Perbandingan Kadar Gula Darah Dan Kadar Profil Lipid Dengan Penderita Nyeri Muskuloskeletal Kronik Dan Penderita Nyeri Non Muskuloskeletal

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1

NYERI MUSKULOSKLETETAL

II.1.1 Definisi
Gangguan muskuloskeletal mempunyai nama lain seperti repetitive strain injury,
repetitive motion injury, cumulative trauma disorders, occupational cervicoskeletal
disorders, overuse syndrome , dan lainnya (Canada OH&S, 2005).
Nyeri Muskuloskeletal adalah cedera atau gangguan dari sistem muskuloskeletal
yang dihasilkan dari paparan berulang dan mempengaruhi fungsi normal dari jaringan.
Sistem muskuloskeletal mencakup semua otot, tulang, tendon, ligamen, pembuluh
darah, sendi, diskus intervertebralis, dll (PSHSA, 2010)
Canadia and Center for Occupational Health and Safety, aktivitas kerja seperti
pekerjaan yang bersifat repetitif, atau pekerjaan dengan postur yang tidak normal
adalah hal yang dapat menyebabkan munculnya gangguan muskuloskeletal, yang
sakitnya dapat dirasakan selama bekerja atau pada saat tidak bekerja (Canada OH&S,
2005)
Gangguan muskuloskeletal merupakan istilah yang


memperlihatkan adanya

gangguan pada sistem muskuloskeletal, dan bukan merupakan suatu diagnosis tiap
bagian tubuh yang digunakan dalam bekerja memiliki risiko ergonomi dan gangguan
kesehatan, yang dapat mengakibatkan melemahkan fungsi tubuh dan penurunan
kinerja pekerja baik dalam hal kualitas maupun kuantitas. Bagian – bagian tubuh seperti
tangan, leher, bahu, punggung dan kaki merupakan bagian tubuh yang sering

Universitas Sumatera Utara

digunakan pekerja dalam melakukan pekerjaannya. Bagian tubuh yang sering
digunakan pekerja maka akan berdampak timbulnya keluhan atau cedera pada bagian
– bagian tubuh tersebut. Dalam hal ini NIOSH menyatakan bahwa faktor risiko pada
pekerjaan termasuk manusia (postur tubuh, beban, durasi, dan frekuensi, genggaman),
faktor alat, dan lingkungan kerja merupakan faktor – faktor yang dapat menyebabkan
gangguan muskuloskeletal (NIOSH, 2007)

II.1.2 Penyebab Kelainan Muskuloskeletal
Saat pekerja memiliki faktor resiko gangguan muskuloskeletal, mereka mulai

menjadi kelelahan. Ketika kelelahan melebihi dari kemampuan pemulihan dari tubuh,
hal ini dapat membuat ketidakseimbangan muskuloskeletal. Dari waktu ke waktu, saat
kelelahan berlanjut melebihi pemulihan dan terjadi ketidakseimbangan muskuloskeletal
dan menyebabkan kelainan muskuloskeletal . Faktor resiko ini dapat dibagi menjadi 2
kategori: faktor resiko yang berhubungan dengan pekerjaan (ergonomi) dan faktor
resiko yang berhubungan dengan individu. (Middlesworth, 2006)

A. Faktor resiko berhubungan dengan pekerjaan
Ketika pekerja diminta untuk melakukan pekerjaan di luar dari kemampuan dan
keterbatasan tubuhnya, dia juga membuat sistem muskuloskeletalnya menjadi beresiko.
Pada situasi ini, evaluasi objektif pada desain tempat kerja menyatakan kepada kita
bahwa sistem pemulihan pekerja tidak dapat mengikuti keadaan kelelahan yang
disebabkan oleh pekerjaan. Evaluasi menyatakan bahwa terdapat faktor resiko

Universitas Sumatera Utara

ergonomi, dan para pekerja berada pada keadaan beresiko untuk timbulnya
ketidakseimbangan muskuloskeletal dan akan menyebabkan kelainan musculoskeletal.
Terdapat 3 faktor resiko ergonomi yang utama yaitu :
1. Pengulangan tugas yang sangat tinggi.

