1. Pembina dan Penanggung Jawab - PENANAMAN BUDAYA ANTI KEKERASAN SEJAK DINI PADA PENDIDIKAN ANAK MELALUI KEARIFAN LOKAL PERMAINAN TRADISIONAL (Instill Anti-Violence Culture At Early Stage of children Education Through Local Wisdom Of Traditional Games)
JURNAL HAM
VOLUME 7 NOMOR 2, DESEMBER 2016
Jurnal HAM merupakan majalah Ilmiah yang memuat naskah-naskah di bidang Hak Asasi Manusia (HAM) yang berupa hasil penelitian, kajian dan pemikiran di bidang HAM. Jurnal HAM terbit secara berkala 2 (dua) nomor dalam setahun yakni pada bulan Juli dan Desember.
1. Pembina dan Penanggung Jawab
Y. Ambeg Paramarta, S.H., M.Si.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I.
2. Pemimpin Redaksi
1. T. Daniel L. Tobing, S.H.
Kepala Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia
2. Djoko Pudjirahardjo, S.H., M.Hum.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hak Asasi Manusia
3. Dewan Redaksi
1. Akhyar Ari Gayo, S.H., M.H., APU
2. Taufik H. Simatupang, S.H., M.H.
3. Firdaus, S.Sos., M.H.
4. Oki Wahju Budijanto, S.E., M.M.
5. Harison Citrawan Damanik, S.H., LL.M.
4. Redaksi Pelaksana
1. Okky Cahyo Nugroho, S.H., M.H.
2. Rahjanto, S.IP., M.Si.
3. Donny Michael, S.H., M.H.
4. Tony Yuri Rahmanto, S.H., M.H.
5. Denny Zainuddin, S.H.
6. Josefhin Mareta, S.H., M.Si.
5. Sekretaris
1. Yatun, S.Sos.
2. Agustinus Pardede, S.H.
3. Asmadi, S.H.
4. M. Virsyah Jayadilaga, S.Si., M.P.
6. Tata Usaha
1. Galuh Hadiningrum, S.H.
2. Junaidi Abdillah, S.Sos.
3. Suwartono
7. Teknologi Informasi dan Desain Grafis
1. Risma Sari, S.Kom., M.Si.
2. Machyudhie, S.T.
3. Saefullah, S.ST., M.Si.
4. Agus Priyatna, S.Kom.
8. Mitra Bestari : 1. Prof. DR. Hafid Abbas (Universitas Negeri
Jakarta/ Komnas HAM)
2. Prof. DR. Rianto Adi, M.A. (Universitas Katolik Indonesia Atmajaya/Sosiologi)
3. DR. Lilik Mulyadi, S.H., M.H. (Universitas
Jayabaya/ Hukum)
4. Marulak Pardede, S.H., M.H., APU. (Balitbang Hukum dan HAM/ Hukum)
5. DR. Alie Humaedi, S. Ag., M.Hum. (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia/Kajian Budaya)
Alamat Redaksi
Gedung Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Jl. HR Rasuna Said Kav. 4-5 Kuningan, Jakarta Selatan (12940) Telepon (021) 2525015 (ext. 514); (021) 2522952; Faksimili (021) 2522952 E-mail: ejournalham@gmail.com / pusbangdatin@gmail.com
Percetakan PT. Pohon Cahaya
Jl. Gedung Baru Nomor 18 Jakarta Barat (11440) Telepon (021) 5600111; Faksimili (021) 5670340
Catatan
Redaksi menerima naskah asli yang aktual dalam bidang Hak Asasi Manusia berupa hasil penelitian dari berbagai kalangan, seperti : Peneliti Hak Asasi Manusia, praktisi dan teoritisi serta kalangan lainnya. Tulisan- tulisan yang dimuat merupakan hasil penelitian terbaru yang memuat data dan fakta serta pendapat para ahli maupun pribadi penulisnya, bukan merupakan pendapat redaksi.
Redaksi berhak tidak menerima, menyingkat naskah tulisan yang dikoreksi dari segi teknis penulisan sepanjang tidak mengubah isi tulisan. Naskah tulisan dapat dikirim ke alamat redaksi, maksimum 30 (tiga puluh) halaman
A4 dan dikirim melalui E-mail: ejournalham@gmail.com / pusbangdatin@gmail.com serta wajib mengupload tulisan tersebut melalui Open Journal System (OJS) pada ejournal.balitbangham.go.id.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI PENGANTAR REDAKSI KUMPULAN ABSTRAK
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini pada Pendidikan Anak melalui Kearifan Lokal Permainan Tradisional (Instill Anti-Violence Culture At Early Stage of children Education Through Local Wisdom Of Traditional Games) ................................................................................... 111 - 124 Oksimana Darmawan
PENGANTAR REDAKSI
Jurnal HAM merupakan jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Terbitan ini merupakan elemen penting dalam upaya penyebarluasan hasil penelitian dan pemikiran ilmiah yang berkaitan dengan isu Hak Asasi Manusia aktual yang sesuai dengan perkembangan terkini kebutuhan masyarakat, baik yang dilakukan oleh para peneliti internal di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia maupun pihak-pihak yang terkait lainnya.
Pada Volume 7 Nomor 2, Desember 2016, Jurnal HAM menyajikan 6 (enam) tulisan, dengan masing- masing judul: (1) Alternatif Penjatuhan Hukuman Mati di Indonesia Dilihat dari Perspektif HAM, (2) Pemenuhan Hak atas Perumahan yang Layak bagi Masyarakat Miskin Kota dalam Perspektif HAM, (3) Aspek Hak Sipil dalam Kesetaraan Gender di Sektor Kerja Formal di Ternate, (4) Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini melalui Kearifan Lokal Permainan Tradisional pada Pendidikan Anak, (5) Pemenuhan Hak atas Layanan Bantuan Hukum bagi Masyarakat Miskin, (6) Penegakkan Hukum Kelompok Rentan (Anak dan Perempuan). Akhir kata, Dewan Redaksi menyampaikan selamat membaca dan semoga beberapa topik yang diangkat oleh redaksi dalam terbitan Jurnal HAM Volume 7 Nomor 2, Desember 2016 ini dapat bermanfaat bagi pembaca serta dapat berkontribusi positif bagi upaya perlindungan dan penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia.
Kami menyampaikan terima kasih kepada Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Hak Asasi Manusia Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Kepala Pusat Pengembangan Data dan Informasi Penelitian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta kepada Prof. DR. Hafid Abbas, Prof. DR. Rianto Adi, M.A., DR. Lilik Mulyadi, S.H., M.H., Marulak Pardede, S.H., M.H., APU., DR. Alie Humaedi, S. Ag., M.Hum., selaku Mitra Bestari yang telah bersedia membantu memeriksa dan mengoreksi substansi tulisan dari para penulis.
