ZAKAT DAN WAKAF DALAM PERSPEKTIF EKONOMI (2)

ZAKAT DAN WAKAF
DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Aspek Hukum dalam Zakat dan Wakaf

Oleh:
Riri Nurofi’ah

141002120

Pipit Puji N Fazri

141002156

KONSENRASI ZAKAT INFAK SEDEKAH WAKAF
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS SILIWANGI
2017


KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala
atas karunia, rahmat, dan nikmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul Zakat dan Wakaf dalam Perspektif Ekonomi
Islam.
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Aspek
Hukum dalam Zakat dan Wakaf.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan makalah ini penulis banyak
mendapat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Bapak Yusef Rafiki., S.Ag., M.M., selaku dosen pengampu mata kuliah
Aspek Hukum dalam Zakat dan Wakaf;
2. Rekan-rekan seangkatan yang telah memotivasi penulis untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini;
3. Serta semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Semoga bantuan baik berupa moril maupun materil yang telah diberikan,
oleh Allah SWT. dapat diberikan balasan yang berlipat ganda.
Makalah ini juga masih jauh dari kata sempurna karena memiliki banyak
kekurangan, baik dalam hal isi dan sistematika maupun dalam teknik
penulisannya. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat

penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.

Tasikmalaya, Maret 2017

Penulis

1

DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ............................................................................................................i
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan.........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................4
A. Pengertian Zakat dan Wakaf.........................................................................................4

B. Dasar Hukum Zakat dan Wakaf....................................................................................5
C. Tujuan Zakat dan Wakaf dalam Ekonomi Islam.........................................................11
D. Relasi Fiqh dan Manajemen Zakat dan Wakaf dalam Pemberdayaan Ekonomi Islam
.....................................................................................................................................12
E. Doktrin Ekonomi Islam dalam Zakat dan Wakaf........................................................14
BAB

III

SIMPULAN

DAN

SARAN .....................................................................................16
A. Simpulan.....................................................................................................................16
B. Saran...........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA

2


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Ekonomi Islam merupakan ekspresi model ekonomi berdasar
akidah dan syariat Islam yang memiliki cakupan luas dan target yang
jelas. Karakteristik sentral yang membedakannya dengan sistem ekonomi
konvensional adalah asas atau acuan dasar yang dipakai, yaitu al-Quran
dan Hadits Nabi, selain acuan-acuan lain yang bersifat interpretatif dari
para ulama Islam. Sebagian kalangan menyatakan bahwa sisi humanisme
ekonomi merupakan pembeda lain antara ekonomi Islam dan ekonomi
ala kapitalisme yang berpangkal pada pengayaan individu. Islam
memandang bahwa zakat dan wakaf ini tidak bisa hanya bersifat ibadah,
tetapi juga memiliki dimensi moral-psikologis, sosial dan ekonomi.
Zakat adalah satu-satunya rukun Islam yang secara spesifik
berbicara tentang pemberdayaan ekonomi umat. Sedangkan wakaf
merupakan salah satu akad sosial yang bertujuan untuk kesejahteraan
umum. Dalam konteks ini baik zakat maupun wakaf keduanya tidak
diberikan secara konsumtif, dalam arti diberikan secara instan atau
kontan sehingga zakat maupun wakaf tidak mampu mengubah
kemiskinan menuju kemandirian yang dicita-citakan Islam. Zakat dan

wakaf harusnya dikelola secara produktif, sehingga dapat menuju
kemandirian umat dan kesejahteraan ekonomi.
Pengelolaan zakat secara profesional dan produktif dapat ikut
membantu

perekonomian

pemerintahdalam

masyarakat

meningkatkan

lemah

dan

perekonomian

membantu


negara,

yaitu

terberdayanya ekonomi umat sesuai dengan misi-misi yang diembannya.
Sedangkan

wakaf

memiliki

potensi

yang

sangat

bagus


untuk

meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat, terutama dengan konsep
wakaf

Uang.

Terlebih

disaat

menyejahterahkan rakyatnya
1

pemerintah

tidak

sanggup


lagi

2

Dalam ekonomi Islam zakat dan wakaf dianggap sebagai salah satu
instrumen kebijakan fiskal suatu negara. Kebijakan fiskal adalah
kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mendapatkan
dana-dana dan kebijaksanaan yang ditempuh oleh pemerintah untuk
membelanjakan dananya dalam rangka melakukan pembangunan.
Sehingga zakat dan wakaf diharapkan dapat membantu negara dalam
melakukan pembangunan ekonomi, baik dalam hal pengetasan
kemiskinin maupun menyejahterakan umat.
Adapaun selain hal-hal yang telah penulis paparkan di atas, dalam
makalah ini penulis juga akan sedikitnya memaparkan mengenai hal
ihwal berkenaan dengan zakat dan wakaf dalam persfektif ekonomi
Islam.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan membahas mengenai:
1. Apa yang dimaksud dengan zakat daan wakaf?
2. Apa saja dasar hukum zakat dan wakaf?

