KAJIAN IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MI
LAPORAN PENELITIAN
KAJIAN IMPLEMENTASI STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM)
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP) NEGERI DI KABUPATEN TANAH LAUT PROVINSI KALIMANTAN SELATAN
Oleh :
Ketua : Dr. Sarbaini, M.Pd Anggota : Suwoto, M.Pd Dana Saputra, S.Pd KERJASAMA PUSAT PENELITIAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEMENTERIAN PEENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DENGAN BAPPEDA KABUPATEN TANAH LAUT NOPEMBER 2015
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji Syukur ke Hadirat Allah SWT, atas Berkah, Rahmat, Nikmat, dan KaruniaNyalah, penulisan Laporan Penelitian tentang Kajian Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan, telah dapat diselesaikan. Shalawat dan Salam, semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan pengikut beliau hingga akhir zaman.
Laporan penelitian ini memuat tentan hasil kajian tentang Implementasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) Sekolah Menengah Pertama (SMP), yaitu
a. Peringkat tertinggi capaian indikator SPM SMPN Kabupaten Tanah Laut adalah pemenuhan kualifikasi guru S1/D-IV, menerapkan kurikulum sesuai dengan ketentuan yang berlaku, kualifikasi kepala sekolah S1/D-IV dan bersertifikat pendidik, dan sekolah mempunyai rencana kerja tahunan (97.83%).
b. Kesenjangan yang paling tinggi antara standar dengan capaian indikator SPM SMPN Kabupaten Tanah Laut sekitar 100% harus dipenuhi adalah pada setiap SMPN adalah jumlah set buku teks mata pelajaran yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh pemerintah yang disediakan oleh sekolah; jumlah guru untuk setiap mata pelajaran atau untuk daerah khusus 1 (satu) guru untuk setiap rumpun mata pelajaran; satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik; dan kebutuhan ruang kelas, meja/kursi, dan papan tulis untuk setiap rombel
c. Kebijakan yang diprogramkan dalam RKPD untuk mendukung tercapainya layanan prima pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMP Negeri di Kabupaten Tanah Laut hendaknya berbasis pada sumber masalah dan dimensi permasalahan yang ditemui dalam pemenuhan SMP SMP Negeri Kabupaten Tanah Laut.
Akhirul kalam, mudah-mudahan hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pencapaian SPM SMP Negeri di tahun-tahun berikut. Segala kelebihan hanya milik Allah SWT semata, segala kekurangan, dan masukan akan membuat kami lebih belajar dan mempelajarinya kembali, untuk penyempurnaan naskah ini secara akademis.
Pelaihari, 20 Nopember 2015
Ketua, Sarbaini
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mutu dari suatu bangsa, salah satunya adalah tercemin dari mutu pendidikan yang dicapai oleh bangsa tersebut. Mutu pendidikan dari bangsa tersebut juga merefleksikan kecerdasan kehidupan dari bangsa itu. Hal sesuai dengan pengertian mutu pendidikan menurut Permendiknas No.63 tahun 2009, pasal 1, bahwa mutu pendidikan adalah tingkat kecerdasan kehidupan bangsa, yang dapat diraih dari penerapan Sistem Pendidikan Nasional.
Tingginya kecerdasan kehidupan manusia dan bangsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 adalah mengacu pada mutu kehidupan manusia dan bangsa Indonesia yang komprehensif dan seimbang yang mencakup sekurang-kurangnya: a. mutu keimanan, ketakwaan, akhlak, budi pekerti, dan kepribadian; b. kompetensi intelektual, estetik, psikomotorik, kinestetik, vokasional, serta kompetensi kemanusiaan lainnya sesuai dengan bakat, potensi, dan minat masing-masing; c. muatan dan tingkat kecanggihan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang mewarnai dan memfasilitasi kehidupan; d. kreativitas dan inovasi dalam menjalani kehidupan; e. tingkat kemandirian serta daya saing, dan f. kemampuan untuk menjamin keberlanjutan diri dan lingkungannya
Dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan adalah produk dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional. Agar pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional tetap berjalan di koridor pencapaian mutu pendidikan yang dikehendaki, maka diperlukan penjaminan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya. Penjaminan mutu pendidikan Dapat dikatakan bahwa mutu pendidikan adalah produk dari pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional. Agar pelaksanaan Sistem Pendidikan Nasional tetap berjalan di koridor pencapaian mutu pendidikan yang dikehendaki, maka diperlukan penjaminan mutu pendidikan dalam pelaksanaannya. Penjaminan mutu pendidikan
Standar Pelayanan Minimal bidang pendidikan (SPM) adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan demikian Standar Pelayanan Minimal berlaku untuk: a. satuan atau program pendidikan; b. penyelenggara satuan atau program pendidikan; c. pemerintah kabupaten atau kota; dan d. pemerintah provinsi.
