FAKTOR FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KE (1)

Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru tahun 2013

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN
OBESITAS PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS GARUDA PEKANBARU TAHUN 2013
Yan Sartika
Dosen Poltekes Depkes Riau, Indonesia
ABSTRACT

Nowadays obesity has become a global epidemic, where children tend to become
obese adults, and finally obesitassaat can experience health problems. The
purpose of this study was to determine the factors associated with the incidence of
obesity in primary school children in Puskesmas Garuda 2013. This research is
analytic survey with case-control study design. The location of research is
elementary school located in Puskesmas Garuda Pekanbaru conducted in MayAugust 2013. The population in this study were all primary school children who
are obese as a child 197 and 1518 cases of normal weight children as control
techniques sampling using cluster sampling. The research instrument was a
questionnaire in the form of a questionnaire. Collecting data using primary and
secondary data by distributing questionnaires and documentation. Data processing
technique is computerized with SPSS version 16. Analysis of the relationship

between variables using chi_square test. The result showed an association
between a history of exclusive breastfeeding with obesity (p = 0.044, OR = 3.095,
95% CI = 1.010-9.48), there is a relationship between duration of breastfeeding
with obesity (p = 0.037, OR = 0310, 95% CI: 0.101 to 0953, there is a relationship
with the frequency of fast food consumption with obesity (p = 0.018, OR = 3.889,
95% CI: 1.230 to 12.292). Expected promotion of exclusive breastfeeding,
duration of breastfeeding and frequency of consumption of fast food will help
reduce the risk of obesity in children because it is known that children who are
obese have a higher risk of becoming obese adults.
Bibliography : 27 (2000-2012)
Keywords
: Obesity, Asi, fast food
PENDAHULUAN
Tujuan Pembangunan kesehatan
adalah
untuk
meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan
hidup sehat bagi setiap orang agar
terwujud

derajat
kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan
sumber daya manusia yang produktif
secara
sosial
dan
ekonomis.
Pembangunan kesehatan dilakukan
secara
bertahap
dan
berkesinambungan.
Visi

pembangunan
Gizi
adalah
mewujudkan keluarga mandiri sadar

gizi untuk mencapai status gizi
masyarakat yang optimal (Depkes
RI,2006)
World health organication (WHO)
telah
mendeklarasikan,
obesitas
sebagai
epidemiologik
global.
Prevalensinya meningkat tidak saja
dinegara-negara maju, tetapi juga di
negara-negara berkembang termasuk
indonesia.Kejadian
obesitas
di
negara-negara maju seperti di negara

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau


Page 59

Yan Sartika

Eropa, USA, dan Australia telah
mencapai tingkat epidemi. Dicina,
kurang lebih 10% anak sekolah
mengalami obesitas, sedangkan di
Jepang prevalensi obesitas pada umur
6-14 tahun berkisar antara 5-11%
(Adriani, 2012). Di Amerika Serikat
yang dimuat dalam Nutrional Journal
2005 menyebutkan bahwa penderita
obesitas pada anak-anak mencapai
11%, Di Eropa 22 juta anak
mengalami kegemukan dan obesitas
(Ginanjar, 2009).
Masalah gizi di Indonesia saat ini
memasuki masalah gizi ganda.
Artinya, masalah gizi kurang masih

belum teratasi sepenuhnya, sementara
sudah muncul masalah gizi lebih. Gizi
Kurang banyak dihubungkan dengan
penyakit-penyakit infeksi, maka gizi
lebih atau obesitas dianggap sebagai
sinyal
awal,
dan
munculnya
kelompok
penyakit-penyakit
degeneratif/non infeksi yang sekarang
ini banyak terjadi di seluruh pelosok
Indonesia. Tingginya
prevalensi
obesitas, gizi lebih, hipertensi, dan
beberapa
penyakit
degeneratif
lainnya, menyebabkan tingginya

angka morbiditas dan mortalitas di
indonesia (Hanam, 2005).
Obesitas adalah kelebihan berat
badan sebagai akibat dari penimbunan
lemak tubuh yang berlebihan.Obesitas
ditandai dengan nilai BMI (Body
MassIndex)di atas persentil ke -95
pada kurva pertumbuhan, sesuai umur
dan jenis kelaminnya (Proverawati.
A, 2011). Obesitas pada masa anak
dapat meningkatkan risiko timbulnya
pelbagai gangguan kesehatan, seperti
kencing manis (DM tipe 2),
hipertensi,
penyakit
jantung,
gangguan
pernapasan,
dan
mempengaruhi hubungan sosial anak

dengan teman sebaya (Ginanjar,
2009).

