PANDANGAN JOHN STEINBECK TERHADAP MASALA

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

PANDANGAN JOHN STEINBECK TERHADAP MASALAH SOSIAL
PADA TAHUN 1930-AN DI AMERIKA DALAM NOVELNYA IN DUBIOUS
BATTLE
Revida Engelbertha 1
Faculty of Letters, Pertiwi School of Foreign Languages
Jl. Dewi Sartika Kav 2 & 3 Cililitan Jakarta 13640
Telp. 021-8090474
Abstrak
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis sudut padang John Steinbeck tentang situasi
pada tahun 1930an di Amerika. Metode yang digunakan adalah studi pustaka dengan
mengobservasi buku karya John Steinbeck yaitu In Dubious Battle dan menganalisis buku
tersebut dengan textual approach. Di samping itu penulis juga menggunakan sumber lain. Dalam
novel ini John Steinbeck membahas tentang penderitaan orang Amerika khususnya pekerja,
petani, dan orang-orang biasa. Menurut Steinbeck penderitaan mereka dikarenakan oleh faktor
ekonomi dan sistem politik yang mengganggu mereka. Pemetik buah dalam In Dubious Battle
melakukan pemogokan kerja untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik yang dapat

membantu kehidupan mereka. Dengan menganalisis novel In Dubious Battle penulis mengambil
kesimpulan bahwa John Steinbeck telah berhasil menuangkan idenya melalui novel ini. John
Steinbeck ingin menyampaikan kepada pembaca bahwa selama era depresi dan penderitaan
masih terdapat nilai-nilai martabat.
Kata Kunci : pandangan, masalah sosial
Abstract
The aim of this paper is to analyze John Steinbeck’s point of view about the situation happened in
the year of 1930 in Amerika. The method that the writer uses is library research to analyze John
Steinbeck’s book entitled In Dubious Battle by using textual approach. In addition, the writer has
also used other sources. In this novel, John Steinbeck talked about the suffering of the American
people especially the workers, the farmers, and other common people. According to Steinbeck
their suffering was caused by the economic and political system which gnawed them. The fruitpicker In Dubious Battle launched their strike in order to get their better life. By analyzing In
Dubious Battle, the writer made a conclusion that John Steinbeck was successful in conveying his
ideas through this novel. He wanted to tell the readers that during the depressing and suffering
eras there were still values of dignities.
Key Words: pandangan, masalah sosial

Pendahuluan
Sikap dan pandangan seorang pengarang dapat kita ketahui dan pelajari dari
beberapa hasil karyanya. Hal ini disebabkan karena hasil karya seorang pengarang

merupakan media dan jembatan antara pembaca dan pengarang itu sendiri. Dalam In
Dubious Battle, John Steinbeck menceritakan secara nyata sebuah pertentangan antara
kaum buruh dan majikan di sebuah perusahaan buah-buahan di California. Mac sebagai
otak dari pemogokan ini menganjurkan beberapa teori untuk menyelamatkan kaum buruh
dari tindakan majikan yang se wenang-wenang. Dalam novel ini jelas terlihat sikap
Steinbeck terhadap perkembangan sosial yang terjadi semasa hidupnya.
1

Penulis untuk koresponden, telp./HP. 021-97551158, 081381778858, email:
srevida@yahoo.com

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Kritik sosial memang sudah merupakan bagian dari kehidupan bermasyarakat.
Kritik sosial sebenarnya membantu sebuah negara mempertahankan demokrasinya. Kritik
atau kontrol sosial dapat disalurkan melalui media surat kabar, majalah, kampanye dari
golongan oposisi, atau melalui cerita-cerita berbentuk fiksi. Meskipun novel-novel

Steinbeck mempunyai latar belakang roman sejarah, dia sebagai seorang penganut sosial.
tetap menulis novel-novelnya dalam bentuk fiksi bukan dalam bentuk roman sejarah.
Pada masa kanak-kanaknya Steinbeck telah bekerja di perkebunan buah-buahan sehingga
dia dapat merasakan secara langsung suka duka para buruh perkebunan tersebut. Keadaan
ekonomi yang demikian buruknya pada tahun 1930an di Amerika membuat kehidupan
orang penuh dengan penderitaan. Dia merasakan keadaan ini secara langsung sehingga
tidaklah mengherankan apabila dalam beberapa karyanya dia terlihat berpihak pada kaum
buruh dalam pertikaian mereka dengan majikannya. Dalam hal ini penulis membatasi
ruang lingkup pembahasan dengan hanya membahas novel In Dubious Battle.
Permasalahan yang akan dibahas yaitu bagaimanakah pandangan pengarang terhadap
masalah sosial pada 1930an di Amerika yang telah mewakili aspirasi Steinbeck dalam
penuangannya dalam sejarah pada masa itu.
Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menganalisis sudut padang John Steinbeck
tentang situasi pada tahun 1930an di Amerika.
Kajian Teori
Dalam menyusun analisis dari buku In Dubious Battle, peneliti menggunakan
beberapa teori untuk menjelaskan buku tersebut. Teori yang digunakan berhubungan
dengan teori psikologi sosial dan teori sosial budaya.
Social Development Theory
Teori ini menjelaskan bahwa setelah individu melewati fase perkembangan fisik

dan perkembangan kognitif, individu akan masuk dalam fase perkembangan sosial. Pada
tahap ini, peran dari lingkungan sosial dan budaya mulai memengaruhi individu.
Pertambahan usia yang diikuti oleh perubahan fisik akan memberikan tantangan
tersendiri. Bagaimana budaya dan lingkungan memengaruhi aspek dalam kehidupan
individu sangatlah penting. Tugas dalam hidup adalah menyatukan bagian kehidupan
biologi dengan bagian lainnya yaitu kehidupan sosial yang diperoleh dari pengalaman
budaya.
Social Life Theory
Teori ini menyatakan bahwa anak-anak lahir tanpa adanya karakteristik dalam
dirinya tetapi mereka mempunyai kemampuan untuk mempelajari perilaku. Kemampuan
inilah yang harus dikembangkan selama proses sosialisasi. Proses mengajari anggota
kelompok apa yang harus dipelajari untuk meningkatkan kehidupan sosial termasuk
dalam kehidupan bersosialisasi. Dalam kehidupan sosial individu akan masuk kehidupan
budaya dan nilai-nilai dari masyarakat tersebut.
Selain berhubungan dengan nilai-nilai sosial, setiap individu memiliki perannya
masing-masing dalam sistem sosial. Ada beberapa peran dasar, seperti dalam latar
belakang keluarga, sosial, dan ekonomi. Jadi individu juga dibagi dan dikelompokkan
dalam struktur sosial dan berhubungan dengan perilaku sosial.
Metodologi


Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Penelitian ini menggunakan metode studi kepustakaan, yaitu segala usaha yang
dilakukan oleh peneliti untuk menghimpun informasi yang relevan dengan topik atau
masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi itu dapat diperoleh dari buku-buku
ilmiah, laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi, peraturanperaturan, ketetapan-ketetapan, ensiklopedia, dan sumber-sumber tertulis baik tercetak
maupun media elektronik.
Analisis
Novel ini berhubungan dengan masalah-masalah sosial masyarakat di California
khususnya dan Amerika umumnya selama masa depresi yang melanda negeri itu pada
1930-an. Namun suasana daerah pertanian di California terutama di Salinas Valley
berbeda dengan daerah-daerah lainnya, hal ini disebabkan karena pertanian di California
dimiliki oleh orang-orang kaya yang mempekerjakan ratusan pekerja dan kebanyakan
dari mereka adalah para imigran.
Daerah peladangan umumnya sangat luas dengan hasil yang melimpah, begitu
pula upah para pekerja yang sangat rendah sehingga selalu menimbulkan keresahankeresahan. Pada tahun 1936, ribuan pemetik apel di Salinas Valley melakukan aksi
pemogokan karena rendahnya upah yang mereka terima. Suasana menjadi hangat dan

berita pemogokan ini tersebar keseluruhan Amerika Serikat.
Pemerintah saat itu mengerahkan kesatuan polisi dan dibantu oleh tenaga sukarela
untuk menghentikan pemogokan. Akhirnya sebulan kemudian aksi pemogokan itu dapat
diatasi.
Pengalaman Steinbeck mengenai peladangan terjadi tatkala dia takut bekerja
memetik apel di Salinas. Sebelum dia menulis In Dubious Battle, Steinbeck pernah
mempelajari beberapa taktik dalam membangkitkan beberapa pemogokan dari beberapa
tokoh-tokoh organisasi pekerja yang melarikan diri dari pengejaran polisi. Hal ini juga
dipelajarinya dari beberapa penasehat komunis di daerahnya. Semua pengalamanpengalaman dan keterangan tentang masalah pemogokan ini memberi ilham padanya.
Sebenarnya Steinbeck sendiri bukannlah seorang komunis, malah dia sendiri mengeritik
faham komunis seperti yang terlihat dalam In Dubious Battle. Tokoh dokter, menurut
pendapat penulis, adalah suara Steinbeck sendiri. Keterlibatannya di dalam aksi
pemogokan hanyalah untuk mempelajari situasi atau gambaran yang sebenarnya seperti
kutipan berikut ini:
.... see the whole picture -as nearly as I can. I don’t want to wait to put on the
bkindere of “good” and “bad” and live it my vision. If I used the term ‘good’ on
a thing I’d lose license to –inspect it, because there might be bad in it. Don’t you
see i want to be able to look at the whole thing.”(Steinbeck, 1936 : 143)
.... melihat seluruh gambaran suasana sedekat mungkin. Saya tidak ingin
menutup-nutupi kebaikan maupun keburukan dan saya harus membiarkan

penglihatan saya sebebas mungkin. Jika saya mempergunakan istilah ‘baik’ pada
suatu hal, saya kehilangan keseimbangan penilaian saya, karena di dalam
kebaikan itu sendiri terdapat juga keburukan. Tidakkah kau sadari? Bahkan saya
akan sanggup melihat keseluruhannya.

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Sama halnya dengan penulis-penulis di tahun 1930-an, Steinbeck bermaksud
untuk menggambarkan keadaan yang sebenarnya yang terjadi di negara Amerika. Kalau
tokoh Mac dalam novel ini mengemukakan ide-idenya berdasarkan pengalamannya dari
banyaknya dia membaca, maka sang dokter berdasarkan ilmu pengetahuan dan analogi
dapat mendiagnosis dengan rinci sebagaimana kutipan berikut ini:
I want to watch those group-man, for they seem to me be a new individual, not at
all like single men. A man in a group isn’t himself at all, he’s a cell in a organism
that isn’t like him anymore than the cells in your body like you. I want to watch
the group and see what is like (John Steinbeck, 1936 : 144)
Saya ingin mengamati kelompok orang ini, karena bagiku mereka ini seperti

suatu kesatuan individu sama sekali bukan merupakan orang banyak. Seorang
dalam suatu kelompok bukan dirinya sendiri, dia merupakan sebuah sel di dalam
organisme yang menghilangkan kepribadiannya seperti juga sel-sel dalam diri
anda. Aku ingin mengamati kelompok ini dan bagaimana kesudahannya.
Penekanan terhadap pendekatan sang dokter (dalam hal ini Steinbeck) didasarkan
pada faktar-fakta, proses dan keobjektifan, dan penyelidikan atas hal manusia
sebagaimana apa adanya. Jadi bagi Steinbeck melalui mulut sang dokter, pemogokanpemogokan tidak bisa dikatakan baik dan tidak pula buruk. Menurut Steinbeck kesalahan
terbesar ada pada kesenjangan antara pemilik peladangan dan para pekerja. Merekalah
yang seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya pemogokan itu.
Steinbeck merasakan adanya kepincangan-kepincangan dalam masyarakat pekerja
pada waktu itu, sedang suasana yang suram pada masa depresi pada tahun 1930-an itu
sangat jelas digambarkannya dengan menceritakan keadaan kelompok pekerja.
An apathy had fallen on the men. They sat staring in front of them. They seemed
not to have the energy to talk, and among the the bed ragged discountented
women sat. They were listless and stale, they growed thoughtfully at their mear
and when it was finished, wipes hands on their clothes.(Steinbeck, 1936 : 74)
Suatu perasaan masa bodoh terlihat di wajah orang-orang itu. Mereka
kelihatannya seperti tidak mempunyai waktu untuk berbicara. Diantara mereka
kelihatan para wanita basah kuyup dan berperasaan tidak senang, duduk dengan
gelisah. Kebanyakan diantara mereka merasa gelisah, lesu, dan bosan. Dengan

