Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Adopsi Teknologi Petani Dalam Penerapan Sistem Tanam Jajar Legowo 2:1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Sistem Tanam Jajar Legowo
Prinsip dari sistem tanam jajar legowo adalah meningkatkan populasi

tanaman dengan mengatur jarak tanam sehingga pertanaman akan memiliki
barisan tanaman yang diselingi oleh barisan kosong dimana jarak tanam pada
barisan pinggir setengah kali jarak tanam antar barisan. Sistem tanam jajar legowo
merupakan salah satu rekomendasi yang terdapat dalam paket anjuran
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT).
Sistem tanam jajar legowo juga merupakan suatu upaya memanipulasi
lokasi pertanaman sehingga pertanaman akan memiliki jumlah tanaman pingir
yang lebih banyak dengan adanya barisan kosong. Seperti diketahui bahwa
tanaman padi yang berada dipinggir memiliki pertumbuhan dan perkembangan
yang lebih baik dibanding tanaman padi yang berada di barisan tengah sehingga
memberikan hasil produksi dan kualitas gabah yang lebih tinggi. Hal ini
disebabkan karena tanaman yang berada dipinggir akan memperoleh intensitas
sinar matahari yang lebih banyak (efek tanaman pinggir).

Manfaat dan tujuan dari penerapan sistem tanam jajar legowo adalah sebagai
berikut :
1.

Menambah jumlah populasi tanaman padi sekitar 30 % yang diharapkan akan
meningkatkan produksi baik secara makro maupun mikro.

2.

Dengan

adanya

baris

kosong

akan

mempermudah


pelaksanaan

pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman
yaitu dilakukan melalui barisan kosong/lorong.

Universitas Sumatera Utara

7
3.

Mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama
tikus. Pada lahan yang relatif terbuka hama tikus kurang suka tinggal di
dalamnya dan dengan lahan yang relatif terbuka kelembaban juga akan
menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan.

4.

Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam
barisan.


5.

Dengan menerapkan sistem tanam jajar legowo akan menambah
kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir
dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang
berada pada barisan pinggir. Semakin banyak intensitas sinar matahari yang
mengenai tanaman maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman
yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas
tanaman yang baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

Penerapan sistem tanam jajar legowo disarankan menggunakan jarak tanam (25
x 25) cm antar rumpun dalam baris; 12,5 cm jarak dalam baris; dan 50 cm sebagai
jarak antar barisan/lorong atau ditulis (25 x 12,5 x 50) cm. Hindarkan penggunaan
jarak tanam yang sangat rapat, misalnya (20 x 20) cm, karena akan menyebabkan
jarak dalam baris sangat sempit.
Sistem tanam jajar legowo yang sudah di perkenalkan dan sudah diadopsi
oleh para petani adalah Jajar Legowo 2:1 dan Jajar Legowo 4 : 1 tipe 1 maupun
tipe 2. Namun pelaksanaan di lapangan masih banyak ditemukan dengan
penanaman sistem jajar legowo 5 : 1; jajar legowo 6 : 1; dan bahkan ada yang

jajar legowo 8 : 1. Beragamnya praktek legowo di lapangan tersebut menuntut
adanya buku acuan penerapan sistem tanam legowo yang benar mulai dari
penanaman hingga pengambilan sampel ubinan, sehingga dalam pelaksanaannya
benar-benar dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Universitas Sumatera Utara

8
Untuk itu, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian menerbitkan
buku tentang Sistem Tanam Legowo, 2014. Lebih lanjut dapat dijelaskan sistem
tanam jajar legowo 2 : 1 dan jajar legowo 4 : 1 tipe 1 maupun tipe 2.

Tabel 3. Penelitian Terdahulu

No
1.

2.

Nama
Peneliti/

tahun.
Lampos
Gultom
(2008)

Suharyatno
(2001)

Topik Penelitian

Variabel yang
digunakan

Hasil Penelitian

Tingkatadopsi
petani terhadap
budidaya jagung
dan faktor-faktor
yangmempengar

uhinya
dikabupaten
langkat

Variabel
Tingkat adopsi petani
Independen :
terhadap teknologi anjuran
Umur
pada tanaman jagung
petani,tingkat
didaerah penelitian masuk
pendidikan,peng dalam kategori sedang, hal
alaman
ini dapat dilihat dari skor
bertani,tingkat
adopsi rata-rata 18,33
kosmopolitan,
Tidak ada berpengaruh
status lahan,luas faktor sosial ekonomi

lahan,jumlah
terhadap tingkat
adopsitanggungan dan petani dalam teknologi
pendapatan
budidaya jagung anjuran
Variabel
dependen :
Tingkatadopsi
petani terhadap
budidaya jagung