Beberapa
faktor
penyebab
obesitas pada anak belum diketahui
secara pasti hingga saat ini. Namun
berbagai
penelitian
ilmiah
menunjukkan
bahwa
penyebab
kegemukan dan obesitas bersifat
multifaktor yaitu faktor genetik,pola
aktivitas dan pola makan. (Ginanjar,
2009). Pola makan yang tidak sehat
yaitu dengan mengkonsumsi makanan
yang berlebihan yang berasal dari

jenis makanan olahan serba instan,
jajanan tidak sehat dan cepat saji (fast
food). Selain itu obesitas dapat terjadi
pada anak yang ketika masih bayi
tidak dibiasakan mengkonsumsi air
susu ibu (ASI) (Adriani, 2012).
Sejalan dengan itu lama pemberian
ASI juga
memperkecil
risiko
terjadinya obesitas (IDAI, 2008).
Beberapa penelitian tentang efek
protekti ASI terhadap obesitas
memperlihatkan hasil yang bervariasi.
Kajian terhadap 61 penelitian
(mencakup 298.900 subjek) tentang
hubungan menyusui dengan kejadian
kegemukan dan obesitas pada usia 68 tahun memperlihatkan penurunan
kejadian obesitas pada anak yang
mendapat Air Susu Ibu (ASI) saat

bayi (Aspri,2012). Hal ini sejalan juga
dengan
hasil
penelitian
oleh
Handayani (2010) mengatakan bahwa
pemberian ASI dapat memperkecil
resiko terjadinya obesitas jika ASI
diberikan > 12- 24 bulan.Obesitas
permanen, cenderung akan terjadi bila
kemunculannya pada saat anak
berusia 6-7 tahun, dimana pada masa
ini terjadi penimbunan sel lemak
meningkat kembali (Rebound). Maka
perlu upaya pencegahan terhadap gizi
lebih dan obesitas sejak dini (usi
sekolah) (Aritonang,2003)

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau


Page 60

Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru tahun 2013

Beberapa hasil penelitian juga
menunjukkan adanya keterkaitan
antarakonsumsifast
fooddengan
kejadian obesitas. Sebuah penelitian
yang dilakukanselama 15 tahun di
Amerika Serikat memperlihatkan,fast
foodyang sudahmenjadi bagian dari
kehidupan
modern
terbukti
berkolerasi
positif
terhadappeningkatan obesitas. Orang
yang terbiasa makan di restoran cepat

saji (fast food), minimal2 kali
seminggu, umumnya memiliki bobot
badan lebih berat sebanyak 4-5
kgdaripada orang yang tidak makan di
restoran cepat saji.
Menurut
data
dari
Dinas
Kesehatan Kota pada tahun 2012,
status gizi anak Sekolah Dasar di
Pekanbaru dari 19.333 anak kelas 1
yang dlakukan penjaringan kesehatan
, 792 anak (4,1%) dengan status gizi
kurang, 1178 anak (6,1%) dengan
status gizi lebih , 17230 anak (89,12
%) dengan status gizi normal, dan
menurut data dari Dinas Kesehatan
Kota Pekanbaru tahun 2012 dari 20
Puskesmas
yang
melakukan
penjaringan kesehatan, Puskesmas
dengan status gizi lebih pada anak
sekolah tertinggi yaitu wilayah kerja
Puskesmas Garuda sebanyak 197
anak (10.8%) yang dilakukan pada 24
Sekolah dasar (Dkk, Pekanbaru
2012).
Berdasarkan uraian di atas tentang
obesitas, ASI dan Fast food, maka
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
di
Wilayah
Kerja
Puskesmas Garuda Pekanbaru dengan
judul “ Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kejadian
Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar
Di Wilayah Kerja Puskesmas
Garuda Pekanbaru Tahun 2013”.

