TEORI HUKUM DAN PERSOALAN SOSIAL

TEORI HUKUM DAN PERSOALAN SOSIAL

FATHUL PURNOMO
1406537294

UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK

Abstrak
Dengan menggunakan bakuan hukum tertulis, terdapat keterjaminan atas tindak
proses dalam skema hukum, namun sekaligus konsekuensinya adalah justifikasi
yang adil terhadap setiap kasus hukum disangsikan. Dengan hanya bermodal pada
interpretasi deduktif dari hukum tertulis, hukum kehilangan signifikansinya, kodekode yang dibuat justru melemahkan proses penegakan keadilan itu sendiri,
mahzab ini dikenal dengan istilah analitik logis. Muncullah gerakan yang
merespon hal ini, yaitu dengan mengembalikan hukum kepada analisis
kontekstual sosiologis, kasus per kasus hukum harus berlandaskan pada kondisi
material di sekitar kasus hukum tersebut, dan sokongan yang bisa dipertanggung
jawabkan secara saintifik. Tulisan ini mencoba memaparkan beberapa bentuk
analisis sosial sebagai bentuk narasi baru dalam pembacaan hukum.

Keywords

Yurisprudensi, Sosiologis, Analitik, Konflik Kepentingan, Publik, Hukum, Privat,
Sosial.

PENDAHULUAN
Dalam bentuk idealisme sosiologis yang lebih modern, teori hukum sudah
tidak lagi dilihat sebagai sebuah cabang persoalan yang berada dibawah naungan
filsafat, namun sudah independen muncul dalam studi hukum yang seringkali
lebih karena persoalan praktikal yang harus segera diselesaikan. Dalam hal ini
metodologi yang dibentuk sudah tidak lagi mengandalkan deduksi pada tesis-tesis
filsafat sebelumnya, namun lebih pada bagaimana interaksi hukum dalam
pandangan yang lebih multidisipliner. Bagi pengacara sipil, ini adalah persoalan
mendamaikan konflik kepentingan untuk menemukan suatu keseimbangan
keadilan. Sedang pengacara konstitusional dan kriminal lebih melihat teori hukum
sebagai relasi antara otoritas dengan subjek, antara komunitas dengan individual.
Dan biasanya jawabannya adalah pada tindak subordinasi dari satu ke yang lain,
bukan pada penyelesaian konflik kepentingan.
Untuk membentuk suatu formulasi hukum yang baku, yang di dalamnya
mampu mendamaikan berbagai konflik kepentingan, dimana upaya-upaya ini
mengharuskan eksponensinya untuk menyadari perubahan sosial, dan menetralkan
hukum dari kuasa politik. menemukan titik kesetimbangan hukum berarti

menghilangkan sepenuhnya bentuk justifikasi parsial, dan mencoba menemukan
suatu rumusan ideal dalam kasus-kasus dan fakta hukum. Hak individu,
keterjaminan properti, kebebasan dalam bertetangga, semuanya harus seimbang.
Dan kepentingan publik menjadi salah satu faktor yang harus dipertimbangkan.
Dalam pandangan Kelsen, hukum harus memiliki satu titik tolak yang
formal, dan pertimbangan yang ada di dalamnya terhubung dengan berbagai
faktor sosial, termasuk kepentingan politik tertentu. Pandangan seperti ini cukup
tenar dulunya, lalu kemudian berubah pada bentuk pengacara yang harus netral
dari berbagai kepentingan politik.
Dalam uraian selanjutnya akan merincikan berbagai tipologi teori hukum,
sebagian besar senada, namun beberapa sedikit berbeda pada struktur teknis legal
antara aliran kontinental dengan anglo-saxon. Yang sedikit banyak berkembang
pada 2 dekade akhir abad ke 20.

FRANCOIS GENY
Dalam peradilan Prancis saat itu, segala aspek turunan hukum dilandaskan
pada kodifikasi yang sangat ketat pada prinsip-prinsip logika yang telah dibuat.
Geny kemudian mendemonstrasikan bahwa fungsi yudisial memerlukan
investigasi menyeluruh terhadap aspek kehidupan sosial, karena tidak semuanya
bisa diselesaikan dengan metode analitik logis.


