Implementasi Kebijakan Manajemen Aset Daerah Di Lingkungan Pemerintah Kota Medan

9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Implementasi Kebijakan
2.1.1. Pengertian
Implementasi dari suatu kebijakan yang dihasilkan merupakan yang paling penting
dalam suatu proses kebijakan.

Seperti pendapat

Udoji, Wahab(1991:45) bahwa

pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting dan bahkan merupakan jauh lebih
penting dari pada pembuatan kebijakan. Kebijakan-kebijakan akan sekedar berupa impian
atau rencana bagus dan tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan. Dari
pernyataan tersebut dapat dilihat bagaimana pentingnya suatu proses implementasi
kebijakan dilaksanakan.
Banyak sekali pengertian implementasi dari para ahli diantaranya Jeffri L Pressman
dan Aaron B Widavski, Jones (1996:05) memandang implementasi sebagai sebuah proses
interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan implementasi adalah kemampuan

untuk membentuk hubungan lebih lanjut

dalam rangkaian sebab akibat yang

menghubungkan tindakan dengan tujuan.
Pendapat Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (1991:51) menyatakan bahwa
mempelajari masalah implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami “apa
yang sebenarnya terjadi sesudah program dilakukan atau dirumuskan, yakni peristiwaperistiwa dan kegiatan yang menyangkut mengadministrasikan maupun usaha-usaha untuk
memberikan dampak tertentu pada masyarakat ataupu peristiwa-peritiwa.
Meter dan Horn dalam bukunya yang berjudul “Evaluasi kebijakan publik”
(Wibawa,1994:15) mendefenisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan yang

Universitas Sumatera Utara

10

dilakukan oleh pemerintah maupun swasta baik secara individu mapun kelompok yang
dimaksudkan untuk mencapai tujuan sebagaimana dirumuskan didalam kebijakan. Bardach
(jones, 1996:300) memaparkan proses implementasi sebagai interaksi strategis antara
sejumlah besar kepentingan khusus untuk mencapai tujuan-tujuan mereka sendiri, yang

mau tidak mau akan bersaing dengan mandat kegiatan.
Walter Williams (jones, 1996: 295) mengatakan bahwa masalah yang paling
penting dalam implementasi adalah memindahkan suatu keputusan kedalam kegiatan atau
pengoperasian dengan cara tertentu, dan cara tersebut adalah bahwa apa yang dlakukan
memiliki kemiripan nalar dengan keputusan tersebut, dengan baik dalam lingkup
lembaganya. Beberapa pengertian yang dijelaskan oleh para ahli diatas menunjukkan
bahwa

implementasi kebijakan merupakan bagian

penting dari rangkaian proses

kebijakan. tanpa adanya implementasi kebijakan yang dikeluarkan maka sebuah kebijakan
akan sia-sia karena tidak akan mencapai target dan sasaran yang telah ditetapkan.
Implementasi kebijakan itu sendiri tidak dapat berjalan begitu saja tanpa adanya
perencanaan yang matang tentang pelaksanaan kebijakan itu akan di implementasikan,
artinya untuk memperoleh pelaksanaan yang baik maka menyatakan bahwa tahap
pelaksanaan kebijakan yang baik maka ada tahapan-tahapan yang harus dilakukan. Subakti
(1992:198) menyatakan bahwa tahap pelaksanaan kebijakan mencakup 5 (lima) kegiatan
yaitu:

1. Menyediakan sumberdaya (anggaran, personil dan sasaran)
2. Melakukan implementasi dan penjabaran kebijakan dalam bentuk peraturan
pelaksaan dan petunjuk pelaksanaan.

