IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SMPN (1)
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER
DI SMPN 7 KOTA JAMBI
Oleh:
FRIDIYANTO
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara
e-mail: [email protected]
MIFTAHUL KHAIRANI
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi
Abstract:
Character education is an important focus of education destinations in
Indonesia due to the decline in ethical and moral learners. The findings of the
study are (1) the implementation of character education in SMP 7 City of
Edinburgh is not optimal because the understanding of the concept of character
education among teachers in SMP 7 City of Edinburgh, (2) implementation of
character education in SMP 7 City of Edinburgh is still not optimal, judging from
the learning process done in the classroom (3) factors that support the
implementation of character education school culture presence, while inhibiting
factor is the lack of knowledge and understanding of the character education
teacher .
Key Words : Pendidikan Karakter, Kurikulum Pembelajaran Biologi.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter dalam jalur pendidikan formal bisa didapat melalui
sekolah. Pendidikan karakter di sekolah, dianggap akan dapat mencegah meningkatnya perilaku menyimpang pada peserta didik. Pendidikan karakter diharapkan
menciptakan generasi unggul, tangguh dan mempunyai daya saing (Wedhaswar,
2011). Oleh karena itu sekolah harus mendesain positive school culture sebagai
salah satu cara bagi setiap sekolah menginternalisasikan karakter yang akan
dibentuk dan menjadi profil peserta didik. School culture adalah seperangkat
norma, nilai,kepercayaan, ritual, seremoni, symbol dan cerita yang meliputi
seluruh persona di sekolah. School culture dapat menjadi
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
transmisi sejarah,
99
ISSN: 2088 - 8341
bentuk makna meliputi norma, nilai, kepercayaan, seremoni, ritual, tradisi dan
pemahaman mitos oleh anggota masyarakat sekolah.
Pada dasarnya peserta didik berpotensi menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis (www.Isi-Dps.Ac.Id).
Hal ini menjadi dasar filosofis tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan
karakter (www.Isi-Dps.Ac.Id).
Untuk melihat implementasi pendidikan karakter di sekolah maka Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Kota Jambi dijadikan sebagai setting
penelitian. SMPN 7 Kota Jambi merupakan salah satu Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Kota Jambi. Sebagai sekolah berpredikat RSBI,
idealnya, nilai-nilai yang berlaku di sekolah tersebut harus berstandar internasional dengan memenuhi kriteria RSBI yakni memiliki kultur sekolah yang
menjamin adanya pendidikan karakter, bebas bullying, demokratis dan partisipatif.
Rumusan masalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter
di SMPN 7 Kota Jambi? Kedua, bagaimana implementasi pendidikan karakter dan
Ketiga, apa faktor yang mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN
7 Kota Jambi?
TINJAUAN PUSTAKA
Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan sebuah hadist yang memaparkan konsep pendidikan karakter yaitu yang berbunyi “Tidak satu kelahiran
(anak) pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi, …” (HR
Bukhari).
Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter dalam lingkup
nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik agar
100
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (www.puskurbuk.net).
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang menuntut
pengumpulan data pada setting alamiah. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan
SMPN 7 Kota Jambi. Peneliti menggunakan flow model analysis yang memiliki
langkah analisis reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta
diperlukan adanya analisis dan refleksi data (Matwey Miler & Huberman, 2007).
PENDIDIKAN KARAKTER DI KEHIDUPAN SEKOLAH
1. Guru Menggugat Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak berjalan dengan lancar bukan hanya karena
permasalahan teknis tetapi juga lemahnya konsep pendidikan karakter. Masih terdapat perbedaan perspektif dan konsep di antara para guru sehingga dalam pelaksanaannya terjadi keragaman. Walaupun pada dasarnya keragaman itu penting,
namun konsekuensi dari perbedaan konsep pendidikan karakter menyebabkan
anggapan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak perlu dibebankan dalam
segala mata pelajaran.
Keragaman konsep guru mengenai pendidikan karakter tersebut peneliti
temukan ketika guru menyatakan bahwa pendidikan karakter sebenarnya sudah
cukup dalam bahasan materi pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bagi guru pendidikan karakter hanya menambah pekerjaan
guru dan hasilnyapun tidak akan memuaskan, karena untuk satu mata pelajaran
saja guru sudah cukup sulit untuk memahami materi dan
menuntaskan
pembelajaran bagi peserta didik.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para guru untuk menerapkan pendidikan
karakter di seluruh mata pelajaran, diantaranya: (a) Guru mata pelajaran tidak
dilibatkan seluruhnya (bergantian) ke dalam workshop pendidikan karakter,
101
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
sehingga hanya sebagian guru mata pelajaran yang memahaminya. Kedua faktor
tersebut mengkondisikan guru untuk menentang formalisasi pendidikan karakter
dengan pandangan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak bisa diajarkan
tetapi hanya bisa ditanamkan dan dibiasakan. Pendidikan karakter hanya dapat
diselipkan dalam mata pelajaran (b). Format tertulis mengenai standar penilaian
karakter siswa dari sekolah tidak ada tersedia. Guru yang pernah mengikuti
workshop hanya membuat dan menyusun sistem penilaian sendiri sesuai dengan
materi yang didapatkan dari membaca ataupun browsing internet.
2. Standar Penilaian Pendidikan Karakter?
Salah satu kesulitan implementasi pendidikan karakter adalah standar dan
teknis penilaian dari guru untuk peserta didik. Guru merasa sulit menilai siswa
secara individu, karena banyaknya jumlah peserta didik. Sehingga yang terjadi
adalah guru masih subjektif dalam menilai peserta didik berdasarkan kecenderungan sikap dan perilaku peserta didik.
Kesulitan memberikan penilaian karakter peserta didik juga dikarenakan
sulitnya untuk memberikan pengawasan dan penilaian per individu terhadap
peserta didik. Guru mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian secara rinci
per individu peserta didik karena setiap kelas berisi tiga puluh dua hingga tiga
puluh tiga orang. Keadaan ini tentu saja membutuhkan perhatian dan waktu ekstra
agar guru dapat mengamati satu demi satu sikap dan perilaku siswa kemudian
mencatatnya di dalam catatan khusus guru di selama proses pembelajaran.
3. Eksklusivisme Kelas dan Kecanggungan Pergaulan Sosial
Salah satu masalah yang dikeluhkan guru dalam menjalankan dan membina karakter siswa adalah adanya pembagian kelas seperti kelas RSBI, kelas
Cerdas Istimewa, dan kelas Bakat Istimewa. Pembagian kelas yang awalnya
merupakan langkah untuk dapat lebih memfokuskan pembelajaran yang efektif
bagi siswa, ternyata berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kehidupan
sosial siswa terutama di sekolah.