Faktor-faktor
YangMempengar
uhi
Adopsi
TeknologiTabela
diProvinsi Bali

Variabel
Independen :

Umur,Pengetah
uan,Luaslahan,
Norma sosial
Variabel
Dependen:
Adopsi Peluang

Umur,pengetahuan,luas
lahan dan norma sosial,
secara nyata
Mempengaruhi adopsi
peluang tabela. Umur dan
luas lahan berkorelasi
negatif, pengetahuan dan
norma sosial berhubungan

Universitas Sumatera Utara

9


Tabel.3 Lanjutan
No
Nama
Topik Penelitian
Peneliti/
tahun
3.
Jurnal Ilmu Analisis faktor Pengetahuan faktor yang mem
dan
Pengaruhi tingkat
Rekayasa
Adopsi teknologi
Komaryati,A Budidaya pisang
disuyatno
Kepok didesa
(2012)
Sungai kunyit laut
Kec.sungai kunyit
Kabupaten
Pontianak


4.

Lintje
Hutahaean
dan Heni S.

Faktor-faktor
sosial ekonomi
yang
mempengaruhi
Tingkat adopsi
teknologi integrasi
sapi potong Pada
lahan sawah
irigasi di Sulawesi
tengah

Variabel yang
digunakan


Hasil Penelitian

Variabel
Bahwa secara keseluruhan
Independen :
adopsi teknologi pada
Umur,
budi
pendidikan,
Daya pisang kapok oleh
modal,
petani Termasuk tinggi.
pengalaman,luas Faktor-faktor yang
lahan,
mempengaruhi
pendapatan,dan
secara siknifikan terhadap
penyuluhan
tingkat adopsi budidaya
Variabel
pisangadalahUmur,pendid
dependen:
ikan,modal,Pendapatan.
Adopsi
teknologi
budidaya pisang
kepok
Variabel
Independen :
Sikap
petani,motivasi
petani,keaktifan
mengikuti
penyuluhan,
peran ketua
kelompok tani,
ketersedian
saprodi
Variavel
dependen :
Tingkat adopsi
teknologi

Faktor-faktor
sosial ekonomi
yang berpengaruh nyata
terhadap tingkat adopsi
teknologi integrasi sapi
potong pada lahan sawah
irigasi hanya faktor
motivasi petani/peternak.
Ketersediaan jenis
pakan jerami segar
dan fermentasi
yangdianjurkan terbatas,
sehingga tidak
dapat mencukupi
kebutuhan pakan
ternak sepanjang tahun.
Pembuatan
jerami fermentasi dan
pupuk bokasi
sulit dilakukan pada
musim hujan,
dan membutuhkan waktu
yang cukup lama (21
hari).

Universitas Sumatera Utara

10
2.2

Landasan Teori

2.2.1 Adopsi
Adopsi diartikan sebagai penerapan penggunaan sesuatu ide atau alat
teknologi atau baru yang dapat disampaikan lewat pesan komunikasi (lewat
penyuluhan). Adopsi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal, menaruh minat, menilai sampai
menerapkan. Atau dengan kata lain inovasi yang diterima (Levis, 1992).
Usaha yang dilakukan dalam memperkenalkan suatu teknologi baru
(inovasi) kepada seseorang, maka sebelum orang tersebut mau menerapkannya,
terdapat suatu proses yang disebut proses adopsi. Dalam proses ini terdapat
tahapan-tahapan yang meliputi tahapan dari yang belum diketahui sesuatu oleh
seseorang sampai diterapkannya inovasi tersebut.
Dalam penerimaan inovasi terdapat lima(5) tahapan dilalui sebelum
seseorang bersedia menerapkan inovasi yang diperkenalkan kepadanya.Pada
tahapan 1) Sadar, adalah seseorang belajar tentang ide baru, produk atau praktek
baru. Dia hanya mempunyai pengetahuan umum mengenai ide baru tersebut, tidak
mengetahui kualitasnya dan pemamfaatanya secara khusus. 2) Tertarik, adalah
seseorang tidak hanya mengetahui keberadaan ide baru itu, ingin mendapatkan
informasi yang lebih banyak dan lebih mendeteil: apa itu, apa yang dapat
dikerjakan dan cara kerja ide baru tersebut, mendegar dan membaca informasi
mengenai ide baru tersebut. 3) Penilaian, adalah seseorang menilai informasi
yang diketahuinya dan memutuskan apakah ide baru baik untuknya. 4) Cobacoba, adalah seseorang sekali dia putuskan bahwa dia menyukai ide baru tersebut,
dia akan mengadakan percobaan. Hal ini mungkin terlaksana dalam kurung waktu

