Tradisi Lisan Cenggok-Cenggok Pada Upacara Adat Perkawinan Melayu Panai Labuhanbatu-Sumatera Utara Chapter III IX

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Paradigma Penelitian
Tujuan penelitian tradisi

adalah untuk dan mengangkat nilai, norma, dan

budaya tradisi lisan cenggok-cenggok. Selanjutnya menggali potensi kearifan lokal
dalam upaya revitalisasi terhadap tradisi tersebut. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penggunaan

metode dan

pendekatan ini dapat mengkaji tradisi lisan cenggok-cenggok dengan analisis kajian
tradisi lisan.
Paradigma1 didefinisikan oleh Harmon (dalam Moleong, 2004: 49), sebagai
cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan
dengan sesuatu secara khusus tentang realitas. Lebih lanjut Baker (dalam Moleong,
2004: 49) juga mengatakan


paradigma sebagai seperangkat aturan yang (1)

membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) menjelaskan bagaimana
sesuatu harus dilakukan dalam batas-batas itu agar berhasil. Cohenn & Manion
(dalam Mackenzie & Knipe, 2006) membatasi paradigma sebagai tujuan atau motif
filsofis pelaksanaan suatu penelitian.Berdasarkan

paparan definisi di atas ,

kesimpulannya paradigma adalah seperangkat konsep, keyakinan, asumsi, nilai,
metode, atau aturan yang membentuk kerangka kerja pelaksanaan sebuah penelitian.

1

Paradigma ditentukan oleh perbedaan pandangan yakni (a) filsafat (b) metodologi, (c) teori dan (d)
aksiologi.Ada tiga hal yang mempengaruhi perbedaan paradigma seorang ilmuwan yaitu, (1) unsur
dalam diri sendiri, (2) unsur luar berupa lingkungan fisik, (3) unsur luar berupa penjelajahan
metodologi dan teori

66

Universitas Sumatera Utara

Tradisi lisan cenggok-cenggok dalam keberadaannya pada penelitan ini
sebagai teks yang digunakan secara lisan dan tertulis.Teks disini adalah wacana tidak
bersifat naratif dapat juga dianggap sebagai pantun, pantun dalam bentuk syair, dan
seni tari yang terdapat unsur-unsur lisan.
Metodologi2 penelitian merupakan

sekumpulan peraturan, kegiatan, dan

prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu.

Landasan

metodologi

muncul sebagai acuan di dalam mengamati, menafsirkan dan mengkontruksikan, dan
menyikapi berbagai hal yang mereka hadapai dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
akan tampak bila dicermati berbagai ungkapan serta percakapan mereka sehari-hari.
Suatu isyarat bahwa siapapun termasuk orang awam sekalipun, sesungguhnya

memiliki perbedaharaan metodologi termasuk pola pikir beserta asumsi-asumsi yang
sehari-hari digunakan untuk memahami hal dalam kehidupan keseharian mereka.
Karena itu realitas sosial sesungguhnya bersifat konstruksi sosial (socially
constructed). Berbagai fenomena sosial yang tampak dipermukaan dalam kehidupan
sehari-hari tentunya suatu pancaran dari pola pikir, jalan pemikiran, dalil, teori serta
anggapan-anggapan yang tersimpan di dunia kesadaran sang manusia sebagai pelaku.
Dari anggapan tersebut penelitian ini tentunya mementingkan teks, ekspresiekspresi dan symbol atau koteks dan konteks. Teks, koteks dan konteks dimaksud
untuk memahami berbagai makna dan kerangka berfikir yang menjadi landasan
ekspresi para pelaku.

Tentunya diperlukan proses observasi dalam percakapan

2

Metodologi adalah analisis teoretis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu
penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha
yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban.
Hakekat penelitian dapat dipahami dengan mempelajari berbagai aspek yang mendorong peneliti untuk
melakukan penelitian.


67
Universitas Sumatera Utara

sehari-hari di tingkat pelaku sehingga dapat dipahami bagaimana sesungguhnya
struktur dalam (depth structure) yang menjadi kerangka berpikir, teori, anggapan
pelaku tradisi untuk memahami, membangun konstruksi pemikiran dalam menyikapi
tradisi mereka. Hal yang menuntut kegiatan lapangan yang berjalan panjang agar
proses tersebut berlangsung secara alamiah dan peneliti dapat berinteraksi intens
dengan objek penelitiannya sesuai dengan karateristik rancangan kualitatif.
Penelitian tradisi lisan cenggok-cenggok ini menggunakan metode kualitatif
dengan pendekatan etnografi3, untuk itu dilakukan observasi terhadap masyarakat
Melayu Labuhanbatu guna memahami tradisi dari sudut bentuk (teks, koteks dan
konteks), isi (makna, fungsi, nilai, norma dan kearifan lokal). Observasi terhadap
masyarakat pemilik tradisi dimaksud untuk memahami masyarakat pemilik tradisi
yang nantinya digunakan untuk mengkontruksi tradisi tersebut. Percakapan yang
berkaitan dengan tradisi diobservasi baik percakapan para pelaku, penonton maupun
pemerhati tradisi . Peneliti berupaya mengungkapkan makna, nilai, norma, dan
simbol dalam tradisi berpantun dengan interaksi secara intens dengan tradisi tersebut.

3


Pendekatan etnografi digunakan untuk mengetahui, menghayati dan memahami secara mendalam
kelisanan dan eksistensi tradisi berpantun berdasarkan sudut pandang masyarakat pemilik tradisi.
Spradley (2007:4) mengutip pandangan yang dikemukakan Malinowski bahwa tujuan etnografi adalah
memahami sudut pandang penduduk asli yang ada, hubungannya dengan kehidupan, untuk
mendapatkan pandangannya mengenai dunianya. Oleh karenanya penelitian etnografi melibatkan
aktifitas belajar dunia orang yang telah melihat, mendengar, berbicara, berpikir dan bertindak dengan
cara yang berbeda. Lebih lanjut Spradley (2007:4) bahwa etnografi tidak hanya mempelajari
masyarakat tetapi lebih dari itu etnografi belajar dari masyarakat.

68
Universitas Sumatera Utara

3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif4. Peneliti melakukan
penelitian seobjektif mungkin terhadap hal-hal yang menjadi pusat perhatian dan
mendukung objek penelitanberdasarkan pada data yang ada dalam karya bahasa
dalam hal ini tradisi lisan. Penggunaan metode kualitatif dan pemanfaatan teori
tuturan lisan dijelaskan oleh Held (2005: 136) sebagai fokus utama metode empiris.
“The main focus of empirical methods is beginning to move in a qualitative

direction: together with the criteria of speech-act theory this seems to guarantee the
greatest success in researching politeness”

Pendekatan kualitatif5 sangat tepat

dilakukan untuk penelitian tradisi

cenggok-cenggok dengan melakukan beberapa prosedur metode.Untuk mendapatkan
informasi secara emik dari informan akan dilakukan dengan metode wawancara dan
pengamatan. Selain itu dilakukan juga pengumpulan data pantun. Pendekatan ini
memandang bahwa realitas sosial yang tampak sebagai suatu fenomena dianggap
sesuatu yang ganda (jamak).
Artinya realitas yang tampak memiliki makna ganda, yang menyebabkan
terjadinya realitas tadi. McMillan dan Schumacher (2001:396) menyebut realitas
sosial dalam penelitian kualitatif ini sebagai:
“…reality as multilayer, interactive, and a shared social experience interpreted by
indviduals”.
4

Hakekat metode deskriptif kualitatif sebagaimana yang dikatakan Surahmad (1982 :139) adalah

metode penelitian ini dilakukan
pengumpulan data kemudian data yang terkumpul akan
diinventarisasi, diseleksi, dikelompokkan,dianalisis, diinterpretasi dan disimpulkan.
5

Pendekatan kualitatif adalah satu model penelitian humanistik, yang menempatkan manusia sebagai
subyek utama dalam peristiwa sosial atau budaya.Sifat humanis dari aliran pemikiran ini terlihat dari
pandangan tentang posisi manusia sebagai penentu utama perilaku individu dan gejala
sosial.Pendekatan kualitatif lahir dari akar filsafat aliran fenomenologi hingga terbentuk
paradigmapost positivisme.

