Akuntabilitas Rekrutmen Pegawai Honorer pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan

(1)

i

AKUNTABILITAS REKRUTMEN PEGAWAI HONOR PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

SKRIPSI

Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Oleh:

NURDIN MATANARI 080903070

DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

i

KATA PENGANTAR

Syukur kepada Allah Bapa, Tuhan Yesus Kristus dan Roh Kudus atas kasih dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan judul “Akuntabilitas Rekrutmen Pegawai Honorer pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan”. Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana (S1) di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ilmu Administrasi Negara.

Mengingat keterbatasan kemampuan, waktu, biaya, dan pengetahuan, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat berjalan dengan lancar tanpa bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Husni Thamrin Nasution, M.Si, selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara dan selaku salah satu dosen penguji mulai dari proposal penelitian sampai pada pengujian skripsi yang telah memberikan masukan dan membantu pengembangan isi skripsi dan pengetahuan penulis.

3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP, selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Asima Yanty Siahaan, M. A,P. hD, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan waktu, tenaga, sumbangan pemikiran, dan yang dengan sabar membimbing dan mengarahkan penulis dari awal hingga selesainya skripsi ini.

5. Seluruh Staff Pegawai Departemen Ilmu Administrasi Negara dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara yang telah membantu penulis dalam segala urusan administrasi.

6. Buat yang teristimewa kedua orangtuaku, bapak (J. Matanari) dan Mamak (T. Simarmata, S. Pd) yang telah membesarkan dan mendidik aku. Terimakasih untuk semua kasih, nasihat, perhatian dan doa buat ku selama ini. Semoga aku bisa membalas semua jasa kalian dan menjadi anak yang membanggakan untuk kalian.

7. Buat oppung saya (M. Situmorang) terimakasih untuk doa’nya ya oppung, semoga oppung diberi umur yang panjang.


(3)

ii

8. Keluarga besar Matanari dan Simarmata yang selalu menjadi motivasi penulis agar tetap semangat.

9. Buat abang dan kakak yang sangat saya banggakan, Irwandi, k’Helderia S. Kom dan Jhonri Kardo semoga sukses dalam pekerjaan dan buat adik-adik saya Deny, Alex dan Lina semoga sukses mengikuti kalian.

10.Buat pacar saya Klaudia Simanjuntak (calon guru boga), semoga apa yang kita rencanakan berkenan dihadapan-Nya. Buat sahabatku Teguh, Selamat (Illio “marsada”/komeng/slamet). Biarkan saya duluan yah… ente nyusul lah secepatnya.

11.Buat teman-teman Kebijakan Publik baik senioran maupun junioran tetaplah kritis dan jangan sungkan berdebat sampai capek. Buat rekan-rekan di Resimen, terimakasih untuk kesan mendalam yang kita pernah punya. Buat kawan-kawan kost dan gang R. Tarigan Terimakasih untuk suasana dan iklim kekeluargaan yang bisa dibangun.

12.Buat semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Terimakasih banyak.

Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”, demikian pula dengan skripsi ini, pasti ada kekurangan dan kesalahannya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka penulis menerima saran serta kritik yang membangun dari pembaca.

Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Medan, Januari 2013 Penulis


(4)

iii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

ABSTRAK ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 14

1.3 Fokus Masalah ... 14

I.4 Tujuan Penelitian ... 17

I.5 Manfaat Penelitian ... 17

I.6 Kerangka Teori ... 18

I. 6. 1 Akuntabilitas ... 19

I. 6. 1. 1 Definisi Akuntabilitas... ... 19

I. 6. 1. 2 prinsip-prinsip akuntabilitas ... 20

I. 6. 1. 3 Jenis-jenis Akuntabilitas ... 22

I. 6. 2 Rekruitmen ... 23

I. 6. 2. 1 Definisi Rekrutmen ... 23

I. 6. 3 Tenaga Honorer ... 25

I. 6. 4 Perekrutan Tenaga Honorer ... 25

I. 6. 4. 1 Proses Formasi ... 26

I. 6. 4. 2 Proses Pengadaan Tenaga Honorer ... 28

I. 7 Definisi Konsep ... 32

I. 8 Sistematika Penulisan ... 35

BAB II METODE PENELITIAN II. 1 Bentuk Penelitian ... 36

II. 2 Lokasi Penelitian ... 37

II. 3 Informan Penelitian ... 37

II. 4 Teknik Pengumpulan Data ... 38

II. 5 Instrumen Penelitian ... 39

II. 6 Teknik Analisa Data ... 40

BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN III. 1 Gambaran Umum ... 41

III. 2 Visi, Misi, Tujuan, Nilai-Nilai dan Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan ... 41

III. 2. 1 Visi Dinas Kesehatan Kota Medan ... 41

III. 2. 2 Misi Dinas Kesehatan Kota Medan ... 42

III. 2. 3 Tujuan Dinas Kesehatan Kota Medan ... 43

III. 2. 4 Nilai-Nilai Dinas Kesehatan Kota Medan ... 44

III. 2. 5 Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan ... 45

III. 3 Struktur Organisasi ... 46

III. 4 Tugas Pokok dan Fungsi Setiap Bagian Sekretariat ... 47

BAB IV PENYAJIAN DATA IV. 1 Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan ... 57


(5)

iv

IV. 2 Rekrutmen Pegawai Honorer ... 59

IV. 2. 1 Identifikasi kebutuhan Pengadaan Pegawai ... 62

IV. 2. 2 Identifikasi persyaratan kerja ... 65

IV. 2. 3 Penetapan Sumber-Sumber Kandidat ... 67

IV. 2. 4 Seleksi Kandidat ... 68

IV. 2. 5 Pengumuman Hasil Rekrutmen ... 69

BAB V ANALISIS DATA V. 1 Akuntabilitas Rekrutmen Tenaga Honorer Pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan ... 70

V. 1. 1 Identifikasi kebutuhan ... 71

V. 1. 2 Identifikasi persyaratan kerja ... 72

V. 1. 3 Penetapan Sumber-Sumber Kandidat ... 75

V. 1. 4 Seleksi Kandidat ... 76

V. 1. 5 Pengumuman Hasil Rekrutmen ... 78

BAB VI PENUTUP VI. 1 Kesimpulan ... 79

VI. 2 Saran ... 81


(6)

v ABSTRAK

AKUNTABILITAS REKRUTMEN PEGAWAI HONOR PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Nurdin Matanari

NIM : 080903070

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty Siahaan, M. A, P. hD

Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan melaksanakan rekrutmen tenaga honorer guna memenuhi kebutuhan pegawai guna menunjang terlaksananya tugas-tugas yang diemban, namun pada kenyataanya masih banyak permasalahan yang dihadapi seperti: adanya dugaan terjadinya nepotisme, rekrutmen yang tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) hingga pada dugaan tenaga honorer yang direkrut hanya tergiur untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada suatu saat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perekrutan tenaga honorer yang ada di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan baik dari segi: Pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan, penetapan persyaratan kerja, penetapan sumber-sumber kandidat, penyeleksian kandidat, pemberitahuan hasilnya kepada para kandidat, penunjukan kandidat yang lolos seleksi.

Bentuk analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana hasil penelitian akan menjelaskan secara rinci dan khusus mengenai rekrutmen pegawai honor di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan. Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini antara lain pegawai di bagian sekretariat yakni: Kepala Sub Bagian Umum dan Kepala Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.

Hasil penelitian menunjukkan perekrutan yang dilaksanakan bersifat tertutup dan tidak mempunyai standar baku, sebagai salah satu tugas yang dilimpahkan kepada pejabat yang bersangkutan; seharusnya (masih) tetap diperlukan pembatasan kewenangan dan pembatasan diskresi yang jelas agar kebijakan yang diterapkan bisa sesuai dari atas kebawah. Selain itu, hal ini diperlukan agar penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan dapat diminimalisir sehingga pemborosan APBN dan ketidak efektifan rekrutmen dapat dihindari.

Keywords : akuntabilitas, rekrutmen, pegawai honor, Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan


(7)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Pedoman Wawancara & Transkrip Hasil Wawancara Lengkap 2. Surat Permohonan Persetujuan Judul Skripsi

3. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing 4. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal

5. Surat Rekomendasi Penelitian dari Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan

6. Kartu Kendali Bimbingan Skripsi

7. Data rekrutmen pegawai pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan 2007-2012

8. Undang-undang No. 43 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

9. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

10.Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.


(8)

v ABSTRAK

AKUNTABILITAS REKRUTMEN PEGAWAI HONOR PADA DINAS KESEHATAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

Skripsi ini disusun oleh:

Nama : Nurdin Matanari

NIM : 080903070

Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Dosen Pembimbing : Dra. Asima Yanty Siahaan, M. A, P. hD

Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan melaksanakan rekrutmen tenaga honorer guna memenuhi kebutuhan pegawai guna menunjang terlaksananya tugas-tugas yang diemban, namun pada kenyataanya masih banyak permasalahan yang dihadapi seperti: adanya dugaan terjadinya nepotisme, rekrutmen yang tidak sesuai dengan kebutuhan sehingga membebani anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) hingga pada dugaan tenaga honorer yang direkrut hanya tergiur untuk diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS) pada suatu saat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sebenarnya perekrutan tenaga honorer yang ada di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan baik dari segi: Pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan, penetapan persyaratan kerja, penetapan sumber-sumber kandidat, penyeleksian kandidat, pemberitahuan hasilnya kepada para kandidat, penunjukan kandidat yang lolos seleksi.

Bentuk analisa data yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif dimana hasil penelitian akan menjelaskan secara rinci dan khusus mengenai rekrutmen pegawai honor di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan. Adapun yang menjadi informan dari penelitian ini antara lain pegawai di bagian sekretariat yakni: Kepala Sub Bagian Umum dan Kepala Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan.

Hasil penelitian menunjukkan perekrutan yang dilaksanakan bersifat tertutup dan tidak mempunyai standar baku, sebagai salah satu tugas yang dilimpahkan kepada pejabat yang bersangkutan; seharusnya (masih) tetap diperlukan pembatasan kewenangan dan pembatasan diskresi yang jelas agar kebijakan yang diterapkan bisa sesuai dari atas kebawah. Selain itu, hal ini diperlukan agar penyimpangan dan penyalahgunaan kewenangan dan kekuasaan dapat diminimalisir sehingga pemborosan APBN dan ketidak efektifan rekrutmen dapat dihindari.