Universitas Sumatera Utara

11

3. Menyusun perencanaan sejumlah langkah kegiatan pelaksanaan menurut waktu,
tempat, situasi dan anggaran
4. Pengorganisasian secara rutin atas personil, anggaran dan saran materi lainnya
5. Memberikan manfaat kepada atau pengenaan dan peraturan perilaku individu, dan
masyarakat pada umumnya.
Dalam melakukan implementasi suatu kebijakan, seorang implementor harus
benar-benar mempunyai keahlian dalam menangani pelaksanaan kebijakan tersebut
Thomas V. Bonoma (Modul kursus lanjutan peningkatan peran anggota DPRD kabupaten
dan kota Se-Sumatera Utara. 2000:240) mengatakan bahwa ada 4 (empat) keterampilan
yang harus dimiliki oleh seseorang implementor:
1. Keterampilan interaktif (interacting skills)
2. Keterampilan alokasi ( allocating skills)

3. Keterampilan Memonitor ( monitoring skills)
4. Keterampilan organisasi ( organization skills).
Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin ( Jones, 1996:298) menyatakan bahwa ada
tantangan dalam pengimplementasikan kebijakan, yaitu:
1. Tidak seorangpun bertanggung jawab dalam implementasi
2. Program-program yang bersifat domestik tidak mencapai semua hasil

yang

diharapkan.
Selain dari tantangan yang harus dihadapi pada saat kebijakan di implementasikan,
ada kemungkinan lain penyebab kegagalan kebijakan yakni : (1) Non implementation
(tidak terimplementasikan) dan (2) unsuccessful implementation (implementasi yang tidak
berhasil). Non implementation artinya bahwa suatu kebijakan yang tidak dapat

Universitas Sumatera Utara

12

dilaksanakan sesuai rencana, karena adanya hambatan-hambatan yang tidak sanggup di

tanggulangi oleh implementor. Sedangkan unsuccessful implementation artinya bahwa
implementasi dari suatu kebijakan telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun akibat
dari suatu kondisi eksternal yang terjadi mengakibatkan kebijakan tersebut tidak dapat
mencapai hasil akhir sesuai dengan yang dikehendaki.

2.2. Model implementasi kebijakan
2.2.1. Model Paul A. Sabatier dan Daniel Mazmanian
Model ini sering disebut sebagai A Frame Work For, implementasi kebijakan
merupakan fungsi dari 3 (tiga) variabel, yaitu:
1. Karakteristik masalah
2. Struktur manajemen program yang tercermin didalam berbagai peraturan yang
mengoperasionalkan kebijakan,dan
3. Faktor-faktor di luar peraturan.
Ketiga variable inilah yang kemudian disebut sebagai variable babas. Sedangkan proses
implementasi disebut sebagai dependent variable (variable tergantung) menurut mereka
implementasi akan efektif apabila birokrasi pelaksanaannya mematuhi apa yang telah
digariskan oleh pemerintah.

Universitas Sumatera Utara


13

Karakteristik Masalah :
1. Ketersediaan teknologi dan teori teknis.
2. Keseragaman Perilaku kelompok sasaran
3. Sifat Populasi
4. Derajat perubahan perilaku yang diharapkan

Daya dukung peraturan :
1. Kejelasan /konsistensi tujuan.
2. Teori kasual yang memadai
3. Sumber keuangan yang mencukupi
4. Integarasi organisasi pelaksana
5. Direksi Pelaksana
6. Rekrutmen dari pejabat pelaksana
7. Aksen formal pelaksana ke organisasi lain

Variabel Non Peraturan :
1. Kondisi sosio ekonomi dan teknologi.
2. Perhatian pers terhadap masalah kebijakan

3. Dukungan Publik
4. Sikap dan sumber daya kelompok sasaran utama
5. Dukungan kewenangan
6. Komitmen dan kemampuan pejabat

Proses Implementasi

Keluaran
kebijakan dari
organisasi
Pelaksana

Kesesuaian
keluaran
kebijakan
dengan
kelompok
sasaran

Dampak

Actual
keluaran
kebijakan

Dampak yang
diperkirakan

Perbaikan
Peraturan

Gambar 2.1. Model implementasi menurut Sabatier dan Mazmanian

Universitas Sumatera Utara

14

2.2.1

Model George C. Edwarsd III
George C. Edwards III menyatakan bahwa ada 4 faktor yang dapat dipergunakan


dalam melakukan pendekatan terhadap implementasi kebijakan publik.