Dampak negatif tersebut diantaranya adalah terbentuknya individualisme
pada peserta didik yang cenderung menjadi asosial. Peserta didik dari kelas-kelas
102
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
eksklusif tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial sekolah
dan cara mereka berkomunikasi dengan gurunya. Pengutamaan kepentingan
intelektual ini menghasilkan sikap arogansi kepada peserta didik, misalnya cara
bicara dan bersikap yang dianggap guru tidak sopan.
Pembagian tersebut terkadang membuat mereka harus memberikan layanan yang berbeda. Selain itu, peserta didik di kelas RSBI dan Cerdas Istimewa
lebih cenderung untuk bergaul dengan teman sekelas mereka saja. Keadaan ini
berpeluang menciptakan pengikisan sisi kemanusiaan peserta didik untuk dapat
bertenggang rasa, tepa salira, musyawarah dan bekerja sama sebagaimana nilai
yang terkandung dalam sila dari Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa bernegara karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan mutualisme tanpa adanya
keterikatan nilai.
MENGAPA SULIT MENJALANKAN PENDIDIKAN KARAKTER?
Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti
yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di
dalam Seminar Pendidikan Karakter. Berikut beberapa faktor sulitnya mengimplementasikan pendidikan karakter:
1. Lemahnya Kepemimpinan
Menurut guru, kepala sekolah masih bersikap diskriminatif dalam memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop mengenai pendidikan karakter.
Kepemimpinan masih bersikap nepotisme karena hubungan kekerabatan menjadi
landasan kepala sekolah dalam memutuskan siapa yang dapat mengikuti workshop pendidikan karakter. Kenyataan yang terlihat menjelaskan tidak adanya
distribusi yang baik terhadap hak guru. Seorang pemimpin yang visioner,
seharusnya memahami kebutuhan pembangunan kapasitas guru dan staf, sehingga
dapat secara adil memberikan kesempatan peningkatan wawawasan dan keterampilan dalam pendidikan karakter.
2. Kedisiplinan Versus Hukuman
103
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Era reformasi, telah merubah kehidupan sekolah. Kalau dulu hukuman
fisik merupakan pemandangan sehari-hari dalam kehidupan sekolah. Hukuman ini
biasanya dilakukan sebagai upaya guru membentuk disiplin peserta didik. Namun
saat ini hukuman fisik tidak diperbolehkan lagi, dimulai dari hal kecil misalnya
guru yang mendelik atau melotot kepada peserta didik sebagai pertanda marah
pun tidak diperbolehkan, karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Salah
satu contohnya ketika peserta didik tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah, guru
tidak diperbolehkan memberi hukuman fisik membersihkan kamar mandi. Guru
hanya boleh menghukum peserta didik dengan cara yang dianggap mendidik
seperti memberikan tugas tambahan lain kepada peserta didik yang bermasalah
sehingga hanya menambah tugas bagi peserta didik.
Perilaku disiplin ini bisa dilihat dari pembelajaran Biologi dimana peserta
didik sering tidak membersihkan dan merapikan kembali alat-alat eksperimen
setelah kegiatan eksperimen. Guru harus berkali-kali menghimbau dan berteriak
memanggil peserta didik untuk disiplin merapikan ruangan laboratorium kembali.
Seringkali keadaan ini membuat guru Biologi memilih untuk bergerak sendiri
untuk merapikan ruangan dan alat-alat eksperimen. Tidak ada daya bagi guru
untuk memberikan hukuman keras kepada peserta didik selain hanya bergumam
dan mengeluh kepada sesama rekan sejawat.
Kedisiplinan bukanlah masalah peserta didik saja tetapi juga seluruh warga
sekolah. Guru dan staf seharusnya juga menjalankan karakter disiplin jika ingin
peserta didik mengikutinya. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengawas
seharusnya memperhatikan kedisiplinan guru dan stafnya. Namun kenyataannya,
kedisiplinan guru untuk hadir di kelas tepat waktu dan membuat laporan evaluasi
pendidikan karakter belum ditegaskan oleh kepala sekolah. Kedisiplinan guru
menjalankan evaluasi pendidikan karakter ini justru sangat penting untuk memperbaiki pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi.
3. Minimnya Workshop
Tanpa adanya workshop, sangatlah sulit mengharapkan pendidikan karakter dapat dijalankan dengan baik. Di SMPN 7 Kota Jambi, visi pendidikan
104
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
karakter bersamaan dengan dijalankan dengan pemberian workshop kepada guru
dan sosialisasi mengenai pendidikan karakter yang dilakukan secara bersamaan
dengan penyusunan RPP seminggu sebelum jadwal kegiatan pembelajaran tahun
ajaran baru dimulai. Kegiatan workshop menjadi agenda rutin tahunan untuk
mengakomodir kebutuhan kurikulum sekolah. Akan tetapi, guru juga bisa
mendapatkan semacam workshop, pelatihan atau pun seminar yang sesuai dengan
pengembangan kurikulum sekolah. Untuk itu, ada beberapa guru yang diutus
mewakili sekolah mengikuti workshop atau pelatihan tersebut. Pelaksanaan workshop pendidikan karakter juga masih sangat terbatas terbatas dan tidak semua guru
mendapat kesempatan diutus untuk mengikutinya. Program workshop mengenai
pengembangan silabus dan RPP berkarakter yang bisa diikuti pun masih kurang.
Kurangnya workshop menjadi penghambat implementasi pendidikan karakter.
Dinas Pendidikan Kota Jambi memiliki tuntutan tinggi untuk implementasi
pendidikan karakter. Namun masih dianggap kurang memberikan workshop berkaitan dengan pendidikan karakter. Dinas Pendidikan Kota Jambi memang turut
membantu pendanaan kegiatan workshop pendidikan karakter tetapi tidak pernah
mengutus perwakilannya untuk menjadi pelatih pendidikan karakter, sehingga
guru masih belum utuh memperoleh konsep dan teknis yang jelas dari Diknas
Kota Jambi. Para guru sangat mengharapkan adanya sirkulasi atau pergantian
ketika ada program worksop ke luar daerah, namun hal itu tidak terjadi. Peserta
workshop biasanya hanya diwakilkan oleh guru mata pelajaran dan perwakilan
yang sudah ditentukan dari sekolah.
PENDIDIKAN KARAKTER DI RUANG KELAS
Bagaimana pendidikan karakter berlangsung di ruangan kelas? Untuk
menjawab ini, peneliti menekankan pengamatan implementasi pendidikan karakter di proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Biologi. Kegiatan
pembelajaran Biologi di kelas dan laboratorium dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua materi pembelajaran.