Keywords : akuntabilitas, rekrutmen, pegawai honor, Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan


(9)

1 BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Permasalahan dalam birokrasi pemerintahan pada saat ini antara lain bahwa: birokrasi pemerintah belum efisien, kebijakan belum stabil, dan masih ada praktek penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang. Bidang peraturan perundang-undangan di bidang aparatur negara masih tumpang tindih, inkonsisten, tidak jelas, multi tafsir, pertentangan antara peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lain dan pelayanan publik belum dapat mengakomodasi kepentingan seluruh lapisan masyarakat.

Dalam Grand Design dan Road Map Reformasi Birokrasi Birokrasi tahun 2010-2025, salah satu program yang menjadi prioritas nasional adalah program Reformasi Birokrasi. Banyak tantangan yang harus dihadapi dan dicari solusinya. Tantangan dimaksud yaitu bahwa: Reformasi Birokrasi belum mencapai sasaran pembenahan kelembagaan, tatalaksana, manajemen SDM aparatur, akuntabilitas, pengawasan, pelayanan publik, reward and punishment, dan perubahan mind-set dan culture set; belum dikembangkannya sistem monitoring dan evaluasi pelaksanaan Reformasi Birokrasi secara nasional; Reformasi Birokrasi juga belum memiliki grand design dan road map serta dikeluarkannya arahan Presiden dan Wakil Presiden untuk melaksanakan Reformasi Birokrasi yang menyeluruh, mendalam, nyata serta menyentuh sendi kehidupan masyarakat 2012: pukul 13.00).


(10)

2

Tujuan Reformasi Birokrasi adalah membentuk birokrasi profesional, dengan karakteristik: adaptif, berintegritas, berkinerja tinggi, bebas dan bersih KKN, mampu melayani publik, netral, berdedikasi, dan memegang teguh nilai-nilai dasar dan kode etik aparatur negara dan sasaran Reformasi Birokrasi yaitu membangun birokrasi yang berorientasi pada hasil (outcomes) melalui perubahan secara terencana, bertahap, dan terintegrasi dari berbagai aspek strategis birokrasi.

Otonomi daerah adalah perwujudan pendelegasian wewenang dan tanggung jawab dan mempunyai hubungan yang erat dengan desentralisasi. Mahfud M. D (2004) dalam Tangkilisan (2005:1) menyatakan desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus daerah, mulai dari kebijakan, perencanaan, sampai pada implementasi dan pembiayaan dalam rangka desentralisasi.

Konsep desentralisasi dan otonomi daerah dilihat dari perspektif organisasi dan manajemen yang lebih menekankan pada aspek efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas. Osborne dan Gaebler (1995) dalam Tangkilisan (2005:1) mengemukakan empat keunggulan desentralisasi, yakni: lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih fleksibel daripada yang tersentralisasi, karena lembaga tersebut dapat memberikan respon yang dengan cepat terhadap lingkungan dan kebutuhan pelanggan yang berubah; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih efektif dari yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi jauh lebih inovatif daripada lembaga yang tersentralisasi; lembaga yang terdesentralisasi


(11)

3

menghasilkan semangat kerja yang lebih tinggi, lebih banyak komitmen dan lebih banyak pula produktifitasnya.

Berdasarkan ulasan di atas, dapat dikatakan bahwa tujuan dan sasaran dari kebijakan otonomi daerah adalah sebagai berikut: efisiensi dan efektivitas pemberian pelayanan kepada masyarakat; peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan daerah; peningkatan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik dan pelaksanaan pembangunan; peningkatan efektivitas pelaksanaan koordinasi serta pengawasan pembangunan.

Pembangunan Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku hidup sehat secara adil dan merata diseluruh wilayah Republik Indonesia. Sejalan dengan tujuan pembangunan yang berwawasan kesehatan dan kesejahteraan maka pemerintah telah menetapakan pola dasar pembangunan yaitu pembangunan mutu sumber daya manusia di berbagai sektor sehingga dapat mewujudkan masyarakat yang berperilaku hidup sehat, lingkungan sehat dan memiliki kemampuan untuk menolong dirinya sendiri serta dapat menjangkau pelayanan kesehatan yang berkualitas.

Pembangunan kesehatan ke depan diarahkan pada peningkatan upaya promotif dan preventif, di samping peningkatan akses pelayanan kesehatan bagi


(12)

4

masyarakat, utamanya penduduk rentan, antara lain: ibu, bayi, anak, lanjut usia dan keluarga miskin. Peningkatan kesehatan masyarakat, meliputi upaya pencegahan penyakit menular ataupun tidak menular, dengan cara memperbaiki kesehatan lingkungan, gizi, perilaku dan kewaspadaan dini. Pembangunan kesehatan dilaksanakan dengan peningkatan upaya kesehatan, pembiayaan kesehatan, sumber daya manusia kesehatan, sediaan farmasi,alat kesehatan dan makanan, manajemen dan informasi kesehatan serta pemberdayaan masyarakat. Upaya tersebut dilakukan dengan memperhatikan dinamika kependudukan, epidemiologi penyakit, perubahan ekologi dan lingkungan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) serta globalisasi dan demokratisasi dengan semangat kemitraan dan kerjasama lintas sektoral.

Dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) 2005–2025 dalam tahapan ke-2 (2010-2014), kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat dan antar daerah.

Dalam rangka implementasi pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008, tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi


(13)

5

Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah, Satuan Kerja dan Perangkat Derah (SKPD) diwajibkan menyusun Rencana Strategis SKPD yang memuat visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, kebijakan, program dan kegiatan serta penganggaran pembangunan yang bersifat indikatif sesuai dengan tugas pokok dan fungsi SKPD. Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat program-program pembangunan kesehatan yang akan dilaksanakan langsung oleh Dinas Kesehatan Kota Medan maupun dengan mendorong peran aktif masyarakat untuk kurun waktu tahun 2011-2015, didasarkan pada perubahan struktur organisasi Dinas Kesehatan Kota Medan yang memberikan penekanan pada pencapaian Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan Kota Medan dan Millenium Development Goals (MDG’s).

Rencana Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan disusun berawal dari suatu pemikiran Strategis tentang nilai-nilai luhur yang dianut / dimiliki oleh seluruh pimpinan dan staf Dinas Kesehatan Kota Medan yang merupakan karakteristik inti dari tugas pokok yang diemban oleh Dinas Kesehatan Kota Medan.

Berdasarkan hal tersebut maka nilai-nilai luhur yang dianut adalah: Berpihak Pada Rakyat, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan akan selalu berpihak pada rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama, dan status sosial Ekonomi. UUD 1945 juga menetapkan bahwa setiap orang berhak


(14)

6

hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan; Bertindak Cepat dan Tepat, mengandung arti bahwa masalah kesehatan yang dihadapi makin bertambah kompleks dan berubah dengan cepat, bahkan kadang-kadang tidak terduga, yang dapat menimbulkan masalah darurat kesehatan. Dalam mengatasi masalah kesehatan, apalagi yang bersifat darurat, harus dilakukan tindakan secara cepat. Tindakan yang cepat juga harus diikuti dengan pertimbangan yang cermat, sehingga intervensi yang tepat dapat mengenai sasaran; Kerjasama Tim, mengandung arti bahwa Dinas Kesehatan sebagai organisasi pemerintah memiliki sumberdaya manusia yang banyak. Sumberdaya manusia ini merupakan potensi bagi terbentuknya suatu tim besar. Oleh karena itu, dalam mengemban tugas-tugas pembangunan kesehatan, harus dibina kerja tim yang utuh dan kompak, dengan menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan sinergisme; Integritas yang Tinggi, mengandung arti bahwa dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, setiap anggota (staf dan pimpinan) Dinas Kesehatan harus memiliki komitmen yang tinggi dalam upaya mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan. Selain itu, dalam melaksanakan tugas, semua anggota Dinas Kesehatan harus memiliki ketulusan hati, kejujuran, kepribadian yang teguh, dan bermoral tinggi; Transparan dan Akuntabel, mengandung arti bahwa dalam era demokrasi dan perkembangan masyarakat yang lebih cerdas dan tanggap, tuntutan atas pelaksanaan tugas yang transparan dan dapat dipertanggung-gugatkan (akuntabel) terus meningkat. Oleh karenanya semua kegiatan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Dinas


(15)

7

Kesehatan, harus dilaksanaka secara transparan, dapat dipertanggung-jawabkan dipertanggung-gugatkan kepada publik.

Di kota Medan Angka Kematian Ibu (AKI) sudah mengalami penurunan namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 (102/100.000 KH), diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapaian target. Demikian halnya dengan Angka Kematian Bayi (AKB), masih jauh dari target MDG’s (23/1.000 KH) kalau dilihat dari potensi untuk menurunkan AKB maka masih on track walaupun diperlukan sumber daya manusia yang kompeten (Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan 2010-2014).

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dasar sudah meningkat yang ditandai dengan meningkatnya pelayanan di Puskesmas dan Puskesmas yang memberikan pelayanan rawat inap, dan dijaminnya pelayanan kesehatan dasar bagi masyarakat miskin di Puskesmas dan rumah sakit oleh Pemerintah Kota Medan dengan diberikannya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin (MS). Namun belum seluruh warga Kota Medan mendapatkan JPK-MS. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit meningkat, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya jaminan pembiayaan kesehatan di rumah sakit bagi masyarakat miskin. Untuk meningkatkan akses tersebut, pemerintah memiliki keterbatasan pada jumlah Bed Occupation Rate (BOR) kelas III yang dikhususkan bagi masyarakat tak mampu. Selain itu sistem rujukan belum berjalan dengan baik sehingga pelayanan kesehatan tidak efisien. Kebijakan serta pembinaan dan pengawasan belum mencakup klinik dan rumah


(16)

8

sakit swasta, serta dirasakan belum terkoordinasinya pelayanan kesehatan secara kewilayahan.

Secara umum terjadi penurunan angka kesakitan, namun penularan infeksi penyakit menular utamanya AIDS/HIV dan TBC, masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol dan perlu upaya keras untuk dapat mencapai target MDG’s. Disamping itu, terjadi peningkatan penyakit tidak menular yang berkontribusi besar terhadap kesakitan dan kematian.

