PENDEKATAN DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENDEKATAN DAN MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
A. PENDEKATAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
Pendekatan merupakan titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Sehingga bila dikaitkan dengan kurikulum, pengembangan
kurikulum dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum sendiri
memiliki makna yang cukup luas. Sukmadinata mengemukakan bahwa
pengembangan kurikulum adalah penyusunan kurikulum yang sama sekali baru,
bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada. Di satu sisi pengembangan
kurikulum merupakan penyusunan seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar,
struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, hingga
pedoman pelaksanaannya, dan di sisi lain berkenaan dengan penjabaran kurikulum
yang telah disusun pusat menjadi rencana dan persiapan mengajar yang lebih
khusus, yang dikerjakan oleh guru, seperti penyusunan Rencana Tahunan,
caturwulan, satuan pelajaran, dan sebagainya.
Menurut Zainal Arifn (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, jika dilihat dari aspek perencanaannya ada beberapa pendekatan yang
dapat digunakan dalam pengembangan kurikulum, antara lain sebagai berikut.

1. Pendekatan Kompetensi (Competency Approach)
Kompetensi adalah jalinan terpadu yang unik antara pengetahuan, keterampilan,

sikap dan nilai-nilai yang direfeksikan dalam pola berfkir dan pola bertindak.
Pendekatan kompetensi menitikberatkan pada semua ranah, yaitu kognitif, afektif
dan psikomotorik. Cirri-ciri pokok pendekatan kompetensi adalah berfkir teratur
dan sistematik, sasaran penilaian lebih difokuskan pada tingkat penguasaan, dan
kemampuan memperbarui diri (regenerative capability).
Prosedur penggunaan pendekatan ini adalah (a) menetapkan standar kompetensi
lulusan yang harus dikuasai oleh para lulusan pada setiap jenis dan jenjang
pendidikan, (b) emerinci perangkat kompetensi yang diharapkan dimiliki oleh para
lulusan, (c) menetapkan bentuk dan kuantitas pengalaman belajar melalui bidang
studi atau mata pelajaran dan kegiatan-kegiatan lainnya yang relevan, (d)
mengembangkan silabus.
Selanjutnya, langkah-langkah pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan
kompetensi, yaitu mengidentifkasi kompetensi, merumuskan tujuan pendidikan,
menyusun pengalaman belajar, menetapkan topic dan subtopic, menetapkan
waktu, mengalokasikan waktu, member nama mata pelajaran, dan menetapkan
bobot SKS.

Dalam penilaian penguasaan kompetensi, ada tiga hal penting yang harus
diperhatikan guru, yaitu sebagai berikut :
a. Sasaran penilaian tidak hanya terfokus pada kemampuan tertulis dan lisan saja,

tetapi juga tingkat untuk kerja (performance) pelaksanaan tugas yang telah
ditetapkan.
b. Kriteria penilaian adalah persyaratan minimal pelaksanaan tugas-tugas.
c. Sasaran utama adalah penguasaan kemampuan (exit requirements) dan bukan
pada cara atau waktu pencapaian.

Ciri pendekatan kompetensi yang tidak kalah pentingnya adalah penjaringan dan
pengelolaan informasi balikan (feedback) secara teratur untuk melakukan
perbaikan secara berkesinambungan sehingga kurikulum memiliki mekanisme
untuk memperbaiki diri (regenerative capability), baik tingkat lembaga maupun
tingkat nasional.

2. Pendekatan Sistem (System Approach)
System adalah totalitas atau keseluruhan komponen yang saling berfungsi,
berinteraksi, dan interdepensi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ciri-ciri
sistem adalah adanya tujuan, fungsi, komponen, interaksi dan interdepensi,
penggabungan yang menimbulkan jalinan keterpaduan, proses transformasi,
umpan balik untuk perbaikan, dan lingkungan.Pendekatan sistem adalah
penggunaan berbagai konsep yang serasi dari teori sistem yang umum untuk
memahami teori organisasi dan praktek manajemen. Pendekatan sistem terdiri atas

beberapa aspek, antara lain: (a) flsafat sistem, yaitu sebagai cara berfkir (way of
thingking) tenang fenomena secara keseluruhan, (b) analisis sistem, yaitu metode
atau teknik dalam memecahkan masalah (problem solving) atau pengambilan
keputusan (decision making), dan (c) manajemen sistem, yaitu aplikasi teori sistem
ditengah mengelola organisasi.
Model Intructional Development Institute (IDI) yang dikembangkna oleh University
Consortium on Intructional Development and Technology (UCIDT) memiliki langkah
langkah pendekatan sistem sebagai berikut :
a. Merumuskan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan masalah: analisis kebutuhan, menentukan prioritas, merumuskan
masalah.
2) Menganalisis latar: cirri peserta didik, kondisi (hambatan), sumber-sumber.