3. Apa tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam?
4. Bagaimana relasi fiqh dan manajemen zakat dan wakaf dalam
pemberdayaan ekonomi Islam?
5. Bagaimana doktrin ekonomi Islam dalam zakat dan wakaf?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan zakat dan wakaf;
2. Untuk mengetahui apa dasar hukum zakat dan wakaf;
3. Untuk mengetahui apa tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam;
4. Untuk mengetahui bagaimana relasi fiqh dan manajemen zakat dan
wakaf dalam pemberdayaan ekonomi Islam;
5. Untuk mengetahui bagaimana doktrin ekonomi Islam dalam zakat dan
wakaf;

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:

3

1. Manfaat bagi penulis dalam penulisan makalah ini adalah untuk

menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mengenai zakat dan wakaf
dalam perspektif ekonomi islam;
2. Manfaat bagi pembaca dalam penulisan makalah ini yaitu sebagai
acuan atau sarana untuk lebih megetahui tentang zakat dan wakaf
dalam perspektif ekonomi islam, serta sebagai salah satu referensi
dalam sistematika penulisan makalah.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Zakat dan Wakaf
Zakat secara etimologis adalah an-nama’ (pertumbuhan), al-barakah
(berkah), at-thaharah (suci), dan katsratul khair (kebaikan yang banyak).
Para ulama lebih suka menggunakan kata an-nama’, dengan pengertian
bahwa semakin banyak harta yang dizakati bukan semakin berkurang dan
menyusut tapi justru sebaliknya, semakin tumbuh dan berkembang dengan
pesat.
Secara terminologis zakat adalah sejumlah nilai atau ukuran tertentu
yang wajib dikeluarkan dari harta tertentu pula. Menurut Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat bahwa yang dimaksud
dengan zakat adalah harta yang wajib dikeluarkan oleh seorang muslim atau

badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya sesuai
dengan syariat Islam.
Sedangkan, wakaf secara etimologis berasal dari kata waqafa-yaqifuwaqfan, mempunyai arti menghentikan atau menahan (al-habs). Secara
terminologis wakaf adalah menahan harta dari jangkauan kepemilikan orang
lain. Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) wakaf adalah perbuatan
hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang
memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk
selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya
sesuai dengan ajaran Islam.
Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Tentang Wakaf, wakaf
adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan
sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk
jangka waktu tertentu sesuia dengan kepentingannya guna keperluan ibadah
dan/atau kesejahteraan umum.

5

B. Dasar Hukum Zakat dan Wakaf
1. Dasar Hukum Kewajiban Zakat
Zakat hukumnya wajib, hal ini berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan
Ijma’.
a. Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menjelaskan tentang kewajiban
melaksanakan zakat, di antaranya adalah sebagai berikut:
1) QS. Al-Baqarah (2): 43

‫ع‬
‫صعلة ع عوآَعتوُا الزز ع‬
‫معع‬
‫كاَة ع عواررك عععوُا ع‬
‫وعأققيِ ع‬
‫موُا ال ز‬
‫ن‬
‫الزراك ققعيِ ع‬

Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah
beserta orang-orang yang ruku”.
2) QS. At-Taubah (9): 11

‫ع‬
‫وُا الزز ع‬
‫كاَة ع‬
‫صعلة ع عوآَت عع‬
‫فعإ ق ر‬
‫ن عتاَعبوُا وعأعقاَ ع‬
‫موُا ال ز‬
‫ص ع‬
‫ت لق ع‬
‫ن ۗ وعن ع ع‬
‫فعإ ق ر‬
‫ل ارلعيِّاَ ق‬
‫وُان عك ع ر‬
‫ف د‬
‫خ ع‬
‫قوُرم م‬
‫م قفيِ الد ديِّ ق‬
‫ن‬
‫موُ ع‬
‫يِّ ععرل ع ع‬

Artinya: “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan
Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui”.
3) QS. Al-Bayyinah (98): 5

‫ع‬
‫ه‬
‫م ر‬
‫خل ق ق‬
‫ماَ أ ق‬
‫معروا إ قزل ل قيِ ععرب ع ع‬
‫ن لع ع‬
‫ه ع‬
‫دوا الل ز ع‬
‫وع ع‬
‫صيِ ع‬
‫صعلة ع وعيِّ عؤ رعتوُا الزز ع‬
ۚ ‫كاَة ع‬
‫حن ع ع‬
‫فاَعء وعيِّ ع ق‬
‫ن ع‬
‫قيِ ع‬
‫موُا ال ز‬
‫الد ديِّ ع‬
‫وعذ ذعل ق ع‬
‫ن ال ر ع‬
‫مةق‬
‫قيِ د ع‬
‫ك د قيِّ ع‬

Artinya:”  Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah
Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan)

6

agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan
menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus”.

b. Hadits
Banyak hadits Nabi SAW. yang menjelaskan zakat, di antaranya
adalah sebagai berikut:
1) Hadits Riwayat Tirmidzi

‫حدث عناَ محمد ب ع‬
َ‫حد زث ععنا‬
‫مد دوعيِّ رهق ع‬
‫نأ ر‬
‫ن ع‬
‫ح ع‬
‫ع ز ع ع ع ز ع ر ع‬
‫مد ع ب ر ق‬
‫شريِّك ع عن أ ع‬
‫ع‬
‫ح‬
ِ‫بي‬
‫ن ع‬
‫معزة ع‬
‫عاَ ق‬
‫ع‬
‫ن ع ق م‬
‫ارل ر‬
‫ر‬
‫ر ق‬
‫مر م ع ع ر‬
‫سوُعد ع ب ر ع‬
‫ن ال ز‬
‫ت‬
‫م ع‬
‫ة ب قن ر ق‬
‫س عقاَل ع ر‬
‫ن عفاَط ق ع‬
‫يِ ع ع ر‬
‫شعرب ق د‬
‫عع ر‬
‫ت قعيِ ر م‬
‫ع‬
‫ع‬
‫سئ ق ع‬
‫م‬
‫ه ع عل عيِ رهق وع ع‬
‫ت أور ع‬
‫ع‬
‫سل ز ع‬
‫صزلىَّ الل ز ع‬
‫سأل ر ع‬
‫يِ ع‬
‫ل الن زب ق د‬
‫ن الزز ع‬
‫قاَ ع‬
َ‫وُى‬
َ‫ح ق‬
‫كاَةق فع ع‬
‫قاَ ق‬
‫ل لع ع‬
‫ل إق ز‬
‫ن قفيِ ال ر ع‬
‫س ع‬
‫ماَ ق‬
‫عع ر‬
‫الزز ع‬
‫ة ال زقتيِ قفيِ ال رب ع ع‬
‫م ت ععل هعذ قهق ارليِّ ع ع‬
‫قعرةق‬
‫كاَةق ث ع ز‬
‫ع‬
‫ة‬
‫م { ارليِّ ع ع‬
‫ن ت عوُعدلوُا وع ع‬
‫س ال رب قزر أ ر‬
‫جوُهعك ع ر‬
‫} ل عيِ ر ع‬

Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ahmad
bin Madduwaih] telah menceritakan kepada kami [Al Aswad bin
'Amir] dari [Syarik] dari [Abu Hamzah] dari [Asy Sya'bi] dari
[Fathimah binti Qais] dia berkata, saya bertanya kepada Nabi
Shalallahu 'alaihi wa salam tentang zakat, lalu beliau bersabda:
"Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan)
selain zakat." Kemudian beliau membaca firman Allah Ta'ala yang
terdapat dalam surat Al Baqarah: "Bukanlah menghadapkan wajahmu
ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan…(ayat)”. (HR. Tirmidzi)
2) Hadits Riwayat Bukhari

7

‫ن ع عب رد ق الل زهق عقاَ ع‬
ِ‫حد زث عقنيِ أ عقبي‬
‫ل ع‬
‫م ع‬
‫ع‬
‫ح ز‬
‫حد زث ععناَ ع‬
‫مد ع ب ر ع‬
‫ة أع ع‬
‫عقاَ ع‬
‫ه‬
‫ساَ عر ق‬
‫م ع ز‬
‫ل ع‬
‫ن أن ع س‬
‫ه ع عن ر ع‬
‫يِ الل ز ع‬
‫ماَ ع‬
‫حد زث عقنيِ ث ع ع‬
‫ض ع‬

‫حدث عه أ ع ع‬
‫ه‬
‫ن أعباَ ب عك ررم عر ق‬
‫ه ك عت ع ع‬
‫ع ز ع ز‬
‫ب لع ع‬
‫ه ع عن ر ع‬
‫يِ الل ز ع‬
‫ض ع‬
‫ع‬
‫م‬
‫ه ع عل عيِ رهق وع ع‬
‫ه عر ع‬
‫سل ز ع‬
‫صزلىَّ الل ز ع‬
‫سوُل ع ع‬
‫معر الل ز ع‬
‫ال زقتيِ أ ع‬
‫ه ع‬
‫ت‬
‫م ع‬
‫ض وعل عيِ ر ع‬
‫س ر‬
‫ت ع‬
‫ه ب قن ر ع‬
‫صد عقعت ع ع‬
‫ن ب عل عغع ر‬
‫وع ع‬
‫ت ع‬
‫م ر‬
‫خاَ م‬
‫قب ع ع‬
‫ه‬
‫ن فعإ قن زعهاَ ت ع ر‬
‫عن رد عه ع وع ق‬
‫ق‬
‫ل ق‬
‫من ر ع‬
‫عن رد عه ع ب قن ر ع‬
‫ت ل ععبوُ م‬
‫ماَ أ عور ع‬
‫ع ر‬
‫ن‬
‫صد دقع ق‬
‫وعيِّ ععر ق‬
‫ن د قررهع س‬
‫طيِهق ال ر ع‬
‫م ع‬
‫شرقيِّ ع‬
‫شاَت عيِ ر ق‬
َ‫جهقعها‬
‫م ع‬
‫ن ق‬
‫ض ع ععلىَّ وع ر‬
‫فعإ ق ر‬
‫ت ع‬
‫عن رد عه ع ب قن ر ع‬
‫ن لع ر‬
‫م يِّ عك ع ر‬
‫خاَ م‬
‫قب ع ع‬
‫ه‬
‫ه يِّ ع ر‬
‫وع ق‬
‫ل ق‬
‫معع ع‬
‫س ع‬
‫من ر ع‬
‫ن فعإ قن ز ع‬
‫ه وعل عيِ ر ع‬
‫ن ل ععبوُ م‬
‫عن رد عه ع اب ر ع‬
‫ع‬
‫يِءْء‬
‫ش ر‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin 'Abdullah]
berkata, telah menceritakan kepadaku [bapakku] berkata, telah
menceritakan kepada saya [Tsumaamah] bahwa [Anas radliallahu 'anhu]
menceritakan kepadanya bahwa [Abu Bakar radliallahu 'anhu] telah
menulis surat kepadanya (tentang aturan zakat) sebagaimana apa yang
telah diperintahkan Allah dan rasulNya, yaitu; "Barangsiapa yang terkena
kewajiban zakat bintu makhadh namun dia tidak memilikinya sedang
yang ada dimilikinya bintu labun, maka zakatnya bisa diterima dengan
bintu labun dan dia diberi (menerima) dua puluh dirham atau dua ekor
kambing. Jadi jika ia tidak memiliki bintu makhadh (yang wajib
dizakatkan sesuai ketentuan) sedangkan yang ada padanya bintu labun
maka zakatnya bisa diterima dengan bintu labun itu karena dia tidak
memiliki yang lain”. (HR. Bukhari)
c. Ijma’