69
Universitas Sumatera Utara

Dengan demikian dalam penelitian kualitatif, realitas sosial yang terjadi atau
tampak, jawabannya tidak cukup dicari sampai apa yang menyebabkan realitas tadi,
tetapi dicari sampai kepada makna dibalik terjadinya realitas sosial yang tampak.
Oleh karena itu, untuk dapat memperoleh makna dari realitas sosial yang terjadi, pada
tahap pengumpulan data perlu dilakukan secara tatap muka langsung dengan individu
atau kelompok yang dipilih sebagai responden atau informan yang dianggap

mengetahui atau pahami tentang entitas tertentu seperti: kejadian, orang, proses, atau
objek, berdasarkan cara pandang, persepsi, dan sistem keyakinan yang mereka miliki.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh McMillan dan Schumacher (2001:395),
bahwa:
“Interactive qualitative research is inquary in which researhers collect data face to
face situations by interacting with selected persons in their settings (field research).
Qualitative research describes and analyzes people’s individual and collective
social actions, beliefs, thoughts, and perceptions. The researcher interprets
phenomena in term of meanings people bring to them”.

3.3 Metode Penelitian Etnografi
Secara etimologis etnografi berasal dari kata ethos, yaitu bangsa atau suku
bangsa dan graphein yaitu tulisan atau uraian.Etnografi jika ditinjau secara harfiah
menurut Marzali dalam Spradley (2007) berarti tulisan atau laporan tentang suatu
suku-bangsa yang ditulis seorang antropolog atas hasil tinjauan lapangan (field work)
selama sekian bulan atau sekian tahun. Penelitian antropologis untuk menghasilkan
laporan tersebut begitu khas, sehingga kemudian istilah etnografi juga digunakan
untuk mengacu pada metode penelitian untuk menghasilkan laporan tersebut.

70

Universitas Sumatera Utara

Mad (1973:246) mengatakan :
“Anthropology as a science is entirely dependent upon field work records
made by individuals within living societies”
(Antropologi sebagai sebuah ilmu pengetahuan secara keseluruhan
tergantung pada laporan-laporan kajian lapangan yang dilakukan oleh
individu-individu dalam masyarakat-masyarakat yang nyata hidup)

Geertz (1973) mengemukakan lebih lanjut :
If you want to understand what a science is, you should look in the first
instance not at its theories or its findings, and certainly not at what is
apologist say about it; you should look at what the practioners of it
do….Inanthropology; or anyway social anthropology, what the practioners
do is ethnograpy”
(Jika anda ingin mengerti satu ilmu pengetahuan, pertama-tama anda
seharusnya tidak melihat pada teori-teori atau penemuan-penemuannya, dan
tentu saja tidak pada apa yang dikatakan oleh anthroplogisnya tentang ilmu
pengetahuan tersebut. Anda seharusnya melihat pada apa yang dilakukan
oleh para praktisi… Dalam antropologi, atau khususnya antropologi sosial,

apa yang dilakukan para praktisi adalah etnografi)

Winnick (1915:193) mendefinisikan

etnogarafi sebagai the study of

individual cultures, it is primarily adescriptvie and non interpretative study. Adam E.
Hoebal (1966:8) etnografi adalah to erite about peoples as we use the term if refers to
descriptive study of human society, menulis tentang masyarakat. Penulisannya
mengacu pada penulisan deskriptif. Keesing (1989:250) mendefinisikan etnogarafi
sebagai pembuatan dokumentasi dan analisis budaya tertentu dengan mengadakan
penelitian lapangan.Artinya dalam mendefinisikan suatu kebudayaan seorang
etnografer6 (peneliti etnografi) juga menganalisis.

6

Etnografer adalah peneliti etnografi

71
Universitas Sumatera Utara


Etnografi7 mengkaji kehidupan dan kebudayaan dalam masyarakat dan suku
bangsa atau etnik yang mencakup adat-istiadat, seni, hukum, agama, bahasa dan
kebiasaan.Kajian yang relevan dengan etnografi adalah etnologi8 .Istilah etnografi
merupakan istilah antropologi yang merupakan embrio antropologi tahapan pertama
yang lahir pad a tahun 1800 an. Etnografi merupakan hasil pencatatan penjelajah dari
Eropa ketika mencari rempah-rempah ke Indonesia. Hal ini dikemukakan
Koentjaraningrat (1990:1)
“Mereka mencatat semua fenomena menarik yang dijumpainya selama
perjalanan, yakni mengenai adat – istiadat, susunan masyarakat, bahasa dan
ciri-ciri fisik dari suku-suku bangsa tersebut”

Subjek kajian dalam penelitian ini adalah

etnis Melayu yang memiliki

lingkungan tradisi sendiri dari hal yang paling sederhana sampai dalam cara hidup
bermasyarakat, adat-istiadat, dan pola pikir. Dalam pandangan masyarakat umum
cara hidup adalah bagaimana prilaku manusia sebagai mahluk hidup, individu dan
sosial dalam mempertahankan eksistensi kehidupan di lingkungannya.
Cara hidup menjadi tolak ukur dalam pengembangan tradisi dari masa nenek
moyang sampai generasi sekarang.

Dalam hal ini tradisi diumpamakan sebagai

komunitas lokal yang membangun kehidupan. Lokalitas menjadi penentu
kebhinekaan antar suatu tradisi dengan tradisi lainnya dimana tradisi itu akan
7

Etnografi merupakan kegiatan peneliti untuk memahami cara orang-orang berinteraksi dan
bekerjasama melalui fenomena yang diamati dari kehidupan sehari-hari yang dianalogikan sebagai
lukisan sistematis dan analisis dari kebudayaan suatu kelompok, masyarakat atau suku bangsa yang
dihimpun dari lapangan dalam kurun waktu yang sama.Masyarakat tradisi adalah objek kajian etografi
yang hidup sejak zaman dahulu sampai saat ini yang bergerak sesuai dengan perkembangan
zamannya.
8

Etnologi yakni kajian perbandingan tentang kebudayaan masyarakat atau kelompok (Richards dkk.,
1985).

