this PDF file BENTUK STRATEGI ADAPTASI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI PASCA PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE | Azizah | SOSIETAS 1 SM

399

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

BENTUK STRATEGI ADAPTASI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT PETANI PASCA PEMBANGUNAN
WADUK JATIGEDE
Annisa Nur Azizah, Dasim Budimansyah, Wahyu Eridiana
Universitas Pendidikan Indonesia
Jl. Dr.Setiabudi 229 Bandung 40154, Jawa Barat, Indonesia
Email: annisanurazizah8@gmail.com

Abstrak

Kata kunci:

1

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya peralihan lahan pertanian menjadi bendungan Jatigede yang
menyebabkan masyarakat petani kehilangan lahan pertaniannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
bagaimana bentuk- bentuk strategi adaptasi sosial ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat petani dalam

mengstabilkan kondisi sosial ekonomi pasca pembangunan Waduk Jatigede. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dan metode studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi,
wawancara, dan analisis dokumentasi. Informan penelitian ini terdiri dari informan pokok yaitu masyarakat
petani yang terkena dampak dan informan pangkal yaitu Kepala Desa Tarunajaya. Hasil penelitian ini
menunjukan bahwa strategi adaptasi sosial ekonomi yang dilakukan oleh OTD masyarakat petani terdiri
dari strategi aktif, pasif dan jaringan sosial.
masyarakat petani, pembangunan bendungan, sosial ekonomi, strategi adaptasi

PENDAHULUAN

Upaya
memajukan kesejahteraan
umum
merupakan salah satu tujuan dari Negara Indonesia
yang tercantum dalam Pembukaan UUD RI Tahun
1945. Pembangunan merupakan suatu cara yang
ditempuh oleh pemerintah untuk memajukan
kesejahteraan
umum, baik di bidang sosial,
ekonomi, budaya maupun politik. Salah satu proyek

pembangunan yang sudah dilakukan di Indonesia
adalah pembangunan Waduk Jatigede yang berlokasi
di daerah Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa
Barat. Tujuan dari Pembangunan Waduk Jatigede ini
adalah mampu memberikan keuntungan serta dapat
memberikan suatu manfaat, khususnya bagi
pelestarian sumber daya air yang sangat berguna
untuk meningkatkan
kesejahteraan manusia.
Sebelum dijadikan Waduk, kawasan Jatigede sendiri
merupakan wilayah pemukiman dan lahan pertanian.
Luas lahan sekitar 4946 hektar yang terdiri dari 5
kecamatan mencangkup tanah milik masyarakat
ataupun tanah milik perhutani terkena dampak
pembangunan Waduk Jatigede.
Pada saat proses pembangunannya,
Waduk
Jatigede ini sempat menimbulkan konflik sosial
yang didasarkan dari ketidakadilan dan kerugian
besar yang dialami oleh masyarakat yang terkena

dampak
pembangunan. Amila, M (2016)
menyebutkan bahwa, konflik yang timbul dari

pembangunan
Waduk
Jatigede
tersebut
menimbulkan
konflik vertical dan konflik
horizontal. Konflik vertical terjadi antara pemerintah
dan masyarakat. Sedangkan, Konflik horizontal
terjadi diantara OTD itu sendiri. Kedua konflik
tersebut terjadi dikarenakan adanya perbedaan uang
ganti rugi yang diberikan oleh pemerintah kepada
masyarakat OTD. Sehingga, menimbulkan adanya
ketidakadilan,
kecemesan,
ketidakberdayaan,
keberakaran, dan keraguan yang semuanya

mengarah pada permusuhan yang pada akhirnya
menimbulkan konflik (Budimansyah,2015)
Dana
kerahiman
yang
diberikan oleh
pemerintahan saat ini, sangat tidak sebanding
dengan hilangnya asset kepemilikan masyarakat
OTD hingga tahun 2015, sehingga menimbulkan
ketimpangan- ketimpangan sosial ekonomi pada
masyarakat OTD Waduk Jatigede. Hal
itu
senada dengan pendapat Harun dan Ardiyanto
(2012), bahwa pembangunan yang tidak benar-benar
dilandasi prinsip pemerataan yang lebih baik di
antara anggota masyarakat, dan tidak didasarkan
pada akses yang lebih terbuka dan seimbang bagi
peluang, serta elit-elit penguasa tidak secara murni
dimotivasi dan mengabdi kepada prinsip- prinsip,
pembangunan akan melahirkan ketimpanganketimpangan, ketidakadilan sosial dan ekonomi,

penindasan terhadap hak-hak asasi manusia dan
demokrasi serta bentuk-bentuk kebebasan lainnya.