Jakarta, Desember 2016
Redaksi
PENANAMAN BUDAYA ANTI KEKERASAN SEJAK DINI PADA PENDIDIKAN ANAK MELALUI KEARIFAN LOKAL PERMAINAN TRADISIONAL
(Instill Anti-Violence Culture At Early Stage of children Education Through Local Wisdom Of Traditional Games)
Oksimana Darmawan Badan Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 4-5, Kuningan, Jakarta Selatan 12940 Email : Oksimana7@gmail.com Tulisan Diterima, 24-10-2016; Direvisi, 01-11-2016; Disetujui diterbitkan, 01-12-2016
ABSTRACT
Implementation of Jokowi-Jusuf Kalla’s administration Nawacita program as nation character revolution, so it is necessary to build a positive and applicative character to children, early through the local wisdom of traditional games. This purpose of this research is to assess local wisdom potencies in traditional games can make benefits at early childhood education programs and primary education to establish idea and attitude of anti-violence culture. This research is qualitative with an explorative method and inductive approach. It concludes that local wisdom potencies can be useful to recognize anti-violence culture by reflecting and interpreting values of traditional games in learning process and child playing activities. It suggested that it is important to regulate rule of traditional games both local regulation and governor regulation of early childhood education programs and primary education.
Keywords: traditional game, capacity of child character.
ABSTRAK
Implementasi Program Nawacita Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai revolusi karakter bangsa, maka diperlukan aplikatif pembentukan karakter positif anak sejak dini melalui kearifan lokal permainan tradisional. Permasalahannya adalah bagaimana potensi kearifan lokal yang terdapat dalam permainan tradisional
dapat dimanfaatkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar untuk menanamkan budaya anti kekerasan. Tujuan penelitian ini adalah menilai potensi kearifan lokal yang terdapat dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar untuk menanamkan budaya anti kekerasan. Jenis penelitian adalah kualitatif melalui metode eksploratif dengan pendekatan induktif. Kesimpulan penelitian adalah potensi kearifan lokal yang terkandung dalam permainan tradisional dapat dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya anti kekerasan, yaitu dengan merefleksikan dan memaknai kandungan nilai permainan tradisional dalam proses pembelajaran dan aktivitas bermain anak. Untuk itu disarankan, perlu peraturan daerah sampai peraturan gubernur sebagai peraturan pelaksana permainan tradisional agar bisa diterapkan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.
Kata kunci: Permainan tradisional, pembentukan karakter anak.
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
PENDAHULUAN
Anak. Sedangkan dalam instrumen internasional ada Konvensi Hak Anak Tahun 1989, terdapat
31 hak yang harus dipenuhi dan dilindungi oleh multi etnis, ras dan agama dengan beragam
Indonesia sebagai negara majemuk, yaitu
pihak-pihak yang bertanggungjawab, yaitu negara kebudayaan yang mengandung warisan nilai-
dan pemerintah, dan masyarakat serta keluarga. nilai kearifan lokal yang kaya akan wawasan dan
Pemerintah sebagai pihak pembuat regulasi, bernilai estetika tinggi. Kebudayaan dari berbagai
semestinya menyiapkan langkah antisipatif untuk daerah di Indonesia ini perlu dilestarikan dan
mencegah kasus kekerasan terhadap anak, karena diinternalisasi pada generasi muda, agar generasi
data kasus pengaduan anak tentang kekerasan yang muda lebih mengenal dan mencintai kebudayaan
diterima KPAI sejak tahun 2011 sampai dengan dan produk lokal dari dalam negeri.
2014 mengalami kenaikan. Pada tahun 2011 Warisan budaya ini termasuk dalam permain-
kasus pengaduan ke KPAI sebanyak 2178 kasus an tradisional (permadi) anak berbasis pada po tensi
dan naik menjadi 3512 kasus pada tahun 2012, kearifan lokal di dalamnya terkandung nilai-nilai
selanjutnya pada tahun 2013 kasus pengaduan ke karakter yang bermanfaat untuk pembentukan
KPAI menjadi 4311 kasus dan naik menjadi 5066 karakter anak. Dalam permainan tradisional yang
kasus pada tahun 2014.
dimainkan oleh anak secara tidak langsung akan Seiring kasus kekerasan terhadap anak, menumbuhkembangkan semangat persatuan dan
pemerintahan Jokowi dan Jusuf Kalla mengusung kebersamaan anak pada masa proses tumbuh-
program Nawacita, salah satunya melakukan kembang anak.
revolusi karakter bangsa. Revolusi karakter bangsa Potensi kearifal lokal ini seyogyanya
dinilai lebih baik apabila dimulai pada anak usia diadopsi dalam pendidikan yang merupakan suatu
dini atau usia emas (Golden Age), khususnya nilai aspek penting yang tidak bisa dipisahkan dari
dan norma yang ditanamkan untuk membentuk perkembangan manusia. Aktivitas pendidikan
karakter anak dalam pendidikan di sekolah. digeluti memiliki kontribusi sangat besar dalam
Namun, pendidikan dalam membentuk karakter mempersiapkan Sumber Daya Manusia (SDM)
cenderung bersifat normatif, yang kalau dibiarkan berkualitas dan mampu mengikuti perkembangan
saja mungkin hanya menjadi se-normatif gagasan- zaman. Pada dasarnya, proses pendidikan
gagasan tentang Pancasila yang terkesan teoretis. merupakan salah satu upaya dilakukan manusia
Oleh karena itu, diperlukan implementasi dalam membentuk pribadi yang berkompeten
pendidikan pembentukan karakter anak yang dan memiliki daya saing secara global sesuai
disesuaikan kebutuhan dan masa atau usia anak, dengan tujuan pendidikan nasional. Ketentuan
sehingga nilai dan norma yang ditanamkan dapat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
membuka kesadaran anak atau minimal terekam tentang Sistem Pendidikan Nasional menentukan
dalam alam bawah sadar anak. Nilai-nilai karakter pendidikan nasional berfungsi mengembangkan
dalam permainan tradisional (permadi) memiliki kemampuan dan membentuk watak serta
potensi dapat dimanfaatkan dunia pendidikan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
untuk membentuk budaya anti kekerasan. Dengan mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
demikian diperlukan upaya menanamkan budaya berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
anti kekerasan pada anak melalui permadi agar manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
anak memiliki pengalaman rill tentang budaya Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu,
Bangsa Indonesia dan menghindari tindakan cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
kekerasan, meminimalkan pornoaksi dan yang demokratis serta bertanggung jawab.
pornografi, seperti yang banyak ditunjukkan pada Peran negara cq. pemerintah merupakan
tayangan televisi, dan permainan modern berbasis faktor utama menyangkut kewajiban menghormati,
teknologi Informasi seperti Game Online dan melindungi, dan memenuhi hak asasi manusia.