Universitas Sumatera Utara

11

yang lama atau dalam skala yang terbatas. 5) Adopsi, adalah tahap dimana dia
menyakini akan kebenaran dan keunggulan ide baru tersebut sehingga
menerapkannya dan mungkin juga mendorong penerapan oleh orang lain, dan
inovasi diadopsi dengan cepat yaituMemiliki keuntungan tinggi bagi petani,
sesuai dengan nilai-nilai soaial,adat setempat, tidak rumit, dapat dicoba dalam
skala kecil, mudah diamati (Ginting, 2002).
Adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikansebagai
proses perubahan perilaku baik yang berupa: pengetahuan(cognitive), sikap
(affective), maupun ketrampilan (psycho-motoric) padadiri seseorang setelah
menerima inovasi yang disampaikan oleh penyuluhkepada masyarakat sasarannya
(Mardikanto, 1996).
Adopsi suatu teknologi oleh petani berkaitan erat dengan perilakupetani
sebagi pengelola usahanya. Perilaku petani sebagai pengelolausahataninya akan
dipengaruhi oleh faktor internal dan ekternal yaitumeliputi faktor sosial antara lain
tingkat pendidikan, pengalaman bertanidan jumlah anggota keluarga (Syafa‟at,
1990). Sedang menurut Levis(1996) pengertian adopsi merupakan rangkaian
kegiatan yang dilakukanoleh seseorang terhadap suatu inovasi sejak mengenal,
menaruh minat,menilai sampai menerapkan.
Tingkat adopsi pada umumnya diukur dengan memerlukan selangwaktu
tertentu individu mempunyai tingkat penerapan

yang lebih cepatdalam

pengambilan keputusan yang dilakukan untuk mengadopsi suatuinovasi, hal ini
selaras dengan pendapat Rogers, Everett M (1983)mengatakan bahwa tingkat
adopsi pada umumnya diukur denganmemerlukan selang waktu tertentu untuk
mengadopsi suatu inovasi. Olehkarena itu, kita dapat mengetahui tingkat adopsi

Universitas Sumatera Utara

12

dari tiap inovasi atausistem, lebih daripada seseorang individu sebagai unit
analisis. Inovasi yang dirasakan individu sebagai pemilik terbesar, kesesuaian dan
lain-lain,lebih memiliki tingkat penerapan yang lebih cepat.
Dalam menelaah kecepatan penerimaan oleh masyarakat, perludisebutkan
sifat-sifat inovasi yang dapat mempengaruhi kecepatanpenerimaan tersebut sebab
didalam masyarakat ternyata ada inovasi yangmembutuhkan waktu lama untuk
dapat menerima inovasi itu secara luas,akan tetapi ada pula inovasi itu secara luas
lebih mudah diterima. Ciri-ciri dari inovasi yang lebihmudah diterima menurut
Rogers and Shoemaker dalam Dixion (1982)antara lain:
1. Relative advantage, inovasi itu harus memiliki suatu keuntunganrelative
2. Compability, suatu

istilah

untuk

menyatakan

sejauh

mana

gagasan-

gagasanbaru itu sesuai dengan nilai-nilai dan pola-pola tingkahlaku yang
sekarang ini dianut oleh masyarakat.
3. Complexity (kekomplekan), bila inovasi itu terlalurumit dan orangperlu
melengkapi prosedur-prosedur yang terlalu banyak, besarkemungkinan bahwa
inovasi tersebut akan ditolak.
4. Triability, maksudnya keutuhan dari suatu inovasi. Ada benda-benda yang
tidak dapat dibagi-bagi dalam unit yang lebih kecil,akan tetapi ada pula yang
dapat dibagi-bagi.
5. Observability, maksudnya benda-benda atau hal-hal tersebut dengan mudah
dapat dilihat disampaikan.
Berdasarkan

pengertian-pengertian

diatas

dapat

disimpulkan ahwa

pengertian adopsi inovasi yang dimaksud dalam penelitian iniadalah suatu
perubahan perilaku berupa keterampilan dalam bentukpenerapan suatu teknologi

Universitas Sumatera Utara

13

yang dianggap baru (inovasi) yang disampaikanoleh penyuluh dan diterima oleh
seseorang berdasarkan penilaian maupunuji coba yang telah dilakukan sendiri.