400

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

Desa Cibogo merupakan salah satu desa yang
terkena dampak pembangunan Waduk Jatigede.
Serta, merupakan desa yang terendam seluruhnya.
Masyarakat Cibogo yang terkena dampak dari
pembangunan Waduk Jatigede ini dengan terpaksa
harus meninggalkan daerah tempat tinggalnya yang
telah berpuluh-puluh tahun dijadikan tempat tinggal
dan harus membangun tempat tinggal yang baru di
daerah lain. Desa Tarunajaya merupakan salah satu
daerah yang dijadikan sebagai tempat relokasi
pemukiman baru bagi para masyarakat OTD dari
Desa tersebut. Beralihnya tempat tinggal masyarakat
Desa Cibogo ke daerah baru membuat masyarakat

yang terkena dampak pembangunan Waduk
mengalami penurunan kesejahteraan dalam hal
sosial ekonomi. Sebagaimana apa yang dikatakan
oleh Ruhi, Tabassum Khun
(2012)
dalam
penelitiannya mengenai uraian Arundhati Roy dalam
“The Greater Common Good” menjelaskan bahwa
proses pembangunan Waduk-Waduk raksaksa di
Negeri ini, maupun di belahan dunia manapun akan
bermuara pada satu kesimpulan yang sama.
Kesimpulan itu adalah bahwa pembangunan Waduk
selalu membuat orang-orang yang tergusur
mengalami kehancuran dalam hidupnya.
Bagi petani, lahan merupakan salah satu asset
penting yang dimiliki petani untuk beraktifitas
dalam mempertahankan keberlangsungan hidup.
Hilangnya lahan garapan yang petani miliki,
membuat mereka harus bisa mencari alternative lain
untuk bisa mempertahankan hidupnya. Salah satu

diantaranya yaitu dengan melakukan peralihan mata
pencaharian. Ashley et al, 2003; Twigg, 2001
mengatakan bahwa, Perubahan mata pencaharian
merupakan salah satu strategi untuk mencapai
penghidupan yang berkelanjutan. Perubahan mata
pencaharian merupakan salah satu reaksi masyarakat
dalam menghadapi perubahan tren, musim, dan
tekanan (Ratna, 2013). Sehingga peralihan mata
pencaharian dari petani menjadi non petani
merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan keberlanjutan sosial ekonomi
di
lingkungan
geografis yang keadaannya berbeda
dengan lingkungan sebelumnya. Masyarakat petani
yang berpindah ke daerah Blok Pasirkandaga, pada
umumnya berstatus sebagai petani lapisan bawah
yang cenderung menerapkan strategy survival
(Strategi bertahan hidup) untuk melanjutkan
keberlangsungan hidupnya. Petani lapisan bawah,

seperti buruh tani dalam melakukan strategi
adaptasi sosial ekonomi hanya terfokus untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari saja.
Oleh karena itu, berpindahnya tempat tinggal
masyarakat petani ke daerah lain, membuat mereka

harus memulai kehidupan yang baru, serta merintis
kegiatan ekonomi di tempat yang baru dengan
berbagai cara dan strategi untuk melakukan
keberlanjutan hidupnya di Blok Pasirkandanga, Desa
Tarunajaya, Kec.Darmaraja. Tujuan dari penelitian
ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentukbentuk strategi adaptasi sosial ekonomi yang
dilakukan oleh masyarakat petani di Blok
Pasirkandaga, Desa Tarunajaya, Kec. Darmaraja
pasca pembangunan Waduk Jatigede.

2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode studi kasus. Penelitian
dilakukan di Blok Pasirkandaga, Desa Tarunajaya,

Kec. Darmaraja, Kab. Sumedang. Informan
penelitian terdiri dari 10 Orang, yaitu 9 orang
masyarakat petani yang terkena dampak sebagai
informan kunci, dan
Kepala Desa Tarunajaya
sebagai informan pendukung. Pihak-pihak tersebut
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan
peneliti untuk menjawab permasalahan yang telah
dirumuskan. Pemilihan partisipan untuk penelitian
ini menggunakan purposive sampling dan snowball
sampling. Hasil penelitian ini diperoleh melalui
teknik
observasi,
wawancara,
dan
studi
dokumentasi. Teknik analisis terdiri dari reduksi
data, penyajian data dan verifikasi data (Milles &
Haberman, 2012). Data terakhir divalidasi dengan
menggunakan teknik triangulasi sumber data dan

teknik pengumpulan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Strategi Adaptasi dengan Tujuan
Menambah Pendapatan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
hilangnya lahan garapan masyarakat OTD yang
bermata pencaharian sebagi petani, mengharuskan
mereka mencari strategi alternative lain sebagai
upaya dalam memperoleh pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari- hari pasca
pembangunan Waduk Jatigede. Tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh masyarakat petani yang terkena
dampak pembangunan sangat beragam. Tindakan
pertama yaitu masih mempertahankan profesi
sebagai petani pasca pembangunan Waduk Jatigede.
Hal itu dilakukan oleh OTD masyarakat petani yang
memiliki lahan garapan pengganti, baik lahan
garapan di daerah lain ataupun lahan garapan baru
yang berada di sekitar pinggiran Waduk Jatigede.


SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

Lahan baru tersebut merupakan lahan milik
pemerintah sisa proyek pembangunan Waduk
Jatigede yang kemudian dimanfaatkan oleh sebagian
OTD masyarakat petani untuk dijadikan lahan
persawahan baru. Sedangkan, OTD masyarakat
petani yang tidak memiliki lahan garapan pengganti
pasca pembangunan Waduk Jatigede ini, memilih
untuk beralih mata pencaharian sebagai tindakan
kedua, baik menjadi pencari ikan di Waduk Jatigede,
pedagang opak, buruh bangunan, tukang ojeg, dsb.
Pemilihan peralihan pekerjaan yang dilakukan ratarata merupakan pekerjaan sampingan mereka dulu,
saat masih berprofesi sebagai petani.
Peralihan pekerjaan menjadi Nelayan Ikan di
Waduk Jatigede, dilakukan oleh OTD masyarakat
petani yang memiliki modal peralatan seperti,
perahu/rakit bamboo yang dibuat sendiri, jaring
ikan, dan peralatan ikan lainnya. Jenis ikan yang
biasa didapatkan seperti ikan jaer, patin bahkan
udang. Ikan-ikan yang di dapatkan biasanya dijual
ke pengepul yang ada di daerah Cibugur, di jual ke
pasar, atau tidak dikomsumsi sendiri. 1 kg ikan
biasanya dijual dengan harga sekitar Rp. 15.000 Rp. 20.000/Kg. Selain, menjadi pencari ikan OTD
masyarakat petani juga, ada yang melakukan
peralihan pekerjaan menjadi pengusaha opak kecilkecilan. Perharinya opak yang dihasilkan sekitar 50
bungkus opak. Opak-opak tersebut, biasanya dijual
ke pasar dengan harga Rp.5000-, per/ bungkus atau
ke supermarket terdekat dengan harga Rp. 4500-,
per/bungkus.
Peralihan pekerjaanpun dilakukan oleh OTD
masyarakat petani dengan menjadi tukang ojeg dan
buruh bangunan. OTD masyarakat petani yang
memiliki aset modal berupa motor, akan
menggunakannya sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan hidup saat ini yaitu menjadi tukang ojeg.
Biasanya tempat mangkal utama dilakukan di pasar
Darmaraja. Selain digunakan sebagai modal untuk
beralih profesi, ada juga yang menggunakan modal
tersebut untuk dijadikan barang sewaan. Kendaraan
bermotor yang dimiliki disewakan untuk dipakai
mengojeg oleh orang lain. Sehingga, pemilik
kendaraan tersebut hanya tinggal mendapatkan uang
setoran saja. Hal berbeda dilakukan oleh OTD
masyarakat petani lainnya yang melakukan peralihan
pekerjaan menjadi kuli bangunan. Alasannya, dalam
memilih
pekerjaan
itu, dikarenakan pekerjaan
tersebut tidak membutuhkan modal produktif, modal
finansial, serta modal keterampilan yang banyak.
Hanya butuh tenaga yang besar saja pekerjaan
menjadi kuli bangunan sudah bisa dilakukan.
Pekerjaan menjadi buruh bangunan dilakukan ketika
ada orang yang akan membangun rumah,
pembangunan jalan desa, dan pembangunan fasilitas
umum lainnya.

401

Pendapatan yang tidak menentu dan terbilang
kecil, dari pekerjaan mereka saat ini. Membuat OTD
masyarakat petani melakukan strategi lain untuk
menambah pendapatan keluarga. Hal itu dilakukan
dengan mendorong istri atau anak untuk ikut bekerja
mencari nafkah. Pekerjaan yang dilakukan oleh istri
OTD masyarakat petani diantaranya yaitu membuka
warung kecil-kecilan dengan menjual sayuran dan
makanan ringan di depan rumahnya, memproduksi
opak, membantu menanam sayuran, ubi- ubian,
serta buah-buahan untuk dijual. Tidak hanya istri
peran anak yang sudah mampu bekerjapun menjadi
suatu strategi untuk bisa mengstabilkan kondisi
sosial ekonomi keluarga. Pekerjaan yang dilakukan
oleh anak OTD masyarakat petani diantaranya yaitu
ikut bekerja menjadi buruh tani, bekerja sebagai
nelayan ikan di Waduk Jatigede, bekerja di
pertokoan, dan ikut bekerja menjadi buruh
bangunan.

3.2 Strategi Adaptasi dengan Tujuan
Mengurangi Biaya Pengeluaran
Agar
kebutuhan
keluarga dapat terpenuhi
dengan penghasilan yang terbilang pas-pasan.
Masyarakat petani yang terkena dampak melakukan
strategi penghematan. Strategi penghematan yang
dilakukan yaitu dengan membeli bahan makanan
seadanya serta mengolah bahan makanan dari hasil
kebun. Hal itu dilakukan agar biaya yang
dikeluarkan untuk makan tidak terlalu banyak. Lauk
pauk yang biasa dikomsumsi terbilang sederhana,
seperti sayuran, tahu, tempe, serta Ikan yang di dapat
dari Waduk sebagai bahan makanan sehari-hari.
Sedangkan, pengeluaran biaya non- makanan lebih
kepada tidak membeli barang-barang elektronik
maupun pakaian baru. Selain itu juga, lebih
memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar
memasak dibandingkan gas elfiji.

