Tradisi Lisan Marosong-Osong Pada Upacara Perkawinan Adat Angkola Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tesis ini berjudul: tradisi Lisan Marosong-osong pada Upacara
Perkawinan Adat Angkola, yang bertempat di Jalan MT Haryono No. 56 Kampung
Marancar Kota Padangsidimpuan. Dengan menggunakan data perkawinan putra Bapak
H. Sahrul Pasaribu Gelar Patuan Mangarahon (Bupati Tapanuli Selatan) dan Ibu H.
Saulina Siregar Gelar Naduma paluaton antara dr. Aditya Rizky Monang Pasaribu
diberi gelar adat Baginda Monang Pinayungan dan Sheilla Nabila Asepti Br Siregar,
S.Ked. diberi gelar adat Namora Nauli Basa.
Waktu pelaksanakan pada hari sehari sebelum acara puncak upacara pada tanggal
18 Oktober 2014, pelaksanaan pesta perkawinan adat (horja godang) di rumah
mempelai laki-laki yakni setelah tengah hari atau menjelang sore hari. Pada umumnya
penduduk Kota Padangsidimpuan yang menyelenggarakan upacara perkawinan adat,
masih menggunakan tradisi adat Angkola, hal ini disebabkan daerah Padangsidimpuan
merupakan daerah adat/ Luhak Angkola.

3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk
mendapatkan informasi secara emik di lapangan dengan pelaku adat, tokoh adat begitu
pula dari informan kunci dengan menggunakan metode pengamatan dan wawancara

yaitu dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin tentang data tradisi lisan

Universitas Sumatera Utara

marosong-osong sebagai bagian Upacara Perkawinan Angkola. Pendekatan yang
digunakan di dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab berbagai persoalan yang diangkat dalam
penelitian ini secara mendalam. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh
Smith dan Cormaek dalam Moleong (2005: 239) menjelaskan bahwa penelitian yang
dilakukan berdasarkan pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh manfaat dan
hasil sesuai dengan yang dirumuskan pada rumusan masalah pada penelitian ini.
Penelitian ini dilakukan merupakan berupaya bekerja untuk memecahkan masalah
pada saat yang bersamaan. Pendekatan yang dilakukan untuk pengukuran dasar dengan
memanfaatkan

pengamatan,

pengumpulan

data,


wawancara,

terstruktur

dan

takterstruktur. Metode penelitian ini digunakan bertujuan, agar lebih dahulu
membuatkan rumus-rumusan dan keputusan tentang bagaimana menelaah adanya setiap
perubahan (Moleong, 2005: 239).
Hasil analisis data dapat dijelaskan dengan menggunakan pendekatan kualitatif,
penelitian sangat terkait dengan teknik-teknik survei sosial seperti: wawancara
terstruktur dengan kuesioner yang tersusun, observasi, analisis isi, analisis data dan
sebagainya. Penelitian kualitatif berkaitan dengan pengamatan berpartisipasi secara
emik, wawancara terstruktur dan wawancara takterstruktur, kelompok-kelompok fokus,
telaah teks-teks kualitatif, dengan teknik analisis wacana tradisi lisan marosong-osong
pada upacara perkawinan Angkola yang dituliskan dalam bentuk teks.
Kerangka model penelitian yang digunakan untuk memenuhi kriteria descriptive
adequacy dan explanatory adequacy dirancang berdasarkan kerangka model yang
dikembangkan Watts yakni dengan melalui prosedur sebagai berikut:


Universitas Sumatera Utara

a) Mengidentifikasi masalah tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian pada
upacara perkawinan Angkola.
b) Mengumpulkan data tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian upacara
perkawinan Angkola.
c) Mentranskripsikan data lisan menjadi data tulisan pada tradisi lisan marosongosong sebagai bagian upacara perkawinan Angkola.
d) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan permasalahan.
e) Memilih metode penelitian dan evaluasi.
f) Mencari bentuk teks, koteks, dan konteks tradisi lisan marosong-osong pada
upacara perkawinan adat Angkola.
g) Menentukan makna/ lambang-lambang tradisi lisan marosong-osong pada upacara
perkawinan adat Angkola.
h) Meretas kearifan lokal apa yang terkandung dalam tradisi lisan marosong-osong
pada upacara perkawinan adat Angkola
i) Menyimpulkan hasil penelitian.

3.3 Data dan Sumber Data
Data adalah sesuatu yang diperoleh melalui suatu metode pengumpulan data yang

akan diolah dan dianalisis dengan suatu metode tertentu yang selanjutnya akan
menghasilkan sesuatu yang dapat menggambarkan atau mengidentifikasi sesuatu.
Sumber data diambil dengan menggunakan dua data yaitu: data primer yaitu data
yang diperoleh secara langsung ketika upacara perkawinan adat Angkola dengan
menggunakan tradisi lisan marosong-osong, sehingga tradisi lisan marosong-osong

Universitas Sumatera Utara

hanya ada pada upacara adat perkawinan yang besar (adat nagodang) tersebut. Untuk
data primer, dapat dikumpulkan dengan mengambil data dari informan kunci yaitu
pelaku adat Angkola dan raja-raja yang memahami adat istiadat tradisi lisan marosongosong pada upacara perkawinan adat Angkola. Data primer lain diambil dengan
melakukan pengamatan langsung pada data video melalui tradisi marosong-osong pada
upacara perkawinan adat Angkola.
Data sekunder diperoleh melalui wawancara dengan raja adat, pelaku adat, tokoh
masyarakat, sumber tertulis, serta data dari berbagai sumber referensi di Kota
Padangsidimpuan, sedangkan sumber data tulis didapat dari tulisan seperti buku,
makalah, majalah, surat kabar, artikel, karya-karya ilmiah, sumber tertulis di internet
(pustaka digital) dan sejenisnya, dan catatan hasil wawancara dengan informan. Untuk
melengkapi data penelitian ini juga dibutuhkan data berupa rekaman audio atau
audiovisual yang dilakukan secara langsung maupun tidak langsung

Hal ini sesuai dengan yang disebutkan oleh Lofland dan Lofland (1984) dalam
Moleong (2005:157) menyebutkan, sumber data utama dalam penelitian kualitatif, ialah
kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain.
Pengumpulan data pendukung dilakukan dengan menggunakan dokumentasi hasil
dari pengumpulan data lapangan yang terdiri dari: a) lembar dokumentasi untuk data
tertulis; dan b) teknik rekam untuk data lisan. Sumber data primer penelitian ini terdiri
dari dua jenis yakni data yang diperoleh ketika upacara perkawinan adat Angkola yang
salah satu rangkaiannya tradisi lisan marosong-osong. Serta wawancara dengan
informan kunci yaitu raja-raja adat, pelaku adat, tokoh masyarakat, sedangkan untuk
memahami

makna

semantic

dikumpulkan

dari

dari


hasil

rekaman.

yang

Universitas Sumatera Utara

didokumentasikan, data lisan diperoleh dengan cara merekam ujaran-ujaran (tradisi
lisan marosong-osong) dari pelaku adat yang sedang melaksanakan tradisi lisan
marosong-osong.