Penolakan pada hukum tertulis sebagai satu satunya hukum, maka Geny
mencoba mengajukan 3 hal sebagai tambahan, yaitu (1) adat; (2) otoritas dan
tradisi; (3) riset ilmiah yang bebas nilai.
Adat diabaikan dalam kodifikasi dan rasionalisasi hukum. Hukum sudah
dibentuk dalam jangkauan yang sangat luas, dan tatkala masuk dalam kasus
tertentu, maka solusi yang berbeda ditentukan oleh jaksa. Dengan tetap mengikuti
3 prinsip, yaitu (1) otonomi; (2) publik dan kepentingan; (3) keseimbangan antar
konflik kepentingan dari antar pribadi.
Dengan menyadari bahwa hukum tidak bisa terlepas dari konteks sosial,
maka dalam karya selanjutnya Geny merumuskan beberapa konsepsi penting
dimana dalam hukum harus bisa membedakan antara pikiran dengan keinginan,
pengetahuan dengan perilaku, dimana keduanya berada dalam dua wilayah yang
berbeda: sains dan teknik. Realitas dari sains adalah pengetahuan yang objektif
yang akan menyuplai hukum dengan kondisi sosial materialnya. Dalam
pengaplikasiannya ini adalah masalah teknik, sebuah proses kreatif. Distingsi
semacam ini diturunkan dari konsepsi Kant mengenai pure reason dengan
practical reason. Materi sosial dimana pengacara bekerja disana adalah bagian
paling esensial dari sains dalam partikularitas teknik hukum bekerja.
Geny sangat menekankan pada kemampuan kreatif dalam penalaran yang

ketat, kebutuhan melihat fenomena dari kehidupan secara utuh, tidak dalam
pecahan-pecahan kategoris dan bentuk sekuensial. Intelektualitas adalah bagian
terdalam dan penting dalam alam kesadaran manusia, yang harus
ditransformasikan dalam bentuk praktikal.
Dalam kerangka materi sosial yang menyediakan bahan suatu ketentuan
hukum yang Geny coba bangun dalam teori hukum naturalnya. Hukum natural
berbentuk universal yang di dalamnya perlu hukum positif agar dia bekerja.
Dengan basis rumusan yang Geny buat, yaitu
(1) Le donne reel. Terdiri dari realitas fisik dan psikologis seperti seks, cuaca,
dsb. Tradisi keagamaan, kebiasaan sosial, dsb.
(2) Le donne historiqu. Terdiri dari fakta, tradisi, adat sekitar yang juga turut
membentuk fakta fisikal dan psikologikal.
(3) Le donne rationnel. Terdiri dari prinsip yang diturunkan dari pertimbangan
rasional pada hubungan manusia.
(4) Le donne ideal. Menyediakan elemen dinamis, berbagai aspirasi moral dari
periode partikular dan peradaban. Lebih ke intuisi dibandingkan dengan
akal.
Dengan menggunakan teknik yuridis, pengacara bisa memberikan bahan yang
sesuai dengan kebutuhan dari kehidupan sosial. Geny masuk ke dalam analisis
yang detil dari berbagai elemen dan bagian dari teknik yurisdiksi.


Geny sadar bahwa konsepsi yang dia rumuskan tidak akan terlaksana secara
sempurna di realitas, namun paling tidak ada landasan kerja umum yang
menyediakan keterangan mengenai proses hukum dan berbagai fungsi organ
hukum. Aspek yang cukup kental dari tradisi Vienna adalah kreativitas pada setiap
jengkal proses hukum, namun dalam sekup yang sangat ketat.
Dalam konflik antara hukum alam dengan hukum positif, Geny berpihak pada
hukum positif. Namun dia juga tidak menolak revolusi dengan mengatasnamakan
hukum alam. Geny juga tidak memiliki jawaban, bagaimana hukum bisa
dihancurkan dalam pandangan hukum.

FOUILEE
Apa yang diajukan oleh Fouilee adalah sebuah harmonisasi dari teori yang
idealistik, utilitarian, dan evolusioner. Dalam karyanya terdapat beberapa
antisipasi terhadap filsafat ala Kant, Hegel, Ihering, Spencer dan Bergson. Dalam
kesadaran manusia itu sendiri, terkandung postulat rekognisi atas kebebasan
kepada yang lain, sebuah restriksi pada ke tanpa-terbatasan egoisme. Manusia
mampu berpikir dan bertindak, mengampu tanggung jawab pada kuasa dirinya
dan resistensi luar. Dengan melalui ‘forces-ideas’, dimana ide dengan tendensi
internal untuk merealisasikan dirinya dalam perilaku, manusia menyusun dam

juga menyadari kebebasannya melalui evolusi hukum, dimana terdapat
kepentingan yang lebih tinggi, dan dengan begitu membutuhkan rekognisi dari
kebebasan pada semua orang. Melalui progresifitas keadilan dari ekonomi dan
kondisi natural, maka akan semakin maksimum kebebasan yang dibutuhkan,
keadilan bagi semua, dan dengan demikian kepentingan dari sosial akan turut
terbawa naik.

