Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

BAB II
PENGATURAN MEREK KOLEKTIF DI INDONESIA

A. Tinjauan Umum Hak Merek
1. Sejarah Hak Merek di Indonesia
Sejarah merek dapat ditelusuri perkembangannya sejak berabad-abad
sebelum Masehi. Sejak zaman kuno, misalnya periode Minoan, orang sudah
memberikan tanda untuk barang-barang miliknya, hewan bahkan manusia. Di era
yang sama bangsa Mesir sudah menerapkan namanya untuk batu bata yang dibuat
atas perintah Raja. 34 Perundang-undangan tentang merek dimulai dari Statute of
Parma yang sudah mulai mengfungsikan merek sebagai pembeda untuk produk
berupa pisau, pedang, atau barang dari produk tembaga lainnya. 35
Merek telah digunakan sejak ratusan tahun untuk memberikan tanda dan
produk yang dihasilkan dengan maksud untuk menunjukkan asal usul barang
(indication of origin). 36 Merek dan sejenisnya dikembangkan oleh para pedagang
sebelum adanya industrialisasi. Merek mulai dikenal dari bentuk tanda resmi
(hillmark) di Inggris bagi tukang emas, tukang perak, dan alat-alat pemotong.

34

Spyrus M. Maniatis, Historical Aspects of Trademark, Bahan Ajar pada Pelatihan dalam

Rangka Kerja Sama Masyarakat Uni Eropa dan Asia di Bidang Hak Kekayaan Intelektual
(European Community and ASEAN Intellectual Property Rights Co-operation Programme-ECAP
II), European Patent Office (EPO) bekerja sama dengan St. Queen Mary University, London,
Maret 2005, hlm.1.
35
Rahmi jened, Hak Kekayaan Intelektual Penyalahgunaan Hak Ekslusif, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2007), hlm.159.(selanjutnya disebut Rahmi Jened II)
36
M. Djumhana dan Djubaedillah, Hak Milik Intelektual, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
Cetakan ke-III, 2003),hlm.159.

Universitas Sumatera Utara

Sistem tanda resmi seperti itu terus dipakai karena bisa membedakan dari
penghasil barang sejenis lainnya. 37
Kebutuhan adanya perlindungan hukum atas merek semakin berkembang
pesat setelah banyaknya orang yang melakukan peniruan. Terlebih pula setelah
dunia perdagangan semakin maju, serta alat transportasi yang semakin baik, juga
dengan dilakukannya promosi maka wilayah pemasaran barang pun menjadi lebih
luas lagi. 38 Keadaan itu menambah pentingnya merek, yaitu untuk membedakan

asal-usul barang dan kualitasnya, juga menghindarkan peniruan. Pada gilirannya
perluasan pasar seperti itu juga memerlukan penyesuaian dalam sistem
perlindungan hukum terhadap merek yang digunakan pada produk yang
diperdagangkan. 39
Berkembangnya

perdagangan

internasional

mengakibatkan

adanya

kebutuhan untuk perlindungan merek secara internasional pula. Sejak tahun 1883,
dibentuklah sebuah konvensi mengenai hak milik perindustrian di Paris, yang
kemudian menjadi tonggak sejarah mulainya perkembangan peraturan merek
Internasional. 40

secara


Sebagai

konsekuensi

dari

kegiatan

perdagangan

transnasional, dibutuhkan sekali peraturan merek yang luwes dan sederhana sesuai
dengan posisi merek yang merupakan bagian strategis dari pemasaran. 41 Dengan
latar belakang diatas, pada tahun 1973 ditandatanganilah Perjanjian Madrid
(Madrid Agreement)di Wina oleh Amerika Serikat dan Inggris sebagai pemimpin

37

Ibid.
Sudargo Gautama, Hukum Merek Indonesia, (Bandung: Alumni, Cetakan ke-II, 1986),

hlm.141-142.
39
Ibid.
40
M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit.,hlm.160.
41
Ibid.
38

Universitas Sumatera Utara

negara-negara.