Faktor-faktor

tersebut adalah : komunikasi, sumber-sumber, disposisi dan struktur birokrasi. Ke empat
faktor tersebut selalu ada dan saling berhubungan satu sama lain untuk membantu
pelaksanaan implementasi kebijakan. Pendekatan yang ideal harus bisa merefleksi
kompleksitas yang ada dengan tidak membicarakan salah satu factor tersebut terpisah
dengan faktor lainnya.
Sumber pertama, untuk mendapatkan suatu proses komunikasi yang efektif maka
ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu, transmisi, kejelasan, dan konsisten.
Transmisi diperlukan agar hasil kebijakan yang dibuat dapat ditangkap maksudnya oleh
implementor. Dalam komunikasi kejelasan atas apa yang dibuat oleh pembuat kebijakan
sangat diperlukan agar implementor dapat mengimplementasikan kebijakan tersebut
dengan baik.
Konsistensi dalam mengkomunikasikan implementasi kebijakan diperlukan karena
adanya konsistensi maka pelaksana kebijakan dalam menginterpretasikan dan dalam
mengimplementasikan kebijakan tidak akan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan
kebijakan. Sumber ke dua, yakni sumber-sumber, yang terdiri beberapa hal yaitu: staff,

informasi, otoritas, dan fasilitas. Disebutkan bahwa implementasi

tidak akan tepat

penyampaiannya , jelas dan konsisten bila implementor kekurangan sumber-sumber yang
memungkinkan untuk melaksanakan kebijakan, sehingga implementasi tidak akan efektif
(Edwards III, 1980:53).

Universitas Sumatera Utara

15

Sumber yang terbesar yang dibutuhkan adalah staff ataupun sumber daya manusia.
Maksudnya

adalah

bahwa

tanpa


adanya

sumber

daya

manusia

yang

dapat

mengimplementasikan kebijakan maka implementasi tidak akan dapat berjalan . kebutuhan
sumber daya manusia ini harus diperhatikan baik dari segi jumlah maupun keahlian.
Sumber-sumber berupa informasi dibutuhkan untuk menunjukkan dua hal, yaitu petunjuk
dalam melaksanakan kebijakan, dan data untuk menyesuaikan antara implementasi dengan
kebijakan pemerintah. Sumber berupa otoritas dapat dilihat dalam beberapa hal, seperti
penarikan kembali dana dari program yang telah direncanakan, penyerahan kasus
pengadilan, pemeriksaan warga Negara, pembelian barang-barang dan pelayanan atau
pengenaan pajak. Sumber yang berikutnya adalah fasilitas, dimana fasilitas juga berperan
penting karena tanpa fasilitas maka implementasi tidak akan berjalan dengan sukses.
Sumber ketiga, adalah disposisi hal-hal yang harus mendapat perhatian adalah
dampak disposisi atau staff birokrasi, dan insentif. Kebijakan sering kali tidak dapat di
implementasikan karena implementor tidak memiliki feeling yang kuat terhadap kebijakan
(Edwards III,1980:90). Sering kali kesalahan penempatan orang-orang untuk menempati
suatu posisi dapat mengganggu kesuksesan implementasi. Artinya dalam menempatkan
orang-orang yang akan menjalankan implementasi haruslah orang-orang yang menguasai
kebijakan yang akan di implementasikan. Disposisi juga harus memperhatikan staf pada
birokrasi dan insentif. Staf birokrasi harus dipilih orang yang benar-benar memiliki
kemampuan untuk memimpin dan menguasai kebijakan.sedangkan insentif berpengaruh
pada implementasi karena insentif akan membentuk sikap dan perilaku pelaksana
implementasi.

Universitas Sumatera Utara

16

Faktor terakhir adalah struktur birokrasi. Untuk melihatnya maka hal-hal yang
harus diperhatikan adalah standar prosedur pelaksanaan dan fragmentasi. Standar prosedur
pelaksanaan dimana di dalam setiap kegiataan ada yang harus dicapai dan dilalui serta ada
fragmentasi yaitu melihat sejauh mana responsibilitas untuk sebuah area kebijakan
termasuk unit organisasi.

