EKSPORT IMPORT ANTARA INDONESIA DENGAN C

EKSPORT-IMPORT ANTARA INDONESIA DENGAN CHINA
DALAM ACFTA DIKAJI DARI STUDI ADMINISTRASI
KEUANGAN NEGARA
Posted on Juli 19, 2011by saepudin

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
ACFTA (Asean – China Free Trade Area) beberapa waktu terakhir ini
tiba-tiba menjadi bahan pembicaraan yang populer dikalangan
masyarakat. Berbagai media berlomba-lomba memberikan liputan
mengenai ACFTA ini, dan harus diakui sebagian besar diantara liputan
itu memberikan “rasa khawatir” bagi masyarakat, dimana ACFTA ini
digambarkan akan menjadi momok bagi perekonomian nasional,
meningkatkan pengangguran, membuat barang-barang dalam negeri
kalah bersaing dsb.
Kesepakatan pembentukan perdagangan bebas ACFTA diawali oleh
kesepakatan para peserta ASEAN-China Summit di Brunei Darussalam
pada November 2001 . Hal tersebut diikuti dengan penandatanganan
Naskah Kerangka Kerjasama Ekonomi (The Framework Agreement on A
Comprehensive Economic Cooperation) oleh para peserta ASEAN-China
Summit di Pnom Penh pada November 2002, dimana naskah ini menjadi

landasan bagi pembentukan ACFTA dalam 10 tahun dengan suatu
fleksibilitas diberikan kepada negara tertentu seperi Kamboja, Laos,
Myanmar dan Vietnam.
Pada
bulan
November
2004,
peserta
ASEAN-China
Summit
menandatangani Naskah Perjanjian Perdagangan Barang (The
Framework Agreement on Trade in Goods) yang berlaku pada 1 Juli
2005. Berdasarkan perjanjian ini negara ASEAN5 (Indonesia, Thailand,
Singapura, Philipina, Malaysia) dan China sepakat untuk menghilangkan
90% komoditas pada tahun 2010. Untuk negara ASEAN lainnya
pemberlakuan kesepakatan dapat ditunda hingga 2015.
ASEAN – China Free Trade Agreement (ACFTA), yang ditandatangani
pada 4 November 2004, sejak tanggal 1 Januari 2010 yang lalu telah
masuk pada tahap pelaksanaan. Dengan tujuan yang antara lain:
1. Memperkuat dan meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak

2. Meliberalisasikan perdagangan barang dan jasa melalui pengurangan
dan penghapusan tarif.
3. Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama yang saling
menguntungkan kedua pihak.
4. Memfasilitasi integrasi ekonomi yang lebih efektif dengan Negara
anggota baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada dikedua belah
pihak
Indonesia memasuki perdagangan bebas ASEAN-China dengan prokontra yang mengiringinya, terkait dampak positif atau negative yang
akan diraih. Ketidakmampuan industri lokal untuk bersaing yang akan
membuatnya semakin terpuruk dan mati secara mengenaskan,
merupakan dampak buruk yang menjadi ancaman. Tidak hanya itu,
diperkirakan akan meningkatnya pengangguran yang diperkirakan
mencapai seperempat dari dari keseluruhan jumlah tenaga kerja atau 7,5

juta jiwa, akibat gulung tikarnya perusahaan karena tak mampu bersaing
, umumnya industri kecil dan rumahan.
Seperti diketahui, lebih murahnya barang-barang China dibanding
barang hasil industri dalam negeri dikhawatirkan merebut pasar dalam
negeri (umumnya barang-barang tekstil dan hasil produksinya), karena
bukan hanya konsumen yang akan beralih pada produk China tapi juga

para pedagang karena modal yang dikeluarkannya akan lebih sedikit.
Dukungan dari pemerintah berupa kebijakan-kebijakan pembiayaan
perbankan seperti memberikan kredit dengan bunga hanya 3% untuk
pelaku industri atau pengusaha merupakan faktor utama pendorong
kelancaran bergulirnya kegiatan industri, selain itu pemerintah China
juga berusaha memposisikan diri sebagai pelayan yang menyediakan
segala kebutuhan sarana dan prasarana menyangkut kegiatan industri.
Mulai dari pengurusan surat izin usaha yang dapat diperoleh dengan
mudah, hingga penyediaan infrastuktur penunjang guna meningkatkan
ekspor seperti jalan raya, pelabuhan angkut, dan ketersediaan tenaga
listrik.
Mari lihat apa yang membuat produk-produk dalam negeri lebih mahal
dibanding produk China, penyebabnya antara lain: banyaknya pungutan
liar (pungli) yang harus dibayar oleh para pengusaha, baik yang atas
nama pemerintah ataupun tidak; sulitnya memperoleh pinjaman atau
kredit untuk modal atau pengembangan usaha, di Indonesia pengusaha
menengah-besar memperoleh kredit dengan bunga 12%, sementara
pengusaha kecil justru mendapat bunga lebih besar, 15 %. Seharusnya
semakin kecil usaha, semakin kecil juga bunga yang dikenakan, tapi lebih
jauh, malah lebih banyak pengusaha kecil yang sama sekali ditolak dalam