Game Offline.
Khusus hak anak, diamanahkan dalam intrumen Berdasarkan latar belakang tersebut, maka nasional, seperti Undang-Undang No. 23 Tahun
permasalahan yang akan dibahas, yaitu pertama, 2002 jo Undang-Undang No. 35 Tahun 2014
bagaimana perspektif akademisi, budayawan tentang tentang Perlindungan Anak dan Undang-
dan tenaga pendidik menyangkut permainan Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan
tradisional terhadap pembentukan karakter anak
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan) Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
adalah data primer dan data sekunder. Data primer permainan tradisional dapat dimanfaatkan di
diperoleh langsung dari sumber data pertama di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan
lokasi penelitian melalui studi lapangan ( field dasar untuk menanamkan budaya anti kekerasan.
research). Terkait data sekunder, adalah data Ketiga, bagaimana upaya yang telah dilakukan
yang diperoleh dari sumber kedua dari data yang oleh pendidik anak usia dini dan pendidik
dibutuhkan melalui studi kepustakaan ( library pendidikan dasar dalam menanamkan budaya anti
research).
kekerasan melalui permainan tradisional. Teknik pengumpulan data yang digunakan, Adapun tujuan penelitian ini, adalah pertama,
yaitu observasi dan wawancara. Teknik observasi menggali perspektif akademisi, budayawan,
dilakukakan peneliti dengan mendatangi lokasi dan tenaga pendidik menyangkut permainan
untuk melakukan pengamatan tentang objek tradisional terhadap pembentukan karakter anak
penelitian. Sedangkan wawancara dilakukan sejak dini. Kedua, menilai potensi kearifan lokal
dengan informan yang terkait dan mengetahui yang terdapat dalam permainan tradisional dapat
permasalahan penelitian, yaitu budayawan dimanfaatkan di satuan pendidikan anak usia dini
yang memahami permainan tradisional, dinas dan pendidikan dasar untuk menanamkan budaya
pendidikan provinsi/kabupaten/kota, akademisi di anti kekerasan. Ketiga, mengetahui upaya yang
bidang pendidikan dan budaya, dan pendidik anak telah dilakukan oleh pendidik anak usia dini dan
usia dini dan sekolah dasar.
pendidik pendidikan dasar dalam menanamkan Lokasi penelitian di empat provinsi, yaitu budaya anti kekerasan melalui permadi.
Provinsi Sulawesi Tenggara, Daerah Istimewa Mengenai ruang lingkup Penelitian, terkait
Yogyakarta, Kalimantan Selatan, dan Bangka penanaman budaya anti kekerasan melalui
Belitung dengan mengambil sampel di kabupaten/ permadi dengan memanfaatkan potensi kearifan
kota terdekat di provinsi tersebut. Pemilihan lokal pada anak usia dini (usia tiga sampai
lokasi dilakukan secara purposive sampling, dengan enam tahun) dan pendidikan dasar (usia
didasari alasan Sulawesi Tenggara dipilih karena tujuh sampai dengan 12 tahun), karena pada usia
adanya inisiatif Dinas Pendidikan Sultra untuk tersebut merupakan usia emas dari seorang anak,
memasukkan permainan tradisional ke dalam dimana pada usia ini adalah masa imitasi (meniru)
kurikulum pendidikan, yaitu pada mata pelajaran perilaku apa yang anak lihat, dengar dan alami.
muatan lokal (Mulok). Sedangkan Daerah Istimewa Pada usia tujuh sampai dengan 12 adalah masa
Yogyakarta dipilih karena tidak dapat dipungkiri awal membangun karakter anak.
bahwa keberadaan permainan tradisional (permadi) semakin tergeserkan posisinya, karena mudah
METODE PENELITIAN
dan cepatnya pengaruh budaya modern yang masuk, sehingga menyebabkan tingkat kekerasan
Penelitian ini mempergunakan metode yang dilakukan oleh anak di kota tersebut, yang eksploratif dengan pendekatan induktif. Penelitian
diindikasikan akibat pengaruh budaya modern eksploratif dilakukan untuk menggali potensi
seperti tayangan televisi dan game online/offline nilai-nilai anti kekerasan yang terkandung dalam
cukup tinggi. Selanjutnya, Bangka Belitung dan permainan tradisional yang dapat diinternalisasi
Kalimantan Selatan dipilih sebagai pembanding, dalam satuan pendidikan usia dini dan pendidikan
karena tingkat konflik kekerasan rendah dan dasar. Adapun pendekatan penelitian pendekatan
masih ditemuinya pemanfaatan permadi. induktif, yaitu suatu pendekatan dengan mengambil suatu kesimpulan secara umum
PEMBAHASAN
dari fakta-fakta nyata yang ada di lapangan. Pendekatan induktif merupakan cara berpikir,
A. Kewajiban Negara dalam Pembentukan
dimana ditarik kesimpulan yang bersifat umum dari berbagai kasus yang bersifat individual. Karakter Positif Anak
Penarikan kesimpulan secara induktif dimulai Kewajiban negara cq. pemerintah untuk
dengan menyatukan pernyataan-pernyataan yang menghormati, melindungi, dan memenuhi, bersifat umum.
masing-masing mengandung unsur ke- wajiban untuk bertindak ( obligation to
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
budaya lokal serta melakukan permainan dari melaksanakan pemenuhan suatu hak anak;
warisan budaya lokal dalam kesehariannya dan kewajiban untuk berdampak ( obligation
sesuai dengan usianya. Sedangkan kewajiban of result) mengharuskan negara untuk
untuk berdampak, yaitu mengharuskan negara mencapai sasaran tertentu guna memenuhi
untuk membentuk karakter positif anak, standar substantif yang terukur. Apabila
sehingga meminimalkan kasus kekerasan dikaitkan dengan penelitian ini, menyangkut
terhadap anak. Untuk meminimalkan kasus kekerasan anak (fenomena yang
kasus kekerasan terhadap anak diperlukan ada), hak anak, dan kewajiban negara,
pencegahan konflik kekerasan yang secara maka kewajiban untuk bertindak, yaitu
tidak langsung merupakan amanah UU No. mensyaratkan negara untuk memenuhi hak
7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik anak, seperti anak berhak mendapatkan
Sosial (UU PKS), sebagaimana tabel di pembimbingan dalam tumbuh-kembang dan
bawah ini.