lahapnya mereka menggerogoti daging yang mereka peroleh hari itu. Setelah
habis, mereka menyapu mulut mereka dengan baju mereka sendiri.
Dengan keadaan yang menyedihkan ini Steinbeck ingin memperlihatkan pada
dunia luar bagaimana penderitaan yang dialami para pekerja pada waktu Amerika
dilanda depresi.
Jelaslah bahwa dalam novel ini menggambarkan adanya kepincangan-kepincangan
visual yang terjadi pada masa depresi di tahun 1930-an di Amerika. Hal ini dapat juga
dilihat jelas pada hampir semua hasil karya pada masa itu mempunyai tema :
“Instance of social injustice, as in the explaination of share croppere, unskilled
workers, recent imigrant, Negroes, and other helpless group evidence of
corruption among middle class bussiness men politicians, studies of industrial
worker in action,....”

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

“Peristiwa-peristiwa tentang ketidakadilan sosial, seperti pemerasan terhadap
petani bagi hasil pekerja-pekerja yang tidak cakap, imigran-imigran yang baru,

orang-orang Negro, dan kelompok-kelompok yang lemah lainnya, bukti-bukti
tentang adanya korupsi diantara pedagang dan politisi kelas menengah tentang
aksi para pekerja,....”
Mungkin agak sukar untuk menempatkan kedudukan Steinbeck dalam sejarah
kesusastraan Amerika, karena dia tidak termasuk anggota manapun yang ada pada waktu
itu, baik komunis maupun kelompok pekerja lainnya. Dia berkembang seperti penulis
lainnya, misalnya Fitzgerald, Faulnir, dan Hemingway namun agak terpisah dari mereka
ini. Tidak seperti yang lainnya, Steinbeck tidak sedikit pun terpengaruh oleh perang
dunia pertama. Yang pasti adalah bahwa melalui tulisan-tulisannya terutama pada novel
ini dia memprotes kepincangan sosial pada masa itu.
Novel ini secara gamblang menggambarkan protes sosial, ketidakadilan ekonomi,
khususnya orang-orang yang tidak mampu mempertahankan hidup mereka karena
desakan ekonomi.
Daerah dan protes sosial adalah dua hal yang menandai karya-karya sastra pada
saat itu. Seperti Central California terutama Salinas Valley, menurut Steinbeck lebih
sesuai untuk tempat terjadinya cerita, karena tempat ini menjadi asal mula dari
pertentangan pemilik kebun apel dengan para pekerja mereka. Daerah-daerah pertanian,
pemerintah daerah dan sektor-sektor perdagangan lainnya tidak lepas dari sindiransindiran ini. Agar tepat mengena di hati pembaca, Steinbeck mempergunakan bahasa dan
dialog-dialog yang dipakai sehari-hari. Dalam hal ini bahasa yang dipakai sesuai dengan
bahasa ataupun istilah-istilah yang sering dipergunakan pada sekitar tahun 1930-an di

Amerika, karena yang berbicara adalah masyarakat rendah yaitu petani buruh, para
imigran sehingga bahasanya pun sesuai dengan bahasa yang digunakan oleh mereka.
Kesimpulan
John Steinbeck adalah seorang penulis besar dan terkenal. Karya-karyanya
terkenal di seluruh dunia dan banyak diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sebagai
seorang pengarang kaliber dunia, hasil karya sastranya dapat disejajarkan dengan
pengarang-pengarang terkenal lainnya. Hal ini tak lain karena dia dalam menggambarkan
situasi dan tema ceritanya selalu menelaah masalah kehidupan. Perhatian Steinbeck yang
sangat dalam terhadap masalah kehidupan manusia jelas kelihatan dalam
penggambarannya terhadap tokoh-tokoh ceritanya yang lemah, orang-orang bodoh
maupun orang-orang yang tidak bisa berbuat banyak dalam hidup mereka. Seperti tokoh
Mac dan Jim dalam In Dubious Battle, dalam menjalankan aksi mereka memengaruhi
para pekerja untuk mogok ternyata akhirnya menemui kegagalan bahkan Jim harus
menemui ajalnya.
Penulis memperoleh kesan bahwa Steinbeck mempunyai rasa tanggung jawab
yang besar terhadap kesejahteraan umat manusia. Dia menganggap bahwa manusia
cenderung menjadi lemah secara moral apabila dia tamak terhadap materi. Dia juga
berkesimpulan bahwa apabila ekonomi dan teknologi berkembang dengan sangat
pesatnya, peranan materi dalam kehidupan manusia menjadi penting daripada kehidupan
moral. Steinbeck setuju terhadap pendapat bahwa manusia memerlukan harta bukan
hanya untuk mempertahankan hidup semata tetapi juga untuk kebahagiaan hidup mereka.
Bagaimanapun dia berpendapat bahwa kepuasan rohani yang lebih utama.

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Meskipun Steinbeck bersimpati kepada orang-orang miskin didaerahnya, dia
masih menganggap lebih baik bagi mereka itu untuk tetap miskin tetapi unggul dalam
kebajikan dan kepribadian. Dengan menggambarkan hal ini, Steinbeck telah berhasil
memberi kesan kepada pembaca bahwa sebagai penulis dia telah membela kepentingan
orang banyak.
Setelah menganilisis novel ini penulis yakin bahwa Steinbeck tidak hanya
menghibur pembacanya tetapi juga mengemukakan pelajaran moral yang tinggi. Dia
mengajarkan kepada pembaca bahwa benda-benda yang kelihatan indah dan dapat
memberikan kebahagiaan bisa juga membawa bencana.
Masalah yang digambarkan dalam novel ini banyak dialami oleh seluruh
masyarakat dunia. Akhirnya penulis berpendapat bahwa Steinbeck adalah penulis yang
dapat memberikan gambaran masyarakat, dalam hal ini masyarakat Amerika di sekitar
tahun 1930-an melalui karya-karyanya.
Daftar Bacaan
Astro, Richard. 1974. A Study Conide To Steinbeck A Handbook To His Major
Metuchen, N. J: Scarerow Press.