3.3 Strategi Adaptasi dengan Tujuan
Memanfaatkan Akses Sosial
Mekipun masyarakat petani yang terkana
dampak sudah melakukan berbagai macam strategi.
Namun, kenyataannya strategi tersebut terkadang
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat
mendesak. Oleh karena itu, masyarakat petani
memanfaatkan akses jaringan sosial. Pemanfaatan
akses jaringan sosial biasanya dilakukan masyarakat
ketika sedang membutuhkan keperluan yang bersifat
mendesak. Akses jaringan sosial formal yang
dimanfaatkan yaitu berupa bantuan dari pemerintah.
Bantuan tersebut yaitu berupa dana pinjaman yang
bersumber dari PNPM Desa, serta Beras Raskin

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

yang biasa di dapatkan oleh masyarakat yang
tergolong miskin. Sedangkan, Akses jaringan sosial
lainnya yaitu berupa akses jaringan informal. Akses
jaringan informal merupakan akses jaringan dengan
cara meminjam uang ke kerabat terdekat atau
mengutang ke warung untuk memenuhi kebutuhan
sehari-harinya.
Berdasarkan hasil temuan penelitian, hilangnya
mata pencaharian sebagai petani dan berpindah
tempat tinggal ke daerah lain, mengharuskan
masyarakat OTD yang berprofesi sebagai petani
melakukan berbagai strategi adaptasi sosial ekonomi
untuk bisa melanjutkan kehidupannya pasca
Pembangunan Waduk Jatigede. Strategi adaptasi
atau Coping Strategies dilakukan sebagai upaya
untuk menyelesaikan berbagai macam masalah
hidup yakni dengan memanfaatkan kemampuan
segenap anggota keluarga dalam mengelola sumber
daya yang dimiliki (Suharto, E, 2009). Sedangkan
Scones (2001) mengatakan bahwa, “strategi adaptasi
merupakan suatu kombinasi tindakan-tindakan yang
dilakukan oleh rumah tangga untuk mencapai
kesejahteraan menjadi lebih baik lagi. Kegiatan
tersebut dilakukan dengan cara-cara memanfaatkan
berbagai aset, pilihan aset untuk investasi serta
bagaimana rumah tangga mempertahankan aset dan
pendapatannya.”
Berdasarkan hasil temuan penelitian, hilangnya
mata pencaharian sebagai petani dan berpindah
tempat tinggal ke daerah lain, mengharuskan
masyarakat OTD yang berprofesi sebagai petani
melakukan berbagai strategi adaptasi sosial ekonomi
untuk bisa melanjutkan kehidupannya pasca
Pembangunan Waduk Jatigede. Strategi adaptasi
atau Coping Strategies dilakukan sebagai upaya
untuk menyelesaikan berbagai macam masalah
hidup yakni dengan memanfaatkan kemampuan
segenap anggota keluarga dalam mengelola sumber
daya yang dimiliki (Suharto, E, 2009). Sedangkan
Scones (2001) mengatakan bahwa, “strategi adaptasi
merupakan suatu kombinasi tindakan-tindakan
yang dilakukan oleh rumah tangga untuk mencapai
kesejahteraan menjadi lebih baik lagi. Kegiatan
tersebut dilakukan dengan cara-cara memanfaatkan
berbagai aset, pilihan aset untuk investasi serta
bagaimana rumah tangga mempertahankan aset dan
pendapatannya.”
Ada beberapa strategi adaptasi sosial ekonomi
yang dilakukan oleh OTD masyarakat petani untuk
melakukan keberlanjutan hidup di daerah yang baru.
Strategi adaptasi sosial ekonomi tersebut,
diantaranya adalah sebagai berikut:

402

3.4 Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi
Aktif
Strategi adapatasi sosial ekonomi aktif
merupakan sebuah strategi yang bertujuan untuk
menambah pendapatan keluarga, dengan cara
melakukan berbagai macam tindakan (Suharto, E,
2009). Strategi untuk memperoleh pendapatan yang
dilakukan oleh OTD masyarakat petani, dilakukan
dengan berbagai tindakan diantaranya yaitu tetap
mempertahankan mata pencaharian sebagai petani,
beralih mata pencaharian, melakukan migrasi
sikuler, serta mendorong istri dan anak untuk ikut
mencari nafkah. Aset modal yang digunakan oleh
OTD masyarakat petani dalam melakukan strategi
aktif diantaranya adalah (1) Aset produktif berupa
Lahan pertanian, Waduk Jatigede, peralatan mencari
ikan, peralatan memproduksi opak, peralatan
bangunan, serta kendaraan motor. (2) Aset modal
manusia berupa keterampilan dan kondisi kesehatan
yang baik. (3) Aset tenaga kerja yaitu Anggota
keluarga yang dapat ikut mencari nafkah, seperti
istri dan anak. Pengelolaan aset modal yang
dimiliki oleh OTD masyarakat petani tersebut dikaji
berdasarkan kerangka analisis Moser yang disebut
“The Aset Vulnerability Framework” yakni meliputi
berbagai pengelolaan asset yang dapat digunakan
untuk melakukan penyesuaian atau pengembangan
strategi
tertentu
dalam
mempertahankan
kelangsungan hidup (Suharto,E, 2009). Di bawah ini
akan dijelaskan lebih rinci mengenai strategi
adaptasi sosial ekonomi aktif yang dilakukan oleh
OTD masyarakat petani: Tetap berprofesi sebagai
petani dengan memanfaatkan lahan pertanian di
daerah lain dan lahan kosong di sekitar area Waduk
Jatigede.
Blok Pasirkandaga merupakan salah satu daerah
tujuan perpindahan penduduk OTD dari Desa
Cibogo yang wilyahnya berada tepat di pinggiran
Waduk Jatigede. Masyarakat
petani
yang
terkena dampak di Blok Pasirkandaga banyak
memanfaatkan lahan kosong yang berada tepat di
pinggiran Waduk untuk membuka lahan persawahan
dan perkebunan baru. Lahan kosong yang digunakan
merupakan tanah sisa proyek Pembangunan Waduk
Jatigede milik pemerintah. Lahan kosong tersebut
dimanfaatkan oleh sebagian OTD berprofesi petani
di untuk dijadikan area persawahan dan perkebunan.
Selain menggarap sawah, sebagian OTD juga
menanam berbagai jenis sayuran dan ubi-ubian. b.
Melakukan Perpindahan Mata pencaharian dan
Diversifikasi Pekerjaan
Berdasarkan hasil temuan penelitian, dalam
melakukan keberlanjutan hidupnya di lingkungan
yang baru pasca pembangunan Waduk Jatigede.
Masyarakat petani yang terkena dampak memilih

