Pengaruh IAA dan BAP Terhadap Induksi Tunas Mikro Dari Eksplan Bonggol Pisang Kepok (Musa paradisiaca L) Chapter III V

BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan UPT. Benih
Induk Hortikultura Gedung Johor Medan. Penelitian ini dimulai pada bulan
November 2016 sampai dengan Januari 2017.
Bahan dan Alat Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan bahan tanam dari bonggol pisang
Kepok. Komposisi media yang digunakan larutan stok media MS sebagai media
tumbuh tanaman dengan IAA dan BAP sebagai zat pengatur tumbuh (ZPT) yang
digunakan. Bahan penyusun media lainnya, agar, akuades steril, dan bahan lainnya
yang mendukung penelitian ini.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Laminar Air Flow Cabinet
(LAFC), botol kultur, autoklaf, timbangan analitik, rak kultur, hot plate dengan
magnetik stirer, erlenmeyer, gelas ukur, kaca tebal, pipet ukur, pinset, gunting,
scalpel, lampu bunsen, pH meter, oven, aluminium foil, kompor gas, mikropipet, tip,
pipet tetes, dan alat-alat lainnya yang mendukung penelitian ini.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap
(RAL), dengan dua faktor perlakuan yaitu :
Faktor I


: Penambahan IAA dalam media dengan 4 taraf

I1

: 1 mg/l IAA

I2

: 2 mg/l IAA

I3

: 3 mg/l IAA

Universitas Sumatera Utara

I4
Faktor II

: 4 mg/l IAA

: Penambahan BAP dalam media dengan 4 taraf

B1

: 2 mg/l BAP

B2

: 4 mg/l BAP

B3

: 6 mg/l BAP

B4

: 8 mg/l BAP

Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut:
I 1 B1


I 2 B1

I 3 B1

I 4 B1

I 1 B2

I 2 B2

I 3 B2

I 4 B2

I 1 B3

I 2 B3

I 3 B3


I 4 B3

I 1 B4

I 2 B4

I 3 B4

I 4 B4

Jumlah perlakuan

: 16

Jumlah ulangan

:9

Jumlah eksplan tiap botol kultur


:1

Jumlah seluruh eksplan

: 144

Jumlah seluruh tanaman

: 144

Model rancangan adalah sebagai berikut:
Y ijk = µ + α i + β j + (αβ) ij + ε ijk
i = 1,2,3,4
Y ijk

j = 1,2,3,4

k = 1,2,3…9


= Nilai pengamatan unit percobaan pada perlakuan IAA ke-i, perlakuan BAP
ke-j, dan ulangan ke-k

µ

= Nilai tengah umum

αi

= Pengaruh IAA ke-i

Universitas Sumatera Utara

βj

= Pengaruh BAP ke-j

(αβ)ij = Nilai tambah pengaruh interaksi IAA ke-i dan pengaruh BAP ke-j
εijk


= Galat percobaan
Jika perlakuan (konsentrasi IAA, konsentrasi BAP ) berbeda nyata dalam

sidik ragam maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan pada α = 5%
(Steel dan Torrie, 1995).

Universitas Sumatera Utara

PELAKSANAAN PENELITIAN
Sterilisasi Alat-Alat
Sebelum semua alat-alat disterilisasi dan alat-alat kaca digunakan untuk kultur
in vitro maka terlebih dahulu dicuci dan dikeringkan. Kemudian bungkus tabung
dengan plastik tahan panas atau letakkan pada rak tabung, sedangkan untuk botol
biasanya bisa langsung diletakkan pada autoklaf. Disterilkan tabung/botol dengan
autoklaf pada suhu 121oC dengan tekanan 17,5 psi selama 60 menit. Setelah itu
sterilkan secara kering tabung/botol di dalam oven pada suhu 150oC selama 1-2 jam.
Pembuatan Media
Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah media Murashige dan
Skoog (MS). Larutan hormon IAA dan BAP, Larutan stok hormon masing-masing
dibuat 100mg/100ml. Kemudian Media yang dibutuhkan dalam penelitian ini