Target cakupan imunisasi belum tercapai, perlu peningkatan upaya preventif dan promotif seiring dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Akibat dari cakupan Universal Child Imunization (UCI) yang belum tercapai akan berpotensi timbulnya kasus-kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di beberapa daerah risiko tinggi yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya wabah. Untuk menekan angka kesakitan dan kematian akibat PD3I perlu upaya imunisasi dengan cakupan yang tinggi dan merata.

Untuk anggaran pembiayaan kesehatan, permasalahannya lebih pada alokasi yang cenderung pada upaya kuratif dan masih kurangnya anggaran untuk biaya operasional dan kegiatan langsung untuk Puskesmas. Terhambatnya realisasi anggaran juga terjadi karena proses anggaran yang terlambat. Akibat dari pembiayaan kesehatan yang masih cenderung kuratif dibandingkan pada promotif dan preventif mengakibatkan pengeluaran pembiayaan yang tidak efektif dan efisien, sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan pada kecukupan dan


(17)

9

optimalisasi pemanfaatan pembiayaan kesehatan. Tingginya presentase masyarakat yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan mengakibatkan rendahnya akses masyarakat dan risiko pembiayaan kesehatan yang berakibat pada timbulnya kemiskinan.

Sistem informasi kesehatan belum tersedia dengan baik, keterbatasan data menjadi kendala dalam pemetaan masalah dan penyusunan kebijakan. Pemanfaatan data belum optimal dan surveilans belum dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan. Masyarakat masih ditempatkan sebagai obyek dalam pembangunan kesehatan, promosi kesehatan belum banyak merubah perilaku masyarakat menjadi Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Pemanfaatan dan kualitas Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM), seperti Posyandu dan Poskesdes masih rendah. Upaya kesehatan juga belum sepenuhnya mendorong peningkatan atau perubahan pada perilaku hidup bersih dan sehat, yang mengakibatkan tingginya angka kesakitan yang diderita oleh masyarakat.

Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak semata-mata ditentukan oleh hasil kerja keras sektor kesehatan, tetapi sangat dipengaruhi pula oleh hasil kerja serta kontribusi positif berbagai sektor pembangunan lainnya. Untuk optimalisasi hasil kerja serta kontribusi positif tersebut, “wawasan kesehatan” perlu dijadikan sebagai asas pokok program pembangunan kesehatan, dalam pelaksanaannya seluruh unsur berperan sebagai penggerak utama pembangunan berwawasan


(18)

10

kesehatan yang diejawantahkan dalam bentuk program-program dalam RPJMD dan Renstra Dinas Kesehatan Kota Medan

Terwujudnya keadaan sehat dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab dari berbagai sektor terkait lainnya; disamping tanggung jawab individu dan keluarga. Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan dapat bersinergi dengan sistem lainnya antara lain: Sistem Pendidikan, Sistem Perekonomian, Sistem Ketahanan Pangan, Sistem Pertahanan dan Keamanan , Sistem Ketenaga-kerjaan dan Transmigrasi, serta sistem-sistem lainnya.

Untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi dalam pembangunan kesehatan, diperlukan pemikiran tidak konvensional mengenai kebijakan program kesehatan masyarakat dan sektor kesehatan pada umumnya untuk mencakup determinan kesehatan lainnya, terutama yang berada diluar domain sektor kesehatan. Reformasi kesehatan masyarakat yang meliputi reformasi kebijakan SDM kesehatan, reformasi kebijakan pembiayaan kesehatan, reformasi kebijakan pelayanan kesehatan, dan reformasi untuk kebijakan yang terkait dengan terselenggaranya Good Governance sudah harus dilakukan. Dibutuhkan pula perhatian pada akar masalah yang ada, diantaranya faktor sosial ekonomi yang menentukan situasi dimana masyarakat tumbuh, belajar, hidup, bekerja dan terpapar, serta rentan terhadap penyakit dan komplikasinya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan mencapai target Pemerintah Kota Medan dan target global (MDG’s 2015).


(19)

11

Hubungan antara status sosial ekonomi dan kesehatan berlaku secara universal. Tingkat kematian dan tingkat kesakitan secara konsisten didapatkan lebih tinggi pada kelompok dengan sosial ekonomi rendah. Perlu upaya sungguh-sungguh dalam rangka mengurangi disparitas masyarakat terhadap akses pendidikan, pekerjaan, partisipasi sosial, dan pelayanan publik.

Pemberdayaan masyarakat diarahkan agar masyarakat berdaya untuk ikut aktif memelihara kesehatannya sendiri, melakukan upaya pro-aktif tidak menunggu sampai jatuh sakit, karena ketika sakit sebenarnya telah kehilangan nilai produktif. Upaya promotif dan preventif perlu ditingkatkan untuk mengendalikan angka kesakitan yang muncul dan mencegah hilangnya produktivitas serta menjadikan sehat sebagai fungsi produksi yang dapat memberi nilai tambah.

Dalam rencana strategis (renstra) Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan, adapun yang menjadi isu pokok pembangunan kesehatan, meliputi: terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada kelompok rentan seperti: penduduk miskin, remaja, perempuan dan kelompok minoritas lainnya; pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sesuai standar masih terbatas; belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh; masih tingginya kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular; belum terlindunginya masyarakat secara maksimal terhadap beban pembiayaan kesehatan; belum terpenuhinya jumlah, jenis, kualitas, serta penyebaran sumberdaya manusia kesehatan, dan belum optimalnya dukungan


(20)

12

kerangka regulasi ketenagaan kesehatan; belum optimalnya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial, penggunaan obat yang tidak rasional, dan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang berkualitas; masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, meliputi pengelolaan administrasi dan hukum kesehatan; permasalahan manajerial dalam sinkronisasi perencanaan kebijakan program, dan anggaran serta masih terbatasnya koordinasi dan integrasi lintas sektor; pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan belum dilakukan secara optimal; belum tersedia biaya operasional yang memadai di Puskesmas.

Untuk mendukung kelancaran pelaksanaan peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat di bidang kesehatan dibutuhkan sumber daya manusia yang mampu bekerja secara efektif dan efisien dalam setiap aktivitas/tugas untuk mencapai sasaran yang dimaksud oleh karena itu sumber daya manusia perlu dikelola dengan baik karena manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi. Manusia adalah perencana, pelaku sekaligus penentu terwujudnya tujuan organisasi.

Kaitan antara kinerja organisasi dengan sumber daya manusia dalam proses penyelenggaran organisasi publik sesungguhnya bermuara pada kemampuan daerah dalam mempersiapkan jajaran birokrasi yang ada bagi penyelenggaraan pelayanan publik secara optimal dan berdaya guna. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari pelaksanaan otonomi yang berbasis pada kemampuan daerah kabupaten atau kota dengan memberikan pelayanan secara


(21)

13

terpadu, mandiri dan efektif. Tanpa kesiapan sumber daya yang baik, maka pelayanan publik yang baik pula akan sulit dicapai (Tangkilisan, 2005:10).

Jumlah dan jenis tenaga kesehatan terus meningkat namun kebutuhan dan pemerataan distribusinya belum terpenuhi. Kualitas tenaga kesehatan juga masih rendah, pengembangan karier belum berjalan, sistem penghargaan, dan sanksi belum sebagaimana mestinya. Masalah kurangnya tenaga kesehatan, baik jumlah, jenis dan distribusinya menimbulkan dampak terhadap rendahnya akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, di samping itu juga menimbulkan permasalahan pada rujukan dan penanganan pasien untuk kasus tertentu (Renstra Dinkes Pemko Medan tahun 2011-2015).

Keberadaan tenaga honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan sedikit banyak akan memberi warna bagi kualitas pelayanan. Namun setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil, Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi mengingatkan Pemerintah Daerah untuk tidak lagi merekrut tenaga honorer yang diatur pada ketentuan pasal yang ke VIII (delapan) dengan alasan: adanya anggapan bahwa tenaga honorer akan diangkat menjadi CPNS pada suatu saat, sehingga mereka enggan untuk mengikuti seleksi untuk menjadi CPNS melalui jalur umum. Hal ini dianggap berbahaya apabila suatu saat mereka akan menuntut diangkat menjadi CPNS dengan kemampuan yang tidak terpantau. Lalu setelah dilakukan kajian dan penelusuran ke sejumlah instansi, ternyata banyak rekrutmen yang tidak


(22)

14

didasarkan kepada kebutuhan pegawai. Ada sejumlah temuan bahwa tenaga honorer merupakan titipan dari sanak saudara pejabat maka selain akan menuntut diangkat, kerugian lain dari perekrutan tenaga honorer ini adalah membuat postur birokrasi membengkak sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah/Negara (APBD/APBN). (Dikutip berdasarkan pernyataan dalam tabloid mingguan : Loker Today Edisi 283 Tanggal 18-24 Juni 2012).

Walaupun Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menyatakan agar pemerintah daerah tidak lagi merekrut honorer dengan alasan rekrutmen yang dilaksanakan cenderung bermasalah sesuai dengan uraian diatas, namun sepanjang masih dibutuhkan, rekrutmen honorer tentunya tidak boleh dihentikan karena akan mengganggu pelayanan terhadap masyarakat. Maka untuk menjawab tuntutan terhadap persoalan dimaksud maka diperlukan adanya suatu mekanisme rekrutmen yang benar-benar akuntabel.

Rekrutmen adalah suatu proses penarikan, seleksi, penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan atau anggota organisasi yang sesuai dengan kebutuhan organisasi atau unit kerja. Hal ini dimaksutkan untuk menjaring orang-orang yang benar-benar kompeten agar bisa menunjang keberhasilan kinerja dari suatu instansi. Namun kecenderungan yang saat ini banyak ditemukan di dalam perekrutan tenaga honorer adalah ketidak sesuaian rekrutmen dengan kebutuhan dalam organisasi. Maka berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, “Akuntabilitas Rekrutmen Pegawai Honorer Pada Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan”.