72
Universitas Sumatera Utara

berkembang karena adanya pengaruh global dari perkembangan informasi dan
teknologi. Masyarakat tradisi9 hidup dalam kesadaran warna lokal (lokalitas).
Peneliti dalam penelitian ini harus dapat menangkap sudut pandang (emic
view)dari penutur asli (native view) masyarakat tradisi sebagaimana yang peneliti
temukan pada tradisi lisan cenggok-cenggok pada masyarakat Melayu Labuhanbatu,
Labuhan Bilik merupakan lokasi masyarakat etnografi Melayu Labuhanbatu yang
terdapat di desa Telaga Suka dan Sungai Merdeka. Peneliti berada ditengah
masyarakat penutur beberapa waktu,

untuk memperoleh sudut pandang daan

kebudayaan mereka. Dalam metode etnografi analisis berlangsung saat dilapangan.
3.4. Prosedur Penelitian
Spradley dalam Sugiyono (2010: 254) mengemukakan prosedur penelitian
yang memiliki 12 tahapan: 1. memilih situasi sosial (tempat, aktor, aktifitas), 2.
melaksanakan observasi partisipan, 3. mencatat hasil observasi dan wawancara, 4.
melakukan observasi deskriptif, 5. melakukan analisis domain, 6. melakukan
observasi terfokus, 7. melaksanakan analisis taksonomi, 8. melakukan observasi
terseleksi, 9. melakukan analisis komponensial, 10. melakukan analisis tema, 11.
temuan budaya, 12. menulis laporan penelitian kualitatif.
Tahapan dari langkah-langkah penelitian Spradley yang sudah dimodifikasi
dapat dilihat dari gambar 3.1 berikut.

9

Masyarakat tradisi merupakan masyarakat yang menjunjung tinggi leluhurnya dan teguh adat
istiadatnya dan cenderung bersifat primordial sehingga apabila terjadi pelanggaran terhadap nilai dan
norma yang berlaku akan mendapat reaksi yang keras dikarenalan kontrol sosial dalam masyarakat
tersebut masih sangat kuat.

73
Universitas Sumatera Utara

•1. memilih situasi sosial (tempat, aktor, aktifitas)
•2. melaksanakan observasi partisipan
•3. mencatat hasil observasi dan wawancara
•4. melakukan observasi deskriptif

Prosedur
Penelitian

•5. melakukan analisis domain
•6. melakukan observasi terfokus
•7. melaksanakan analisis taksonomi
•8. melakukan observasi terseleksi,

•9. melakukan analisis komponensial
•10. melakukan analisis tema
•11. temuan budaya
•12. menulis laporan penelitian kualitatif

Gambar 3.1 Prosedur penelitian kualitatif Spradley (dalam Sugiyono, 2011:254)
Dalam penelitian ini, situasi sosial yang dimaksud adalah tradisi cenggokcenggok yang dipentaskan pada hajatan perkawinan di desa Telaga Suka, Kecamatan
Panai Tengah Labuhan Bilik. Para partisipan (actors) yang terlibat di dalamnya
adalah para undangan, kerabat, pemilik hajatan, dan pelaku tradisi. Tradisi ini
memiliki aktivitas utama pementasan seni tradisi pada ritual adat perkawinan.

74
Universitas Sumatera Utara

Langkah 1
Observasi
Wawancara
Studi Dokumen

Langkah 2
- Memasuki Lapangan
- Mengumpulkan data
Langkah 3
- Wawancara mendalam
Langkah 4
-Menganalisis data
-Reduksi data
-Tampilan data
Langkah 5
-Verifikasi data
-Laporan penelitian

Gambar 3.2 Prosedur penelitian
3.5 TeknikPengumpulan Data
Penelitian

ini

termasuk

penelitian

pustaka

dan

lapangan.

Metode

pengumpulan data10 dalam penelitian ini meliputi data pustaka yang dikumpulkan
terutama dalam melakukan kajian pustaka, sehingga ditemukan teori yang relevan
dalam melakukan penelitian lapangan. Penelitian pustaka dilakukan untuk
mendapatkan berbagai informasi yang berhubungan dengan tradisi lisan cenggok-

10

Metode pengumpulan data merupakan cara kerja yang berkaitan dengan apa yang harus diperbuat
dan bagaimana berbuat dalam mencapai tujuan dalam suatu penelitian .Tahap pertama , peneliti
melakukan penelitian lapangan (field research) dalam penelitian lapangan, ada beberapa langkah yang
harus dilakukan oleh peneliti , sehubungan dengan hal tersebut maka teknik yang digunakan dalam
pengumpulan data terdiri atas : 1) observasi partisipasi (participant observation), 2) wawancara
mendalam (depth interview), 3) studi dokumen dan pustaka.

75
Universitas Sumatera Utara

cenggok. Teknik yang digunakan dalam penelitian pustaka ini adalah teknik baca,
catat.
Data-data yang didapat dari lapangan selanjutnya dikumpulkan dengan
melakukan pengamatan, observasi, wawancara, perekaman audio, dan pengambilan
gambar dalam bentuk film untuk mendapatkan berbagai bentuk performansi tradisi
lisan cenggok-cenggok di lapangan. Selain itu, keterlibatan langsung peneliti ke
dalam konteks performansi , dan dalam kehidupan masyarakat desa Telaga Suka dan
Sei Merdeka kecamatan Panai Tengah Labuhan Bilik juga diperlukan. Untuk
melakukan penelitian ini diperlukan pendekatan etnografi guna mendekati konteks
pementasan tradisi tersebut dalam konteksnya secara natural.
Adanya keterbatasan peneliti dalam proses pengumpulan data di lapangan,
maka dibutuhkan beberapa alat antara lain adalah, tape recorder, handy cam, buku,
dan kamera digital yang digunakan untuk mendapatkan berbagai aspek kelisanan.
Penggunaan alat-alat dapat membantu dalam mengumpulkan data di lapangan,
sehingga terkumpul data-data lapangan yang cukup. Pemikiran ini didasarkan pada
fenomena yang dihadapi dapat diamati berulang kali dan bahkan dapat diamati oleh
peneliti berikutnya. Moleong (2002: 130) mengemukakan penggunaan alat elektronik
juga harus diikuti dengan pencatatan secara manual.
Sementara itu, untuk mendapatkan data sosial yang berhubungan dengan
tradisi lisan cenggok-cenggok peneliti melakukan diskusi dengan tokoh adat, tokoh
agama, tokoh pendidik, dan beberapa informan lain yang mengetahui budaya dan
adat istiadat masyarakat desa Telaga Suka dan Sei Merdeka kecamatan Labuhan Bilik
Panai Tengah kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara.
76
Universitas Sumatera Utara

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengamatan dan wawancara
yang dilakukan secara holistis sebagaimana yang dikemukakan Danandjaja (1994:
10), teknik pengumpulan data dengan pengamatan dilakukan dengan cara mengamati
suatu fenomena secara lebih mendalam.
Dalam penelitian ini langkah-langkah pengumpulan data dilakukan dengan cara,
1. Melakukan perjanjian dengan informan, kapan pementasan tradisi cenggokcenggok dilaksanakan.
2. Mendatangi informan untuk melakukan perekaman dalam konteks aslinya;
3. Melakukan perekaman dan pencatatan.
4. Selanjutnya diajukan wawancara mengenai latar belakang kehidupan pelaku
tradisi lisan tersebut.
Untuk mendapatkan data sosial masyarakat Panai Tengah Labuhan Bilik
dilakukan melalui pengamatan dan wawancara dengan mendatangi informan, untuk
mengamati dan mewawancarai tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mengetahui
budaya dan adat istiadat masyarakat tersebut.
3.5.1 Observasi Partisipatoris (participant observation)
Observasi dilakukan untuk melihat secara sistematis tentang kehidupan sosial
budaya yang ada dalam masyarakat Labuhan Bilik di kabupaten Labuhanbatu sebagai
wilayah penelitian dan keadaan objek penelitian dalam hal ini tradisi cenggokcenggok .Agar mendapatkan data yang akurat di lapangan, maka perlu dilakukan
observasi partisipasi sesuai dengan yang dikemukakan Spradley (2007:85) bahwa
seorang etnografer sering mengumpulkan banyak data dengan pengamatan teribat dan
melakukan berbagai macam percakapan seperti layaknya persahabatan.
77
Universitas Sumatera Utara