Tujuan Penelitian
Untuk membuktikan faktorfaktor yang berhubungan dengan
kejadian obesitas pada anak sekolah
dasar di wilayah kerja Puskesmas
Garuda Tahun 2013.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis
penelitian survey analitik, yaitu untuk
mengetahui tentang faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian
obesitas pada anak sekolah dasar di
wilayah kerja Puskesmas Garuda
Pekanbaru dengan desain penelitan
Case Control. Waktu penelitian
dilakukan dari Mei-Agustus tahun
2013. Tempat penelitian dilakukandi
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda
Pekanbaru. Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh anak sekolah dasar
yang mengalami obesitas sebanyak
197 anak sebagai kasus dan 1518
anak sekolah dasar yang berat
badannya normal sebagai kontrol.
Sampel berjumlah 40 anak obesitas
sebagai kasus dan 20 anak normal
sebagai kontrol yang diambil dengan
teknik cluster sampling. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian
adalah menggunakan data primer
dengan melakukan penimbangan
berat badan dan pengukuran tinggi
badan, serta menyebarkan angket
kepada orang tua murid. Analisa data
menggunakan analisa univariat dan
bivariat.

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 61

Yan Sartika

a. Hubungan riwayat pemberian ASI
dengan kejadian obesitas

HASIL PENELITIAN

diberikan Asi Eksklusif. Sedangkan
dari 20 anak normal 7 orang (35,0%)
tidak diberikan Asi Eksklusif dan 13
orang (65,0%) diberikan Asi
Eksklusif.
Hasil uji statistik diperoleh
pvalue< 0,05 (p=0,044) artinya ada
hubungan yang signifikan antara
riwayat pemberian ASI Eksklusif
dengan kejadian obesitas. Nilai OR
yang didapat yaitu sebesar 3,095
(95% CI : 1,010-9,485) artinya anak
yang tidak diberi ASI Eksklusif
semasa bayi berpeluang 3,095 kali
mengalami obesitas dibandingkan
anak yang diberi ASI Eksklusif.
b. Hubungan lama pemberian ASI
dengan kejadian obesitas

Tabel 5.1
Hubungan Riwayat Pemberian Asi
Eksklusif
Dengan
Kejadian
Obesitas Pada Anak Sekolah Di
Wilayah kerja Puskesmas Garuda
Pekanbaru Tahun 2013
Kasus
ASI
Eksklusif
Tidak ASI
Eksklusif
Total

N
1
3

%

7

35

2
0

100

65

Kontrol
N
1
5
2
5
4
0

%
37,
5
62,
5
100

Tot
al
N
28
32

pval

OR

ue

3,09
5

0.04
4

60

Dari tabel 5.1 diketahui
bahwa dari 40 anak yang obesitas 25
orang (37%) tidak diberikan ASI
Eksklusif dan 15 orang (37,5%)

Tabel 5.2
Hubungan Lama Pemberian Asi Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak
Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru Tahun 2013.
Kasus

Risiko

Kontrol

Total

N
9

%
45

N
29

%
72,5

N
38

11

55

11

27,5

22

20

100

40

100

60

Tidak Risiko

Total

Dari tabel 5.2 diketahui
bahwa dari 40 anak yang obesitas 29
anak (72,5%) berisiko dan 11 anak
(27,5%) tidak berisiko. Sedangkan
dari 20 anak normal 11 orang (55%)
anak berisiko dan 9 orang (45%)
anak tidak berisiko.
Hasil uji statistik diperoleh
pvalue < 0,05 (p=0,037) artinya ada
hubungan yang signifikan antara

P value

OR

0,037

0,310

lama pemberian ASI dengan kejadian
obesitas. Nilai OR yang didapat yaitu
sebesar 0,310 (95% CI : 0,101-0,953)
artinya
lama
pemberian ASI
merupakan
faktor
protektif
(pencegah) terjadinya obesitas yaitu
sebesar 0,310 kali jika diberikan
sampai 2 tahun.
c. Hubungan frekuensi konsumsi
fast food dengan kejadian
obesitas.