(23)

15 1. 2 Perumusan Masalah

Dalam penelitian kualitatif, perumusan masalah merupakan fokus penelitian yang masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti masuk kelapangan atau situasi sosial tertentu. Pertanyaan penelitian dimaksudkan untuk memahami gejala yang kompleks dalam kaitannya dengan aspek-aspek lain (in context). Peneliti yang menggunakan pendekatan kualitatif, pada tahap awal penelitiannya, kemungkinan belum memiliki gambaran yang jelas tentang aspek-aspek masalah yang akan ditelitinya, ia akan mengembangkan fokus penelitian sambil mengumpulkan data. Proses ini disebut “emergent design” oleh Lincoln dan Guba dalam Sugiyono (2008: 210).

Berdasarkan latar belakang masalah diatas adapun yang menjadi rumusan masalah masalah dalam penelitian ini adalah, “Bagaimana penerapan akuntabilitas dalam perekrutan Pegawai Honor di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan?”

I. 3 Fokus Masalah

Asumsi dalam penelitian kualitatif gejala dari suatu obyek yaitu bersifat holistik (menyeluruh dan tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kualitatif tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor) dan aktivitas (activity) yang berinteraksi secara sinergis.


(24)

16

Dalam mempertajam penelitian, peneliti kualitatif menetapkan fokus. Spradley dalam Sugiyono (2007) menyatakan bahwa, “A focused refer to a single cultural domain or a few related domains” maksudnya adalah bahwa, fokus itu merupakan domain tunggal atau beberapa domain yang terkait dari situasi sosial. Dalam penelitian kualitatif, penentuan fokus dalam proposal lebih didasarkan pada tingkat kebaruan informasi yang akan diperoleh pada situasi sosial (lapangan).

Kebaruan informasi itu bisa berupa upaya untuk memahami secara lebih luas dan mendalam tentang situasi sosial, tetapi juga ada keinginan untuk menghasilkan hipotesis atau ilmu baru dari situasi sosial yang diteliti. Fokus yang sebenarnya dalam penelitian kualitatif diperoleh setelah peneliti melakukan grand tour observation dan grand tour question atau yang biasa disebut penjelajahan umum, dari penjelajahan umum ini peneliti akan memperoleh gambaran umum menyeluruh yang masih pada tahap permukaan tentang situasi sosial.

Adapun fokus masalah yang ingin peneliti lihat dalam penelitian ini adalah, “untuk melihat kesesuaian mekanisme rekrutmen dengan peraturan yang ada”, pemasalahan ini dipilih agar ada batasan yang jelas dalam pengerjaan skripsi ini sehingga hal yang diteliti menjadi lebih jelas.


(25)

17 1. 4 Tujuan Penelitian

Sejauh mana penelitian yang dilakukan tentu mempunyai sasaran yang hendak dicapai atau menjadi tujuan penelitian. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Penerapan akuntabilitas dalam perekrutan Pegawai Honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan;

2. Kendala dalam penerapan akuntabilitas perekrutan Pegawai Honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan;

3. Langkah yang ditempuh oleh pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan dalam mengatasi kendala dalam perekrutan Pegawai Honorer.

1. 5 Manfaat Penelitian

Yang menjadi manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi penulis, penelitian ini merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan berfikir melalui penelitian karya ilmiah dan untuk menerapkan teori-teori yang penulis telah terima selama masa perkuliahan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara;

2. Bagi pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan masukan untuk meningkatkan akuntabilitas dalam pelaksanaan perekrutan tenaga honorer;


(26)

18

3. Bagi Program Studi Ilmu Administrasi Negara, penelitian ini akan melengkapi ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa dan dapat menambah bahan bacaan dan atau referensi bagi terciptanya suatu karya ilmiah.

1. 6 Kerangka Teori

Teori adalah serangkaian asumsi, konsep defenisi dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan hubungan antar konsep dan kerangka teori disusun sebagai landasan berfikir untuk menunjukkan perspektif yang digunakan dalam memandang fenomena sosial yang menjadi obyek penelitian (Singarimbun, 1991:37). Sedangkan, kerangka teori adalah bagian dari penelitian, tempat peneliti memberikan penjelasan tentang hal-hal yang berhubungan dengan variabel pokok, sub variabel atau masalah pokok yang ada dalam penelitian (Arikunto, 2000: 92).

Berdasarkan uraian diatas, maka dalam kerangka teori ini penulis akan mengemukakan teori, gagasan atau pendapat yang akan dijadikan titik tolak landasan berfikir dalam penelitian. Adapun yang menjadi kerangka teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:


(27)

19 1. 6. 1 Akuntabilitas

Pengambilan keputusan dalam organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil keputusan bersama antara warga pemilih (constituency,) para pemimpin politik, teknokrat, birokrat atau administrator, serta para pelaksana dilapangan. Pertanggungjawaban dinilai sebagai suatu akuntabilitas (accountability) jika suatu lembaga harus bertanggung jawab atas kebijakan-kebijakan (policies) tertentu.

1. 6. 1. 1 Definisi

Akuntabilitas (accountability) adalah ukuran yang menunjukkan apakah aktifitas birokrasi publik atau pelayanan yang dilakukan oleh pemerintah sudah sesuai dengan norma dan nilai yang dianut oleh rakyat dan apakah pelayanan publik tersebut mampu mengakomodasi kebutuhan rakyat yang sesungguhnya.

Prof Miriam Budiardjo mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu”. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances system). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers


(28)

20

yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat.

Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003), Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

Dengan demikian akuntabilitas terkait dengan lembaga eksekutif pemerintah yang tugas utamanya adalah melayani rakyat harus bertanggungjawab kepada rakyat secara langsung maupun tidak langsung. Dengan bahasa yang sederhana Starling (1998) dalam Kumorotomo (2005:3-4) mengatakan bahwa akuntabilitas ialah kesediaan untuk menjawab pertanyaan publik,

“ A good synonym for the term accountability is answerability. An organization must be answerable to someone or something outside itself. When things go wrong, someone must be held responsible. Unfortunately, a frequently heard charge is that government is faceless and that, consequently, affixing blame is difficult”.

1. 6. 1. 2 Prinsip-Prinsip Akuntabilitas

Prinsip akuntabilitas publik adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraan pelayanan dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang


(29)

21

berkepentingan dengan pelayanan tersebut. Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah :

a. Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah : pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis dan tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan; pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders; adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah sesuai dengan visi dan misi organisasi, serta standar yang berlaku; adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi; konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut.

b. Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah: penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal; akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan cara-cara mencapai sasaran suatu program; akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah.


(30)

22 1. 6. 1. 3 Jenis-Jenis Akuntabilitas

Ferlie Et Al (1997) dalam Kumorotomo (2005:4) membedakan beberapa model akuntabilitas, yakni akuntabilitas ke atas (accountability up wards), akuntabilitas kepada staff (accountability to staff) akuntabilitas ke bawah (accountability downwards), akuntabilitas yang berbasis pasar (marked based form accountability) dan akuntabilitas kepada diri sendiri (self accountability). Dua model akuntabilitas yang pertama sesungguhnya tidak banyak berbeda dengan konsep-konsep tentang kontrol, pengawasan atau pengendalian didalam birokrasi publik. Kemudian konsep accountability downwards terkait dengan konsep demokrasi partisipatif, bahwa aktifitas politik dan pelayanan publik harus memiliki kaitan yang erat dengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil rakyat dan masyarakat pada tingkat lokal. Sedangkan konsep market based form of accountability mengutamakan adanya kompetisi dan mekanisme pasar yang memungkinkan rakyat mempunyai pilihan yang lebih banyak terhadap kualitas pelayanan yang dikehendakinya. Pemerintah harus mampu memperluas alternatif penyedia pelayanan publik serta menunjang informasi atau menetapkan standar yang dapat menjamin adanya akuntabilitas yang baik dalam pelayanan publik, kemudian juga terdapat self accountability yang pada dasarnya merupakan proses akuntabilitas internal yang sangat tergantung pada penghayatan nilai-nilai moral etika para pejabat birokrat yang melaksanakan tugas pelayanan publik.


(31)

23 1. 6. 2 Rekrutmen

Pengadaan (procurement) adalah fungsi operasional pertama manajemen sumber daya manusia (MSDM). Pengadaan karyawan merupakan masalah penting, sulit dan kompleks karena untuk mendapatkan dan menempatkan orang-orang yang kompeten, serasi, serta efektif tidaklah semudah membeli dan menempatkan mesin karena karyawan adalah aset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktifitas organisasi.

Menurut Malayu Hasugian (2005:27), Pengadaan karyawan harus didasarkan pada prinsip apa baru siapa, apa artinya kita harus terlebih dahulu menetapkan pekerjaan-pekerjaannya berdasarkan uraian pekerjaan (job description). Siapa artinya kita baru mencari orang-orang yang tepat untuk menduduki jabatan tersebut berdasarkan spesifikasi pekerjaan (job specification). Hal ini mengisyaratkan bahwa pengadaan karyawan merupakan langkah pertama dan yang mencerminkan berhasil tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya.

1. 6. 2. 1 Definisi rekrutmen

Menurut Musanef (1990:108), rekrutmen adalah suatu usaha untuk mencari dan mendapatkan calon-calon pegawai yang melamar jabatan yang lowong, guna mendapatkan sebanyak mungkin calon/pelamar yang memenuhi syarat-syarat menurut job description dan analisa yang diminta untuk jabatan yang lowong pada suatu organisasi. Ini berarti melalui program penarikan pegawai,


(32)

24

organisasi hanya dapat memperoleh sekelompok pelamar yang benar-benar sesuai dengan tuntutan jabatan (job requirement), yang sebelumnya telah terurai secara rinci dalam uraian jabatan (job description), spesifikasi jabatan (job specification), dan penampilan jabatan (job performance standard), untuk dipilih calon-calon yang terbaik dan cakap diantara mereka.

Menurut Hermein Nasution (2005:39), rekrutmen adalah suatu keputusan tentang dimana dan bagaimana caranya mencari calon-calon tenaga kerja, pada saat yang tepat agar melamar dengan posisi yang dibutuhkan organisasi, baik dari dalam maupun dari luar organisasi, seperti ditetapkan di dalam perencanaan sumber daya manusia.