Works.

Cooperman, Stanley. 1964. The Major Works of John Steinbeck. New York.
Fontenrose, Joseph. 1963. John Steinbeck: An Introduction An Interpretation. New York,
Holt, Rinehart, X Winston.
Levant, Howard. 1974; The Novels of John Steinbeck: A Critical Study. Columbia:
University of Missou – Press.
Mc Carthy, Paul. 1980. John Steinbeck: Modern Literature Monographs, New York:
Frederick Ungar.
Steinbeck, John.1936. In Dubious Battle. New York: Covide Fride.

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

A COMPREHENSIVE TRANSLATION ANALYSIS
OF THE COMPLEX SENTENCES IN AYU UTAMI’S SAMAN TRANSLATED
INTO ENGLISH BY PAMELA ALLEN
Evi Endarti
Faculty of Letters, Pertiwi School of Foreign Languages
Jl. Dewi Sartika Kav 2 & 3 Cililitan Jakarta13640
Telp. 021-8090474
Abstrak
Menerjemahkan kalimat majemuk bertingkat bahasa Indonesia ke dalam bahasa Inggris bukanlah hal yang
mudah. Penelitian ini menganalisis bagaimana kalimat majemuk bertingkat pada novel berjudul Saman
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris berdasarkan aspek kesepadanan makna, keterbacaan dan
kewajaran berbahasa. Tujuan dari penelitian ini adalah menemukan efek kesepadanan pada terjemahan
semua kalimat majemuk bertingkat. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Data
utama diperoleh dari kedua novel, baik karya asli ataupun versi terjemahan terutama untuk mendapatkan
data tentang semua kalimat majemuk bertingkat. Data pendukung diperoleh dari beberapa sumber baik
dari buku maupun internet yang berhubungan dengan permasalahan untuk memperkuat hasil
analisis. Analisis ini diuraikan dan dijabarkan bersama solusinya dengan didukung oleh teori-teori
penerjemahan. Hasil dari penelitian ini mencatat bahwa terjemahan novel ini dapat di klasifikasikan
sebagai karya terjemahan yang baik. Hampir semua kalimat majemuk bertingkat dapat diterjemahkan
sesuai dengan makna yang sepadan dari bahasa sumber (Indonesia) ke bahasa sasaran (Inggris), meskipun
ada beberapa yang diinterpretasikan secara kurang tepat. Oleh karena itu hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai salah satu contoh untuk pembelajaran terjemahan.
Kata Kunci : kesepadanan makna, keterbacaan, kewajaran
Abstract
Translating compound complex sentences in Indonesian into English is not a simple thing. This
study analyzes how those sentences translated into English in a novel entitled “Saman” in the
aspects of meaning fidelity, readability, and naturalness. The objective of this study is to find out
the meaning equivalence of compound complex sentences in Indonesia and their translation in

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

English. This study applies qualitative method. Data is taken from Ayu Utami’s novel called
Saman and its translation in English. Supporting data is taken from other sources such as books
and the internet. The analysis is verified by solutions of each problem supported by translation
theories. The result of this study is the translation of compound complex sentences in the target
language (English) is good. Most of the compound complex sentences in Indonesian are
translated equally in English. Only few of them are translated less equivalence. The result of this
study can be used as a means of translation learning.
Key Words : meaning fidelity, readability, naturalness

Introduction
In the beginning of time, communication through language is to fulfill people’s
necessities so that they can maintain good and supporting relationship. As a part of human
culture, communication is as old as human and has developed a long with the development
of human culture. Later, communication among people means to share information,
knowledge, experience or feeling with some purposes such as to inform, to persuade and to
entertain. Nowadays more than 500 million people use English. It can be inferred that
English is the most widespread language in the world and it has become a world language.
It is used not only for getting in touch with people throughout the world but also for special
and practical purposes. In the fields of administration, business, technology, education,
trade, sport, aviation etc, it is clearly seen that they are influenced by the English language.
Translation is another process of communication through language, even the notion
of communication in translation field becomes more complex. Supported by Rokhman’s
explanation in the book Penerjemahan Teks Inggris, in translation’s perspective,
communication is viewed as social interaction through messages in its own way, both oral
and written. He defines social interaction as the process by which one person relates to
others, affects the behaviour, state of mind or emotional response of another, and of course,
vise versa. It also concerns with how messages or texts interact with people in order to
produce meanings by considering the role of texts in certain culture (2006:245).
This study is intended to analyze the novel Saman written by Ayu Utami, one of the
most famous female novelists in Indonesia, who obtained her bachelors degree in Literature
Studies from University of Indoneseia. Saman has taken the Indonesian literary world by
storm and sold over 100,000 over coppies in the Indonesian language, and it is now
available in English version translated by Pamela Allen. She is the Head of the School of
Asia Languages and Studies and lecturing Indonesian at the University of Tasmania. She
tries to achieve what Ayu Utami does so well in her novel, make characters come alive
wonderfully on every page.
Talking about language skills people normally refer to listening, speaking, reading
and writing. However, there is another important skill in language learning that seems to be
neglected, namely translation. In the past, many students looked down at this skill since
they claimed that ‘speaking’ was the ultimate goal in learning English as a Foreign
Language. Then students realize that translation is unavoidable to happen in the process of
learning foreign language. To acquire the skill in translation, students need to study some
linguistic theories related to translation before actually doing the real translation. Through
these theories students can learn about what to do and how to do it so that the translation
activities that they are attempting to perform will be not only more effective in terms of
time but also more accurate and readable in terms of contents.
The problem of this study is study how far the complex sentences in novel Saman by
Ayu Utami are translated concerning the aspects of meaning fidelity, readeability and
naturalness.
The objective of this study is to find out the meaning equivalence of compound
complex sentences in Indonesia and their translation in English
Translation Theory
1