pengajuan kredit; infrastruktur yang belum memadai serta sarana dan
prasarana yang sulit diperoleh. Kesulitan dalam pengurusan surat izin
usaha sudah menjadi ciri dari birokrasi di Indonesia, mekanismenya yang
mengharuskan melewati lebih dari satu meja bukan hanya
memperlambat waktu tapi juga lebih banyak uang yang dikeluarkan,
lebih tepatnya berbelit dan korup ciri birokrasi disini. Kemudian
infrastruktur yang belum memadai seperti jalan raya, pelabuhan angkut,
dan listrik semua masih jauh dalam ketersediaanya dibanding China.
Indonesia harsu mengeluarkan anggran yang lebih banyak untuk
industry menengah agar mampu bersain dengan produk China dan
mampu mengeksport produknya ke China.
2. Tujuan
Mengaetahui dampak esport import Indonesia dengan China dalam
perdagangan ACFTA dilihat dari sudut pandang studi Administrasi
Keuangan Negara
3. Manfaat
Memberi informasi kepada pemerintah tentang dampak eksport dan
import dalam perdagangan ACFTA bagai APBN
B. PEMBAHASAN
Masalaha ACFTA bagai Indonesia akan dibhas berdasarakan sudut

pandang Studi Administrasi Keuangan Negara. Utamanya dibahas dalam
sudut pandanga Ruang lingkup studi AKN yaitu dengan menggunakan

Teori Pengeluaran Negara, Teori Penerimaan Negara, Administrasi
Keuangan, Stabilisasi dan Pertumbuhan.
1. Teori Pengeluaran dan Pemasukan (Karis Yhuda E, 094674037)
Teori pengeluaran dalam studi AKN yaitu tentang pengebangan jalannya
keuangan dlm perekonomian & sesuai dgn pola permintaan& penawaran
yang dilakukan oleh pemrintah. Pengeluaran negara juga sebag sarana
utama bagi pemerintah utk mewujudkan kesejahteraan, pertumbuhan,
stabilisasi, dan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang lain. Dalam teori
pemerimaan pembahasanya tentang beberapa sumber dari mana negara
memperoleh pendapatan. Bagian ini membahas dan menganalisis
tentang perbandingan keuntungan dan kerugian dari berbagai bentuk
pemasukan negara misalnya pajak,dll.
Kaitanya dengan ACFTA pembahasan dalam teori pengeluaran dan
pemasukan akan dipersempit kedalam masalah import dan eksport.
Perdagangan antara China dan ASEAN adalah nilai sekitar US $ 4, 3
triliun sama dengan 13, 3 persen dari volume perdagangan global. Cina
dan ASEAN telah penurunan tarif secara bertahap. Sebaliknya ada

kekhawatiran dari negara-negara ASEAN serangan barang dagangan
Cina. Produk lokal menghadapi kesulitan untuk meningkatkan penetrasi
ke pasar lokal setelah pajak ekspor telah dihapus.
Sekarang Cina telah importir utama di Indonesia, 17,2 persen dari total
non-migas impor Indonesia adalah berasal dari China, di China
sebaliknya hanya mengkonsumsi 8,7 persen total ekspor di Indonesia.
Jelas itu berarti barang-barang perdagangan China berat merambah ke
pasar Indonesia. produk manufaktur China adalah bervariasi sulit
bersaing dengan uncomparable untuk barang perdagangan di Indonesia
harga yang kompetitif. Beberapa ekspor barang dari Indonesia ke China
yang paling laku adalah barang pertanian, alam dan industri baku bahan.
Nilai ekspor Indonesia tidak stabil itu menunjukkan kelemahan dalam
kapasitas perdagangan, maka, Indonesia cukupkah kompetitif untuk
menghadapi ACFTA? Sementara itu indikator makro menunjukkan inflasi
Desember 0, 33%, Nilai Ekspor Indonesia pada November 2009 turun 12,
12% dan nilai ekspor mengalami penurunan 6,03% dibandingkan dengan
Oktober 2009. indeks harga perdagangan besar sedikit kenaikan 0, 73%
hanya dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Deflasi 0, 03 telah terjadi
pada bulan November 2009, nilai ekspor Indonesia meningkat 20, 72
bulan Oktober 2009, namun nilai meningkat, impor 11 16% dibandingkan