Komunikasi

Sumber Daya
Implementasi
Kebjjakan
Disposisi

Struktur Birokrasi

Gambar 2.2 Model implementasi kebijakan menurut Edward III

2.3. Manajemen
Manajemen sebetulnya adalah terjemahan dari kata management yang berasal
dari bahasa Inggris yang artinya kalau kita lihat pada kamus bahasa Inggris oleh John M.
Echols dan Hassan Shadily management artinya adalah pengelolaan, dan ini berasal
dari

kata

kerja

to

manage

yang

memperlakukan, dan mengelola, tetapi
arti sesungguhnya

artinya
mungkin

mengurus, mengatur, melaksanakan,
karena sulit untuk

menghayati

antara management dan pengelolaan maka dialih kata atau di

Universitas Sumatera Utara

17

Indonesiakan saja menjadi manajemen
terutama

dilingkungan

dan sekarang kata ini sudah umum dipakai

kampus dan kantor-kantor pemerintahan (SCBDP Modul 1,

2:2007).
Menurut

Ensiklopedi

Administrasi

Indonesia,

manajemen

adalah

segenap kekuatan menggerakkan sekelompok orang yang mengerahkan fasilitas dalam satu
usaha kerja sama untuk mencapai tujuan tertentu. Maka dari itu manajemen dapat
berlangsung:
1. Dalam

bidang

kerja administrasi

seperti; kepegawaian,

perbekalan ,

keuangan, tata usaha, dan hubungan masyarakat.
2. Dapat dilaksanakan dalam bidang kerja substansi seperti; produksi, penjualan,
pengajaran, industrialisasi, agrarian, pertahanan keamanan, dan sebagainya.
Demikian sulitnya memberikan pengertian yang tepat tentang apa itu manajemen, maka
orang

mencoba

melihat

dan

mengambil

sebetulnya fungsinya manajemen itu? Sebagai
mahasiswa

yang

pengertian

prinsip/konsep

dari fungsinya,

apa

dasar biasanya

para

mempelajari management akan membuka buku Principle of

Management oleh George R. Terry yang menyatakan bahwa fungsi manajemen adalah:

1. P lanning atau Perencanaan.
2. Organizing atau Pengorganisasian.
3. Actuating atau Penggerakkan.
4. Controlling atau Pengendalian
Biasanya fungsi manajemen ini oleh mahasiswa manajemen diberi kode dengan
POAC. Kemudian

Luther Hasley Guliek

dalam bukunya

Papers on the Science

Universitas Sumatera Utara

18

of Administration

mengemukakan

teori tentang

aktivitas manajemen

yang

mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Planning atau Perencanaan.
2. Organizing atau Pengorganisasian.
3. Staffing atau Penyusunan Staf.
4. Directing atau Pembimbingan.
5. Coordinating atau Pengkoordinasian.
6. Budgetting atau Penganggaran.
Mungkin pengertian manajemen yang agak lebih mudah dan simple adalah sebagai
yang disetir oleh Prof. Dr. J. Panglaykin dari Encyclopedia of the Social Sciences dan
diterjemahkan sebagai

berikut: Manajemen

adalah proses

dengan

mana

pelaksanaan dari tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi.

2.4. Aset
Pengertian Asset

atau Aset (dengan

satu s) yang telah di Indonesiakan

secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai;
1. Nilai ekonomi (economic value ),
2. Nilai komersial (commercial value ) atau
3. Nilai tukar (exchange value ); yang dimiliki oleh instansi, organisasi, badan
usaha
ataupun

individu (perorangan).

Aset (asset) adalah barang, yang dalam pengertian hukum disebut benda,
yang terdiri dari benda tidak bergerak dan benda bergerak, baik yang berwujud

Universitas Sumatera Utara

19

(tangible) maupun

yang

tidak berwujud

(Intangible), yang

tercakup

dalam

aktiva/kekayaan atau harta kekayaan dari suatu instansi, organisasi, badan usaha atau
individu perorangan. Berdasarkan

Undang-undang No.1 Tahun 2004 yang dimaksud

dengan Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban
APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Pengertian
Milik

Daerah

berdasarkan

Pasal

mengenai

Barang

2 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006,

adalah sebagai berikut :
1. Barang milik daerah meliputi:
a. Barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD.
b. Barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah;
2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. Barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis.
b. Barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian /kontrak.
c. Barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau
d. Barang

yang

diperoleh berdasarkan

putusan

pengadilan

yang

telah

memperoleh kekuatan hukum tetap.
Menurut

D. Siregar pengertian

tentang

Aset

berdasarkan

perspektif

pembangunan berkelanjutan, yakni berdasarkan tiga aspek pokoknya: sumber daya alam,
sumber daya manusia, dan infrastruktur seperti berikut ini:
1.