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Every translation activities will always be connected with translation theory. Based
on a solid foundation on understanding of how language works, translation theory
recognizes that different languages encode meaning in different forms. It guides translator
to find appropriate ways in preserving meaning, while using the most appropriate forms of
each language.
Translation theory is a tool which contains a standard of requirement to guide a good
translation. Newmark in his book Approach to Translation points out that if a text of
translation is out of context, the translation theory shows the possible translation
procedures. It concerns in making choices and decisions either the source language or the
target language (1981:19).
The word translation comes from the Latin language ‘translatio’, consisting of ‘trans’
(across) and ‘latum’ (carry), and the meaning is ‘what is carried across’. In general,
translation means the replacement of textual material in one language (SL) by equivalent
textual material in another language (TL) (Catford, 1969:20).
In his book Meaning-Based Tranlation, A Guide to Cross-Language, Larson explains
that translation consists of the process of:
Studying the lexicon, grammatical structure, communication situations and cultural
context of the source language text, analyzing it in order to determine its meaning,
and reconstructing this same meaning using the lexicon and grammatical structure
which are appropriate in the receptor language and its cultural context. (Sasmito,
2005:5)
The purpose of translation is to produce new text of language from another language
which has the same content and meaning, and to achieve the same level of meaning
requires a proper principle of translation. To make the process of translation run well, the
translator needs a tool known as translation theory. It is a body of knowledge about the
process of translating.
However, Beaugrande warns that :
It is inappropriate to expect that a theoritical model of translation should solve all
the problems a translator encounters. Instead, it should formulate a set of strategies
for approaching problem and for coordinating the different aspect entailed.
(Sasmito, 2005:4)
Kinds of Translation
According to Larson (1984:5) translation is classified into two main types, namely:
1. Form-based Translation:
It attempts to follow the form of the Source Language and it is known as literal
translation.
2. Meaning-based Translation:
It attempts to make every effort to communicate the meaning of the SL text in the
natural forms of the receptor language.

1

Process of Translation
A good translator must take several steps in reexpressing the original text into the
translated version. The process of translation can be seen as follows:

Source Language

Target Language

Analysing

Restructuring

Transferring

1. Analysing
The first step in translation process is to analyse and study the form and content of the
SL text by reading the text to know the subject matter and its content in general. “The
understanding of texts is not limited within the text itself, rather in the context which
texts are produced (writer’s view) and interpreted (translator’s and reader’s view)”
(Hoed, 2006:26).
2. Transferring
Transferring is usually done on translator’s mind and can be very short. Any language
has form and content, transferring means to find and tranfer form and content so a
translator must be able to find suitable form equivalence or suitable meaning
equivalence. Meaning equivalence must be given priority over form (structural)
equivalence in translation. If it is needed, form equivalence must be changed to retain
the mening equivalence
3. Restructuring
In this step the translator tries to find the appropriate meaning equivalence, readability
and naturalness in TL so that the message in the SL can be reexpressed properly in TL.
A Good Translation
The main objective of translation is to preserve the replacement of textual material in
one language (SL) by equivalent textual material in another language (TL). A sucessful or
good translation can be considered by the criteria as follows:
1. Meaning Fidelity:
Meaning fidelity means that the content and style of the original text should be
preserved as far as possible in the translation text. It refers to the quality of being
accurate ans should also refer to how clesely a translation honours the natural lexical
and grammatical patterns of the target language. The example below is taken from
Theory of Translation by A. Sasmito (2005: 28):
SL : Educationist became persuaded that the competition in the classroom
was the best way to promote industry among students.
TL : Para pendidik diyakinkan bahwa persaingan di dalam kelas adalah
1

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

cara terbaik untuk mempromosikan industri diantara murid-murid.
(Low meaning fidelity).
TL : Para pendidik menjadi yakin yakin bahwa persaingan di dalam kelas
adalah cara terbaik untuk meningkatkan belajar diantara para murid. (High
meaning fidelity).
2. Readability:
Writing is readable when its meaning can be quickly and easly understood by the reader
for whom it is intended. The more difficult the text is to understand the lower
readability it has, for example:
SL : Jane’s reckless driving angered her father.
TL : Kecerobohan Jane mengemudi memarahi ayahnya. (Low readability).
TL : Kecerobohan Jane mengemudi membuat ayahnya marah. (High readability).
3. Naturalness :
To meet the level of naturalness, the translator has to ensure that his translation makes
sense, it sound naturally and it is written in ordinary the target language, for example :
SL
: It’s raining cats and dogs.
TL
: Ini adalah hujan kucing-kucing and anjing-anjing (Low naturalness).
TL
: Hujan deras sekali (High naturalness).
Translation Analysis
Translation analysis in this study is an essential link between translation theory and
its practice, particularly in criticizing someone’s else translation since the text may take
differently translated depending on the preffered method of the translator. The challenge in
translation analysis here is to state the researcher own principle category but at the same
time to elucidate the translator’s principles. In interpreting the translator’s intention and
procedures, the researcher is not criticizing them but attempting to understand why the
translator has used these procedures.
After considering whether the translation of Saman is succesful in its own terms, it is
evaluated by the aspect of meaning fidelity, readability and naturalness. In term of
meaning fidelity and naturalness aspects, the supported theory is taken from Newmark’s
Theory of A Textbook of Translation; whereas, the term of readability aspect is taken from
William’s Theory of Readable Writing. To be able to answer the problem formulation
appeared, it is intended to classify the result of the translation analysis into three groups.
The first group is Equivalent Translation, which means that the translator is successful to
render the exact contextual meaning appropriatly from original into the translation version.
The second group is Less Equivalent Translation, which means that the meaning of the
translation can be accepted but it is not presented in proper way. The last group is Not
Equivalent Translation, which means that the translated version fails to achieve the same
meaning equivalence since the translator fails to reexpress the author’s intentions that are
not effectivelly presented.
Methodology
The researcher uses the descriptive qualitative method to analyze the complex
sentences on Ayu Utami’s Saman translated into English by Pamela Allen. She looks for