dengan November 2009.
Sebagaimana dicatat Biro Pusat Statistik (BPS), hingga Agustus 2009
ekspor manufaktur Indonesia merosot hampir 25 persen dari total 60,831
miliar dollar AS menjadi 45,632 miliar dollar AS. Penurunan ini juga
menurunkan total ekspor nonmigas sebesar 18,31 persen. Bahkan, dalam
perhitungannya, Depperin juga memperkirakan penurunan nilai ekspor
12 industri manufaktur unggulan, seperti industri pengolahan kelapa
sawit mentah (CPO), besi baja, otomotif, elektronika, pengolahan karet,
pulp dan kertas, serta industry peralatan listrik sebesar 7,33 persen
sepanjang tahun 2009.
Dapat dikatan ekpor Indonesia ke china yaitu industry manufaktur yang
mempunyai nilai rendah. APBN Indonesia tidak memperoleh banyak

keutungan dalam perdagangan ACFT. Sedangakan China memperoleh
banyak keuntungan yaitu karena ekport china ke Indonesia yaitu barang
eloktronik, transportasi, makanan, dan pakaian. Sangat menyedot
keuntungan yang banyak bagi china. Cina mendapatkan devisa yang
banyak dari perdagangan ACFTA.
2. Administrasi Keuangan (Elgia Astuty, 094674034)
Berikut ini adalah analisa yang di lihat dari sudut pandang administrasi

keuangan. Administrasi Keuangan adalah semua hal yang menyangkut
semua kegiatan keuangan, termasuk permasalahan terhadap keuangan
Negara, berkaitan dengan anggaran belanja negara pengawasan
terhadap realisasi anggaran belanja. Dalam kasus ACFTA ini kita
mencoba melakukan analisa dengan melihat realisasi anggaran belanja
pemerintah yang seharusnya dapat mendorong perkembangan
perdagangan Indonesia ditengan kancah Negara ASEAN.
Dampak perdagangan bebas antara Indonesia dengan China sudah di
analisa oleh pemerintah Indonesia. Indonesia harus memperkuat daya
saingnya guna meningkatkan produk lokal dengan cara meningkatkan
infrastruktur dalam negeri. Dalam ACFTA memperlakukan bea masuk
sebanyak 2.528 pos tarif dari 17 sektor industri akan dibebaskan mulai 1
Januari 2010.Hal itu menjadi konsekuensi yang harus dijalankan
Indonesia dan 10 negara lainnya, terkait implementasi perjanjian
perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) Asean-China. Seluruh
komoditas pertanian di luar kategori sensitive products (SP) akan
dihilangkan bea masuk impornya menjadi 0%. Dengan hilangnya
hambatan tarif itu, Pemerintah berjanji tetap melindungi pasar domestik
melalui pengetatan hambatan nontarif. Instrumen nontarif tidak saja
penting sebagai tambahan prasyarat teknis untuk mengantisipasi produk

impor. Tetapi juga melindungi masyarakat dari wabah penyakit pangan
dan hewan.
Potensi kerugian yang dialami industri manufaktur nasional sebagai
dampak dari implementasi perjanjian Asean-China Free Trade Agreement
(ACFTA) diperkirakan mencapai Rp. 35 triliun per tahun. Nilai yang
sangat besar tersebut hanyalah potensi kerugian yang bakal diderita oleh
tujuh sektor manufaktur yakni industri petrokimia, pertekstilan, alas kaki
dan barang dari kulit, elektronik, keramik, makanan dan minuman, serta
besi dan baja. Didorong atas sengitnya persaingan bisnis yang bakal
terjadi pasca pemberlakuan ACFTA 1 Januari 2010, Asosiasi Pengusaha
Indonesia (API) menyatakan dan mengusulkan kepada pemerintah agar
mengkaji ulang jangka waktu penurunan/penghapusan tarif bea masuk.
Usul itu dengan berbagai pertimbangan, antara lain mayoritas
permesinan tekstil dan produk tekstil (TPT) di Indonesia sudah usang,
industri perlu meremajakan permesinannya agar mampu bersaing.
Dalam sector industri manufaktur di Indonesia yang pernah menjadi
tumpuan pembangunan perekonomian, selain sebagai penyerap tenaga
kerja terbesar dan penyumbang devisa lewat kinerja ekspornya, kini
terbilang menurun. Sebagaimana dicatat Biro Pusat Statistik (BPS),
hingga Agustus 2009 ekspor manufaktur Indonesia merosot hampir 25