Peneliti tradisi lisan harus mengenal dan mengamati tradisi lisan yang akan
ditelitinya secara empiris dengan menggunakan emperia (pancaindera), observasi
dengan pancaindera untuk mengamati deskripsi kegiatan, tingkah laku, tindakan,
interaksi sosial, dan proses sosial masyarakat setempat (Sibarani 2012:279).
Observasi ini dimaksudkan untuk pengumpulan data melalui observasi terhadap
objek penelitian melalui pengamatan dengan terlibat secara langsung dan menjadi
anggota kelompok yang diteliti.
Namun keterlibatan peneliti hanya sebatas pada kegiatan-kegiatan yang
berkaitan dengan fokus kajian atau masalah penelitian (Bungin, 2010:116; Ratna,
2010: 218-219). Berkaitan dengan hal tersebut peneliti berupaya untuk tinggal di
lokasi penelitian dan membaur dengan masyarakat tradisi, tujuannya untuk dapat
mengikuti rangkaian kegiatan dan melakukan perekaman secara langsung untuk dapat
memahami fenomena kehidupan dan aktivitas hidup masyarakat Labuhan Bilik.
Observasi dilakukan dengan pencatatan manual dan dengan penggunaan alat
elektronik seperti kamera digital dan alat perekam agar dapat merekam dengan akurat
berbagai pola prilaku dan cara hidup lingkungan masyarakat tersebut. Hal ini
dilakukan guna mengamati aspek bentuk, fungsi dan makna tradisi lisan
berpantun.Hasil pengamatan dijadikan sebagai ilustrasi yang dapat memperjelas
analisis tehadap masalah yang berkaitan dengan tradisi lisan cenggok-cenggok.

78
Universitas Sumatera Utara

3.5.2 Wawancara Mendalam (depth interview)
Wawancara mendalam dilakukan dengan informan terpilih yang paham
terhadap masalah penelitian. Pemilihan informan sesuai dengan konsep Spradley
(2007:69) yang menuntut pemahaman seorang informan terhadap budaya yang
dibutuhkan peneliti. Informan yang dapat menjelaskan tujuan penelitian dapat
menjadi pertimbangan.Informan tersebut antara lain pelaku-pelaku budaya (tokoh
adat), dari kalangan pemerintahan, akademisi, dan seniman tradisi itu sendiri dapat
dijadikan informan kunci dalam penelitian.
Lebih lanjut Bogdan dan Taylor (Endaswara, 2005: 214) mengemukakan
bahwa dengan wawancara mendalam peneliti akan membentuk dua jenis pertanyaan
yakni pertanyaan substantif dan pertanyaan teoritik. Pertanyaan substantif berkaitan
dengan aktivitas kultural budaya masyarakat Labuhan Bilik dalam kaitannya dengan
tradisi lisan cenggok-cenggok dan pertanyaan teoritik menyangkut bentuk, makna,
dan fungsi tradisi lisan itu. Wawancara dilakukan dengan cara mengajukan sejumlah
pertanyaan. Persyaratan utama seseorang dijadikan informan adalah mengerti tradisi
yang dijadikan objek penelitan.Informan dalam penelitian ini mempunyai kisaran
umur 30 thn sampai 79 tahun.
3.5.3 Studi Pustaka dan Dokumen
Selain observasi dan wawancara juga dilakukan studi kepustakaan,

studi

pustaka adalah teknik pengumpulan data cara membaca dan mempelajari buku-buku,
literatur-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang dibahas.

79
Universitas Sumatera Utara

Studi pustaka antara lain dilakukan pada saat mengikuti sandwich program di
perpustakaan Univesitas Leiden Belanda dan perpustakaan Koninklijk Instituut voor
Taal-, Land-en Volkenkunde/Royal Netherlands Institute of Southeast Asian and
Caribbean Studies (KITLV) Belanda , selanjutnya studi pustaka juga dilakukan di
perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU), perpustakaan daerah Sumatera
Utara, perpustakaan kota Medan dan perpustakaan daerah Labuhan Batu.
Peneliti juga melakukan studi dokumen guna mencari data yang berkaitan erat
dan relevan bahasannya dengan tradisi lisan cenggok-cenggok.Tambahan sumber
data sekunder sangat penting selain data yang didapatkan melalui informan.Studi
dokumen merupakan teknik pengumpulan data yang berfungsi menunjang
pelaksanaan penelitian. Dalam studi dokumen pengumpulan data dapat berupa bacaan
dan teks yang berupa rekaman audio-visual sesuai dengan fokus permasalahan yang
digarap (Maryaeni, 2005:73).

Ada dua jenis perekaman ; (1) perekaman dalam

konteks asli dan (2) perekaman dalam konteks tidak asli, yaitu perekaman yang
sengaja dilakukan (Hutomo,, 1991: 77).
3.6 Pendekatan Penelitian dan Kedudukan Peneliti
Penelitian ini menggunakan teori utama tradisi lisan Sibarani (2012: 266)
mengemukakan paradigma penelitian tradisi lisan lebih mengutamakan penelitian
kualiatif karena tradisi lisan berusaha menggali, menemukan, mengungkapkan, dan
menjelaskan ”meaning” (makna) dan “pattern” (pola) tradisi lisan yang diteliti secara
holistik. Penelitian tradisi lisan cenggok-cenggok ini dapat mengungkapkan makna
pantun dan syair yang dipahami sebagai fungsi, nilai, norma, dan kearifan lokal
memahami pola sebagai kaidah, struktur dan formula.
80
Universitas Sumatera Utara

Makna dan pola merupakan tujuan akhir dari penelitian kualitatif.Melalui
penelitian tradisi lisan seorang peneliti harus dapat memahami hakikat dari realitas
tradisi lisan sebagai individu secara mendalam dan berbagai faktor yang
mempengaruhi tradisi lisan tersebut. Penelitian tradisi cenggok-cenggok dipahami
lewat teks pantun dan syair melalui analisis teks sedangkan penafsiran di luar teks
dilakukan dengan menghubungkan teks dengan konteks sosial, konteks budaya yang
ada dalam masyarakat Melayu Panai Labuhan Batu.
Peneliti melakukan observasi data secara berulang dengan menggunakan
metode wawancara yang diinterpretasi dan

dianalisis melalui teori tradisi lisan

dengan pendekatan etnografi. Hasil analisis teks dan hasil wawancara mendalam
dengan informan kunci dan data pendukung. Selanjutnya hasil analisis diinterpretasi
dan diperiksa silang oleh promotor peneliti kepada ahli yang kompeten dan relevan
bidang ilmunya dengan penelitian ini.
Hal ini dilakukan untuk menguji kebenaran hasil analisis tradisi lisan
masyarakat Melayu Panai Labuhanbatu.Tahap akhir dari penelitian ini peneliti
menyimpulkan hasil analisis kualitatif tradisi lisan.
3.7 Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi di Labuhanbatu Provinsi Sumatera Utara
tepatnya di desa Labuhan Bilik, desa Telaga Suka, dan desa Sei Merdeka Kecamatan
Panai Tengah kabupaten Labuhan Batu Induk. Pemilihan lokasi penelitian ini
didasarkan pada pertimbangan budaya, letak geografis, yang diharapkan dapat
mempresentasikan aspek kelisanan tradisi lisan cenggok-cenggok yang ada dalam
masyarakat desa di Labuhan Bilik.
81
Universitas Sumatera Utara