Tabel Upaya Pencegahan Konflik Sosial dalam UU PKS dan Pencegahan Konflik Kekerasan Anak
No. Pencegahan Konflik Sosial dalam UU PKS Pencegahan Konflik Kekerasan Anak
1. Memelihara kondisi damai: a. Mengembangkan sikap toleransi.
a. Ditanamkan sikap saling mengasihi. b. Menghormati perbedaan suku, bahasa, b. Menghormati/menerima kekalahan (kebiasaan lapang dada/
dan adat istiadat orang lain.
legowo). c. Mengembangkan persatuan indonesia c. Ditanamkan sikap kebersamaan, solider, menerima perbedaan
atas dasar khebineka-tunggal-ikaan. 2. Meredam potensi konflik: a. Melestarikan nilai Pancasila dan kearifan a. Potensi nilai pancasila dan kearifan lokal pada permainan
yang aplikatif untuk b. Melakukan program perdamaian di
diimplementasikan sehari-hari.
daerah potensi Konflik. b. Program pembentukan karakter anti kekerasan pada anak yang aplikatif.
3. Membangun sistem peringatan dini: a. Konflik di daerah yang diidentifikasi a. Diidentifikasi di sekolah dan lingkungan tempat tinggalnya
sebagai daerah potensi Konflik sebagai daerah potensi konflik kekerasan. b. Perluasan Konflik di daerah yang sedang b. Perluasan konflik kekerasan (masif) dengan cara pemberitaan
terjadi Konflik yang dilakukan media (terutama TV) yang bisa ditiru dan c. Penyelenggaraan
pendidikan
dan
dikembangkan oleh anak.
pelatihan c. Potensi nilai kearifan lokal pada permainan tradisional diinternalisasi ke dalam pendidikan formal
Dalam meminimalkan kasus kekerasan norma termasuk kearifan lokal. Permainan terhadap anak, tindakan pencegahan yang
tradisional ini akan digali potensi nilai dilakukan adalah pembentukan karakter
dan norma kearifan lokal yang dapat positif yang bertujuan agar anak mempunyai
dimanfaatkan dalam pembentukan karakter budaya anti kekerasan. Pembentukan
positif atau budaya anti kekerasan bagi anak. karakter positif bisa melalui permainan
Adapun pola pikir penelitian ada di bawah tradisional yang akan ditanamkan nilai dan
ini.
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
Gambar 1 Pola Pikir Penelitian
B. Permainan Tradisional dalam Perspektif
nilai edukatif yang mendorong siswa
Informan
bersikap kerjasama, jujur dan toleran karena Menurut perspektif informan dari
memiliki nilai-nilai yang sangat mendidik akademisi, budayawan, dan tenaga pendidik 2 dalam bermain maupun belajar; ketiga,
menyangkut potensi kearifan lokal permainan permadi sangat relevan dengan peningkatan
tradisional (permadi) anti kekerasan terhadap sikap sopan santun dan saling menghormati anak sejak dini di keempat lokasi penelitian 3 kepada orang tua serta guru-guru; keempat,
(Provinsi Sulawesi Tenggara, Daerah permainan tradisional mengandung enam Istimewa Yogyakarta, Bangka Belitung,
aspek yaitu wicoro (bunyi-bunyian dari dan Provinsi Kalimantan Selatan), mereka
mulut dan tembang), wirogo (olah-tubuh menyatakan, secara garis besar, antara
anak), wiromo (dengan irama meningkatkan lain, pertama, permadi sangat dibutuhkan
kecerdasan musikal anak), wiroso (menata bagi anak usia dini untuk meningkatkan
hati untuk meningkatkan kecerdasan spirutual
anak), dempuiwa ewo (meningkatkan sekolah dasar yang berbasis agama, tetapi
kecerdasan ganda 1 ; kedua walaupun ada
kecerdasan verbal anak karena terdapat permainan tradisional memberikan nilai-
kata-kata yang diulang pengucapannya),
2 Wawancara dengan Madhani sebagai Pendidik di Sekolah Muhammadiyah 8-10, Banjarmasin, Kalimantan Selatan.
1 Wawancara dengan ‘ST’ Pendidik di Sekolah Taman Kanak- 3 Wawancara dengan ‘TR’ Pendidik di Sekolah Dasar 01 kanak di Kendari, Sulawesi Tenggara.
Poasia, Kendari, Sulawesi Tenggara.
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
mengintegrasikan permainan tradisional permainan tradisional, anak diberi kesibukan
pada aspek pembelajaran dan atau melakukan dengan gadget, padahal anak pada usia
integrasi dengan kegiatan ekstrakurikuler, dini mempunyai kesempatan bermain dan
sehingga secara tidak langsung anak akan bersosialisasi dengan temannya, sehingga
pengalaman memainkan sebagai guru senang sekali berkesempatan
mendapatkan
permainan tradsional dan berpengaruh pada bisa memfasilitasi anak bermain permainan
perubahan perilaku anak sesuai dengan tradisional, daripada dengan permainan
nilai-nilai yang terkandung pada permainan elektronik
kepedulian anak kurang;⁵ keenam, generasi Menurut pandangan pendidik dan
muda dapat mengenal sejarah kebudayaan budayawan sebagai responden penelitian ini, nenek moyangnya, termasuk dalam lingkup
maka penulis simpulkan sebagaimana dapat permainan tradisional dan akhirnya dapat
dilihat pada Gambar 2 tentang pandangan menghargai karya dan identitas bangsanya
pendidik mengenai potensi kearifan lokal sendiri walaupun teknologi yang diterapkan
permainan tradisional. kala itu sangat sederhana;⁶ ketujuh, kebijakan
Gambar 2 Pandangan Pendidik Mengenai Potensi Kearifan Lokal Permainan Tradisional
Pandangan informan mengenai kearifan bijaksana, tidak merugikan semua pihak, lokal, mempunyai kesamaan dengan pendapat
serta bermanfaat bagi siapa pun yang tersapa Rahyono (2009) yang mengemukakan,
oleh kearifan itu.” ⁸
bahwa: Selanjutnya, Sutarno berpendapat “Kearifan merupakan sesuatu yang dihasilkan
Pendidikan karakter dengan pendekatan dari sebuah kecerdasan manusia yang dapat
kearifan lokal yang terdapat di sekolah digunakan oleh sesamanya sebagai sarana
dapat dilakukan melalui tiga macam model pencerdasan. Kearifan dihasilkan dari proses
pembelajaran berbasis budaya, yaitu: melalui pemikiran dan pengambilan keputusan yang
permainan tradisional dan lagu-lagu daerah, cerita rakyat, dan melalui penggunaan alat-
4 Wawancara dengan Wahyudi Anggoro, seorang budayawan
alat tradisional.⁹
dari Desa Panggung Harjo yang juga Lurah di Desa Panggung Harjo, Kabupaten Bantuk, Daerah Istimewa
7 Wawancara dengan Sakerani, Kepala Sekolah SDN Pasar Yogyakarta.
Lama 1, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. 5 Wawancara dengan Arjuna , Kepala Sekolah Taman Kanak-
8 Rahyono, Kearifan Budaya Dalam Kata (Jakarta: Wedatama kanak Negeri Pembina I, Pangkalpinang, Bangka Belitung.
Widya Sastra, 2009), hlm. 3
6 Wawancara dengan Basrin Malemba, Akademisi dan 9 Sutarno, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Direktorat Budayawan Universitas Haluuleo, Kendari, Sulawesi
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Tenggara.