2.2.2 Faktor-faktor Sosial Ekonomi Petani
Adopsi teknologi baru adalah merupakan proses yang terjadi dari petani
untuk menerapkan teknologi tersebut pada usahataninya. Hal ini biasanya
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

1. Faktor intern yaitu faktor dari diri petani meliputi ;
a. Tingkat pendidikan petani
Tingkat pendidikan merupakan jumlah tahun mengikuti pendidikan formal
yang ditempuh petani pada bangku sekolah.Pendidikan akan berpengaruh
terhadap perilaku dan tingkat adopsi suatu inovasi. Seseorang yang berpendidikan
tinggi cenderung lebih terbuka untuk menerima dan mencoba hal-hal yang baru.
Menurut tingkat pendidikan seseorang dapat mengubah pola fikir, daya penalaran
yang lebih baik, sehingga makin lama seseorang mengenal pendidikan akan
semakin rasional. (Saridewi,2010)
Soekartawi (2003) mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya
sekolah/pendidikan

yang

diterima

seseorang akan

berpengaruh terhadap

kecakapannya dalam pekerjaan tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan
mengakibatkan kemampuan yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan
bagi rumah tangga.Menurut Hasyim (2003), tingkat pendidikan formal yang
dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas
untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk peningkatan usahataninya.
Mengenai tingkat pendidikan petani, dimana mereka yang berpendidikan tinggi

Universitas Sumatera Utara

14

relatif lebih cepat dalam melaksanakan adopsi inovasi. Tingkat pendidikan
manusia pada umumnya menunjukkan daya kreatifitas manusia dalam berfikir dan
bertindak. Pendidikan rendah mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia (Kartasapoetra,1987).

b. Umur Petani
Umur produktif petani akan mempengaruhi proses adopsi suatu inovasi
baru, berdasarkan komposisi penduduk umur dikelompokan menjadi 3 yaitu umur
0-14 tahun dianggap sebagai kelompok penduduk belum produktif,kelompok
umur 15-64 tahun sebagai kelompok produktif dan kelompok umur 65 tahun
keatas sebagai kelompok penduduk yang tidak lagi produktif. Umur petani terkait
dengan adanya inovasi seseorang pada umur non produktif akan cenderung sulit
menerima inovasi, sebaliknya seseorang dengan umur produktifakan lebih muda
dan cepat menerima inovasi(BPS,2012).
Menurut Soekartawi (2003), rata rata petani Indonesia yang cenderung tua
dan sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia Petani
berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif (memelihara) menyikapi
perubahan terhadap inovasi teknologi. Berbeda halnya dengan petani yang berusia
muda.
Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat dijadikan
sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja bilamana
dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar seseorang
dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim,2003).

Universitas Sumatera Utara

15

c. Pengalaman bertani
Petani yang sudah lebih lama bertani akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani pemula, hal ini dikarenakan pengalaman yang lebih
banyak sehingga sudah dapat membuat perbandingan dalam mengambil
keputusan. Pengalaman merupakan pengetahuan yang dialami seseorang dalam
kurun waktu yang tidak ditentukan, dan pengalaman yang menyenangkan dan
memuaskan akan berdampak positif untuk melanjutkan mengadopsi suatu inovasi.
(Padmowiharjo,1999)
Pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima
inovasi dari luar. Petani yang sudah lama bertani akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani pemula atau petani baru. Petani yang sudah lama
berusahatani akan lebih mudah menerapkan anjuran penyuluhan demikian pula
dengan penerapan teknologi.(Soekartawi 2003)
Lamanya berusahatani untuk setiap orang berbeda beda, oleh karena itu
lamanya berusahatani dapat dijadikan bahan pertimbangan agar tidak melakukan
kesalahan yang sama sehingga dapat melakukan hal hal yang baik untuk waktu
waktu berikutnya (Hasyim, 2003).
Petani yang berusia lanjut sekitar

50 tahun ke atas, biasanya fanatik

terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian yang dapat mengubah cara
berfikir, cara kerja, dan cara hidupnya. Mereka ini bersikap apatis terhadap
adanya teknologi baru dan inovasi, semakin muda umur petani, maka semakin
tinggi semangatnya mengetahui hal baru, sehingga dengan demikian mereka
berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun sebenarnya mereka masih
belum berpengalaman soal adopsi tersebut (Kartasapoetra, 1987).