Dalam penentuan lokasi penelitian Moleong (2004:86) mengemukakan cara
terbaik dengan mempertimbangkan teori substantif dan menjajaki lapangan untuk
mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan sementara itu
keterbatasan geografi dan praktis perlu juga dijadikan pertimbangan, dalam
penentuan lokasi penelitian.
Penentuan lokasi berdasarkan wilayah dan historis (Sinar, 2007), penentuan
lokasi berdasarkan wilayah yakni dengan memilih desa Labuhan Bilik kecamatan
Panai Tengah berdasarkan komunitas penduduk Melayu Panai yang bermukim di
sepanjang sungai. Desa lainnya adalah desa Sei Merdeka dan desa Telaga Suka
tempat pelaksanaan tradisi cenggok-cenggok dalam konteks revitalisasi.

82
Universitas Sumatera Utara

Gambar 3.3
Peta Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara
(Sumber :http://labuhanbatukab.blogspot.com)

83
Universitas Sumatera Utara

3.8 Data dan Sumber Data
3.8.1 Data
Data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer
adalah syair dan pantun yang disampaikan secara lisan saat tradisi cenggok-cenggok
dipentaskan, sedangkan data sekunder berkaitan dengan sosiobudaya masyarakat
Melayu Panai di Labuhanbatu. Naskah deskripsi tradisi dan rekaman video kegiatan
tradisi di Labuhan Bilik diambil dalam kurun waktu yang berbeda yakni
pada tahun 2013 di desa Labuhan Bilik dan rekaman

rekaman

tahun 2015 di Desa Sei

Merdeka dan Desa Telaga Suka.
Syair dan pantun dalam pertunjukan cenggok-cenggok direkam dengan
menggunakan dua rekaman, yaitu (1) upacara adat perkawinan pasangan pengantin
Dhika Pratiwi Tanjung, Am.Keb dan Julkifli Priansyah , SE., yang merupakan putri
dari pasangan Sunarji Tanjung dan Juminah S.Pd, dan putra dari Satria dan Paradiba
Juliani yang dilangsungkan pada 17 Oktober 2013 di jalan Sudirman, desa Telaga
Suka kel. Labuhan Bilik kecamatan Panai Tengah. (2) Rekaman kedua adalah pada
upacara adat perkawinan pasangan pengantin Zubaidah, S.Pd dan Sulaiman, putri
dari pasangan Khairuddin dan Robsiah dan putra dari pasangan Hamran dan Masyiah
yang dilaksanakan pada tanggal 15 Januari 2015 di desa Sei Merdeka, kelurahan
Labuhan Bilik kecamatan Panai Tengah.
Dua

kegiatan ini

digunakan sebagai bahan perbandingan dan melihat

perubahan tradisi tersebut sesuai dengan perkembangan sosial budaya masyarakat.
Dalam penelitian juga dikumpulkan data wawancara, pengamatan langsung, dan
perekaman lapangan secara audio visual yang dicatat selama di lapangan. Data
84
Universitas Sumatera Utara

tradisi lisan cenggok-cenggok berupa genre pantun empat kerat, dan pantun dalam
bentuk syair yang terdapat dalam syair. Sebagai data pendukung penelitian ini juga
menggunakan data pendukung dari hasil wawancara dengan informan, dan juga
berupa peralatan artefak budaya Melayu Panai Labuhanbatu yakni tepak dan balai.
Penelitian ini juga menggunakan instrumen penelitian, yaitu pedoman
wawancara (interview guide) yang disusun berupa daftar pertanyaan yang disusun
secara sistematik dan fokusnya pada wawancara mendalam (depth interview). Alat
penunjang wawancara adalah berupa alat perekam, kamera digital dan alat tulis guna
pencatatan hal-hal yang penting.
3.8.2 Sumber Data
Data penelitian yang dikumpulkan berupa data yang sudah tersedia (readymade) atau available materials yang berupa dokumen, sumber data kepustakaan yang
relevan dengan kebutuhan penelitian. Sedangkan data rekaman diperoleh langsung
dari pelaksanaan upacara adat perkawinan dan performansi tradisi lisan cenggokcenggok yakni berupa syair dan pantun dalam pertunjukan cenggok-cenggok direkam
dengan menggunakan dua rekaman, yaitu (1) upacara adat perkawinan pasangan
pengantin Dhika Pratiwi Tanjung, Am.Keb dan Julkifli Priansyah , SE., yang
merupakan

putri dari pasangan Sunarji Tanjung dan Juminah S.Pd, dan putra dari

Satria dan Paradiba Juliani yang dilangsungkan pada 17 Oktober 2013 di jalan
Sudirman, desa Telaga Suka
Rekaman

kel. Labuhan Bilik kecamatan Panai Tengah. (2)

kedua adalah pada upacara adat perkawinan

pasangan pengantin

Zubaidah, S.Pd dan Sulaiman, putri dari pasangan Khairuddin dan Robsiah dan putra

85
Universitas Sumatera Utara

dari pasangan Hamran dan Masyiah yang dilaksanakan pada tanggal 15 Januari
2015 di desa Sei Merdeka, kelurahan Labuhan Bilik kecamatan Panai Tengah.
Sumber data yang diperoleh dari hasil rekaman terdiri dari 35 bait pantun dan 10
buah syair yang dilantunkan oleh pelaku tradisi. Data juga berupa peralatan artefak
budaya Melayu Panai Labuhanbatu (tepak, balai).
3.9 Penentuan Informan
Peneliti

menerapkan

metode kualitatif dalam penelitian ini dengan

menentukan dan memilih informan sesuai dengan tujuan penelitian (purposive),
yakni seorang informan yang dapat mengetahui dan memahami hal-hal yang
berkaitan dengan tradisi lisan cenggok-cenggok. Kriteria informan11 dirujuk dari
pendapat Spradley (1997). Berdasarkan penuturan para informan, peneliti
mengumpulkan data dari subjek12 penelitian. Dengan rujukan-rujukan diatas
ditentukan informan yang ada dalam penelitian ini antara lain para pelaku tradisi,

11

Informan menurut Spradley (1997:35) adalah seorang pembicara asli yang bebicara dengan
mengulang kata-kata, frasa dan kalimat dalam bahasa atau dialeknya sebagai model imitasi dan
sumber informasi. Informan adalah pembicara asli yang harus berbicara dalam bahasa atau dialeknya
sendiri .Pengertian informan dapat dikembangkan sebagai pembicara asli (native speaker).Dimana
seorang informan dapat menjadi model untuk dicontoh peneliti sebagai sumber informasi.Seorang
informan diminta berbicara dalam bahasa atau dialeknya sendiri. Penentuan informan kunci menurut
Sudikan (2001:91), didasari oleh beberapa pertimbangan, antara lain : (1) orang yang yang
bersangkutan memiliki pengalaman pribadi sesuai dengan permasalahan yang diteliti (pelaku
pertunjukan tradisi ); (2) orang yang bersangkutan bersifat netral, tidak memiliki kepentingan pribadi;
(3) orang yang bersangkutan memiliki pengetahuan yang luas mengenai permasalahan yang diteliti.
12

subjek sebagaimana yang dikatakan Spradley adalah suatu materi yang dijadikan tujuan tertentu
untuk menguji hipotesis. Jika bekerja dengan menggunakan subjek, ide-ide telah ditetapkan
sebelumnya.Berbeda jika bekerja dengan informan, ide belum ditetapkan dan segala sesuatunya belum
diketahui. Mengutip apa yang dikatakan Spradley, responden adalah siapa saja yang menjawab daftar
pertanyaan penelitian atau menjawab pertanyaan yang diajukan oleh seorang peneliti, pelaku adalah
seorang yang menjadi objek pengamatan dalam suatu seting alam.