8

Berdasarkan beberapa ayat dan hadits di atas yang menyatakan
kewajiban mengeluarkan zakat dan zakat merupakan rukun Islam yang
sangat penting. Tidak ada seorangpun di antara umat Islam yang tidak
menganggapnya fardu. Menurut Abu Bakar Ash-Shiddiq, zakat adalah
ketentuan yang telah diwajibkan oleh Rasulullah SAW. kepada kaum
muslimin.
2. Dasar Hukum Disyariatkannya Wakaf
Dasar hukum wakaf bersumber dari Al-Qur’an dan Hadits, di antaranya
adalah sebagai berikut:
a. Al-Qur’an
1) QS. Al-Baqarah (2): 267

‫يِّاَ أ عيِّهاَ ال زذيِّن آَمنوُا أ ع‬
َ‫ما‬
‫م‬
‫قوُا‬
‫ع‬
‫ف‬
‫ن‬
‫ن ط عيِ دعباَ ق‬
‫ق‬
‫ق‬
‫ر‬
‫ق ع ع ع‬
‫ت ع‬
‫ع دع‬
‫ر‬
‫ك عسبتم ومماَ أ ع‬
‫من ارل ع‬
‫جعناَ ل عك ع‬
‫ض ۖ وععل‬
‫ر‬
‫م‬
‫ر‬
‫خ‬
‫ر‬
‫ق‬
‫ر‬
‫ر‬
‫ع رع ر ع ق ز‬
‫ر‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ق‬
‫ف ع‬
‫موُا ال ر ع‬
‫م قبآِ ق‬
‫خقبيِ ع‬
‫خذ قيِّهق‬
‫ه ت عن ر ق‬
‫ث ق‬
‫قوُ ع‬
‫ن وعل ع ر‬
‫ست ع ر‬
‫من ر ع‬
‫م ع‬
‫ت عيِ ع ز‬
‫ع‬
‫ع‬
ِ‫ي‬
‫ن ت عغر ق‬
‫موُا أ ز‬
‫م ع‬
‫إ قزل أ ر‬
‫ن الل ز ع‬
‫ضوُا قفيِهق ۚ عواع رل ع ع‬
‫ه غ عن ق ي‬
‫ح ق‬
ْ‫ميِد ء‬
‫ع‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan allah)
sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa
yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu
memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya,
padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha
Kaya lagi Maha Terpuji”.
2) QS. Ali-Imraan (3): 92

‫‪9‬‬

‫ماَ‬
‫ف ع‬
‫ماَ ت ع ق‬
‫قوُا ق‬
‫ىَّ ت عن ر ق‬
‫حدبوُ ع‬
‫ن ت ععناَعلوُا ال رب قزر ع‬
‫ن ۚ وع ع‬
‫م ز‬
‫لع ر‬
‫حت ز ذ‬
‫ن ع‬
‫م‬
‫ف ع‬
‫قوُا ق‬
‫ت عن ر ق‬
‫يِمء فعإ ق ز‬
‫ه ب قهق ع عقليِ ءْ‬
‫ن الل ز ع‬
‫ش ر‬
‫م ر‬
‫‪Artinya: ”Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang‬‬
‫‪sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu‬‬
‫‪cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah‬‬
‫‪mengetahuinya”.‬‬

‫حدث عناَ عليِ بن حجر أ عنبأ ع‬
‫ع‬
‫ن‬
‫ب‬
‫ل‬
‫عيِ‬
‫م‬
‫س‬
‫إ‬
‫ناَ‬
‫ق‬
‫ع‬
‫ر‬
‫ع ز ع عق د ر ع ع ر م رع ق ر ع‬
‫ع‬