sebanyak `4 liter untuk 144 botol kultur dengan bahan media yaitu gula 120 gr, Agar
powder 24 gr, MS powder 17,2 gr/l yang sudah ditimbang. Lalu dimasukkan kedalam
wadah yang sudah berisi air steril lalu media di masak sampai mendidih. Setelah
mendidih media dimasukkan kedalam botol kultur yang sudah berisi hormon IAA
dan BAP, Lalu ditutup botol dengan menggunakan penutup botol kultur plastik,
Setelah itu dilakukan sterilisasi media.
Pengambilan Bahan Tanaman
Bahan tanaman yang digunakan ialah anakan bonggol pisang kepok. Dalam
kultur jaringan pisang. Bonggol pisang mendapatkannya lebih mudah dan jumlah
eksplan yang didapat lebih banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap bonggol
pisang, Pilih tunas pisang dari induk yang sehat, Cuci bersih dan memotong bagian

Universitas Sumatera Utara

ujung tunas, Kupas seludang dan iris bonggol hingga ke inti sampai di peroleh
jaringan berbentuk kubus dengan volume 2 cm.
Eksplan yang digunakan dapat berukuran sangat kecil seperti kelompok sel
sampai ukuran cukup besar yang sudah membentuk organ. Eksplan yang berukuran
besar mudah terkontaminasi, sedangkan eksplan yang berukuran kecil tingkat
pertumbuhannya lebih rendah. Stover dan Simmonds (1987) berpendapat bahwa

ukuran eksplan yang baik untuk perbanyakan pisang secara in vitro adalah berkisar
antara 0.2 cm – 0.6 cm.
Sterilisasi Bahan Tanaman di Laboratorium
Anakan Bonggol pisang yang diambil, dikupas, dibuka seludangnya hingga
kelapisan yang paling kecil, dibersihkan dengan cara dicuci bersih dengan air
mengalir, direndam selama 20 menit dalam air steril 100 ml yang ditambahkan sabun
cair lalu bilas, diiris tipis eksplan yang berubah warna menjadi warna cokelat hingga
berwarna putih lalu dibersihkan dengan air mengalir. Selanjutnya eksplan di rendam
alkohol 96% selama 1 menit dilakukan di dalam ruang persiapan lalu dibersihkan dan
disiram dengan air steril secukupnya sebanyak 3 kali pengulangan. Selanjutnya
eksplan direndam dalam larutan pemutih NaOCL 40% yang sudah ditambah tween
(20) 2-3 tetes lalu di gojrok selama 20 menit, Setelah itu larutan pemutih dibuang
kewadah yg kosong, dimasukan air steril ke dalam wadah yang berisi eksplan,
digojrok selama 10 menit sebanyak 3 kali pengulangan. Lalu eksplan direndam dan
dibilas hingga bersih. Setelah itu dilakukan penanaman.

Universitas Sumatera Utara

Persiapan Ruang Tanam
Seluruh permukaan laminar air flow cabinet sebelumnya dibersihkan terlebih

dahulu dengan di lap menggunakan alkohol 96% lalu di sterilkan dengan sinar Ultra
Violet selama 1 jam sebelum proses penanaman dilakukan. Semua alat dan bahan
yang akan dipakai harus disemprot dengan alkohol 96% dan beberapa alat seperti
pinset, gunting, scalpel setelah disemprot lalu dibakar di dalam ke dalam laminar air
flow cabinet selama 1 menit. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko bahan
penelitian terkontaminasi.
Penanaman
Eksplan yang digunakan adalah anakan bonggol pisang kepok yang telah di
sterilisasi sebelumnya, lalu langsung ditanam pada botol kultur yang sudah berisikan
media sebanyak 13ml/botol kultur. Eksplan yang digunakan berukuran 2cm, apabila
ukuran eksplan belum sesuai maka dipotong menggunakan scalpel steril yang tajam.
Eksplan yang akan dikulturkan ke dalam media tanam diletakkan di piringan kaca
tebal dengan alas kertas saring. Kemudian eksplan ditanamkan ke dalam botol kultur
sesuai dengan perlakuan, setiap botol kultur terdiri dari 1 eksplan. Kemudian ujung
botol kultur ditutup dengan menggunakan alumunium oil yang dibalut dan diikat
benang. Kegiatan penanaman dilakukan di dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC)
dan di bawah api bunsen. Botol kultur diletakkan di rak kultur di bawah cahaya dan
ruangan memiliki air conditioner dengan suhu 18oC.