86
Universitas Sumatera Utara

penonton, tokoh masyarakat, tokoh adat, yang ada di desa Labuhan Bilik dengan
menetapkan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Fasih berbahasa Melayu dialek Panai
b. Tokoh masyarakat yang memahami budaya dan tradisi masyarakat Melayu
Panai khususnya tradisi dan budaya masyarakat desa Labuhan Bilik.
c. Mempunyai kemampuan untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan
pengalamannya melalui tradisi lisan cenggok-cenggok.
d. Penduduk asli masyarakat desa Labuhan Bilik kecamatan Panai Tengah
Labuhanbatu yang memahami tentang masalah sosial budaya masyarakat
Melayu khususnya masyarakat desa Labuhan Bilik.
e. Terlibat dalam berbagai performansi tradisi lisan cenggok-cenggok.
3.10 Teknik Analisis Data
Berdasarkan penentuan lokasi penelitian yang telah disebutkan di atas, maka
data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah bentuk performansi tradisi lisan
cenggok-cenggok yang dikumpulkan dari masyarakat desa Labuhan Bilik kecamatan
Panai Tengah Labuhanbatu untuk merepresentasikan tradisi lisan cenggok-cenggok
dalam masyarakat Melayu Panai. Secara umum dilakukan analisis data penelitian
dengan langkah-langkah berikut.
1. Peneliti mentranskripsikan data penelitian dari alat rekorder maupun video
rekorder ke dalam bentuk tulisan. Proses transkripsi dilakukan setelah
perekaman selesai ketika peneliti masih dapat mengingat konteks peristiwa
itu dengan jelas.

87
Universitas Sumatera Utara

2. Selanjutnya, setelah data di transkripsi, peneliti menerjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia.
3. Setelah itu, data dalam penelitian ini kemudian diklasifikasikan berdasarkan
kebutuhan analisis penelitian.
Proses analisis data dilakukan secara berkelanjutan sejak pengumpulan data
awal sampai dengan laporan hasil penelitian selesai ditulis, dengan tujuan untuk
memperoleh pengertian komprehensif tentang karakteristik tradisi lisan cenggokcenggok pada upacara adat perkawinan khususnya bentuk, kearifan lokal dan model
revitalisasinya, guna memeperoleh pemahaman secara holistik. Hasil analisis data
yang diperoleh didiskusikan dengan informan guna memperoleh kesesuaian dengan
konseptualisasi mereka tentang tradisi lisan upacara adat perkawinan Melayu Panai.
Selain sebagai bentuk triangulasi data dan sumber data, diskusi berkenaan dengan
penerapan pendekatan etnografis dialogis berperspektif emik, yakni penafsiran makna
data tradisi dari sudut pandang etnik Melayu Panai sebagai penutur asli.
3.11 Teknik Penyajian Analisis Data
Hasil penelitian ini disajikan dengan menggunakan teknik informal dan
formal. Secara informal, hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk narasi karena
makna teks bersifat verbal dan memiliki struktur naratif dengan mengikuti kaidah
penulisan ilmiah. Secara formal, hasil penelitian ini disajikan melalui gambar, foto,
peta dan lain sebagainya. Penyajian hasil analisis data dituangkan ke dalam beberapa
bab.
Data-data berupa tabel, peta, dan foto-foto aktifitas sosial yang diteliti
berkenaan dengan tradisi lisan cenggok-cenggok pada

upacara adat perkawinan
88
Universitas Sumatera Utara

diletakkan di bagian akhir sebagai lampiran. Hasil penelitian ditata secara sistematis
dan terstruktur guna menunjukkan hubungan antara fokus dan aspek yang menjadi
sasaran kajian, tujuan penelitian , perspektif teoritik, dan metode yang digunakan.

89
Universitas Sumatera Utara

BAB IV
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN DI
KABUPATEN LABUHANBATU

4.1 Kondisi Geografis Labuhanbatu
Secara astronomis posisi Kabupaten Labuhanbatu terletak pada 1041‟ – 2050‟
Lintang Utara dan 990 33‟ – 1000 22‟ Bujur Timur. Lokasinya sangat strategis,
yaitu berada pada jalur lintas timur Sumatra dan berada pada persimpangan menuju
Provinsi Sumatra Barat dan Riau, yang menghubungkan pusat-pusat perkembangan
wilayah di Sumatra dan Jawa serta mempunyai akses yang memadai keluar negeri
karena berbatasan langsung dengan Selat Malaka. Selain itu, kawasan Kabupaten
Labuhanbatu terdiri dari kawasan perkotaan, kawasan pedesaan, kawasan pesisir/
pantai dan kawasan perbatasan/pedalaman.

4.2

Asal Nama Labuhanbatu
Secara etimologis nama Labuhanbatu berasal dari batu tempat pendaratan

kesatuan angkatan laut Belanda pada tahun 1862, dibawah pimpinan “Bevel
Heebe”. Pendaratan ke kampung Labuhanbatu (di hulu kota Labuhan Bilik
sekarang) melalui sungai Barumun yang dijadikan tempat pendaratan mereka
terbuat dari batu beton. Lama kelamaan tempat pendaratan tersebut berkembang
menjadi persinggahan kapal –kapal, yang kemudian menjadi kampung (desa)
yang lebih besar dan namanya disebut “pelabuhan batu” yang dipersingkat
sebutannya menjadi “Labuhan Batu”. Kemudian nama itu melekat dan ditetapkan