SPM harus dipenuhi oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam rangka memperoleh izin definitif pendirian satuan pendidikan atau pembukaan program pendidikan. SPM tersebut dipenuhi oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan paling lambat 2 (dua) tahun setelah satuan atau program pendidikan memperoleh izin prinsip untuk berdiri dan beroperasi. Adapun SPM yang berlaku bagi penyelenggara satuan pendidikan dipenuhi oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan. Sementara SPM yang berlaku bagi pemerintah kabupaten atau kota dipenuhi oleh pemerintah kabupaten atau kota dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan. Sedangkan SPM yang berlaku bagi pemerintah SPM harus dipenuhi oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam rangka memperoleh izin definitif pendirian satuan pendidikan atau pembukaan program pendidikan. SPM tersebut dipenuhi oleh penyelenggara satuan atau program pendidikan paling lambat 2 (dua) tahun setelah satuan atau program pendidikan memperoleh izin prinsip untuk berdiri dan beroperasi. Adapun SPM yang berlaku bagi penyelenggara satuan pendidikan dipenuhi oleh penyelenggara satuan pendidikan dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan. Sementara SPM yang berlaku bagi pemerintah kabupaten atau kota dipenuhi oleh pemerintah kabupaten atau kota dalam waktu paling lama 5 (lima) tahun sejak ditetapkannya SPM yang bersangkutan. Sedangkan SPM yang berlaku bagi pemerintah
Berdasarkan ketentuan pemenuhan SPM untuk para penyelenggara, baik oleh penyelenggaran satuan atau progam pendidikan, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah provinsi adalah menjadi tanggung jawab: baik dari satuan atau program pendidikan formal atau nonformal, para penyelenggara satuan atau program pendidikan formal atau nonformal, pihak pemerintah kabupaten atau kota maupun pihak pemerintah provinsi.
Demi menjaga mutu pendidikan tetap terkendali, maka dilakukan kegiatan penjaminan mutu pendidikan, salah satunya yang berkaitan dengan SPM adalah melakukan penetapan SPM. Dalam hal ini , Menteri menetapkan SPM yang berlaku bagi satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, dan pemerintah provinsi. Selain itu Menteri juga memetakan secara nasional pemenuhan SPM oleh satuan pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, dan pemerintah provinsi yang menyangkut satuan pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Meski angka partisipasi murni jenjang pendidikan dasar hampir mencapai 100 persen, sekolah di berbagai daerah masih belum bisa memenuhi standar pelayanan minimal. Masalah terbesar tetap pada sarana prasarana serta ketersediaan dan
kompetensi guru . Demikian hasil pengukuran kondisi awal standar pelayanan minimal pendidikan dasar tahun 2014 yang dilakukan di 110 kabupaten/kota dan dikelola Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) dengan dana hibah dari Uni
Eropa sebesar Rp 600 miliar. Hasil survei di 12.980 sekolah/madrasah (dari total 55.769 SD/MI/SMPN/MTs) dilakukan pada April-Mei 2014 oleh pengawas sekolah dipublikasikan pada Kamis (11/12), di Jakarta ( kompas.com, 13 Des 2014) Hasil survei menunjukkan, antara lain, hanya 27 persen SMPN/MTs dari jumlah sekolah yang disurvei memiliki guru untuk setiap mata pelajaran. Hanya 22 persen SMPN/MTs memiliki guru berkualifikasi S-1/D-4 dan bersertifikat pendidik masing- masing 1 orang untuk Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan PKn.
Survei MSS-CDP dilakukan di 110 kabupaten/kota di 16 provinsi yang meliputi Sumatera, Kalimantan, Jawa, NTB, NTT, Sulawesi, Maluku, Papua dan Papua Barat. Pengukuran dilakukan pada 12.980 sekolah atau madrasah dari total 55.769 SD, MI, SMPN atau MTs yang disurvei secara langsung oleh pengawas sekolah dengan menggunakan instrumen SPM. Survei dilakukan pada April hingga Mei 2014. Berdasarkan hasil survei Minimum Service Standars Capacity Development Program (MSS-CDP), pemenuhan fasilitas belajar yang meliputi kebutuhan ruang kelas, meja- kursi dan papan tulis di SD seluruh Indonesia hanya mencapai 26 persen. Sementara, di SMPN pemenuhan fasilitas belajar tersebut baru mencapai 44 persen. Persentase peserta didik yang memiliki paket buku teks seluruh mata pelajaran yang disediakan sekolah, untuk SD, hanya tercatat mencapai 24 persen dan untuk SMPN hanya mencapai angka 8 persen (CNN Indonesia, 12-12-2014).
SPM dalam perspektif indikator pembangunan, selain menceminkan indeks pencapaian mutu pendidikan, juga menjadi basis data penting untuk penyusunan RKPD tahun 2016. Karena RKPD tahun 2016 yang akan disusun harus berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas pembangunan SPM dalam perspektif indikator pembangunan, selain menceminkan indeks pencapaian mutu pendidikan, juga menjadi basis data penting untuk penyusunan RKPD tahun 2016. Karena RKPD tahun 2016 yang akan disusun harus berdasarkan arah kebijakan pembangunan daerah dengan memperhatikan prioritas pembangunan
Di wilayah pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, kegiatan penyusunan data SPM untuk 15(lima belas) bidang sudah dilakukan sejak tahun 2010. Sementara itu untuk SPM bidang pendidikan dapat dilihat pada tabel 1 berikut:
Tabel: 1 Capaian SPM Bidang Pendidikan Kabupaten/Kota Tahun 2010-2013
di Provinsi Kalimantan Selatan
Rerata Capaian Indikator SPM No
Kabupaten/Kota
1 Tanah Laut*)
4 Barito Kuala
5 Tapin*)
6 Hulu Sungai Selatan
7 Hulu Sungai Tengah
8 Hulu Sungai Utara
10 Tanah Bumbu
11 Balangan
12 Kota Banjarmasin
13 Kota Banjarbaru
52.30 52.29 52.83 63,638 Kalimantan Selatan
Sumber: Biro Kesejahteraan Pemprov Kalimantan Selatan, 2013.
