negara dengan tidak memperhatikan kondisi bangsa sehingga tersipta
ketidakadilan di negeri ini.
Ketua DPR-RI Setya Novanto melalui surat Nomor AG/00026/DPR RI/I/2015
meminta dilakukan revisi besaran tunjang uang muka bagi pejabat negara dan lembaga
negara untuk pembelian kendaraan perorangan, yang dalam Perpres Nomor 68 Tahun 2010
ditetapkan sebesar Rp 116.500.000,- (seratus enam belas juta lima ratus ribu rupiah)
disesuaikan menjadi Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). 1Peraturan Presiden
No. 39 Tahun 2015 adalah sebgai bukti bahwa kebijakan pemerintah yang hanya memihak
kepada para pejabat negara. Seolah-olah pejabat negara dimanjakan dengan segala
keistimewaan yang diperoleh melalui Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) alias
uang rakyat. Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Presiden nomor 68
tahun 2010 tentang fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk
pembelian kendaraan perorangan. Pada Peraturan Presiden tersebut menjelaskan bahwasanya
tunjangan mobil untuk para pejabat negara dinaikkan dari senilai Rp. 116.500.000 menjadi
sebesar Rp. 210.280.000. Kenaikan tunjangan uang muka bagi pejabat negara tersebut tidak

sesuai dengan keadaan dan kondisi bangsa Indonesia saat ini. Kebijakan ini justeru hanya
memanjakan pejabat negara saja.
Mereka yang mendapat uang muka ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat
(560 orang), anggota Dewan Perwakilan Daerah (132 orang), hakim agung (40 orang), hakim
konstitusi (9 orang), anggota Badan Pemeriksa Keuangan (5 orang), dan anggota Komisi
Yudisial (7 orang).2 Dengan jumlah pejabat negara yang berjumlah banyak seperti itu akan
ada pembengkakan anggaran negara untuk post pemberian fasilitas tunjangan penabat negara.
1 http://setkab.go.id/inilah-kronologis-lahirnya-perpres-kenaikan-tunjangan-uang-muka-kendaraanpejabat-negara/ diunduh tanggal 07 April 2015 pukul 07.24
2 http://www.rmol.co/read/2015/04/05/198072/Menaikan-Tunjangan-DP-Mobil-Cara-JokowiBungkam-DPR-, diunduh tanggal 07 April 2015, pukul 15.52.

Ini sangat bertentangan terhadap janji Presiden Joko Widodo untuk penghematan penggunaan
anggaran negara.
Kecurigaan dalam penggunaan uang negara oleh pejabat tersebut terlihat setelah
Presiden Joko Widodo menyetujui begitu saja apa yang telah diusulkan oleh Pimpinan DPRRI. Apabila ini bukan masalah yang bersifat politis tentu saja Presiden Joko Widodo menolak
dan mengkaji ulang apa yang telah di usulkan oleh Ketua DPR-RI Setya Novanto tersebut.
Selalu ada kompromi dalam setiap pembuatan kebijakan yang dialkukan oleh beberapa pihak.
Ada yang menilai bahwa Presien Joko Widodo menyetujui ususalan yang di ajukan karena
sebagai salah satu cara balas budi kepada legislatif setelah pemilu dan pejabat agar tidak
berseberangan atau sejalan dengan pemerintah.
Peraturan ini semakin janggal ketika Presiden Joko Widodo baru mengkonsultasikan

No. 39 Tahun 2015 tentang pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara setelah
preaturan ini disahkan. Peraturan yang semestinya dikonsultasikan setelah usulan yang
disampaikan oleh Ketua DPR-RI Setya Novanto justeru baru dikonsultasikan setelah menjadi
keputusan resmi. Ada unsur politis yang sangat kuat dan saling kompromi dalam pembuatan
Perpres mengenai pemberian fasilitas uang muka bagi pejabat negara kali ini.
Pemerintahan Presiden Joko Widodo mendapat kritikan yang sangat keras terkait
penerbitan Peraturan Presiden yang ditetapkan tertanggal 20 Maret 2015 oleh berbagai
kalangan di Indonesia. Ini bukanlah persoalan kriminalitas yang dilakukan oleh pejabat
negara. Ini adalah soal etika publik pejabat negara dalam melaksanakan kegiatannya
menjalankan pemerintahan yang baik. Tidak menjadi masalah bila penggunaan uang rakyat
untuk kepentingan pejabat negara asalkan digunakan sesuai dengan rasa tanggungjawab yang
tinggi.