3.4 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian tradisi tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan adat
Angkola menggunakan teknik pengumpulan data penelitian lapangan (field research)
dan secara studi pustaka (library research).
dilakukan dengan tekni survey, wawancara,

Teknik pengumpulan data lapangan

wawancara dilakukan secara mendalam

(in depth-interview) baik itu dalam bentuk wawancara terstruktur dan wawancara
takterstruktur dengan informan kunci, pelaku adat,tokoh adat, dan pelaku adat tradisi
marosong-osong. Teknik pengumpulan data dengan melakukan pertukaran informasi
dari kedua belah pihak tersebut..
Wawancara ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang dihimpun dari
jawaban-jawaban informan atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti. Menurut
Moleong (2005) wawancara adalah percakapan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan wawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan
tersebut. Gorden (Herdiansyah, 2010) mendefinisikan wawancara, “interviewing is
conversation between two people in which one person tries to direct the conversation to
obtain information for some specific purpose” percakapan diantara dua orang yang
mana salah satunya bertujuan untuk mendapatkan informasi lansung untuk suatu tujuan
tertentu.

Universitas Sumatera Utara

Selanjutnya, pengumpulan data dengan observasi untuk mencari data yang

digunakan untuk menarik kesimpulan atau diagnosis. Observasi dilakukan dengan
pengamatan partisipasi (participation observation)secara emik dengan terjun langsung
ke lapangan, mengamati objek tradisi tradisi lisan marosong-osong. Melakukan pencatatan
bagaimana tradisi tradisi lisan marosong-osong sebagai bagian upacara perkawinan adat
Angkola dengan

merekam peristiwa/ proses berlangsungnya tradisi tradisi lisan

marosong-osong tersebut. Kegiatan upacara tersebut direkam dengan

menggunakan

Handycam. Begitu juga wawancara dengan informan memakai alat yang sama dan juga
dibantu dengan alat rekaman yaitu tape recorder.
Teknik pengumpulan data dengan studi kepustakaan (written document)
dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui documentary

historical yakni

mengumpulkan data melalui dokumen-dokumen yang berhubungan dengan objek yang

akan diteliti. Agar lebih jelas penggunaan metode yang digunakan dalam penelitian ini,
pertama, metode survey yaitu mengumpulkan informasi yang sesuai dengan judul yang
telah ditetapkan yaitu: Tradisi lisan marosong-osong Pada Upacara Perkawinan Adat
Angkola. Kedua, melakukan wawancara yang dalam (depth interview) dengan informan
kunci untuk menggali informasi yang berhubungan dengan tradisi lisan marosongosong pada upacara perkawinan adat Angkola. Ketiga, mengumpulkan data-data adat
tradisi lisan marosong-osong pada upacara perkawinan Angkola, Keempat, reduksi data
Tradisi lisan marosong-osong yang dikumpulkan dilakukan pengecekan keabsahan data
primer dan data skunder tradisi lisan marosong-osong yang diperoleh di lapangan dan
dari berbagai referensi serta membahasnya dengan informan kunci.

Universitas Sumatera Utara

Observasi
Partisipan dan
Non Partispan

Sumber data

Dokumentasi
Rekaman/ Foto


Reduksi Data
Primer dan
sekunder

Wawancara
Mendalam

Pengklasifikasian

Data

Pengujian
Data
Pada Remaja
Pengecekan
Hasil penelitian

Pada Remaja
Bagan 1 Pengumpulan Data

Kelima, Melakukan pengecekan keabsahan hasil penelitian yang dilakukan serta
membahasnya dengan mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing tesis. Keenam,
melakukan pengklasifikasian data serta melakukan pengujian data Apabila ada data
yang belum sesuai. Ketujuh, Apabila ada prosedur dan langkah-langkah penelitian yang
tidak sesuai, dilakukan revisi dan mengambil data yang belum sesuai. Kedelapan,
Pengecekan hasil penelitian.

3.5 Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan proses untuk mengatur dan mengkategorikan data yang
didapat. Hasil data yang sudah terkumpul kemudian akan diolah dan dianalisis secara

Universitas Sumatera Utara

kualitatif. Menganalisis data kualitatif

menurut Bodgan dan Biklen (1982) dalam

Moelong (2005:248) mengatakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilahmilahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari, menemukan
apa yang penting, apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan
kepada orang lain.
Penganalisisan data dimulai dengan reduksi data observasi, dokumentasi dan
wawancara sehingga data diklasifikasikan, dan pengujian data yang telah dikumpulkan.
Data yang terkumpul berasal dari hasil wawancara dan observasi. Peneliti terlebih
dahulu mentranskrip data tradisi lisan marosong-osong dari pihak anak boru dan
menterjemahkan teks tradisi lisan marosong-osong tersebut ke dalam Bahasa Indonesia.
Setelah proses tersebut langkah selanjutnya adalah mendeskripsikan data berdasarkan
permasalahan dalam penelitian ini peneliti melakukan pengolahan data berdasarkan
pisau potong analisis dan membuat kesimpulan hasil penelitian.
Berikutnya McDrury (1999) masih dalam Moleong (2005: 248) menyebutkan
tahapan penganalisisan data kualitatif antara lain: 1) Membaca dan mempelajari data,
menandai kata-kata kunci dan gagasan yang ada dalam data. 2) Mempelajari kata-kata
kunci itu, berupaya menemukan tema-tema yang berasal dari data. 3) Menuliskan model
yang ditemukan. 4) Koding yang telah dilakukan.
Lebih jauh Saidel menjelaskan dalam Moleong (2005: 248), proses penganalisisan
data yaitu:
1. Mencatat yang menghasilkan catatan lapangan, dengan hal yang diberi kode
agar sumber datanya tetap ditelusuri;

Universitas Sumatera Utara

2. Mengumpulkan, memilah-milah, mengklasifikasikan, mensintesiskan, membuat
ikhtiar dan membuat indeksnya;
3. Berpikir dengan jalan membuat kategori data itu mempunyai makna, mencari
dan menemukan pola dan hubungan-hubungan, dan membuat temuan umum.

Pengumpulan Data dari
Informan Kunci

Hasil Data
Ditabulasi

Hasil Data
dianalisis

Hasil perolehan data ditafsirkan
kepada informan, dan pelaku
adat marosong-osong

Hasil akhir data dikonsultasikan
kepada pembimbing

Menarik kesimpulan dan
Temuan penelitian
Bagan 2 Analisis Data
Penganalisisan data berdasarkan jawaban dari informan tentang tradisi lisan
marosong-osong pada upacara perkawinan adat Angkola. Kemudian akan dianalisis
dengan tetap mengkonsultasikan data berdasarkan wawancara dengan informan kunci,
sehingga diperoleh data tentang tradisi lisan marosong-osong dan mengkonsultasikan
hasil yang ditemukan dengan dosen pembimbing. Prosedur analisis data tersebut
digambarkan seperti bagan di atas.