105
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
1. Silabus pembelajaran
Silabus telah memuat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian (teknik,
bentuk instrumen, contoh instrumen), alokasi waktu dan sumber belajar. Semua
komponen tersebut dirumuskan di dalam silabus untuk memfasilitasi peserta didik
dalam menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta mengembangkan karakter dengan melakukan penambahan atau modifikasi pada: komponen
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian dan teknik penilaian. Tentunya
dengan waktu demikian, penyampaian materi dan pemahaman konsep penyusunan
silabus belum dikuasai sebagaimana mestinya oleh para guru. Sehingga tidak
jarang, masih terdapat kesalahan dalam penyusunan silabus.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan silabus yang
telah dikembangkan oleh sekolah. Peneliti menemukan bahwa nilai karakter yang
diharapkan tersebut cenderung persis sama pada RPP yang kelas, materi, Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya berbeda.
3. Bahan ajar
Buku sebagai bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang sangat
berpengaruh terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran.
Dengan melakukan pengembangan berbagai bentuk kegiatan pada bahan ajar,
maka suasana pembelajaran menjadi aktif dan kondusif dalam internalisasi nilai
karakter bagi peserta didik.
4. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktekkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dan perilaku guru sepanjang
proses pembelajaran menjadi model pelaksanaan nilai bagi peserta didik.
a. Kegiatan pendahuluan
Selama proses pembelajaran, peserta didik masih ada yang bersikap acuh
dengan sibuk berbicara dan tertawa dengan beberapa temannya. Ada pula yang
membuka sepatu serta kaos kaki kemudian menaikkan kaki ke atas kursi.
106
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Sementara ketika peneliti perhatikan secara seksama, kebanyakan peserta didik
masih lengkap menggunakan sepatu dan kaos kakinya. Namun ada pula peserta
didik yang serius dan bertanya dengan kritis mengenai istilah-istilah Biologi
sehingga guru menjadi agak kewalahan. Saat pembahasan soal berlangsung,
semua peserta didik berebut ingin menjawab dengan keras. Situasi pembelajaran seperti ini membuat kelas menjadi ramai dan bising. Peserta didik
tidak menampakkan perilaku sebagai seorang pelajar dan guru tidak bisa
memimpin kelas dengan baik. Maka, tujuan pembelajaran berupa Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi sulit untuk dicapai.
b. Kegiatan inti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 menyatakan
bahwa kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap yaitu; eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi. Pengamatan peneliti bahwa guru cenderung untuk
menerangkan satu persatu langkah eksperimen kepada masing-masing kelompok. Dengan demikian, banyak peserta didik menjadi tidak fokus karena
berusaha mencari, melihat dan menyaksikan langsung eksperimen dari satu
kelompok ke kelompok lain. Kemudian melakukan perbandingan hasil eksperimen kelompok lain dengan kelompoknya. Ada pula peserta didik yang
sempat bermain-main, atau diam, tidak berperan serta seperti tidak tertarik
dengan kegiatan eksperimen tersebut.
Hasil pengamatan di atas mencerminkan bahwa tahapan eksplorasi, elaborasi
dan eksplorasi tidak terlaksana dengan baik. Alih-alih menumbuhkan karakter
peserta didik agar aktif, disiplin, memiliki rasa hormat, tekun, bertanggung
jawab dan teliti, kegiatan eksperimen tersebut menjadikan kegiatan pembelajaran tidak kondusif dan lamban dalam menginternalisasi nilai karakter
bagi peserta didik. Keaktifan dan keingintahuan peserta didik yang digali oleh
guru juga membawa dampak ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran.
c. Kegiatan penutup
Kegiatan penutup dilakukan dengan memberikan nasehat berkaitan materi
pelajaran agar peserta didik menjaga kesehatan sehingga metabolisme sistem
107
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
saraf dan koordinasinya tetap seimbang yang secara tidak langsung menumbuhkan semangat pada peserta didik untuk mempersiapkan laporan yang terbaik sehingga mereka berusaha untuk melakukan dengan teliti dan rasa percaya
diri.
d. Evaluasi Pembelajaran
Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya
mengukur pencapaian akademik kognitif tetapi juga mengukur perkembangan
kepribadian peserta didik. Tetapi, guru mengeluh kesulitan dalam pemberian
nilai berkaitan dengan karakter siswa. Walaupun sering diikutsertakan dalam
pelatihan ataupun workshop eksternal, guru tersebut belum pernah mendapatkan materi ataupun diberitahu mengenai teknik penilaian berkarakter. Begitu
pula guru lain yang belum pernah diikutsertakan dalam pelatihan atau workshop eksternal. Maka, kedua guru tersebut memberikan nilai berupa penilaian
kognitif kepada peserta didik berbentuk skor angka yang tercantum dalam
daftar nilai. Kedua guru berpendapat, nilai karakter peserta didik sudah tercakup dalam nilai angka tersebut. Apakah peserta didik tergolong anak yang
baik, rajin, pintar, sopan, suka bekerja keras ataupun sebaliknya, guru hanya
memberi tanda dalam catatan tertentu atau mengingatnya kemudian meramu
pengamatan mereka tersebut dengan skor angka untuk kognitif peserta didik.
Tidak ada catatan, format khusus atau format standar yang diberlakukan dari
sekolah.
KESIMPULAN
Kepala sekolah masih belum mampu membina seluruh guru, dan staf yang
menjadi binaannya karena masih menggunakan gaya kepemimpinan pseudodemokratis, seperti halnya dalam pengambilan kebijakan untuk menunjuk
seseorang dalam mengemban tugas. Peiasaan kegiatan yang menjadi program
sekolah tidak jauh berbeda seperti halnya kegiatan rutin dan kegiatan spontan
yang belum dilakukan dengan kesadaran penuh dan berkesinambungan. Selain itu,
idealnya, program pembinaan karakter sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan
108
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
kebijakan pembina masing-masing kegiatan ekstra kurikuler. Namun lain halnya
dengan kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Unit
Kesehatan Sekolah, Drum Band, Bengkel Seni serta Seni tari di sekolah yang
masih belum diberi tanggung jawab untuk memberikan laporan perkembangan
karakter peserta didik
Secara khusus penanaman pendidikan karakter di kehidupan kelas seperti
yang peneliti amati di mata pelajaran Biologi masih belum menyentuh konsep
filosofis dan teknis pendidikan karakter yang seharusnya. Hal itu dikarenakan
kegiatan proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
dan kegiatan penutup dalam pembelajaran Biologi belum sepenuhnya menggambarkan internalisasi nilai karakter. Guru Biologi juga masih mengalami
kesulitan untuk memenuhi target capaian pendidikan karakter baik secara proses
maupun hasil. Dalam hal ini terutama pada tahap evaluasi yang belum terukur,
terlihat dari tidak adanya laporan perkembangan mengenai karakter peserta didik
yang telah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Iklim sekolah dan budaya positif sekolah untuk mendukung optimalnya
pelaksaan pendidikan karakter sudah berjalan tetapi belum optimal.Penugasan
guru yang mengikuti beberapa pelatihan atau workshop juga masih dipertanyakan
dan tidak didistribusikan dengan baik.