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 62

Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru tahun 2013

Tabel 5.3
Hubungan Frekunsi Konsumsi Fast Food Dengan Kejadian Obesitas Pada
Anak Sekolah Di Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru Tahun 2013
Kasus

Kontrol

Total

pvalue

OR

0,018

3,889

Risiko

N
14

%
70

N
15

%
37,5

N
29

Tidak Risiko

6

30

25

62,5

31

Total

20

100

40

100

60

Dari tabel 5.3 diketahui bahwa
dari 40 anak obesitas 15
anak
(37,5%) anak berisiko dan 25 anak
(62,5%) tidak berisiko. Sedangkan
dari 20 anak normal 6 orang (30%)
anak berisiko dan 14 orang (70%)
anak tidak berisiko.
Hasil uji statistik diperoleh
pvalue< 0,05 (p=0,018) artinya ada
hubungan yang signifikan antara
frekuensi konsumsi fast food dengan
kejadian obesitas. Nilai OR yang
didapat yaitu sebesar 3,889 (95% CI :
1,230-12,292) artinya anak yang
mengkonsumsi fast food ≥ 3
kali/minggu berpeluang 3,889 kali
mengalami obesitas
dibandingkan
anak yang mengkonsumsi fast food 12 kali/minggu.
PEMBAHASAN
Hasil ini sesuai dengan teori
yang penulis dapatkan dari IDAI
(2011) yaitu dalam ASI yang
diberikan terkandung zat zat yang
bermanfaat
untuk
mencegah
terjadinya
obesitas
yaitu
ASI
mempunyai efek yang lebih baik
terhadap metabolisme tubuh bayi dan
metabolisme hormon seperti leptin
dan insulin dalam kaitan pengaturan
deposit lemak tubuh.
Leptin merupakan komponen
hormon pengatur nafsu makan/
asupan makanan dan metabolis
energi. Hal ini menerangkan mengapa
berat badan bayi yang mendapatkan

ASI lebih ringan dibandingkan bayi
yang mendapat susu formula. Pada
kegemukan ditemukan kekurangan
leptin atau resistensi terhadap kerja
leptin. Pada keadaan resistensi
terhadap kerja leptin, kadar leptin
tidak kurang tetapi leptin tidak dapat
bekerja dengan baik. Makin banyak
bayi mendpat ASI maka makin kecil
kemungkinan si bayi mengalami
obesitas dikemudian hari.
Sedangkan pada kadar insulin
dalam darah pada anak-anak yang
diberikan susu formula lebih tinggi
dan memiliki respon insulin yang
lebih panjang dari pada anak-anak
yang diberikan ASI, hal ini
menstimulasi lebih banyak deposi
jaringan lemak, yang mengakibatkan
bertambahnya berat badan, obesitas
Diabetes Melitus tipe 2.
Hipotesis mengenai pemberian
ASI dapat menimbulkan efek
protektif terhadap obesitas didukung
oleh bukti-bukti epidemiologi dan
penelitian,
namun
masih
kontroversial. Penenlitian pertama
yang mencoba mencari peran ASI
terhadap kejadian obesitas anak
dilakukan oleh Kramer pada tahun
1981
dalam
IDAI
yang
menyimpulkan ASI berperan terhadap
pencegahan obesitas. Sedangkan
penelitian di Indonesia masih sangat
terbatas karna walaupun Indonesia
termasuk negara berkembang namun
frekuensi pemberian ASI Eksklusif