Banyaknya pekerjaan dan siklus kerja yang selalu diulang-ulang dan
biasanya dikendalikan dengan target produksi dan proses kerja tiap jam
atau tiap hari. Pengulangan tugas yang tinggi, ketika digabungkan dengan
faktor resiko lain seperti pekerjaan dengan menggunakan kekuatan dan
atau posisi kerja yang tidak nyaman, dapat menimbulkan keluhan
muskuloskeletal. Pekerjaan dianggap sangat berulang-ulang jika siklus
waktunya adalah 30 detik atau kurang.
2. Penggunaan tenaga yang besar.
Banyaknya pekerjaan yang membutuhkan jumlah tenaga tubuh
manusia yang besar. Sehingga usaha otot meningkat akibat respon dari
kebutuhan tenaga yang tinggi, meningkatkan keadaan kelelahan yang
menyebabkan gangguan muskuloskeletal.
3. Postur tubuh yang tidak nyaman yang berlangsung terus menerus.
Postur tidak nyaman menyebabkan kerja otot berlebihan dan
membebani otot serta tendon di sekitar sendi yang terlibat. Sendi dari
tubuh paling efisien saat sendi bekerja berada pada gerakan mid-range
dari sendi. Resiko gangguan muskuloskeletal meningkat ketika sendi
bekerja di luar dari gerakan mid-range sendi tersebut secara berulang-

Universitas Sumatera Utara


ulang atau pada periode waktu tertentu secara berulang-ulang tanpa waktu
pemulihan yang cukup. (Middlesworth, 2006)
B. Faktor resiko yang berhubungan dengan individu
Faktor resiko individu termasuk :
1. Kemampuan kerja yang buruk.
Pekerja yang menggunakan kemampuan kerja, kekuatan tubuh, dan
teknik mengangkat yang buruk akan memberikan faktor resiko yang
mengarah pada gangguan muskuloskeletal. Kemampuan yang buruk ini
menciptakan stres yang tidak penting pada tubuh yang meningkatkan
kelelahan dan menurunkan kemampuan tubuh untuk pulih seluruhnya.
2. kebiasaan hidup yang tidak sehat.
Pekerja yang merokok, peminum, obesitas atau kebiasaan hidup yang
tidak benar lainnya akan menempatkan mereka bukan hanya pada resiko
kelainan muskuloskeletal, tetapi juga pada penyakit kronis lainnya yang
memperpendek hidup dan kesehatan mereka.
3. Istirahat yang tidak cukup.
Gangguan muskuloskeletal muncul ketika kelelahan melebihi dari
sistem


pemulihan

pekerja,

menyebabkan

ketidakseimbangan

muskuloskeletal. Pekerja yang tidak mendapatkan istirahat dan pemulihan
yang cukup akan menempatkan mereka pada resiko yang lebih rentan.
4. Nutrisi, olahraga, dan hidrasi yang buruk.
Pada negara maju seperti Amerika, jumlah yang mengkhawatirkan
untuk malnutrisi, dehidrasi dan dengan olahraga fisik buruk yang

Universitas Sumatera Utara

meningkat satu tingkat, telah mengkhawatirkan banyak orang. Pekerja
yang tidak memperdulikan tubuhnya telah meletakkan mereka ada resiko
yang lebih tinggi terhadap masalah muskuloskeletal dan penyakit kronis.
(Middlesworth, 2006)


II.1.3 Gangguan Kesehatan Pada Muskuloskeletal Tiap Bagian Tubuh
NIOSH (2007) menjelaskan bahwa gangguan muskuloskeletal (MSDs) dapat
disebabkan oleh berbagai faktor risiko, baik berupa faktor tunggal maupun kombinasi
dari berbagai faktor risiko. Berikut ini adalah beberapa jenis cidera yang mungkin
dialami pekerja disebabkan pekerjaannya:

II.1.3.1 Cedera Pada Tangan
Cedera pada bagian tangan, pergelangan tangan dan siku bisa disebabkan dari
pekerjaan tangan yang intensif sehingga memungkinkan terjadinya postur janggal pada
tangan dengan durasi yang lama, pergerakan yang berulang/repetitif, dan tekanan dari
peralatan/ material kerja. Sembilan belas studi menyatakan bahwa pekerjaan repetitif
berpengaruh pada cedera pada tangan dan pergelangan tangan misalnya Carpal
Tunnel Syndrome (Bernard et al, 1997).
Penelitian dari Chiang (1993) pada tiga grup pekerjaan menyimpulkan bahwa
prevalensi CTS ditemukan sebesar 14,5% sebagai gejala awal dari pergerakan repetitif
yang dilakukan pekerja. (Bernard et al; NIOSH, 1997).
a. Tendinitis.