Sumber daya alam adalah semua kekayaan alam yang dapat digunakan dan
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan manusia.

2. Sumber daya manusia adalah semua potensi yang terdapat pada manusia seperti
akal pikiran, seni, keterampilan, dan sebagainya yang dapat digunakan untuk

Universitas Sumatera Utara

20

memenuhi

kebutuhan bagi dirinya sendiri maupun

orang lain atau masyarakat

pada umumnya.
3. Infrastruktur adalah sesuatu buatan manusia yang dapat digunakan sebagai sarana
untuk kehidupan
sumber

manusia

dan sebagai sarana untuk dapat memanfaatkan

daya alam dan sumber

daya manusia dengan semaksimalnya, baik

untuk saat ini maupun keberlanjutannya dimasa yang akan datang (Siregar,
2004;13)
Sedangkan pengertian aset yang ditemui dalam keputusan Menteri dalam negeri dan
keputusan menteri keuangan mempunyai pengertian yang sama yaitu semua barang yang
dibeli atau yang diperoleh atas beban APBN/APBD atau berasal dari perolehan lainnya
yang sah. Oleh sebab itu untuk menyamakan persepsi kita pada uraian selanjutnya
maka Aset yang kita maksud disini adalah:
1. Semua barang inventaris yang dimiliki pemerintah daerah
2.

Semua

barang

hasil kegiatan proyek

APBD/APBN/LOAN

yang

telah

diserahkan pada Pemerintah daerah melalui Dinas/Instansi terkait.
3.

Semua barang yang secara hukum dikuasai oleh pemerintah daerah seperti;
cagar alam,

cagar budaya,

sebagainya,yang

dapat

objek wisata, bahan

menjadi sumber

tambang/galian

pendapatan

asli daerah

berkelanjutan dan yang memerlukan pengaturan pemerintah

daerah

C dan
yang
dalam

pemanfaatannya serta pemeliharaannya.
Untuk lebih jelasnya dapat disimpulkan bahwa Barang Milik Daerah adalah barang yang
bersumber dari :

Universitas Sumatera Utara

21

1. Pembentukan Daerah Otonom berdasarkan Undang-undang
2. Pembelanjaan APBN/APBD.
3. Sumbangan Dalam/Luar Negeri.
4. Sumbangan Pihak Ketiga.
5. Penyerahan dari Pemerintah Pusat.
6. Fasum dan Fasos.
7. Swadaya Masyarakat.
8. Semua

barang yang secara hukum

dikuasai

Pemerintah Daerah.

2.5. Manajemen Aset
Manajemen aset secara umum tidak terlepas dari siklus pengelolaan barang yang
dimulai dari perencanaannya sampai penghapusan barang tersebut, yang kalau diurut
adalah sebagai berikut:
1. Perencanaan

(planning); meliputi penentuan

kebutuhan

(requirement) dan

penganggarannya (budgetting).
2.

Pengadaan (procurement): meliputi cara pelaksanaannya, standard barang dan
harga atau penyusunan spesifikasi dan sebagainya.

3. Penyimpanan dan penyaluran (storage and distribution ).
4. Pengendalian (controlling).
5. Pemeliharaan (maintainance).
6. Pengamanan (safety).
7. Pemanfaatan penggunaan ( utilities).
8. Penghapusan (disposal).
9. Inventarisasi (inventarization).

Universitas Sumatera Utara

22

Sedangkan
Permendagri

kalau
Nomor

kita berpedoman

kepada

17

Pasal

Tahun

2007

landasan
4

ayat

2

yang

terbaru

menyatakan

yaitu
bahwa

manajemen/pengelolaan Aset/barang daerah meliputi :
1. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
2. Pengadaan
3. Penerimaan, penyimpanan dan penyaluran
4. Penggunaan
5. Penatausahaan
6. Pemanfaatan
7. Pengamanan dan pemeliharaan
8. Penilaian
9. Penghapusan
10. Pemindahtanganan
11 Pembinaan, pengawasan dan pengendalian
12. Pembiayaan, dan
13. Tuntutan ganti rugi.
Untuk itu sebagai seorang Pengurus barang pada suatu Satuan Kerja
Perangkat Daerah, dia sebetulnya adalah manajer/pengelola terhadap barang yang
dibawah kontrolnya dan tentu saja dia