Nasional, 2008), hlm.7
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
Secara garis besar perspektif informan nilai karakter positif, sehingga bisa di atas, menyatakan permainan tradisional digunakan dalam proses pendidikan anak. dapat membentuk kecerdasan ganda anak, Hal ini seperti yang dijelaskan oleh Khan, pandangan ini juga mempunyai kesamaan bahwa pendidikan karakter adalah proses
dengan pendapat Howard Gardner, bahwa kegiatan yang dilakukan dengan segala kecerdasan ganda atau majemuk merupakan daya dan upaya secara sadar dan terencana aspek kecerdasan yang terkandung dalam untuk mengarahkan anak didik. Pendidikan permaianan tradisional yang terdiri dari kecerdasan karakter juga merupakan proses kegiatan verbal-linguistik, logis-
matematis, visual-spasial, kinestetik, musik, yang mengarah pada peningkatan kualitas pendidikan dan pengembangan budi harmoni
interpersonal, intrapersonal, dan kecerdasan yang selalu mengajarkan, membimbing, dan naturalis.¹⁰ membina setiap menusiauntuk memiliki
C. Pemanfaatan
Potensi
Kearifan
kompetensi intelektual, karakter, dan
Lokal Permainan Tradisional dalam
keterampilan menarik. Nilai-nilai pendidikan
Pendidikan
karakter yang dapat dihayati dalam penelitian ini adalah religius, nasionalis, cerdas,
tanggung jawab, disiplin, mandiri, jujur, dan dimanfaatkan untuk mengenalkan budaya
anti kekerasan yaitu merefleksikan nilai- arif, hormat dan santun, dermawan, suka menolong, gotong-royong, percaya diri,
nilai yang terkandung dalam permainan kerja keras, tangguh, kreatif, kepemimpinan, tradisional (permadi), seperti pertama, nilai demokratis, rendah hati, toleransi, solidaritas kejujuran;
kedua ,
sportivitas,
dan peduli.¹¹
menerima kekalahan dengan suka-rela dan melaksanakan hukuman dengan suka-
permainan tradisional cita, kalah dan menang tidak masalah; mengandung kearifan lokal. Kearifan lokal
Dalam
ketiga, kebersamaan, tidak ada permainan dapat didefinisikan sebagai kebijaksanaan
tradisional yang dilakukan secara sendiri, atau nilai-nilai luhur yang terkandung biasanya permainan tradisional dilakukan
dalam kekayaan-kekayaan budaya lokal minimal berdua atau berkelompok, sehingga
berupa tradisi, petatah-petitih dan semboyan menumbuhkan semangat kebersamaan
hidup. Pengertian Kearifan Lokal dilihat (sosialisasi antar teman), sehingga terjalin
dari kamus Inggris Indonesia, terdiri dari semangat kebersamaan; keempat, kerjasama,
2 kata yaitu kearifan (wisdom) dan lokal untuk bisa memenangkan dalam permainan
(local). Local berarti setempat dan wisdom tradisional dibutuhkan kerjasama yang baik;
sama dengan kebijaksanaan. Dengan kata dan kelima, rasa komitmen, dibutuhkan
lain maka local wisdom dapat dipahami kedisiplinan dalam regu/kelompok untuk
sebagai gagasan-gagasan, nilai-nilai-nilai, memenangkan
pandangan-pandangan setempat (local) Potensi nilai karakter dalam permainan
permainan
tradisional.
yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, tradisional dapat dimanfaatkan sebagai
bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh sarana pembelajaran pembentukan perilaku
anggota masyarakatnya.¹² Oleh karenanya, anak agar anak terhindar dari kekerasan, hal
pengenalan permainan tradisional di sekolah ini dapat dilakukan dengan cara memaknai
melalui kearifan lokal sangatlah tepat. kandungan nilai permainan tradisional dalam
Hal ini dikarenakan permainan tradisional proses pembelajaran dan aktivitas bermain
berbasis kearifan lokal adalah permainan anak.
yang mengajarkan peserta didik untuk selalu dekat dengan situasi konkrit yang mereka
Secara tidak langsung permainan hadapi sehari-hari dan juga anak berhak tradisional dapat membentuk karakter positif untuk mendapat nilai luhur yang terdapat anak, karena di dalam permadi mengandung
11 Yahya Khan, Pendidikan Karakter Berbasis Potensi Diri, (Yogyakarta : Pelangi Publishing, 2010), hlm. 34. 12 Sedyawati, Edi. Keindonesiaan dalam Budaya: Buku 1
10 Amstrong, Multiple Intelligences in The Classroom., Kebutuhan Membangun Bangsa yang Kuat. (Jakarta: (Alexandria, Virginia: ASCD, 1994). hlm. 121.
Wedatama Widya Sastra, 2007 ). hlm. 49.
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
secara serentak meletakkan tangannya Selain itu, dalam hal sebelum melakukan
pada posisi yang diminta. permainan tradisional pun, anak secara
Apabila ada satu pemain yang tidak langsung juga diajari dan dibiasakan
tangannya berbeda menerima nilai demokrasi, yaitu pengundian
meletakkan
dengan posisi yang diminta, maka yang umumnya dilakukan untuk menentukan
pemain tersebut dianggap kalah dan pihak yang akan memulai permainan.