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 63

Yan Sartika

masih sangat rendah. Salah satu
penelitian yaitu dilakukan di Jawa
Tengah yang melibatkan 700 anak
dengan desain Kohort retrospektif
didapat kesimpulan bahwa ASI
Eksklusif dapat menurunkan resiko
obesitas pada anak dan bila diberikan
sampai 24 bulan. Hal ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan di
Norwegia dilakukan pada tahun 2008
dengan desain Cross sectional
didapat hasil anak yang diberi asi
kurang dari 2 bulan mempunyai IMT,
lingkar pinggang dan tebal kulit yang
lebih besar dibanding anak seusia
yang diberi ASI sampai umur 6 bulan
atau lebih.
Selain
keuntungan
yang
tampak ketika masih bayi, menyusui
juga mempunyai kontribusi dalam
menjaga kesehatan anak seumur
hidupnya. Orang dewasa yang
mendapatkan ASI ekskusif semasa
bayi mempunyai resiko rendah
terkena
hipertensi,
kolesterol,
overweight, obesitas dan diabetes tipe
2. Anak-anak yang tidak diberi ASI
eksklusif sangat rentan terkena
penyakit kronis, anak juga dapat
menderita kekurangan gizi dan
mengalami obesitas (Yuliarti,2007).
Sehingga dapat kita lihat dari
hasil penelitian ini sejalan dengan
teori dan beberapa penelitian yang
telah dilakukan meskipun mekanisme
ASI menekan terjadinya obesitas pada
masa anak dewasa tidak dapat
tergambar jelas, tetapi didapat Hasil
bahwa ASI Eksklusif memberikan
dampak positif sebagai faktor
pencegah terjadinya obesitas dimasa
yang akan datang.
Hubungan antara lamanya
pemberian ASI dengan menurunkan
risiko obesitas disebabkan oleh
berbagai
mekanisme
biologik.
Menurut beberapa teori mengatakan
Menurut Birch dan Fisher (1998)

dalam Grummer-Strawn dan Mei
(2004) ada beberapa kemungkinan
mekanisme
biologik
yang
berhubungan dengan lama pemberian
ASI dengan menurunnya risiko
terjadinya obesitas yaitu anak-anak
yang diberi ASI dapat mengatur
jumlah susu yang mereka konsumsi,
kemampuan
mengatur
sendiri
pemasukan energi ini berhubungan
dengan respon internal mereka
menyadari rasa kenyang yang lebih
baik dari pada anak yang diberi susu
botol.
Menurut hasil penelitian yang
dikutip oleh IDAI didapat bahwa ada
beberapa mekanisme dasar ASI
mengurangi resiko terjadinya obesitas
yaitu bayi yang mendapatkan ASI
lebih mudah menerimma makanan
padat
pada
saat
penyapihan
dibandingkan bayi yang mendapat
susu formula. Daya terima terhadap
makanan baru bayi yang mendapat
ASI juga lebih baik, hal ini
disebabkan bayi yang mendapat ASI
telah mengenal rasa lebih lama dari
berbagai macam makanan melalui
makanan yang dikonsumsi ibunya
sejak bayi dalam kandungan hingga
prose pertumbuhannya.
Beberapa penelitian juga
mengatakan,seperti oleh kries, dkk.
(1999) bahwa semakin lama ASI
diberikan maikn kecil kemungkinan
terjadinya obesitas. Angka kejadian
obesitas pada anak yang mendapat
ASI esklusif selama 2 bulan sebesar
3,8%, sedangkan sebesar 1,7% pada
mereka yang mendapat ASI selama 612 bulan dan 0,8 % selama lebih dari
12 bulan. Hal ini juga sejalan dengan
hasil penelitian di Republik Belarus
yang memperlihatkan hasil pemberian
ASI esklusif dan pemberian ASI yang
lebih lama memicu pertambahan berat
badan dan panjang badan pada bulanbulan
pertama
dan
tidak