3) Mengatur pengelolaan: analisis tugas, tanggung jawab dan penjadwalan.
b. Mengidentifkasi strategi pemecahan masalah, yang meliputi :
1) Menentukan tujuan pembelajaran: tujuan akhir dan tujuan antara.
2) Menentukan strategi: pendekatan metode, media, dan sumber belajar.
3) Membuat prototipe: bahan-bahan pembelajaran dan evaluasi.

c. Melaksanakan evaluasi, yang meliputi :

1) Uji coba prototipe: melakukan uji coba, mengumpulkan data, dan evaluasi.
2) Analisis hasil uji coba: tujuan pembelajaran, metode dan teknik evaluasi.
3) Penyempurnaan langkah-langkah terdahulu: review, menetapkan, melaksanakan.

3. Pendekatan Klarifkasi Nilai ((Value Clarifcation Approach)
Klarifkasi nilai adalah langkah pengambilan keputusan tentang prioritas atas
keyakinan sendiri berdasarkan pertimbangan yang rasional, logis, sesuai dengan
perasaannya dan perasaan orang lain serta aturan yang berlaku.
Ciri pengembangan kurikulum berdasarkan pendekatan klarifkasi nilai, antara lain:
(a) peran guru kurang dominan dalam pembelajaran, (b) guru lebih sedikit member
informasi dan lebih banyak mendengarkan penjelasan dari peserta didik, (c) guru
lebih sring menggunakan metode tanya-jawab, (d) tidak banyak kritik destruktif, (e)
kurang menekankan faktor kegagalan dan lebih menerima kesalahan-kesalahan, (f)
menanggapi dan menghayati pekerjaan peserta didik, (g) merumuskan tujuan
dengan jelas, (h) dalam batas tertentu peserta didik diberi kebebasan untuk bekerja
dan bertanggunag jawab, (i) peserta didik bebas mengungkapkan apa yang mereka
rasakan, (j) adanya keseimbangan antara tugas kelompokmdengan tugas
perseorangan, (k) belajar bersifat individual, (l) evaluasi bukan terfokus pada
prestasi akademik, tetapi juga proses pertukaran pengalaman, dan (m) peserta
didik menemukan sistem nilainya sendiri.

Raths dalam John Jarolimek (1974) mengemukakan langkah-langkah pendekatan
klarifkasi nilai sebagai berikut :

a. Kebebasan memilih (bagi peserta didik), yang meliputi :
1) Memilih sesuatu secara bebas menurut kemauan, kesukaan, dan minatnya.

2) Memilih berbagai alternatif yang ada
3) Menentukan pilihan dan pertimbanganyang rasional sesuai dengan pikiran dan
pendapat masing-masing.

b. Membina kebanggaan (prizing), diantaranya :
1) Merasakan gembira atas ketepatan memilih
2) Mengukuhkan pilihan sesuai dengan pendapat pada dirinya masing-masing

c. Melaksanakan (acting) :
1) Melakukan percobaan atau melaksanakan pilihan
2) Mengulangi perbuatan tersebut dalam kehidupan sehari-hari dan menjadikannya
sebagai pola kehidupan.

4. Pendekatan Komprehensif (Comprehensive Approach)

Pendekatan ini melihat, memperhatikan, dan menganalisis kurikulum secara
keseluruhan. Semua masalah yang berkaitan dengan kurikulum diidentifkasi secar
global oleh pengembang kurikuum. Pengembang kurikulum dapat menetapkan
langkah pertama yang akan dilakukan dan apa yang akan dicapai sebagai sasaran
dengan merumuskan flsafat pendidikan, visi-visi dan tujuan pendidikan serta
sasaran yang ingin dicapai.

5. Pendekatan yang Berpusat pada Masalah (Problem-Centered Approach)
Pengembangan kurikulum dengan pendekatan ini dilakukan dengan cara
mengidentifkasi berbagai masalah kurikulum secara khusus. Para guru diminta
berbagai informasi tentang masalah-masalah, keinginan, harapan, dan kesulitankesulitan yang ereka hadapi dalam mata pelajaran, seperti perbaikan cara
penampilan, penggunaan multimetode dan media dalam pembelajaran, serta
sistem penilaian.