Universitas Sumatera Utara


Merupakan peradangan pada tendon, adanya struktur ikatan yang melekat pada
masing – masing bagian ujung dari otot ke tulang. Keadaan tersebut akan semakin
berkembang ketika tendon terus menerus digunakan untuk mengerjakan hal – hal yang
tidak biasa seperti tekanan yang kuat pada tangan, membengkokkan pergelangan
tangan selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika
ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala
yang dirasakan

antara lain pegal, sakit pada

bergerak aktif seperti pada siku dan lutut yang

bagian tertentu khususnya ketika
disertai dengan pembengkakan.

Kemerah - merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh
tersebut beristirahat. Pekerjaan yang berpotensi antara lain adalah Industri perakitan
automobile, pengemasan makanan, juru tulis, sales, manufaktur. Pergelangan tangan
selama bekerja, atau menggerakkan pergelangan tangan secara berulang. Jika

ketegangan otot tangan ini terus berlangsung, akan menyebabkan tendinitis. Gejala
yang dirasakan antara lain pegal, sakit pada bagian tertentu khususnya ketika bergerak
aktif seperti pada siku dan lutut yang

disertai dengan pembengkakan. Kemerah -

merahan, terasa terbakar, sakit dan membengkak ketika bagian tubuh tersebut
beristirahat.
b. Carpal Tunnel Syndrome (CTS).
Carpal
menggenggam

Tunnel
sesuatu

Syndrome
pada

dapat


menyebabkan

tangannya.

CTS

sulitnya

seseorang

merupakan

Gangguan

tekanan/pemampatan pada syaraf yang mempengaruhi syaraf tengah, salah satu dari
tiga syaraf yang menyuplai tangan dengan kemampuan sensorik dan motorik. CTS
pada pergelangan tangan merupakan terowongan yang terbentuk oleh carpal tulang

Universitas Sumatera Utara


pada tiga sisi dan ligamen yang melintanginya. Gejalanya antara lain gatal dan mati
rasa pada jari khususnya di malam hari, sakit seperti terbakar, mati rasa yang
menyakitkan, sensasi bengkak yang tidak terlihat, melemahnya sensasi genggaman
karena hilangnya fungsi syaraf sensorik.
c. Trigger finger
Tekanan yang berulang pada jari – jari, dimana menekan tendon secara terus
menerus hingga ke jari – jari dan mengakibatkan rasa sakit dan tidak nyaman pada
bagian jari - jari.
d. Epicondylitis
Merupakan rasa nyeri atau sakit pada bagian siku. Rasa sakit ini berhubungan
dengan perputaran ekstrim pada lengan bawah dan pembengkokan pada pergelangan
tangan. Kondisi ini juga biasa disebut tennis elbow atau golfer’s elbow.
e. Hand – Arm Vibration Syndrome (HAVS)
Gangguan pada pembuluh darah dan syaraf pada jari yang disebabkan oleh
getaran alat atau bagian / permukaan benda yang bergetar dan menyebar langsung ke
tangan. Dikenal juga sebagai getaran yang menyebabkan white finger, traumatic
vasospastic diseases. Gejala dari HAVS adalah mati rasa, gatal – gatal, dan putih
pucat pada jari, lebih lanjut dapat menyebabkan berkurangnya sensitivitas terhadap
panas dan dingin. Gejala biasanya muncul dalam keadaan dingin.


II.1.3.2 Cedera Pada Bahu dan Leher
Pekerjaan dengan melibatkan bahu memiliki kemungkinan yang besar dalam
penyebabkan cedera pada bagian tubuh tersebut. Beberapa postur bahu seperti