90
Universitas Sumatera Utara

menjadi nama wilayah Kabupaten Labuhanbatu.
4.2.1

Lambang, Makna dan Semboyan Kabupaten Labuhanbatu

Terdapat beberapa lambang dalam logo kabupaten Labuhanbatu yaitu:
lambang perisai bersegi lima bermakna tetap menjiwai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, tepak sirih menunjukkan daerah kabupaten
Labuhanbatu memiliki kebudayaan dan adat istiadat yang tinggi dan pohon karet,
ikan terubuk, dan buah kelapa menggambarkan penghasilan utama daerah
kabupaten Labuhanbatu dan kebanggaan daerah kabupaten Labuhanbatu dengan
ikan terubuknya. Tujuh belas butir padi mengingatkan tanggal 17, delapan bunga
kapas menunjukkan bulan 8,

dan

empat puluh lima rantai persatuan

menunjukkan tahun 1945, yaitu hari proklamasi kemerdekaan republik Indonesia.
Satu bintang bersinar lima, menunjukkan bahwa daerah kabupaten Labuhanbatu
tetap berpegang pada kebijaksanaan musyawarah, pada undang-undang dasar
1945 yang berlandaskan Pancasila. Bambu runcing, menunjukkan bahwa daerah
kabupaten Labuhanbatu merupakan

daerah yang tidak pernah ketinggalan dalam

perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia.
Secara etimologis arti semboyan Ika Bina En Pabolo berasal dari bahasa
Melayu dialek Panai yang berarti „ini dibangun itu diperbaiki‟. Dalam arti yang
luas, semboyan ini bermakna kekompakan/kerjasama atau gotong royong dalam
membangun dan memperbaiki semua sektor

dengan bidang/fungsi dan

kemampuan masing-masing, sehingga terwujud apa yang dicita-citakan oleh

91
Universitas Sumatera Utara

masyarakat Labuhanbatu.
4.2.2

Wilayah Administratif

Luas, Batas dan Wilayah Administrasi kabupaten Labuhanbatu adalah
256.138 HA atau 2.561,38 KM² dengan batas-batas :
Utara

: Kabupaten Labuhanbatu Utara dan Selat Malaka

Timur

: Provinsi Riau

Selatan : Kabupaten Labuhanbatu Selatan &
Kabupaten Padang Lawas Utara
Barat

: Kabupaten Labuhanbatu Utara

Tabel 4.1 Luas Wilayah Per Kecamatan
Sumber : http://bappeda.labuhanbatukab.go.id
No No

Kecamatan

Luas
(HA)

(%)

1

Bilah Hulu

29.323

11,45

2

Pangkatan

35.547

13,88

3

Bilah Barat

20.298

4

Bilah Hilir

40.083

16,82

5

Panai Hulu

27.691

10,79

6

Panai Tengah

48.374

18,89

7

Panai Hilir

34.203

13,35

8

Rantau Selatan

6,432

2,54

9

Rantau Utara

11.247

4,39

256.138

100,00

Jumlah

7,92

92
Universitas Sumatera Utara

4.3 Sekilas tentang Etnis Melayu Panai
Penduduk asli di Labuhan Batu adalah etnis Melayu, etnik1 Melayu di
Labuhanbatu sebagian mendiami daerah pesisir pantai yakni sebagian besar di
daerah Labuhan Bilik yang merupakan salah satu kecamatan di Labuhanbatu.
Labuhan Bilik merupakan tanah Melayu yang dibuktikan secara historis dengan
adanya kerajaan Bilah dan Panai yang merupakan kerajaan Melayu di Labuhan
batu. Sebagai salah satu kabupaten di Sumatera Utara, Kabupaten Labuhanbatu
merupakan kabupaten yang didiami oleh berbagai etnis, yakni Melayu,
Mandailing, Jawa, Batak Toba, Padang, Karo, Dairi, Nias , Aceh, Tionghoa, dan
lain-lain.

Corak heterogenitas ini melahirkan budaya yang juga berwarna.

Masyarakat Melayu menjalani kehidupan yang tidak terlepas dari struktur
masyarakat yang berkaitan dengan adat kebiasaan yang sudah berjalan secara
turun temurun. Struktur kehidupan masyarakat Melayu pada umumnya, dibagi
1

Kelompok etnik (ethnic group)

atau dalam bahasa Indonesia suku bangsa atau suku

menurut disiplin ilmu antropologi adalah (misalnya Narroll, 1964), sebagai populasi yang: (1)
secara bilogis mampu berkembang biak dan bertahan; (2) mempunyai nilai-nilai budaya yang
sama dan sadar akan rasa kebersamaan dalam sebuah bentuk budaya; (3) membentuk jaringan
komunikasi dan interaksi sendiri; dan (4) menentukan ciri kelompoknya sendiri yang diterima oleh
kelompok lain dan dapat dibedakan dari kelompok populasi lain. Dalam konteks menganalisis
kelompok etnik ini adalah pentingnya asumsi bahwa mempertahankan batas etnik tidaklah penting,
karena hal ini akan

terjadi dengan sendirinya, akibat adanya faktor-faktor isolasi seperti:

perbedaan ras, budaya, sosial,dan bahasa. Asumsi ini juga membatasi pemahaman berbagai faktor
yang membentuk keragaman budaya. Ini mengakibatkan seorang ahli antropologi berkesmpulan
bahwa setiap kelompok etnik mengembangkan budaya dan bentuk sosialnya dalam kondisi
terisolasi. Ini terbentuk karena faktor ekologi setempat yang menyebabkan berkembangnya kondisi
adaptasi dan daya cipta dalam kelompok tersebut. Kondisi seperti ini telah menghasilkan suku
bangsa dan bangsa yang berbeda-beda di dunia. Tiap bangsa memiliki budaya dan masyarakat
pendukung tersendiri (lihat R. Narroll, 1964).

93
Universitas Sumatera Utara

dalam dua golongan yakni golongan bangsawan dan golongan rakyat biasa.
Pembagian dua golongan bangsawan dengan golongan rakyat telah dimulai sejak
adanya kerajaan Panai dan Bilah.
Untuk melihat status seseorang yang berasal dari golongan bangsawan atau
dari rakyat biasa dapat dilihat dari gelar yang dipakai di depan namanya.
Masing-masing urutan gelar diberikan berdasarkan martabat dan kedudukannya
dalam masyarakat seperti Tengku, Raja, Wan, Datuk, Orang Kaya (OK),
Encek/Tuan. Yang berhak memakai Gelar Tengku adalah turunan Sultan dan
kerabatnya, dan turunan yang kakek-neneknya dulunya mempunyai daerah
otonomi sendiri, gelar tersebut biasa dipanggil dengan sebutan „tuanku‟.
Pengertian Tengku dapat diartikan dengan berbagai arti seperti „pemimpin‟ atau
„guru‟, baik dalam akhlak, agama serta adat. Dalam konteks kebangsawanan,
gelar Tengku diwariskan berdasarkan hubungan darah atau keturunan walupun
ibunya bukan seorang Tengku.
Gelar raja diberikan untuk melihat status seseorang dalam golongan
bangsawan, dalam hal ini gelar raja bukan menunjukkan kedudukan dalam
pemerintahan sebagai memimpin sebuah kerajaan, Raja adalah gelar yang dibawa
bangsawan Indragiri (Siak) ataupun anak bangsawan dari daerah Labuhan Batu,
Bilah, Panai, Kualuh dan Kota Pinang. Pengertian Raja di daerah Melayu tersebut
adalah gelar yang diturunkan secara hubungan darah, bukan seperti yang
diberikan oleh pihak kolonial Belanda yaitu kepada mereka yang mempunyai