Dari tabel ini tampak, bahwa Kabupaten Tanah Laut tidak memiliki data capaian indikator SPM bidang pendidikan untuk tahun 2010, 2011, dan 2012. Sementara untuk tahun 2013 dan selanjutnya belum diperoleh informasi. Ketiadaan data capaian indikator SPM bidang pendidikan membawa implikasi lanjut tidak valid dan reliabelnya kegiatan penyusunan RKPD Kabupaten Tanah Laut, berhubung program dan kegiatan disusun tidak berdasarkan data yang akurat. Oleh sebab itu implementasi SPM di satuan pendidikan SMPN perlu dilakukan pengkajian, yang hasilnya dapat digunakan untuk penyusunan data base line, juga untuk pemetaan kinerja pencapaian SPM satuan pendidikan SMPN di tahun 2016 dan seterusnya memiliki peranan dan fungsi yang sangat vital untuk mendukung layaknya perencanaan dan program pembangunan bidang pendidikan khususnya dalam merencanakan layanan pendidikan di satuan pendidikan SMPN.
B. Rumusan Masalah
Sejalan dengan yang telah dipaparkan pada latar belakang masalah bahwa kajian implementasi SPM satuan pendidikan SMPN diperlukan untuk kepentingan penyusunan data base line, juga untuk kepentingan pemetaan kinerja pencapaian SPM satuan pendidikan SMPN, yang memiliki peranan dan fungsi yang sangat vital bagi perencanaan daerah, khususnya dalam merencanakan layanan pendidikan di satuan pendidikan SMPN. Oleh karena itu, pertanyaan penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah capaian indikator SPM satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2015?
2. Bagaimanakah gambaran kesenjangan capaian indikator SPM satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut yang menjadi kewajiban dari pemerintah daerah untuk memenuhi targetnya ?
3. Kebijakan apa saja yang harus diprogramkan dalam RKPD untuk mendukung tercapainya layanan prima pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut ?
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya penelitian ini memiliki tujuan:
1. Menganalisis capaian indikator SPM satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2015 sehingga dapat menjadi data base line sekaligus pemetaan kinerja pencapaian SMPN.
2. Mendeskripsikan gambaran kesenjangan capaian indikator SPM satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut yang menjadi kewajiban dari pemerintah daerah untuk memenuhi targetnya.
3. Merumuskan kebijakan yang relevan untuk diprogramkan dalam RKPD untuk mendukung tercapainya layanan prima pendidikan dasar pada satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut .
D. Manfaat Peneliti
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini merupakan bagian dari basis data dan pemetaan kinerja pencapaian SPM satuan pendidikan SMPN, yang berguna untuk 1. Bagi pemerintah daerah, hasil penelitian ini merupakan bagian dari basis data dan pemetaan kinerja pencapaian SPM satuan pendidikan SMPN, yang berguna untuk
2. Bagi Kepala Daerah Kabupaten Tanah Laut, hasil penelitian ini merupakan bahan masukan dalam merumuskan kebijakan untuk upaya peningkatan mutu pendidikan melalui pemenuhan target capaian SPM bidang Pendidikan Dasar, terutama satuan pendidikan SMPN.
3. Bagi para pengelola dan penyelenggara pendidikan, hasil penelitian ini merupakan informasi ke arah implementasi program layanan pendidikan yang tepat arah dan tepat sasaran di satuan pendidikan satuan pendidikan atau sekolah
4. Bagi perencana dan pembuat keputusan serta instansi terkait, hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan dalam melakukan alokasi anggaran pendidikan yang relevan sesuai dengan kesenjangan indikator capaian SPM guna penuntasannya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah secara jelas mendelegasikan kewenangan penyelenggaraan urusan wajib pemerintahan kepada pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Ketentuan lebih rinci mengenai pembagian kewenangan antara pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah tersebut, urusan pendidikan merupakan salah satu pelayanan wajib yang harus diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota. Lebih lanjut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan wajib yang didesentralisasikan perlu diatur dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM). Aturan lebih rinci mengenai SPM ini telah dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005, SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Sementara berdasarkan Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, maka SPM adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 2005, SPM adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal, terutama yang berkaitan dengan pelayanan dasar. Sementara berdasarkan Permendiknas Nomor 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan, maka SPM adalah jenis dan tingkat pelayanan pendidikan minimal yang harus disediakan oleh satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah provinsi, dan
Dapat dikemukakan bahwa SPM adalah berkaitan fungsi dan peran sebagai (a) ketentuan mengenai jenis dan mutu layanan pendidikan yang disediakan oleh Kabupaten/Kota dan Sekolah/Madrasah; (b) rambu-rambu pelaksanaan desentralisasi Penyelenggaraan Kewenangan Bidang Pendidikan; (c) tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan yang diselenggarakan daerah; dan (d) pengelolaan kinerja menuju SNP secara bertahap. SPM Pendidikan ini bertujuan untuk menjamin akses dan mutu bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ukuran ukuran yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
B. SPM Pendidikan Dasar
SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui SPM Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, Kantor Wilayah Kementerian Agama, dan Kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota secara langsung maupun secara tidak langsung melalui
Dalam pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar terjadi beberapa perubahan dalam ketentuan perundang-undangan, dari Kepmendiknas RI Nomor 129a/U/2004 hingga Permendikbud Nomor 23 tahun 2013, menggambarkan dinamika upaya untuk mewujudkan pelayanan pendidikan dasar kepada anak-anak Indonesia yang haknya untuk memperoleh pendidikan.