Universitas Sumatera Utara

merentang lebih dari 45° atau mengangkat bahu ke atas melebihi tinggi kepala. Durasi
yang lama dan gerakan yang berulang juga mempengaruhi kesakitan pada bahu.
Terdapat hubungan yang positif antara pekerjaan repetitif dan MSDs pada bahu dan
leher, studi lainnya menyatakan bahwa kejadian cedera bahu juga disebabkan karena
eksposur dengan postur janggal dan beban yang diangkat (Bernard et al, 1997).
a. Bursitis
Peradangan (pembengkakan) atau iritasi yang terjadi pada jaringan ikat yang
berada pada sekitar persendian. Penyakit ini akibat posisi bahu yang janggal
seperti mengangkat bahu di atas kepala dan bekerja dalam waktu yang lama
(Bernard et al, 1997).
b. Tension Neck Syndrome
Gejala ini terjadi pada leher yang mengalami ketegangan pada otot – ototnya
disebabkan postur leher menengadah ke atas dalam waktu yang lama. Sindroma
ini mengakibatkan kekakuan pada otot leher, kejang otot, dan rasa sakit yang
menyebar ke bagian leher (Bernard et al, 1997).

II.1.3.3 Cedera Pada Punggung dan Lutut
Di beberapa jenis pekerjaan, dibutuhkan pekerjaan lantai atau mengangkat
beban menyebabkan postur punggung tidak netral. Posisi berlutut, membungkuk, atau
jongkok bisa menyebabkan sakit pada punggung bagian bawah atau pada lutut, jika
dilakukan dalam waktu yang lama dan kontinyu mengakibatkan masalah yang serius
pada otot dan sendi (NIOSH, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Menurut Santoso (2004), terdapat 80% orang dewasa mengalami nyeri pada
bagian tubuh belakang (back pain) karena berbagai sebab dan kejadian back pain ini
mengakibatkan 40% orang tidak masuk kerja.
a. Low Back Pain.
Kondisi patologis yang mempengaruhi tulang, tendon, syaraf, ligamen, diskus
intervertebral dari lumbar spine (tulang belakang). Cedera pada punggung dikarenakan
otot – otot tulang belakang mengalami peregangan jika postur punggung membungkuk.
Diskus (discs) mengalami tekanan yang kuat dan menekan juga bagian dari tulang
belakang termasuk syaraf. Apabila postur membungkuk ini berlangsung terus menerus,
maka diskus akan melemah yang pada akhirnya menyebabkan putusnya diskus (disc
rupture) atau biasa disebut herniation. Gejala yang dirasakan adalah sakit di bagian
tertentu yang dapat mengurangi tingkat pergerakan tulang belakang yang ditandai oleh
kejang otot. Sakit dari tingkat menengah sampai yang parah dan menjalar sampai ke
kaki. Sulit berjalan normal dan pergerakan tulang belakang menjadi berkurang. Sakit
ketika mengendarai mobil, batuk atau mengganti posisi. (Santoso, 2004)
b. Lutut
Penyakit muskuloskeletal yang terdapat di bagian lutut berkaitan dengan tekanan
pada cairan di antara tulang dan tendon. Tekanan yang berlangsung terus – menerus
akan mengakibatkan cairan tersebut (bursa) tertekan, membengkak, kaku, dan
meradang atau biasa disebut bursitis. Tekanan dari luar ini juga menyebabkan tendon
pada lutut meradang yang akhirnya menyebabkan sakit (tendinitis) Santoso (2004)

Universitas Sumatera Utara

II.2 KADAR GULA DARAH
II.2.1. Defenisi
Berdasarkan kriteria WHO (World Health Organization) kadar glukosa darah yang
normal adalah jika kadar glukosa darah puasa 70-110 mg/dl, glukosa darah terganggu
jika kadar glukosa darah puasa antara 110 -125 mg/dl, sedangkan toleransi glukosa
terganggu adalah kadar glukosa darah sesudah pembebanan glukosa 75 gr yaitu
antara 140-199 mg/dl. Sedangkan berdasarkan tabel konversi sistem satuan SI
konvensional dari pemeriksaan alat Thermo® kadar glukosa darah puasa normal
adalah 55 - 115 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa rendah adalah < 55 mg/dl. Kadar
glukosa darah puasa tinggi adalah 115-125 mg/dl. Kadar glukosa darah puasa ≥
126mg/dl. (Merentek, 2006)
Peningkatan kadar glukosa darah merupakan salah satu kriteria untuk
mendiagnosis pasien diabetes melitus. Menurut American Diabetes Association (ADA)
disebut diabetes melitus jika kadar glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl, atau bila kadar
glukosa darah 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 g didapati ≥ 200 mg/dl.
(PERKENI, 2011)