Universitas Sumatera Utara

Peneliti menggunakan beberapa langkah teknik analisis tradisi lisan marosongosong yang dikemukakan oleh Tannen (2005:160). Adapun langkah-langkah analisis data
percakapan yang digunakannya adalah sebagai berikut.
1) Memilih rekaman percakapan yang mempunyai kualitas yang jelas.
2) Mendengarkan secara teliti dan berulang-ulang tradisi lisan marosong-osong
yang diteliti dan mentranskripsikan tradisi lisan marosong-osong.
3) Menganalisis teks tradisi lisan marosong-osong dari dokumentasi rekaman
dengan melakukan pemenggalan-pemenggalan pada bagian tertentu..
4) Menganalisis bentuk teks, koteks, dan konteks tradisi lisan marosong-osong
pada upacara perkawinan adat Angkola?
5) Melakukan identifikasi makna dan lambang-lambang tradisi lisan marosong-osong
adat Angkola yang ditemukan.
6) Menemukan

kearifan

tradisi

lisan

marosong-osong

serta

melakukan

interpretasi dan penarikan simpulan

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
TRADISI MAROSONG-OSONG ADAT ANGKOLA
TEKS, KOTEKS, KONTEKS, DAN TEMUAN
4.1 Tradisi Marosong-osong pada Tradisi Perkawinan Adat Angkola
Upacara perkawinan adat atau horja siriaon ada dua jenis yaitu upacara
patobang anak dan

pabagas boru. Upacara perkawinan adat atau horja siriaon,

membutuhkan bahan-bahan untuk menentukan besar kecilnya upacara perkawinan adat
Angkola tersebut. Bahan-bahan adat (lahananna) sebagai persyaratan adat, agar upacara
perkawinan adat dapat dapat diselenggarakan. Pada upacara perkawinan adat Angkola
(horja siriaon) ada beberapa tingkatan sesuai dengan landasan (lahanna) sebagai
penentu besar kecilnya upacara adat. Horja godang (pesta adat besar) diukur dengan
binatang yang disembelih (lahanan na) yaitu satu ekor kerbau ditambah dengan satu
ekor kambing. Horja manonga (pesta adat pertengahan) maka yang akan disembelih
adalah seekor kambing „horbo janggut‟.
Tradisi marosong-osong hanya ditemukan Pada penyelenggaraan upacara
perkawinan adat yang besar (nagodang) saja, Sedangkan pada upacara adat dengan
menggunakan landasan selain kerbau tidak pernah dilakukan tradisi marosong-osong.
Rangkaian upacara perkawinan adat na godang di jalan MT. Haryono Kampung
Marancar Padangsidimpuan Selatan terbagi atas: 1) Mangkobar boru, 2) Mangampar
ruji, 3) horja pabuat boru, 4) manaekkon gondang, 5) marosong-osong, 6) Maralokalok,7) Manortor, 8) Manyambol horbo, 9) Patuaekkon, dan 10) Marosong-osong. Jadi,
marosong-osong berada pada rangkaian upacara perkawinan ke-5 pada upacara
perkawinan adat di Angkola.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 1. Persiapan Rombongan anak boru pada tradisi marosong-osong adat
Angkola

Tradisi marosong-osong dilaksanakan pada pesta perkawinan adat (horja na
godang) dengan memotong kerbau (manyambol horbo) yang dilaksanakan selama tiga
hari tiga malam, Marosong-osong adalah bentuk bantuan yang diberikan oleh anak boru
pusako (silsilah keturunan) yang akan disumbangkan secara bersama-sama kepada mora
atau suhut bolon (yang punya hajatan). Bentuk bantuan ini dimasukkan dalam sebuah
bingkisan yang bentuknya menyerupai rumah adat (sopo godang) yang dihiasi dengan
berbagai macam bahan seperti: umbut kelapa, buah-buahan yang disebut gala-gala,
inilah yang disebut dengan osong-osong.
Bingkisan osong-osong yang menyerupai rumah adat (sopo godang) ini dibalut dengan
abit Batak (ulos) yang diisi dengan wadah yang berisi beras yang ditancapkan berbagai
macam bendera-bendera kecil yang terdiri dari lembaran uang seratus ribu rupiah, lima

Universitas Sumatera Utara

puluh ribu rupiah dua puluh ribu rupiah sampai pecahan terkecil. Selain bantuan yang
diberikan oleh anak boru dalam bentuk uang, anak boru yang datang ke rumah mora
juga membawa bantuan berupa beras, kelapa, kambing bahkan kerbau dan lain-lain.

Gambar 2. Bingkisan osong-osong berbentuk rumah adat (sopo godang) yang
dihiasi dengan ulos.
Kedatangan rombongan anak boru (si dara doli) yang mengenakan pakaian adat
yaitu happu dan perlengkapan adat lainnya serta diiringi musik gondang sudah
dinantikan suhut bolon sebagai tuan rumah dan sudah mempersiapkan pula putrinya
yang disebut dengan si dara bujing (anak gadis) yang mengenakan pakaian adat yaitu
bulang dan perlengkapannya. Berbeda dengan

mora, suhut bolon hanya akan

memyambut kedatangan anak boru di pintu rumah, sementara mora disambut dari ujung
gang sampai ke rumah dengan menari berjalan mundur.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Bingkisan osong-osong yang dijunjung ibu-ibu dengan wadah yang berisi
beras yang ditancapkan berbagai macam bendera-bendera kecil yang
terdiri dari lembaran uang

Penyambutan rombongan ini

tentunya

tuan rumah atau

suhut

akan

mempersiapkan pula anak-anak putrinya yang disebut dengan si dara bujing (anak
gadis). Rombongan si dara doli tidak boleh masuk ke rumah sebelum mengadakan
berbalas pantun dan mendapat izin dari si dara bujing. Kemudian kedua kelompok
muda-mudi ini akan manortor (menari adat) di halaman lengkap dengan pakaian adat
masing-masing, dan inilah masa perkenalan di antara muda-mudi dari kedua belah
pihak, sungguh perkenalan yang cukup bersahaja. Acara berbalas pantun menyambut
osong-osong dari pihak mora/ suhut bolon yang juga berpakaian adat lengkap.
Tradisi marosong-osong tersebut membutuhkan persiapan yang cukup matang,
agar prosesi adat dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Persiapan upacara

Universitas Sumatera Utara

perkawinan yang berisi rangkaian tradisi adat yang satu dengan adat yang lain telah
ditentukan menurut kemauan dan kemampuan dan eksistensi orang tua. Peran orang tua
cukup menentukan upacara adat tersebut agar berjalan tanpa mendapat hambatan.
Begitu pula upacara adat tradisi marosong-osong pada upacara perkawinan adat sebagai
horja siriaon merupakan hal sudah jarang dilakukan karena kemampuan berbalas
pantun adat yang sudah jarang dilakukan dan pelaku adat yang belum mewariskannya,
padahal upacara ini disamping sebagi tradisi yang memberikan bantuan oleh pihak anak
boru kepada mora-nya yang di dalamnya ada seni pertunjukan yang bersifat hiburan.
Berdasarkan ciri-ciri tradisi lisan marosong-osong sebagai kegiatan budaya,
tradisi marosong-osong yang hanya ada pada pesta besar (horja godang) berbentuk
lisan pada saat si dara doli berbalas pantun dengan si dara bujing saat berkenalan.
Kegiatan adat budaya, berbentuk lisan, sebagai peristiwa yang dapat di tonton karena
dapat di jadikan hiburan dalam bentuk pertunjukan. Tradisi lisan marosong-osong
masih bersifat tradisional sebagai ikatan yang erat antara anak boru kepada mora,
sebagai tanggung jawab pada dalihan na tolu, tradisi lisan marosong-osong
mengandung unsur etnik Angkola yang sistem pewarisannya belum berjalan baik, tetapi
generasi penerus dicoba dalam bentuk pertunjukan dan berbalas pantun. Tradisi
marosong-osong bila dianalisis mengandung nilai-nilai dan norma-norma adat Angkola
dengan kesantunan berbahasa adat. Dengan berkurangnya pewaris tradisi ini maka
tradisi marosong-osong berpotensi untuk di revitalisasi, karena dapat dijadikan
kekayaan budaya adat Angkola.