Isi Kepmendiknas RI Nomor 129a/U/2004 Tentang Standar Pelayanan Minimal ( SPM ) bidang Pendidikan, (1) SPM Pendidikan Sekolah Menengah Pertama (SMPN) / Madrasah Tsanawiyah (MTs) terdiri atas :
1. 90 persen anak dalam kelompok usia 13-15 tahun bersekolah di SMPN/MTs.
2. Angka Putus Sekolah (APS) tidak melebihi 1 persen dari jumlah siswa yang ber- sekolah.
3. 90 persen sekolah memiliki sarana dan prasarana minimal sesuai dengan standar teknis yang ditetapkan secara nasional.
4. 80 persen sekolah memiliki tenaga kependidikan non guru untuk melaksanakan tugas administrasi dan kegiatan non mengajar lainnya.
5. 90 persen dari jumlah guru SMPN yang diperlukan terpenuhi.
6. 90 persen guru SMPN/MTs memiliki kualifikasi, sesuai dengan kompetensi yang ditetapkan secara nasional.
7. 100 persen siswa memiliki buku pelajaran yang lengkap setiap mata pelajaran.
8. Jumlah siswa SMPN/MTs per kelas antara 30– 40 siswa.
9. 90 persen dari siswa yang mengikuti uji sampel mutu pendidikan standar nasional mencap ai nilai “memuaskan” dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA, dan IPS di kelas I dan II.
10. 70 persen dari lulusan SMPN/ MTs melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA)/ Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
Setelah Kepmendiknas RI No. 129a/U/2004 berjalan kurang lebih 6 (enam) tahun, kemudian terjadi regulasi tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar dan terbit Permendiknas Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal atau SPM Pendidikan Dasar. SPM Pendidikan Dasar ini bertujuan untuk peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan SD/MI dan SMPN/ MTs. SPM pendidikan dasar dapat diartikan sebagai ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk SD dan SMPN dan Kandepag untuk MI dan MTs secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah dan madrasah
Berdasarkan Permendikbud Nomor 23 tahun 2013 sebagai pengganti Permendiknas Nomor 15 tahun 2010, maka penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar yang sesuai SPM pendidikan merupakan kewenangan kabupaten/kota, terdiri dari pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan. Untuk pelayanan pendidikan dasar yang menjadi tanggungjawab kabupaten/kota adalah terdiri dari 14 indikator. Sementara pelayanan pendidikan dasar yang menjadi tanggungjawab satuan pendidikan (sekolah/madrasah) adalah terdiri dari
13 indikator
Rincian dari 14 indikator yang menjadi tanggungjawab kabupaten/kota untuk memberikan pelayanan pendidikan dasar adalah :
1. tersedia satuan pendidikan dalam jarak yang terjangkau dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dan 6 km jalan darat/air untuk SMPN/MTs dari kelompok permukiman permanen di daerah terpencil;
2. jumlah peserta didik dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi
32 orang, dan untuk SMPN/MTs tidak melebihi 36 orang. Untuk setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta papan tulis;
3. setiap SMPN dan MTs tersedia ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi yang cukup untuk 36 peserta didik dan minimal satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik;
4. setiap SD/MI dan SMPN/MTs tersedia satu ruang guru yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah dan staf kependidikan lainnya; dan di setiap SMPN/MTs tersedia ruang kepala sekolah yang terpisah dari ruang guru;
5. setiap SD/MI tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru setiap satuan pendidikan;
6. setiap SMPN/MTs tersedia 1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran;
7. setiap SD/MI tersedia 2 (dua) orang guru yang memenuhi kualifikasi akademik S1 atau D-IV dan 2 (dua) orang guru yang telah memiliki sertifikat pendidik;
8. di setiap SMPN/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV sebanyak 70% dan separuh diantaranya (35% dari keseluruhan guru) telah memiliki sertifikat pendidik, untuk daerah khusus masing-masing sebanyak 40% dan 20%;
9. setiap SMPN/MTs tersedia guru dengan kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik masing-masing satu orang untuk mata pelajaran Matematika, IPA, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
10. setiap kabupaten/kota semua kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
11. setiap kabupaten/kota semua kepala SMPN/MTs berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
12. setiap kabupaten/kota semua pengawas sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki sertifikat pendidik;
13. pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
14. kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi dan pembinaan.
Pelayanan pendidikan dasar yang menjadi tanggungjawab dari kabupaten/kota merupakan tanggungjawab dalam aspek sarana-prasarana, guru, kepala sekolah,
pengawas, dan penjaminan mutu.
Sementara untuk rincian 13 indikator pelayanan pendidikan dasar yang harus menjadi tanggungjawab satuan pendidikan, dalam hal ini sekolah/madrasah terdiri dari:
1. setiap SD/MI menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan, dengan perbandingan satu set untuk setiap peserta didik;
2. setiap SMPN/MTs menyediakan buku teks yang sudah ditetapkan kelayakannya oleh Pemerintah mencakup semua mata pelajaran dengan perbandingan satu set untuk setiap perserta didik;
3. setiap SD/MI menyediakan satu set peraga IPA dan bahan yang terdiri dari model kerangka manusia, model tubuh manusia, bola dunia (globe), contoh peralatan optik, kit IPA untuk eksperimen dasar, dan poster/carta IPA;
4. setiap SD/MI memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku referensi, dan setiap SMPN/MTs memiliki 200 judul buku pengayaan dan 20 buku referensi;
5. setiap guru tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan tugas tambahan;
6. satuan pendidikan menyelenggarakan proses pembelajaran selama 34 minggu per tahun dengan kegiatan pembelajaran sebagai berikut :
a) Kelas I – II : 18 jam per minggu;
b) Kelas III : 24 jam per minggu;
c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau c) Kelas IV - VI : 27 jam per minggu; atau
7. satuan pendidikan menerapkan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) sesuai ketentuan yang berlaku;
8. setiap guru menerapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disusun berdasarkan silabus untuk setiap mata pelajaran yang diampunya;
9. setiap guru mengembangkan dan menerapkan program penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik;
10. kepala sekolah melakukan supervisi kelas dan memberikan umpan balik kepada guru dua kali dalam setiap semester;
11. setiap guru menyampaikan laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil
penilaian setiap peserta didik kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil prestasi belajar peserta didik;
12. kepala sekolah atau madrasah menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan
13. rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan kabupaten/kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada setiap akhir semester; dan
14. setiap satuan pendidikan menerapkan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah (MBS).