harus menjalani giliran menjadi yang Pengundian ini, antara lain, seperti yang
“jaga” dan pemain lain melakukan dilakukan di masyarakat Pangkalpinang
permainannya. Penyebutan posisi yang mungkin juga sama dengan daerah lain,
tangan biasanya memakai lagu/ mengenal cara-cara pengundian tradisional
nyanyian tertentu. Contohnya: Tam tam yang biasanya untuk menentukan giliran atau
hitam putih, yang putih jadi; atau tam pemain yang berhak memulai. Pengundian
tam hitam putih, yang putih tidak jadi. ini merupakan potensi kearifan dan bisa juga
Pengundian Tak Utit, pengundian satu paket dengan permainan tradisional
dengan cara ini menggunakan media ke sendiri. Pengundian tradisional, antara lain,
arah depan bersusunan. Seorang pemain seperti: pengundian suit, wang, tak utit, cang
ditugaskan untuk memberikan aba- kacang panjang, dan pengundian warna baju,
aba melalui nyanyian, yaitu ‘tak utit, secara garis besar, sebagai berikut:¹³
kopi susu, siapa menang, nomor satu’. Pengundian Suit, pengundian
Sambil menyanyikan lagu tadi, pemain ini dilakukan memakai media jari
tersebut menepukkan tangannya pada tangan dan hanya dilakukan oleh dua
tangan pemain lain satu persatu. Di orang atau berpasangan. Pengundian
saat nyanyian habis, maka tangan yang ini adalah pengundian yang sering
ditepuk terakhir adalah yang kalah. digunakan untuk menentukan giliran
Jika pemain yang melakukan dalam permainan ataupun menentukan
undian banyak dan lagu yang digunakan pemenang. Pengundian ini hanya
terlalu pendek, maka lagu tersebut bisa menggunakan tiga jari tangan, yaitu
dinyanyikan beberapa kali sampai jempol yang diasumsikan sebagai gajah;
semua pemain mendapatkan giliran telunjuk diasumsikan sebagai orang/
menepuk tangan atau putaran tepukan manusia; dan kelingking diasumsikan
tangan melebihi satu putaran, ada juga sebagai semut.
yang mengganti lagu dengan lagu yang Pengundian Wang, pengundian
lebih panjang agar pengundian lebih ini biasanya digunakan, apabila peserta
adil.Pengundian akan berakhir, jika lebih dari dua orang dan cenderung lebih
pemain yang tersisa satu orang dan sering digunakan untuk menentukan
urutan pemenang ditentukan dari pemain pemain yang kalah dan mendapat
yang terakhir. Tak utit sering dilakukan giliran menjaga. Cara pengundian
hanya sekali untuk menentukan satu “Wang” memakai media kedua belah
pemain yang menang. telapak tangan, yaitu punggung
Pengundian Cang Kacang
tangan disebut hitam/telungkup, dan Panjang, pengundian dengan cara telapak tangan disebut putih/telentang.
ini menggunakan media tangan yang Biasanya salah satu pemain ditugaskan
direntangkan memanjang disebut memberi aba-aba atau hitungan, ataupun
panjang dan tangan dilipat disebut menyebutkan salah satu warna dari
pendek. Selama pengundian tangan terus-menerus direntangkan dan dilipat
13 Taufik Hidayat dan Pupung P Damayanti; Akhmad
sampai lagu selesai dinyayikan. Seorang
Elvian ed.; Permainan dan Alat Musik Tradisional Kota
pemain ditugaskan menyanyikan lagu,
Pangkalpinang, (Pangkalpinang: Dinas Kebudayaan,
yaitu ‘Cang cang kacang panjang yang
Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Kota Pangkalpinang; 2014)
panjang jadi’ atau ‘Cang cang kacang
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan) Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
3. Rasa berteman, seorang anak yang Pemain yang posisi tangannya berbeda
mempunyai teman bermain tentunya dengan posisi yang disebutkan pada
akan merasa senang, bebas, tidak bosan akhir nyayian, maka pemain tersebut
dan dapat saling bertukar pikiran dengan kalah. Pengundian Cang kacang
sesama teman. Selain itu, dengan panjang berakhir bila pemain yang
mempunyai teman berarti anak akan tersisa tinggal satu orang dan biasanya
belajar untuk saling mengerti pribadi menjadi pemenang.
masing-masing teman, menghargai
teman dan belajar bersosialisasi. pengundian ini menggunakan warna
4. Nilai demokrasi, artinya dalam suatu baju. Seorang pemain ditugaskan
untuk memberikan aba-aba. Aba-aba permainan setiap pemain mempunyai yang dimaksud, yaitu warna baju salah
kedudukan yang sama, tidak memandang seorang pemain ataupun warna baju
apakah anak orang kaya atau anak orang profesi tertentu yang berwarna hitam
miskin, tidak memandang anak pandai atau putih, misalnya dokter, dan lain-
atau bodoh.
lain. Para pemain harus meletakkan
kepemimpinan, biasanya tangannya sesuai dengan warna yang
5. Nilai
terdapat pada permainan yang sifatnya dimaksud (hitam atau putih), dan
berkelompok. Setiap kelompok memilih apabila ada seorang pemain yang
pemimpin kelompok mereka masing- meletakkan tangannya tidak sama
masing. Anggota kelompok tentunya dengan warna yang dimaksud, maka ia
akan mematuhi pimpinannya. dianggap kalah.
jawab, dalam Dengan cara ini semua peserta
6. Rasa
tanggung
permainan yang bertujuan memperoleh akan menerima hasil pengundian, karena
biasanya pelaku pengundian bersifat adil, sehingga permainan
kemenangan,
memiliki tanggung jawab penuh, sebab akan berjalan dengan baik dan para pemain mereka akan berusaha memperoleh dapat bermain dengan hati yang riang dan
kemenangan.
menikmati permainan tanpa ada ganjalan di dalam hati. ¹⁴ 7. Nilai kebersamaan dan saling
membantu. Dalam permainan yang mengandung nilai
Pandangan
permainan tradisional
bersifat kelompok, nilai kebersamaan nilai budaya, juga dikuatkan menurut
positif
termasuk
dan saling membantu Nampak sekali. Dharmamulya dalam Purwaningsih (2006),
Kelompok akan saling bekerjasama yaitu unsur-unsur nilai budaya yang
dan salaing membantu untuk meraih terkandung dalam permainan tradisional,
kemenangan.
sebagai berikut:
8. Nilai kepatuhan. Dalam setiap
1. Nilai kesenangan dan kegembiraan, permainan tentunya ada syarat atau dunia anak adalah dunia bermain dan
peraturan permainan di mana peraturan anak akan merasakan senang apabila
itu ada yang umum atau yang disepakati diajak bermain. Rasa senang yang ada
bersama. Setiap pemain harus mematuhi pada anak mewujudkan pula suatu fase
peraturan itu.
menuju pada kemajuan.