Perjanjian

internasional

ini

dikenal


dengan

Trademark

Registration Treaty. 42
Bersamaan dengan berkembangnya industri, berkembang pula penggunaan
iklan untuk memperkenalkan produk. Sejalan dengan berkembang dan
meningkatnya penggunaan iklan, maka meningkat pula penggunaan merek dalam
fungsinya yang modern, yaitu sebagai tanda pengenal atau sering disebut juga
nasal atau sumber produsen dari barang-barang yang bersangkutan. 43 Pada masa
itu, telah dikenal penggunaan merek perniagaan (marques de commerce,
trademark, merk) dalam pengertian sendiri sebagai tandingan merek perusahaan
(marques de fabrique, manufacturer’s mark, fabrieksmereken). 44 Asal muasal
perbedaan ini terjadi karena pada waktu itu di Prancis, merek dari pedagang sutra
lebih penting daripada merek yang berasal dari perusahaan kain sutranya,
sehingga para pedagang sutra yang bersangkutan merasa berkepentingan untuk
dapat menggunakan atau melindungi merek mereka, seperti halnya para
pengusaha pabrik dengan merek perusahaannya. 45 Pembedaan ini kemudian
diakui secara resmi dalam hukum Perancis pada tahun 1857. Pembedaan itu juga

dianut oleh banyak negara di dunia, termasuk di Inggris pada 1962, Amerika
Serikat pada tahun 1870 dan 1876, sedangkan di Belanda tertuang dalam UndangUndang Merek Belanda (Merkenwet) 1893. 46

42

Ibid.
Gunawan Suryomurcito, “Perlindungan Merek”, Makalah pada Pelatihan HKI V, Kerja
sama Fakultas Hukum Universitas Airlangga dengan Perhimpunan Masyarakat HKI Indonesia
(IIPS), (Surabaya: 7- 26 Agustus 2000), hlm.5-7.
44
Ibid.
45
Ibid.
46
Ibid.
43

Universitas Sumatera Utara

Indonesia mengenal hak merek pertama kali pada saat penjajahan Belanda

dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak Milik Perindustrian, yaitu dalam
“Reglement Industriele Eigendom Kolonien” stb. 1912 - 545 jo. Stb. 1913 –
214.Kemudian pada zaman penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan merek yang
dikenal dengan Osamu Seirei Nomor 30 tentang Menyambung Pendaftaran Cap
Dagang. 47 Selanjutnya, peraturan-peraturan tersebut diganti dengan UndangUndang Nomor 21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan.
Kemudian, diganti lagi dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang
Merek dan diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997 tentang
Perubahan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. 48
Perubahan Undang-Undang Merek pada tahun 1997 dilakukan karena
beberapa alasan, diantaranya karena ketentuan Persetujuan Putaran Uruguay yang
telah ditandatangani oleh Indonesia pada tahun 1994 di Marakesh, Maroko. 49
Dengan ditandatanganinya persetujuan tersebut, Indonesia harus berusaha
menegakkan prinsip-prinsip pokok yang dikandung di dalamnya termasuk TRIPs
yaitu Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights including Trade in
Counterfeit Goods/TRIPd (aspek-aspek dagang yang terkait dengan hak milik
intelektual termasuk perdagangan barang palsu). 50
Persetujuan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs)
memuat beberapa ketentuan yang harus ditaati oleh negara penandatangan
kesepakatan tersebut, yaitu kewajiban bagi negara anggota untuk menyesuaikan
47


M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit., hlm.161-162.
Ibid.
49
Mahkamah Agung RI, GATT, TRIPs, dan Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta:
1998),hlm.1-11.
50
Ibid.
48

Universitas Sumatera Utara

peraturan perundang-undangan hak milik intelektualnya dengan berbagai
konvensi internasional di bidang HKI. 51 Indonesia sebagai penandatangan
persetujuan tidak bisa terlepas dari ketentuan demikian, sehingga oleh karenanya
dalam jangka waktu yang kurang dari 5 (lima) tahun telah melakukan perubahan
beberapa ketentuan pada Undang-Undang Hak Cipta, Hak Merek maupun Hak
Paten. 52 Ketiga Undang-Undang tersebut telah dilakukan perubahannya oleh
pemerintah melaluin DPR dan disetujui DPR pada tanggal 21 Maret 1997. 53
Perkembangan selanjutnya, Undang-Undang Nomor 19 tahun 1992

tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 14
tahun 1997, diganti dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang
Merek. Pertimbangan penggantian dan penyempurnaan undang-undang tersebut,
yaitu dalam rangka menghadapi era perdagangan global, serta untuk
mempertahankan iklim persaingan usaha yang sehat, juga sebagai tindak lanjut
penerapan konvensi-konvensi internasional tentang merek yang telah diratifikasi
oleh Indonesia. 54
Perkembangan terakhir, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 yang
berlaku sampai pada akhir tahun 2016 saja, digantikan dengan UU Merek Tahun
2016. Pertimbangan pergantian dan penyempunaan undang-undang ini yaitu
dengan alasan bahwa selain adanya perubahan secara teknik penyusunan
peraturan perundang-undangan, juga ada banyak hal yang perlu ditambahkan,
diganti atau diatur lebih lanjut, dalam hal ini pengaturan ketentuan untuk

51

Ibid.
M. Djumhana dan Djubaedillah, loc.cit.
53
Ibid.

54
Ibid.
52

Universitas Sumatera Utara

memenuhi kepentingan nasional utamanya pengaturan mengenai proses
permohonan pendaftaran merek dan indikasi geografis, dan untuk memenuhi
ketentuan dan menyesuaikan perjanjian internasional yang telah diratifikasi
Indonesia.

2. Pengertian dan Sifat-Sifat Hak Merek
a. Pengertian Merek
Merek adalah alat untuk membedakan barang dan jasa yang diproduksi
oleh sesuatu perusahaan. Secara etimologis, istilah merek berasal dari bahasa
Belanda. Dalam bahasa Indonesia merek berarti tanda yang dipakai barang yang
diperdagangkan oleh suatu perusahaan. 55 Menurut Prof. Molengraaf:
“Merek yaitu dengan nama dipribadikanlah sebuah barang tertentu, untuk
menunjukkan asal barang, dan jaminan kualitasnya sehingga bisa
dibandingkan dengan barang-barang sejenis yang dibuat dan

diperdagangkan oleh orang, atau perusahaan lain”. 56
Dari pengertian di atas terlihat pada mulanya merek hanya diakui untuk
barang, pengakuan untuk merek jasa barulah diakui Konvensi Paris pada
perubahan di Lisabon 1958. 57 Di Inggris pun merek jasa baru bisa didaftarkan dan
mempunyai konsekuensi yang sama dengan merek barang, setelah adanya
ketentuan yang baru diberlakukan pada Oktober 1986, yaitu undang-undang hasil
revisi pada tahun 1984 atas Undang-Undang Trade Marks 1938. 58 Mengenai

55

Pipin Syarifin, Pengaturan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia, (Bandung: Pustaka
Beni Quraisy, 2004), hlm.166.
56
M. Djumhana dan Djubaedillah, op. cit., hlm.164.
57
Ibid.
58
Ibid., hlm.165.

Universitas Sumatera Utara

merek jasa tersebut, di Indonesia barulah dicantumkan pada Undang-Undang
Nomor 19 tahun 1992 tentang Merek. 59
Pencantuman pengertian merek sekarang ini pada dasarnya banyak
kesamaannya di antara negara peserta Uni Paris, hal ini disebabkan karena negara
peserta Uni Paris mengacu pada ketentuan Konvensi Paris tersebut. 60 Hal ini
terjadi pula pada negara berkembang, mereka banyak mengadopsi pengertian
merek dari model hukum untuk negara-negara berkembang yang dikeluarkan oleh
Bivieaux International Reunis pour la Protection de la Propriete Intectuelle
(BIRPI) 1967. Pada model hukum tersebut disebutkan definisi tentang merek,
yang tercantum pada Pasal 1 ayat (1) sub a sebagai berikut: 61
“Trade mark means any visible sign serving to distinguish the good of one
enterprise from those of other enterprises”.
(merek dagang adalah tanda yang terlihat melayani untuk membedakan
yang baik dari salah satu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan
lain).
Pengertian sederhana di atas hampir sama dengan pengertian merek dalam
ketentuan Pasal 68 Undang-Undang Merek Inggris tahun 1938, yaitu: 62
“…a mark used to or proposed to be used in relation to goods for the
purpose of indicating or so as to indicate, a connection in the course of
trade between the goods and some person having the right either as
proprietor or registered user to use the mark, whether with or without any
indication of the identity of that person…”.
(tanda yang digunakan atau yang diusulkan untuk digunakan dalam
kaitannya barang, dengan tujuan menunjukkan atau lebih untuk
menunjukkan, hubungan dalam perjalanan perdagangan antara barang dan
beberapa orang yang memiliki hak baik dia sebagai pemilik atau pengguna
59

Ibid.
Ibid.
61
Ibid.
62
W.R Cornish, Intellectual Property, (London: Swett & Maxwell, cetakan ke-II, 1989),
60

hlm.439.