JERMAN ‘INTERESSENJURISPRIDENZ’
Di Jerman, pemikiran yang mencoba menggabungkan filsafat dengan
sosiologi yurisprudensi adalah Stammler. Ehrluch dan Kantorowicz adalah
mereka yang mempromosikan pendekatan sosiologis dalam hukum di Jerman.
Apa yang dirumuskan oleh Kantorowicz dalam pendekatan pada
permasalahan legal hukum sama mirip dengan apa yang disampaikan oleh Roscoe
Pound di kemudian hari. Pada tahap selanjutnya, aspek filsafat dalam upaya
intereesenjuriprudenz ini mulai menipis dan hanya berfokus pada soal hukum.
Bahwa ada ketidakmungkinan hukum yang selalu berada pada jalur interpretasi
melalui konstruksi logis. Karena dia tidak bisa menyentuh aspek kehidupan, dan
persoalan kasus per kasus yang sesungguhnya. Apa yang dibutuhkan oleh hukum
dan kehidupan kita adalah tidak hanya terpaku dengan kata kata dan perintah,


namun masuk ke dalam intensi dan memberikan gambaran atas valuasi hukum. Ini
adalah tugas dari sains untuk memfasilitasi hakim dengan mempersiapkan putusan
yang tepat melalui investigasi atas hukum dan relevansi dengan situasi kehidupan.
Perkembangan yurisprudensi bekerja pada interpretasi atas persoalan
hukum privat, tetapi kemudian berkembang ke arah hukum kriminal dan hukum
publik. Dalam waktu yang bersamaan, terjadi peningkatan penggunaan
interessenjurisprudenz dibandingkan dengan begriffsjurisprudenz. Dalam hukum
kriminal, status kriminal harus diinterpretasikan secara ketat dengan prinsip nulla
poena sine lege.
Harus ditekankan bawa interressenjurisprudenz mengembangkan ide yang
mempertimbangkan keseimbangan antar kepentingan sebagai tugas utama dari
hukum dan legal sains, termasuk dalam kepentingan yang tidak hanya privat,
namun juga publik, dan kepuasannya tidak hanya material namun juga ideal. Heck
menyatakan bahwa kepentingan harus dipahami sebagai kemungkinan cakupan
terluasnya, termasuk ide. Dimana para pengacara dari sosial nasionalis merasa
bahwa ada hierarki dalam nilai, dengan kepentingan tertinggi dari negara.
Gerakan sosiologis dalam yurisprudensi, dimana terepresentasikan dalam
hukum sains sebagaimana interpretasi sistem hukum Jerman atas kode-kode,
harus bisa dijernihkan dari yurisprudensi analitik dan di satu sisi lain dari gerakan
kebebasan hukum. Seperti gerakan-gerakan di negara lainnya, disini juga lebih

menekankan pada pertimbangan eksklusif dari semua faktor dan pertimbangan
logika murni dalam hukum secara parsial, dan lebih kepada penyeimbangan antar
kepentingan.
Secara mendasar, gerakan ini tidak berpretensi untuk menyediakan hakim
yang memberikan solusi parsial. Namun ingin memberikan suplai kebutuhan
material sebagai bahan pertimbangan dalam pembuatan putusan. Agar
terartikulasinya berbagai nilai berbeda dan agar naiknya berbagai kepentingan,
yang sebagian besar tidak terartikulasi, agar ditemukannya sebuah justifikasi yang
jernih dan dengan persepsi dari kepentingan manusia sebagai acuannya. Tetapi
dalam proses kreatif, tidak boleh melebihi limitasi definitif yang sudah dibuat.
Tidak diperbolehkan memberikan putusan atas kepercayaannya. Harus tetap ketat
dalam pembagian kuasa dalam bentuk negara konstitusi modern dan tidak
melangkahi fungsi legislatif. Yurisprudensi sosiologis memberikan keacakan dan
bentuk anarkisme dalam pengutaraan ide agar hakim bisa menentukan secara
bebas apakah ini baik atau buruk dalam setiap kasus.