9. Melatih cakap dalam berhitung, yaitu
2. Nilai kebebasan, seseorang yang pada permainan dhakon. Setiap pemain mempunyai kesempatan untuk bermain
harus cakap menghitung. tentunya merasa bebas dari tekanan,
10. Melatih kecakapan berpikir, seperti sehingga ia akan merasa senang dan
dalam permainan mul-mulan, macanan, gembira.
bas-basan, para pelaku secara terus menerus dilatih untuk berpikir pada
14 Ibid.
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
menerapkan metode sekarang dan selanjutnya baik diri
ialah
pembelajaran yang bervariasi, yaitu modelling sendiri atau lawannya dan untuk dari guru yang akhirnya dicontoh oleh murid
mendapatkan suatu kemenangan maka dengan berbagai permainan tradisional dan
harus cermat dan jeli. pembelajaran yang terintegrasi. Misalkan,
11. Nilai kejujuran dan sportivitas. bermain petak kumpet dapat menstimulasi Dalam bermain dituntut kejujuran dan
anak dalam muatan akademik matematika, sportivitas. Pemain yang tidak jujur
IPS, PKn dan pendidikan karakter dengan akan mendapatkan sanksi, seperti
kerjasama serta kejujuran. Selain itu, dikucilkan
peran yang dilakukan oleh pendidik dalam mendapat hukuman kekalahan.¹⁵
teman-temannya, atau
menerapkan permaianan tradisional yaitu metode lingkaran, menghormati, menyayangi
Dari hal di atas, permadi dapat diajarkan sesama teman dan orang lain. di sekolah berbasis budaya. Menurut Sutarno
terdapat tiga macam model pembelajaran Dalam observasi ditemukan, seperti di
berbasis budaya, yaitu: Melalui permainan UPT Sanggar Kegiatan Belajar PAUD Ceria tradisional dan lagu-lagu daerah, melalui
di Pangkalpinang, anak didik bisa bermain cerita rakyat, dan melalui penggunaan
bilun, cam-cam buku rimba, dan cak lingking. Tindak-lanjut dari misi sekolah ini adalah
alat-alat tradisional.¹⁶ Apabila dielaborasi pengembangan pendidikan karakter berbasis dengan temuan penelitian, maka permainan
tradisional sebagian besar diterapkan budaya lokal melalui permainan tradisional, dengan mata pelajaran khusus seperti mata
sehingga sesuai dengan materi kurikulum pelajaran seni budaya dan mata pelajaran
2013 dari Kementerian Pendidikan Nasional yang digunakan di sekolah ini, yaitu
olahraga. Padahal, mengenalkan permainan memberikan kebebasan kepada daerah untuk tradisional kepada anak dapat dilakukan
dengan mengintegrasikan mata pelajaran mengembangkan muatan lokal. serta kreatifitas guru dalam memberikan
Di Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) pelajaran kepada peserta didik.
PAUD Ceria ini, salah satu permainan Dapat diambil kesimpulan, permainan
yang dikembangkan adalah Permainan Bilun. Dalam Permainan Bilun, aspek
tradisional dapat diintegrasi dengan mata pengembangan dan indikator kemampuan pelajaran ataupun guru membelajarkan
kepada peserta didik melalui kurikulum yang yang dapat dikembangkan, diantaranya, tersembunyi. Oleh karena itu, permainan
yaitu:¹⁷
a. Moral dan nilai agama diterapkan, baik pada lingkup keluarga,
tradisional dianggap
penting
untuk
1) Selalu berdoa sebelum dan sesudah sekolah maupun masyarakat dan tidak dapat
melakukan kegiatan dengan sikap dilihat hanya sebagai salah satu bentuk dari
yang benar.
permainan saja, melainkan juga mengandung
2) filosofi dari nilai-nilai lokal yang terkandung Mengucapkan kata-kata santun (maaf, tolong)
dalam permainan tradisional.
3) Menghargai teman dan tidak
D. Upaya Pendidik dalam Penanaman
memaksakan kehendak.
Budaya Anti
Kekerasan
melalui
b. Sosial-emosional
Permainan Tradisional
1) Mau bermain bersama
2) Mengerti aturan main.
3) Mengerti akibat jika melanggar
15 Ernita Lusiana, Membangun Pemahaman Kejujuran
melalui Permainan Tradisional Jawa pada Anak Usia Dini
aturan
di Kota Pati, Skripsi, Pendidikan Guru PAUD, Universitas Negeri Semarang, 2012, hlm. 21-22
17 Djuariningsih, Pengembangan Kecerdasan Anak Usia 16 Sutarno, Pendidikan Multikultural, (Jakarta: Direktorat
Permainan Tradisional, Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
(Pangkalpinang: Dinas Pendidikan Kota Pangkalpinang, Nasional, 2008), hlm. 7
Sanggar Kegiatan Belajar), hlm. 27.
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
4) Bisa memimpin kelompok kecil
1. Pendekatan terintegrasi dalam semua
5) Dapat memecahkan masalah
mata pelajaran,
sederhana
2. Pengembangan budaya satuan pen-
6) Mengetahui hak dan kewajiban
didikan,
c. Bahasa
3, Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler,
dan
1) Mengerti dan dapat melaksanakan lebih dari tiga perintah
4. Pembiasaan perilaku dalam kehidupan di lingkungan satuan pendidikan.¹⁸
pertanyaan dengan lengkap Pendekatan tersebut senada dengan
3) Memecahkan masalah dengan temuan lapangan bahwa metode yang dilaksanakan dengan pendekatan integrasi,
dialog yaitu pada saat praktek disisipkan di dalam
d. Kognitif setiap mata pelajaran. Di dalam pelajaran
1) Membedakan garis vertikal dan seni, dihubungkan ke permainan tradisonal, horisontal
setidaknya langkah konkrit yang dilakukan
2) Menyebutkan
oleh pendidik, yaitu menginternalisasi yang ada disekitar sesuai dengan
semua
benda
permainan tradisional, bukan mengajarkan kemampuannya.
atau mentransfer permainan tradisonal kepada anak untuk mengembangkan sikap
3) Menyebutkan 4-7 bentuk (segi
positif anak.