Oleh karena itu, agar pendidikan karakter tidak lagi dipertanyakan oleh
guru dan dapat dijalankan dalam kehidupan sekolah, maka peneliti merekomendasikan bahwa: Pertama, bagi pemerintah Provinsi/ Kota perlu mengakomodir
para guru. Salah satunya dengan mensosialisasikan dengan baik pemahaman dan
tata laksana pembelajaran berkarakter melalui kegiatan-kegiatan diperlukan.
Kedua, kepala sekolah harus mau untuk terlibat secara aktif sehingga seluruh
warga sekolah dapat menjalankan tugas masing-masing sesuai peraturan dan
program sekolah berkaitan dengan internalisasi pendidikan karakter. Dengan
demikian, visi dan misi sekolah yang berkarakter dapat dicapai . Ketiga, secara
keseluruhan, guru sebagai pendidik benar-benar harus memahami empat
kompetensi (pedagogik, sosial, kepribadian, profesi) sebagai tenaga pendidik
109
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
profesional dengan selalu mempersiapkan diri terutama mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan penanaman dan pembinaan karakter siswa. Dalam proses
pembelajaran, dalam hal ini guru Biologi selain bertugas untuk menginternalisasi
dan mengimplementasi nilai karakter pada peserta didik juga harus bisa
memberikan teladan, baik sikap, maupun perilaku yang berkarakter sehingga
peserta didik serta warga sekolah lain yang melihat dapat mencontohnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Thoha Putra, 1991.
---------- , Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana IAIN STS
Jambi, 2012.
Agusmizal, ProgramPembinaan Akhlak Siswa MAdarasah Tsanawiyah Negeri
Bangko, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta. Edisi Revisi IV.1998.
Baihaki, Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Sarolangun.Tesis Magister,
Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun
2011.
Tuckman, Bruce W., Conducting educational research, New York. Harccourt
Brance, 1972.
Forcese, Denis and Stepher Richer, Social Research Methode, New Jersey,
Prentice-hall, Englewood Cliffs.
Faisal, Sanafiah. Pendidikan Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang,
Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press. Cet. 2. 2009.
Jack R.Frankel, dan Norman E. Wisallen. How To Design And Evaluate Reseach
In education. New York. Mc. Graw. Hill Publishing Company. 1990.
110
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Matwey Miler dan Huberman. Analisis Data Qualilatif, terj. Djejep Rohidi,
Jakarta UI Press.
Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Depdikbud RI, 1998.
Mulyana, Dedi. Metode Kualitatif: Paradigma Baru Penelitian Komunikasi Dan
Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2000.
Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1991.
Pendidikan Karakter di SMP Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen
Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010.
Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalamPembangunan
Bangsa, Jakarta: Grasindo, 201.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta. Cetakan ke-6. 2009
Summiyani, Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pengelolaan Kantin Kejujuran
(Studi Kasus di SMA Negeri 5 Kota Jambi), Tesis Magister, Program
Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2010.
Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Edisi
ke 7, Bandung: Tarsito, 1984
Victor Battistich Character Education, Prevention, and Positive Youth
Development, University of Missouri, St. Louis
Yanfaunnas, Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Muara Bungo,
Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN
Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.
Sumber dari Internet
Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the
Student Citizen Act of 2001.(Character and Civic Education).
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/.
111
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas: Perlu Pendidikan Karakter untuk Tangkal.Radikalisme.
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/
kan.Pendidikan. Karakter.
Sekolah
Wajib
Terap-
http://www.Inherent-Dikti.Net/Files/Sisdiknas.Pdf.
http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/13/158247hikmah-pendidikan-karakter.
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/09/128972-pendidikankarakter-diterapkan-dalam-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan.
http://www.today.co.id/read/2011/05/02/29089/pendidikan_karakter_masuk_kuri
kulum_pada_2012.
Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan
SMP Tahun 2010, Pendidikan Karakter di SMP
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2003). CEP’s Eleven Principles of Effective
Character Education. Washington DC: Character Education
Partnership.
www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt
Inggried Dwi Wedhaswar, Di Palangka Raya Sekolah Wajib Terapkan
Pendidikan Karakter, http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/
1710174/.
112
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
DI SMPN 7 KOTA JAMBI
Oleh:
FRIDIYANTO
Dosen Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara
e-mail: [email protected]
MIFTAHUL KHAIRANI
Dosen Fakultas Tarbiyah IAIN Sulthan Thaha Syaifuddin Jambi
Abstract:
Character education is an important focus of education destinations in
Indonesia due to the decline in ethical and moral learners. The findings of the
study are (1) the implementation of character education in SMP 7 City of
Edinburgh is not optimal because the understanding of the concept of character
education among teachers in SMP 7 City of Edinburgh, (2) implementation of
character education in SMP 7 City of Edinburgh is still not optimal, judging from
the learning process done in the classroom (3) factors that support the
implementation of character education school culture presence, while inhibiting
factor is the lack of knowledge and understanding of the character education
teacher .
Key Words : Pendidikan Karakter, Kurikulum Pembelajaran Biologi.
PENDAHULUAN
Pendidikan karakter dalam jalur pendidikan formal bisa didapat melalui
sekolah. Pendidikan karakter di sekolah, dianggap akan dapat mencegah meningkatnya perilaku menyimpang pada peserta didik. Pendidikan karakter diharapkan
menciptakan generasi unggul, tangguh dan mempunyai daya saing (Wedhaswar,
2011). Oleh karena itu sekolah harus mendesain positive school culture sebagai
salah satu cara bagi setiap sekolah menginternalisasikan karakter yang akan
dibentuk dan menjadi profil peserta didik. School culture adalah seperangkat
norma, nilai,kepercayaan, ritual, seremoni, symbol dan cerita yang meliputi
seluruh persona di sekolah. School culture dapat menjadi
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
transmisi sejarah,
99
ISSN: 2088 - 8341
bentuk makna meliputi norma, nilai, kepercayaan, seremoni, ritual, tradisi dan
pemahaman mitos oleh anggota masyarakat sekolah.
Pada dasarnya peserta didik berpotensi menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, kreatif, mandiri, menjadi warga negara yang bertanggung jawab dan demokratis (www.Isi-Dps.Ac.Id).