94
Universitas Sumatera Utara

wilayah pemerintahan hukum yang luas ataupun hanya mengepalai sebuah
kampung kecil saja, yang sebenarnya hanya kepala atau ketua saja.
Menurut keterangan Sultan Deli, Tengku Amaluddin II yang termaktub dalam
suratnya yang ditujukan kepada Gubernur Sumatera Timur tahun 1933, bahwa
kalau seorang perempuan dengan gelar Tengku menikah dengan seorang bergelar
Raden dari tanah Jawa atau seorang yang bergelar Sutan dari Pagaruyung
Sumatera Barat, maka gelar Raja berhak dipakai bagi keturunan atau anak-anak
yang lahir dari pernikahan tersebut.
Selanjutnya gelar wan diperoleh jika seorang perempuan bergelar Tengku
mempunyai suami orang kebanyakan, maka anak-anaknya baik laki-laki maupun
perempuan memakai gelar wan. Terdapat pengecualian untuk anak wanita yang
menikah dengan lelaki dari golongan kebanyakan (lebih rendah dari wan) maka
gelar ini akan hilang dan tidak berhak dipakai oleh anak dan keturunannya. Gelar
kebangsawanan datuk berasal dari kesultanan Aceh melalui perantara Sultan Aceh
di Deli. Gelar ini diberikan kepada seseorang yang mempunyai kekuasaan daerah
pemerintahan otonomi yang dibatasi oleh dua aliran sungai. Batas-batas ini
disebut dengan kedatuan atau kejeruan. Anak laki-laki turunan dari datuk berhak
atas gelar datuk pula, sedangkan untuk anak datuk yang perempuan berhak
mendapat gelar kaja. Sultan atau raja dapat memberikan gelar datuk kepada
seseorang yang dianggap berjasa untuk kerajaannya. Adapun incek merupakan
panggilan kehormatan untuk rakyat biasa.

95
Universitas Sumatera Utara

4.4 Sejarah Singkat Kerajaan Bilah dan Panai
4.4.1 Sejarah Kerajaan Bilah
Almarhum Raja Azman Syarif bin Raja Ongah Syarif merupakan Tambo
Kerajaan Bilah ke 10 sebagai sosok yang paling banyak memberikan kontribusi
terbesar dalam penyusunan kembali Sejarah Kerajaan Bilah. Hampir sepanjang
hayatnya hidup dalam pergolakan di daerah Bilah, terjadi pertentangan dengan
pihak penguasa (Kerajaan Bilah) yang sama-sama berasal dari satu jalur keturunan.
Raja Ongah Syarif banyak mengetahui sejarah karena kedukannya pada masa
dahulu sebagai Pokrol atau Pengacara sehingga mempunyai catatan lengkap dan
daya ingat yang cukup kuat. Ia lahir pada tahun 1897 di Labuhanbilik, dan wafat
pada tanggal 25 Oktober 1988 (91 tahun) di Negerilama.
Setelah peristiwa terbunuhnya Sutan Musa di sekitar tahun 1617, atau
dikatakan Marhum Mangkat di Jambu (Kotapinang), semua anak-anaknya terpaksa
melarikan diri. Salah seorang anaknya yang bernama Raja Tahir, jatuh ke daerah
Bandar Kumbol, daerah hulu sungai Bilah. Hal-hal yang terjadi pada masa
kedatangannya ke daerah itu, sulit untuk ditelusuri dengan jelas. Namun, sesuai
dengan perjalanan catatan sejarah, Raja Tahir gelar Indar Alam, menjadi Raja
Kerajaan Bilah yang Pertama, berkedudukan di Bandar Kumbol, daerah hulu
sungai Bilah, anak cabang sungai Barumun (Panai), sekarang dalam daerah
Kecamatan Bilah Hulu, Kab. Labuhanbatu.

96
Universitas Sumatera Utara

Di masa Sutan Tahir Indera Alam menjadi Raja Kerajaan Bilah yang pertama
(sekitar tahun 1623), dengan wilayah kekuasaan meliputi daerah Raja-raja kecil,
yaitu: Kerajaan Rantau Prapat, Siringo-ringo, Sihare-hare (Sigambal), Gunung
Maria, Bandar Kumbol, Sibargot, Tanjung Medan (hulu sungai Bilah),Kuala
Pinarik, Merbau, dan lain-lain.
Walaupun menjadi raja, tetapi Sutan Tahir Indera Alam tidak mempunyai
wilayah kekuasaan yang luas, sebagaimana seharusnya seorang raja yang berkuasa.
Wilayahnya hanya terbatas di daerah Kumbol yang juga sebagiannya dikuasai oleh
Raja kecil Bandar Kumbol. Sutan Tahir Indera Alam adalah Raja yang dirajakan
oleh para raja-raja kecil di daerah itu yang wajib membayar upeti setiap tahun.
Walaupun Sutan Tahir mempunyai wilayah kekuasaan, tetapi hak tanah
diusahai oleh masing-masing raja-raja kecil daerah itu, sementara dia hanya
merupakan Raja Yang Dipertuan. Sebagai bukti daerah ini di bawah naungannya,
ketika Belanda memasuki daerah ini pada tahun 1865, maupun kedatangan
Maskapai Asing untuk mengambil tanah konsesi dari pihak kerajaan, terjadilah
tuntutan dari raja-raja kecil tersebut untuk meminta bagian dari hasil tanah.
Di masa pemerintahan Sutan Tahir Indera Alam terdapat sebuah wilayah yang
tidak ingin tunduk padanya, yaitu Kerajaan Gunung Maria yang dipimpin oleh Raja
Malem Kuning Panjang Janggut atau juga dikenal dengan nama Raja Belimbing.
Dari hasil penelusuran Raja Azman Syarif yaitu sumber yang berasal dari Raja
Juhar (salah satu keturunan Kerajaan Gunung Maria yang telah berumur 92 tahun

97
Universitas Sumatera Utara

pada saat ditemui, wafat pada tanggal 17 Mei 1983 di Kampung Janji, Rantau
Prapat) mengatakan bahwa perselisihan kedua kerajaan ini tidak melibatkan orang
lain (rakyat) melainkan hanya perselisihan mereka berdua saja karena Raja
Belimbing tidak ingin diperintah di wilayahnya sendiri. Jika saja perselisihan ini
melibatkan rakyat, sudah tentu akan terjadi pertumpahan darah, namun hal ini tidak
pernah terjadi.
Pihak Kerajaan Gunung Maria mengatakan Sutan Tahir Indera Alam memiliki
kesaktian yang luar biasa pada masa itu, sebagai contoh ia dapat terbunuh hari ini,
akan hidup lagi esok harinya bahkan pernah terjadi tubuhnya terpotong-potong
bercerai berai, tetapi dia tetap hidup dan tubuhnya utuh kembali.
Raja Belimbing juga memiliki kesaktian yang tak kalah hebatnya. Akhirnya
persoalan diantara mereka berdua semakin berlarut-larut. Mereka akhirnya selalu
adu kekuatan, namun tak seorangpun yang kalah. Cerita adu kekuatan ini sudah
menjadi legenda di daerah hulu sungai bilah, walaupun mungkin pada masa
sekarang sudah tidak banyak yang mengetahui.
Sutan Tahir mempunyai beberapa orang istri. Dari istri yang pertama, terdapat
beberapa orang anaknya, yang lelaki hanya satu orang. Mungkin karena telah
mendapat firasat, maka sejak meningkat dewasa, anaknya yang lelaki tersebut yang
bernama Maharaja Nulong, dikirim kepada Sutan Yunus untuk dididik. Sutan
Yunus adalah raja Kerajaan Gunung Suasa, yang juga bertempat di daerah hulu
sungai Bilah, dan dia juga adalah sepupu Sutan Tahir.

98
Universitas Sumatera Utara

Kepada Sutan Yunus, Sutan Tahir juga meninggalkan amanat yaitu apabila dia
telah tiada maka anaknya yang bernama Maharaja Nulong tersebut harus diangka