Universitas Sumatera Utara

terdaftar, untuk menggunakan merek tersebut, apakah dengan atau tanpa
indikasi identitas orang yang bersangkutan).

Selanjutnya, menurut pasal 68 tersebut yang termasuk Merek adalah
meliputi: 63
“a device, brand, heading, label, ticket, name, signature, word, letter,
numeral or any combination thereof”.

Dalam bahasa Indonesia, pasal di atas menyatakan bahwa yang termasuk
merek meliputi prangkat, merek, pos, label, tiket, nama, tanda tangan, kata, huruf,
angka atau kombinasinya.
Di Indonesia yang dimaksud dengan merek batasannya terdapat dalam UU
Merek tahun 2016 yaitu berbunyi sebagai berikut:
“Merek adalah tanda yang dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar,
logo, nama, kata, huruf, angka,susunan warna, dalam bentuk 2 (dua)
dimensi dan/atau 3 (tiga) dimensi, suara, hologram, atau kombinasidari 2
(dua) atau lebih unsur tersebut untuk membedakan barang dan/atau jasa
yang diproduksi olehorang atau badan hukum dalam kegiatan perdagangan
barang dan/atau jasa”. 64

Selain batasan yuridis, beberapa sarjana juga memberikan pendapatnya
tentang merek, yaitu:
1) H.M.N. Purwo Sutjipto, S.H., memberikan rumusan bahwa:
“Merek adalah suatu tanda dengan mana suatu benda tertentu dipribadikan,
sehingga dapat dibedakan dengan benda lain yang sejenis”. 65

63

David I Bainbridge, Computers and The Law, (London: Pitman Publishing, 1990),

hlm.54.
64

Indonesia (Merek), loc.cit.
H.M.N. Purwo Sutjipto,Pengertian Pokok-Pokok Hukum Dagang Indonesia, (Jakarta:
Djambatan, 1984), hlm.82.
65

Universitas Sumatera Utara

2) Prof. R. Soekardono, S.H., memberikan rumusan bahwa: 66
“Merek adalah sebuah tanda (ciri atau tengger) dengan mana dipribadikan
sebuah barang tertentu, di mana perlu juga dipribadikan asalnya barang
atau menjamin kualitasnya barang dalam perbandingan dengan barangbarang sejenis yang dibuat atau diperdagangkan oleh orang-orang atau
badan-badan perusahaan lain”.

3) Mr. Tirtaamidjaya yang mentisir pendapat Prof. Vollmar, memberikan
rumusan bahwa: 67
“Suatu merek pabrik atau merek perniagaan adalah suatu tanda yang
dibubuhkan di atas barang atau di atas bungkusannya yang berguna untuk
membedakan barang itu dengan barang-barang yang sejenis lainnya”.

4) Drs. Iur Soeryatin, mengemukakan rumusannya dengan meninjau
merek dari aspek fungsinya, yaitu: 68
“Suatu merek dipergunakan untuk membedakan barang yang bersangkutan
dari barang sejenis lainnya, oleh karena itu barang yang bersangkutan
dengan diberi merek tadi mempunyai tanda asal, nama, dan jaminan
terhadap mutunya”.
5) Harsono Adisumarto, S.H.M.P.A, merumuskan bahwa: 69
“Merek adalah tanda pengenal yang membedakan milik seseorang dengan
milik orang lain, seperti pada pemilikan ternak dengan memberi cap pada
punggung sapi yang kemudian dilepaskan di tempat penggembalaan
bersama yang luas. Cap seperti itu memang merupakan tanda pengenal
untuk menujukkan bahwa hewan yang bersangkutan adalah milik orang
tertentu. Biasanya, untuk membedakan tanda atau merek yang digunakan
inisial dari nama pemilik sendiri sebagai tanda pembedaan”.