Hal ini menjadi dasar filosofis tentang pentingnya pelaksanaan pendidikan
karakter (www.Isi-Dps.Ac.Id).
Untuk melihat implementasi pendidikan karakter di sekolah maka Sekolah
Menengah Pertama Negeri (SMPN) 7 Kota Jambi dijadikan sebagai setting
penelitian. SMPN 7 Kota Jambi merupakan salah satu Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) di Kota Jambi. Sebagai sekolah berpredikat RSBI,
idealnya, nilai-nilai yang berlaku di sekolah tersebut harus berstandar internasional dengan memenuhi kriteria RSBI yakni memiliki kultur sekolah yang
menjamin adanya pendidikan karakter, bebas bullying, demokratis dan partisipatif.
Rumusan masalah: Pertama, bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter
di SMPN 7 Kota Jambi? Kedua, bagaimana implementasi pendidikan karakter dan
Ketiga, apa faktor yang mempengaruhinya dalam pembelajaran Biologi di SMPN
7 Kota Jambi?
TINJAUAN PUSTAKA
Nabi Muhammad SAW telah menyampaikan sebuah hadist yang memaparkan konsep pendidikan karakter yaitu yang berbunyi “Tidak satu kelahiran
(anak) pun yang dilahirkan kecuali dalam keadaan fitrah maka kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi atau Nashrani atau Majusi, …” (HR
Bukhari).
Adapun tujuan pendidikan karakter yaitu meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan
seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Pendidikan karakter dalam lingkup
nasional dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi peserta didik agar
100
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab (www.puskurbuk.net).
METODE PENELITIAN
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif naturalistik yang menuntut
pengumpulan data pada setting alamiah. Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan
SMPN 7 Kota Jambi. Peneliti menggunakan flow model analysis yang memiliki
langkah analisis reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta
diperlukan adanya analisis dan refleksi data (Matwey Miler & Huberman, 2007).
PENDIDIKAN KARAKTER DI KEHIDUPAN SEKOLAH
1. Guru Menggugat Konsep Pendidikan Karakter
Pendidikan karakter tidak berjalan dengan lancar bukan hanya karena
permasalahan teknis tetapi juga lemahnya konsep pendidikan karakter. Masih terdapat perbedaan perspektif dan konsep di antara para guru sehingga dalam pelaksanaannya terjadi keragaman. Walaupun pada dasarnya keragaman itu penting,
namun konsekuensi dari perbedaan konsep pendidikan karakter menyebabkan
anggapan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak perlu dibebankan dalam
segala mata pelajaran.
Keragaman konsep guru mengenai pendidikan karakter tersebut peneliti
temukan ketika guru menyatakan bahwa pendidikan karakter sebenarnya sudah
cukup dalam bahasan materi pada mata pelajaran Agama dan Pendidikan
Kewarganegaraan. Bagi guru pendidikan karakter hanya menambah pekerjaan
guru dan hasilnyapun tidak akan memuaskan, karena untuk satu mata pelajaran
saja guru sudah cukup sulit untuk memahami materi dan
menuntaskan
pembelajaran bagi peserta didik.
Kesulitan-kesulitan yang dihadapi para guru untuk menerapkan pendidikan
karakter di seluruh mata pelajaran, diantaranya: (a) Guru mata pelajaran tidak
dilibatkan seluruhnya (bergantian) ke dalam workshop pendidikan karakter,
101
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
sehingga hanya sebagian guru mata pelajaran yang memahaminya. Kedua faktor
tersebut mengkondisikan guru untuk menentang formalisasi pendidikan karakter
dengan pandangan bahwa sebenarnya pendidikan karakter tidak bisa diajarkan
tetapi hanya bisa ditanamkan dan dibiasakan. Pendidikan karakter hanya dapat
diselipkan dalam mata pelajaran (b). Format tertulis mengenai standar penilaian
karakter siswa dari sekolah tidak ada tersedia. Guru yang pernah mengikuti
workshop hanya membuat dan menyusun sistem penilaian sendiri sesuai dengan
materi yang didapatkan dari membaca ataupun browsing internet.
2. Standar Penilaian Pendidikan Karakter?
Salah satu kesulitan implementasi pendidikan karakter adalah standar dan
teknis penilaian dari guru untuk peserta didik. Guru merasa sulit menilai siswa
secara individu, karena banyaknya jumlah peserta didik. Sehingga yang terjadi
adalah guru masih subjektif dalam menilai peserta didik berdasarkan kecenderungan sikap dan perilaku peserta didik.
Kesulitan memberikan penilaian karakter peserta didik juga dikarenakan
sulitnya untuk memberikan pengawasan dan penilaian per individu terhadap
peserta didik. Guru mengalami kesulitan dalam memberikan penilaian secara rinci
per individu peserta didik karena setiap kelas berisi tiga puluh dua hingga tiga
puluh tiga orang. Keadaan ini tentu saja membutuhkan perhatian dan waktu ekstra
agar guru dapat mengamati satu demi satu sikap dan perilaku siswa kemudian
mencatatnya di dalam catatan khusus guru di selama proses pembelajaran.
3. Eksklusivisme Kelas dan Kecanggungan Pergaulan Sosial
Salah satu masalah yang dikeluhkan guru dalam menjalankan dan membina karakter siswa adalah adanya pembagian kelas seperti kelas RSBI, kelas
Cerdas Istimewa, dan kelas Bakat Istimewa. Pembagian kelas yang awalnya
merupakan langkah untuk dapat lebih memfokuskan pembelajaran yang efektif
bagi siswa, ternyata berpotensi memberikan dampak negatif terhadap kehidupan
sosial siswa terutama di sekolah.
Dampak negatif tersebut diantaranya adalah terbentuknya individualisme
pada peserta didik yang cenderung menjadi asosial. Peserta didik dari kelas-kelas
102
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
eksklusif tersebut cenderung mengalami kesulitan dalam kehidupan sosial sekolah
dan cara mereka berkomunikasi dengan gurunya. Pengutamaan kepentingan
intelektual ini menghasilkan sikap arogansi kepada peserta didik, misalnya cara
bicara dan bersikap yang dianggap guru tidak sopan.
Pembagian tersebut terkadang membuat mereka harus memberikan layanan yang berbeda. Selain itu, peserta didik di kelas RSBI dan Cerdas Istimewa
lebih cenderung untuk bergaul dengan teman sekelas mereka saja. Keadaan ini
berpeluang menciptakan pengikisan sisi kemanusiaan peserta didik untuk dapat
bertenggang rasa, tepa salira, musyawarah dan bekerja sama sebagaimana nilai
yang terkandung dalam sila dari Pancasila sebagai falsafah hidup berbangsa bernegara karena hubungan yang terjalin sebatas hubungan mutualisme tanpa adanya
keterikatan nilai.