Universitas Sumatera Utara

16

d. Luas Pemilihan Lahan
Petani yang mempunyai lahan yang luas akan lebih mudah menerapkan
inovasi dari pada petani yang berlahan sempit, hal ini dikarenakan keefesienan
penggunaan sarana produksi. Hernanto (1993) menyebutkan luas lahan usahatani
menentukan pendapatan dan taraf hidup serta derajat kesejahteraan rumah tangga
petani. Luas penguasaan lahan akan berpengaruh terrhadap adopsi inovasi, karena
semakin luas lahan usahatani makan akan semakin tinggi hasil produksi sehingga
turut meningkatkan pendapat petani.

e. Jumlah Tanggungan
Petani dengan jumlah tanggungan semakin tinggi akan semakin lamban
dalam mengadopsi inovasi karena jumlah tanggungan yang besar akan
mengharuskan petani untuk memikirkan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
keluarganya. Petani yang memiliki jumlah tanggungan yang besar harus mampu
mengambil keputusan yang tepat agar tidak mengalami resiko yang fatal, bila
kelak inovasi yang diadopsi mengalami kegagalan. Jumlah anggota keluarga akan
berpengaruh terhadap perekonomian keluarga, semakin banyak jumlah anggota
keluarga maka akan semakin meningkat pula kebutuhan keluarga, hal ini akan
membuat biaya hidup meningkat. Jumlah anggota keluarga empat orang termasuk
ideal sesuai anjuran pemerintah yaitu 2 orang anak ditambah kedua orangtua.
Jumlah tanggungan keluarga adalah salah satu faktor

yang perlu

diperhatikan dalam menentukan pendapatan dalam memenuhi kebutuhannya.
Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan mendorong petani untuk melakukan
banyak aktivitas terutama dalam mencari dan menambah pendapatan keluarganya.

Universitas Sumatera Utara

17

Semakin banyak anggota keluarga akan semakin besar pula beban hidup yang
akan ditanggung atau harus dipenuhi. Jumlah anggota keluarga akan
mempengaruhi keputusan petani dalam berusahatani (Soekartawi, 2003).

f. Tingkat Pendapatan petani
Petani yang memiliki tingkat pendapatan usaha taninya tinggi akan
berusaha lagi mencari informasi dan melakukan inovasi baru agar produksi usaha
taninya lebih meningkat. Dan petani yang pendapatan usaha taninya rendah akan
lebih sulit dalam menerapkan inovasi baru. (Soekartawi, 1998)
Besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan usahatani
tergantung dari beberapa faktor yang mempengaruhinya seperti luas lahan,
tingkat produksi,indentitas pengusaha, pertanaman dan efesiensi penggunaan
tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan usahatani petani berharap dapat
meningkatkan pendapatnya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari dapat terpenuhi
(Hertanto,1994)

2. Faktor ekstern yaitu diluar dari diri petani
Faktor

ekstern

yang

dimaksud

dalam

penelitian

ini

adalah

penyuluhan, berdasarkan cepat lambatnya para petani menerapkan teknologi

melaluipenyuluh dan informasi-informasi lain, dapat dikemukakan beberapa
golonganpetani yang terlibat di dalamnya, yaitu:

1. Golongan innovator
Dengan adanya inovasi, golongan inovator yang selalu merintis,
mencobadan menerapkan teknologi baru dalam pertanian menjadi terpenuhi
kebutuhannya dan menjadi inovator dalam menerima para penyuluh pertanian,

Universitas Sumatera Utara

18

bahkan mengajak/menganjurkan petani lainnya untuk mengikuti penyuluhan.
Petani yang termasuk golongan ini pada umumnya adalah termasuk petaniyang
berada, yang memiliki lahan pertanian yang lebih luas dari petani yang rata-rata
memiliki sebidang lahan yang sempit (0,5-2,5) ha didesanya. Oleh karena itu
menanggung resiko dalam menghadapi kegagalan dalam setiap percobaannya, dan
mampu membiayai sendiri dalam mencari informasi-informasi guna melakukan
inovasi teknologi tersebut.

