PENGGUNAAN METODE GAMBAR UNTUK ANAK DISE

PENGGUNAAN METODE GAMBAR UNTUK ANAK DISELEKSIA
MAKALAH DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS BAHASA INDONESIA

DOSEN : Drs.Purwadi,M.pd.

NAMA : Nabila Fitria Rizki
NIM : K 5114030

PENDIDIKAN LUAR BIASA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014

1

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah hak setiap warga negara. Setiap warga negara memiliki
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Begitu pula dengan
warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan

atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus (UU No. 20 Tahun 2003 dalam
Sub Dinas PLB Jabar, 2007). Warga negara yang berkelainan tersebut dan masih
berusia anak–anak disebut Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Anak diseleksia
sebagai bagian dari anak berkebutuhan khusus, tentunya mereka juga berhak
memperoleh pendidikan khusus agar dapat berkembang sesuai dengan potensinya.
Dalam proses pendidikan formal, anak diseleksia (sebutan umum bagi anak
berkesulitan belajar membaca secara khusus) ini banyak ditemui di sekolah
reguler (SD), terutama di kelas I, 2 dan 3. Meskipun demikian jumlah pasti anak
diseleksia di Indonesia khususnya di Jawa Barat belum dapat dipastikan (Sunardi
dan Sugiarmin, M., 2001). Prevalensi tentang jumlah siswa yang mengalami
kesulitan belajar pada setiap kelas belum bisa diketahui secara pasti, tetapi
diperkirakan 2-10% (Somad, P., 2002:40). Anak berkesulitan belajar
keberadaanya sering dianggap sebagai siswa yang berprestasi rendah
(underachivers) umumnya kita temui di sekolah reguler (Delphie, B, 2006 :24).
Anak diseleksia banyak ditemui di sekolah reguler karena kelainan yang mereka
miliki tidak kasat mata sehingga mereka bisa diterima di sekolah reguler. Gorman
C dalam Majalah Time mengemukakan sekitar 10%-20% anak usia sekolah dasar
mengalami diseleksia. Kesulitan ini secara langsung maupun tidak menyebabkan
kesulitan belajar di berbagai bidang. Keberadaan anak diseleksia sampai saat ini
belum banya mendapat layanan yang memadai. Kebutuhan khusus membutuhkan

penanganan tersendiri banyak digantungkan pada peran guru kelas disamping
mengajar anak-anak lainnya. Permasalah ini masih tetap menjadi tantangan pada
dunia pendidikan ketika kehadiran seorang guru pendamping khusus belum
terealisasikan di berbagai lembaga pendidikan terutama sekolah dasar.
Bagi anak kondisi penyesuaian diri maupun akademik, hubungan sosial,
dan stabilitas emosi muncul di awal sekolah apalagi dengan kondisi kesulitan
belajar anak. Kondisi ini dapat menimbulkan frustasi pada anak karena dia selalu
mengalami kegagalan dalam memenuhi tuntunan dan tugas belajar. Bagi keluarga
kondisi anak seperti itu menimbulkan kekhawatiran orang tua, apalagi jika orang
tua tidak memahami masalah yang dialami anak. Kekecewaan maupun pikiran
aneh bisa muncul pada orang tua dan tak mustahil menimbulkan frustasi pada
orang tua dan keluarga. Bagi penyelenggara pendidikan, perilaku diseleksia
menimbulkan dampak terhadap perlunya penempatan dan pelayanan khusus.
Penyelenggara kelas khusus akan membawa dampak kurang baik karena anak
tidak bisa berkomunikasi dengan teman sebaya lainnya. Anak berkesulitan belajar