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

the data, collects and classifies the data and then analyses the data. Based on the result of
the research, the researcher sistematically makes the conclusion.
The first data of the research are both versions of the novel, Saman written by Ayu
Utami and the English version of Saman translated by Pamela Allen. The researcher
collects the data from sentences in both versions of the novel to find all complex sentences
and then underline them. There are 110 complex sentences divided into three
classifications: 31 complex sentences with noun clauses, 49 complex sentences with
adverbial clauses, and 30 complex sentences with adjective clauses. Dealing with the data
collecting technique, the writer puts some codes to the sentences mentioned above, for
example, (S, 2:19) and (Sm 11:47). It means :
S
= Saman (the title of original novel by Ayu Utami).
Sm = Saman (the title of translated version by Pamela Allen).
2
and 11 = page of the novel.
19 and 47 = line on the page.
The next step of the analysis is to classify the result of the analysis in English version
into three categories. There are equivalent translation, less equivalent translation and not
equivalent translation based on the aspects of meaning fidelity, readability and naturalness.
The examples of the detail analysis in each classification are presented in the form of
codes. Then, the writer gives a profound evaluation and draws the conlusion at the last step
of this study.
For the secondary data, the writer finds out some resources from internet and books
related with the subject matter.
The research instrument of this study is Saman written in Indonesian and its
translation in English. Both novels take a role as instruments to collect data. Besides, the
writer is also an instrument to collect the data.

Analysis
The data analysis is shown in the table below:
1. Noun Clauses
1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

30

31
2. Adverbial Clauses
32

33

34

35

36

37

38

39

40

41

42

43

44

45

46

47

48

49

50

51

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62

63

64

65

66

67

68

69

70

71

72

73

74

75

76

77

78

79

80

3. Adjective Clauses
81

82

83

84

85

86

87

88

89

90

91

92

93

94

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

105

106

107

108

109

110

Note:

Equivalent meaning
Less
Equivalent
Equivalent meaning
The result of the analysis is Not
shown
as follows:
meaning

1. Equivalent meaning

100

:
x 100 = 90,91 %

2. Less Equivalent110
meaning :
2

x 100 = 1,82 %

3. Not Equivalent meaning
:
110

8 x 100 = 7,27 %

110

From the diagram above, it can be concluded that most of the translation text are
equivalent in meaning since the translator is succesful to reproduce the source language
messages into the closest natural equivalent meaning in the receptor language.

Jurnal Langue, Oktober 2010
ISSN 1963-0487

Vol. 4, No. 2

Samples of Analysis Process
The tabel below shows some examples of how the analysis process of translation is
done in each category. In the category of equivalent meaning, it presents the translator’s
strategies in rendering the exact contextual meaning so that the translation text can achieve
high meaning equivalence. In the category of less equivalent meaning and not equivalent
meaning, it can be seen several factors that make the translator fail to deliver the message
in the same as author’s intention.

EQUIVALENT MEANING

NO
1.

CODE
Data number (30).

SENTENCES
SL :
Ada bule yang bertanya
apakah sebaiknya ada
kampanye agar konsumen
Amerika memboikot produk
Indonesia yang dikerjakan
dengan upah buruh rendah,
seperti sepatu Nike. Menurut
Diyanti itu malah akan
merugikan buruh.
TL :
When an American participant
asked whether U.S consumers
should be boycotting
Indonesian-made products such
a Nike shoes which are
produced using exploitative
industrial ractices, she replied
that it would only hurt the
workers.

2.

Data number (34).

SL:
Unggas-unggas kecil mencari
matahari dari celah-celah
daun. Mereka membiarkan
garis-garis cahaya memanai
berahi hingga tanak seperti
nasi.

STRATEGIES
1. Using highly
frequent words.

2. Changing the
form of two
sentences in SL into
one sentence in TL.

3. Rearranging the
words’s sequence,
SL : ...produk
Indonesia yang...,
seperti sepatu Nike.
TL : ...Indonesianmade products such
a Nike shoes which
are...

1. Using highly
frequent words.

TL :

2. Using figurative
expression of
simile. SL : ...tanak
seperti nasi.
TL: ...bread fresh
from the oven.

Small birds seek the sun
through the gasp in the leaves,
allowing its rays to heat their

3. Changing the
form of two
sentences in SL into

passion until lust blossoms,
warm as bread fresh from the
oven.

one sentence in TL.
4. Reducing the
adjective clauses:
a). ..
.allowing...derived
from “which
allow”.
b). ...warm...derived
from “which is
warm”.

3.

Data number (37).

SL :
“Dia disekolahkan oleh Texcoil
ke Amerika dengan
permohonan konsesi di Natuna
dilicinkan,” kata Sihar.
TL :
“Texcoil paid for Rosano’s
schooling in America,
promised him a job on the
proviso that his father would
fast-track their tender for the
concession in Natuna,” he
explained.

1. Changing the
complex sentence in
SL into compound
complex sentence in
TL.
2. Changing the
passive voice in
into the active
sentence in :
a) SL : Dia
disekolahkan oleh
Texcoil...
TL : Texcoil paid
for Rosano’s
schooling...
b) SL : ....konsesi di
Natuna dilicinkan.
TL : ...that his
father would fasttrack their tender
for the concession
in Natuna.
3. Using special
terminology (...fast-

track...).
LESS EQUIVALENT MEANING

NO
1.

CODE
Data number (100)

SENTENCES
SL :
Kong Tek, begitu dulu ia
menyebut orang Cina yang
membuka warung dekat
rumahnya, kini telah mengganti
nama jadi Teki Kosasih. Ia
menjadi suplier minyak.
TL :
Kong Tek as he used to call the
Chinese man who had owned a
warung near their home, had
changed his named into Teki
Kosasih because recently the
Chinese were encouraged to
change their name into ones that
sounded more Indonesia, he
was a supplier of an oil
company.

PROBLEMS
1. Presenting
overlong sentence.
2. Using
unappropriate
vocabulary choice.
SL : warung
TL : a warung

NOT EQUIVALENT MEANING

NO
1.

CODE
Data number (36).

SENTENCES
SL :
Ia hampir jatuh karena ombak
tak juga teduh.
TL :
He was almost washed into the
water by a wave.

PROBLEMS
1. Changing the
complex sentence
into a simple
sentence
2. Ommiting cause
and effect factor.
SL : Cause clause

(... karena ombak
tak juga teduh).
The effect : (Ia
hampir jatuh...)
TL : There is not
any clause pointing
the cause and
effect factor.
2.

Data number (70).