persen dari total 60,831 miliar dollar AS menjadi 45,632 miliar dollar AS.
Penurunan ini juga menurunkan total ekspor nonmigas sebesar 18,31

persen. Bahkan, dalam perhitungannya, Depperin juga memperkirakan
penurunan nilai ekspor 12 industri manufaktur unggulan, seperti industri
pengolahan kelapa sawit mentah (CPO), besi baja, otomotif, elektronika,
pengolahan karet, pulp dan kertas, serta industry peralatan listrik
sebesar 7,33 persen sepanjang tahun 2009. Sementara realisasi impor
Indonesia dari China selama semester pertama 2009 angkanya tidak
kalah menakjubkan. Impor elektronika dari China sudah mencapai 30
persen atau senilai 300 juta dollar AS, 37 persen dari 57 juta dollar AS
tekstil dan produk tekstil (TPT), 60 persen mainan anak-anak dari total
17 juta dollar AS, 14 juta dollar AS atau 50 persen produk alas kaki,
belum lagi dalam bentuk produk makanan dan minuman.
3. Stabilitas dan Pertumbuhan (Rizki Al Kharim, 094674015)
Pembahasan Stabilitas dan pertumbuhan dalam studi akan AKN meliputi
tentang kebijakan-kebijakan ekonomi dari suatu pemerintahan di waktu
(dlm kondisi) tertentu. Dalam hal ini akan kita bahas mengenai
kebijakan-kebijkan pemerintah Indonesia dalam kerjasama dengan China
dalam ACFTA.

Terkait dengan dampak perdangan Indonesia dengan China dalam
ACFTA ada beberapa kebijakan yang di kelurahan oleh pemerintah pasca
kesepakatan perjanjian. Pemerintah berjanji tetap melindungi pasar
domestik melalui pengetatan hambatan nontarif. Instrumen nontarif
tidak saja penting sebagai tambahan prasyarat teknis untuk
mengantisipasi produk impor. Tetapi juga melindungi masyarakat dari
wabah penyakit pangan dan hewan.
Berkaitan dengan itu juga dikeluarkanya langkah yang harus dilakukan
pemerintah utuk menanggulai dampak ACFTA bagi perekonomian
Indonesia yang berimbas kepada ABPN Negara Indonesia. Pertama ,
Pnguatan daya saing global meliputi penanganan isu-isu domestik
meliputi: penataan lahan dan kawasan industri, pembenahan
infrastruktur dan energi, pemberian insentif (pajak maupun non pajak
lainnya), membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), perluasan akses
pembiayaan dan pengurangan biaya bunga (KUR, Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi, modal ventura, keuangan syariah, anjak piutang,
lembaga pembiayaan ekspor Indonesia dsbnya), pembenahan sistem
logistik, perbaikan pelayanan publik (NSW, PTSP/SPIPISE dsb),
penyederhanaan peraturan dan peningkatan kapasitas ketenagakerjaan).
Kedua, Pengamanan pasar domestik melalui : (a) pengawasan di border
dengan meningkatkan pengawasan ketentuan impor dan ekspor dalam
pelaksanaan ACFTA, menerapkan Early Warning System untuk
pemantauan dini terhadap kemungkinan terjadinya lonjakan impor,
pengetatan pengawasan penggunaan Surat Keterangan Asal Barang
(SKA) dari negara-negara mitra ACFTA, pengawasan awal terhadap
kepatuhan SNI, label, ingridien, kadaluarsa, kesehatan, lingkungan,
security dsb, penerapan instrumen perdagangan yang diperbolehkan
WTO terhadap industri yang mengalami kerugian yang serius akibat
tekanan impor dan penerapan instrumen anti dumping dan
countervailing duties atas importansi yang un fair, (b) peredaran barang
di pasar lokal meliputi task force pengawasan peredaran barang yang
tidak sesuai dengan ketentuan perlindungan konsumen dan industri dan