Pelayanan pendidikan dasar yang menjadi tanggungjawab dari satuan pendidikan, baik sekolah maupun madrasah adalah tanggungjawab dalam aspek buku dan media pembelajaran, kurikulum dan rencana pembelajaran, proses pembelajaran, penjaminan mutu dan evaluasi pendidikan, dan manajemen sekolah.
Sesuai dengan sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 Bidang Sosial Budaya dan Kehidupan Beragama, SPM Pendidikan Dasar harus telah tercapai 100 persen. Oleh karena itu seluruh sekolah SD hingga SMPN di Indonesia harus telah memenuhi kualifikasi dalam SPM. Jadi SPM yang mulai diberlakukan tahun 2011 dengan tahapan rehabilitasi sarana dan prasarana sekolah pelatihan guru dan tenaga pendidik. Diharapkan dalam waktu tiga tahun atau pada tahun 2014 seluruh SD/MI dan SMPN/MTs sudah melaksanakan SPM.
C. Penerapan SPM Pendidikan Dasar
1. Peran Pemerintah dalam Penerapan SPM Pendidikan Dasar Peran pemerintah dalam pelaksanaan SPM pendidikan dasar berdasarkan Permendikbud Nomor 23 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Permendiknas Nomor
15 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar di Kabupaten/Kota, adalah sebagai berikut:
a. Pemerintah
1) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pembinaan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan dasar;
2) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan setelah berkoordinasi dengan Menteri Dalam Negeri dapat mendelegasikan pembinaan teknis sebagaimana dimaksud pada butir (1) kepada Gubernur selalu wakil pemerintah di daerah;
3) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan Dasar;
4) Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Petunjuk Teknis untuk pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar;
5) Menteri melakukan monitoring dan evaluasi teknis terhadap kinerja penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah, berkoordinas dengan Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Tim Konsultasi Penyusunan SPM;
6) Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada butir 5, dilaksanakan paling sedikit sekali dalam 1 (satu) tahun;
7) Hasil monitoring dan evaluasi penerapan dan pencapaian SPM dipergunakan pemerintah sebagai :
a) bahan masukan bagi pengembangan kapasitas pemerintahan daerah dalam pencapaian SPM;
b) bahan pertimbangan dalam pembinaan dan pengawasan penerapan SPM, termasuk pemberian penghargaan bagi pemerintahan daerah yang berprestasi sangat baik.
8) Pembinaan dan pengawasan umum atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintah daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri Dalam Negeri.
9) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen melakukan pembinaan dan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah.
10) Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-kementerian dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 (ayat)1 Permendikbud Nomor
23 Tahun 2013, dibantu oleh Inspektorat Jenderal Departemen/Unit Pengawas Lembaga Pemerintah Non-Departemen.
11) Dalam rangka menindaklanjuti hasil monitoring dan evaluasi atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah, Menteri/Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen berkewajiban melakukan pengembangan kapasitas untuk mendukung penerapan dan pencapaian SPM.
12) Pendanaan yang berkaitan dengan kegiatan penyusunan, penetapan, pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sistem dan/atau subsistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas untuk mendukung penyelenggaraan SPM yang merupakan tugas dan tanggung jawab
APBN masing-masing Departemen/Lembaga Pemerintah Non Departemen.
b. Pemerintah Provinsi
1) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dapat melakukan pembinaan
teknis dalam penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan Dasar;
2) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan Dasar;
3) Gubernur menyusun laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM;
4) Gubernur menyampaikan ringkasan laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM kepada Menteri Dalam Negeri;
5) Pembinaan dan pengawasan atas penerapan SPM pemerintahan daerah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah di daerah;
6) Gubernur selaku wakil pemerintah di daerah dalam melakukan pengawasan teknis atas penerapan dan pencapaian SPM pemerintahan daerah kabupaten/kota sebagai dimaksud dalam butir 5, dibantu oleh Inspektorat Provinsi berkoordinasi dengan Inspektoat kabupaten/kota;
7) Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/pelaporan, monitorin dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan sub sistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas dan tanggung-jawab pemerintahan daerah dibebankan pada APBD.
c. Pemerintah Kabupaten/kota
1) Bupati/walikota bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pelayanan pendidikan, sekurang-kurangnya memenuhi SPM Pendidikan Dasar yang dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten/kota dan masyarakat;
2) Bupati/walikota melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pendidikan sesuai SPM Pendidikan Dasar di daerah masing-masing
3) Dinas yang membidangi pendidikan/kantor Kemenag kabupaten/kota secara operasional mengoordinasikan pelayanan pendidikan sesuai dengan SPM Pendidikan Dasar;
4) Bupati/Walikota menyusun dan menyampaikan laporan umum tahunan kinerja penerapan dan pencapaian SPM Pendidikan Dasa kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur.