66

R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I, (Jakarta: Dian Rakyat, 1983),

hlm.149.
67

Mr. Tirtaamidjaya, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, (Jakarta: Djambatan, 1962),

hlm.80.
68
69

Suryatin, Hukum Dagang I dan II, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1980), hlm.84.
Harsono Adisumarto, Hak Milik Perindustrian, (Jakarta: Akademika Pressindo, 1990),

hlm.44.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan pendapat-pendapat sarjana diatas, maupun dari peraturan
merek itu sendiri, secara umum penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan merek adalah suatu tanda yang dibuat seseorang sebagai
pembeda barangnya dengan barang yang sejenis yang dimiliki oleh orang lain dan
digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa.

b. Sifat Hak Merek
Dewasa ini perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan
dari sifat merek sebagai tanda kepemilikan/ proprietary marks (pada merek mulamula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/ product image atau simbol
gaya hidup/ way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. 70 Pada sejarah
perdagangan, merek semula digunakan dalam proses perdagangan sebagai tanda
kepemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan pada bidang peternakan, yaitu
menandai binatang ternak dengan tanda khusus, atau praktek penandaan barang
yang akan dikirim melalui laut agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi
kecelakaan. 71 Dalam perlindungan merek, yang ditekankan adalah daya pembeda
(distinctiveness). Daya pembeda ini akan melahirkan suatu kepribadian atas
produk yang dijual. Yang diukur dari daya pembeda ini adalah apakah ada
“kesamaan pada pokoknya” dengan merek lain. 72

70

Shanti Eka Marthani, op.cit., hlm.55-57.
Ibid.
72
Ibid.

71

Universitas Sumatera Utara

3. Jenis dan Fungsi Hak Merek
a. Jenis Hak Merek
Jenis merek terdapat di dalam UU Merek 2016. Jenis merek dapat
dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu merek dagang dan merek jasa. 73 Merek dagang
adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang
atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan
dengan barang sejenis lainnya. 74 Sedangkan merek jasa adalah merek yang
digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang
secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa sejenis
lainnya. 75
Di dalam merek terdapat berbagai kelas barang atau jasa. Kelas barang
atau jasa adalah kelompok jenis barang atau jasa yang mempunyai persamaan
dalam sifat, cara pembuatan, dan tujuan penggunaannya. 76 Pada prinsipnya suatu
permohonan pendaftaran bagi suatu barang atau jasa tertentu hanya dapat diajukan
untuk 1 (satu) kelas barang atau jasa, tetapi dalam hal dibutuhkan pendaftaran
untuk lebih dari 1 (satu) kelas, maka terhadap setiap kelas yang diinginkan harus
diajukan permohonan pendaftarannya. 77
Berdasarkan ketentuan yang ada pada peraturan perundang-undangan di
bidang merek, pada dasarnya pendaftaran merek dapat dimintakan untuk lebih

73

Indonesia (Merek), op.cit., Pasal2 angka 2.
Ibid., Pasal 1 angka 2.
75
Ibid., Pasal 1 angka 3.
76
Ahmadi Miru, Hukum Merek: Cara Mudah Mempelajari Undang-UndangMerek
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm.21-30.
77
M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit., hlm.169-170.
74

Universitas Sumatera Utara

dari 1 (satu) kelas barang atau jasa secara bersamaan. 78 Prosedur pendaftaran
seperti itu memberikan kemudahan kepada pemilik merek dan pemeriksa merek,
karena administrasinya lebih sederhana juga penanganan pemeriksaannya pun
akan lebih sederhana. Meskipun demikian, hal itu tidaklah menyebabkan
bertentangan dengan esensi ketentuan yang mengatur, bahwa perlindungan hukum
diberikan untuk barang atau jasa yang berada pada jenis yang bersangkutan. 79
Pendaftaran merek dalam kondisi seperti ini maka permohonan
pendaftaran merek untuk setiap kelasnya harus menyebutkan dengan jelas jenisjenis barang atau jasa yang diinginkan dalam kelas yang bersangkutan. 80 Sabagai
acuan kelas barang atau jasa tersebut telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1993 tentang Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek,
yaitu kelas barang terdiri dari 34 (tiga puluh empat) kelas dan kelas jasa terdiri
dari 8 (delapan) kelas. 81

b. Fungsi Hak Merek
Dengan melihat arti kata merek dan objek yang dilindunginya, maka
merek digunakan untuk membedakan barang atau produksi 1 (satu) perusahaan
dengan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dengan demikian,
merek adalah tanda pengenal asal barang dan jasa, sekaligus mempunyai fungsi
menghubungkan barang dan jasa yang bersangkutan dengan produsennya, maka