Universitas Sumatera Utara


Pemeliharaan
Tabung-botol kultur diletakkan pada rak kultur di dalam ruang kultur.
Ruangan ini diusahakan bebas dari bakteri dan cendawan, dimana setiap hari
disemprot dengan alkohol 96% atau dan disemprot formalin agar bebas dari
organisme yang menyebabkan terjadi kontaminasi.

Dalam penelitian ini suhu

ruangan kultur yang digunakan + 20-25°C, paling optimum 18oC dan intensitas
cahaya 2000 lux serta dengan kondisi ruangan memiliki air conditioner dengan hefa
yang dibersihkan selama 6 bulan sekali. Apabila mengalami kontaminasi, segera
diambil dari rak kultur agar mencegah kontaminasi ke tabung lainnya.
Peubah Amatan
Persentase munculnya Tunas (%)
Persentase munculnya tunas dihitung pada akhir penelitian (9 MST) dengan
rumus:
Persentase munculnya tunas = jumlah tunas yang terbentuk x 100%
jumlah eksplan seluruhnya (per perlakuan)
Jumlah Tunas (tunas)
Dihitung pada akhir penelitian dengan menghitung banyaknya tunas baru
yang terbentuk dari setiap eksplan
Umur Muncal Tunas (hari)
Umur muncul tunas dihitung dari awal penanaman hingga terbentuknya tunas
dalam satuan hari.

Universitas Sumatera Utara

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Dari hasil analisis data secara statistik diperoleh bahwa perlakuan konsentrasi
IAA dan BAP yang berbeda memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase
munculnya tunas dan umur munculnya tunas dan jumlah tunas.
Interaksi antara ZPT IAA dan BAP memberikan pengaruh yang nyata
terhadap persentase munculnya tunas dan jumlah tunas , tetapi tidak memberikan
pengaruh yang nyata pada umur munculnya tunas.
Persentase Munculnya Tunas (%)
Data pengamatan dan hasil sidik ragam persentase munculnya tunas terhadap
pemberian konsentrasi IAA dan BAP , menunjukkan bahwa konsentrasi antara IAA
dan BAP memberikan pengaruh nyata terhadap persentase munculnya tunas pada 9
MST. Rataan persentase munculnya tunas disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Persentase munculnya tunas dalam media Murashige and Skoog +
konsentrasi IAA dan BAP dari eksplan bonggol
BAP
IAA
RATAAN
B1
B2
B3
B4
………………………%……………………………..
I1
62.50de
16.67ij
77.78bc
50.00f
51.74
I2
75.00c
60.00e
55.56f
40.00h
57.64
I3
55.56f
42.86fg
37.50hi
0.00j
33.98
I4
71.42d
42.86h
100.00a
83.33b
74.40
RATAAN
66.12
40.60
67.71
43.33
54.44
Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5%.
-Perlakuan I 1 : 1 mg/l IAA; I 2 : 2 mg/l IAA; I 3 : 3 mg/l IAA; I 4 : 4 mg/l
IAA; B 1 : 2 mg/l BAP; B 2 : 4 mg/l BAP; B 3 : 6 mg/l BAP; B 4 : 8 mg/l BAP.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 1. menunjukkan bahwa persentase munculnya tunas yang tertinggi
dihasilkan pada komposisi ZPT I 4 B 3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP), diikuti
komposisi ZPT I 4 B 4 (MS + 4 mg/l IAA + 8 mg/l BAP) dan I 1 B 3 (MS + 1 mg/l IAA +
6 mg/l BAP) dengan masing-masing rataan (100,00), (83,33), (77,78)%. Persentase
munculnya tunas terendah terdapat pada perlakuan kombinasi ZPT I 3 B 4 (MS + 3
mg/l IAA + 8 mg/l BAP) sebesar 0,00%. Perlakuan kombinasi ZPT I 4 B 3 , I 4 B 4 dan
I 1 B 3 berbeda nyata dengan kombinasi zpt I 1 B 1 , I 1 B 2 , I 1 B 4 , I 2 B 1 , I 2 B 2 , I 2 B 3 , I 2 B 4 ,
I 3 B 1 , I 3 B 2 , I 3 B 3 , I 3 B 4 , I 4 B 1 , dan I 4 B 2 .
Penampilan munculnya tunas pada kombinasi ZPT I 4 B 3 (MS + 4 mg/l IAA +
6 mg/l BAP) dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Eksplan membentuk tunas