2. Penerap inovasi teknologi lebih dini ( early adopter )
Golongan

inovator

mengusahakan

sendiri

pembaharuan

teknologiPertanian itu dan lebih yakin setelah adanya PPL, maka golongan
early adopter

adalah

orang-orang

yang

lebih

dini mau menyambut

kedatanganpara penyuluh ke desa yang akan menyebarkan dan menerapkan
teknologipertanian.Golongan ini kadang-kadang mengundang kedatangan para
penyuluh danmendampingi para penyuluh dalam mengadakan pembaharuan
ataumengusahakan perubahan.

3. Penerap inovasi teknologi awal ( Early Mayority )
Sifat

dari

golongan

early

mayority

merupakan

sifat

yang

dimilikikebanyakan para petani. Penerapan teknologi baru dapat dikatakan
lebihlambat dari kedua golongan di atas, akan tetapi lebih
mudahterpengaruhdalam

hal

teknologi

baru

itu

telah

meyakinkannya

dapat lebihmeningkatkan usahataninya. Yaitu lebih meningkatkan pendapatan
dan lebih memperbaiki cara kerja dan cara hidupnya.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Penerapan inovasi teknologi lebih akhir ( Late Mayoriy )
Termasuk dalam golongan

ini adalah petani yang pada umumnya

kurangmampu, lahan pertanian yang dimiliki sangat sempit, rata-rata di
bawah0,5 ha, oleh karena itu petani selalu berbuat dengan waspada lebih
hati-hati karena takut mengalami kegagalan. Petani ini baru akan mau mengikuti
dan menerapkan teknologi apabila kebanyakan para petani dilingkungannya
telah menerapkan dan benar-benar dapat meningkatkan taraf kehidupannya.

5. Penolak inovasi ( Laggard )
Menurut Mardikanto,1993Para petani yang termasuk golongan ini adalah
petani yang berusia lanjut,berumur sekitar 50 tahun ke atas, biasanya fanatik
terhadap tradisi dansulit untuk memberi pengertian yang dapat mengubah cara
berpikir, carabekerja dan cara hidupnya, petani ini berpikir apatis terhadap
adanyateknologi baru. (Kartasapoetrra, 1988)
Mengingat sikap pandangan, keadaan dan kemampuan daya pikir dan daya
tangkap para petani yang terbagi atas beberapa golongan di atas, maka
dengansendirinya keberhasilan penyuluhan untuk sampai kepada tahapan yang
meyakinkan para petani sehingga mau menerapkan materi penyuluhan akan
melalui beberapa tahapan. Tahapan tersebut sebagai berikut :
1. Menaruh minat ( Interest )
2. Penilaian ( evaluation )
3. Melakukan percobaan ( Trial )
4. Penerapan ( Adoption )
Pada akhirnya suatu teknologi baru diterapkan atau tidak terletak pada
petani itu sendiri, dimana petani dapat diasumsikan bersifat positif terhadap

Universitas Sumatera Utara

20

teknologi baru, bila dalam dirinya terdapat keinginan dan kesadaran akan perlunya
perubahan serta keinginan bahwa pembaharuan yang diusulkan penyuluh itu baik
dan dapat diterapkan. Semakin mampu penyuluh meraih kepercayaan petani
terhadap dirinya dan semakin mampu penyuluh bertindakdengan penuh
kebijaksanaan, semakin besar pula harapannya dapatmempengaruhi perasaan
petani tersebut. (Kaslan, 1982)

6. Biaya Tenaga Kerja
Biaya tenaga kerja merupakan keseluruhan upah tenaga kerja yang
dibayarkan oleh petani selama proses produksi usahatani berlangsung. Jumlah
tenaga kerja dalam keluarga akan berpengaruh langsung pada biaya tenaga kerja.
Semakin banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga maka semakin sedikit
biaya yang dikeluarkan untuk mengupah tenaga kerja luar keluarga. Namun
demikian, tidak semua hal berlaku seperti ini. Ada pekerjaan atau kegiatan
tertentu mengejar waktu sehubungan dengan iklim maka harus meminta bantuan
tenaga kerja luar yang berarti harus mengeluarkan biaya (Suratiyah, 2009).