MENGAPA SULIT MENJALANKAN PENDIDIKAN KARAKTER?
Implementasi pendidikan karakter di sekolah tidaklah segampang seperti
yang direncanakan di atas kertas meja Dinas Pendidikan dan bincang-bincang di
dalam Seminar Pendidikan Karakter. Berikut beberapa faktor sulitnya mengimplementasikan pendidikan karakter:
1. Lemahnya Kepemimpinan
Menurut guru, kepala sekolah masih bersikap diskriminatif dalam memberikan kesempatan untuk mengikuti workshop mengenai pendidikan karakter.
Kepemimpinan masih bersikap nepotisme karena hubungan kekerabatan menjadi
landasan kepala sekolah dalam memutuskan siapa yang dapat mengikuti workshop pendidikan karakter. Kenyataan yang terlihat menjelaskan tidak adanya
distribusi yang baik terhadap hak guru. Seorang pemimpin yang visioner,
seharusnya memahami kebutuhan pembangunan kapasitas guru dan staf, sehingga
dapat secara adil memberikan kesempatan peningkatan wawawasan dan keterampilan dalam pendidikan karakter.
2. Kedisiplinan Versus Hukuman
103
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Era reformasi, telah merubah kehidupan sekolah. Kalau dulu hukuman
fisik merupakan pemandangan sehari-hari dalam kehidupan sekolah. Hukuman ini
biasanya dilakukan sebagai upaya guru membentuk disiplin peserta didik. Namun
saat ini hukuman fisik tidak diperbolehkan lagi, dimulai dari hal kecil misalnya
guru yang mendelik atau melotot kepada peserta didik sebagai pertanda marah
pun tidak diperbolehkan, karena dianggap melanggar Hak Asasi Manusia. Salah
satu contohnya ketika peserta didik tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah, guru
tidak diperbolehkan memberi hukuman fisik membersihkan kamar mandi. Guru
hanya boleh menghukum peserta didik dengan cara yang dianggap mendidik
seperti memberikan tugas tambahan lain kepada peserta didik yang bermasalah
sehingga hanya menambah tugas bagi peserta didik.
Perilaku disiplin ini bisa dilihat dari pembelajaran Biologi dimana peserta
didik sering tidak membersihkan dan merapikan kembali alat-alat eksperimen
setelah kegiatan eksperimen. Guru harus berkali-kali menghimbau dan berteriak
memanggil peserta didik untuk disiplin merapikan ruangan laboratorium kembali.
Seringkali keadaan ini membuat guru Biologi memilih untuk bergerak sendiri
untuk merapikan ruangan dan alat-alat eksperimen. Tidak ada daya bagi guru
untuk memberikan hukuman keras kepada peserta didik selain hanya bergumam
dan mengeluh kepada sesama rekan sejawat.
Kedisiplinan bukanlah masalah peserta didik saja tetapi juga seluruh warga
sekolah. Guru dan staf seharusnya juga menjalankan karakter disiplin jika ingin
peserta didik mengikutinya. Kepala sekolah sebagai pemimpin dan pengawas
seharusnya memperhatikan kedisiplinan guru dan stafnya. Namun kenyataannya,
kedisiplinan guru untuk hadir di kelas tepat waktu dan membuat laporan evaluasi
pendidikan karakter belum ditegaskan oleh kepala sekolah. Kedisiplinan guru
menjalankan evaluasi pendidikan karakter ini justru sangat penting untuk memperbaiki pelaksanaan pendidikan karakter di SMPN 7 Kota Jambi.
3. Minimnya Workshop
Tanpa adanya workshop, sangatlah sulit mengharapkan pendidikan karakter dapat dijalankan dengan baik. Di SMPN 7 Kota Jambi, visi pendidikan
104
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
karakter bersamaan dengan dijalankan dengan pemberian workshop kepada guru
dan sosialisasi mengenai pendidikan karakter yang dilakukan secara bersamaan
dengan penyusunan RPP seminggu sebelum jadwal kegiatan pembelajaran tahun
ajaran baru dimulai. Kegiatan workshop menjadi agenda rutin tahunan untuk
mengakomodir kebutuhan kurikulum sekolah. Akan tetapi, guru juga bisa
mendapatkan semacam workshop, pelatihan atau pun seminar yang sesuai dengan
pengembangan kurikulum sekolah. Untuk itu, ada beberapa guru yang diutus
mewakili sekolah mengikuti workshop atau pelatihan tersebut. Pelaksanaan workshop pendidikan karakter juga masih sangat terbatas terbatas dan tidak semua guru
mendapat kesempatan diutus untuk mengikutinya. Program workshop mengenai
pengembangan silabus dan RPP berkarakter yang bisa diikuti pun masih kurang.
Kurangnya workshop menjadi penghambat implementasi pendidikan karakter.
Dinas Pendidikan Kota Jambi memiliki tuntutan tinggi untuk implementasi
pendidikan karakter. Namun masih dianggap kurang memberikan workshop berkaitan dengan pendidikan karakter. Dinas Pendidikan Kota Jambi memang turut
membantu pendanaan kegiatan workshop pendidikan karakter tetapi tidak pernah
mengutus perwakilannya untuk menjadi pelatih pendidikan karakter, sehingga
guru masih belum utuh memperoleh konsep dan teknis yang jelas dari Diknas
Kota Jambi. Para guru sangat mengharapkan adanya sirkulasi atau pergantian
ketika ada program worksop ke luar daerah, namun hal itu tidak terjadi. Peserta
workshop biasanya hanya diwakilkan oleh guru mata pelajaran dan perwakilan
yang sudah ditentukan dari sekolah.
PENDIDIKAN KARAKTER DI RUANG KELAS
Bagaimana pendidikan karakter berlangsung di ruangan kelas? Untuk
menjawab ini, peneliti menekankan pengamatan implementasi pendidikan karakter di proses kegiatan belajar mengajar pada mata pelajaran Biologi. Kegiatan
pembelajaran Biologi di kelas dan laboratorium dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan terintegrasi dalam semua materi pembelajaran.
105
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
1. Silabus pembelajaran
Silabus telah memuat Standar Kompetensi, Kompetensi Dasar, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian, penilaian (teknik,
bentuk instrumen, contoh instrumen), alokasi waktu dan sumber belajar. Semua
komponen tersebut dirumuskan di dalam silabus untuk memfasilitasi peserta didik
dalam menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta mengembangkan karakter dengan melakukan penambahan atau modifikasi pada: komponen
kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian dan teknik penilaian. Tentunya
dengan waktu demikian, penyampaian materi dan pemahaman konsep penyusunan
silabus belum dikuasai sebagaimana mestinya oleh para guru. Sehingga tidak
jarang, masih terdapat kesalahan dalam penyusunan silabus.