Sedangkan Edwin B. Flippo (1990:56), mendefinisikan bahwa penarikan calon pegawai/tenaga kerja adalah proses pencarian tenaga kerja yang dilakukan secara seksama, sehingga dapat merangsang mereka untuk mau melamar jabatan-jabatan tertentu yang ditawarkan oleh organisasi.

Berdasarkan defenisi-defenisi diatas, dapat ditarik suatu pandangan umum bahwa: “Penarikan calon pegawai merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, guna memperoleh calon-calon pegawai yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu jabatan tertentu, yang dibutuhkan suatu organisasi”.


(33)

25 1. 6. 3 Tenaga Honorer

Menurut Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005, Tenaga Honorer adalah seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dalam hal ini Pejabat Pembina Kepegawaian yang dimaksut adalah pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan, dan memberhentikan Pegawai Negeri Sipil di lingkungannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Instansi pemerintah pusat dan instansi pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.

1. 6. 4 Perekrutan Tenaga Honorer

Indonesia adalah negara kesatuan, dimana terdapat “the habitual exercise of supreme legislative authority by one central power” Dicey (2009) dalam Kumorotomo (2010). Sistem kepegawaian yang ditunjuk oleh UU no 32 tahun 2004 menghendaki adanya manajemen kepegawaaian nasional dengan menggunakan integrated system untuk menjaga persatuan dan kesatuan nasional dan memangkas etnosentrisme pegawai daerah.

Sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004, sistem kepegawaian yang dipakai di Indonesia adalah menganut integrated system dimana dalam pasal 129 dinyatakan bahwa pemerintah melaksanakan pembinaan manajemen PNS Daerah,


(34)

26

yang meliputi penetapan formasi, pengadaan, pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pension, gaji, tunjangan, kesejahteraan, hak dan kewajiban, kedudukan hukum, pengembangan kompetensi dan pengendalian jumlah (Kumorotomo, 2010:207).

1. 6. 4. 1 Proses Formasi

Sebelum melakukan perekrutan pegawai didahului proses Formasi Pegawai. Menurut Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang dimaksud formasi adalah jumlah dan susunan pangkat pegawai Negeri Sipil yang diperlukan oleh suatu satuan organisasi negara untuk mampu melaksanakan tugas pokok untuk jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh menteri yang bertanggung jawab dalam bidang penerbitan dan penyempurnaan Aparatur Negara.

Tujuan penetapan formasi sesuai dengan PP Nomor 54 Tahun 2003 ada beberapa tahapan dan persyaratan yaitu:

1. Dasar Penyusunan Formasi

Pada umumnya dasar-dasar yang digunakan untuk menetapkan formasi suatu unit organisasi adalah:

a. Jenis pekerjaan, yaitu: Macam-macam pekerjaan yang harus dilakukan oleh suatu unit organisasi dalam melaksanakan tugas pokoknya, umpamanya pekerjaan mengetik, jaga malam, mengobati penyakit, dan lain-lain. Jenis- jenis pekerjaan yang ada dalam setiap departemen dan lembaga harus dikumpulkan, dikelompokkan, dan disusun secara sistematis, sehingga mudah dicari apabila diperlukan.

Pada pokoknya, jenis-jenis pekerjaan itu dapat dikelompokkan ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang bersifat umum dan jenis-jenis pekerjaan yang bersifat khusus. Jenis-jenis pekerjaan yang bersifat umum, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang ada di setiap departemen dan lembaga seperti mengetik, urusan kepegawaian, urusan keuangan dan lain-lain. Jenis pekerjaan yang


(35)

27

bersifat khusus, yaitu jenis-jenis pekerjaan yang hanya ada pada departemen atau lembaga tertentu, seperti pekerjaan mengobati penyakit hanya ada pada lingkungan Departemen Kesehatan, memeriksa perkara hanya ada pada lingkungan kejaksaan dan pengadilan, dan lain-lain.

b. Sesudah jenis pekerjaan yang diketahui, maka harus pula diketahui sifat dari masing-masing pekerjaan itu. Dalam menentukan sifat pekerjaan dapat ditinjau dari beberapa sudut, umpamanya dari sudut waktu kerja, sudut pemusatan perhatian, sudut resiko pribadi yang mungkin timbul dalam melaksanakan pekerjaan, dan lain-lain.

c. Perkiraan beban kerja, yaitu frekuensi kegiatan rata-rata dari masing-masing jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya beban kerja itu dapat dibagi dalam beban kerja yang dapat diukur, beban kerja yang sulit diukur, dan beban kerja yang tidak mungkin diukur.

d. Perkiraan kapasitas pegawai, yaitu perkiraan kemampuan rata-rata seorang pegawai untuk menyelesaikan suatu jenis pekerjaan dalam jangka waktu tertentu. Perkiraan kapasitas pegawai perlu diketahui untuk menentukan jumlah pegawai yang diperlukan untuk masing-masing jenis pekerjaan. Walaupun jenis pekerjaan sama, tetapi beban kerja dan perkiraan kapasitas pegawai berlainan pula jumlah pegawai yang diperlukan.

e. Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan, yaitu kebijakan pelaksanaan pekerjaan apakah dilakukan sendiri ataupun diborongkan (outsourcing). Kebijaksanaan pelaksanaan pekerjaan untuk suatu jenis pekerjaan sangat besar pengaruhnya terhadap penentuan jumlah pegawai.

f. Jenjang dan jumlah jabatan dan pangkat yang tersedia dalam suatu organisasi mempunyai pengaruh dalam penyusunan formasi, karena piramida jabatan dan pangkat yang serasi adalah merupakan salah satu syarat mutlak untuk dipelihara oleh suatu organisasi yang baik. Sebagaimana diketahui, bahwa semakin tinggi suatu pangkat atau jabatan semakin terbatas jumlahnya, oleh sebab itu, makin terbatas pula jumlah Pegawai yang mungkin mencapai jabatan atau pangkat yang lebih tinggi itu.

g. Alat yang tersedia atau diperkirakan dalam melaksanakan tugas. Makin tinggi mutu peralatan dan tersedia dalam jumlah yang cukup, dapat mengakibatkan makin sedikit jumlah Pegawai yang diperlukan untuk mengerjakan suatu jenis pekerjaan tertentu. Tetapi makin menghendaki kualitas yang makin tinggi.

2. Sistem Penyusunan Formasi

Dalam penyusunan formasi, pada umumnya ada 2 (dua) sistem yang biasanya digunakan yaitu:

a. Sistem sama yakni sistem yang menentukan jumlah dan kualitas yang sama baik semua unit organisasi yang sama, dengan tidak memerhatikan besar kecilnya beban kerja. Sistem ini biasanya digunakan pada organisasi yang sudah distandarisasikan.


(36)

28

b. Sistem ruang lingkup yakni suatu sistem yang menentukan jumlah dan kualitas berdasarkan jenis, sifat, dan beban kerja yang dipikulkan pada unit organisasi itu. Menurut sistem ini, walaupun tingkat satuan organisasi sama, tetapi kalau beban kerjanya berlainan, maka berlainan pula jumlah pegawai yang ditentukan bagi masing-masing unit organisasi itu.

3. Analisis Kebutuhan Pegawai

Untuk dapat menyusun formasi yang tepat, maka harus disusun lebih dahulu “analisis kebutuhan pegawai”. Analisis kebutuhan pegawai adalah suatu proses menganalisis secara logis dan teratur untuk dapat mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang diperlukan oleh suatu unit organisasi agar mampu melaksanakan tugasnya serta berdaya guna, berhasil guna, dan berkelangsungan.

Tujuan dari analisis kebutuhan pegawai adalah sebagai salah satu usaha agar setiap pegawai yang ada pada setiap unit organisasi mempunyai pekerjaan. Salah satu alat untuk membuat analisis kebutuhan Pegawai adalah adanya uraian jabatan (job description) yang tersusun rapi. Dengan adanya uraian jabatan, maka dapatlah diketahui jenis jabatan, ruang lingkup tugas yang dapat dilaksanakan, sifat pekerjaan, syarat-syarat pejabat, dan dapat pula diketahui perkiraan kapasitas pegawai dalam jangka waktu tertentu.

4. Anggaran Belanja Negara yang Tersedia

Anggaran Belanja yang dapat disediakan oleh negara sangat menentukan pelaksanaan pemenuhan formasi. Karena, walaupun formasi telah disusun secara tepat berdasarkan norma-norma yang rasional, tetapi akhirnya tetaplah anggaran belanja yang dapat disediakan negara yang menetukan, apakah formasi yang telah disusun itu dapat terpenuhi atau tidak.

1. 6. 4. 2 Proses Pengadaan Tenaga Honorer

Setelah melalui formasi, maka tahapan selanjutnya adalah hasil dari formasi tersebut dijadikan dasar untuk melakukan pengadaan atau tenaga honorer. Pengadaan tenaga honorer adalah proses kegiatan untuk mengisi formasi yang lowong. Lowongan formasi dalam suatu satuan organisasi Negara pada umumnya disebabkan oleh 2 (dua) yaitu, adanya tenaga honorer yang berhenti atau adanya perluasan organisasi Karena pengadaan Pegawai Negeri Sipil ini adalah untuk keperluan, baik dalam arti jumlah, maupun dalam arti mutu.


(37)

29

Kebijakan pengadaan PNS ini diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 tentang Pengadaan Pegawai Negeri sipil.

Pengadaan pegawai dilakukan mulai dari perencanaan, pengumuman, pelamaran, penyaringan sampai pada pengangkatan tenaga honorer. Secara prinsip, pengadaan dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan organisasi dan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas. Pendekatan pegawai menggunakan pendekatan zero growth dimana pengadaan pegawai didasarkan untuk mengantikan pegawai yang pensiun. Jadi, pengadaan pegawai/tidak mesti dilakukan tiap tahun.