II.2.2. Diabetes melitus
Diabetes Melitus merupakan kumpulan kelainan metabolik yang umum
dengan gejala yang sama berupa hiperglikemia. Beberapa jenis DM yang telah
diketahui, disebabkan oleh interaksi yang kompleks dari faktor genetik, faktor
lingkungan dan gaya hidup. Berdasarkan etiologi dari DM, faktor-faktor yang berperan
dalam terjadinya hiperglikemia antara lain berkurangnya sekresi insulin, berkurangnya

Universitas Sumatera Utara

glucose utilization, dan peningkatan produksi glukosa. Disregulasi metabolik yang
berhubungan dengan DM menyebabkan perubahan patofisologi sekunder pada
berbagai sistem organ yang menimbulkan beban berat bagi individu penderita DM dan
bagi sistem kesehatan masyarakat (Harrisons, 2005)

II.2.3 Epidemiologi
Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia, sekitar tahun 1980-an
didapatkan prevalensi DM antara 0.8% di Tanah Toraja sampai 6.1% yang didapatkan
di Manado. Hasil penelitian pada era 2000 menunjukkan peningkatan prevalensi yang
sangat tajam. Sebagai contoh penelitian di Jakarta (daerah urban) dari prevalensi DM
1,7 % pada tahun 1982 menjadi 5,7% pada tahun 1993 dan kemudian menjadi 12,8%
pada tahun 2001 di daerah sub-urban Jakarta (PERKENI, 2011)
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia 2003, diperkirakan penduduk
Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa. Dengan prevalensi DM
pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural sebesar 7.2%, maka diperkirakan
pada tahun 2003 terdapat diabetisi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan 5,4 juta di
daerah rural. Selanjutnya berdasarkan pola pertambahan penduduk, diperkirakan pada
tahun 2030 nanti akan ada 194 juta penduduk yang berusia di atas 20 tahun dan
dengan asumsi prevalensi DM pada urban 14,7% dan rural 7,2% maka diperkirakan
terdapat 12 juta diabetisi di daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (PERKENI, 2011).

Universitas Sumatera Utara

II.2.4 Pemeriksaan penyaring DM
Pemeriksaan penyaring DM dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa
darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes
toleransi glukosa oral (TTGO) standar (PERKENI, 2011).
Tabel 1. Kadar glukosa darah sewaktu sebagai patokan penyaring dan diagnosa
Diabetes Melitus (mg/dL)
Bukan DM
Kadar
Glukosa
Darah
Sewaktu
Kadar
Glukosa
Darah Puasa

Vena

=126

Kapiler
=100
Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia.2011. Konsesus pengelolaan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta
Berbagai keluhan dapat diketemukan pada diabetes. Kecurigaan akan diabetes
melitus perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik diabetes melitus. Keluhan klasik
diabetes melitus berupa: poliuria, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak
dapat dijelaskan sebabnya. Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal,
mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita
(PERKENI, 2011)
Diagnosis diabetes melitus dapat ditegakkan melalui tiga cara. Pertama, jika
keluhan klasik ditemukan maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dL
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Kedua, dengan TTGO.
Ketiga dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan, mudah

Universitas Sumatera Utara

diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan untuk diagnosa
diabetes melitus (PERKENI, 2011).
Tabel 2. Kriteria diagnosa Diabetes Melitus
1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dL
Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada satu
hari tanpa memperhatikan waktu makan terahir
2.

Gelaja klasik DM + kadar glukosa darah puasa >= 126 mg/dL
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8
jam

3.

Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO >= 200 mg/dL
TTGO menggunakan standar WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 glukosa yang dilarutkan ke dalam air.

Sumber : Perkumpulan Endokrin Indonesia.2011. Konsesus pengelolaan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia.Jakarta

II.3 LIPID
Lipid adalah salah satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam
tumbuhan, hewan atau manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia.
Untuk memberikan defenisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab senyawa yang
termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa atau mirip. Para ahli
biokimia sepakat bahwa lemak dan senyawa organik yang mempunyai sifat fisika
seperti lemak, dimasukkan kedalam satu kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat
fisika yang dimaksud ialah: (1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih
dari satu pelarut organik misalnya ester, aseton, kloroform, benzena yang sering
disebut “pelarut organik”; (2) ada hubungan dengan asam lemak atau esternya; (3)
mempunyai kemungkinan digunakan oleh mahluk hidup. Jadi berdasarkan sifat fisika
tersebut, lipid dapat diperoleh dari hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi dengan
menggunakan pelarut lemak tersebut. Jaringan bawah kulit di sekitar perut, jaringan

Universitas Sumatera Utara

sekitar ginjal mengandung banyak lipid terutama lemak kira-kira sebesar 90%, dalam
jaringan otak atau dalam telur terdapat lipid kira-kira sebesar 7,5 sampai 30%
(Poedjiadi, 2006).