SL :

Getting failure to
lexical
Ia muncul tiba-tiba seperti make
bocah pemain layang-layang adjustment.
yang tahu bahwa angin barat SL : (...sehingga
mulai surut sehingga kupu- kupu-kupu kertas
kupu
kertas
itu
perlu itu
perlu
dihidupkan lewat gelasannya.
dihidupkan lewat
gelasannya).
TL :
He would suddenly pop up like TL : The SL clause
to
be
a kid wiyh a kite who knows fails
that the west wind is beginning translated.
to die down.

3.

Data number (98).

SL :
Setelah itu pohon-pohon kelapa
yang jangkung maupun yang
genjah, yang memberi makan
kumbang badak dengan bunga
dan tunasnya.
TL :
Next were the coconut palms,
both the tall variety and the
early-ripening kind, whose
flowers and shoots provided
food for the rhinos

Getting failure to
identify
the
animal’s name that
causes
the
deviation
of
meaning.
SL
:
(...yang
memberi
makan
kumbang
badak
dengan bunga dan
tunasnya).
TL : (...whose
flowers and shoots
provided food for

the rhinos).

4.

Data number (102).

SL :
Dia barangkali bekas manusia
yang telah tersiram belerang
mendidih oleh si iblis yang
baru dilepaskan dari penjara di
jurang maut seribu tahun
lamanya.
TL :
Could this be some godforsaken
creature bathed in sulfur by
Satan and released from a
thousand years imprisonment in
the valley of death?

1. Getting failure
to
make
grammatical
adjustment
by
changing
the
complex sentence
into the compound
sentence.

2. Not presenting
the time order as
the SL text.
SL : (...si iblis
yang
baru
dilepaskan
dari
penjara...).
TL : (...by Satan
and released from
a thousand years
imprisonment...).

5.

Data number (104).

SL :

1. Getting failure
make
Lelaki yang baik itu telah to
begitu percaya pada Wis grammatical
to
sehingga ia menitipkan kunci adjustment
rumah supaya Wis bisa tetap identify the word
as
the
memutar
ulang
kenangan “baik”
adjective clause in
kanak-kanaknya.
SL translated into
TL :
“kindly” as adverb
The man trusted Wis so much of manner in TL.
that he kindly gave him the key SL : (Lelaki yang
to the house so he could

continue to relive his childhood baik itu...).
memories.
TL : (The man...he
kindly gave...).

2. Getting failure
to use appropriate
vocabulary choice.
SL
:
menitipkan
rumah...).

(...ia
kunci

TL : (...he kindly
gave him the key
to the house...).
Conclusion
The novel Saman translated by Pamela Allen can be regarded as a good
translation considering the aspects of fidelity, readability and naturalness. Most of the
complex sentences appeared in the novel can be reexpressed properly from source
language into target language. The process of translation also involves much
collaboration with Ayu Utami, the author of Saman, so that the translator is successful
to render the exact contextual meaning as the original, first in term of content and
second in term of style.
Suggestions
Translation is an interesting subject because it covers a wide scope of English
knowledge and skill. Related to the analysis of this study, the researcher suggests the
following:
1. It would be advisable for the teachers to improve the teaching of translation both
the theory and practice in order that all students master this subject to a high
degree to meet a requirement for a young professional translator.
2. The students who learn English should practice more on translation because
through translation they can apply all knowledge they have learnt.
3. In translating a text, a translator should solve the problems by various approaches
to produce equivalent meanings.
Bibliography

Alwi, Hasan. 2003. Tata Bahasa Baku Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Hoedoro, Benny Hoed. 2006. Penerjemahan dan Kebudayaan. Cet. Pertama. Jakarta:
PT. Dunia Pustaka Jaya.
Newmark, Peter. 1988. A Textbook of Translation. London: Prentice Hall
International (UK) Ltd.
Rokhman, Muh. Arif. 2006. Penerjemahan Teks Inggris. Yogyakarta: Pyramid
Publisher.
Sasmito, Awidyo. 2005. Theory of Translation. Jakarta: STBA Pertiwi.
Suryawinata, et.al. 2003. Translation: Bahasan Teori & Penuntun Praktis
Penerjemahan. Yogyakarta: Kanisius.
Universitas Terbuka. 1996. Translation: Materi Pokok PING 4449/ 2 SKS/ Modul 16. Jakarta.
Utami, Ayu. 1998. Saman. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.
Utami, Ayu. 2005. Saman. Translated by Pamela Allen. Jakarta: PT. Equinox
Publishing.
William, Ray. 1985. Readable Writing. A Manual for Author and Editors of
Educational Textbooks. England: Longman Group Limited.

KETERASINGAN DIRI DAN SIKAP PERMUSUHAN MANUSIA DENGAN
DIRI, SESAMA, DAN ALAM LINGKUNGANNYA DALAM CERPEN TO

BUILD A FIRE KARYA JACK LONDON DENGAN PENDEKATAN
FORMALISME
Wulansari1
Faculty of Letters, Pertiwi School of Foreign Languages
Jl. Dewi Sartika Kav 2 & 3 Cililitan Jakarta 13640
Telp. 021-8090474

Abstract
To Build A Fire is one of Jack London’s well-known short-stories figuring out the difficulty of
a man in identifying his own nature as a human being in understanding the significance of signs
and their meanings experienced in his life.The aim of this study is to identify the meanings of the
diction or phrases in implying the self-alienation and hostility of a man in facing his own life,
surrounding, and nature.This research uses descriptive analysis and applies formalism approach
to analyze the art of languages used by the author in emphasizing the sharpness of its theme on
the human’s stupidity, hostility, and arrogance potrayed through beautiful dictions and language
style.
Key words : Self-alienation, hostility
Abstrak
To Build A Fire merupakan salah satu cerita pendek terkenal karya Jack London yang
menggambarkan kesulitan seorang laki-laki dalam mengenali dirinya sendiri sebagai manusia
dalam proses memahami pentingnya tanda beserta makna dari apa yang ia alami dalam
hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengenali makna dari pilihan kata dan frasa
dalam menyiratkan keterasingan diri dan sikap permusuhan seorang manusia dalam menghadapi
kehidupannya, lingkungannya, dan alam sekitarnya. Penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif dan menerapkan pendekatan formalisme untuk menganalisa seni dari bahasa yang
digunakan oleh pengarang dalam mempertajam tema mengenai kebodohan, permusuhan, dan
kesombongan manusia yang tergambar melalui pilihan kata dan gaya bahasa yang indah.
Kata kunci: Keterasingan diri, sikap permusuhan