78

Indonesia (Merek), op.cit., Pasal 6.
M. Djumhana dan Djubaedillah, loc.cit.
80
Ibid.
81
Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 tahun 1993 tentang
Kelas Barang atau Jasa Bagi Pendaftaran Merek (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1993 Nomor 31).
79

Universitas Sumatera Utara

hal itu menggambarkan jaminan kepribadian (individuality) dan reputasi barang
dan jasa hasil usahanya tersebut sewaktu diperdagangkan. 82
Merek juga memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa
yang bersangkutan. Hal itu tidak hanya berguna bagi produsen pemilik merek
tersebut, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang kepada
konsumen. 83 Selanjutnya merek juga berfungsi sebagai sarana promosi (means of
trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang
memperdagangkan barang atau jasa yang bersangkutan. Di pasaran luar negeri,
merek-merek sering kali adalah salah satunya cara untuk menciptakan dan
mempertahankan “goodwill” dimata konsumen. Merek tersebut adalah simbol
dengan mana pihak pedagang memperluas pasarannya di luar negeri dan juga
mempertahankan pasaran tersebut.Goodwill atas merek adalah sesuatu yang tidak
ternilai dalam memperluas pasaran. 84
Merek juga berfungsi merangsang pertumbuhan industri dan perdagangan
yang sehat, dan menguntungkan semua pihak. Menurut Commercial Advisory
Foundation in Indonesia (CAFI), masalah paten dan trademark di Indonesia
memegang peranan yang penting didalam ekonomi Indonesia, terutama berkenaan
dengan berkembangnya usaha-usaha industri dalam rangka penanaman modal. 85
Ada merek tentunya ada produk, namun tidak semua produk sudah ada
mereknya. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang

82

M. Djumhana dan Djubaedillah, op.cit., hlm.171.
Ibid.
84
Ibid.
85
Ibid.

83

Universitas Sumatera Utara

dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup obyek secara
fisik, jasa, orang, organisasi, dan ide. 86 Konsumen memandang merek sebagai
bagian penting dari suatu produk, dan menetapkan merek dapat menambah nilai
produk. Di satu pihak, mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi
pemasaran yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, berpromosi
dan kemasan. 87

4. Dasar Hukum Merek di Indonesia
Salah satu perkembangan yang aktual dan memperoleh perhatian dalam
beberapa tahun terakhir ini dan kecendrungan yang masih akan berlangsung
dimasa yang akan datang adalah semakin luasnya arus globalisasi, baik dibidang
sosial,

ekonomi,

budaya

maupun

bidang-bidang

kehidupan

lainnya. 88

Perkembangan teknologi informasi dan transportasi telah menjadikan kegiatan di
sektor perdagangan meningkat secara pesat dan bahkan telah menempatkan dunia
sebagai pasar tunggal bersama. 89
Era perdagangan global hanya dapat dipertahankan jika terdapat iklim
persaingan usaha yang sehat. 90 Merek memegang peranan yang sangat penting
yang memerlukan sistem pengaturan yang lebih memadai. Berdasarkan
pertimbangan tersebut dan sejalan dengan perjanjian-perjanjian internasional yang
telah diratifikasi Indonesia serta pengalaman melaksanakan administrasi merek,
86

Kotler, Philip and Amstrong, Gary,Dasar-dasar Pemasaran, Principles of Marketing,
(Jakarta: Prenhallindo, Jilid I, Edisi Bahasa Indonesia, 1997), hlm.274.
87
Ibid., hlm.282.
88
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, Edisi Revisi, 2006), hlm.336. (selanjutnya disebut OK.Saidin II)
89
Ibid.
90
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

diperlukan penyempuurnaan Undang-Undang Merek yaitu Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 1992 (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 81) sebagaimana
diubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 (Lembaran Negara Tahun
1997 Nomor 31) dan sebagai gantinya adalah Undang-Undang Merek Nomor 15
Tahun 2001.Dan pengaturan tentang merek sekarang ini ada di dalam UU Merek
2016.UU Merek 2016 baru disahkan pada Desember 2016 lalu. Banyak perubahan
yang terjadi antara Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 dengan UU Merek
2016, salah satunya di dalam permohonan pendaftaran merek yang di UU Merek
Tahun 2016 ini sudah diatur permohonan pendaftaaran merek secara elektronik
(online).
Untuk saat ini dan beberapa tahun ke depan, segala peraturan tentang
merek diatur didalam UU Merek baik itu tentang permohonan pendaftaran merek,
perlindungan merek terkenal dan tidak terkenal, jangka waktu, dan hal lain yang
berhubungan dengan merek diatur didalam UU Merek..