‫‪b. Hadits‬‬

‫معر‬
‫إ قب رعرا ق‬
‫ن عع ع‬
‫هيِ ع‬
‫ن عناَفقمع ع ع ر‬
‫ن عع ر‬
‫ن ع عوُر م‬
‫م عع ر‬
‫ن اب ر ق‬
‫ن اب ر ق‬
‫ع‬
‫عقاَ ع ع‬
‫سوُ ع‬
‫قاَ ع‬
‫ل‬
‫خيِ رب ععر فع ع‬
‫ضاَ ب ق ع‬
‫معر أرر س‬
‫صاَ ع‬
‫ل عيِّاَ عر ع‬
‫ب عع ع‬
‫لأ ع‬
‫خيِبر ل ع ع‬
‫ع‬
‫ماَسل قع د‬
‫ط‬
‫مأ ق‬
‫ص ر‬
‫ب ع‬
‫ماَسل ب ق ع ر ع ع ر‬
‫ت ع‬
‫صب ر ع‬
‫الل زهق أ ع‬
‫فس عنديِ منه فعماَ تأ ر‬
‫ع‬
‫ر‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ت‬
‫ئ‬
‫ش‬
‫ن‬
‫إ‬
‫ل‬
‫قاَ‬
‫نيِ‬
‫ر‬
‫م‬
‫ق‬
‫ق‬
‫أن ر ع ع ق ر ق‬
‫ر‬
‫ع‬
‫ق ر ع ع ع ع ع‬
‫ق‬
‫حبست أ ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ر‬
‫معر‬
‫ت‬
‫ف‬
‫هاَ‬
‫ب‬
‫ت‬
‫ق‬
‫د‬
‫ص‬
‫ت‬
‫و‬
‫هاَ‬
‫ل‬
‫ص‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ز‬
‫صد زقع ب قعهاَ ع ع ع‬
‫ق‬
‫ع‬
‫ع ع ر ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫ر ع ع ع‬
‫ع‬
‫ع‬
‫صد زقع‬
‫ب وععل عيِّوُعر ع‬
‫صل ععهاَ وععل عيِّوُهع ع‬
‫ث تع ع‬
‫أن زعهاَ عل يِّ ععباَع ع أ ر‬
‫ب وعقفيِ‬
‫قعراقء عوال ر ع‬
‫ف ع‬
‫ب قعهاَ قفيِ ال ر ع‬
‫قررعبىَّ عوالدرعقاَ ق‬
‫سقبيِ ق ز‬
‫ح‬
‫جعناَ ع‬
‫ف عل ع‬
‫ضيِ ر ق‬
‫ل عوال ز‬
‫ن ال ز‬
‫ع‬
‫سقبيِ ق‬
‫ل اللهق عواب ر ق‬
‫ع‬
‫ن يِّ عأ رك ع ع‬
‫ف أ عرو‬
‫ل ق‬
‫معرعرو ق‬
‫ن وعل قيِ ععهاَ أ ر‬
‫من رعهاَ قباَل ر ع‬
‫ع ععلىَّ ع‬
‫م ر‬
‫ل قفيِهق عقاَ ع‬
‫ه‬
‫صد قيِّ س‬
‫ل فعذ عك عررت ع ع‬
‫مت ع ع‬
‫قاَ غ عيِ رعر ع‬
‫يِّ عط رعق ع‬
‫م ع‬
‫موُد م‬
‫ع‬
‫ماَسل عقاَ ع‬
‫قاَ ع‬
‫ل‬
‫ن فع ع‬
‫ن ق‬
‫م ع‬
‫ل ع‬
‫ل غ عيِ رعر ع‬
‫ح ز‬
‫لق ع‬
‫مت عأث د م‬
‫سيِرقيِّ ع‬
‫مد ق ب ر ق‬
‫ل آَ ع ع‬
‫ج ءْ‬
‫هاَ قفيِ‬
‫ه قععرأ ع ع‬
‫حد زث عقنيِ ب قهق عر ع‬
‫ن فع ع‬
‫خعر أن ز ع‬
‫ن ع عوُر م‬
‫اب ر ع‬

10

‫قط رعة أ عديِّم أ عحمر غ عيِر متأ ع‬
‫ماَسل عقاَ ع‬
‫د‬
‫ل‬
‫ث‬
‫ل ع‬
‫ق ع ق ق م ر ع ع رع ع ع م‬
‫ل وأ عناَ قعرأ ر‬
‫عن رد ع اب رن ع عب عيِ رد ق الل ز‬
‫ن‬
‫ب‬
‫ه‬
َ‫ها‬
‫ت‬
‫ق‬
‫ق‬
‫ع‬
‫ر‬
‫إق ر‬
‫س ع‬
‫ع‬
‫مقعيِ ع ع ع ع‬
‫ق‬
‫ق‬
‫ع‬
‫معر فع ع‬
‫ماَسل عقاَ ع‬
ُ‫ل أ ععبو‬
‫كاَ ع‬
‫ل ع‬
‫ن قفيِهق غ عيِ رعر ع‬
‫عع ع‬
‫مت عأث د م‬
‫م ع‬
‫سىَّ هع ع‬
َّ‫ل ع ععلى‬
‫ص ق‬
ْ‫حد قيِّ ء‬
‫ق‬
ْ‫حيِ ء‬
‫ث ع‬
‫ذا ع‬
‫ح ع‬
‫عيِ ع‬
‫ح عوال رعع ع‬
‫ن ع‬
ْ‫س ء‬

‫عند أ عهرل ال رعقل رم من أ ع‬
‫هع ع‬
َّ‫صزلى‬
‫ب‬
‫ن‬
‫ال‬
‫ب‬
َ‫حا‬
‫ص‬
‫ز‬
‫ع‬
‫ذا ق ر ع‬
‫ق‬
‫يِ ع‬
‫ق‬
‫ر‬
‫د‬
‫ق ق ر‬
‫ق‬
‫ن‬
‫ه ع عل عيِ رهق وع ع‬
‫م عل ن ععرل ع ع‬
‫م وعغ عيِ ررقه ق ر‬
‫سل ز ع‬
‫الل ز ع‬
‫م ب عيِ ر ع‬

‫م قفيِ ذ عل ق ع‬
‫مت ع ع‬
‫كا ر‬
‫جاَعزةق‬
‫ن ق‬
‫قد د ق‬
‫خت قعلسفاَ قفيِ إ ق ع‬
‫من رهع ر‬
‫ال ر ع‬
‫ميِ ع‬
‫ن وعغ عيِ ررق ذ عل ق ع‬
‫ك‬
‫ف ارل ععر ق‬
‫وعقر ق‬
‫ضيِ ع‬
Artinya: “Telah menceritakan kepada kami [Ali bin Hujr], telah
memberitakan kepada kami [Isma'il bin Ibrahim] dari [Ibnu 'Aun] dari
[Nafi'] dari [Ibnu Umar] ia berkata; Umar pernah mendapatkan sebidang
tanah di Khaibar, ia pun bertanya; Wahai Rasulullah, aku mendapatkan
harta

di

khaibar,

aku

tidak

pernah

mendapatkan

harta

yang

menyenangkan hatiku sebelumnya seperti ini, maka apa yang engkau
perintahkan kepadaku (atas harta ini)? Beliau menjawab, "Jika kamu
berkenan, tahanlah pokoknya dan bersedekahlah dengannya", maka
Umar pun bersedekah dengannya, hartanya itu tidak ia jual, tidak ia
hibahkan, dan tidak ia wariskan, dan ia mensedekahkannya dari harta itu
kepada para fakir miskin, ahli kerabat baik yang dekat maupun yang
jauh, fi sabilillah, ibnu sabil, dan (para) tamu. Tidaklah mengapa (tidak
berdosa) bagi yang mengurus harta itu jika mengambil darinya untuk
makan dengan cara yang baik (wajar), atau memberi makan kepada
teman tanpa menjual (mengambiil keuntugan materi) darinya. Ia (At
Tirmidzi) berkata, 'Aku menyebutkannya kepada [Muhammad bin Sirin],
maka ia mengatakan 'ghairu muta`atstsil maalan', [Ibnu 'Aun] berkata,