B. Pendekatan Pilihan Rasional (Rational Choice)

Penilian terhadap nilai moral telah disampaikan oleh beberapa kalangan di Indonesia
melalui krtikan-kritikannya. Pejabat negara yang seharusnya menjadi contoh dan panutan
oleh seluruh rakyat di Indonesia seharusnya mempunyai etika yang baik. Meskipun mereka
menggunakan uang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) telah sesuai aturan hukum
yang berlaku, mereka telah membuat sakit hati para masyarakat di Indonesia. Tidak ada yang

salah untuk menaikkan tunjangan uang muka pembelian mobil bagi pejabat negara yang
tethormat. Akan tetapi dalam membuat pertauaran baru mengenai itu Presiden dan jajarannya
harus mengoreksi terlebih dahulu saat yang tepat untuk memberlakukan peraturan yang telah
dikeluarkan tersebut.
Pendektatan pilihan rasional dianggap cocok untuk menganalisis masalah yang barubaru ini terjadi. Peraturan yang semula diusulkan dari kalangan legislatif atau DPRD. Hal ini
sesuai fakta pada 5 Januari 2015, Ketua DPR-RI Setya Novanto melalui surat Nomor
AG/00026/DPR RI/I/2015 meminta dilakukan revisi besaran tunjang uang muka bagi pejabat
negara dan lembaga negara untuk pembelian kendaraan perorangan, yang dalam Perpres
Nomor 68 Tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp 116.500.000,- (seratus enam belas juta lima
ratus ribu rupiah) disesuaikan menjadi Rp 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah). 3
Berdasarkan fakta tersebut diketahui bahwa ada maksud yang lain dari penyampaian usulan
tersebut yang menguntungkan bagi kalangannya.
Hal ini sesua dengan prinsip dari pendekatan rational choice yakni individu sebagai
aktor terpenting dalam perpolitikan dan sebagai makhluk rasional selalu mempunyai tujuan.
Sebagai makhluk rasional ia selalu mempunyai tujuan-tujuan (goal-seekig atau goal-oriented)
yang mencerminkan apa yang dianggapnya kepentingan diri sendiri. 4 Ia melakukan hal itu
dalam situasi terbatasnya sumberdaya (resource restaint), dan karena itu ia perlu membuat
pilihan.5 Pendekatan pilihan rasional memusatkan perhatian pada pilihan yang dibuat oleh
para individu yang terlibat dalam pembuatan kebijakan pemerintah. 6 Asumsi utama dari
pendekatan pilihan rasional inin adalah bahwa setiap kepususan yang diambil oleh individu

atau aktor politik memiliki tujuan prbadi.

3 http://setkab.go.id/inilah-kronologis-lahirnya-perpres-kenaikan-tunjangan-uang-muka-kendaraanpejabat-negara/ diunduh tanggal 07 April 2015 pukul 05.38.
4 Miriam Budiarjo, ”Dasar-dasar Ilmu Politik”, Kompas Gramedia, Jakarta, 2010, hlm 93.
5 Ibid.
6 Jurnal Analisis Sosial Demokratisasi dan Kemiskinan atau Kesempatan ?, Yayasan Obor Indonesia,
Volume 6 : hlm 93.

Seperti yang dijelaskan Mouzelis (1975) pada jurnal analis sosial menjelaskan bahwa
organisasi (termasuk di dalamnya organisasi pemerintah) terdiri atas sejumlah individu yang
memiliki tata nilai pribadi, harapan, dan pola perilaku sendiri. Adalah suatu fenomenayang
tidak dapat dihindari bila individu-individu yang tergabung di dalam organisasi tersebut
memiliki sejumlah tujuan pribadi dan akan berusaha memperjuangkan pencapaiannya. 7
Sehingga keputusan yang diambil oleh eksekutif pada haikatnya adalah keputusan yang
dijalani melalui berbagai kompromi-kompromi dari sebuah perjuangan untuk mencapai
tujuan kelompok atau organisasi dan kepentingan individu.
Sekalipun berbagai penganut Rational Choice mempunyai penjelasan yang berbedabeda, substansi dasar dari doktrin ini telah dirumuskan oleh James B. Rule, sebagai berikut
(terjemahannya dipersingkat)8:
1. Tindakan manusia (human action) pada dasarnya adalah “instrumen” (dalam arti : alat
bantu), agar perilaku manusia dapat dijelaskan sebagai usaha untuk mencapai suatu