kewajiban penggunaan label dan manual berbahasa Indonesia, dan (c)
promosi penggunaan produksi dalam negeri dengan mengawasi
efektivitas promosi penggunaan produksi dalam negeri (Inpres Nomor 2
Tahun 2009) termasuk mempertegas dan memperjelas kewajiban KLDI
memaksimalkan penggunaan produk dalam negeri revisi Kepres Nomor
80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang/Jasa oleh Pemerintah.
Ketiga, Penguatan ekspor dengan penguatan peran perwakilan luar
negeri, pengembangan trading house, promosi pariwisata, perdagangan
dan investasi, penanggulangan masalah akses pasar dan kasus ekspor,
pengawasan penggunaan SKA Indonesia, peningkatan peran LPEI dalam
mendukung pembiayaan ekspor dan optimalisasi trade financing.
Keempat, Bimbingan yang berkesinambungan agar KUKM dapat
menerapkan manajemen stok yang lebih adaptif terhadap pasar dan
differensiasi pasar yang memungkinkan terjadinya subsidi silan.
Kelima, Perlu dilakukan kajian yang berkelanjutan terhadap kondisi
KUKM yang lebih mendetail terhadap jenis dan variasi produk-produk
pertanian dan industrikecil yang mempunyai peluang pasar yang besar
dan dapat dilakukan secaraspesifik di berbagai daerah.
Keenam, Perlu diberi peran yang lebih besar kepada trading house
(BLU/LLP dan atau Induk Koperasi Perdagangan) untuk melakukan
penetrasi produk-produk KUKM di berbagai negara ASEAN dan China
yang dilaksanakan secara periodik, (misalnya selama satu bulan pada
tiap-tiap negara).
Ketujuh, Perlu dipertimbangkan keterpaduan para gerakan koperasi yang
mempunyai bidang usaha yang sama diantara negara kawasan Asean dan
China (Transnational Coperative), sehingga dapat membangun
sinergisitas guna menciptakan efisiensi sumberdaya yang dapat
memberikan.
Dalam analisis kebijakan ini dapat kita simpulkan bahwa pengaruh
perdagangan Indonesia dengan China dalam ACFTA paling besar di
sektor eksport dan import. Karena dalam eksoprt impot import inilah
yang mempengaruhi keberhasilan sebuah perdagangan. Perdagangan
antara china dengan Indonesia tidaklah selalu membawah dampak positif
bagi Indonesia. Hal inilah yang mejadikan pemerintah Indonesia
mengeluarkan melakukan beberapa kebijakan dan langkah-langkah
strategis untuk memperkuat eksport china khususnya dalam industry
manufaktur dana mengurangi import industry elektronik dan transportasi
ke Indonesia.
C. KESIMPULAN
Perdagangan ACFTA yang didominasi oleh Negara china sangat
mempengaruhi posisi eksport import dalam Negara Indonesia. Negara
Indonesia sendiri memperoleh berbagai dampak positif dan negatif darai
adanya perdagangan ACFTA. Damapak negatif dan positif tersebut
mempengaruhi keuangan Negara. Eksport import dalam perdagangan
ACFTA yang mempengaruhi keuangan Negara di analisi dengan
pendekatan setudi administrasi keuangan Negara yaitu dalam teori
penerimaan, pengeluaran, administrasi keuangan dan statabilitas dan
pertumbuhan.

Dalam teory pengeluaran dan pemerimaan dapat diketahui perdagangan
ACFTA membawa dampak yang kurang baik bagai Indonesia terutama
dalam APBN. Penerimaan impor dalam ACFTA sudah sedikit karena
pemerintah sudah dihilangkan bea masuk impornya menjadi 0%.
Sedangkan pengaruah ACFTA dalam eskport. Sektor industry
manufaktur di Indonesia yang pernah menjadi tumpuan pembangunan
perekonomian, selain sebagai penyerap tenaga kerja terbesar dan
penyumbang devisa lewat kinerja ekspornya, kini terbilang menurun Rp.
35 triliun per tahun. ACFTA mempengaruhi penurunan eksport Indonesia
karena pengusaha manufaktor yang ada di Indonesia kalah bersaing
dengan produk china.
Damapak negatif yang dirasakan Indonesia di sektor eksport dan import
membuat pemerintah Indonesia melakukan beberapa upaya untuk
mengatasi
masalah
tersebut.
Eksoprt
impot
import
sangat
mempengaruhi keberhasilan sebuah perdagangan. Perdagangan antara
china dengan Indonesia tidaklah selalu membawah dampak positif.
Pemerintah Indonesia mengeluarkan melakukan beberapa kebijakan dan
langkah-langkah strategis untuk memperkuat eksport china khususnya
dalam industry manufaktur dana mengurangi import industry elektronik
dan
transportasi
ke
Indonesia
(kampungilmuadministrasinegara.blogspot.com)