sangat menghayati siklus pengelolaan barang

tesebut diatas, sedangkan dalam pengertian yang umum di masyarakat Pegawai
Negeri Sipil lebih dikenal dengan manajemen barang atau manajemen material yang lebih
bertitik tujuan

bagaimana

mengelola

barang

inventaris sehingga

terpenuhi

persyaratan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya.

Universitas Sumatera Utara

23

Tujuan

Manajemen

Aset

kedepan

diarahkan

untuk

menjamin

pengembangan kapasitas yang berkelanjutan dari pemerintahan daerah, maka dituntut
agar dapat mengembangkan

atau

mengoptimalkan

pemanfaatan

aset daerah

guna meningkatkan/mendongkrak Pendapatan Asli Daerah, yang akan digunakan untuk
membiayai

kegiatan

guna

mencapai

pemenuhan

persyaratan

optimal

bagi

pelayanan tugas dan fungsi instansinya terhadap masyarakat (SCBDP, 6:2007).
Sedangkan

menurut

Doli D Siregar kita sadari bahwa

Manajemen

Aset

merupakan salah satu profesi atau keahlian yang belum sepenuhnya berkembang dan
populer

di

lingkungan

pemerintahan

maupun

di

Manajemen Aset itu sendiri kedepannya/selanjutnya

satuan

kerja

atau

instansi.

sebenarnya terdiri dari 5 (lima)

tahapan kerja yang satu sama lainnya saling terkait yaitu:
1. Inventarisasi Aset
2. Legal Audit
3. Penilaian Aset
4. Optimalisasi Aset, dan
5. Pengembangan

Sistem

Informasi

Manajemen

Aset (SIMA),

dalam

Pengawasan dan Pengendalian Aset.
Jadi sebetulnya kalau dilihat lebih mendalam lagi, sebenarnya manajemen aset ini
berbeda dengan

manajemen

daerah, atau boleh dikatakan

material atau manajemen
merupakan lanjutan dari

barang

inventaris milik

manajemen barang/

inventaris, khusus terhadap barang yang merupakan aset (barang modal) yang dapat
dikembangkan.

Universitas Sumatera Utara

24

2.6. Manajemen Aset Daerah
Dalam rangka mewujudkan tertib administrasi terhadap pengelolaan barang daerah
perlu diatur pedoman kerjanya, untuk itu telah dikeluarkan Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 17 Tahun

2007. Dalam

Peraturan Menteri Dalam Negeri tersebut

dimaksud dengan Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh
atas beban Anggaran

Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD) atau perolehan

lainnya yang sah.
Di dalam lampirannya dijelaskan tentang pengertian barang milik daerah
yaitu semua kekayaan

daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain yang sah, baik
yang bergerak maupun yang tidak bergerak beserta bagian-bagiannya ataupun yang
merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimang termasuk
hewan

dan tumbuh-tumbuhan
Pengertian

kecuali uang dan surat-surat berharga lainnya.

mengenai Barang Milik Daerah yang terbaru adalah berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri No.17 Tahun 2007 Pasal 3, adalah sebagai berikut :
1. Barang milik daerah meliputi:
a. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBD, dan
b. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
2. Barang sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
a. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis
b. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak
c. barang yang diperoleh berdasarkan ketentuan undang-undang, atau
d. barang yang diperoleh berdasarkan

putusan pengadilan yang telah

Universitas Sumatera Utara

25

memperoleh kekuatan hukum tetap.
Pengelolaan barang daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian
hukum,

transparansi

dan

keterbukaan,

efisiensi, akuntabilitas, dan

kepastian

nilai.(Pasal 4 ayat 1 Permendagri No. 17 Tahun 2007). Pengelolaan barang daerah adalah
rangkaian kegiatan
perencanaan

kebutuhan

penyimpanan
pengamanan
pembinaan

dan tindakan terhadap barang

dan
dan

dan

penyaluran,
pemeliharaan,

pengawasan

daerah

yang

meliputi,

penganggaran, pengadaan,

penerimaan

penggunaan, penatausahaan,
penilaian, penghapusan,

pemanfaatan,

pemindah-tanganan,

dan pengendalian, pembiayaan dan, tuntutan ganti rugi

(Pasal 4 ayat 2 Permendagri No.17 Tahun 2007).
Sedangkan mengenai Manajemen Aset seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa
Manajemen