tujuan yang sedikit banyak jarak jauh. Untuk manusia, atau untuk kesatuan yang lebih
besar, tujuan atau nilai terusan secara hierarkis yang mencerminkan preferensinya
mengenai apa yang diinginkan atau diperlukannya. Hierarki preferensi ini relatif
stabil.
2. Para aktor merumuskan perilakunnya melalui perhitungan rasional mengenai aksi
mana yang akan memaksimalkan keuntungannya. Informasi relevan yang dimiliki
oleh aktor sangat memengaruhi hasil dari perhitungannya.
3. Proses-proses sosial berskala besar termasuk hal-hal seperti ratings, institusi dan
praktik-praktik merupakan hasil dair kalkulasi seperti itu. Mungkin akibat dari pilihan
kedua, pilihan ketiga, atau pilihan N perlu dilacak.
Pendekatan pilihan rasional adalah pendekan yang mengamati sosok aktor politik
yang membuat kompromi dengan aktor-aktor politik lainya. Aktor politik membuat berbagai
alternatif-alternatif

keputusan

yang

apabila


keputusan

yang

satu

tidak

berhasil

diimplementasikan, masih ada alternatif kebijakan yang lain. Kebijakan-kebijakan yang
dibuat melalui kompromi-kompromi tersebut tentu saja menguntungkan bagi aktor politik
yang berkepentingan.
C. Latar Belakang Lahirnya Perpres No. 39 Tahun 2015.
7 Jurnal Analisis Sosial Demokratisasi dan Kemiskinan atau Kesempatan ?, Yayasan Obor Indonesia,
Volume 6 : hlm 93
8 James B. Rule, “Theory and Progress in Social Science” dalam Miriam Budiarjo, “Dasar-dasar Ilmu
Politik”, Kompas Gramedia, Jakarta, 2010, hlm 93.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Setya Novanto telah

mengirim surat kepada Menteri Sekretaris Kabinet yakni Andi Wijoyanto mengenai
menaikkan biaya tunjangan mobil oejabat negara. Kemudian Menteri Sekretaris Kabinet
menindaklanjuti kiriman surat yang disampaikan oleh Setya Novanto dengan mengirim surat
kepada Menteri Kaeuangan Bambang Brodjonegoro.
Adapun pejabat negara yang dimaksud dalam ketentuan ini adalah Anggota DPR,
Dewan Perwakilan Daerah, hakim Mahkamah Agung, hakim Mahkamah Konstitusi, Anggota
Badan Pemeriksa Keuangan, dan Anggota Komisi Yudisial.9 Tunjangan ini akan diberikan
kepada pejabat non-pimpinan di setiap periode masa jabatan, atau enam bulan setelah
dilantik. Sedangkan pimpinan setingkat ketua dan wakil ketua tidak menerima tunjangan DP
pembelian mobil karena berhak mendapatkan mobil dinas.10
Pimpinan DPR-RI Setya Novanto memiliki alasan tersendiri dalam menanggapi
persoalan yang sedang dibicarakan berbagai kalangan di Indonesia. Dia berdalih usulan yang
disampaikan kepada presiden tersebut sangat normatif dan sangat wajar sekali dilakukan oleh
lembaga-lembaga negara, kementerian-kementerian setiap awal periode pemerintahan.
Usulan kenaikan tunjangan uang muka kepada pejabat negara sudah ada sejak tahun 2010
yakni pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Alasan lonjakan inflasi
yang telah diutarakan sangatlah tidak logis dan rasional. Pasalnya kenaikan uang muka mobil
yang disetujui Jokowi kali ini mencapai 85 persen dari harga semula.11
Pertimbangan Presiden Joko Widodo untuk meloloskan usulan yang disampaikan
melalui ketua DPR-RI yakni dengan menyampaikan surat kepada Menteri Keuangan