11

Telah bercerita kepadaku atas hadits ini seseorang yang lain bahwa ia
membacanya 'fi qith'ati adimin ahmar ghair muta`atstsil maalan', [Ismail]
berkata, 'Dan saya membacanya kepada [Ibnu Ubaidullah bin Umar],
maka dalam haditsnya 'ghair muta`atstsil maalan'. Abu Isa berkata,
'Hadits ini hasan shahih, dan menjadi landasan amal menurut ahli ilmu
dari kalangan shahabat Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam dan juga selain
mereka, dan kami tidak menemukan adanya perselisihan di antara ulama
terdahulu tentang dibolehkannya wakaf tanah dan juga yang lainnya.”.
(HR. Tirmidzi)
Hadits lainnya adalah Hadits Rasulullah Saw. dari Abu Hurairah r.a.:
“Bahwa Nabi Saw. bersabda, “Jika manusia meninggal dunia, maka
terputuslah amal kecuali tiga perkara, yaitu shadaqah jariyah, ilmu yang
bermanfaat, anak shalih yang mendoakannya”. (HR Jamaah selain
Bukhari dan Ibnu Majah)
Dari hadits tersebut jelas bahwa berwakaf bukan hanya seperti
sedekah biasa, tetapi lebih besar ganjarannya dan manfaatnya terhadap
diri yang berwakaf itu sendiri, karena ganjaran wakaf itu terus-menerus
mengalir selama brang wakaf itu masih berguna. Juga, terhadap
masyarakat dapat menjadi jalan untuk kemajuan yang seluas-luasnya
serta dapat menghambat arus kerusakan.

C. Tujuan Zakat dan Wakaf dalam Ekonomi Islam
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa ekonomi Islam
merupakan ekspresi model ekonomi berdasar akidah dan syariat Islam yang
memiliki cakupan luas dan target yang jelas. Islam memandang bahwa zakat
dan wakaf ini tidak bisa apabila hanya disebut sebagai ibadah saja, tetapi
juga memiliki dimensi moral-psikologis, sosial dan ekonomi.
Tujuan zakat dalam ekonomi Islam yang paling mendasar adalah
menanamkan nilai pendidikan (edukatif), keadilan, dan kesejahteraan,

12

sehingga

diharapkan

mampu

memecahkan

problem

kemiskinan,

memeratakan keadilan, dan meninggalkan kesejahteraan bangsa dan negara.
Menurut Afzalur Rahman tujuan zakat adalah mempersempit ketimpangan
ekonomi di dalam masyarakat hingga di batas yang seminimal mungkin.
Tujuannya adalah menjadikan perbedaan ekonomi di antara masyarakat
secara adil dan saksama, hingga yang kaya tidak tumbuh semakin kaya
(dengan mengeksploitasi anggota masyarakat miskin) dan yang miskin
semakin miskin. Rasulullah Saw. menjelaskan zakat merupakan uang yang
dipungut dari orang-orang kaya dan diberikan kepada yang miskin. Oleh
karena itu, tujuannya adalah mendistribusikan harta di masyarakat dengan
cara sedemikian rupa, sehingga tidak seorang pun masyarakat muslim yang
tinggal dalam keadaan miskin.
Dari tujuan-tujuan di atas dapat tergambar bahwa zakat sebagai salah
satu ibadah khusus yang langsung kepada Allah mempunyai dampak yang
sangat besar terhadap kesejahteraan manusia dalam masyarakat. Dengan
adanya pemberian zakat dari muzakki kepada para mustahiq diharapkan
kekeluargaan sesama umat Islam semakin tampak sehingga jurang pemisah
antara orang kaya dan miskin akan berkurang, bahkan diharapkan nantinya
akan hilang sama sekali.
Dilihat dari segi sosial zakat dapat mengembangkan rasa tanggung
jawab sosial. Perintah zakat merupakan upaya untuk melaksanakan ajaran
Islam, masyarakat memikul tanggung jawab untuk melindungi anggotaanggotanya yang lemah dan memelihara kepentingannya. Masyarakat juga
bertanggung jawab kepada kaum fakir miskin yang ada di tengah-tengah
mereka dan wajib memebri nafkah kaum miskin menurut kemampuanya.
Dengan adanya rasa tanggung jawab sosial itu, maka setiap muslim akan
melaksanakan kewajibannya sebagai anggota masyarakat.
Zakat bukan hanya sekedar sebuah bentuk ibadah. Juga bukan sekedar
realisasi dari kepedulian seorang muslim terhadap orang miskin. Lebih dari
itu, zakat ternyata memiliki fungsi yang sangat strategis dalam konteks
sistem ekonomi, yaitu sebagai salah satu instrumen distribusi kekayaan.