Universitas Sumatera Utara

Umur muncul tunas (hari)
Data pengamatan umur munculnya tunas dapat dilihat pada lampiran 6.
Rataan umur munculnya tunas terhadap pemberian kombinasi perlakuan konsentrasi
IAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Pengaruh perlakuan IAA dan BAP terhadap umur munculnya tunas (hari)
BAP
IAA
RATAAN
B1
B2
B3
B4
...………………hari…………………….
20.00
22.00
19.43
19.25
20.17a
I1
20.33
20.50
20.00
19.50
20.08ab
I2
20.20
20.33
19.33
0.00
14.97c
I3
20.60
19.67
17.83
17.60
18.93bc
I4
20.28ab
20.63a
19.15bc
14.09c
18.54
RATAAN
Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5%.
-Perlakuan I1: 1 mg/l IAA; I2: 2 mg/l IAA; I3: 3 mg/l IAA; I4 : 4 mg/l
IAA; B1: 2 mg/l BAP; B2: 4 mg/l BAP; B3: 6 mg/l BAP; B4: 8 mg/l
BAP.
Tabel 2. menunjukkan bahwa umur munculnya tunas yang tertinggi dihasilkan
pada komposisi ZPT BAP yaitu B 2 (4 mg/l BAP) dan B 1 (2 mg/l BAP) rataan
(20,63) dan (20,28) %. Perlakuan kombinasi ZPT BAP B 2 dan B 1 berbeda nyata
dengan kombinasi ZPT B 3 dan B 4 . Sedangkan, pada komposisi ZPT IAA yaitu I 2 (2
mg/l IAA) dan I 1 (1 mg/l IAA) rataan (20,08) dan (20,17) %. Perlakuan kombinasi
ZPT IAA I 2 dan I 1 berbeda nyata dengan kombinasi ZPT I 3 dan I 4 .
Jumlah tunas (tunas)
Data pengamatan dan hasil analisis ragam antara konsentrasi IAA dan BAP
pada lampiran, menunjukkan bahwa kombinasi konsentrasi antara IAA dan BAP
memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah tunas pada 9 MST.

Universitas Sumatera Utara

Rataan jumlah tunas dari perlakuan ZPT IAA dan BAP dapat dilihat pada Tabel 3.

Gambar 2. Induksi tunas dari eksplan bonggol anakan pada media Murashige
and Skoog dengan perlakuan I 4 (IAA 4 mg/l) + B 3 (BAP 6 mg/l)
Tabel 3. Pengaruh perlakuan kombinasi ZPT IAA dan BAP terhadap jumlah tunas
BAP
IAA
RATAAN
B1
B2
B3
B4
………………tunas………………………
I1
0.63cd
0.17j
0.78b
0.50f
0.52
I2
0.75bc
0.60d
0.56de
0.40h
0.58
I3
0.56ef
0.43g
0.38ij
0.00j
0.34
I4
0.71c
0.43h
1.00a
0.83b
0.74
RATAAN
0.66
0.41
0.68
0.43
0.541
Keterangan: -Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada baris dan kolom yang
sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan
pada taraf 5%.
-Perlakuan I 1 : 1 mg/l IAA; I 2 : 2 mg/l IAA; I 3 : 3 mg/l IAA; I 4 : 4 mg/l
IAA; B 1 : 2 mg/l BAP; B 2 : 4 mg/l BAP; B 3 : 6 mg/l BAP; B 4 : 8 mg/l BAP.
Tabel 3. menunjukkan bahwa jumlah tunas yang tertinggi dihasilkan pada
komposisi ZPT I 4 B 3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP), diikuti komposisi ZPT I 4 B 4
(MS + 4 mg/l IAA + 8 mg/l BAP) dan I 1 B 3 (MS + 1 mg/l IAA + 6 mg/l BAP) dengan
masing-masing rataan (1,00), (0,83) dan (0,78)%. Persentase munculnya tunas
terendah terdapat pada perlakuan kombinasi ZPT I 3 B 4 (MS + 3 mg/l IAA + 8 mg/l
BAP) sebesar 0,00%. Perlakuan kombinasi ZPT I 4 B 3 , I 4 B 4 dan I 1 B 3 berbeda nyata