6. Pendekatan Terpadu

Pendekatan terpadu adalah suatu pendekatan yang memadukan keseluruhan
bagian dan indicator-indikatornya dalam suatu bingkai kurikulum untuk mencapai
tujuan tertentu. Bagian tersebut menggambarkan :
a. Hasil belajar,

b. Tahap pengembangan kurikulum, dan
c. Program pendidikan yang ditawarkan.
Dalam studi tentang kurikulum terdapat dua jenis pendekatan, yaitu :
a. Pendekatan Sentralisasi (Centralized Approach)
Pendekata ini disebut juga pendekatan Top-Down, yaitu pedekatan yang
menggunakan sistem komando (dari atas ke bawah). Artinya, kurikulum
dikembangkan oleh pemerintah pusat (c.q. Balitbang Kemdiknas) dan sesuai
dengan garis komando.

b. Pendekatan Disentralisasi (Dicentralized Approach)
Pendekatan ini disebut juga pendekatan grass-rooth, yaitu suatu sistem pendekatan
yang dimulai dari akar rumput, dalam hal ini adalah guru sebagai ujung tombak
pengembang kurikulum ditingkat sekolah, baik secara individual maupun secara
kelompok.

B. MODEL KONSEP KURIKULUM
Model merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar. Model konsep
kurikulum tidak terlepas dari apa yang dikemukakan Hilda Taba bahwa terdapat
tiga fungsi kurikulum, yaitu (1) sebagai transmisi, yaitu mewariskan nilai-nilai
kebudayaan, (2) sebagai transformasi, yaitu melakukan perubahan atau rekontrusi

sosial, dan (3) sebagai pengembangan individu.
Menurut Zainal Arifn (2011) dalam bukunya Konsep dan Model Pengembangan
Kurikulum, model konsep kurikulum muncul sebagai implikasi dari adanya berbagai
aliran dalam pendidikan, antara lain aliran pendidikan klasik-tradisional melahirkan
konsep rasionalisasi atau subjek akademis, aliran pendidikan intraksioal melahirkan
konsep kurikulum rekontruksi social, aliran pendidikan pribadi melahirkan konsep
kurikulum aktualisasi diri atau humanistik, dan pendidikan teknologis melahirkan
konsep kurikulum teknologis.

1. Konsep Kurikulum Subjek Akademis (Rasionalisasi)
Kurikulum rasionalisasi atau subjek akademik berisi tentang pengetahuan.
Pengetahuan merupakan warisan budaya pada masa lampau dan akan tetap
diwariskan kepada generasi yang akan datang. Pengetahuan tersebut berisi
sejumlah mata pelajaran.
Peserta didik yang berada disekolah harus mempelajari semua mata pelajaran.
Tujuannya adalah agar peserta didik menguasai pengetahuan. Dengan demikian,
pendidikan lebih bersifat pengembang inteleektual.
Kurikulum ini lebih menekankan isi (content). Kegiatan belajarnya lebih banyak
diarahkan untuk menguasai isi sebanyak-banyaknya. Isi kurikulum diambil dari
disiplin-disiplin ilmu yang telah direorganisasi sesuai dengan tujuan pendidikan.

Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep kurikulum subjek akademis memiliki
karakteristik tertentu, antara lain :
a. Tujuan, yaitu mengembangkan kemampuan intelektual anak melalui penguasaan
disiplin ilmu.
b. Isi/materi, yaitu mengambil dari berbagai disiplin ilmu yang telah disusun oleh
para ahli, kemudian direorganisasikan sesuai kebutuhan pendidikan. Organisasi
yang digunakan adalah :
Correlated curriculum adalah pola organisasi materi atau konsep suatu pelajaran
yang dikorelasikan dengan pelajaran lainnya.
Unifyied atau Concentrated curriculum adalah pola organisasi bahan pelajaran
tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup materi dari berbagai
pelajaran displin ilmu.
Integrated curriculum yaitu bahan ajar diintegrasikan dalam suatu persoalan,
kegiatan atau segi kehidupa tertentu.
Problem solving curriculum adalah pola organisasi isi yang berisi topik pemecahan
masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan dengan menggunakan pengetahuan
dan keterampilan yag diperoleh dari berbagai displin ilmu.
c. Metode, yakni menggunakan
pemecahan masalah.


metode

ekspositori,

inkuiri-diskoveri

dan

d. Evaluasi, yaitu menggunakan jenis dan bentuk evaluasi yang bervariasi, seperti
formatif dan sumatif, tes dan nontes.