13

Sementara itu wakaf juga merupakan salah satu sumber dana sosial
potensial yang erat kaitannya dengan kesejahteraan umat di samping zakat,
infak dan sedekah. Terlebih karena ajaran agama menjadi motivasi utama
masyarakat untuk berwakaf. Dalam ekonomi Islam, wakaf sejatinya
merupakan salah satu instrumen ekonomi yang sangat potensial untuk
menopang kesejahteraan umat. Selain itu tujuan wakaf juga adalah untuk
menanamkan kesadaran bahwa di dalam setiap harta benda meski telah
menjadi hak milik sah, harta benda tersebut masih mempunyai fungsi sosial.
Seperti hal nya zakat wakaf juga telah menunjukan berbagai peran
penting dalam mengembangkan berbagai kegiatan sosial, ekonomi,
pendidikan, dan kebudayaan. Wakaf berperan efektif dalam pembangunan
ekonomi umat agar mampu mengurangi ketergantungan pendanaan dari
pemerintah serta wakaf juga telah terbukti mampu menjadi instrumen
jaminan sosial dalam pemberdayaan masyarakat.
D. Relasi Fiqh dan Manajemen Zakat dan Wakaf dalam Pemberdayaan
Ekonomi Islam
Dalam ekonomi Islam konsep zakat dan wakaf berkaitan erat dengan
istilah ihsan dan birr (kebaikan), ta‟awwun (tolong menolong), ukhuwah
(persaudaraan), dan amar ma‟ruf nahy munkar (memerintahkan kebaikan dan
mencegah kemungkaran). Dalam kaidah fiqh terkenal istilah “al-mutaaddi
afdlalu min al-qashir” yakni ibadah yang manfaatnya kembali kepada orang
banyak lebih utama dari pada ibadah yang hanya terbatas pada individu. Tidak
hanya itu, zakat dan wakaf juga dapat menjadikan kesadaran eksistensial
manusia semakin bertambah. Khususnya, zakat yang merupakan ibadah yang
sangat berbeda dengan rukun Islam lainnya. Syahadat, sholat, puasa dan haji
lebih berorientasi pada kesalehan ritual-individu atau teosentrisme sedangkan
zakat lebih bercorak empirisme-horisontal atau antroposentrisme.
Ekonomi Islam merupakan bentuk perekonomi yang sesuai dengan
syariat Islam, dengan tujuan utamanya adalah kesejahteraan atau kemaslahatan
umat. Dalam upaya mencapai tujuan tersebut ada beberapa komponen
pendorong, yang salah satunya adalah zakat dan wakaf. Dengan manajemen

14

zakat dan wakaf yang baik maka zakat dan wakaf dapat diberdayakan secara
produktif sehingga mampu mencapai tujuannya yang sejalan dengan tujuan
ekonomi Islam yakni kesejahteraan umat. Yang dimaksud dengan manajemen
zakat dan wakaf disini adalah mengenai proses pengumpulan (funding),
pendistribusian, pendayagunaan, dan pengawasan atau pelaporan.
Zakat dan wakaf merupakan instrumen penting dalan ekonomi Islam.
Sehingga pemanfaatan zakat dan wakaf haruslah dimanfaatkan atau dikelola
secara produktif, seperti yang tercantum dalam UU No.23 Tahun 2011 Tentang
Zakat pasal 27 ayat 1 berbunyi “Zakat dapat didayagunakan untuk usaha
produktif dalam rangka penanganan fakir miskin dan peningkatan kualitas
umat”. Dan dalam UU No.41 Tahun 2004 Tentang Wakaf pasal 43 ayat 2
berbunyi “ Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sebagaimana
dimaksud ayat (1) dilakukan secara produktif”.
Selain itu, zakat dan wakaf juga dapat dijadikan sebagai modal untuk
memperkuat civil service, yang salah satu cirinya adalah independensi. Artinya,
suatu gerakan (movement) atau institusi yang tidak bergantung dengan
pemerintah tetapi dapat memberikan kontribusi yang sangat besar bagi suatu
negara. Disinilah kemudian zakat dan wakaf sangat efektif digunakan sebagai
media pemberdayaan masyarakat, dalam rangka mewujudkan apa yang disebut
dengan masyarakat madani (civil society)1. Pada konteks inilah, baik wakaf
maupun zakat merupakan instrumen efektif menuju kesalehan sosial dengan
menjadikannya sebagai wahana pemberdayaan ekonomi kerakyatan, bukan
sekedar ritualitas yang sepi dari fungsi sosial-transformatif.
E. Doktrin Ekonomi Islam dalam Zakat dan Wakaf
Kata doktrin berasal dari bahasa inggris yaitu doctrine yang berarti
ajaran. Oleh karena itu doktrin lebih dikenal dengan dengan ajaran-ajaran yang
bersifat yang tidak boleh diganggu-gugat. Dalam Kamus Ilmiah Populer
(Windi Novia, 2008), kata doktrin berarti dalil-dalil dari suatu ajaran.
Kesesuaian pengertian ini dapat kita temukan di lapangan bahwa suatu ajaran
dalam agama maupun yang lainya pasti mempunyai dasar atau dalil-dalil.
1 Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, yang maju
dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