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

untuk melakukan perpindahan mata pencaharian.
Hal itu senada dengan Ashley et al, 2003; Twigg,
2001 yang mengatakan bahwa, “peralihan mata
pencaharian merupakan suatu reaksi masyarakat
dalam menghadapi perubahan dengan tujuan untuk
mencapai penghidupan yang berkelanjutan” (Ratna,
2013).
Perpindahan pekerjaan dari petani menjadi
pencari ikan dilakukan dengan
memanfaatkan
Waduk sebagai sumber pendapatannya saat ini.
Jurnal penelitian Sata, Winyoo, dkk (2008) dengan
Judul Environment Changes of Lampao Dam
Communities in Northeast Thailand membenarkan
bahwa, beralih fungsi lahan pertanian menjadi
sebuah Waduk, mengakibatkan adanya perubahan
lingkungan, social, dan ekonomi. Sehingga,
membuat para petani beralih mata pencaharian dari
bertani menjadi pencari ikan di Waduk tersebut.
Selain, menjadi pencari ikan OTD masyarakat
petani juga, ada yang melakukan peralihan pekerjaan
menjadi tukang ojeg dan buruh bangunan. OTD
masyarakat petani yang memiliki aset modal berupa
motor, akan menggunakannya sebagai alat untuk
memenuhi kebutuhan hidup saat ini yaitu menjadi
tukang ojeg. Biasanya tempat mangkal utama
dilakukan di pasar Darmaraja. Selain digunakan
sebagai modal untuk beralih profesi, ada juga yang
menggunakan modal tersebut untuk dijadikan barang
sewaan. Kendaraan bermotor yang dimiliki
disewakan untuk dipakai mengojeg oleh orang lain.
Sehingga, pemilik kendaraan tersebut hanya tinggal
mendapatkan uang setoran saja. Hal berbeda
dilakukan oleh OTD masyarakat petani lainnya
yang melakukan peralihan pekerjaan menjadi kuli
bangunan. Alasannya, dalam memilih pekerjaan itu,
dikarenakan pekerjaan tersebut tidak membutuhkan
modal produktif, modal finansial, serta modal
keterampilan yang banyak. Hanya butuh tenaga yang
besar saja pekerjaan menjadi kuli bangunan sudah
bisa dilakukan. Pekerjaan menjadi buruh bangunan
dilakukan ketika ada orang yang akan membangun
rumah, pembangunan jalan desa, dan pembangunan
fasilitas umum lainnya. Hasil dari temuan ini senada
dengan penelitian Nurhayati, A (2014) dengan judul
penelitian Dampak Alih fungsi lahan Pertanian
terhadap munculnya masalah sosial yang terjadi di
wilayah Kabupaten Bandung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, “alih fungsi lahan pertanian ke
non-pertanian menimbulkan masalah bagi petani
kecil, dikarenakan mereka tidak memiliki keahlian
lain di luar bidang pertanian. Sehingga, pekerjaan
yang mereka lakukan adalah menjadi buruh
bangunan, bahkan ada yang menjadi pengangguran.”
Penghasilan yang tidak menentu baik dari
pekerjaan menjadi petani, nelayan ikan di Waduk
Jatigede, tukang ojeg dan buruh bangunan membuat
sebagian dari mereka melakukan diversifikasi