Konsep kurikulum ini mendapat kritikan tajam dari berbagai aliran pendidikan
lainnya. Kritikan tersebut sekaligus menunjukan kelemahan dari konsep kurikulum
ini, yakni :
a. Konsep kurikulum ini terlalu menonjolkan domain kognitif akademis sehingga
domain afektif, psikomotorik, social, esosional menjadi terabaikan.
b. Konsep yang dikembangkan belu m tentu sesuai dengan minat dan kebutuhan
anak.
c. Tidak semua peserta idik dapat memahami dan menggunakan metode ilmiah
untuk mempelajari disiplin ilmu.

d. Tidak semua anak akan menjadi ilmuawan profesioal.
e. Guru tidak atau jarang terlibat dalam penelitian karena tidak menguasai metode
ilmiah (scienitifc method)

2. Konsep Kurikulum Rekontruksi Sosial
Kurikulum ini bersumber dari aliran pendidikan intraksional yang menekankan
interaksi dan kerja sama antara siswa, guru, kepala sekolah, orang tua dan
masyarakat. Menurut pemahaman kurikulum rekontruksi sosial bahwa kepentingan
sosial harus diletakkan diatas kepentingan pribadi atau golongan. Asumsinya
adalah
a. perubahan sosial merupakan tangguang jawab masyarakat, dan
b. masih ada kesenjangan antara kurikulum dengan masyarakat.
Tujuan untama kurikulum ini adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk
menghadapi masalah-masalah yang ada dalam masyarakat. Menurut S. Nasution
(1991), konsep kurikulum ini memiliki dua kelompok, yaitu "bersifat adaptif dan
reformatories". Adaptif dimaksudkan agar individu dapat menyesuaikan diri dalam
menghadapi segala macam bentuk perubahan. Ia harus kuat fsik dan mental dalam
mempertahankan dinamika hidupnya, sedangkan kelompok reformis menginginkan
agar individu tidak hanya mampu menghadapi masalah-masalah yang akan datang,
tetapi harus turut aktif dalam mengadakan perubahan yang diinginkan.

3. Konsep Kurikulum Humanistik (Aktualisasi Diri)
Kurikulum ini lebih mengutamakan perkembangan anak sebagai individu dalam
segala aspek kepribadiannya. Anak merupakan satu kesatuan yang utuh. Tujuan
pendidikan adalah untuk membina anak secara utuh, baik fsik, mental, intelektual,

maupun aspek-aspek afektif lainnya, seperti sikap, minat, bakat, motivasi, emosi,
perasaan, dan nilai.
Kurikulum humanistic bersifat child-centered yang menekankan ekspresi diri secara
kreatif, individualitas, dan aktiftas pertumbuhan dari dalam, bebas paksaan dari
luar.
Menurut Mc.Neil ciri-ciri kurikulum humanistic adalah :
a. Partisipasi, artinya peserta didik terlibat secara aktif merundingkan apa yang
akan dipelajari.
b. Integrasi, artinya ada interpenetrasi dan integrasi antara pikiran, perasaan dan
tindakan.
c. Relevansi, artinya terdapat kesesuaian antara materi pelajaran dan kebutuhan
pokok serta kehidupan anak ditinjau daari segi emosional dan intelektual.
d. Diri Anak, merupakan sasaran utama yang harus dipelajari agar anak dapat
mengenal dirinya.
e. Tujuan, yaitu mengembangkan diri anak sebagai suatu keseluruhan dalam
masyarakat manusiawi.
Ditinjau dari kerangka dasar kurikulum, konsep dasar kurikulum juga mempunyai
ciri tersendiri, antara lain :
a. Tujuan pendidikan, yaitu mengembangkan pribadi yang utuh dan dinamis agar
memiliki integrasi tinggi dan sikap positif.
b. Materi, yaitu menyediakan pengalaman yang berharga bagi setiap anak yang
dapat membantu pertumbuahn dan perkembangannya pribadinya secara utuh.
c. Proses, yaitu terbangunnya hubungan emosional yang kondusif antara guru dan
siswa.
d. Evaluasi, yaitu lebih mengutamakan proses daripada hasil, karena sifatnya
subjektif baik dari guru maupun siswa.
Kurikulum humanistik memandang aktualisasi diri sebagai suatu kebutuhan yang
mendasar. Tiap anak memiliki self masing-masing yang harus dibangkitkan dan
dikemangkan, sekalipun sering tidak dikenali dan tidak disadari bahkan cenderung
tersembunyi.