5) Pendanaan yang berkaitan dengan penerapan, pencapaian kinerja/pelaporan, monitoring dan evaluasi, pembinaan dan pengawasan, pembangunan subsistem informasi manajemen, serta pengembangan kapasitas, yang merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintahan kabupaten/kota dibebankan pada APBD.
2. Pencapaian SPM Pendidikan Dasar Untuk menentukan tingkat pencapaian SPM Pendidikan Dasar, maka pemerintah kabupaten/kota harus terlebih dahulu menyusun rencana penerapan dan pencapaian SPM, dengan mempertimbangkan :
a. Kondisi awal tingkat pencapaian pelayanan dasar. Kondisi/data awal tingkat pencapaian pelayanan dasar pada saat awal dilakukan penghitungan/pengukuran pencapaian.
b. Target pelayanan dasar yang akan dicapai. Target pencapaian pelayanan dasar bidang pendidikan harus tercapai pada akhir tahun 2014.
c. Kemampuan, potensi, kondisi dan prioritas daerah. Analisis kemampuan, potensi dan kondisi daerah disusun berdasarkaan data dan infrmas yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data dan informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota, di antaranya data teknis, sarana dan prasarana, tenaga pendidik, dan kependidikan, alokasi anggaran untuk melaksanakan SPM pendidikan dasar di kabupaten/kota. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data dan informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM pendidikan dasar, namun c. Kemampuan, potensi, kondisi dan prioritas daerah. Analisis kemampuan, potensi dan kondisi daerah disusun berdasarkaan data dan infrmas yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan baik yang bersifat khusus maupun umum. Pengertian khusus dalam hal ini adalah data dan informasi yang secara langsung terkait dengan penerapan SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota, di antaranya data teknis, sarana dan prasarana, tenaga pendidik, dan kependidikan, alokasi anggaran untuk melaksanakan SPM pendidikan dasar di kabupaten/kota. Sedangkan pengertian umum dalam hal ini adalah data dan informasi yang secara tidak langsung terkait dengan penerapan SPM pendidikan dasar, namun
1) Penentuan status awal yang terkini dari pencapaian pelayanan dasar di daerah;
2) Perbandingan antara status awal dengan target pencapaian dan batas waktu pencapaian SPM yang ditetapkan oleh pemerintah;
3) Perhitungan pembiayaan atas target pencapaian SPM, analisis standar belanja kegiatan berkaitan dengan SPM dan harga satuan, serta;
4) Perkiraan kemampuan keuangan dalam pemenuhan target SPM sesuai batas waktu pencapaiannya dan melakukan pentahapan yang diperlukan dalam pemenuhannya.
Analisis kemampuan, potensi dan kondisi daerah digunakan untuk menyusun skala prioritas program dan kegiatan yang akan dilaksanakan sesuai dengan pencapaian dan penerapan SPM pendidikan dasar di kabupaten/kota.
3. Pengintegrasian Rencana Pencapaian SPM dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah kabupaten/kota menyusun rencana pencapaian SPM pendidikan dasar yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM pendidikan 3. Pengintegrasian Rencana Pencapaian SPM dalam Dokumen Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah kabupaten/kota menyusun rencana pencapaian SPM pendidikan dasar yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan dijabarkan dalam target tahunan pencapaian SPM pendidikan
Nota kesepakatan tentang KUA dan PPA yang disepakati bersama antara Kepala Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) wajib memuat target pencapaian dan penerapan SPM pendidikan dasar penyusunan RKA-SKPD yang menggambarkan secara rinci dan jelas program dan kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka pencapaian dan penerapan SPM pendidikan dasar di kabupaten/kota. Pengintegrasian SPM ke dalam RAPBD ini dapat dilihat pada gambar 2, seperti gambar di bawah ini
Mekanisme perencanaan pembiayaan pencapaian SPM pendidikan dasar, sebagai berikut : Mekanisme perencanaan pembiayaan pencapaian SPM pendidikan dasar, sebagai berikut :
b. Pemerintah kabupaten/kota daerah menetapkan batas waktu pencapaian SPM untuk daerahnya dengan mengacu pada batas waktu pencapaian SPM secara nasional, kemampuan dan potensi daerah masing-masing.
c. Pemerintah kabupaten/kota menetapkan target tahunan pencapaian SPM mengacu pada batas waktu yang sudah ditentukan oleh masing-masing daerah.
d. Pemerintah kabupaten/kota membuat rincian belanja untuk setiap kegiatan dengan mengacu pada rincian belanja yang sudah ditetapkan oleh masing- masing daerah.
e. Pemerintah kabupaten/kota dapat mengembangkan jenis kegiatan dari masing- masing jenis pelayanan yang sudah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan kebutuhan daerahnya dalam pencapaian SPM di daerah masing-masing.
f. Pemerintah kabupaten/kota menggunakan perencanaan pembiayaan pencapaian SPM pendidikan dasar untuk melihat kondisi dan kemampuan keuangan daerahnya dalam mencapai SPM pendidikan dasar yang sudah ditetapkan oleh pemerintah.
g. Apabila pembiayaan yang dibutuhkan dalam pencapaian SPM pendidikan dasar melebihi kemampuan keuangan kabupaten/kota, maka dapat dipilih prioritas kegiatan atau dicari sumber anggaran lainnya.