Universitas Sumatera Utara

dengan kombinasi zpt I 1 B 1 , I 1 B 2 , I 1 B 4 , I 2 B 1 , I 2 B 2 , I 2 B 3 , I 2 B 4 , I 3 B 1 , I 3 B 2 , I 3 B 3 ,
I 3 B 4 , I 4 B 1 , dan I 4 B 2 .
Pada pengamatan 1 MST setelah inisiasi kultur, eksplan tampak membengkak
yang kemudian diikuti dengan merekahnya ujung eksplan. Selanjutnya setelah 2
minggu inisiasi kultur, calon tunas mikro pisang dapat terbentuk pada rekahan
tersebut yang ditandai dengan munculnya tunas
Warna perubahan eksplan yang membengkak dapat dilihat dengan warna
hijau kemerah-merahan sedangkan yang tidak membengkak dilihat dengan warna
coklat kehitam-hitaman.
Penampilan terjadi pembengkakan dan pemekaran eksplan tidak mengalami
pembengkakan. dapat dilihat pada Gambar 3 .

A
B
Gambar 3. Penampilan perubahan eksplan (pembengkakan) :
A. terjadi pembengkakan dan pemekaran.
B. tidak terjadi pembengkakan.

Universitas Sumatera Utara

Pembahasan
Pengaruh IAA terhadap pembentukan induksi tunas mikro tanaman pisang
kepok
Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan IAA berpengaruh nyata
terhadap semua peubah amatan. Pada persentase munculnya tunas dan jumlah tunas
memiliki rataan tertinggi pada I 4 ( IAA 4 mg/l) yang dikombinasikan dengan
berbagai konsentrasi BAP. Hal ini di karenakan auksin berperan dalam mengatur
pertumbuhan dan pemanjangan sel, sedangkan sitokinin berperan dalam pembelahan
sel. Hal ini karena secara seluler auksin berperan dalam pemanjangan sel, sedangkan
sitokinin memicu pembelahan sel, morfogenesis dan pertumbuhan merupakan proses
yang sangat penting dalam pembentukan tunas dan selanjutnya diikuti rediferensiasi
menuju pembentukan tunas yang dipicu oleh adanya cahaya. Hal ini diperkuat oleh
(Kusumo, 1984 dalam Maryani, 2005) yang menunjukkan bahwa sitokinin (termasuk
BAP) dan auksin (termasuk IAA) berperanan saling melengkapi dalam menginduksi
tunas.
Eksplan yang ditanam pada media dengan konsentrasi auksin yang rendah dan
sitokinin yang tinggi dapat menghasilkan pembentukan tunas yang baik, umur
munculnya tunas dan jumlah tunas dibandingkan dengan media tanam dengan zpt
yang memiliki konsentrasi auksin tinggi dan sitokinin yang rendah.
Pada peubah amatan umur munculnya tunas tertinggi dihasilkan pada
perlakuan I 1 ( IAA 1 mg/L) dengan kombinasi berbagai konsentrasi BAP. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh auksin pada media dapat
mempengaruhi terbentuknya tunas pada tanaman pisang. Hal ini diduga dengan zat
pengatur tumbuh IAA dengan konsentrasi lebih rendah pembentukan tunas yang
dihasilkan dengan rataan tertinggi. Hal ini didukung oleh penelitian Lee

(2005)

yang menyatakan bahwa rasio sitokinin yang tinggi daripada auksin akan memicu
terbentuknya tunas dan pada medium dengan konsentrasi sitokinin yang rendah tidak
mampu membuat kalus terdiferensiasi.
Pengaruh BAP terhadap pembentukan induksi tunas mikro tanaman pisang
kepok
Berdasarkan sidik ragam diperoleh bahwa perlakuan BAP berpengaruh nyata
terhadap semua peubah amatan. Pada persentase munculnya tunas dan jumlah tunas
memiliki rataan tertinggi pada B 3 ( BAP 6 mg/l) yaitu 67.71 dan 0.68

yang

dikombinasikan dengan berbagai konsentrasi IAA. Hal ini dikarenakan sitokinin
sangat efektif dalam memicu pertumbuhan tunas baik secara langsung maupun tidak
langsung. Akan tetapi pada umumnya sitokinin digunakan bersama dengan auksin
(George 1993). Hal ini berkaitan dengan fungsi sitokinin yang menurut Maryani
(2005) merupakan zat pengatur tumbuh yang berperanan dalam pembelahan sel dan
morfogenesis.
Pada peubah amatan umur munculnya tunas tertinggi dihasilkan pada
perlakuan B 2 (BAP 4 mg/L) yaitu 20,63. Berdasarkan literatur Brault (1999)
menyebutkan sitokinin merupakan komponen penting yang terlibat dalam mengontrol
perkembangan tunas. Pada level sel sitokinin berperan sebagai pengontrol banyak