Bambang Brodjonegoro. Dalam surat itu, Menteri Keuangan menyampaikan, bahwa dengan
mempertimbangkan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara yaitu tertib, taat pada
peraturan

perundang-undangan,

efisiensi,

ekonomis,

efektif,

transparan

dan

bertanggungjawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan, maka besaran
fasilitas uang muka bagi pejabat negara pada lembaga negara untuk pembelian kendaraan
perorangan adalah sebesar Rp. 210.890.000,- (dua ratus sepuluh juta delapan ratus sembilan


9 http://www.tempo.co/read/news/2015/04/06/078655613/Ini-Alasan-DPR-Usulkan-Kenaikan-UangMuka-Mobil-Pejabat Diunduh tanggal 07 April 2015 pukul 12.33
10 Ibid.
11 http://www.rmol.co/read/2015/04/05/198072/Menaikan-Tunjangan-DP-Mobil-Cara-JokowiBungkam-DPR- Diunduh tanggal 08 April 2015 pukul 05.11

puluh ribu rupiah).12Hanya melalui pertimbangan inilah yang memebuat Presiden Joko
Widodo mengundangkan usulan yang disampaikan dari pihak legislatif tersebut.
Presiden seharusnya mengingat janji untuk menghemat pengeluaran pada Anggara
Pendapatan Belanja Negara (APBN). Pengeluaran dana yang diperoleh dari APBN untuk hal
yang digunakan untuk kepentingan pribadi seharusnya tidak lolos begitu saja. Dengan kata
lain anggaran negara dapat digunakan untuk hal yang seharusnya bagi kepentingan rakyat.
Pendekatan pilihan rasional juga menjelaskan bahwa pasti ada kompromi yang
dilakukan antara aktor politik yang menguntungkan bagi keduanya. Melihat permaslahan
dengan dikelurkannya Perpres No. 39 Tahun 2015 tentang kenaikan tunjangan uang muka
bagi pejabat negara, ada aktor-aktor politik yang diuntungkan. Antara Presiden Joko Widodo
dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) khususnya.
Selama ini antara legislatif sering tidak sejalan dan bertolak belakang dengan apa
yang menjadi kebijakan dari pemerintahan Joko Widodo. Menjadi sangat politis ketika
Presiden moloskan usulan kenaikan tunjangan dan fasilitas pejabat negara yang disampaikan
ketua DPR-RI. Keuntungan yang didapat dari Presiden Joko Widodo adalah agar legislatif di
negeri ini tidak berseberangan dengan pemerintah yang dipimpnnya. Hal tersebut sangatlah

tidak sesuai dengan janji presiden untuk penghematan anggaran negara.
Kalangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui ketuanya mendapat keuntungan
dari usulan yang disampaikan oleh pimpinannya. Untuk mengembalikan “modal” atau
bahkan “utang”yang telah dikeluarkan ketika kampanye khususnya, pastinya kandidat terpilih
akan memeras pikiran dan tenaga mati-matian agar dapat mencukupinya, akhirnya cara-cara
jangka pendek pun dia lakuakan meski itu harus menabrak aturan hukum yang berlaku dan
risiko masuk bui pun siap menanti.13Tujuan dari dilakukannya cara-cara seperti itu adalah
untuk mengembalikan biaya pemilu yang telah dikeluarkan sekaligus investasi politik pada
masa mendatang apabila masih ada naiatan untuk terjun pada pertarungan politik.

12 http://setkab.go.id/inilah-kronologis-lahirnya-perpres-kenaikan-tunjangan-uang-muka-kendaraanpejabat-negara/, diundih tanggal 08 April 2015 pukul 05.26
13 Silih, Agung Wasesa, “Political Branding &Public Relation”, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm xxviii