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 64

Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru tahun 2013

memperlihatkan defisit berat badan
dan tinggi badan pada usia 12 bulan.
Menurut
penelitian
Michaelson
dalam
Tempo.co,
Denmark
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
menyusui
mempengaruhi level insulin dari IGF1(hormon pertumbuhan) dan insulin
pada usia sembilan bulan yakni ketika
anak-anak sudah bisa makan makanan
padat dengan baik. Dan dia
mengatakan bahwa semakin lama
bayi mendapatkan ASI semakin
seimbang berat badannya hingga
umur 24 bulan.
Sehingga dapat kita lihat dari
hasil penelitian ini yang sejalan
dengan teori dan beberapa penelitian
sebelumnya bahwa ASI berkontribusi
terhadap pertumbuhan anak dimasa
yang akan datang, dimana semakin
lama ASI diberikan hingga 2 tahun
dapat mencegah anak mengalami
obesitas di masa anak sekolahnya,
remaja bahkan dewasanya sehingga
dengan
tidak
obesitas
maka
menurunkan risiko pada anak untuk
mengalami penyakit degeneratif yang
banyak kita jumpai saat ini.
Kehadiran fast food juga di
dukung oleh manajemen yang handal
dan juga dilakukannya terobosan
yang membuat konsumen semakin
terpikat. Misalnya, desain interior
restoran yang dibuat rapi,menarik dan
bersih. Untuk anak-anak disediakan
tempat bermain yang representatif.
Fasilitas fasilitas tersebut dapat
menarik konsumen khususnya anakanak untuk lebih sering mengunjungi
restoran fast food bersama keluarga.
Meilany (2001) menyatakan bahwa
frekuensi makan di luar rumah
cenderung
meningkat,
terutama
dilakukan oleh anak-anak usia
sekolah. Makanan jajanan yang
tersedia dan sering menjadi pilihan
para orang tua maupun anak adalah

fast food. Bahkan keberadaan fast
food dewasa ini bagi masyarakat
perkotaan mempunyai daya tarik,
dimana orang yang makan direstoran
tersebut ingin tampak westernized
dan modern. Makanan semacam ini
cenderung tinggi lemak sehingga
merugikan kesehatan, karena ternyata
adipositas pada manusia berkorelasi
positif dengan kandungan lemak
makanan dan berkorelasi negatif
dengan kandungan karbohidrat dan
protein
nabati
yang
dapat
meningkatkan kenaikan berat badan
Menurut Purwanti et al
(2005),
salah
satu
penyebab
kegemukan adalah kesalahan dalam
memilih makanan (makanan cepat
saji) hanya karena prestise atau gengsi
semata. Makanan fast food tersebut
banyak mengandung lemak, kalori
dan gula berlebih. Pendapat yang
sama dinyatakan oleh Misnadiarly
(2007) bahwa makan fast food dan
minuman bersoda memiliki andil
dalam peningkatkatan berat badan.
Makanan dan minuman seperti ini
biasanya memiliki kandungan kalori,
gula atau garam yang tinggi. Hal ini
juga didukung oleh hasil penelitian
oleh Aditya, R ( 2009) pola konsumsi
anak yang mengalami obesitas
meningkat pada anak yang frekuensi
konsumsi soft drink 1-3 kali/minggu
dan frekuensi konsumsi fast food ≥ 3
kali/minggu.
Meilany
(2001),
fenomena makanan fast food menjadi
salah satu penyebab utama terjadinya
obesitas. Makanan yang cepat saji ini
mengandung energi yang sangat
tinggi, karena 40%-50%nya adalah
lemak. Padahal kebutuhan tubuh
terhadap lemak hanya sekitar 15%
saja. Sebagian besar kebutuhan tubuh
semestinya adalah karbohidrat yang
mencapai 60% dan protein sekitar
20%.

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 65

Yan Sartika

Konsumsi fast food dapat
meningkatkan kejadian obesitas karna
anak yang mengkonsumsi fast food
mengkonsumsi energi rata-rata 187
kkal per hari lebih banyak
dibandingkan
yang
tidak
mengkonsumsi fast food. Bowmen et
al (2004) melaporkan bahwa anakanak dan remaja yang mengkonsumsi
fast food akan mengkonsumsi lebih
banyak energi, lemak jenuh, garam
dan sedikit serat. Oleh sebab itu jenis
makanan lain yang dikonsumsi oleh
konsumen fast food harus dipilih
dengan baik untuk mensuplai
kebutuhan zat gizi dan serat yang
kurang dalam fast food.
Sehingga dari hasil penelitian
ini dapat kita lihat bahwa fenomena
yang terjadi dimasyarakat saat ini
yang lebih gemar dan sering
mengkonsumsi makan fast food
mempunyai dampak negatif terhadap
pertumbuhan anak-anak, karna pada
makan fast food kita tidak mengetahui
bagaimana makanan tersebut diolah
dari sumber sumber yang terjamin
gizinya atau tidak untuk anak.
Dengan demikian semakin jarang
seorang anak mengkonsumsi fast food
dalam seminggu dapat memperkecil
risiko terjadinya obesitas dan disusul
dengan berkurang anak mengalami
penyakit degeneratif yang disebabkan
karena kegemukan atau obesitas.
DAFTAR PUSTAKA
Adriani, M & Wijatmadi, B,
2012Pengantar Gizi Masyarakat,
Kencana, Jakarta
Almatseir, S, 2011. Gizi seimbang
dalam daur kehidupan, PT Gramedia
Pusyaka Utama, Jakarta
Aspri, 2011 ASI sebagai faktor
protektif obesitas, Universitas Gadjah
Mada, yogyakarta