403

(menambah pendapatan) dari pekerjaan lain.
Diversifikasi yang dilakukan oleh OTD masyarakat
petani cukup beragam diantaranya yaitu dengan
menamam sayuran, ubi- ubian atau buah-buahan di
sekitar pekarangan rumah atau tanah milik
pemerintah, dimana hasil dari tanaman tersebut di
jual. Diversifikasi lain yang dilakukan oleh OTD
masyarakat petani yaitu dengan membuka usaha
opak kecil-kecilan. Perharinya opak yang dihasilkan
sekitar 50 bungkus opak. Opak-opak tersebut,
biasanya dijual ke pasar dengan harga Rp.5000-, per/
bungkus atau ke supermarket terdekat dengan harga
Rp. 4500-, per/bungkus. Hal itu diungkapkan juga
oleh Corner bahwa, beberapa
bentuk
strategi
adaptasi aktif yang dapat dikembangkan untuk
menjaga kelangsungan hidup diantaranya dapat
berupa diversifikasi. Diversifikasi ini dilakukan
dengan cara melakukan berbagai pekerjaan lebih
banyak, meskipun hasil yang didapat sedikit
(Kusnadi, 2000).
Mendorong Istri dan Anak Untuk Ikut Bekerja
Pendapatan
yang
tidak menentu dan terbilang
kecil, dari pekerjaan saat ini. Membuat OTD
masyarakat petani melakukan strategi lain untuk
menambah pendapatan keluarga. Berdasarkan hasil
temuan penelitian, strategi yang dilakukan yaitu
dengan cara mendorong istri atau anak untuk ikut
bekerja mencari nafkah, agar kebutuhan keluarga
dapat terpenuhi dengan baik. Seperti pendapat Nye
(1982) mengatakan bahwa, “upaya untuk memenuhi
kebutuhan
sehari-hari
sebuah keluarga yaitu
bagaimana individu- individu yang ada di dalamnya
harus berusaha maksimal dan bekerja sama untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga
kelangsungan hidupnya terpelihara.” (Kusnadi,
2000). Pekerjaan yang dilakukan oleh istri OTD
masyarakat petani diantaranya yaitu membuka
warung kecil-kecilan dengan menjual sayuran dan
makanan ringan di depan rumahnya, memproduksi
opak, membantu menanam sayuran, ubi- ubian,
serta buah-buahan untuk dijual. Hal tersebut senada
dengan pendapat Andrianti bahwa, salah satu
strategi yang dapat dilakukan oleh sebuah keluarga
untuk mengatasi kesulitan ekonomi adalah dengan
mendorong para isteri untuk ikut mencari nafkah
(Kusnadi, 2000). Keterlibatan istri untuk ikut
membantu mencari nafkah dikarenakan kondisi
pendapatan suami yang rendah, sehingga istri
memiliki peran penting dalam menopang kehidupan
sosial ekonomi keluarga. Hal tersebut senada dengan
apa yang dikemukakan oleh Suratiyah dkk (1994)
bahwa, “faktor pendorong masuknya wanita pada
kegiatan produktif terutama disebabkan oleh
pendapatan suami yang kurang mencukupi.”
Tidak hanya istri peran anak yang sudah mampu
bekerjapun menjadi suatu strategi untuk bisa
mengstabilkan kondisi sosial ekonomi keluarga.

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

Pekerjaan yang dilakukan oleh anak-anak petani
diantaranya yaitu ikut bekerja menjadi buruh tani,
bekerja sebagai nelayan ikan di Waduk Jatigede,
bekerja di pertokoan, dan ikut bekerja menjadi buruh
bangunan.

3.5 Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi
Pasif
OTD
masyarakat petani melakukan strategi
pengurangan biaya pengeluaran, agar pendapatan
yang diperoleh dapat mencukupi kebutuhan
hidupnya. Strategi ini juga merupakan strategi yang
digunakan oleh masyarakat miskin untuk bisa
bertahan hidup, dengan cara meminimalisir
pengeluaran uang (Kusnadi, 2000). Tindakan yang
dilakukan pertama yaitu terkonsentrasikan pada
pengurangan biaya makan. Strategi penghematan
tersebut dilakukan dengan cara membeli bahan
makanan seadanya serta mengolah bahan makanan
dari hasil kebun ataupun berbagai jenis Ikan yang
didapat dari Waduk Jatigede. Sehingga, biaya makan
yang dikeluarkan tidak terlalu banyak. Lauk
pauk yang biasa dikomsumsi yaitu seperti sayuran,
tahu, tempe, serta Ikan yang di dapat dari Waduk
sebagai bahan makanan sehari-hari. Strategi
penghematan yang dilakukan oleh OTD masyarakat
petani tersebut senada dengan Jurnal penelitian
Mardiharini, M. (2005) dengan Judul “FamilyCoping Strategies in Maintaining Welfare During
The Economic Crisis in Indonesia : A Case Study in
Rural and Urban areas in Bogor” yang menunjukkan
bahwa, strategi yang dilakukan oleh keluarga
sebagai dampak dari penurunan pendapatan adalah
dengan mengurangi konsumsi daging dan ikan.
Sedangkan, ada peningkatan konsumsi makanan
dengan bahan baku kedalai, seperti tahu dan tempe.
Pengeluaran biaya non- makanan juga, dilakukan
oleh OTD masyarakat
petani,
dengan
cara
mengurangi pembelian barang- barang elektronik
maupun pakaian baru. Selain itu juga,
memanfaatkan kayu bakar sebagai bahan bakar
memasak dibandingkan gas elfiji. Pengurangan nonmakanan juga dilakukan dengan mengurangi biaya
pendidikan. Tindakan ini dilakukan dengan alasan
biaya pendidikan yang tidak bisa terpenuhi oleh
pendapatan saat ini. Sehingga, pengurangan biaya
pendidikan di lakukan dengan mendorong anak
untuk ikut bekerja mencari pendapatan bagi
keluarga. Sehingga, strategi pasif merupakan suatu
strategi dengan cara mengurangi biaya pengeluaran
keluarga, baik itu biaya sandang, pangan,
pendidikan, dan sebagainya (Suharto, E,2009).