D. Etika Pejabat Publik yang Dipertanyakan.
Dikeluarkannya Peraturan Presiden No. 39 Thun 2015 menyebabkan berbagai kritikan
muncul dari berbagai kalangan. Seperti halnya kritikan terhadap janji Presiden Joko Widodo
untuk menghemat pengeluaran dana pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN).
Kritikan yang dilontarkan oleh beberapa kalangan mengenai Peraturan Presiden yang tidak
tepat momentumnya. Momentum yang sangat tidak tepat dikarenakan kebijakan menaikkan
tunjangan fasilitas uang muka mobil pejabat negara dikeluarkan pada saat rakyat sedang
menderita dengan berbagai kenaikkan harga. Kenaikkan harga barang-barang yang
disebabkan karena kebijakan Presiden Joko Widodo untuk melepas harga Bahan Bakar
Minyak (BBM) kepada harga pasar. Hal itu menyebebabkan subsidi untuk rakyat yang
membutuhkan di Indonesia di cabut. Dengan dikeluarkannya Perpres No. 39 Tahun 2015
telah menyakiti masyarakat Indonesia karena sangat tidak berpihak kepada rakyat miskin.
Nuansa politis yang terjadi antara eksekutif dan legislatif mewarnai dikeluarkannya
Perpres yang menguntungkan bagi kdua belah pihak. Mereka terliabat dalam “permainan
tawar –menawar” dimana kemenangan lebih tergantung pada “keterampilan dan kehendak
menggunakan keuntungan tawar-menawar [lain]” dan “persepsi permainan lain”ketimbang
pada posisi dalam sebuah hirarki.14 Jika diamati antara pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) dengan Presiden merupakan kedudukan yang sejajar, keadaan tersebut bisa saling
menguntungkan. Disaat Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menginginkan keuntungan yang
diperloeh dari sebuah keputusan, mereka dapat bekerja sama dan saling kompromi dengan
Presiden seperti halnya kebijakan ini. Begitu juga lembaga eksekutif ingin mendapatkan
dukungan dari kalangan legislatif, ini merupakan balas budi agar pihak legislatif dapat sejalan
dan sependapat dengan eksekutif. Hal tersebut berguna untuk melancarkan dan agar
dipermudah

urusan dalam pembuatan sebuah kebijakan agar disetujui oleh Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR).
Nuansa politis memang sangat kental, dan wajar pada sebuah pembuatan kebijakan.
Tetapi ada yang sangat dirugikan dalam hal ini, yakni rakyat Indonsia. Disaat harga barangbarang naik dikarenakan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik, ada kebijakan pemerintah
yang menguntungkan bagi kaum elit saja. Etika pejabat publik dipertanyakan disaat seperti
ini dimana rakyat sedang susah payah meneruskan kehidupan demi menghidupi dirinya.
D. Untung dan Rugi.
14 Dennis Frank Thompson, Etika Politik Pejabat Negara, Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, hlm. 51

Perpres No. 68 Tahun 2010 sama saja halnya dengan Perpres yang baru saja
diputuskan oleh Presiden Joko Widodo yakni Perpres No. 39. Tahun 2015. Perpres No. 68
Tahun 2010 dinilai hanya pemberian tunjangan secara simbolik kepada pejabat negara. Dana
yang didapat dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang seharusnya digunakan
untuk kepentingan rakyat digunakan tidak sesuai dengan tujuan dan harapannya. Hal tersebut
dikarenakan ana tunjangan yang diberikan kepada para pejabat negara banyak yang masuk ke
kantong pribadi.
Sama halnya dengan Perpres No. 39 Tahun 2015, perpres ini diberikan hanyalah
bersifat simbolik saja kepada pejabat negara. Dana tunjangan yang diberikan kepada pejabat
negara bisa memunculkan korupsi baru dan hanya masuk ke kas pribadi pejabat negara.
Ini adalah cara baru bagi kedua lembaga negara untuk mendapatkan satu titik temu.
Cara diamana mereka, kedua lemabaga negara saling mendapatka keuntungan yang diperloeh
dari kerjasama dan kompromi yang dilakukan.
Kedua Perpres baik Perpres yang dikeluarkan saat pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono maupun Presiden Joko Widodo sama-sama menguntungkan bagi
kalangan elit. Kedua perpres sama-sama merugikan bagi masyarkat karena tidak memeihak
sama sekali bagi msayarakat kecil.