Mekanisme perencanaan pembiayaa SPM Pendidikan Dasar di kabupaten/kota juga dapat dilihat pada gambar 3 di bawah ini
D. Penelitian tentang Penerapan SPM Pendidikan Dasar
Penerapan SPM Pendidikan Dasar sudah lama dilaksanakan sejak tahun 2010, dan seharusnya satuan pendidikan jenjang Pendidikan Dasar pada tahun 2014 telah Penerapan SPM Pendidikan Dasar sudah lama dilaksanakan sejak tahun 2010, dan seharusnya satuan pendidikan jenjang Pendidikan Dasar pada tahun 2014 telah
Nurlatifah Hidayati, R. Gunawan Sudarmanto, Irwan Suntoro (2012) telah melakukan penelitian terhadap Pelaksanaan SPM Pendidikan di SDN 2 Dono Arum Kecamatan Seputih Agung Kabupaten Lampung Tengah, menunjukkan hasil sebagai berikut;
1. SPM di sekolah dasar telah berjalan berdasarkan peraturan yang ditetapkan, rata-rata memenuhi kriteria untuk menentukan SPM sesuai tercanum dalam Permendik No.15 Tahun 2010;
2. Evaluasi pelaksanaan SPM di sekolah dasar telah melibatkan seluruh pemangku kepentingan;
3. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SPM adalah partisipasi masyarakat yang kurang aktif dan kurangnya komunikasi antara orang tua dan sekolah;
4. Partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan SPM di sekolah dasar kurang maksimal, sementara dukungan utama dalam bentuk dukungan moral dan material maksimum.
Penelitian yang berhubungan dengan SPM, khususnya tentang pencapaiannya dilakukan oleh Herwin, ST dibimbing oleh Prof.Dr. Elfindri, Se, MA dan Prof.Dr.Nasri Bachtiar, SE, MS (2010/2011) yakni Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan Dasar, Studi Kasus Kecamatan Sangir Kabupaten Solok Selatan, menghasilkan temuan, yakni :
1. Analisis gap menghasilkan kenyataan bahwa sebenarnya ruang kelas dan guru telah berlebih, bila distribusi siswa dan guru mengacu kepada SPM Dikdas, bahkan 1. Analisis gap menghasilkan kenyataan bahwa sebenarnya ruang kelas dan guru telah berlebih, bila distribusi siswa dan guru mengacu kepada SPM Dikdas, bahkan
2. Jumlah guru tahun 2010 masih berlebih sampai tahun 2015. Namun kualifikasi guru masih sangat jauh dari pemenuhan SPM.
3. Kualifikasi kepala sekolah juga masih belum memenuhi SPM.
4. Fasilitas-fasilitas pendukung masih terdapat kekurangan, demikian juga dengan buku dan alat peraga.
5. Analisis terhadap pembiayaan operasional nonpersonalia menunjukkan masih kecilnya pangsa anggaran untuk anggaran ini, demikian juga alokasi untuk alat tulis sekolah dan bahan/alat habis pakai, belum memenuhi standar.
Penelitian yang relevan dengan pelaksanaan SPM, tetapi secara khusus penelitian yang melakukan evaluasi, dilakukan oleh Khoirina Nuryani (2014) yaitu Evaluasi Pelaksanaan Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar SD unggulan Muhammadiyah Kretek Kabupaten Bantul Tahun Ajaran 2013/2014, dengan temuan penelitian, antara lain :
1. Pelaksanaan SPM Pendidikan Dasar oleh SD Unggulan Muhammadiyah Kretek berdasarkan indikator pencapaian telah memenuhi SPM sebesar 72,42%, dan yang belum memenuhi 27,58%. SPM yang belum terpenuhi adalah ketersediaan peraga IPA, penerapan RPP, pelaksanaan supervisi oleh kepala sekolah dan Rencana Tahunan Sekolah;
2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SPM adalah kurangnya informasi yang diterima sekolah mengenai SPM, keterbatasan anggaran untuk pengadaan sarana 2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan SPM adalah kurangnya informasi yang diterima sekolah mengenai SPM, keterbatasan anggaran untuk pengadaan sarana
3. Solusi yang dapat dilakukan, yaitu sosialisasi mengenai SPM, sekolah harus mampu menyusun skala prioritas dan pengadaan sarana dan prasarana, mengoptimalkan peran kepala sekolah dan peran guru, sekolah harus menyusun, memonitoring, dan mengevaluasi Rencana Kegiatan Sekolah, yang terdiri dari Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah dan Rencana Kerja Tahunan
Sementara itu hasi l kajian terhadap Status Quo atau ‘Status Quo Assessment’ (SQA) yang dilakukan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Uni Erofa di 110 kabupaten/kota di 16 provinsi, membuktikan umum pendidikan di Indonesia Timur masih rendah, dan data yaang dihasilkan menjadi basis untuk mengukur kemajuan pencapaian SPM. Hasil kajian juga menyebutkan masih ada beberapa indikator SPM pendidikan, belum sepenuhnya tercapai. Misalnya, penyediaan laboratorium ilmiah, dan jumlah buku di perpustakaan yang masih belum bisa dipenuhi. Sementara untuk indikator yang sudah berhasil dicapai, yaitu jumlah guru yang dibutuhkan.(http://edukasi.kompas.com/read/ 2014/12/13/05025511/Standar.Pelayana n. Minimal.Belum.TerpenuhI).