II.3.1. Kolesterol
Kolesterol ( C27H45OH ) adalah alkohol steroid yang ditemukan dalam lemak
hewani / minyak, empedu, susu, kuning telur. Kolesterol sebagian besar disintesiskan
oleh hati dan sebagian kecil diserap dari diet. Keberadaan kolesterol dalam pembuluh
darah yang kadarnya tinggi akan membuat endapan / kristal lempengan yang
menyumbat pembuluh darah (Sutejo. 2006 ).
Kadar kolesterol di dalam darah adalah di bawah 200 mg/dl. Apabila melampaui
batas normal maka disebut sebagai hiperkolesterolemia. (Hardjono, dkk. 2003)
Hiperlipidemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan kadar
kolesterol dengan atau tanpa peningkatan kadar trigliserida dalam darah. Hiperlipidemia
atau hiperkolesterolemia termasuk salah satu abnormalitas fraksi lipid dalam darah atau
lebih dikenal dengan dislipidemia. Pada dislipidemia terdapat kenaikan kadar Low
Density Lipoprotein (LDL) dan penurunan kadar High Density Lipoprotein (HDL),
sedangkan pada hiperlipidemia hanya terdapat kenaikan LDL tanpa penurunan kadar
HDL (Fernandez dkk, 2008).
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi
dislipidemia di Indonesia pada usia 25 sampai usia 34 tahun sebesar 9,3% dan pada
usia 55 sampai usia 64 tahun sekitar 15,5%.11 Jumlah kolesterol LDL dan HDL serum

Universitas Sumatera Utara

masih menjadi marker yang penting dalam kejadian PJK dan merupakan alat standar
untuk evaluasi faktor risiko insidensi penyakit jantung koroner (Fernandez dkk, 2008).
Kadar kolesterol LDL yang tinggi (>160 mg/dl atau 4,2 mmol/l) dan dengan kadar
kolesterol total yang tinggi (>240 mg/dl atau 6,2 mmol/l) merupakan factor risiko yang
sangat signifikan untuk insidensi PJK. Selain itu, lipoprotein lain yaitu HDL, memiliki
fungsi untuk mengangkut kolesterol yang menempel di dinding arteri. Kadar kolesterol
HDL yang tinggi (>60 mg/dl atau 1,6 mmol/l) menjadi faktor protektif untuk insidensi PJK
(Ingelsson dkk, 2002)
Kadar kolesterol LDL dan HDL serum dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
(Jaagus dkk, 2010)
a) Usia
b) Genetik
c)

Jenis kelamin

d) Diet
e) Aktifitas fisik
f)

Obesitas

g) Stres
h) Merokok dan konsumsi obat-obatan
i)

Penyakit metabolik

II.3.2. Low Density Lipoprotein (LDL)
Lipid merupakan senyawa organik yang kaya energi dan dipergunakan untuk
metabolisme tubuh. Lipid yang penting seperti kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan

Universitas Sumatera Utara

asam lemak adalah unsur-unsur yang terkandung dalam plasma. Lipid-lipid tersebut
berikatan dengan protein agar dapat diangkut ke dalam sirkulasi. Kolesterol bebas
maupun ester, trigliserida, dan fosfolipid berikatan dengan protein tertentu yang disebut
apoprotein membentuk senyawa lipoprotein (Adam, 2006)
Lipoprotein berdasarkan berat jenisnya dibagi menjadi kilomikron, VLDL (Very
Low Density Lipoprotein), IDL (Intermediate Density Lipoprotein), LDL (Low Density
Lipoprotein), dan HDL (High Density Lipoprotein). Lipoprotein tersebut dapat berubah
dari jenis lipoprotein yang satu menjadi jenis lipoprotein yang lain dengan bantuan
enzim seperti LPL (Lipoprotein Lipase), LCAT (Lecithin Cholesterol Acyl Transferase),
dan HTGL (Hepatic Triglyceride Lipase) (Fernandez dkk, 2008)
Low Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang mengangkut 70% kolesterol
dalam tubuh manusia. LDL dibentuk sebagian besar oleh VLDL. Partikel LDL
mengandung TG sebanyak 10% dan kolesterol sebanyak 50% dengan lipid inti
dominan kolesterol ester dan hanya memiliki Apo B (Kusmiyati, 2002)
Pada pembuluh darah, LDL dapat menembus dinding arteri. Kolesterol yang
terkandung di dalamnya akan teroksidasi dan berikatan dengan trigliserida, fibrin, dan
platelet membentuk plak ateroma yang merupakan awal dari proses aterosklerosis.
(Kusmiyati, 2002)