2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran disusun berdasarkan silabus yang
telah dikembangkan oleh sekolah. Peneliti menemukan bahwa nilai karakter yang
diharapkan tersebut cenderung persis sama pada RPP yang kelas, materi, Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya berbeda.
3. Bahan ajar
Buku sebagai bahan ajar merupakan komponen pembelajaran yang sangat
berpengaruh terhadap apa yang sebenarnya terjadi dalam proses pembelajaran.
Dengan melakukan pengembangan berbagai bentuk kegiatan pada bahan ajar,
maka suasana pembelajaran menjadi aktif dan kondusif dalam internalisasi nilai
karakter bagi peserta didik.
4. Pelaksanaan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dipilih dan dilaksanakan agar peserta didik mempraktekkan nilai-nilai karakter yang ditargetkan dan perilaku guru sepanjang
proses pembelajaran menjadi model pelaksanaan nilai bagi peserta didik.
a. Kegiatan pendahuluan
Selama proses pembelajaran, peserta didik masih ada yang bersikap acuh
dengan sibuk berbicara dan tertawa dengan beberapa temannya. Ada pula yang
membuka sepatu serta kaos kaki kemudian menaikkan kaki ke atas kursi.
106
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Sementara ketika peneliti perhatikan secara seksama, kebanyakan peserta didik
masih lengkap menggunakan sepatu dan kaos kakinya. Namun ada pula peserta
didik yang serius dan bertanya dengan kritis mengenai istilah-istilah Biologi
sehingga guru menjadi agak kewalahan. Saat pembahasan soal berlangsung,
semua peserta didik berebut ingin menjawab dengan keras. Situasi pembelajaran seperti ini membuat kelas menjadi ramai dan bising. Peserta didik
tidak menampakkan perilaku sebagai seorang pelajar dan guru tidak bisa
memimpin kelas dengan baik. Maka, tujuan pembelajaran berupa Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar menjadi sulit untuk dicapai.
b. Kegiatan inti
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 41 Tahun 2007 menyatakan
bahwa kegiatan inti pembelajaran terbagi atas tiga tahap yaitu; eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi. Pengamatan peneliti bahwa guru cenderung untuk
menerangkan satu persatu langkah eksperimen kepada masing-masing kelompok. Dengan demikian, banyak peserta didik menjadi tidak fokus karena
berusaha mencari, melihat dan menyaksikan langsung eksperimen dari satu
kelompok ke kelompok lain. Kemudian melakukan perbandingan hasil eksperimen kelompok lain dengan kelompoknya. Ada pula peserta didik yang
sempat bermain-main, atau diam, tidak berperan serta seperti tidak tertarik
dengan kegiatan eksperimen tersebut.
Hasil pengamatan di atas mencerminkan bahwa tahapan eksplorasi, elaborasi
dan eksplorasi tidak terlaksana dengan baik. Alih-alih menumbuhkan karakter
peserta didik agar aktif, disiplin, memiliki rasa hormat, tekun, bertanggung
jawab dan teliti, kegiatan eksperimen tersebut menjadikan kegiatan pembelajaran tidak kondusif dan lamban dalam menginternalisasi nilai karakter
bagi peserta didik. Keaktifan dan keingintahuan peserta didik yang digali oleh
guru juga membawa dampak ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran.
c. Kegiatan penutup
Kegiatan penutup dilakukan dengan memberikan nasehat berkaitan materi
pelajaran agar peserta didik menjaga kesehatan sehingga metabolisme sistem
107
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
saraf dan koordinasinya tetap seimbang yang secara tidak langsung menumbuhkan semangat pada peserta didik untuk mempersiapkan laporan yang terbaik sehingga mereka berusaha untuk melakukan dengan teliti dan rasa percaya
diri.
d. Evaluasi Pembelajaran
Teknik dan instrumen penilaian yang dipilih dan dilaksanakan tidak hanya
mengukur pencapaian akademik kognitif tetapi juga mengukur perkembangan
kepribadian peserta didik. Tetapi, guru mengeluh kesulitan dalam pemberian
nilai berkaitan dengan karakter siswa. Walaupun sering diikutsertakan dalam
pelatihan ataupun workshop eksternal, guru tersebut belum pernah mendapatkan materi ataupun diberitahu mengenai teknik penilaian berkarakter. Begitu
pula guru lain yang belum pernah diikutsertakan dalam pelatihan atau workshop eksternal. Maka, kedua guru tersebut memberikan nilai berupa penilaian
kognitif kepada peserta didik berbentuk skor angka yang tercantum dalam
daftar nilai. Kedua guru berpendapat, nilai karakter peserta didik sudah tercakup dalam nilai angka tersebut. Apakah peserta didik tergolong anak yang
baik, rajin, pintar, sopan, suka bekerja keras ataupun sebaliknya, guru hanya
memberi tanda dalam catatan tertentu atau mengingatnya kemudian meramu
pengamatan mereka tersebut dengan skor angka untuk kognitif peserta didik.
Tidak ada catatan, format khusus atau format standar yang diberlakukan dari
sekolah.
KESIMPULAN
Kepala sekolah masih belum mampu membina seluruh guru, dan staf yang
menjadi binaannya karena masih menggunakan gaya kepemimpinan pseudodemokratis, seperti halnya dalam pengambilan kebijakan untuk menunjuk
seseorang dalam mengemban tugas. Peiasaan kegiatan yang menjadi program
sekolah tidak jauh berbeda seperti halnya kegiatan rutin dan kegiatan spontan
yang belum dilakukan dengan kesadaran penuh dan berkesinambungan. Selain itu,
idealnya, program pembinaan karakter sepenuhnya menjadi tanggung jawab dan
108
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
kebijakan pembina masing-masing kegiatan ekstra kurikuler. Namun lain halnya
dengan kegiatan ekstra kurikuler seperti Pramuka, Palang Merah Remaja, Unit
Kesehatan Sekolah, Drum Band, Bengkel Seni serta Seni tari di sekolah yang
masih belum diberi tanggung jawab untuk memberikan laporan perkembangan
karakter peserta didik
Secara khusus penanaman pendidikan karakter di kehidupan kelas seperti
yang peneliti amati di mata pelajaran Biologi masih belum menyentuh konsep
filosofis dan teknis pendidikan karakter yang seharusnya. Hal itu dikarenakan
kegiatan proses pembelajaran yang meliputi kegiatan pendahuluan, kegiatan inti
dan kegiatan penutup dalam pembelajaran Biologi belum sepenuhnya menggambarkan internalisasi nilai karakter. Guru Biologi juga masih mengalami
kesulitan untuk memenuhi target capaian pendidikan karakter baik secara proses
maupun hasil. Dalam hal ini terutama pada tahap evaluasi yang belum terukur,
terlihat dari tidak adanya laporan perkembangan mengenai karakter peserta didik
yang telah mengikuti kegiatan pembelajaran.