panjang, lingkaran, segitiga, dan Fakta di lapangan menunjukan untuk
lain-lain). menginternaliasi budaya anti kekerasan,
4) Menguasai konsep bilangan. peran guru melakukan proses sosialisasi
e. Fisik kepada orang tua untuk melakukan prevensi,
1) Berlari dengan berbagai variasi mengenai pencegahan kekerasan serta melakukan pendekatan dalam menumbuhkan
(maju, mundur, ke samping) budaya anti kekerasan dengan cara melakukan
2) Berlari di atas garis lurus. kegiatan bermain, karena bermain sangat
3) Berlari dengan stabil. diminati oleh anak. Ditegaskan kembali bahwa cara lain yang dilakukan oleh pendidik
dalam menginternalisasikan budaya anti bahwa perlu adanya pembiasaan orang
tua untuk mengenalkan permaianan kekerasan, yaitu mengembangkan buku teks dari kelas 1 sampai kelas 6 tentang permainan
tradisional kepada anak dan lembaga tradisional untuk mengenalkan budaya lokal. pendidikan mengembangkan model-model Peran yang dilakukan oleh pendidik ini, permainan tradisional. Seyogyanya, untuk dapat disimpulkan penulis pada gambar 3. menginternalisasi budaya anti kekerasan
melalui permainan tradisional, yaitu melalui:
18 Kartodirdjo, Sartono. Pembangunan Bangsa tentang Nasionalisme, Kesadaran dan Kebudayaan Nasional. (Yogyakarta: Aditya Media, 1994 ). Hlm 69
Jurnal Penelitian HAM Vol. 7 No. 2, Desember 2016: 111-124
Gambar 3 Peran Pendidik dalam Menginternalisasi Budaya Anti Kekerasan melalui Permainan Tradisional
lokasi menunjukkan yang ada adalah tradisional sangat tepat sebagai media dalam
kebijakan dinas pendidikan kota mengenai mengenalkan budaya anti kekerasan terhadap
muatan lokal yang hanya terdiri dari bahasa anak. Tetapi peran pendidik tidak hanya
asing dan bahasa daerah; kedua, para pendidik sekedar mengajar atau transfer pengetahuan
mengalami kesulitan untuk mendapatkan untuk mengenalkan budaya anti kekerasan
referensi permainan tradisional, referensi kepada anak. Pendidik harus mampu
selama ini adalah dari Dinas Kebudayaan menginternalisasi permainan tradisional
atau buku panduan muatan lokal permainan ke dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
tradisional untuk satuan pendidikan anak usia anak memiliki kebiasaan dan tertarik dalam
dini dan pendidikan dasar; ketiga, kurangnya memainkan permainan tradisional. Cara yang
sosialisasi permainan tradisional dari dinas efektif untuk menginternalisasi permainan
pendidikan, berupa festifal dan lomba tradisional untuk mengenalkan budaya anti
permainan tradisional antar sekolah, dan kekerasan terhadap anak dapat dilakukan
pelatihan untuk guru mengenai permainan dengan cara mengelaborasi permainan
tradisional dalam rangka penanaman tradisonal pada saat pembelajaran, karena
karakter positif kepada anak; keempat, anak lebih senang belajar sambil bermain dan
minimnya kesadaran masyarakat terutama anak akan memaknai permainan tradisional
orang tua/wali asuh anak tentang pentingnya untuk berinterkasi pada kehidupan sehari-
untuk menfasilitasi anak dengan permainan hari, sehingga akan muncul kebiasaan
tradisional, hal ini menyangkut pemahaman berkelompok, saling bertoleransi dan
wali asuh anak bahwa permainan tradisional berkerjasama, hal ini untuk menunjukan
membentuk karakter positif anak termasuk bahwa
kecerdasan majemuk.
mentransformasi konflik sebagai pemenuhan hak-hak anak secara universal.
KESIMPULAN
E. Kendala Internalisasi Nilai Permainan
Menurut perspektif informan, disimpulkan
Tradisional
bahwa permainan tradisional sangat relevan Dalam melakukan upaya meng-
dengan peningkatan sikap sopan santun dan saling internalisasi nilai karakter permainan
menghormati kepada orang tua serta guru-guru; tradisional para pendidik mengalami berbagai
dan juga membentuk anak memiliki kecerdasan kendala, antara lain, pertama, belum ada
ganda/majemuk, yaitu kecerdasan matematik payung hukum (dasar hukum) di tingkat
logis, spasial, kinestetik, linguistik, intrapersonal, daerah, hasil temuan lapangan di keempat
interpersonal, linguistik dan naturalistik.
Penanaman Budaya Anti Kekerasan Sejak Dini... (Oksimana Darmawan)
Potensi kearifan lokal yang terkandung dalam menyediakan sarana dan prasarana permainan permainan tradisional dapat dimanfaatkan dalam
tradisional. Mengenai tingkat sekolah dasar, pendidikan sebagai sarana mengenalkan budaya
agar guru pendidikan jasmani dan olahraga, dan anti kekerasan, yaitu dengan merefleksikan dan
guru seni budaya dan keterampilan mengajarkan memaknai kandungan nilai permainan tradisional
materi permainan tradisional, baik dalam dalam proses pembelajaran dan aktivitas bermain
tataran substansi nilai dan norma maupun dalam anak.
pelaksanaan permainannya.
Upaya yang dilakukan oleh pendidik dalam Diharapkan agar memfasilitasi anak internalisasi budaya anti kekerasan di satuan
didik menyangkut permainan tradisional, baik pendidikan anak usia dini dilakukan dengan
pengenalan permainan tradisional, penyediaan cara menerapkan metode pembelajaran sentra
sarana, maupun penjelasan nilai dan norma dan aktivitas bermain peran dalam permainan
yang ada dalam permainan tradisional. Hal ini tradisional, sedangkan untuk satuan pendidikan
menyangkut pembuatan bahan ajar mengenai dasar dengan metode mengintegrasikan permainan
permainan tradisional kepada anak didik serta tradisional melalui mata pelajaran seni budaya dan
memasukkan enam kecerdasan anak. mata pelajaran pendidikan jasmani dan kesehatan
Memberikan pemahaman kepada orang tua (Penjaskes). Pada umumnya pendekatan
melalui program parenting yang diselenggarakan pembelajaran yang diterapkan pendidik untuk
secara berkala, yaitu, pertama, permainan mengenalkan dan menginternalisasi permaian
tradisional berpengaruh untuk pembentukan tradisional melalui pendekatan kontekstual.
kecerdasan anak (kecerdasan majemuk) terutama Namun,
pembentukan karakter positif (kecerdasan menginternalisasi nilai karakter permainan
emosional); kedua, diharapkan pendidik tradisional para pendidik mengalami berbagai
meyakinkan orang tua agar memfasilitasi anak kendala, antara lain, pertama, belum ada
melakukan permainan tradisional sehari-hari di payung hukum (dasar hukum) di tingkat daerah;
rumah sebagaimana yang diajarkan di sekolah; kedua, adanya kesulitan mendapatkan referensi
ketiga, pendidik memberikan pemahaman kepada permainan tradisional; ketiga, kurangnya
orang tua pada saat memfasilitasi anak melakukan sosialisasi permainan tradisional dari dinas
permainan tradisional, apabila ada anak yang pendidikan; keempat, minimnya kesadaran
berbuat ‘nakal’ pada teman mainnya, maka orang masyarakat terutama orang tua/wali asuh anak
tua tidak memberi label/stigma negatif ‘anak tentang pentingnya untuk menfasilitasi anak
nakal’.
dengan permainan tradisional.
SARAN
Pemerintah daerah, perlu membuat peraturan mengenai muatan lokal, jika sudah ada peraturan mengenai muatan lokal, maka diperlukan tindak- lanjut peraturan pelaksana berupa peraturan gubernur mengenai permainan tradisional yang bisa digunakan di satuan pendidikan anak usia dini dan pendidikan dasar.