II.3.3. High Density Lipoprotein (HDL)
High Density Lipoprotein (HDL) memiliki berbagai macam fungsi. Salah satunya
adalah ateroprotektif, dimana peran HDL dalam mengangkut kolesterol dari makrofag
dan sel-sel lain ke hati untuk diekskresi melalui empedu. Selain itu HDL dapat berfungsi

Universitas Sumatera Utara

sebagai antioksidan, anti – inflamasi, dan anti trombotik yang berkontribusi untuk efek
ateroproktektifnya (IAS, 2009)
HDL terutama diproduksi di dalam hepar. HDL juga berasal dari proses
katabolisme kilomikron dan VLDL sebagai pemberi Apo C dan Apo E sehingga
terbentuk pre-β-HDL (nascent). Pembentukan HDL dimulai dengan pembentukan Apo
A-I yang kemudian berinteraksi dengan Hepatic ATP – binding cassette transporter I
dan disekresikan ke dalam plasma dalam bentuk Lipid-poor Apo A-I. Kemudian Lipidpoor Apo A-I akan berinteraksi dengan Hepatic ATP – binding cassette transporter I
pada jaringan ekstra hepatik dan makrofag sehingga terjadi pengambilan kolesterol
yang berlebih dari dalam sel dan membentuk pre-β-HDL (nascent). Kolesterol bebas
yang didapat HDL kemudian diesterifikasi oleh enzim LCAT sehingga pre-β-HDL
(nascent) berubah menjadi α-HDL yang merupakan HDL matur dan berbentuk sferis
(Sarikamis dkk, 2009)

II.3.4. Rasio LDL/HDL
Tubuh mengatur keseimbangan kadar lipid didalam darah dengan beberapa
cara, yaitu :
a. Mengurangi pembentukan lipoprotein
b. Mengurangi jumlah lipoprotein yang masuk dalam darah
c. Meningkatkan atau menurunkan ekskresi lipoprotein dalam darah
Kadar kolesterol yang tinggi merupakan faktor resiko utama terjadinya penyakit
jantung. Kolesterol LDL dapat menembus dinding arteri kemudian membentuk suatu
plak yang menghambat aliran darah. Kolesterol HDL menurunkan resiko penyakit

Universitas Sumatera Utara

jantung dengan membawa kolesterol jaringan ekstrahepatik menuju hepar untuk
mengalami metabolism (Adam, 2006)
Tabel 3. Kadar Kolestrol
BAIK
SEDANG
BURUK
< 200
200-239
> 240
< 100
100-129
> 130
Pria : > 40
Wanita : > 50
Trigliserida (mg/dL)
< 150
150-199
> 200
Dikutip dari : Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di
Kolestrol Total (mg/dL)
Kolestrol LDL (mg/dL)
Kolestrol HDL (mg/dL)

Indonesia 2011

II.4. Hubungan antara kadar gula darah dan kadar lipid serum dengan nyeri
muskuloskeletal kronik
Walaupun penyebab pasti dari kelainan muskuloskeletal akibat diabetes dan
komplikasinya

masih

belum

jelas,

terdapat

penjelasan

bahwa

hiperglikemia

mempengaruhi struktural matriks dan sifat fisik dari jaringan dengan mempercepat
glikosilasi non-enzimatik dan penumpukan kolagen yang abnormal pada jaringan ikat
periartikular yang menyebabkan perluasan artrofibrosis (Barki dkk, 2013, Aydeniz dkk,
2008)
Patofisiologi yang pasti pada sebagian besar kelainan muskuloskeletal tersebut
tetap belum jelas, walau bagaimanapun kelainan jaringan ikat, neuropati, atau
vaskulopati memiliki efek sinergis pada peningkatan insidensi kelainan muskuloskeletal
pada DM (Kidwai dkk, 2013)
Hiperglikemia berlama – lama

pada pasien diabetes yang tidak terkontrol

menyebabkan glikosilasi kolagen. Kolagen yang terglikosilasi bersifat kurang larut,
mengakibatkan peningkatan resistensi terhadap kolagenase dan terakumulasi di