B. Tinjauan Umum Merek Kolektif
1. Sejarah Merek Kolektif
Merek kolektif dapat ditelusuri dari Vetro Atrisco Murano dengan sejarah
pembuatan gelas tiupnya dimulai dari tradisi Scresissima pada abad ke-10 di
Venecia sebelum para pengrajin gelas tiup berhias tersebut dipindah ke pulau
Murano. 91Namun, merek kolektif sebagai merek bersertifikasi dimulai dari merek
kolektif “Belgian Abbey Beer” yang dimulai dengan pembuatan beer dari

91

Rahmi Jened I, op.cit., hlm.275-276.

Universitas Sumatera Utara

Trappist di Westmalle pada tahun 1836, di mana beer tersebut dibuat secara
eksklusif untuk para pendeta,kemudian pada tahun 1861, beer ini dijual untuk
umum. 92 Saat itu berkembang merek kolektif Belgian Abbey Beer yang
memberikan sertifikat dengan persyaratan bahwa: 93
a. harus ada hubungan antara Abbey yang masih ada dengan Abbey yang
sudah tidak ada lagi; dan
b. harus membayar royalti, dapat digunakan untuk mendukung keuangan
dari kegiatan sosial dan kebudayaan yang diadakan oleh Abbey)

Di Indonesia, ketentuan mengenai merek kolektif ini muncul di dalam
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992. Tetapi untuk di dunia, ketentuan yang
semacam ini (adanya pengklasifikasian merek dagang, merek jasa dan merek
kolektif), sudah dijumpai di dalam Konvensi Paris 1883. 94
Konvensi Paris 1883 memberikan batasan tentang merek (dagang) kolektif
yaitu merek (dagang) yang digunakan untuk barang-barang hasil produk suatu
usaha tertentu, tapi berlaku sebagai merek dagang jaminan atau hallmark atas
barang-barang hasil produksi atau yang disalurkan oleh kelompok-kelompok atau
jenis-jenis usaha tertentu atau atas barang-barang yang memiliki mutu khusus. 95

92

Ibid.
Ibid.
94
OK. Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, cetakan pertama, 1995) , hlm.300. (selanjutnya disebut OK. Saidin I)
95
E.A. Mout Bouman, “Merek Dagang Internasional”, Makalah Pada Seminar Hak Milik
Intelektual (Intellectual Property Rights), (FH-USU, 10 Januari 1989), hlm.3.
93

Universitas Sumatera Utara

2. Tujuan Penggunaan Merek Kolektif
Pemilik merek kolektif terdaftar hanya dapat menggunakan merek tersebut
bersama-sama dengan perusahaan, perkumpulan atau perhimpunan lain yang juga
memakai merek kolektif yang bersangkutan, apabila hal tersebut dinyatakan
dengan tegas persyaratannya dalam persetujuan penggunaan merek kolektif yang
dijanjikan. 96
Tujuan penggunaan merek kolektif sama halnya dengantujuan penggunaan
merek. Tujuan penggunaan merek antara lain: 97
a. Sebagai identitas, yang bermanfaat sebagai pengendali pasar dalam
diferensiasi produk dengan produk pesaing yang memudahkan
konsumen untuk mengenalinya saat melakukan pembelian ulang.
b. Alat promosi, yaitu sebagai daya tarik produk.
c. Untuk membuat citra, yang memberikan keyakinan jaminan kualitas,
serta prestise tertentu kepada konsumen.
d. Untuk mengendalikan pasar.
e. Menciptakan keuntungan kompetitif, jika merek yang memiliki ekuitas
yang tinggi akan menghasilkan keuntungan sebagai berikut:
1) Dapat memberikan pertahanan terhadap persaingan harga yang

kompetitif.
2) Perusahaan akan lebih mudah meluncurkan perluasan merek,

karena produk memiliki kredibilitas yang tinggi.