15

Pengertian yang sama juga dapat ditemukan dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, yaitu “doktrin adalah ajaran atau asas suatu aliran politik,
keagamaan; pendirian segolongan ahli ilmu pengetahuan, keagamaan,
ketatanegaraan secara bersistem, khususnya dalam penyusunan kebijakan
negara”. Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas dapat disimpulkan bahwa
doktrin adalah ajaran-ajaran atau pendirian suatu agama atau aliran atau
segolongan ahli yang tersusun dalam sebuah sistem yang tidak bisa terpisahkan
antara yang satu dengan yang lainnya.
Doktrin-doktrin fiqh harus dimaknai secara dinamis dan progresif supaya
mampu merespon tantangan zaman. Fiqh harus berperan sebagai tool of social
engenering (alat merekayasa sosial) atau disebut sebagai fiqh sosial.
Kemaslahatan menjadi tujuan utama ekonomi Islam. Fiqh sebagai derivasi
syariat Islam yang praktis lahir untuk membawa kemaslahatan manusia duniaakhirat, sesuai kaidah popular al-ahkamu kulluha raji’ atun ila masholihil ibad,
dunyan wa ukhran, artinya semua hukum kembali pada kemaslahatan hambahamba Allah, dunia-akhirat.
Dalam konteks ekonomi, salah satu kajian fikih sosial adalah mengenai
zakat atau wakaf produktif. Manajemen profesional merupakan hal yang sangat
ditekankan dalam mengelola zakat atau wakaf produktif. Pelaksanaan zakat
yang produktif juga sejalan dengan maqasidu syariah. Zakat atau wakaf
produktif harus secara rill mampu mengubah ekonomi masyarakat menuju
kemandirian, kesejahteraan, dan kebahagiaan hakiki baik lahir maupun batin.
Zakat dan wakaf bukanlah dua kegiatan yang merugikan. Semakin
banyak harta yang dizakati bukan semakin berkurang dan menyusut tapi justru
sebaliknya, semakin tumbuh dan berkembang dengan pesat. Begitu pun dengan
wakaf, wakaf adalah bentuk shodaqoh jariyah yang pahalanya terus mengalir.
Sehingga dalam konteks inilah, baik zakat maupun wakaf membuktikan
diri sebagai doktrin ekonomi Islam yang bersifat horisontal. Keadilan sosial
yang menjadi tujuan wakaf dan zakat merupakan tema besar dalam Al-Qur’an.
Bahkan Al-Qur’an mencela orang-orang yang mengatakan bahwa seseorang
ditakdirkan untuk miskin atau dalam keadaan serba kekurangan dan harus

16

dibiarkan nasibnya karena Allah menghendaki demikian. Islam justru
menginginkan umat manusia untuk hidup dalam kebahagiaan, sejahtera
ekonominya dan maju peradabannya. Zakat dan wakaf disyariatkan dalam
rangka menggapai cita-cita mulia ini. Hal ini menjadi starting point lahirnya
sinergi positif antara orang kaya dan kaum lemah dalam mendorong kebaikan
dan menggerakan perubahan.
Zakat dan wakaf adalah investasi komitmen dua arah yang menjadi
landasan kooperatif positif dan kondusif bagi terciptanya sebuah sinergi.
Menolong orang lain adalah investasi jangka panjang yang sangat dibutuhkan
dalam aliansi, karena tidak ada sinergi tanpa kepercayaan dan sebuah
keniscayaan kepercayaan tanpa sikap memberi. Zakat dan wakaf merupakan
prinsip yang menjunjung tinggi sikap memeberi serta mampu mengeluarkan
fitrah spiritual menjadi langkah nyata.
Menurut Nurcholis Madjid, zakat dan wakaf adalah bentuk dari
kepedulian sosial. Ia bisa dijadikan sarana untuk mendorong maju dan
berkembangnya umat Islam yang tentunya hal ini sejalan dengan tujuan dari
ekonomi Islam itu sendiri yakni untuk kemaslahatan.

BAB III
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari berbagai penjelasan yang telah penulis paparkan di bab
sebelumnya, penulis dapat menyimpulkan bahwa:
1. Zakat adalah sejumlah nilai atau ukuran tertentu yang wajib dikeluarkan
dari harta tertentu pula, sedangkan wakaf adalah menahan harta dari
jangkauan kepemilikan orang lain;
2. Tujuan zakat dan wakaf dalam ekonomi Islam adalah untuk mencapai
kesejahteraan atau kemaslahatan umat;
3. Dalam kaidah fiqh terkenal istilah “al-mutaaddi afdlalu min al-qashir”
yakni ibadah yang manfaatnya kembali kepada orang banyak lebih
utama dari pada ibadah yang hanya terbatas pada individu;
4. Zakat maupun wakaf adalah bentuk doktrin ekonomi Islam yang
bersifat horisontal.
B. Saran
Sejalan dengan simpulan di atas, penulis merumuskan saran
sebagai berikut:
1. Untuk mencapai tujuan ekonomi Islam maka zakat dan wakaf harus
dikelola dengan sebaik mungkin dan disistribusikan serta diberdayakan
tidak hanya secara konsumtif namun juga produktif;
2. Pendayagunaan zakat harus dilakukan secara efektif dan efisien serta
harus dilakukan pengawasan sebagai tindak lanjut dari pendayagunaan
tersebut.

16

DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalani, Al-Hafidz Ibnu Hajar. 2016. Terjemah Bulughul Maram: Kumpulan
Hadits Hukum Panduan Hidup Muslim Sehari-Hari Terjemahan Abu Firly
Bassam Taqy. Depok: Senja Publishing.
Asmani, Jamal Makmur. 2016. Zakat: Solusi Mengatasi Kemiskinan Umat.
Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Mardani. 2016. Hukum Islam: Zakat, Infak, Sedekah, dan Wakaf (Konsep Islam
Mengetaskan Kemiskinan dan Menyejahterakan Umat). Bandung: PT Citra
Aditya Bakti.
Mardani. 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana.
Irsal GT Gindo Dirajo. Juni 2015, “Zakat Dan Tinjauan Hukum Ekonomi Islam”,
Jurnal Syar‟Ínsurance Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2015.