Universitas Sumatera Utara

jaringan ikat, yang tidak hanya mengubah struktur dan fungsi matriks ekstraseluler
tetapi juga mempengaruhi viabilitas sel. (Crispin dkk, 2003)
Gangguan metabolik pada diabetes termasuk glikosilasi protein, kelainan
mikrovaskular dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf, dan akumulasi kolagen
pada kulit dan struktur periartikular menyebabkan perubahan pada jaringan ikat (Kim
dkk, 2001)
Pada individu obesitas, peningkatan berat badan, Body Mass Index, lingkar
pinggang, lingkar pinggul, dan rasio pinggang-pinggul berkorelasi dengan peningkatan
kadar mediator inflamasi (Seaman, 2013).
Adiposopathy, atau sindroma "sick fat”, adalah istilah yang mengacu pada BMI
yang tinggi berhubungan dengan kondisi inflamasi sistemik kronis yang paling sering
disebut sebagai sindrom metabolik. Adanya adiposopathy menentukan bahwa BMI
tinggi akan memberikan kontribusi untuk nyeri muskuloskeletal (Seaman, 2013).
Namun, HDL juga memainkan peran penting dalam mengikat diserap endotoksin,
apabila kadar HDL menurun akan

dapat menyebabkan endotoksemia kronis dan

inflamasi sistemik. Ketika HDL dibebani oleh endotoksin, ada beberapa konsekuensi
aterogenik

pro-inflamasi

termasuk

penekanan

lesitin.

Aktivitas

cholesterol

acyltransferase dan kolesterol ester mentransfer massa protein, dan menurunkan
kapasitas menjadi efflux kolesterol, yang berdampak nyeri muskuloskeletal. (Seaman,
2013)
Tingkat abnormal kadar trigliserida dan HDL dianggap sebagai penyebab faktor
risiko independen untuk aterosklerosis dan penyakit kardiovaskular. Aterosklerosis

Universitas Sumatera Utara

dapat menyebabkan low back pain terjadi akibat kurangnya suplai darah dan
degenerasi diskus (Heuch dkk 2014)

Universitas Sumatera Utara

II.5 Kerangka teori
Kadar Gula
Darah

Kim dkk, 2001 
hiperglikemi 
abnormal mikrovaskular
berupa Iskemik
endoneural

HIPERGLIKEM
IA
Bakri dkk 2013,
hiperglikemiaglikosilasi

GLIKOSILASI
Kim dkk, 2001 
terjadi ↑ akumulasi
kolagen

ABNORMAL
MIKROVASKU
LAR

Seaman, 2013 
BMI↑ terjadi
Adiposopati

ADIPOSOPATI

Kidwai dkk, 2013,
kerusakan saraf

NEUROPATI

Heuch dkk, 2014
abnormal HDL
mybbkan
aterosklerosis

ATEROSKLER
OSIS

↑AKUMULASI
KOLAGEN
Aydeniz dkk, 2008,
↑Kolagen menybbkan
arthofibrosis

LIPID

Wilson dkk, 2011,
neuropati mybbkan
IL dan kemokin

Seaman,2013 
adiposopati terjadi
pelepasan mediator
inflamasi

ARTHOFIBROS
IS
Magit dkk, 2007 
arthofibrosis menybbkan
pelepasan sitokin

SITOKIN : IL1,IL-6, TNFα

Hansson, 2005  Aterosklerosis
mybbkan pelepasan mediator
inflamsi

Heuch dkk, 2014 
↓suplai darah dan
degenerasi diskus

NYERI
MUSKULOSKELETAL

Universitas Sumatera Utara

II.6. Kerangka Konsepsional

KADAR GULA
DARAH

KADAR LIPID
PROFILE

NYERI
MUSKULOSKELETAL
KRONIK

Universitas Sumatera Utara