Aset

merupakan lanjutan dari proses manajemen

barang/manajemen

material yang meliputi kegiatan-kegiatan; a) inventarisasi aset, b) legal audit, c)
penilaian
Manajemen

aset, d) optimalisasi

aset dan e) pengembangan

Aset (SIMA) dalam Pengawasan

Sistem

Informasi

dan Pengendalian.

Pengelolalaan barang milik daerah dilaksanakan berdasarkan azas :
1. Azas fungsional, yaitu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah di
bidang pengelolaan

barang

milik daerah yang

dilaksanakan

pengguna barang, pengguna barang, pengelola barang dan

oleh kuasa

Kepala Daerah

sesuai fungsi, wewenang dan tanggung jawab masing -masing;
2. Azas

kepastian

hukum,

yaitu pengelolaan

barang

milik daerah harus

dilaksanakan berdasarkan hukum dan peraturan perundang-undangan;

Universitas Sumatera Utara

26

3. Azas transparansi, yaitu penyelenggaraan pengelolaan barang milik daerah harus
transparan terhadap hak masyarakat dalam memperoleh informasi yang benar;
4. Azas efisiensi, yaitu pengelolaan barang milik daerah diarahkan agar barang milik
daerah digunakan

sesuai batasan-batasan standar kebutuhan yang diperlukan

dalam rangka menunjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi pemerintahan
secara optimal;
5. Azas akuntabilitas, yaitu setiap kegiatan pengelolaan barang milik daerah harus
dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat;
6.

Azas kepastian nilai, yaitu pengelolaan barang milik daerah harus didukung oleh
adanya ketepatan jumlah

dan nilai barang dalam rangka optimalisasi

pemanfaatan dan pemindahtanganan barang milik daerah serta penyusunan
neraca pemerintah daerah.
2.7. Defenisi Konsep
Defenisi konsep merupakan hal yang penting dalam penelitian untuk menyamakan
persepsi dan pengertian terhadap konsep yang digunakan sehingga dapat dihindari
terjadinya salah pengertian antara persepsi penulis dengan persepsi yang timbul dikalangan
pembaca. Konsep merupakan istilah dan defenisi yang digunakan untuk menggambarkan
secara abstrak kejadian, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian yang ilmu
sosial (singarimbun, 1995:37)
Untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing maka penulis mengemukakan
defenisi dari beberapa konsep yang digunakan, yaitu:

Universitas Sumatera Utara

27

1. Implementasi adalah kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Medan
melalui Bagian Perlengkapan dan Aset Setda Kota Medan dalam mengelola Aset
daerah sesuai peraturan dan perundang- undangan yang berlaku.
2. Kebijakan Manajemen Aset Daerah adalah kebijakan dalam rangkaian proses yang
terintegrasi menjadi satu keseluruhan yang bekerja sama dan saling berhubungan
dalam Pengelolaan Barang Milik Daerah Kota Medan berdasarkan Peraturan dan
perundang- undangan yang berlaku yakni Permendagri No. 17 Tahun 2007 tentang
Pedoman Teknis Pengelolaan Barang Milik Daerah dan Perda Kota Medan No. 1
Tahun 2009 tentang Pengelolaan Barang Milik Daerah.
3. Aset Daerah adalah barang milik daerah, yang dimaksud sebagai Barang Milik
Daerah adalah semua kekayaan daerah baik yang dibeli atau diperoleh atas beban
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah maupun yang berasal dari perolehan lain
yang sah (Perda No.1/2009:Pasal 1) beserta bagian-bagiannya ataupun yang
merupakan satuan tertentu yang dapat dinilai, dihitung, diukur atau ditimbang
termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan kecuali uang dan surat-surat berharga
lainnya.

Universitas Sumatera Utara