2

sering dikeluhkan sebagai sumber permasalahan yang menghambat proses belajar
mengajar di kelas. Maka berpandang pada masalah ini maka hal yang paling

mungkin adalah membekali guru terutama tingkat sekolah dasar dengan
ketrampilan memahami dan membatu anak menghadapi masalah kesulitan
belajarnya.Untuk menanganinya, guru tidak bisa hanya sendirian saja dan
kolaborasi dengan orang tua merupakan pilihan strategis untuk dilakukan.
Kolaborasi ini muncul sebagai wujud kebersamaan antara sekolah dan rumah
dalam mendidik anak, sehingga tujuan belajar tercapai.
Diseleksia adalah gangguan belajar membaca yang sering dialami oleh siswa yang
belajar di jenjang lebih tinggi dan menyebabkan individu yang berkesulitan
membaca untuk melakukan kegiatan belajar yang efektif. Umumnya terjadi pada
anak usia dini yang baru mengenal huruf. Bahkan, faktor penyebabnya tidak
mudah untuk ditetapkan dan diketahui. Diseleksia merupakan isu yang
berkepanjangan dalam dunia pendidikan karena kelainan ini sulit diatasi, namun
dengan dukungan intervensi yang tepat individu berkesulitan membaca dapat
melaksanakan tugas belajarnya dan sukses dalam pelajarannya.
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu menemukan metode yang tepat bagi anak
diseleksia agar dapat membedakan satu huruf dengan huruf lainnya. Diharapkan
dalam makalah ini dapat menjawab persoalan pengajaran membaca permulaan
bagi anak dysleksia. Dan semoga dalam makalah ini dapat membantu para
mahasiswa memahami secara lebih mendalam tentang metode gambar untuk anak
diseleksia.

PEMBAHASAN
Diseleksia merupakan kondisi yang berkaitan dengan kemampuan membaca yang
sangat tidak memuaskan. Individu yang mengalami D memiliki IQ normal,
bahkan diatas normal, akan tetapi memiliki kemampuan membaca 1 atau1 ½
tingkat dibawah IQnya. Kasus Diseleksia Ditemui antara 3-6% dari jumlah
penduduk. Namun, kasus yang berkaitan dengan kesulitan membaca tidak
digolongkan kedalam diseleksia ditemui lebih dari 50% dari jumlah penduduk
(Child Development Institute, 2008:1).
Siswa yang berkesulitan belajar membaca mengalami satu atau lebih kesulitan
dalam menyampaikan dan menerima informasi.Disamping hal tersebut,
ketidakmampuan dalam mengenal huruf dan mengucapkan bunyi huruf
merupakan penyebab Diseleksia. Ketidakmampuan tersebut disebabkan oleh
berbagai faktor yang berkaitan dalm persepsi visual, antara lain dalam bentuk
membaca huruf atau kata secara terbalik atau kurang dapat membedakan karakter
huruf dengan jelas. Kesulitan persepsi auditori dapat menjadi penyebab dari

3

kesulitan membaca karena ketidakmampuan dalam mendengarkan ucapan hurufhuruf secara baik.
Lovitt (1989:51-52) membahas tentang kesulitan belajar yang berkaitan dengan

genetika dan kesulitan belajar. Diantaranya penelitian yang dilakukan sekelompok
peneliti dari Swedia. Penelitian mereka yang dilakukan pada 276 individu yang
mengalami Diseleksia. Hasil penelitian membuktikan diseleksia disebabkan oleh
faktor genetika. Hollagran (1950) mengemukakan berbagai bukti tentang
membaca dan masalah bahasa terjadi di dalam keluarga dan ia menyimpulkan
bahwa genetika menjadi penyebab masalah tersebut. Selanjutnya, Hermann
(1959) membuktikan 12 pasang identical twins (kembar identik) yang tidak dapat
membaca dengan 33 pasang fraternal twins (kembar nonidentik). Hasil penelitian
menunjukkan kesulitan membaca lebih banyak terjadi pada fraternal twins
daripada identical twins. Dengan demikian, Hermann menyimpulkan kesulitan
membaca berhubungan dengan faktor genetika. Penelitian Hermann didukung
oleh penelitian Mathenery Dolan dan Wilson (1974). Drake (1989) mengatakan
“masalah diseleksia dirujuk kepada beberapa ciri, antaranya: kesukaran belajar
berbahasa, ketidakseimbangan intelektual, tidak lancar membaca sesuatu bahan
bercetak, tidak dapat menulis dengan lancar dan tepat (kesukaran meniru tulisan
dari papan hitam atau buku), mata menjadi lelah setelah beberapa menit menumpu
pada tulisan, dan lemah dalam pendengaran dan pengamatan visual.” Murid yang
lemah dalam pembelajaran seperti mengalami diseleksia perkembangan ialah
kanak-kanak yang membaca kurang baik berbanding dengan kanak-kanak yang
lebih muda darinya kerapkali ditempatkan ke dalam kelas pemulihan khas. Kelas