4. Konsep Kurikulum Teknologis

Konsep kurikulum teknologis dapat berbentuk aplikasi teknologi pendidikan dan
dapat juga berbentuk penggunaan perangkat keras dan lunak dalam pendidikan.
Prosedur pembelajaran didasarkan pada psikologi behaviourisme dan teori
stimulus-respon. Artinya, tujuan yang dirumuskan harus berbentuk perilaku yang
dapat diukur dan diamati serta diarahkan untuk menguasai sejumlah kompetnsi.
Perkembangan teknologi pada abad ini sangatlah pesat. Perkembangan teknologi
tersebut mempengaruhi semua bidang, termasuk bidang pendidikan. Sejak dulu
pendidikan telah meng
gunakan teknologi, seperti papan tulis, kapur, dan lain-lain. Namun, sekarang
seiring dengan kemajuan teknologi banyak alat (tool) seperti audio,video, overhead
projector, flm slide, dan motion flm, serta banyak alat-alat lainnya.
Penerapan teknologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum dibagi dalam
dua bentuk, yaitu:
a. Perangkat lunak (software) atau disebut juga teknologi sistem (system
technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penggunaan alat-alat
teknologis yang menunjang efsiensi dan efektivitas pendidikan.
b. Perangkat keras (hardware) atau sering disebut juga teknologi alat (tools
technology). Pada bentuk ini, lebih menekankan kepada penyusuna program
pengajaran atau rencana pelajaran dengan menggunakan pendekatan sistem.
Ciri-ciri kurikulum yang dikembangkan
(kurikulum teknologis), yaitu:

dari

konsep

teknologis

pendidikan

a. Tujuan diarahkan pada penguasaan kompetensi, yang dirumuskan dalam bentuk
perilaku. Tujuan-tujuan yang bersifat umum yaitu kompetensi dirinci menjadi
tujuan-tujuan khusus, yang disebut objektif atau tujuan instruksional.
b. Metode yang digunakan biasanya bersifat individual, kemudian pada saat
tertentu ada tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok. Pelaksanaan
pengajaran mengikuti langkah-langkah sebagai berikut.
- Penegasan tujuan kepada siswa.
- Pelaksanaan pengajaran
- Pengetahuan tentang hasil
- Organisasi bahan ajar
- Evaluasi

Pengembangan kurikulum teknologis berpegang pada beberapa kriteria, yaitu:

a. Prosedur pengembagan kurikulum dinilai dan disempurnakan oleh pengembang
kurikulum yang lain.
b. Hasil pengembangan terutama yang berbentuk model adalah yang bisa diuji
coba ulang, dan hendaknya memberikan hasil yang sama.
Inti dari pengembangan kurikulum teknologis adalah penekanan pada kompetensi.
Pengembangan dan penggunaan alat dan media pengajaran bukan hanya sebagai
alat bantu tetapi bersatu dengan program pengajaran dan ditujukan pada
penguasaan kompetensi. Dalam pengembangan kurikulum teknologis kerjasama
dengan para penyusun program dan penerbit media elektronik serta media cetak.
Pengembangan pengajaran yang betul-betul berstruktur dan bersatu dengan alat
dan media membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Ini merupakan hambatan utama
dalam pengembangan kurikulum teknologis.
Sebagaimana konsep kurikulum yang lain, konsep kurikulum teknologis juga
mempunyai kelemahan, antara lain sulit menyampaikan bahan pelajaran yang
bersifat kompleks atau materi pelajaran yang membutuhkan tingkat berfkir tinggi,
sulit mengembangkan domain afektif, sulit melayani kebutuhan siswa secara
perseorangan (bakat, sikap, minat) dan siswa cepat bosan.

C. MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Model atau konstruksi merupakan ulasan teoritis tentang suatu konsepsi dasar.
Dalam pengembangan kurikulum, model dapat merupakan ulasan teoritis tentang
suatu proses kurikulum secara menyeluruh atau dapat pula merupakan ulasan
mengenai salah sau bagian kurikulum. Disamping itu, ada model yang
mempersoalkan proses dan ada pula model yang hanya menitikberatkan
pandangannya pada mekanisme penyusunan kurikulum. Ulasan teoritis demikian
dapat pula mengutamakan uraiannya pada segi organisasi kurikulum dan ada pula
yang menitikbertkan ulasannya hanya pada hubungan anatarpribadi orang-orang
yang terlibat dalam pengembangan kurikulum.
Robert S. Zais dalam Zainal Arifn (2011) mengemukakan delapan model
pengembangan kurikulum. Secara singkat, model-model tersebut akan
dikemukakan sebagai berikut.
1. The Administrative (Line Staf) Model
Model pengembangan kurikulum yang paling awal dan sangat umum dikenal adalah
model administrative karena model ini menggunakan prosedur "garis-staf" atau

garis komando "dari atas ke bawah" (top-down). Maksudnya inisiatif pengembangan
kurikulum berasal dari pejabat tinggi (Kemdiknas), kemudian secara stuktural
dilaksanakan ditingkat bawah.

2. The Grass-Roots Model
Inisiatif pengembangan kurikulum ini berada ditangan guru-guru sebagai pelaksana
kurikulum disekolah, baik yang bersumber dari satu sekolah maupun dari berbagai
sekolah sekaligus. Model ini didasarkan oleh dua pandangan pokok, yaitu:
Pertama, implementasi kurikulum akan lebih berhaasil apabila guru-guru sebagai
pelaksana sudah dari sejak semula terlibat secara langsung dala pengembangan
kurikulum. Kedua, pengembangan kurikulum tidak hanya melibatkan personel yang
professional (guru) saja, tetapi juga siswa, orang tua dan masyarakat.
Model grass-roots ini didasarkan atas empat prinsip, yaitu :
a. Kurikulum akan bertabah baik, jika kemampuan keprofesionalan guru bertambah
baik.
b. Kompetensi guru akan bertambah baik, jika guru terlibat secara priadi didalam
merevisi kurikulum.
c. Jika guru terlibat dalam merumuskan tujuan yang ingin dicapai, menyeleksi,
mendefnisikan dan memecahkan masalah, mengevaluasi hasil, maka hasil
pengembangan kurikulum akan lebih bermakna.
d. Hedaknya diantara guru-guru terjadi kontak langsung sehigga mereka dapat
saling memahami dan mencapai suatu konsesus tentang prinsip-prinsip dasar,
tujuan dan rencana.

3. The Demonstartion Model
Model ini dikembangkan untuk memperkenalkan suatu inovasi kurikulum dalam
skala kecil. Dalam pelaksanaanya, model ini menuntut para guru dalam satu
sekolah untuk mengorganisasikan dirinya dalam memperbaruhi kurikulum. Model
demonstrasi dapat dilaksanakan baik secara formal maupun tidak formal.
Keuntunagn model demontrasi antara lain :
a. Disebabkan kurikulum yang dihasilkan telah melalui ujicoba dalam praktik yang
nyata, maka dapat memberikan alternatif yang dapat bekerja.
b. Perubahan kurikulum pada bagian tertentu cenderung lebih mudah disepakati
dan diterima daripada perubahan secara keseluruhan.

c. Mudah untuk mengatasi hambatan.
d. Menempatkan guru sebagai penagmbil inisiatif dan narasumber sehingga para
administrator
dapat
mengarahkan
minat
dan
kebutuhan
guru
untuk
mengembangkan program-program baru.
Kelemahan utama model ini adalah dapat menghasilkan antagonism guru. Guruguru yang tidak terlibat dalam proses pengembangan cenderung bersikap apatis,
tidak percaya dan cemburu. Akibatnya, mereka akan menerima kurikulum baru itu
dengan setengah hati