404

3.6 Strategi Adaptasi Sosial Ekonomi
Jaringan Sosial
Strategi jaringan sosial yang dilakukan oleh
OTD masyarakat petani dilakukan dengan
memanfaatkan akses sosial baik formal maupun
informal. Strategi jaringan merupakan strategi
bertahan hidup yang dilakukan dengan cara menjalin
relasi, baik formal maupun dengan lingkungan
sosialnya dan lingkungan kelembagaan (misalnya
meminjam uang kepada tetangga, mengutang di
warung
atau
toko, memanfaatkan program
kemiskinan, meminjam uang ke rentenir atau bank
dan sebagainya. (Suharto, E, 2009)
Mekipun masyarakat petani yang terkena
dampak sudah melakukan berbagai macam strategi.
Namun, kenyataannya strategi tersebut terkadang
tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup yang bersifat
mendesak. Akses jaringan formal yang dilakukan
oleh OTD masyarakat petani dilakukan dengan cara
memanfaatkan dana PNPM desa untuk dijadikan
sebagai modal dalam melakukan usaha, serta
memanfaatkan
program
kemiskinan
berupa
pemanfaatan raskin. Sedangkan, Akses jaringan
informal dilakukan dengan meminjam uang ke
tetangga/kerabat dan mengutang ke warung untuk
memudahkan memenuhi kebutuhan hidup seharihari yang bersifat mendadak. Fungsi jaringan sosial
adalah untuk memudahkan masyarakat memperoleh
jalan alternatif ke sumber daya ekonomi yang
tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial dapat di
bentuk berdasarkan basis kerabat, tetangga,
pertemanan, atau campuran dari unsur-unsur
tersebut. Contohnya, meminjam uang dengan
tetangga, ke rentenir atau bank, mengutang di
warung
ataupun
memanfaatkan
program
kemiskinan. (Sugiharjo, 2012) Jaringan sosial ini
terbentuk akibat adanya interaksi sosial yang terjadi
dalam masyarakat, dan dapat membantu keluarga
miskin ketika membutuhkan uang secara mendesak.
(Kusnadi, 2000)
Strategi adaptasi sosial ekonomi aktif, pasif dan
jaringan sosial yang telah dijelaskan diatas senada
dengan hasil penelitian Staszynska, M. Katarzyna, &
Zagorski, Krzysztof.
(2010) dengan Judul
“Strategies of Family Adaptation to Material
Conditions in Polish Local Communities” yang
menunjukkan bahwa,
strategi adaptasi yang
dilakukan oleh rumah tangga peternak di polandia
dilakukan dengan cara yang berbeda-beda. Strategi
adaptasi yang dilakukan diantaranya adalah dengan
mendapatkan keterampilan baru untuk bekerja,
berhemat, melakukan simpan pinjam, serta menjual
harta benda. Hal itu dilakukan untuk menghadapi
tantangan kondisi ekonomi yang memburuk.

405

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

Tindakan strategi adaptasi sosial ekonomi yang
dilakukan oleh OTD masyarakat petani, memiliki
kertekaitan dengan teori structural fungsional yang
dikemukakan oleh Talcott patson. Hal itu
dikarenakan, OTD masyarakat petani merupakan
suatu sistem sosial dengan subsistem- subsistem
yang saling berkaitan dan berhubungan. Subsistemsubsistem yang ada di dalam OTD masyarakat
petani mengalami perubahan diakibatkan oleh
pembangunan Waduk Jatigede. Perubahan yang
terjadi di dalam masyarakat, ditujukan untuk
mencapai keadaan seimbang dan teratur. Masyarakat
akan senantiasa berusaha untuk menstabilkan
keadaan yang berubah. Salah satunya adalah
mengstabilkan kebutuhan dalam bidang sosial
ekonomi. Oleh karena itu, dalam mempertahankan
elemen tersebut agar tetap stabil, maka OTD
masyarakat petani melakukan empat prasyarat
mutlak diantaranya yaitu adaptasi, goal attainment,
integrasi dan latency. (Ritzer,G, dan Gouglas, J,
2011).
Adaptasi (adaptation) dilakukan oleh OTD
masyarakat petani dengan cara melakukan
penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan dan
sumber daya yang berubah. Penyesuaian dilakukan
dengan berbagai cara dan strategi baik aktif, pasif
dan jaringan sosial. Tujuan (Goal attainment) dari
strategi adaptasi yang dilakukan oleh petani tidak
lain adalah untuk memenuhi tujuan. Tujuan tersebut
adalah untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka
dan agar mendapatkan kehidupan yang tetap stabil
meskipun kondisi yang di alami mereka saat ini
berbeda dengan keadaan sebelumnya. Integrasi
(integration)
mengacu kepada pemeliharaan
subsistem dalam keluarga petani. Keluarga
merupakan suatu system sosial yang terdiri dari
subsistem-subsistem yang saling berkaitan dan
berinterkasi satu dengan lainnya. Integrasi dalam
keluarga OTD masyarakat petani melibatkan ketiga
komponen AGIL lainnya. Integrasi merupakan
hal yang penting agar semua keluarga mampu
bekerja sama dan saling membangun
dalam
melakukan strategi adaptasi sosial ekonomi. Hal itu
dapat terlihat dari hasil temuan penelitian, dimana
dalam mencapai tujuan dalam mengstabilkan kondisi
sosial ekonomi, setiap anggota keluarga baik istri
ataupun anak ikut membantu dalam mengstabilkan
kondisi sosial ekonomi. Pemeliharaan (Latency)
strategi-strategi yang dilakukan oleh OTD
masyarakat petani dipelihara dan diperbaharui sesuai
dengan keadaan kondisi lingkungan yang senantiasa
berubah.