Proses pengadaan pada dasarnya meliputi kegiatan-kegiatan: 1. Pengidentifikasian kebutuhan untuk melakukan pengadaan; 2. Mengindentifikasi persyaratan kerja;

3. Menetapkan sumber-sumber kandidat; 4. Menyeleksi kandidat;

5. Memberitahukan hasilnya kepada para kandidat; 6. Menunjuk kandidat yang lolos seleksi

Instansi yang menetapkan jumlah pegawai yang direkrut, yaitu Badan Kepegawaian Negara dan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (Menpan) karena terkait dengan anggaran yang masih menanggung semua gaji PNS. Sedangkan instansi yang berwenang melakukan rekrutmen pada pemerintah pusat adalah biro/bagian kepegawaian dari masing-masing instansi, sedang di


(38)

30

daerah yang bertanggung jawab adalah Badan Kepegawaian Derah (BKD). Adapun beberapa aturan dalam proses pengadaan Pegawai Negeri Sipil antara lain:

1. Persyaratan

Syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar untuk menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil sesuai dengan UU No 32 tahun 2004, yaitu:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, berusia sekurang-kurangnya 18 tahun dan setingi-tinginya 35 tahun;

c. Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan. Dalam ketentuan ini, tidak termasuk bagi mereka yang dijatuhi hukuman percobaan; d. Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan

sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;

e. Tidak berkedudukan sebagai Calon/Pegawai Negeri:

f. Mempunyai pendidikan, kecakapan, keahlian, dan keterampilan yang diperlukan; Berkelakuan baik;

g. Sehat jasmani dan rohani;

h. Bersedia ditempatkan diseluruh wilayah Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh pemerintah; dan

i. Syarat lain yang ditentukan dalam persyaratan jabatan. 2. Pengumuman

Setiap pengadaan Pegawai Negeri Sipil harus diumumkan seluas-luasnya melalui media masa yang tersedia dan/atau bentuk lain yang mungkin digunakan agar diketahui oleh umum. Dengan pengumuman tersebut, di samping untuk memberikan kesempatan yang luas kepada Warga Negara Indonesia, juga lebih memungkinkan bagi Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah untuk mencari Calon Pegawai Negeri Sipil yang cakap dalam menjalankan tugas yang dibebankan kepadanya. Pengumuman penerimaan pegawai harus sudah dilakukan selambat-lambatnya 15 hari sebelum penerimaan lamaran. Dalam pengumuman dicantumkan antara lain:

a. Jumlah dan jenis jabatan yang lowong; b. Kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan; c. Syarat yang harus dipenuhi oleh pelamar; d. Alamat dan tempat lamaran ditujukan; e. Batas waktu pengajuan surat lamaran;

f. Waktu dan tempat seleksi; dan Lain-lain yang dianggap perlu. 3. Pelamaran

Surat lamaran ditulis tangan sendiri. Surat lamaran ditujukan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian yang bersangkutan dengan melampirkan:


(39)

31

b. Kartu tanda pencari kerja dari Departemen/ Dinas Tenaga Kerja setempat.

c. Pas foto menurut ukuran dan jumlah yang ditentukan. 4. Penyaringan

Penyaringan pelamar dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu pemeriksaan administratif dan ujian penyaringan dalam pemeriksaan administratif, surat lamaran yang diterima diperiksa dan diteliti apakah sesuai dengan persyaratan yang diperlukan. Pemeriksaan surat lamaran secara fungsional oleh pejabat yang diserahi tugas urusan kepegawaian. Surat lamaran yang tidak memenuhi syarat administratif dikembalikan dan disebutkan alasan pengembaliannya. Surat lamaran yang memenuhi mengikuti ujian penyaringan. Pada umumnya materi ujian penyaringan terdiri dari:

a. Pemeriksaan/tes administrasi untuk mencocokkan pelamar data pelamar dengan formasi yang ada;

b. Tes kompetensi/ akademik. Lingkup materi tes kompetensi disesuaikan dengan tingkat kepentingannya oleh Tim Psikologis; c. Tes kesehatan dilaksanakan oleh Tim Kesehatan yang ditunjuk;

dan

d. Tes wawancara.

Adapun materi tes seleksi meliputi:

a. Tes pengetahuan umum; materi tes yang diberikan meliputi: Bahasa Indonesia, falsafah/idiologi Negara, Garis-garis Besar Haluan Negara, Tata Negara Indonesia, Sejarah Indonesia, Kebijaksanaan Pemerintah.

b. Bahasa Inggris;

c. Tes Pengetahuan Akademik; d. Psikotes; dan

e. Wawancara.

5. Pengumuman Pelamar yang Diterima

Pejabat Pembina Kepegawaian menetapkan pelamar yang diterima berdasarkan jumlah lowongan dan kualifikasi pendidikan yang dibutuhkan. Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk mengumumkan nomor peserta ujian yang diterima melalui media masa atau dalam bentuk lainnya. Di samping pengumuman melalui media masa, kepada pelamar yang diterima disampaikan pemberitahuan secara tertulis melalui surat tercatat. Dalam pengumuman dan surat pemberitahuan tersebut diberitahukan kapan, kepada pejabat mana, dan batas waktu untuk melapor. Batas waktu melapor sekurang-kurangnya 14 hari kerja terhitung mulai tanggal dikirimkan surat pemberitahuan tersebut. Apabila pelamar yang dipanggil sampai batas waktu yang ditentukan tidak melapor, maka dianggap mengundurkan diri. Pelamar yang ditetapkan diterima wajib melengkapi dan menyerahkan kelengkapan administrasi kepada Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain yang ditunjuk, yaitu:

a. Foto copy ijazah/STTB yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang.

b. Daftar riwayat hidup sesuai ketentuan yang belaku. c. Pasfoto ukuran 3x4 cm sesuai kebutuhan.


(40)

32

e. Surat keterangan sehat rohani dan jasmani serta tidak mengkonsumsi/menggunakan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif lainnya dari dokter.

f. Asli kartu pencari kerja dari Dinas Tenaga Kerja. g. Surat pernyataan tentang:

1) Tidak pernah dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukumyang tetap, karena melakukan suatu tindak pidana kejahatan;

2) Tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;

3) Tidak berkedudukan sebagai Calon/ Pegawai Negeri;

4) Bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Republik Indonesia atau negara lain yang ditentukan oleh Pemerintah;

5) Tidak menjadi anggota/pengurus partai politik.

Catatan: Bagi yang sebelumnya telah menjadi pengurus dan I atau anggota partai politik harus melampirkan surat pernyataan telah melepaskan keanggotaan dan/atau kepengurusan dari partai politik yang diketahui oleh pengurus partai politik yang bersangkutan.

h. Foto copy sah surat keterangan dan bukti pengalaman kerja bagi yang telah mempunyai pengalaman bekerja.

Khusus bagi yang pada saat diangkat sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil berusia lebih dari 35 (tiga puluh lima) tahun dan tidak lebih dari 40 (empat puluh) tahun, harus melampirkan surat keputusan pengangkatan dan surat keterangan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan masih melaksanakan tugasnya pada instansi pemerintah.

1. 7 Definisi Konsep

Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 2006: 33), sehingga dengan konsep maka peneliti akan bisa memahami unsur-unsur yang ada dalam penelitian baik variabel, indikator, parameter maupun skala pengukuran yang dikehendaki di


(41)

33

dalam penelitian. Oleh sebab itu, untuk lebih memperjelas pemahaman dalam tulisan ini yang menjadi definisi konsep dalam tulisan ini adalah :

1. Akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan pertanggungjawaban atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.

2. Rekrutmen merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terencana, guna memperoleh calon-calon pegawai yang memenuhi syarat-syarat yang dituntut oleh suatu jabatan tertentu, yang dibutuhkan suatu organisasi yang dilaksanakan dengan pengimplementasian prinsip-prinsip akuntabilitas didalamnya sehingga bisa dipertanggungjawabkan kepada tingkat pemerintahan yang lebih tinggi maupun kepada masyarakat yang dilaksanakan setelah keluarnya Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005. 3. Tenaga honorer dalam penelitian ini adalah tenaga kesehatan yang

berstatus honor daerah pada Unit Pelayanan Kesehatan Pemerintah Kota Medan. Seseorang yang diangkat oleh Pejabat Pembina Kepegawaian atau pejabat lain dalam pemerintahan untuk melaksanakan tugas tertentu pada instansi kesehatan pemerintah atau yang penghasilannya menjadi beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.

4. Akuntabilitas rekrutmen honorer yang dimaksut untuk diteliti adalah bagaimana kesesuaian pelaksanaan perekrutan tenaga honorer oleh Dinas


(42)

34

Kesehatan Pemerintah Kota Medan dengan peraturan yang ada yakni Peraturan Pemerintah no. 48 tahun 2005.


(43)

35 1. 7 Sistematika Penulisan

BAB I Pendahuluan

Bab ini memuat latar belakang masalah, perumusan masalah, fokus masalah, kerangka teori, defenisi konsep dan sistematika penulisan.

BAB II Metodologi Penelitian

Bab ini memuat metode penelitian yaitu metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB III Deskripsi Lokasi Penelitian

Bab ini menguraikan tentang gambaran dan karakteristik lokasi penelitian.

BAB IV Penyajian data

Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis.

BAB V Kesimpulan dan Saran

Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari analisa data yang didapat dari hasil penelitian lapangan dan dokumentasi.


(44)

36 BAB II

METODE PENELITIAN

II. 1 Bentuk Penelitian

Berbicara tentang bentuk penelitian, lazimnya dunia keilmuan membagi bentuk penelitian kedalam bentuk kualitatif dan kuantitatif. Penelitian kualitatif menghendaki suatu informasi dalam bentuk deskripsi dan lebih menghendaki makna yang berada di balik deskripsi data tersebut (Hamidi, 2004:70).

Menurut Zuriah (2006: 47) penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian- kejadian secara sistematis dan akurat diiringi dengan intepretasi rasional yang akurat. Penelitian ini tidak menguji hipotesa, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan apa yang diteliti. Hanya dengan demikian dapat ditegaskan bahwa penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan untuk memahami fenomena yang terjadi di lapangan.

Bentuk penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk melihat bagaimana implementasi akuntabilitas rekrutmen honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan. Berhubung hal yang akan saya teliti adalah sebuah fenomena sosial maka dibutuhkan informasi mendalam melalui pendeskripsian berdasarkan ungkapan, bahasa dan cara berfikir masing-masing informan sehingga pada


(45)

37

ahirnya dapat terungkap makna yang sebenarnya dari pendeskripsian informasi tersebut.