Universitas Sumatera Utara

4.2 Tradisi Marosong-osong Adat Angkola
Tradisi marosong-osong merupakan salah satu tradisi adat yang berasal dari
Angkola, Tapanuli Selatan. Sedangkan di daerah Mandailing tradisi marosong-osong
tidak ada, kalaupun ada bentuk bantuan kepada suhut sihabolonan dilakukan pada
tradisi marpege-pege2. Tradisi marosong-osong bertujuan untuk meringankan beban
mora dalam mempersiapkan upacara perkawinan, dipandang dari tanggung moral
sebagai anak boru. Hal itu, sesuai dengan pemahaman adat Angkola, bahwa anak boru
sebagai penambah yang kurang pada pemahaman adat Angkola.
Marosong-osong berasal secara etimologi berasal dari kata osong (Indonesia
usung) yang berarti „dipikul‟ bersama. kemudian menjadi kata berulang yang berawalan
dan memperoleh perubahan huruf (vokal) „u‟ menjadi „o‟. Tradisi lisan marosong-osong
dilaksanakan dalam pesta perkawinan adat (horja na godang) dengan memotong
kerbau sebagai landasan upacara perkawinan adat (manyambol horbo) yang
dilaksanakan selama tiga hari tiga malam.
Tradisi marosong-osong ini sebagai simbol kepedulian pihak anak boru beserta
rombongan (sakahanggi) membawa bantuan yang akan disumbangkan secara bersamasama kepada suhut bolon atau mora (yang punya hajatan). Bantuan anak boru ini
dikemas dalam berbagai bentuk bingkisan, yang salah satu bentuknya menyerupai
rumah adat (sopo godang) yang dihiasi sedemikian rupa dengan berbagai macam bahan
seperti: umbut kelapa, salak, buah yang disebut gala-gala juga uang yang diselipkan
pada tangkai berbentuk bendera dalam jumlah yang cukup banyak, yang terdiri dari
2

marpege-pege adalah suatu tradisi yang ada di daerah Angkola dalam upaya memberikan bantuan
kepada suhut sihabolonan, upacara tradisi ini biasanya memberikan bantuan kepada keluarga yang
memmiliki niat untuk upacara perkawinan anak laki-laki yang dewasa ini sudah berkembang karena
tradisi ini bukan hanya untuk upacara perkawinan anak laki-laki saja tetapi juga diberikan untuk
upacara anak perempuan.

Universitas Sumatera Utara

lembaran uang seratus ribu rupiah, lima puluh ribu rupiah dua puluh ribu rupiah sampai
pecahan terkecil yang nantinya dijunjung oleh ibu-ibu pada rombongan anak boru
tersebut.
Pada bingkisan osong-osong yang menyerupai rumah adat (sopo godang) ini
dibalut dengan abit Batak (ulos) yang diisi dengan berbagai bantuan. Selain bantuan
yang diberikan oleh anak boru dalam bentuk uang, anak boru yang datang ke rumah
mora juga membawa bantuan berupa binatang ternak seperti: ayam, kambing, atau
kerbau yang masih hidup. Ada pula berberbagai bahan makanan untuk keperluan pesta
seperti: buah kelapa, beras, dan hasil pertanian lainnya.
Kedatangan rombongan anak boru ke rumah mora yang membawa osong-osong
diiringi perangkat musik, sedangkan suhut bolon „yang memiliki hajatan/ pesta‟
menunggu di depan rumah (di galanggang). Rombongan laki-laki si pembawa osongosong disambut oleh namboru si putri

(mora) yang punya horja kemudian

(rombongan) masuk ke gelanggang dengan menyerahkan bahan makanan (silua) yang
dibawa, kemudian si dara bujing dan si dara doli berkenalan sambil bersalaman
kemudian baru manortor inilah tujuannya (hasil wawancara dengan informan).
Kedatangan anak boru agak berbeda dengan mora, sebab dalam rombongan anak boru
ada anak-anak muda yang lengkap dengan pakaian adat pengantin yang disebut dengan
si dara doli (anak lajang) putra dari anak boru dan disambut di depan rumah, sementara
dalam rombongan mora tidak ada anak-anak muda akan tetapi disambut dengan tortor
sambil berjalan mundur dari ujung gang sampai ke rumah suhut
Tradisi marosong-osong inilah yang dijadikan menjadi salah satu rangkaian
acara pada tradisi perkawinan adat Angkola, sedangkan di daerah lain hal itu tidak

Universitas Sumatera Utara

ditemukan. Tradisi marosong-ososng sebagai tradisi adat pemberian bantuan pihak anak
boru kepada mora karena adanya upacara perkawinan. Hal itu disebabkan adanya ikatan
yang kuat dalam sistem kekerabatan dalihan na tolu sesuai dengan fungsi anak boru
yaitu si tamba na urang (menambahi yang kurang). Realitas di lapangan, tradisi
marosong-osong ini sudah jarang digunakan pada upacara adat nagodang, karena orang
yang pandai berpantun sudah sangat jarang, dan pelaku adat yang tidak memberikan
estafet adat kepada generasi berikutnya.

4.2.1 Paparan Data Tradisi Marosong-osong Adat Angkola
Persiapan tradisi marosong-osong yaitu mulai dari persiapan pihak anak boru
yang akan memberikan bantuan kepada pihak mora, yaitu dengan mengumpulkan
semua kahangginya dengan jalan martahi kahanggi untuk mempersiapkan apa saja
bantuan yang akan dibawa kepada mora. Semua barisan anak boru akan memberikan
bantuan dengan ikhlas sesuai dengan kemampuan masing-masing. Setelah dilakukan
pengumpulan bantuan itu, maka bantuan tersebut dikemas dengan berbagai bentuk
seperti bantuan yang akan diusung, uang yang dikemas berbentuk bendera, atau kelapa,
beras, dan binatang ternak yang akan dibawa rombongan anak boru termasuk
mempersiapkan anak-anak muda yang akan diperkenalkan dengan anak gadisnya mora.
Persiapan pelaksanaan tradisi marosong-osong di rumah mora (suhut) yaitu dimulai
dari para dara bujing yang akan menyambut anak namborunya, pengaturan
penyambutan, gelanggang atau tempat berbalas pantun, begitu pula tempat penyerahan
bantuan dari pihak anak boru.
Setelah persiapan matang, maka rombongan anak boru atau si dara doli tidak
diperkenankan masuk ke rumah sebelum mengadakan berbalas pantun dan mendapat

Universitas Sumatera Utara

izin dari si dara bujing. Kemampuan berbalas pantun ini merupakan suatu tradisi adat
yang cukup menarik karena hal ini menjadi bentuk tontonan atau bentuk seni
pertunjukan yang menunjukkan adat istiadat Angkola memiliki cara tersendiri untuk
berkenalan dan memiliki nilai estetis pada tradisi berpantun. Di samping itu, pada saat
berbalas pantun akan ada pantun-pantun jenaka yang dapat menyegarkan suasana
sehingga penonton yang melihat tradisi tersebut akan tertawa mendengar pantun jenaka
tersebut.