Survei yang dilakukan untuk mengukur kondisi awal standar SPM tahun 2014 yang dilakukan di 110 kabupaten/kota, terhadap 12.980 seklah/madrasah, dikelola Bank Pembangunan Asia, dilakukan oleh pengawas, dan dipublikasikan pada tanggal 11 Desember 2014. Hasil survei menunjukkan meski angka partisipasi murni jenjang pendidikan dasar hampir mencapai 100%, namun sekolah di berbagai daerah masih belum bisa memenuhi SPM, masalah terbesar tetap pada sarana prasarana serta Survei yang dilakukan untuk mengukur kondisi awal standar SPM tahun 2014 yang dilakukan di 110 kabupaten/kota, terhadap 12.980 seklah/madrasah, dikelola Bank Pembangunan Asia, dilakukan oleh pengawas, dan dipublikasikan pada tanggal 11 Desember 2014. Hasil survei menunjukkan meski angka partisipasi murni jenjang pendidikan dasar hampir mencapai 100%, namun sekolah di berbagai daerah masih belum bisa memenuhi SPM, masalah terbesar tetap pada sarana prasarana serta
Berdasarkan hasil survei Minimum Service Standards Capacity Development Prgram (MSS-CDP), guru SD dengan kualifikasi S1 hanya mencapai 62%, hingga Desember 2014, sementara untuk SMPN sudah mencapai 90%, pemenuhan fasilitas belajar yang meliputi kebutuhan ruang kelas, meja-kursi dan papan tulis di SD seluruh Indonesia hanya mencapai 26%, sementara di SMPN pemenuhan fasilitas belajar tersebut baru mencapai 44%. Sedangkan persentase peserta didik yang memiliki paket buku teks seluruh mata pelajaran yang disediakan sekolah, untuk SD, hanya tercatat mencapai 24%,
SMPN hanya mencapai angka 8%. ( http://www.cnnindonesia.com/nasional/20141211140014-20-17509/standar-pelayan- an-sekolah-dasar-dan-menengah-masih-minim/)
dan untuk
BAB III METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini meliputi seluruh satuan pendidikan SMPN yang aktif terdaftar di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Tanah Laut, semua sekolah dijadikan sampel penelitian. Jumlah sekolah dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Tanah Laut Tahun 2015
No Kecamatan
Satuan Pendidikan SMPN
Jumlah
1 Batu Ampar
5 Tambang Ulang
10 Bumi Makmur
11 Bajuin
Pada satuan pendidikan sekolah, yang menjadi responden saat pengumpulan data melalui kuesioner adalah Kepala Sekolah, atau yang mewakili, sementara untuk FGD terdiri dari para kepala sekolah SMP Negeri, terutama SMP Negeri yang kualitas pencapaian SPM dikategorikan paling rendah.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dilihat dari jenis datanya, data yang dikumpulkan untuk penelitian ini lebih banyak data sekunder dan berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data sekunder diperolah setelah data primer dikumpulkan melalui suvei per individu sekolah. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada umumnya adalah survei dengan angket dan daftar isian. Tenaga pengumpul data atau surveyor melibatkan pengawas sekolah yang telah dijamin independensinya, dan telah berulangkali diikutsertakan sebagai surveyor penelitian-penelitan sebelumnya. Prosedur pengumpulan data atau surveinya mengikuti yang lazim dilakukan yakni pengumpul data mendatangi responden di sekolah dengan membawa kuesioner yang telah disiapkan. Berikutnya kuesioner yang telah diisi dan dikonfirmasikan, baru diserahkan ke tim peneliti, untuk dicek kebenaran pengisiannya. Jika perlu tim peneliti menghubungi kembali kepala sekolah yang diperlukan kembali datanya.
3. Teknik Analisis
Analisis yang digunakan pada penelitian ini dilakukan dengan analisis kuantitatif deskriptif, analisis kuantitatif komparatif, dan analisis kesenjangan antara standar dan realisasi capaian indicator SPM. Analisis kesenjangan digunakan untuk melakukan identifikasi penyebab tidak tercapai target indikator SPM dan kemudian mencari alternative kebijakan untuk dilanjutkan menjadi program dan kegiatan guna melakukan intervensi percepatan pencapaian indikator standar pelayanan minimal yang mengalami kesenjangan. Setelah analisis dilakukan maka disusun alternatif kebijakan dengan memperhatikan azas prioritas sesuai kebutuhan dan kemampuan daya dukung sumberdaya pemerintah daerah.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Capaian indikator SPM satuan pendidikan SMPN di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2015.
1. Jumlah SMPN yang semua rombongan belajarnya tidak melebihi 36 orang
Tabel 1. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten sebesar 86,96%.
2. Jumlah SMPN yang telah memenuhi kebutuhan ruang kelas, meja/kursi, dan papan tulis untuk setiap rombongan belajar
Tabel 2. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten masih 0%.
3. Jumlah SMPN yang memiliki ruang laboratorium IPA yang dilengkapi dengan meja dan kursi untuk 36 peserta didik
Tabel 3. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten sebesar 13.04%
4. Jumlah SMPN yang memiliki satu set peralatan praktek IPA untuk demonstrasi dan eksperimen peserta didik
Tabel 4. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten masih 0%
5. Jumlah SMPN yang memiliki satu ruang guru dan dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru dan staf kependidikan lainnya
Tabel 5. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten sebesar 52.17%
6. Jumlah SMPN yang memiliki ruang kepala sekolah/madrasah yang terpisah dari ruang guru dan dilengkapi meja dan kursi
Tabel 6. Capaian Indikator SPM
No
Capaian Indikator (%)
Sekolah
Jumlah (F)
Data di atas menunjukkan capaian indikator SPM di tingkat kabupaten sebesar
7. Jumlah SMPN yang memiliki guru untuk setiap mata pelajaran