II. 2 Lokasi Penelitian

Penelitian “Akuntabilitas Rekrutmen Tenaga Honorer”, dilakukan di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan yang terletak di Jl. Rotan- Medan Petisah

II. 3 Informan Penelitian

Penelitian kualitatif tidak dimaksutkan untuk membuat generalisasi dari hasil penelitian. Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif tidak dikenal adanya populasi dan sampel (Suyanto, 2005:171). Subyek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditentukan secara sengaja. Subyek penelitian inilah yang akan menjadi informan yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses penelitian. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti menentukan informan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan informan secara sengaja dan informan yang digunakan adalah mereka yang benar-benar paham dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap dan mengetahui masalahnya secara mendalam mengenai permasalahan yang diteliti (Suyanto, 2005: 171-172). Maka informan yang peneliti tentukan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Informan kunci adalah Sekretaris Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan yang diwakili oleh Kepala Sub Bagian Umum Kesehatan


(46)

38

Pemerintah Kota Medan. Beliau dipilih karena kepada beliau lah setiap aktifitas organisasi dipertanggungjawabkan sehubungan dengan masalah kepegawaian.

2. Informan utama dalam penelitian adalah Kepala Sub Bagian Keuangan dan Perlengkapan Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan. Beliau dipilih karena beliau terlibat langsung dalam kegiatan rekrutmen tenaga honorer di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan.

3. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pegawai yang bekerja di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan yang berstatus sebagai pegawai tetap dan pegawai honorer yakni masing-masing satu orang, mereka dianggap memiliki informasi yang dapat digunakan sebagai pembanding dalam penelitian ini.

II. 4 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai sumber dan berbagai cara. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer, yaitu teknik pengumpulan data yang langsung dilakukan pada lokasi penelitian. Adapun teknik pengumpulan data yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode wawancara, yaitu dengan cara wawancara mendalam untuk memperoleh data yang lengkap dan mendalam dari informan. Metode ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung dan terbuka terhadap informan. Diluar dari metode wawancara masih ada


(47)

39

metode pengumpulan data yang tidak peneliti pakai dalam penelitian ini karena pengambilan informan yang bersifat purposive sampling sehingga pengumpulan data dengan kuesioner dianggap tidak relevan dan karena rentang waktu kejadian rekrutmen tidak lagi berlangsung maka observasi juga tidak memungkinkan untuk dilakukan.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui studi bahan-bahan kepustakaan yang diperlukan untuk mendukung data-data primer. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut: (a) Studi Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan catatan-catatan yang ada dilokasi penelitian serta sumber-sumber lain yang relevan dan ada di lokasi penelitian itu. (b) Studi Kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah dan sumber-sumber bacaan lainnya yang berkitan dengan penelitian ini.

II. 5 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif instrumen utamanya adalah peneliti itu sendiri, yang bertindak sebagai perencana, pelaksana, dalam pengumpulan data, melakukan analisis, menafsirkan data, menulis laporan penelitian. Namun selanjutnya setelah fokus utama jelas, maka perlu dikembangkan suatu pedoman penelitian dalam bentuk pedoman wawancara untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini.


(48)

40 II. 6 Teknik Analisa Data

Nasution (1988) dalam Sugiyono (2008:244) berpendapat bahwa: ”melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari sendiri metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitiannya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda”.

Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian dan selama proses penelitian dilaksanakan. Karena data dikumpulkan dengan cara yang bermacam-macam (triangulasi) sampai datanya jenuh, data yang dikumpulkan bisa saja memiliki variasi yang tinggi. Setelah data diperoleh, kemudian dikumpulkan untuk diolah secara sistematis, dimulai dari mengatur urutan data, mengorganisasikannya kedalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis data kualitatif yaitu menguraikan serta menginterpetasikan data yang didapat dari lapangan melalui informan. Penganalisisan ini didasarkan pada kemampuan nalar dalam menghubungkan fakta, data dan informasi, kemudian data yang telah diperoleh akan dianalisis sehingga diharapkan muncul gambaran yang dapat mengungkapkan permasalahan penelitian sehingga kemudian dapat ditarik suatu kesimpulan.


(49)

41 BAB III

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

III. 1 Gambaran Umum

Dinas Kesehatan Kota Medan merupakan unsur pelaksana Pemerintah Kota Medan dalam bidang kesehatan mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagaian urusan rumah tangga daerah dalam bidang kesehatan yang antara lain:

1. Menunjang tercapainya usaha kesejahteraan masyarakat di bidang Kesehatan dan melaksanakan tugas pembantuan sesuai dengan bidang tugasnya.

2. Merencanakan dan melaksanakan kegiatan, pemberantasan, pengawasan penyakit Menular dan penelitian kemungkinan terjadinya wabah penyakit; 3. Melaksanakan pelayanan umum bidang kesehatan;

4. Melaksanakan pemberian perizinan bidang kesehatan;

5. Melaksanakan seluruh kewenangan yang ada sesuai dengan bidang tugasnya;

6. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

III. 2 Visi, Misi, Tujuan, Nilai-Nilai dan Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan

III. 2. 1 Visi Dinas Kesehatan Kota Medan

Visi adalah cara pandang jauh ke depan kemana Dinas Kesehatan Kota Medan harus dibawa agar dapat eksis, antisipatif , dan inovatif secara umum Visi adalah pandangan ideal masa depan yang ingin diwujudkan Instansi Pemerintah. Pernyataan Visi ini merupakan suatu gambaran yang menantang tentang keadaan masa depan yang ingin dicapai oleh Dinas Kesehatan Kota Medan. Visi Dinas


(50)

42

Kesehatan Kota Medan dapat dirumuskan sebagai berikut: “MASYARAKAT MEDAN SEHAT SEJAHTERA”.

Penjelasan dari Visi tersebut di atas adalah sebagai berikut :

1. Masyarakat Medan, mengandung arti bahwa sasaran kerja dari Dinas Kesehatan Kota Medan adalah seluruh masyarakat yang berada di wilayah kerja pemerintah kota Medan.

2. Sehat, diartikan sebagai cara berpikir masyarakat kota Medan yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai kesehatan yang pada akhirnya mewujudkan lingkungan yang sehat serta perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Sejahtera, mengandung arti bahwa masyarakat kota Medan dengan cara berpikir yang selalu dilandasi oleh nilai-nilai kesehatan, akan memperoleh kesejahteraan, terutama dibidang kesehatan, yang pada gilirannya akan mempengaruhi pencapaian derajat kesejahteraan secara umum.

III. 2. 2 Misi Dinas Kesehatan Kota Medan

Untuk merealisasikan dan mewujudkan visi, maka dijabarkan misi yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu. Misi merupakan sesuatu yang harus dilaksanakan agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil sesuai dengan Visi yang ditetapkan. Misi Dinas Kesehatan Kota Medan, yaitu :

1. Menggerakkan Pembangunan Kota Berwawasan Kesehatan Para penanggungjawab program pembangunan di Pemerintahan Kota Medan harus memasukkan pertimbangan kesehatan dalam semua kebijaksanaan pembangunannya. Program pembangunan yang tidak berkontribusi positif terhadap kesehatan apalagi yang berdampak negatif, seharusnya tidak dilaksanakan. Untuk itu, maka seluruh elemen dari sistem pemerintahan kota harus berperan sebagai pengerak utama pembangunan Kota Medan menuju Kota Metropolitan yang Modern, Madani dan Relijius berwawasan kesehatan.

2. Mendorong Kemandirian Masyarakat untuk Hidup Sehat Sehat merupakan hak asasi sehingga setiap individu berhak mendapatkan pelayanan kesehatan. Disamping itu sehat juga merupakan investasi, yaitu bahwa derajat kesehatan yang optimal akan dapat dicapai melalui investasi baik pemerintah maupun individu. Dengan demikian diharapkan terciptanya suatu kondisi dimana masyarakat menyadari, mau dan mampu untuk mengenali, mencegah, dan mengatasi permasalahan kesehatan yang


(51)

43

dihadapi, sehingga dapat bebas dari gangguan kesehatan, baik yang disebabkan karena penyakit termasuk gangguan kesehatan akibat

bencana, maupun lingkungan dan perilaku yang tudak mendukung untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan Meningkatkan Profesionalisme Layanan Kesehatan Sesuai dengan paradigma sehat, Dinas kesehatan harus mengutamakan pada upaya kesehatan masyarakat yang dipadukan secara serasi dan seimbang dengan upaya kesehatan perorangan. Dinas Kesehatan melakukan revitalisasi sistem kesehatan dasar dan rujukannya dengan memperluas jaringan yang efektif dan efisien, serta peningkatan kualitas pelayanan sesuai standar yang ditetapkan. Sejalan dengan upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan, harus dilakukan pula peningkatan jumlah dan kualitas sumberdaya manusia kesehatan, yang terdistribusi sesuai kebutuhan pelayanan kesehatan. Perlu juga ditunjang dengan administrasi kesehatan dan peraturan perundang-undangan yang memadai, serta pengembangan kesehatan.

III. 2. 3Tujuan Dinas Kesehatan Kota Medan

Misi dijabarkan dan dituangkan dalam tujuan dan sasaran stratejik organisasi berdasarkan hasil analisis lingkungan internal dan eksternal yang merupakan kondisi spesifik yang ingin dicapai oleh organisasi dalam memenuhi visi dan misinya. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan kembali dalam konsepsi yang lebih operasional dalam bentuk strategi.

Tujuan merupakan penjabaran atau implementasi dari pernyataan misi dan merupakan hasil akhir apa yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sampai dengan 5 (lima) tahun serta harus konsisten dengan tugas dan fungsinya secara kolektif untuk menggambarkan arah strategik organisasi dan perbaikan-perbaikan yang ingin diciptakan. Rumusan tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Terwujudnya lingkungan pemukiman, industri dan perdagangan yang sehat.


(52)

44

2. Terciptanya sarana pendidikan, pariwisata dan sarana umum yang sehat. 3. Terwujudnya masyarakat yang mampu melakukan upaya kesehatan yang

paripurna.

4. Meningkatnya kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia kesehatan. 5. Tersedianya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan.

6. Meningkatnya pelayanan kesehatan yang berkualitas dan mudah diakses oleh masyarakat.

7. Terpenuhinya pembiayaan operasional dinas kesehatan.

III. 2. 4 Nilai-Nilai Dinas Kesehatan Kota Medan

Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Medan menganut dan menjunjung tinggi nilai-nilai yaitu:

1. Pro Rakyat

Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Medan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan haruslah menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.