AMERICAN SOCIOLOGICAL JURISPRUDENCE

Program dari yurisprudensi sosiologis amerika banyak dikembangkan oleh
Roscoe Pound. Dalam formulanya, Pound mendeskripsikan hukum sebagai teknik

sosial. Pound mencoba memfasilitasi tugas dari teknik sosial melalui formulasi
dan klasifikasi dari kepentingan sosial, penyeimbangan dari hasil proses hukum.
Dimana fondasi Pound dalam mendekati hal ini tidak berubah, katalog
kepentingan yang dalam lanjutannya ada beberapa perubahan.
Pound mengklasifikasikan kepentingan yang terlindungi ada tiga macam,
yaitu kepentingan publik, kepentingan sosial dan kepentingan individu.
Kepentingan publik yang utama adalah kepentingan negara sebagai pihak
hukum dalam menjaga kepribadian dan substansi, dan yang kedua, kepentingan
negara sebagai pihak pelindung dari kepentingan sosial. pada kepentingan pribadi,
Pound merumuskan tiga hal, yaitu kepentingan kepribadian, kepentingan relasi
domestik, dan kepentingan substansi. Kepentingan kepribadian meliputi proteksi
atas integritas fisik, kebebasan akan bertindak, reputasi, privasi, dan kebebasan
beropini serta beriman. Ini akan mencakup beberapa cabang hukum termasuk
hukum kriminal termasuk serangan dan tuduhan, hukum memfitnah, prinsip
kontrak atau limitasi kekuasaan polisi dalam mengintervensi perkumpulan, privasi
atas properti, dsb. Kepentingan dari relasi domestik banyak berkonsentrasi di
bidang proteksi perkawinan, penjagaan atas klaim kepemilikan dan hubungan
legal antara orang tua dengan anaknya. Kepentingan substantif termasuk proteksi
properti, kebebasan berusaha dan berdagang. Pound juga memasukkan hak
berkumpul walaupun mungkin akan lebih masuk ke kepentingan pribadi

dibandingkan dengan kepentingan substansial.
Sehingga Pound merumuskan 6 kepetingan utama sosial.
Pertama, kepentingan sosial dalam keamanan umum. Ini termasuk
kepentingan dalam proteksi hukum akan kedamaian dan keteraturan, akan
kesehatan dan keamanan, keamanan transaksi dan akuisisi.
Kedua, keamanan dalam institusi sosial meliputi proteksi hubungan
domestik dan politik serta ekonomi. Persoalan seperti menyeimbangkan antara
kesucian hubungan pernikahan dengan hak untuk bercerai, atau keseimbangan
antara memberikan proteksi atas institusi keagamaan dan klaim atas kebebasan
berkepercayaan ada di bawah naungan ini. Dalam kepentingan keamanan atas
institusi politik seperti jaminan atas kebebasan berbicara ditekankan dibandingkan
dengan kepentingan mendasar dari keamanan negara.
Ketiga, kepentingan sosial dalam moralitas umum termasuk proteksi
masyarakat dari kekacauan moral. Kelengkapan dari tindak korupsi, berjudi,
penodaan agama, transaksi palsu, dan perilaku badan pengawas ada dibawah sini.

Keempat, kepentingan sosial dalam percakapan sosial. Hukum dalam penggunaan
benda umum, dan tendensi modern untuk menolak proteksi hukum atas
penyalahgunaan hak berada dalam kategori ini.
Ke lima, adanya kepentingan sosial dalam kemajuan umum; adalah klaim