E. Catatan Akhir.

Peraturan Presiden No. 39 Tahun 2015 mengenai kenaikkan tunjangan uang muka
pejabat negara yang diusulkan oleh ketua DPR RI sangatlah bernuansa politis. Banyak
kritikan yang dlontarkan perilah peraturan yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo.
Pasalnya mobil dinas para pejabat negara yang sekiranya masih sangat layak dipakai dalam
keseharian dan jauh dari kata tidak layak. Berkat keputusan itulah terkuak nuansa politis yang
terjadi antara kesua lemabaga negara tersebut.
Etika pejabat negara kembali dipertanyakan dikarenakan karean dianggap tidak
berpihak terhadap masyarakat miskin Indonesia. Perilaku pejabat negara yang seharusnya
menjadi contoh yang baik bagi masyarakat justeru menimbulkan kekecawaan. Bagaimana
tidak, peraturan yang menguntungkan hanya bagi kalangan elit tersebut dikeluarkan pada saat
yang tidak tepat. Perpres No. 39 Tahun 2015 tersebut dikeluarkan pada saat Presiden Joko
Widodo mengeluarkan kebijakan kenaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Sehingga
banyak masyarakat yang menganggap pemerintahan Joko Widodo tidak berpihak kepada
masyarakat miskin.
Keputusan yang diambil selalu ada kepentingan didalamnya. Seperti dikeluarkannya
Perpres No. 39 Tahun 2015 yang saling menguntungkan bagi keduannya. Bagi kalangan
legislatif kenaikkan tunjangan fasilitas uang muka bagi pejabat negara diindikasi masuk ke
kantong pribadi masing-masing anggota dewan. Dana tunjangan yang didapat dari anggaran
negara tersebut digunakan untuk mengembalikan modal kampanye masing-masing anggota
dewan. Dari kalangan eksekutif kesempatan tersebut dipergunakan untuk “berdamai” dengan
pihak legislatif yang selama ini sering berseberangan. Hal-hal tersebut merupakan berbagai
kompromi dan kerja sama yang menguntungkan yang dilakukan oleh kedua lembaga negara
di Indonesia.
Seharusnya, dalam mengeluarkan peraturan, keputusan ataupun kebijakan yang lain
presiden sudah selayaknya terbuka dengan berbagai kalangan. Presiden sebaiknya harus
meneliti terlebih dahulu dan dibicarakan secara serius dengan para bawahannya yaitu
menteri-menteri terkait. Tidak hanya meminta perimbangan dan langsung menyetujui apa yag
diusulkan oleh pihak lain yang jelas-jelas berkepentingan politik. Presiden dalam
memutuskan sebuah kebijakan haruslah mengingat selalu kepada janji-janjinya saat
berkampanye dahulu. Pada permasalahan ini adalah janji mengenai penghematan pengeluaran
pada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Sehingga baik eksekutif dan legislatif
mendapatkan kepercayaan dari seluruh rakyat Indonesia.

Melihat kritikan yang sangat pedas dilontarkan berbagai kalangan mengenai
kebijakan Presiden Joko Widodo. Presiden harus segera mencabut peraturan yang dianggap
tidak berpihak terhadap rakyat kecil. Revisi harus dilakukan segera oleh presiden dengan
mengedepankan asas keterbukaan, dan rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap rakyat
Indonesia. Hal-hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab Presiden Joko Widodo
terhadap seluruh rakyat Indonesia.

F. DAFTAR PUSTAKA.

Budiarjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Thompson, Dennis Frank. 1993. Etika Politik Pejabat Negara. Terjemahan Political Ethics
and Public Office oleh Benyamin Molan. 1999. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.
Wasesa, Silih Agung. 2011. Political Branding & Public Relations. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.
Surbakti, Ramlan. 2010, Memahami Ilmu Politik. Jakarta : Grasindo.
Jurnal Analisis Sosial Demokratisasi dan Kemiskinan atau Kesempatan ?, Yayasan Obor
Indonesia, Volume 6
http://setkab.go.id/inilah-kronologis-lahirnya-perpres-kenaikan-tunjangan-uang-mukakendaraan-pejabat-negara/
http://www.tempo.co/read/news/2015/04/06/078655613/Ini-Alasan-DPR-Usulkan-KenaikanUang-Muka-Mobil-Pejabat
http://www.harianterbit.com/national/read/2015/04/05/24458/25/25/Tunjangan-DP-MobilPejabat-Simbolis-Uangnya-Masuk-Kantong-Pribadi
http://www.rmol.co/read/2015/04/05/198072/Menaikan-Tunjangan-DP-Mobil-Cara-JokowiBungkam-DPR-