pemulihan khas diwujudkan bagi mengatasi kegagalan menguasai kemahiran 3M
iaitu membaca,menulis dan mengira.
Karakteristik diseleksia dan kesulitan membaca memiliki ciri-ciri :
1. Membaca secara terbalik tulisan yang dibaca seperti : duku dibaca kudu, d
dibaca b, p dibaca q.
2. Menulis huruf secara terbalik.
3. Mengalami kesulitan dalam menyebutkan kembali informasi yang
diberikan secara lisan.
4. Kualitas tulisan buruk, karakter huruf tidak jelas.
5. Kemampuan menggambar kurang baik.
6. Mengalami diseleksia bukan karena keadaan mata dan telinga yang kurang
baik tetapi karena disfungsi otak. Mata dan telinga anak diseleksia bekerja
secara normal, akan tetapi dibagian tengah bawah otak megalami kesulitan
dalam menerima stimulus visual dan auditorial sebelum stimulus tersebut
mencapai bagian tengah otak.keadaan ini membuat otak menjadi bingung
dan frustasi.

4

Dyslexia diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dyslexia diseidetis atau Visual
Dyslexia ini disebabkan oleh gangguan fungsi otak belakan yang dapat
menimbulkan gangguan persepsi visual adan memori visual. Sebagai
contoh, anak sering terbalik huruf M dengan huruf W, u dengan n, dsb.
2. Dyslexia verbal atau linguistik
Ditandai dengan kesukaran dalam diskriminasi atau persepsi auditoris
sehingga anak sulit daklam mengeja dan menemukan kata atau kalimat.
3. Dyslexia auditories
Terjadi akibat gangguan dalam koneksi visual auditif, sehingga membaca
terganggu atau lambat. Dalam hal ini, bahasa verbal dan persepsi
visualnya baik.
Bentuk-bentuk kesulitan membaca anak dyslexia antara lain :
1. Menambahkan huruf dalam suku kata
Misalnya : Batu
Baltu
Buku
Bukuku
2. Menghilangkan huruf dalam suku kata
Misalnya : Baskom
Bakom

Kamar
Kama
3. Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka kearah terbalik
Misalnya : Duduk
Bubuk
Lupa
Palu
4. Membalikkan bentuk huruf keatas bawah
Misalnya : Mama
Wawa
Nana
Uaua
Diseleksia baru teridentifikasi pada waktu anak telah duduk di sekolah dasar. Hal
ini terjadi sebelum anak belajar membaca, masalah tersebut belum muncul.
Disamping itu, banyak anak yang mengalami diseleksia tidak teridentifikasi
secara akurat sehingga masalah ini tidak terungkap secara jelas. Selanjutnya
kesulitan membaca bertambah berat, akibatnya mempengaruhi harga diri anak.
Oleh sebab itu perlu dilakukan identifikasi diseleksia sejak sedini mungkin
memlalui metode belajar membaca yang benar. Jika tidak ditangani,anak yang
mengalami diseleksia pada waktu memperhatikan anak lain yang dapat membaca

dengan baik akan merasa bahwa ia adalah anak bodoh karena sulit baginya untuk
membaca seperti yang dilakukan temannya. Pada tahap selanjutnya anak akan
menghindari kegiatan yang berkaitan dengan membaca. Masalah ini akan
bertambah berat apabila anak yang bersangkutan memasuki dunia sekolah karena
kemampuan membaca dibutuhkan dalam kegiatan belajar di berbagai bidang
studi. Tahap selanjutnya, diseleksia penyebab rasa rendah diri pada anak.
Penanggulangan yang tepat dapat menolong anak diseleksia mengembangkan