4. Beauchamp's System Model
Sistem yang diformulasikan oleh G.A Beauchamp mengemukakan adanya lima
langkah kritis dalam mengambil keputusan pengembangan kurikulum, yaitu :
a. Menentukan arena pengembangan kurikulum. Arena itu bisa berupa kelas,
sekolah, sistem persekolahan regional atau sistem pendidikan nasional.
b. Memilih dan mengikutsertakan pengembang kurikulum.
c. Pengorganisasian dan penentuan prosedur perencanaan kurikulum yang meliputi
menetapkan tujuan kurikulum, memilih materi pelajaran, mengembangkan kegiatan
pembelajaran dan mengembangkan disain.
d. Pelaksanaan kurikulum secara sistematis.
e. Evaluasi kurikulum, yang meliputi empat dimensi: penggunaan kurikulum oleh
guru, desain kurikulum, hasil belajar peserta didik, dan sistem kurikulum.
5. Taba's Inverted Model
Model ini dimulai dengan melaksanakan eksperimen, diteorikan, kemudian
diimplementasikan. Hal ini dilakukan untuk menyesuaikan antara teori dan praktek,
serta menghilangkan sifat keumuman dan keabstrakan kurikulum, sebagaimana
sering terjadi apabila tanpa kegiatan eksperimen.
Hilda Taba mengembangkan lima langkah pengembangan kurikulum secara
berurutan, diantaranya yaitu :
a. Kelompok guru terlebih dahulu menghasilkan unit-unit kurikulum untuk
dieksperimenkan. Untuk menghasilkan unit-unit itu ditempuh cara mendiagnosa
kebutuhan, merumuskan tujuan khusus, memilih materi, mengorganisasikan
materi, memilih pengalaman belajar, mengorganisasikan pengalaman belajar,
mengevaluasi dan mengecek keseimbangan dan urutan materi.

b. Uji coba unit-unit eksperimen untuk menemukan validitas dan kelayakan
pembelajaran.
c. Merevisi hasil uji coba dan mengonsolidasikan unit-unit kurikulum.
d. Mengembangkan kerangka kerja teoritis
e. Pengasemblingan dan desiminasi hasil yang telah diperoleh.

6. Roger's Interpersonal Relations Model
Model ini berasal dari seorang psikolog Carl Rogers. Dia berasumsi bahwa
"kurikulum diperlukan dalam rangka mengembangkan individu yang terbuka, luwes
daan adaptif terhadaap situsi perubahan." Kurikulum demikian hanya dapat disusun
dan diterapkan oleh pendidik yang berpengalaman, luwes dan berorientasi pada
proses.
Langkah-langkah dalam model ini adalah sebagai berikut :
a. Memilih suatu sasaran administrator dalam sistem pendidikan dengan syarat
bahwa individu yang terlibat hendaknya ikut aktif berpartisipasi dalam kegiatan
kelompok secara intensif agar mereka dapat berkenalan secara akrab.
b. Mengikutsertakan guru-guru dalam pengalaman kelompok secara intensif.
c. Mengikutsertakan unit kelas dalam pertemuan lima hari.
d. Menyelenggarakan pertemuan secara interpersonal antara administrator, guru
dan orangtua peserta didik.
e. Pertemuan vertical yang mendobrak hierarki, birokrasi dan situs sosial.

7. The Systematic Action-Reasearch Model
Tiga faktor utama yang dijadikan bahan pertimbangan dalam model ini adalah
adanya hubungan antarmanusia, organisasi sekolah dan masyarakat, serta otoritas
ilmu. Langkah-langkah dalam model ini antara lain :
a. Merasakan adanya suatu masalah dalam kelas atau sekolah yang perlu diteliti
secara mendalam.
b. Mengidentifkasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhinya.
c. Merencanakan secara mendalam tentang bagaimana pemecahan masalahnya.

d. Menentukan keputusan-keputusan apakah yang perlu diambil sehubungan
dengan masalah tersebut.
e. Melaksanakan keputusan yang diambil dan menjalankan rencana yang isusun.
f. Mencari fakta secara meluas
g. Menilai tentang kekuatan dan kelemahannya.

8. Emerging Technical Model
Model teknologis ini terdiri dari tiga variasi model, yaitu model analisis tingkah laku,
model analisis sistem, dan model berdasarkan komputer.
a. Model analisis tingkah laku memulai kegiatannya dengan jalan melatih
kemampuan anak mulai dari yang sederhana sampai pada yang kompleks secara
bertahap.
b. Model analisis sistem memulai kegiatannya dengan jalan menjabarkan tujuantujuan secara khusus (output), kemudian menyusun alat-alat ukur untuk menilai
keberhasilannya, kemudian mengidentifkasi sejumlah faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap proses penyelenggaraannya.
c.
Model
berdasarkan
komputer
memulai
kegiatannya
dengan
jalan
mengidentifkasi unit-unit kurikulum lengkap dengan tujuan-tujuan pembelajaran
khususnya.