Gambar 4. Rombongan anak boru menuju rumah mora

Kemampuan berpantun ini merupakan keterampilan yang sudah jarang dimiliki
generasi muda karena kurang diminati dan sistem pewarisan keterampilan berpantun
belum diwariskan sebagaimana mestinya. Padahal tradisi adat marosong-osong cukup
menarik dan dapat menjadi tontonan atau seni pertunjukan yang cukup memberikan
hiburan bagi masyarakat Angkola serta dapat dikemas menjadi seni pertunjukan
bagaimana cara muda-mudi berkenalan dengan menggunakan pantun yang mengandung
norma dan nilai-nilai estetis pada tradisi berpantun.

Universitas Sumatera Utara

Persiapan pemberangkatan dilakukan di rumah salah seorang anak boru yang
tinggal di kampung tempat pelaksanaan pesta (horja), setelah persiapan selesai
rombongan osong-osong akan berjalan dari ujung gang menuju rumah Suhut (yang
punya hajatan) dengan diiringi musik gondang. Barisan depan adalah pembawa pedang
dan tombak sebagai pengawal dan pembuka jalan, kemudian diikuti barisan putra-putra
anak boru (Sidara Doli) berpayung rarangan (payung adat berwarna kuning), kemudian
diikuti barisan ibu-ibu pembawa omas sigumorsing (uang), dahanaon (beras), harambir
(kelapa), dibelakangnya bapak-bapak pembawa rumah-rumahan yang dibalut dengan
ulos (kain adat) beserta pargondang, dan yang terakhir pembawa kambing atau kerbau.

Gambar 5. Persiapan mora (Sidara bujing) menunggu kedatangan rombongan anak boru

Sementara itu,

mora/suhut, kahanggi beserta anak-anak gadisnya (sidara

Bujing) telah siap-siap menunggu kedatangan anak boru dan putra-putranya (Sidara
Doli). Setelah rombongan anak boru sampai di depan rumah suhut atau gelanggang,

Universitas Sumatera Utara

rombongan belum boleh masuk sebelum ada izin dan penjelasan siapa dan untuk apa
kedatangan rombongan anak boru ke pesta tersebut. Tanya jawab pun terjadi antara
pihak anak boru dengan pihak mora, semuanya dilakukan dengan berbalas pantun.
Setelah rombongan anak boru diperkenankan masuk kemudian kedua Setelah
berkenalan dan mendapat izin masuk gelanggang, kelompok muda-mudi ini akan
manortor (menari adat) di halaman lengkap dengan pakaian adat masing-masing. Pada
saat dilakukan upacara manortor na poso dan nauli bulung yang tetap dalam
pengawasan dan tuntunan tokoh-tokoh adat Angkola. Masa manortor menjadi ajang
perkenalan di antara muda-mudi dari kedua belah pihak, dan tidak jarang perkenalan
tersebut berlanjut ke pelaminan, karena perkenalan saat berpantun dan manortor yang
cukup bersahaja. Pada upacara tradisi marosong-osong dengan berbalas pantun
menyambut osong-osong dari pihak mora/ suhut bolon semuanya mengggunakan
pakaian adat lengkap untuk laki-laki menggunakan happu dan perempuan menggunakan
bulang.
Tabel 1
Deskripsi Data Perkenalan Tradisi Marosong-osong
Anak
Boru:

Makna
Mora:

Ois Roma-roma sipandurung alla le boru angin haba-haba
da jari-jari da anggi da botohon mu// ois roma-roma
siparlungun// pasari-sari dohononmu boru angin sidenggan roha
Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan bermarga
harahap// Sambutlah tangannnya untuk bersalaman
lelaki perindu akan datang// memikirkan jawabanmu duhai
perempuan bermarga harahap yang baik hati
Sambutlah kedatangan lelaki yang hendak memperkenalkan diri
so hutanda joo bayo natandang mamolus// da anak ni se so
huboto// sang rupa munu na hutanda// ois dibege ho de anak ni
parkouman
Aku tak mengenal kalian wahai lelaki yang numpang lewat//
Anak siapa pun aku tak tahu// wajahnya pun aku tak kenal//
dengarkah engkau wahai saudara

Universitas Sumatera Utara

Makna

Bagaimana hendak menyambut sedang aku tak kenal

Anak Boru:

ngandia dalan tu lombang allale boru angin jora ma au da//
ois da ramba ni panyabian// ois san dia de anggi dalan
manompang// akke hami on do anak ni namboru munu di bege
ho dehe
dari mana jalan menuju lembah boru angin // lembah tempat
menuai padi// bagaimana caranya hendak menompang //
dengarlah kalau kami ini adalah anak laki-laki namborumu
Kami ini adalah benar-benar anak namborumu

Makna
mora:

Makna

Anak Boru:

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

da nangge hodong naso lindot bayo na tandang mamolus// ois
sepeda i nikku baya manjadi lereng// da nange hai naso giot //
ois ama inanta do naso mangalehen anak ni parkouman..
bukan tangkai yang tak mau berayun duhai lelaki yang
menumpang lewat// Sepeda itu jadi mainan// bukan kami yang
tidak mau// Ayah dan ibu yang tak merestui duhai saudara
Bukan kami tak mau berkenalan (jadi menantu) tapi ayah dan
ibu tak mengizinkan
ois kareta i do nimmu jadi lereng boru angin haba-haba
adong do anggi baya supir padati// ois ama inanta do nimmu
naso mangalehen// gonanma hita rokku kehe kawin lari
dibege ho dehe
Sepeda itu kau bilang jadi lereng (sejenis mainan dari roda
pedati) anak gadis bermarga harahap// adinda ...ada supir
pedati// kalau ayah ibu tidak memberikan restu// alangkah
baiknya kita pergi untuk kawin lari
Kalau tak diizinkan kita bisa kawin lari
ois mangkuling pukul pitu le boru angin haba-haba// hami on
baya jonjong di pintu// tola de masuk tubagasan boru angin
jora ma au da
Jam berbunyi pertanda pikul tujuh boru harahap// Kami yang
berdiri de depan pintu// bolehkah masuk kedalam wahai anak
gadis bermarga harahap kami sudah jera
Membujuk agar diizinkan masuk ke rumah
habang ma sihorkor alla le bayo na tandang marmayam
na songgop tu bulung ni hapadan// nangge ra hami dirambas
dilaoskon// songon salohot da di tonga padang anak ni
parkouman
terbanglah sihorkor (sejenis lalat kecil) duhai lelaki yang
numpang bermain// yang hinggap di daun hapadan (sejenis
tumbuhan liar)// kami tak mau dibawa begitu saja