2.2.3 Tingkat Adopsi (Penerapan Teknologi)
Tingkat adopsi yang dimaksud adalah tingkat penerapan teknologi pada
cara tanam jajar legowo 2:1 Alat ukur yang berupa daftar pertanyaan diukur
terlebih dahulu validitas dan reliabilitasnya, selanjutnya dilakukan penilaian
dalam menentukan masing - masing skor dimana pengukurannya melalui skala
likert :
- Tinggi, jika skor berkisar antara >2 - 4
- Rendah, jika skor berkisar antara 0 - 2

Universitas Sumatera Utara

21

2.2.4 Pengambilan Keputusan Adopsi
Pengambilan keputusan adopsi inovasi adalah proses mental sejak
seseorang mulai mengenal suatu inovasi sampai memutuskan untuk menerima
atau menolaknya dan pengukuhan terhadap keputusan itu. Proses keputusan
inovasi itu memerlukan waktu (Rogers and Shoemaker 1987).
Proses keputusan inovasi adalah proses yang dijalani seseorang ( atau unit
pengambil keputusan lainnya) mulai dari pertama tahu suatu inovasi, kemudian
menyikapinya, lalu mengambil keputusan untuk mengadopsi atau menolaknya,
melaksanakan keputusan, sampai dengan pengukuhan keputusan tersebut. Proses
itu terdiri dari serangkaian tindakan dan pemilihan yang dilakukan seseorang atau
organisasi untuk menilai gagasan baru dan memutuskan apakah akan
memasukkan ide baru itu ke dalam kegiatan yang sedang dan atau sudah
berlangsung. Tindakan ini berkenaan terutama dengan ketidakpastian yang mau tak
mau ada dalam pemutusan suatu alternatif baru. Kebaruan yang terlihat pada
inovasi ini dan ketidakpastian yang melekat.

2.2.5 Skala Likert
Salah satu aspek yang sangat penting guna memahami sikap dan perilaku
manusia

adalah

masalah

pengungkapan (assessment)

atau

pengukuran

(measurement) sikap. Pengungkapan sikap dengan menggunakan skala sikap
sangat populer di kalangan ahli psikologi sosial dan para peneliti. Hal ini
dikarenakan selain praktis, skala sikap yang dirancang dengan baik opada
umumnya memiliki relibilitas yang memuaskan. Skala sikap berwujud kumpulan
pernyataan-pernyataan sikap yang ditulis, disusun, dan dianalisis sedemikian rupa

Universitas Sumatera Utara

22

sehingga respon seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor)
dan kemudian dapat diinterpretasikan (Azwar, 2007).

2.3

Kerangka Pemikiran
Dalam mengadopsi suatu teknologi, maka petani dipngaruhi oleh beberapa

faktor diantaranya yaitu: Umur, pendapatan, pendidikan, penyuluhan dan biaya
tenaga kerja
Petani yang memiliki usia lebih muda akan mudah untuk menerima adopsi
teknologi

dibandingan

dengan

petani

yang

sudah

lanjut

usia

Petani yang memiliki pendidikan yang tinggi akan lebih cepat menerima
adopsi, begitu juga petani yang memmiliki umur jauh lebih muda maka akan cepat
meneriIAma adopsi teknologi tersebut.
Petani yang memiliki tingkat pendapatan usaha taninya tinggi akan
berusaha lagi mencari informasi dan melakukan inovasi baru agar produksi usaha
taninya lebih meningkat. Dan petani yang pendapatan usaha taninya rendah akan
lebih sulit dalam menerapkan inovasi baru.
Petani juga memperoleh informasi paket teknologi melalui penyuluh
pertanian, sehingga penyuluh sangat berperan penting dalam memberikan
informasi penerapan adopsi teknologi. (Soekartawi, 1998).

Universitas Sumatera Utara

23

Secara skematik kerangka pemikiran dapat digambarkan sebagai berikut :

Usia petani (X1)
Pendapatan (X2)
Tingkat
adopsi
teknologi
petani
dalam
penerapan
sistem tanam
jajar
legowo2:1

Pendidikan (X3)

Penyuluhan (X4)
Biaya Tenaga Kerja (X5)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

2.4Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dirumuskan, maka dapat
disusun hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
Diduga faktor - faktor sosial ekonomi (usia petani, pendapatan petani,
pendidikan,biaya tenaga kerja dan penyuluhan) mempengaruhi petani dalam
mengadopsi teknologi sistem tanam jajar legowo 2:1 di daerah penelitian

Universitas Sumatera Utara