D. ANALISIS TERHADAP MODEL-MODEL PENGEMBANGAN KURIKULUM
Ada tiga faktor yang digunakan untuk menganalisis model-model pengembangan
tersebut menurut Zainal Arifn (2011) dalam bukunya Konsep dan Model
Pengembangan Kurikulum, yaitu :
a. Penekanan pada suatu titik pandangan tertentu.
b. Keuntungan keuntungan yang diperoleh melalui model tersebut
c. Kekurangan-kekurangannya.

Pada model administratif penekanan diberikan pada orang-orang yang terlibat
dalam pengembangan kurikulum dengan uraian tugas dan fungsinya masingmasing, disamping pengarahan kegiatan yang bercirikan dari atas ke bawah.
Kekurangannya terletak pada kurangnya dampak perubahan kurikulum, karena

hasil kegiatannya seolah-olah dilaksanakan dari atas tanpa memperhatikan people
change.
Titik pandangan model dari bawah diletakkan pada pengembangan kurikulum yang
diselenggarakan secara demokratis yaitu dari bawah. Keuntungannya yaitu proses
pengambilan keputusan terletak pada para pelaksana, mengikutsertakan banyak
pihak dari bawah, yaitu guru-guru. Berdasarkan hal itu, maka terbukalah tirai
broken front sebagaimana lazim ditemui apabila pembaruan kurikulum disodorkan
dari atas. Kekurangan yang paling menonjol model ini mengabaikaan segi teknis
dan professional tentang kurikulum.
Model demonstrasi jelas mengutamakan pemberian contoh dan teladan yang baik
dengan harapan agar yang didemonstrasikan akan diadopsi oleh guru/sekolah lain.
Keuntungannya terletak pada suatu segmen kurikulum yang panjang dan tetunya
sudah melalui testing sehingga terjamin akurasi dan validitasnya. Sebagaimana
model dari bawah, maka model ini juga menembus broken front. Ekses yang timbul
dari model ini adalah guru-guru yang tidak ikut serta dalam pengembangan
kurikulum bisa menentang gagasan-gagasan yang telah dihasilkan.
Model beachamp melihat dari segi keseluruhan proses kurikulum. Keuntungan yang
menonjol adalah penegasan arena sehingga mudah dan jelaslah rung lingkup
kegiatan. Kerugiannya sama dengan model top down.
Model terbalik Hilda Taba mendekatkan kurikulum dengan realitas pelaksanaannya
melalui pengujian terlebih dahulu oleh guru-guru professional. Model ini sungguh
mengintegrasikan teori dengan praktik, tetapi sulit mengorganisasikannya karena
memerlukan kemampuan teoritis dan profesionalan yang tinggi. Model hubungan
interpersonal dari Roger mengutamakan hubungan antarpribadi dengan harapan
dapat menghasilkan beberapa penerapan kurikulum yang lebih luas dan sukses.
Model ini mendekatkan permasalahan dengan para pelaksanannya sehingga
memudahkan pemecahannya.
Model Action Reasearch mengutamakan penelitian sistematis oleh orang
lapangan tentang masalah-masalah kurikulum. Kesukaran dari model ini adalah
penerapannya memerluakan staf professional khusus yang terlatih dalam penelitian
dan dengan sendirinya dalam pelaksanaanya memerlukan biaya yang tinggi. Model
teknologisdiselenggarakan secara sistematis dan dapat pula menjangkau kawasan
yang luas. Meskipun demikian, keahlian serta spesialisasi professional merupakan
penghambat bila model ini digunakan.

Pengembangan kurikulum (Curriculum development/Curriculum design) sebagai
tahap lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan
suatu kurikulum baru.[1]
Menurut Geane, Topter dan Alicia bahwa Pengembangan Kurikulum adalah
suatu proses dimana partisipasi pada berbagai tingkatan dalam membuat keputusan
tentang tujuan, bagaimana tujuan direalisasikan melalui proses belajar mengajar dan
apakah tujuan dan alat itu serasi dan efektif. [2]
Pengembangan

kurikulum

adalah

suatu

proses

yang

merencanakan,

menghasilkan suatu alat yang lebih baik dengan didasarkan pada hasil penelitian
terhadap kurikulum yang tidak berlaku, sehingga dapat memberikan kondisi kegiatan
belajar mengajar yang lebih baik. [3]

[
[
[