Universitas Sumatera Utara

ekspresi gen, perkembangan kloroplas, dan sintesa metabolit sekunder. Sitokinin juga
berperan dalam pertumbuhan tunas adventif pada kultur jaringan.
Pengaruh interaksi IAA dan BAP terhadap pembentukan induksi tunas mikro
tanaman pisang kepok
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, secara statistik diperoleh bahwa
interaksi IAA dan BAP berpengaruh nyata terhadap persentase munculnya tunas dan
jumlah tunas namun tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap umur muncul
tunas.
Pada peubah amatan persentase munculnya tunas dan jumlah tunas tertinggi
dihasilkan pada kombinasi zpt I4B3 (MS + 4 mg/l IAA + 6 mg/l BAP) dan
pembentukan tunas terendah media dihasilkan pada media I3B4 (MS + 3 mg/l IAA +
8 mg/l BAP) dengan masing-masing rataan (100,00) dan (1,00) %. Hal ini
menunjukkan bahwa penambahan zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin pada
media dapat mempengaruhi terbentuknya tunas pada tanaman pisang. Hal ini diduga
dengan zat pengatur tumbuh IAA dengan konsentrasi lebih rendah yaitu 4 mg/l
daripada BAP dengan konsentrasi tinggi 6 mg/l pembentukan tunas yang dihasilkan
dengan rataan tertinggi. Hal ini didukung oleh penelitian

Fatmawati et

al., (2010) Kombinasi BAP 2 ppm dan IAA 0,5 ppm memberikan penggandaan tunas
terbanyak dalam kultur jaringan. Hal ini didukung oleh penelitian Lee (2002) yang
menyatakan bahwa rasio sitokinin yang tinggi daripada auksin akan memicu
terbentuknya tunas dan pada medium dengan konsentrasi sitokinin yang rendah tidak
mampu membuat kalus terdiferensiasi.

Universitas Sumatera Utara

Hal ini didukung oleh hasil penelitian Santoso dan Nursandi (2001) yang
menyatakan bahwa Sitokinin berperan dalam

memacu pembentangan sel,

pembesaaran dan pembelahan sel.
Eksplan yang dikultur secara in vitro menunjukkan perubahan awal 7 hari
setelah tanam pada media, yaitu berupa perubahan warna menjadi kecoklatan yang
menandakan bahwa eksplan mengalami browning yang disebabkan oleh oksidasi
senyawa fenolik akibat jaringan eksplan yang dilukai (Gunawan, 1988). Hal ini
disebabkan oleh aktivitas enzim oksidase yang mengandung tembaga seperti
polifenol oksidase dan tirosinase yang dilepaskan atau disintesis dan tersedia pada
kondisi oksidatif ketika jaringan dilukai (Hutami, 2008). Selain itu, Onuoha et al. (
2011) juga menjelaskan bahwa pada jaringan pisang mengandung komponen enzimenzim fenolik terutama enzim polifenol oksedase yang secara alami merupakan fitoauksin yang penting pada pisang. Pencoklatan ini pertama terlihat dibagian
permukaan bawah eksplan yang kemudian terus meluas sejalan dengan semakin
bertambahnya waktu kultur hingga menyebar hampir ke seluruh permukaan eksplan.
Pada kultur pisang, semua eksplan browning dan diduga menjadi factor yang
menghambat pertumbuhan eksplan sehingga proses inisiasi tunas dari eksplan juga
terhambat. Pembengkakan eksplan teramati pada 10 hari setelah eksplan ditanam
pada media perlakuan dan pada beberapa eksplan, pembengkakan ini diikuti dengan
munculnya kalus yang berwarna putih dengan struktur seperti butiran-butiran halus.
Proses penebalan eksplan pada bagian potongan dan di daerah yang mengalami
pelukaan. Penebalan tersebut merupakan interaksi antara eksplan dengan media
tumbuh, zat pengatur tumbuh dan lingkungan tumbuh sehingga eksplan bertambah