5

stategi membaca yang sesuai sehingga mereka dapat belajar dengan baik. Oleh
karena itu, perlu kiranya seorang guru untuk melakukan asesmen. Asesmen
diperlukan dalam menganalisis dan menanggulangi anak kesulitan membaca.
Dalam hal ini, asesmen dilakukan dengan dua cara yaitu : Asesmen formal dan
asesmen nonformal.
1. Asesmen formal
Asesmen ini menggunakan alat-alat asesmen yang telah dibakukan dan
tidak dapat dirubah, seperti :
a) Woodcock mastery reading
Salah satu bentuk asesmen yang dapat digunakan untuk anak usia 6

tahun sampai dengan 11 tahun, yang meliputi : identifikasi huruf,
menentukan kata yang sesuai, pemahaman kata, dan pemahaman
paragraf.
b) Test of written language primari
Tes baku yang bertujuan untuk kekuatan dan kelemahan kemampuan
bahasa baik secara receptive(menerima bahasa) maupun
expressive(inisiatif bahasa). Tes ini digunakan untuk anak usia 4 tahun
sampai dengan 8 tahun.
Test of written language primari terdiri sebagai subtes seperti: gambar
berisi kosakata, kosakata secara lisan, pemahaman tata bahasa,
peniruan kata, membedakan kata, dan artikulasi kata.
2. Asesmen nonformal
Asesmen ini digunakan untuk mengidentifikasi individu yang berkesulitan
membaca dengan bentuk asesmen nonbaku dan diperoleh hasil yang relatif
tidak berubah. Tujuan dari asesmen ini untuk memperoleh informasi
tentang tingkat kemampuan membaca dari segi tingkat mandiri, tingkat
pembelajaran dan tingkat mengecewakan. Lerner dan khiebhan (1978)
menjelaskan bahwa penentuan tingkat kemampuan membaca sebagai
berikut:
a) Tingkat mandiri: apabila anak dapat membaca dengan tingkat

pemahaman 90%-100%.
b) Tingkat pembelajar: apabila anak dapat membaca dengan dengan
kekeliruan membaca 5% dan tingkat pemahaman isi bacaan 75%.

6

c) Tingkat mengecewakan: apabila dapat membaca dengan lancar dengan
tingkat kesalahan 10% dan pemahaman terhadap isi bacaan 50%.
Untuk meelakukan asesmen yang dapat mengidentifikasi tingkat
kemampuansiswa dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
a) Memilih atau membuat paragraf yang terdiri dari 100 kata dan
disesuaikan dengan kemampuan siswa.
b) Menyuruh siswa membaca paragraf tersebut dengan bersuara.
c) Menyuruh siswa menjawab 3-4 pertanyaan yang berkaitan dengan
bacaan tersebut.
Penanggulangan kesulitan membaca
Lerner (1988) dan Zipprich Mary Ann, serta Stephane(2009:17) mengelompokkan
strategi penanggulangan kesulitan membaca kedalam dua kelompok, yaitu strategi
yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan mengenalan dan membaca
lancar, serta strategi untuk meningkatkan kemampuan membaca pemahaman.
Strategi peningkatan kemampuan pengenalan kata dan membaca lancar dapat
dilakukan dengan berbagai metode. Salah satunya adalah metode gambar, yang
dirangkai dengan satu metode dengan nama phonic method yaitu metode
nenyebutkan suara huruf atau yang berarti mengeja. Metode ini merupakan
metode konvesional yang telah diterapkan bertahun-tahun, terhitung sejak
kegiatan belajar membaca dilakukan yaitu dari memperkenalkan huruf –huruf
pada anak secara terpisah atau satu per satu dan mengajak anak menyebutkan
suara-suara huruf tersebut. Selanjutnya, huruf tersebut dirangkai menjadi kata
yang bermakna. Berikut pelaksanaannya:




Anak diminta menyebutkan suara huruf B,O,L,A,N.
Anak diminta menyebutkan suara huruf kecil tersebut b,o,l,a,n.
Langkah selanjutnya anak diminta untuk membaca kartu gambar yang
bertuliskan bola.

7




Anak diminta menyebutkan nama benda-benda yang dimulai dengan huruf
B.
Anak diminta menempelkan kata-kata yang sesuai dengan nama benda

yang ada dalam gambar.