Aritonang,
2003
Hubungan
konsumsi pangan dan gizi lebih pada
anak TK di kotamadya Medan tahun
2002. Lembaga penelitian universitas
sumatra utara.
Arif, N, 2009 ASI dan tumbuh
kembang bayi, Media Pressindi,
Yogyakarta
Behfman R.E. Vaughan V.C.
Nelson, 1992 Ilmu Kesehatan Anak:
Nutrisi
dan
gangguan
nutrisi
(Obesitas), Jilid Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
CDC, 2002 overweight and obesity
defining over weight and obesity.
National center for cronic disease
prevention and health. United states,
diakses
juni
2012
http://www.cdc.qov/nccdphp/dnpa/ob
esity/defining.htm
Dahlan, S, 2009 Langkah –langkah
membuat proposal penelitian bidang
kedokteran dan kesehatan, CV
Sagung Seto, Jakarta
Ginanjar, G, 2009 Obesitas pada
Anak, B’Firs ; PT Bintang Pustaka,
yogyakarta
Hanam, 2005 Beban ganda
masalah
gizidan
Implikasinya
terhadap kebijakan pembangunan
kesehatan nasional
Handayani, G, 2007 Durasi
Pemberian Asidan Risiko Terjadinya
Obesitas Pada usia prasekolah di
Kabupaten
Purworejo,
UGM,
Yogyakarta
IDAI, 2008 Bedah ASI, Badan
Penerbit FKUI, Jakarta
Marimbi, H, 2010 Tumbuh
Kembang: Status Gizi & Imunisasi
dasar pada balita , Nuha Medeika,
Yogyakarta
Nirmala, D, 2012 Gizi anak
sekolah, PT kompas media nusantara,
Jakarta
Notoatmodjo, S, 2010 Metode
penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,
Jakarta

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 66

Faktor-faktor Yang berhubungan Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak Sekolah Dasar Di
Wilayah Kerja Puskesmas Garuda Pekanbaru tahun 2013

Proverawati, A & Rahmawaty, E,
2010 Kapita selekta: ASI dan
Menyusui, Nuha Medika, Yogyakarta
Proverawati, A & Asfuah, S, 2005
Buku Ajar ; gizi untuk kebidanan,
Nuha Medika, Yogyakarta
Proverawati, A & Kusumawati, E,
2011 Ilmu Gizi untuk : Keperawatan
& gizi kesehatan, Nuha Medika,
Yogyakarta
Purwanti, H, 2004 Konsep
Penerapan ASI esklusif, EGC, Jakarta
Pudjiadi, 2000 Ilmu gizi klinis
pada anak, Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Univ.Indonesia, jakarta
Riksani, R, 2010 Keajaiban asi,
Dunia Sehat, Jakarta

Roesli, u, 2000 Mengenal ASI
eksklusif, TrubusnAgriwidya, Jakarta
Suyanto dan Salamah, U, 2008
Riset Kebidanan, Mitra Cedika
Pres,Yogyakarta
Suryoprayogo, N, 2009 Keajaiban
Menyesuai, Keyeord, Yogyakarta
Watik, A, 2011 Dasar-dasar
metodologi penelitian kedokteran dan
kesehatan, Rajawali Pres, Jakarta
Westcott, Patsy. 2009 Makanan
Sehat Untuk Bayi dan Balita . Dian
Rakyat, Jakarta
Yuliarti, N, 2007 Keajaiban ASI,
Penerbiy Andi, Yogyakarta

Jurnal kebidanan STIKes Tuanku Tambusai Riau

Page 67