atau keinginan dalam kehidupan sosial, yang dimana perkembangan kuasa
manusia dan kontrol manusia atas alam untuk kepuasan manusia. Keperluan
dimana teknik sosial semakin berkembang, dan dengan itu pula pemaksimalan diri
dari grup sosial menghadapi perkembangan yang makin pesat dan lebih sempurna
dari kuasa manusia.
Kategori ini adalah yang paling aneh dan paling kontroversial. Dalam
pandangan Pound, ada 4 kebijakan utama, yaitu kebebasan atas properti,
kebebasan berdagang dan proteksi atas monopoli, kebebasan membangun industri,
dan kemudahan berinvestasi. Pound juga sekaligus memasukkan kapentingan
progresfitas politik, lewat proteksi atas kebebasan kritis, komentar yang adil,
kebebasan menuntut pendidikan, dsb.
Yang terakhir, adanya kepentingan sosial dalam kehidupan individu. Di
dalamnya terkandung pengenalan akan proteksi hukum atas kebebasan
berpendapat dan kebebasan mendapatkan lapangan kerja, dalam kebebasan
industri.
Beberapa pemikir modern memberikan elaborasi atas berbagai variasi dari
klasifikasi dasar dari Pound. Stone membangun klasifikasi Pound kecuali
mengeliminasi kategori kepentingan publik sebagai kategori yang terpisah. Paton
juga mengalisis hukum dengan basis kepentingan, memecahnya ke dalam
kepentingan sosial dan pribadi.
Apa keuntungan klasifikasi semacam ini? Pertama ini adalah pendekatan
atas hukum sebagai alat dalam perkembangan sosial. Kedua, menjadikan premispremis yang tidak jernih menjadi terartikulasikan. Inilah pentingnya adanya kaitan
antara prinsip dengan praktik.
Perlu digarisbawahi pula bahwa kategorisasi yang ada kadang berubah dan
bertambah, dan apa yang disebut sebagai netral juga berubah, juga prioritas atas
kepentingan tersebut. Tatkala sudah terjadi perangkingan, maka semenjak itu pula
kategorisasi ini sudah tak lagi menjadi instrumen teknik sosial namun menjadi
manifesto politik. Pound sendiri mengatakan bahwa yang paling mendasar adalah
kepentingan individu. Namun Pound juga menambahkan bahwa apa yang sosial
dan individual juga adalah persoalan yang politis.

FREE LAW THEORIES
Yurisprudensi sosiologis yang merupakan reaksi perlawanan atas
predominasi sebelumnya yaitu yurisprudensi analitik. Sebuah gerakan lebih
radikal direpresentasikan di Jerman, dimana dalam terminologi Hegel, bisa
dideskripsikan sebagai antitesis dari yurisprudensi analitik dengan yurisprudensi
sosiologis sebagai pembentuk sintesanya. Gerakan ini tidak seperti yurisprudensi
sosiologis, namun menolak keseluruhannya. Dalam skeptisisme melawan
eksplanasi analitik atas hukum di gerakan kontinental adalah gerakan realis
Amerika. Menolak logika hukum sebagai yang fiksi dan ilusi, tetapi tidak juga
menganalisisnya isinya melalui proses dari realita sosial. Dia memiliki filosofi
dan ideologi pada dirinya sendiri, dimana pengacara menemukan hukum
berdasarkan pada keadilan dan kesamaan. Bahkan membiarkan hakim dalam
sebuah kebebasan yang total. Hukum yang tidak berlandaskan pada keadilan atau
prinsip fundamental, inilah praktik yang terjadi di bawah rezim Nazi. Dan inilah
pengaplikasian tak diinginkan dari Freirechtslehre.
Dalam prinsip eksponennya, kita bisa menyebutkan nama-nama seperti
Ehrlich, Stampe, Ernst Fuch dan Hermann Isay. Ehrich merasa bahwa harus selalu
ada upaya pencarian secara bebas pada setiap kasus hukum. Stampe memerlukan
hak yudisial untuk mengubah hukum dimana hukum telah memproduksi apa yang
dia sebut sebagai malapetaka. Sedang bagi Hermann Isay, dia menolak semua
upaya hukum dengan menggunakan proses rasional. Proses pencarian hukum bagi
dia adalah sebuah proses intuitif yang digerakkan oleh sentimen, dan logika ada
pasca adanya kerja intuitif agar meyakinkan orang lain. Ketidak-terikatan hakim
adalah cara terbaik sebagai pembangkangan pada hukum tertulis. Namun pada
kenyataannya hal ini digunakan untuk kepentingan tertentu.

Bibliography
Friedmann, W. (1953). Legal Theory. London: Stevens and Sons Limited.
J.Mcmanaman, L. (2013). Social Engineering: The Legal Philosophy of Roscoe
Pound. St. John's Law Review , 1-48.
O'Toole, T. J. (1985). The Jurisprudence of Francois Geny. Villanova Law, Vol. 3
Issue 4.