2. Inklusif

Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kota Medan saja. Dengan demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput.

3. Responsif

Program kesehatan haruslah sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula.

4. Efektif

Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan, dan bersifat efisien.

5. Bersih

Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.


(53)

45

III. 2. 5 Sasaran Strategis Dinas Kesehatan Kota Medan

Sasaran strategis dalam pembangunan kesehatan tahun 2010- 2014, yaitu: 1. Meningkatnya status kesehatan dan gizi masyarakat, dengan :

a. Meningkatnya umur harapan hidup dari 70,7 tahun menjadi 72 tahun;

b. Menurunnya angka kematian ibu melahirkan dari 228 menjadi 118 per 100.000 kelahiran hidup;

c. Menurunnya angka kematian bayi dari 34 menjadi 24 per 1.000 kelahiran hidup;

d. Menurunnya angka kematian neonatal dari 19 menjadi 15 per 1.000 kelahiran hidup;

e. Menurunnya prevalensi anak balita yang pendek (stunting) dari 36,8 persen menjadi kurang dari 32 persen;

f. Persentase ibu bersalin yang ditolong oleh nakes terlatih (cakupan PN) sebesar 90%;

g. Persentase Puskesmas rawat inap yang mampu PONED sebesar 100%;

h. Persentase RS Kab/Kota yang melaksanakan PONEK sebesar 100%;

i. Cakupan kunjungan neonatal lengkap (KN lengkap) sebesar 90%. 2. Menurunnya angka kesakitan akibat penyakit menular, dengan:

a. Menurunnya prevalensi Tuberculosis dari 235 menjadi 224 per 100.000 penduduk;

b. Menurunnya kasus malaria (Annual Paracite Index-API) dari 2 menjadi 1 per 1.000 penduduk;

c. Terkendalinya prevalensi HIV pada populasi dewasa dari 0,2 menjadi dibawah 0,5%;

d. Meningkatnya cakupan imunisasi dasar lengkap bayi usia 0-11 bulan dari 80% menjadi 90%;

e. Persentase Kelurahan yang mencapai UCI dari 80% menjadi 100%;

f. Angka kesakitan DBD dari 55 menjadi 51 per 100.000 penduduk. 3. Menurunnya disparitas status kesehatan dan status gizi antar wilayah dan

antar tingkat sosial ekonomi serta gender, dengan menurunnya disparitas separuh dari tahun 2009.

4. Meningkatnya penyediaan anggaran publik untuk kesehatan dalam rangka mengurangi risiko finansial akibat gangguan kesehatan bagi seluruh penduduk, terutama penduduk miskin.

5. Meningkatnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) pada tingkat rumah tangga dari 50 persen menjadi 70 persen.


(54)

46 III. 3 Struktur Organisasi


(1)

82

dilaksanakan sesuai ketentuan yang ada. Hal yang perlu diperhatikan dalam masalah ini adalah pola rekrutmennya yang harus dilaksanakan sesuia dengan kebutuhan dan kemampuan keuangan dari dinas, karena selain janggal, proses seperti ini mengakibatkan terbukanya kesempatan dalam penyelewengan kekuasaan dan kewenangan dari birokrat.

Kesempatan untuk menyelewengkan kekuasaan dan menyalahgunakan kewenangan tersebut ada disebabkan oleh para pemangku jabatan lebih sering menganggap jabatan berada diatas norma serta ketentuan yang ada (regulation by the person not by law) sehingga sering sekali kebijakan yang diambil bertentangan dengan petunjuk pelaksanaan yang ada, dampak lainnya juga bisa berupa terjadinya praktek KKN, politisasi birokrasi, penggemukan birokrasi, etnosentrisme birokrasi dan berbagai macam lagi permasalahan yang semakin memperburuk citra birokrasi di mata masyarakat.

VI. 2. SARAN

Konsep akuntabilitas mengisyaratkan agar setiap pekerjaan atau kewenangan yang diberikan kepada setiap aparatur pemerintahan dapat dipertanggungjawabkan kepada pejabat atau siapa saja yang berhak meminta pertanggungjawaban. Hal ini tentunya sangat penting agar arah kebijakan bisa dikontrol dan hasilnya bisa sesuai dengan apa yang direncanakan. Dampak pekerjaan akibat kewenangan yang ada harus bisa dipertanggungjawabkan, baik


(2)

83

oleh orang yang memberikan kewenangan maupun orang yang mengerjakan segala sesuatu akibat kewenangan tersebut.

Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan dalam kesehariannya berurusan dengan berbagai macam tuntutan baik dari lingkungan eksternal maupun internal sehubungan dengan tugas pokok dan fungsinya di kota Medan. Dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dimaksud, orang yang bertanggungjawab terhadap pimpinan tertinggi adalah jajaran dibawahnya sesuai dengan rentang kontrol dalam struktur organisasi yang berlaku. Perintah yang salah akan berakibat pada pelaksanaan yang salah pula; namun perintah yang dijabarkan dengan cara yang salah juga akan berdampak pada tidak tepatnya maksut dari perintah dimaksud.

Dalam rekrutmen tenaga honorer yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan, pejabat yang menangani urusan tersebut lebih cenderung untuk melaksanakan perekruan secara internal dan tertutup dengan alasan mereka lebih mengetahui siapa dan bagaimana orang yang mereka butuhkan untuk membantu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan visi misi organisasi, sekilas pandangan ini bisa dirasa cukup tepat dan kuat alasannya. Hal ini digambarkan dengan suatu ilustrasi,”bagaimana mungkin orang lain yang lebih tahu baju yang cocok untuk kita pakai? Bagaimana apabila kita tidak suka dengan coraknya? Bagaimana apabila kita tidak suka dengan warnanya?”. Namun kembali peneliti berandai-andai, “Bagaimana jika keinginan oknum di Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan tidak sesuai dengan peraturan dan standar yang ada?


(3)

84

Bagaimana jika orang yang direkrut hanya berdasarkan sisi subjektif oknum terkait? Bagaimana jika orang yang direkrut didasarkan akibat dari hubungan keluarga sementara uang yang dipakai untuk membiayai penggajian mereka adalah uang negara (APBD)?.

Menurut peneliti, meskipun pihak Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan lebih tahu menahu masalah siapa dan bagaimana persyaratan orang yang akan diterima sebagai tenaga honor, standardisasi dan petunjuk pelaksana masih perlu dibuat agar pejabat selanjutnya bisa mengikuti prosedur dan mekanisme yang ada, sehingga tidak terjadi hal yang disebut bias atau abu-abu. Keterbukaan informasi publik juga perlu di tingkatkan, karena Dinas Kesehatan bukan milik segelintir orang yang mempunyai akses informasi terhadapnya melainkan milik seluruh masyarakat di daerah Pemerintahan Kota Medan. Namun apapun kejadian yang ada dilapangan merupakan konsekuensi dari kewenangan yang dahulu diberikan khususnya untuk masalah rekrutmen, ditahun 2007 sampai kurun waktu sekarang ini rekrutmen tenaga honor telah dihentikan sesuai dengan instruksi dari Walikota Medan.

Sesuai dengan keterangan para informan yang bisa disimpulkan, bahwa jumlah pegawai tetap yang ada pada saat ini belum memadai, hal ini bisa dilihat dari daftar tenaga honorer yang terlampir dalam penelitian ini yang sebagian seharusnya di isi oleh pegawai tetap hal ini perlu diperhatikan agar kinerja dari dinas kesehatan pemerintah kota medan bisa maksimal dan memenuhi standart maka Pemerintah Daerah Kota Medan perlu membuat suatu kebijakan yang bisa


(4)

85

mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan Dinas Kesehatan Pemerintah Kota Medan demi terselenggaranya pelayanan publik.

Rekrutmen tenaga honor adalah suatu pekerjaan yang kerap kali di limpahkan oleh atasan kepada bawahannya, dari Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara kepada kepala Badan Kepegawaian Daerah hingga pada bagian sekretariat pada masing-masing instansi. namun adakalanya rekrutmen yang dilaksanakan di tahap instansi menjadi tidak sesuai dengan ketentuan yang ada, rekrutmen menjadi asal jadi saja dan menjadi komoditas yang sering kali diperjual belikan, intinya pelimpahan kewenangan sebagai salah satu solusi baru dalam penataan sumber daya manusia harus lebih ditata lagi mengenai batasan dan kejelasan diskresi (hak untuk mengambil keputusan sesuai kewenagan yang diterima) sehingga kewenangan yang diberikan oleh pimpinan dapat selaras dengan maksud dari pemberian wewenang tersebut.


(5)

86

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktek Edisi Ke 3. Jakarta: Rineke Cipta

Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kualitatif (Aplikasi Praktis Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian). Malang: Pustaka Pelajar

Kumorotomo, Wahyudi. 2005. Akuntabilitas Birokrasi publik: sketsa pada masa transisi. Jakarta: Pustaka Pelajar

Musanef. 1990. Manajemen Kepegawaian Di Indonesia. Jakarta: Gunung Agung

Nasution, Hermein. 2005. Proses Pengelolaan Sumber Daya Manusia. Medan: USU Press

Nogi, Hessel Tangkilisan. 2005. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta: YPAPI

Singarimbun, Masri dan Sofyan, Effendi. 2006. Metode penelitian survey. Jakarta : LP3S

Singarimbun, Masri. 1999. Metode penelitian survey. Jakarta : LP3S

Sirajudin H Saleh & Aslam Iqbal. 1995 “Accountability The Endless Prophecy”. Asian and Pacific Develompent Centre

Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternative Pendekatan. Jakarta: Prenada


(6)

87

Zuriah, Nurul. 2006. Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara

Sumber-Sumber Lain

Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara No: 239/IX/6/8/2003 Tentang Perbaikan Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kota Medan Tahun 2008

Peraturan Pemerintah Nomor 98 tahun 2000 Tentang Pengadaan Pegawai Negeri sipil.

Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2003 Tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil.

Peraturan Pemerintah No. 48 Tahun 2005 Tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon PNS.

Publik Administration in the 21-st Century: Asian Development Bank

Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Surat Kabar: Loker Today Edisi 283, 18-24 Juni 2012.

2012 pukul 13.00