Universitas Sumatera Utara

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

Makna
Anak Boru:

seperti salohot (sejenis tumbuhan yang hidup di antara ilalang)
duhai dun sanak
Menolak diajak kawin lari
ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//
ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si
regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho
dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin habahaba
kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga
harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada
yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi
hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan
berarga harahap
menjelaskan kedatangan anak namboru dari berbagai marga
hu tatap parkacangan joo da tiki coluk pargambiran
ois nangge hu sukkun hamu ise si angkaan
sanga ise si anggian anak ni parkouman
kulihat kebun kacang yang dekat dengan kebun kapur sirih
aku tak tanya siapa dari kalian si abangan
dan siapa pula si adeknya wahai sanak saudara
Kami tak melihat siapa yang lebih tua
las ni ari on alla le boru angin haba-haba// marasap-asap boto
ho da tu barumun// di ari na sadari on martamba-tamba
halalungun boru angin haba-haba
hari cukup panas wahai perempuan bemarga harahap//
panasnya menguap kujalani sampai ke daerah barumun
pada hari ini// Semakin bertambah saja rasa rindu duhai
perempuan bermarga harahap
Bagaimanapun caranya kami tetap ingin berkenalan
di las ni ari on...// mangkuling baya da ronggur// da ro hamu
tu son // saotik pe sodong hami malungun
Di hari yang panas ini…….// terdengar suara petir// Kalian
datang kemari// sedikit pun kami tidak rindu
Kalian bukanlah orang yang kami tunggu (idamkan)
raga di..... alla le tungkot si daloman// parasaran baya da
ruak-ruak// tatap hami ulang ligi// pangkulingkon muse tai
ulang luas boru angin haba-haba
rotan tongkat untuk mengukur kedalaman// Tempat burung
ruak-ruak membuat sarang// tengoklah kami tapi jangan
dilihat// Berbicaralah kepada kami tapi jangan bersuara

Universitas Sumatera Utara

Makna
Mora:

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

Makna
Mora:

perempuan bermarga harahap
Kedatangan kami janganlah dijengkali
nada porda nahu tiktik le bayo na tandang ma molus
ois sarung nai rahut baya hu bar-bari
nangge tompa mu na huligi,
roha na do nahu jalahi da bayo regar
Bukan tangkai beliung yang kusiapkan wahai lelaki yang
numpang lewat// ibarat sedang mengotak-atik kain tenun yang
sudah jadi// bukan wajahmu yang ku lihat// tetapi hattimu yang
kucari wahai laki-laki bermarga regar
Kami tak memandang harta dan ketampanan
mangkuling pukul pitu allale tuk suratan bagian na dibalos ni
pukul salapan hami na jonjong di pintu tola de hami masuk tu
bagasan boru angin haba-haba
Jam berbunyi pukul tujuh, sudah merupakan takdir
dibalas pula oleh pukul delapan
kami yang berdiri di depan pintu, bolehkah kami masuk ke
dalam wahai perempuan bermarga harahap
Membujuk untuk bisa diterima
ois mangkuling pukul pitu nimmu joo
bayo enggan na lambok marlidung
ois mali-mali ni saba pintu
ois hamu madung loja ngol-ngolan na jonjong di pintu
masuk ma hamu tu bagasan da bayo regar...
Kau bilang jam berbunyi tanda pukul tujuh
Lelaki bermarga regar yang halus tutur bahasa
Tanaman perdu tumbuh di saba pintu
oh, kalian sudah capek dan pegal berdiri di depan pintu
masuklah ke dalam lelaki bermarga siregar
Mempersilahkan masuk ke gelanggang (teras)
Madung do tung madadi di taili on tu alaman ni bornang na
on bettak na dong do na masa na muba sanga pe na ago ninna
roha ni aya dohot uma ujuoiharani sappulu noli ma sayur
harambir di portibi so jungada songon on ise hamu naro on
sian di hamu laho ro, nagot tu di do hamu anak ni parkouman
laki-laki menganalogikan bahwa tali sudah hampir cocok
dengan benang Jangan-jangan ada yang sedang terjadi sesuatu
atau nanti ayah dan ibu jangan merasa keehilangan. Karena
sepuluh kali makan dengan menggunakan sayur kelapa di
dunia ini belum pernah terjadi yang seperti ini Siapa kalian
yang datang dan yang mau datang, jadi kalian ini mau kemana

Universitas Sumatera Utara

Makna

Memastikan maksud dan tjuan

Anak Boru:

ois hami on na bahat sauduran alla le boru angin haba-haba//
ois hami on ma anak boru munu adong ma on baya marga si
regar, songoni muse da nasution apalagi hasibuan dibege ho
dehe songoni dohot turunan ni tambunan boru angin ......
kami datang seiring sejalan wahai perempuan bermarga
harahap// dengarlah kami lah anak lelaki mertua kalian, ada
yang bernarga siregar// demikian juga nasution apalagi
hasibuan dan keturunan marga tambunan wahai perempuan
berarga harahap
Memastikan bahwa mereka (rombongan) adalah benar-benar
anak boru yang punya hajatan (suhut)

Makna

Anak Boru:

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

oih sak ni rohakki..oih attara job nirokhaki mambege barita
munu// nimmunu hamu anak boru sipakkalang ulang magulang
situkkol ulang marebe nimmunu hamu pangalapan ni
nahurang panaruan ni nalobi, anggo hai da sak do roha
mambege barita munu on, adong nimmu anak ni hasibuan
adong anak ni sibayo enggan harana di buka di sada tarombo
di anak ni marga siregar di hamu na bahatan datu bettak bia
naron mangihut iba
..oih antara resah dan senang mendengar ucapan kalian
katanya kalianlah menantu si penghalang biar tak jatuh dan
penopang biar tak merunduk, katanya kalian lah orang yang
menutup kekurangan kami sedikit resah mendengar ucapan
kalian ini, katanya ada anaknya marga hasibuan anaknya si
bayo regar, kalau di buka silsilah marga siregar, banyak
keturunan dukun, nanti terpikat pula kami
Janganlah kami dipermainkan
Hami on na bahat sadalanan nabat sauduran na ro sian bagas
ni orang kaya munu tarboti mada si boru ni tulang pala iboto
ni tunggane
kami ini datang seiring sejalan yang datang dari rumah anak
menantu di kampung ini, demikianlah anak perempuan ini
tulang dan saudara perempuan ipar
Kedatangan rombongan memenuhi syarat adat dalihan na tolu
Oih.. anak ni parkouman marburangir hita jolo bettak bia dai
ni soda makkobari hita jolo muse janggal pangalaho na
Hu tiktik jo burangir dongan ni soda parkapuron
hu sungkun hu sapai hurang denggan di partuturon
oih..saudara ku makan sirih kita dulu biar tau rasanya soda,
kalau kita berbicara duluan tidak pantas rasanya, Kusiapkan
dulu sirih dan soda , kutegur dan ku sapa tidak baik dalam

Universitas Sumatera Utara

Makna

Inanguda:

Makna

bertutur
Tidak baik bertegur sapa tanpa izin dari orangtua (memastikan
ke orang tua apakah rombongan yang datang benar-benar anak
boru yang punya hajatan)