Iklim sekolah dan budaya positif sekolah untuk mendukung optimalnya
pelaksaan pendidikan karakter sudah berjalan tetapi belum optimal.Penugasan
guru yang mengikuti beberapa pelatihan atau workshop juga masih dipertanyakan
dan tidak didistribusikan dengan baik.
Oleh karena itu, agar pendidikan karakter tidak lagi dipertanyakan oleh
guru dan dapat dijalankan dalam kehidupan sekolah, maka peneliti merekomendasikan bahwa: Pertama, bagi pemerintah Provinsi/ Kota perlu mengakomodir
para guru. Salah satunya dengan mensosialisasikan dengan baik pemahaman dan
tata laksana pembelajaran berkarakter melalui kegiatan-kegiatan diperlukan.
Kedua, kepala sekolah harus mau untuk terlibat secara aktif sehingga seluruh
warga sekolah dapat menjalankan tugas masing-masing sesuai peraturan dan
program sekolah berkaitan dengan internalisasi pendidikan karakter. Dengan
demikian, visi dan misi sekolah yang berkarakter dapat dicapai . Ketiga, secara
keseluruhan, guru sebagai pendidik benar-benar harus memahami empat
kompetensi (pedagogik, sosial, kepribadian, profesi) sebagai tenaga pendidik
109
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
profesional dengan selalu mempersiapkan diri terutama mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan penanaman dan pembinaan karakter siswa. Dalam proses
pembelajaran, dalam hal ini guru Biologi selain bertugas untuk menginternalisasi
dan mengimplementasi nilai karakter pada peserta didik juga harus bisa
memberikan teladan, baik sikap, maupun perilaku yang berkarakter sehingga
peserta didik serta warga sekolah lain yang melihat dapat mencontohnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Semarang: Thoha Putra, 1991.
---------- , Panduan Penulisan Karya Ilmiah Program Pascasarjana IAIN STS
Jambi, 2012.
Agusmizal, ProgramPembinaan Akhlak Siswa MAdarasah Tsanawiyah Negeri
Bangko, Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
Rineka Cipta. Edisi Revisi IV.1998.
Baihaki, Implementasi Kurikulum Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Sarolangun.Tesis Magister,
Program Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun
2011.
Tuckman, Bruce W., Conducting educational research, New York. Harccourt
Brance, 1972.
Forcese, Denis and Stepher Richer, Social Research Methode, New Jersey,
Prentice-hall, Englewood Cliffs.
Faisal, Sanafiah. Pendidikan Kualitatif: Dasar-dasar dan Aplikasi, Malang,
Yayasan Asah Asih Asuh, 1990.
Iskandar. Metodologi Penelitian Pendidikan dan Sosial (Kuantitatif dan
Kualitatif). Jakarta. Gaung Persada Press. Cet. 2. 2009.
Jack R.Frankel, dan Norman E. Wisallen. How To Design And Evaluate Reseach
In education. New York. Mc. Graw. Hill Publishing Company. 1990.
110
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
Matwey Miler dan Huberman. Analisis Data Qualilatif, terj. Djejep Rohidi,
Jakarta UI Press.
Moelong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta, Depdikbud RI, 1998.
Mulyana, Dedi. Metode Kualitatif: Paradigma Baru Penelitian Komunikasi Dan
Ilmu Lainnya, Bandung: Rosdakarya, 2000.
Mulyasa, E. Manajemen Pendidikan Karakter, Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Nabawi, Hadari. Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada
University Press, 1991.
Pendidikan Karakter di SMP Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen
Mandikdasmen Direktorat Pembinaan SMP Tahun 2010.
Prayitno dan Belferik Manullang, Pendidikan Karakter dalamPembangunan
Bangsa, Jakarta: Grasindo, 201.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung.
Alfabeta. Cetakan ke-6. 2009
Summiyani, Pembinaan Akhlak Siswa melalui Pengelolaan Kantin Kejujuran
(Studi Kasus di SMA Negeri 5 Kota Jambi), Tesis Magister, Program
Pascasarjana IAIN Sulthan Thaha Saifuddin Jambi, Tahun 2010.
Surachman, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah: Dasar Metode Teknik, Edisi
ke 7, Bandung: Tarsito, 1984
Victor Battistich Character Education, Prevention, and Positive Youth
Development, University of Missouri, St. Louis
Yanfaunnas, Pembinaan Akhlak Siswa di Madrasah Aliyah Negeri Muara Bungo,
Tesis Magister, Program Pascasarjana IAIN
Sulthan Thaha
Saifuddin Jambi, Tahun 2009.
Sumber dari Internet
Informational Handbook & Guide II for Support and Implementation of the
Student Citizen Act of 2001.(Character and Civic Education).
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/08/20/pendidikan-karakter-di-smp/.
111
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014
ISSN: 2088 - 8341
http://edukasi.kompas.com/read/2011/09/26/1758337/Mendiknas: Perlu Pendidikan Karakter untuk Tangkal.Radikalisme.
http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/1710174/
kan.Pendidikan. Karakter.
Sekolah
Wajib
Terap-
http://www.Inherent-Dikti.Net/Files/Sisdiknas.Pdf.
http://www.pendidikankarakter.org/12%20Pilar.html.
http://www.republika.co.id/berita/ensiklopedia-islam/hikmah/11/01/13/158247hikmah-pendidikan-karakter.
http://www.republika.co.id/berita/pendidikan/berita/10/08/09/128972-pendidikankarakter-diterapkan-dalam-kurikulum-tingkat-satuan-pendidikan.
http://www.today.co.id/read/2011/05/02/29089/pendidikan_karakter_masuk_kuri
kulum_pada_2012.
Kementerian Pendidikan Nasional Ditjen Mandikdasmen Direktorat Pembinaan
SMP Tahun 2010, Pendidikan Karakter di SMP
Lickona, T., Schaps, E., & Lewis, C. (2003). CEP’s Eleven Principles of Effective
Character Education. Washington DC: Character Education
Partnership.
www.Isi-Dps.Ac.Id/Download/Grand-Design-Pend-Karakter.Ppt
Inggried Dwi Wedhaswar, Di Palangka Raya Sekolah Wajib Terapkan
Pendidikan Karakter, http://edukasi.kompas.com/read/2011/10/21/
1710174/.
112
JURNAL AL – IRSYAD
Vol. IV, No. 1, Januari – Juni 2014