4

KESIMPULAN

Strategi adaptasi sosial ekonomi yang
dilakukan oleh OTD masyarakat petani di Blok
Pasirkandaga, Desa Tarunajaya, Kec. Darmaraja,
Kab. Sumedang terdiri dari 3 strategi adaptasi sosial
ekonomi, diantaranya yaitu strategi aktif, strategi
pasif dan strategi jaringan sosial. Strategi aktif
bertujuan untuk menambah pendapatan. Tindakan
strategi yang dilakukan yaitu tetap berprofesi
sebagai petani, melakukan peralihan pekerjaan
(Nelayan Ikan di Waduk, berjualan opak, Buruh
bangunan, dan Tukang Ojeg), melakukan
diversifikasi pekerjaan, melakukan migrasi serkuler,
serta mendorong istri dan anak untuk ikut bekerja
mencari nafkah. Bentuk strategi yang kedua yaitu
Strategi pasif bertujuan untuk melakukan
pengehematan biaya pengeluaran. Tindakan strategi
yang dilakukan yaitu melakukan pengurangan biaya
yang terkonsentrasikan pada biaya pangan, sandang,
dan biaya pendidikan. Sedangkan, bentuk strategi
adaptasi sosial ekonomi yang terakhir yaitu strategi
jaringan sosial. Strategi jaringan sosial dilakukan
dengan cara memanfaatkan akses sosial baik formal
maupun informal. Tindakan strategi yang dilakukan
yaitu dengan memanfaatkan Program kemiskinan,
meminjam uang ke kerabat/tetanga, serta mengutang
ke warung.

REFERENSI
Amila,
M.
dan
Elly,
M.
(2016). Konflik
Pembebasan
Lahan Pembangunan Bendungan
Jatigede di Desa Wado. Jurnal Sosietas, Vol 6
No. 2.
Budimansyah, D. “Fundamental Sociological Symptoms
as a Source Occurance of Turbelence in Indonesian
Society During The Post- Reform. “1st
UPI
International Conference on Sociology Education,
(2015): hlm.63-66.
Harun, R. dan Ardianto, E. (2012). Komunikasi
Pembangunan dan Perubahan
Sosial. Jakarta :
Grafindo.
Kusnadi. (2000). Nelayan Strategi Adaptasi dan Jaringan
Sosial. Humaniora Utama Press. Bandung.
Mardiharini, M. (2015). Family Coping Strategies in
Maintaining Welfare During the Economic Crisis in
Indonesia: A Case study in rural and urban areas
in Bogor. Jurnal Agro Ekonomi. Vol 23 No 1.
Miles, M. B., dan Huberman, A.M. (2012).
Analisis
data kualitatif: Buku sumber tentang metode-metode
baru. Jakarta: Universitas Indonesia Pers.
Ratna,
A.
(2013).
Perubahan Pekerjaan
Masyarakat Sebagai Akibat Dari Bencana. Studi
Kasus:
Kawasan Wisata Volcano Tour Gunung

SOSIETAS, VOL. 7, NO. 2, 2017

Merapi,
Desa
Umbulharjo,
Kecamatan
Cangkringan, Kabupaten
Sleman.
Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 24 No 1, hlm.
19-34.
Ritzer, G dan Gouglas J. G. (2011). Teori
Sosiologi
Modern. Jakarta: Prenada
Media Group.
Ruhi, T. Khun. (2012). “Dam” for The
Greater
Common GooA Critical Cultural Analysis of the
Narmada Dam Debate. International Journal of
Communication 6, 194-213.
Sata,
Winyoo,
dkk.
(2008). Environment
Changes of Lampao Dam Communities inNortheast
Thailand. Pakistan Journal of Social Sciences 5 (9) :
899-904.
Scones. (2001). Sustainable Rural Livelihoods A
Framework For Analysis. IDS Working Paper 72.
Institute of Development Studies.
Staszynska, M. Katarzyna, & Zagorski, Krzysztof. (2010).
Strategies of Family Adaptation TO Material
Conditions
in
Polish
Local Communities.
International Journal of Sociology, Vol 40, No 1,
Spring 2010,pp, 19-60.
Sugihardjo, dkk. (2012). Strategi Bertahan dan Strategi
Adaptasi Petani Samin Terhadap Dunia Luar. Jurnal
Seva. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Suharto, E. (2009). Kemiskinan dan Perlindungan Sosial
di Indonesia. Bandung: Alfabeta

406

Dokumen yang terkait

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

PENYESUAIAN SOSIAL SISWA REGULER DENGAN ADANYA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SD INKLUSI GUGUS 4 SUMBERSARI MALANG

64 523 26

STRATEGI PEMERINTAH DAERAH DALAM MEWUJUDKAN MALANG KOTA LAYAK ANAK (MAKOLA) MELALUI PENYEDIAAN FASILITAS PENDIDIKAN

73 431 39

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

STRATEGI PUBLIC RELATIONS DALAM MENANGANI KELUHAN PELANGGAN SPEEDY ( Studi Pada Public Relations PT Telkom Madiun)

32 284 52

KOMPETENSI SOSIAL PADA REMAJA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER PASKIBRA DAN TIDAK MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER PASKIBRA

5 114 59