Universitas Sumatera Utara

besar (Yelnititis, 2012). Pada penelitian ini, diduga munculnya kalus pada eksplan
karena aktivitas auksin endogen yang terdapat secara alami dalam eksplan yang
berinteraksi dengan BA yang diberikan ke dalam media kultur. Seperti yang
dijelaskan oleh Yadav dan Tyagi (2006) bahwa pembentukan dan proliferasi kalus
dalam kultur in vitro dipicu oleh adanya hormon auksin dan sitokinin dalam media
yang mempercepat proses pembelahan dan pemanjangan sel. Sedangkan munculnya
embrioid pada eksplan yang berkalus menandakan bahwa kalus yang terbentuk dari
eksplan merupakan kalus embrionik yang dapat berkembang membentuk plantlet
melalui proses embriogenesis somatik.
Peristiwa browning ini mulai terlihat dalam 2 minggu setelah waktu inokulasi
dan berlanjut pada minggu berikutnya, browning seperti pada ditandai dengan
perubahan warna eksplan dan media menjadi coklat di sekitar tepi jaringan eksplan
yang mengalami pelukaan saat proses inokulasi.

Gambar 4. E ksplan yang seluruh permukaannya browning.
Browning dapat terjadi sebagai akibat dari tingginya kandungan senyawa
fenolik yang terbentuk serta menutupi permukaan kalus. Nisa dan Rodinah (2005)
juga mendapatkan beberapa eksplan yang mati akibat pencoklatan (browning).

Universitas Sumatera Utara

Pencoklatan salah satunya disebabkan oleh sintesis metabolit sekunder. Sintesis
senyawa fenolik yang menutupi permukaan eksplan berasal dari bagian tanaman yang
mengalami luka dan apabila keadaan ini berlangsung terusmenerus, maka akan
terakumulasi dalam media sehingga menyebabkan terhambatnya penyerapan unsurunsur hara oleh eksplan menghambat pertumbuhan eksplan khususnya kalus, bahkan
pada kultur yang lebih lanjut dapat menyebabkan kematian eksplan. Beberapa upaya
yang telah dilakukan untuk mengurangi resiko browning pada eksplan, pada tahap
sterilisasi sebelum eksplan tersebut ditanam diliri dengan air selama 15 menit
(Marlin, 2005) dengan harapan agar senyawa fenolik yang terkandung dalam jaringan
eksplan dapat tereduksi sehingga mampu mengurangi resiko terjadinya masalah
browning pada saat pertumbuhan eksplan selama dalam botol kultur. Selain itu juga
dilakukan pemindahan berulang pada media yang berbeda sebelum tanaman
mengalami kematian. Hutami (2008) untuk menghindari pembentukan fenol yang
paling umum adalah dengan mentransfer eksplan ke media baru.
Browning terjadi pada eksplan bonggol, namun persentasenya hanya sedikit,
pada tahap browning eksplan bonggol pisang kepok ditemukan sebesar 23,61 %
dimana dari 144 botol yang ditanam, diantaranya mengalami pencoklatan selama
kurang lebih 2 minggu dan minggu ke 7 selanjutnya eksplan mengalami kematian
(blacking). pada tahap pemindahan peristiwa browning.

Universitas Sumatera Utara

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Perlakuan konsentrasi IAA memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase
munculnya tunas dan umur munculnya tunas. Persentase munculnya tunas
tertinggi yaitu IAA 4 mg/l.
2. Perlakuan konsentrasi BAP memberikan pengaruh yang nyata

terhadap

persentase munculnya tunas dan umur munculnya tunas. Persentase munculnya
tunas tertinggi yaitu BAP 6 mg/l.
3. Interaksi antara IAA dan BAP memberikan pengaruh nyata terhadap persentase
munculnya tunas dan jumlah tunas. Persentase munculnya tunas tertinggi yaitu
IAA 4 mg/l dengan BAP 6 mg/l sebesar 100
Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui taraf IAA dan
BAP yang terbaik untuk induksi tunas pisang kepok serta waktu pengamatan yang
lebih lama agar tunas muncul sempurna.

Universitas Sumatera Utara