Asi songoni na marroan on babere nai on na menek-menek hu
ida nangge cocok
kenapa begini kecil-kecilnya anak menantu yang datang ini,
tak cocok rasanya
Berharap anak boru yang lebih dewasa

Tabel 2
Deskripsi Data Anak Boru Diterima di Rumah Suhut
pada Tradisi Marosong-osong
Mora:

Makna
Inangtua:

Makna
Mora:

on ma anak ni namboru nai i,tai didokkon uma idokkon do di
bou di oban nagodang di oban namenek uma, biama anggo
uma indu na mopop-kopopan do na marbabere i, tai aru pe
songoni baen i son do indon inang tua
Inilah anak namboru (saudara perempuan ayah) itu, kata ibu
sudah disampaikannya sama bou (saudara perempuan ayah)
agar dibawa yang sudah dewasa tapi datang yang masih
remaja, gimanalah ibu pun buru-buru yang mau punya
menantu itu,tapi walaupun begitu, disini ada mak tuo
Memastikan ke Inangtua (mak tuo)
Assalamu Alaikum Warahmatullahi wabarakatuh...tutu mada
on anak boru nai, tai on dabo babere nai on di oban hamu na
menek-menek nangge ibana da ami rasa on ...Ibana ma dai
inang da
Assalamualaikum Warahmatullahi wa barokatuh ..Benar ini
adalah anak boru kami tapi kenapalah kalian bawa yang masih
remaja, kurang pas rasanya...
Membenarkan kedatangan anak boru
bo songoni hata ni oppung anggo suhat dohot lopuk di uda do
dohot amang tua,anggo olo nimmu da amangtua songoni uda,
anak ni namboru nai on olo do hai, tai anggo na ibana nimmu
da on uda nangge ra hai, botul ma luai on anak ni namboru
nai i on?

Universitas Sumatera Utara

Makna

Amanguda:

Makna
Mora:

Makna
Ompung:

Makna
Anak Boru:

patokannya juga ada sama uda dan uwak, kalau benar kata uda
dan uwak kami bisa terima, tapi kalau tidak kami pun tak mau,
benarkah ini anak lelaki namboru kami?
Kembali memastikan ke amanguda dan amangtu apak
rombongan benar anak boru
Takkas dison ro anak boru nai, molo hai amang hurang takkas
dope hai rasa, tai hu dokkon pe songoni dison dope oppungna
sanga bia ning oppung na tu siama
Jelas ini adalah anak menantu kami, tapi kalau pun demikian,
karena di sini ada kakekmu ada baiknya kita tanya sama
beliau...
Amanguda juga membenarkan
disapaan pe uda leng marsuhat tu oppung do, oppung domada,
ro hata ni uma nakkin na manyuru na mangantak ninna suhat
na di oppungmu do, disapaan oppung menek suhatna indu do
udamu, amantuamu, sapaanpe amantu marsuhat tu oppung
do, oppung do ma da sude, muda olo nimmu da oppung olo ma
hai tai anggo na ibana nimmu oppung nangge ra hai, botul ma
on anak ninamboru nai i?
Di tanya paman berpatokan sama kakek, ibu tadi bilang tidak
memyuruh dan tidak melarang katanya patokannya sama
kakek, ditanya nenek sama paman dan uwak, ditanya uwak
berpatokan sama kakek, kalau kakek bilang benar kami mau,
tapi kalau tidak kami pun tak mau...
Masih kurang puas bertanya lagi ke kakek
mangalusi hata munu anak boru nai, memang au hurang
takkas dope hurasa, sanga ibana on sanga nada, harana
antong sorana pe so jungada dope hubege, tompana pe na
golap-golap bontar dope, tai bope songoni, ia muda botul ma
na anak boru rupani, apalagi parmarga siregar ikkon hubege
do jolo sorana boti mada.
Menjawab apa yang disampaikan anak menantu, saya juga
merasa masih kurang jelas benar atau tidak, karena suaranya
pun belum pernah kudengar, wajahnya pun masih samarsamar, tapi walaupun demikian, kalau benarlah ini anak boru
kami apalagi yang bernarga siregar hendaknya ku dengarlah
dulu suaranya...
Anak boru diuji dengan lantunan lagu ungu-ungut
Ois Roma-roma sipandurung allale boru angin haba-haba
da jari-jari da anggi da botohon mu//ois roma-roma
siparlungun//pasari-sari dohononmu boru angin jora ma au da

Universitas Sumatera Utara

Makna
Ompung:

Makna
Mora:

Makna

Anak Boru:

Makna
Mora:

Akan datang lelaki sipenangguk ikan duhai perempuan
bermarga harahapSambutlah tangannnya untuk bersalaman
lelaki perindu akan datangmemikirkan jawabanmu duhai
perempuan bermarga harahap
Anak boru melantunkan lagu ungut-ungut
oloda.... anggo songoni ibana mada on, tai nangge uboto bage
na anak nise on, tai jelas ma on sora ni anak boru do hubege
on parmarga siregar, manyato ma i.
Iyalah..ini sudah benar, tapi aku tak tahu anak siapa ini, Cuma
jelas sudah kalau ini adalah suaranya anak menantu bermarga
siregar, ini sudah jelas...
Keputusan terakhir ada pada kakek dan kakek membenarkan
anak ni namboru anak babere ni damang madung takkas hu
tiktik jo burangir dongan ni soda parkapuron sareto disukkun
disapai madung denggan dipartuturon, hamu naro sian bagas
ni orang kaya, anak boru ni bagas godang sipakkalang ulang
ma gulang, situkkol ulang marebe, baen haumu pangalapan ni
na hurang panaruan ni na lobi, adong dope nguas dohot male
munu di hai anak ni namboru anak babere ni damang?
Anaknya namboru, anak menantunya ayah ini sudah jelas, ku
siapkan sirih dan soda sekaligus bertegur sapa sudah boleh,
kalian yang datang dari rumah orang kaya (menantu yang
tinggal di kampung itu, anak menantu di rumah ini,
sipenghalang agar tak jatuh penopang agar tak merunduk,
karena kalianlah yang tahu apa yang kurang dan apa yang
lebih, masih adakah yang mau kalian sampaikan duhai anak
namboru anak menantunya ayah?
Menerima kedatangan anak boru dan sudah boleh bertegur
sapa
Siboru ni tulang pala iboto ni tunggane, attong anggo bolas
pangidoan, bettak saida di kobulkon tuhan ben na adong indon
burangir, ima burangir na opat ganjil lima gonop bia he so lek
dapot artina disurduhon ima burangir nami, burangir ni anak
boru on tarboti ma da siboru ni tulang iboto ni tunggane
anak gadisnya tulang dan saudara perempuannya ipar kalaulah
boleh dan dikabulkan Tuhan,kebetulan kami membawa sirih,
sirih yang kalau empat ganjil, lima genap bagaimana caranya
agar sirih ini dapat kami serahkan duhai anak gadisnya tulang,
saudara perempuannya ipar?
Menyerahkan sirih tanda perkenalan
dung dibuka di sada tarombo hamu anak boru ni bagas
godang got ke hamu tu na manyurdu hon burangir, harana da