Pendahuluan
Menganalisis dan memahami sebuah karya sastra baik dalam bentuk cerita
pendek, novel, puisi, drama, maupun puisi dengan sudut pandang dan pendekatan
sastra yang berbeda namun tepat memberikan kesempatan pembacanya untuk
mendapatkan kedalaman interpretasi yang makin memperkaya makna karya sastra
tersebut. Di dalam analisis singkat inipun penulis berusaha memahami sebuah karya
sastra dari pendekatan formalisme.
Menawarkan sebuah karya sastra kepada masyarakat sama saja memberikan
kesempatan sebesar-besarnya kepada masyarakat pembaca untuk ikut menentukan
1

Penulis untuk koresponden, telp./HP. 08151666522, email: woooels@gmail.com

pemaknaan dari karya sastra tersebut. Banyaknya pendekatan sastra yang digunakan
sebagai alat untuk lebih memahami karya sastra memungkinkan kita mendapatkan
wawasan seluas-luasnya akan nilai-nilai artistik yang terkandung dalam sebuah karya
sastra. Pendekatan formalisme merupakan satu pendekatan karya sastra yang
memberikan banyak inspirasi pembaca untuk mendapatkan pemahaman melalui
pemakaian bahasa yang khas lewat deviasi dan distorsi dari bahasa praktis. Setelah
membaca karya dari Jack London berjudul To Build A Fire saya tertarik untuk
mengenalisisnya dengan pendekatan Formalisme.
Kajian Teori
Pendekatan formalism adalah sebuah teori yang awalnya berkembang di
Rusia pada awal 1920 dan dipelopori oleh ahli bahasa dan formalis Rusia bernama
Victor Shklovsky. Pendekatan yang digunakan untuk menganalisa karya sastra ini
menitikberatkan pada proses defamiliarisasi. Proses defamiliarisasi ini menekankan
penggunaan bahasa yang mampu mengembalikan kesadaran kita akan hal atau objek
yang biasa menjadi tidak biasa, dan berbeda melalui pencitraan (imagery),
simbolisme (symbolism), perbandingan (comparison), kalimat paralel (negative
parallelism), gaya bahasa hiperbola (hyperbole), pengulangan ( repetition), dan
penundaan atau perpanjangan plot.
Dalam buku Modern Criticism and Theory, Shklovsky menjelaskan secara
jelas bahwa arti penting seni adalah dalam proses menggambarkan atau menjelaskan
suatu objek dan bukan terpaku pada objek itu sendiri.” the purpose of art is to impart
the sensation of things as they are
perceived and not as they are known. The
technique of art is to make objects ‘unfamiliar’, to make forms difficult, to
increase the difficulty of
length and perception, because the process of
perception is an aesthetic
end in itself and must be prolonged.” ( David Lodge,
1994:20) He says that art is a way of experiencing the artfulness of an object; the
object is not important.
Dalam buku A Dictionary of Literary Terms and Literary Theory book, arti
dari proses defamiliarization yang ditegaskan oleh Shklovsky adalah:
It is a translation of the Russian ostranenie ‘making strange’. To
‘defamiliarize’ is to make fresh, new, strange, different what is familiar and
known. Through defamiliarization the writer modifies the reader’s habitual
perceptions by drawing attention to the artifice of the text. This is a matter of
literary technique. (1998:213)
Setiap pembaca yang mencoba menganalisis sebuah karya dengan pendekatan
ini harus memastikan bahwa karya sastra tersebut kaya dengan proses pengalihan dari
yang biasa menjadi tidak biasa melalui teknik penulisan bahasa dan juga gaya
bahasaa yang memperjelas arti sebuah kata. Rutinitas telah mengurangi nilai penting
kerja, pakaian, pernikahan, cinta, bahkan ketakutan akan suatu hal. Shklovsky juga
menegaskan, “the art exists that one may recover the sensation of life; it exists to
make one feel things, to make the stone stony”. (1917:20) Suatu makna dan arti
penting satu benda, objek, barang, ataupun hal ditentukan dari bagaimana kita

menerangkan, menggambarkan, dan memaknainya melalui bahasa dan gambaran
yang sedikit lebih panjang, puitis, penuh simbol, pencitraan, pengulangan,
penundaan dan perpanjangan plot.
Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis
deskriptif. Teknik penelitian ini dilaksanakan berdasarkan kajian pustaka dengan
objek utama penelitian,cerpen karya Jack London berjudul To Build a Fire dan
menggunakan teori pendukung yang berhubungan dengan sastra, dan pendekatan
formalisme. Unsur naratif dalam teks , seperti tokoh, dan tema cerpen ini dijadikan
sebagai bahan penelitian dan pendukung diskusi dan pembuktian analisis. Penelitian
ini bertujuan untuk mengungkapkan tema keterasingan dan sikap permusuhan
manusia dengan diri, sesama, dan lingkungannya melalui efek defamiliarisasi
penyampaian cerita.
Pendekatan formalisme diambil penulis untuk melakukan analisis deskriptif
atas cerpen To Build a Fire dengan menekankan pembahasan dari aspek-aspek
kebahasaan dan efek defamiliarisasi melalui perbandingan, kontras, penundaan plot,
pengulangan, pencitraan, dan juga deskripsi cerita yang panjang. Pendekatan
formalisme ini dianggap tepat untuk diambil sebagai alat analisis karena kentalnya
efek defamiliarisasi yang terbangun dari pilihan kata, gambaran yang panjang dan
jelas dari tokoh dan penokohannya, latar tempat, bahkan tema cerita dalam cerpen
To Build a Fire.
Pembahasan dan Hasil

Melalui proses pembacaan To Build a Fire, penulis melihat begitu
dominannya penggambaran tokoh laki-laki pulau Yukon dan penokohannya yang
ditonjolkan dari narasi cerita, perilaku, sikap, dan pemikirannya yang sering
dibandingkan dengan keberadaan seekor anjing yang begitu setia dari awal perjalanan
s