Manfaat dari metode ini adalah dapat dipakai untuk bermain sambil belajar
dengan bermacam-macam gambar yang berwarna-warni, sehingga anak didik
tidak merasa terbebani saat ia membaca, dengan syarat metode ini digunakan terus
dan diulang-ulang oleh guru. Manfaat lainnya yaitu latihan untuk meningkatkan
konsentrasi anak, menambahkan kosakata kata, mendorong kreativitas, imajinasi,
serta memperluas pengetahuan.
SIMPULAN
Diseleksia merupakan kondisi kesulitan belajar membaca taraf berat yang
disebabkan oleh faktor neurologis, kematangan, genetika , dan psikologis dasar
yang ditandai oleh IQ rata-rata atau diatas rata-rata dan kadang-kadang menyertai
atau bersama-sama dengan jenis kelainan lain. Bentuk-bentuk kesulitan membaca

8

permulaan anak diseleksia sebagai berikut: Dyslexia diklasifikasikan sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dyslexia diseidetis atau Visual
Dyslexia verbal atau linguistik
Dyslexia auditories
Menambahkan huruf dalam suku kata,
Menghilangkan huruf dalam suku kata
Membalikkan bentuk huruf, kata, atau angka kearah terbalik
Membalikkan bentuk huruf keatas bawah

Layanan bantuan untuk anak berkesulitan membaca/dylexia dengan cara
melakukan asesmen terhadap kemampuan membaca, baik menggunakan asesmen
formal (tes survei dan diagnosis) serta asesmen informal (Informal reading
inventory, prosedur klos, dan asesmen minat membaca). Strategi peningkatan
kemampuan pengenalan kata dan membaca lancar dapat dilakukan dengan
berbagai metode. Salah satunya adalah metode gambar, yang dirangkai dengan
satu metode dengan nama phonic method yaitu metode nenyebutkan suara huruf
atau yang berarti mengeja. Metode ini merupakan metode konvesional yang telah
diterapkan bertahun-tahun, terhitung sejak kegiatan belajar membaca dilakukan
yaitu dari memperkenalkan huruf –huruf pada anak secara terpisah atau satu per
satu dan mengajak anak menyebutkan suara-suara huruf tersebut. Meskipun anak
mengalami kesulitan membaca, terkadang anak mempunyai kelebihan, seperti
dalam bidang musik, seni grafis, dan aktivitas kreatif lainnya. Anak-anak dyslexia
menggunakan cara berpikir melalui gambar, tidak dengan huruf, angka, simbol,
bahkan kalimat. Kesulitan mereka adalah bagaimana menyatukan informasi yang
ada dan mengolah informasi tersebut. Dalam kasus ini, hal yang perlu dilakukan
guru dan orang tua sebagai berikut :
1. Memahami keadaan anak.
Tidak membandingkan anak dengan anak lain yang mempunyai
kemampuan lebih. Jangan pula memberikan latihan dan tugas yang
memberatkan, mulailah menulis singkat dan pendek saja.
2. Menulis dengan media lain.
Anak dyslexia kurang bisa menulis dengan baik di atas kertas, tidak ada
salahnya apabila sengganti dengan media elktronik seperti notebook,
komputer, dsb.
3. Melatih anak untuk terus menulis dan menulis.

9

DAFTAR PUSTAKA
Mohd,Rohaty (2005), Simptom Diseleksia Kanak-kanak Prasekolah,
aaaaaaaaaaMalaysia : www.ukm.ed.my

a

Subini, Nini (2013), Mengatasi Kesulitan Belajar pada Anak, Jogjakarta :
aaaaaaaaaaJavalitera
Santoso, Hargio (2012), Cara Memahami Anak Berkebutuhan Khusus,
aaaaaaaaaaJogjakarta : Gosyen Publishing
Somantri, Sutjihati (1996), Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta : Depdikbud
Kosasih (2012), Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung :
aaaaaaaaaaYrama Widya
Jamaris, Martini (2014), Kesulitan Belajar dan Penanggulangannya, Bogor:
aaaaaaaaaaGhalia Indonesia

10