Universitas Sumatera Utara

Makna
Anak Boru:

Makna
Mora:

Makna

anak ni namboru, anggo burangir on na boratan do jagiton on,
aha ma luai ta baen goar ni burangir munu on anak ni
namboru anak babere ni damang
Setelah dibuka silsilah kalianlah anak menantu di rumah ini
dan hendak menyerahkan sirih, namun penyerahan ini tidak
begitu saja boleh kami terima, kira-kira apalah nama (stilah)
penyerahan ini kita buat duhai anak namboru ?
Perkenalan seperti apakah yang diharapkan anak boru
Arokku ke jolo hita le tu Sigalangan
di lombang ni hare-hare
Hita palalu le marsijalangan
So sumonang di ate-ate siboru ni tulang pala iboto ni tunggane
Bagaimana kalau kita ke sigalangan dahulu Di lembahnya ada
tumbuhan parasit Bagaimana kalau kita lanjutkan dengan
bersalamanAgar hati ini senang rasanya duhai anak gadisnya
tulang saudaranya ipar
Berharap untuk bisa bersalaman
kolip ni situmudu maronding-onding di situalang, mangida
parlamot-lamot munu on do da dungke tahan do halai on dakdanak on attong muda kehe tu sigalangan dalan-dalan tu si
Hepeng muda giot baen on marsijalangan tahan ma lakna on
marlapik hepeng
Berlindung di balik jari telunjuk dan jari tengah mengingat
kecil-kecilnya kalian atau sudah sanggupkah anak-anak
iniKalau kita pergi ke Sigalangan Jalan menuju ke Sihepeng
Kalau mau bersalaman sanggupkah kalian berlapis duit
Menerima asalkan salamnya berlapis duit
Tabel 3
Deskripsi Data Anak Boru dan Mora Manortor
pada Tradisi Marosong-osong

Makna

Muda ke hita tu Sigalangan, ta palalu tu Sihepeng
Asal lalu marsijalangan, bope na marlapik hepeng dung siap
do I tarsongoni mada siboru ni tulang iboto ni tunggane
Kalau kita pergi ke Sigalangan, kita lanjutkan ke Sihepeng
Asalkanlah jadi bersalaman, kalaupun berlapis duit kami
sudah siap begitulah harapan kami duhai anak gadisnya tulang
saudara perempuan ipar (penyerahan duit dari anak namboru,
kemudian dilanjutkan dengan manortor)
Anak boru menerima tantangan boru tulangnya

Anak Boru:

Situmbur ni dulang parurat ni barebe, Siboru ni tulang pala

Anak Boru:

Universitas Sumatera Utara

Makna
mora:

Makna

iboto ni tunggane anggo taringot do artina di tor-tor na
mangaligi oppak tangan si amun songoni dohot oppak tangan
si ambirang madung sonang da di ate-ate siboru ni tulang
pala iboto ni tunggane, tai molo hai da attong barisan anak ni
namboru munu na dor do da attong adong nguas nai, bia ta
palalu na manyoda ninna mada di bagasan roha, tar bia de he
siboru ni tulang pala iboto ni tunggane
Duhai yang tumbuh seperti jarak dan berurat seperti perdu,
Anak gadisnya tulang dan saudara perempuannya ipar, senang
rasanya teringat akan tarian (tor-tor) yang sudah melihat
telapak tangan kanan dan tangan kiri, namun kami dari
barisan anak boru ada saja yang ingin kami sampaikan,
bagaimana kalau kita lanjutkan dengan acara penutup
(menyudahi) duhai anak gadisnya tulang dan saudara
perempuan ipar?
Perkenalan selesai
Di namanyorahon tuppak dohot tolong anak ni namboru anak
babere ni damang, amang pargual pargucci baen bo jolo
gondang nai anso ditata on di togu-togu lalu tu bagasan, boti
mada pargondang nami
Saatnya penyeraha bantuan dari anak namboru atau anak
menantu ayah wahai bapak tukang tabuh, mainkanlah
gendangnya Agar sidara bujing dan rombongan anak namboru
dibawa masuk kedalam rumah.
Pargondang agar mengiringi rombongan dengan musik
gondang saat masuk ke rumah suhut

Berdasarkan paparan data marosong-osong di atas, data tersebut terbagi atas tiga
bagian yaitu: data pertama tuturan pertama adalah data pendahuluan yang berisi:
rombongan anak boru yang datang dan mencoba memperkenalkan diri dengan suhut
sihabolonan (tuan rumah) sebagai mora. Dialog tersebut disertai dengan pantun
perkenalan, suhut belum mengenal pihak anak boru sebelum memperkenalkan dengan
memberikan penjelasan-penjelasan tentang silsilah. Data kedua, anak boru diterima di
rumah suhut setelah suhut mengenal keluarga anak boru serta silsilah keluarga. Pada
saat ini anak boru menyampaikan maksud dan tujuannya berkunjung ke rumah mora.
Sehingga, mora menerima seluruh bantuan yang diberikan anak boru beserta

Universitas Sumatera Utara

rombongannya. Data ketiga adalah rombongan anak boru dengan kelompok si dara
doli (anak lajang) dengan si dara bujing (anak gadis) melakukan kegiatan manortor di
galanggang.
4.2.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan
Tempat pelaksanaan tradisi marosong-osong adalah pada upacara perkawinan adat
nagodang atau margondang (adat yang besar dan bergendang) berlangsung di Jalan
MT Haryono No. 56 Kampung Marancar Kota Padangsidimpuan. Dengan
menggunakan data perkawinan putra Bapak H. Sahrul Pasaribu Gelar Patuan
Mangaraon (Bupati Tapanuli Selatan) dan Ibu H. Saulina Siregar Gelar Naduma
Paluaton antara dr. Aditya Rizky Monang Pasaribu diberi gelar adat Baginda Monang
Pinayungan dan Sheilla Nabila Asepti Br Siregar, S.Ked. diberi gelar adat Namora
Nauli Basa. Waktu pelaksanakan pada hari sehari sebelum acara puncak upacara pada
tanggal 18 Oktober 2014 pelaksanaan pesta perkawinan adat (horja godang) di rumah
mempelai laki-laki yakni setelah tengah hari atau menjelang sore hari.

4.2.3 Pemimpin dan Peserta na Marosong-osong
Raja panusunan bulung memiliki mata hati yang kuat untuk mengetahui yang
sedang terjadi dan yang akan terjadi, memberikan sesuatu solusi pada setiap persoalan,
sehingga setiap tingkah lakunya dapat menyesuaikan diri dengan rakyat pada umumnya
atau raja-raja di luat. Raja panusunan bulung diangkat sebagai pemimpin adat di
lingkungan yang sedang mengadakan horja adat. Raja panusunan bulung memegang
tampuk adat dalam upacara adat dan merupakan raja adat yang dianggap ahli tentang
adat-istiadat, sebagai pemimpin adat yang memahi adat atau kalimat yang berisi tentang

Universitas Sumatera Utara

kebenaran, kebaikan, estetika, nasehat, harapan, dan doa berdasarkan nilai-nilai adat
istiadat.
Biasanya setiap acara akan dipimpin oleh raja panusunan bulung, yaitu
seseorang ya