96
97

M. Djumhana dan Djubaedillah, op. cit., hlm.173.
“Tujuan Pendaftaran Merek”, http://koombis.com, (diakses pada tanggal 10 Maret

2017).

Universitas Sumatera Utara

3) Pelanggan sangat mengharapkan merek yang mereka maksud

sehingga posisi tawar menawar produsen dengan distributor
pengecer lebih kuat.
4) Karena tingkat kesadaran dan kesetiaan konsumen terhadap merek

sangat tinggi, maka perusahaan dapat menikmati biaya pemasaran
yang lebih rendah.
Di dalam merek kolektif, tujuan itu masih dipakai namun ada sedikit
tambahan dalam tujuan merek kolektif yaitu berbagai merek yang didaftarkan dari
beberapa orang dan telah menjadi merek kolektif, maka tujuan yang paling
menonjol yaitu agar salah satu dari merek tersebut masih tetap dapat eksis di
kalangan masyarakat ketika menggunakan merek kolektif.

3. Pengaturan Merek Kolektif di Indonesia
Ketentuan mengenai merek kolektif ini bukanlah merupakan hal yang baru
dalam UU Merek 2016. Bahkan jika ditelusuri lebih lanjut sebagaimana telah
dijabarkan diatas, ketentuan yang semacam ini (adanya pengklasifikasian merek
dagang, merek jasa, dan merek kolektif), sudah lama dijumpai dalam Konvensi
Paris tahun 1883. 98
Pengaturan merek kolektif di Indonesia berawal sejak munculnya UndangUndang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Di dalam Undang-Undang tersebut
diatur apa itu merek kolektif, bagaimana permohonan pendaftaran merek kolektif,
serta ganti ruginya pelanggaran terhadap merek kolektif.

98

OK. Saidin I, loc.cit.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 menyatakan
bahwa merek kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan
karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan
hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis
lainnya.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa merek kolektif itu dapat berupa
merek barang dan dapat pula berupa merek jasa. Jadi dengan adanya klasifikasi
merek kolektif ini bukan berarti merek mempunyai tiga jenis, tetapi merek hanya
ada dua jenis yaitu merek barang dan merek jasa. Penambahan pada merek
kolektif hanyalah menunjukkan subyek pemakai merek, yaitu boleh perorangan
dan boleh secara kolektif. Untuk merek kolektif pun boleh dipakai oleh beberapa
orang atau boleh juga oleh badan hukum.
Lima tahun berselang, muncul perubahan terhadap undang-undang ini,
yaitu Undang-Undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan Terhadap UndangUndang No. 19 Tahun 1992 Tentang Merek. Munculnya UU tersebut tidak
membawa perubahan terhadap merek kolektif. Namun, dengan munculnya
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, maka definisi tentang
merek kolektif ini berubah, yaitu merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa
dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang
dan/atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang
atau jasa sejenis lainnya. Pengertian tersebut diperluas dengan adanya kata
“dan/atau” yang berarti merek tersebut boleh merek yang digunakan dalam barang
dan/atau jasa, serta boleh diperdagangkan oleh beberapa orang dan/atau badan

Universitas Sumatera Utara

hukum yang berarti bahwa merek kolektif boleh dipakai pada barang dan juga jasa
secara bersamaan, serta boleh diperdagangkan oleh beberapa orang juga badan
hukum secara bersamaan pada kedua-duanya, berbeda apabila memakai kata atau,
maka pengertiannya hanya salah satu.
Pada tahun 2001, muncul Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Di
dalam UU ini banyak terjadi perubahan tentang merek kolektif termasuk tentang
definisi dan prosedur pebdaftaran dari merek kolektif. Kemudian, ketika UU
Merek 2016 diberlakukan, terdapat perluasan dari definisi merek kolektif, yaitu
diperjelasnya tentang apa itu karakteristik yang sama. Karakteristik yang sama itu
meliputi sifat, ciri umum, dan mutu barang atau jasa serta pengawasannya yang
akan diperdagangkan.
Merek kolektif dalam UU Merek Tahun 2016 tepatnya di Pasal 46 sampai
Pasal 51. Dalam UU tersebut diatur tentang bagaimana merek kolektif itu serta
dilengkapi dengan tata cara prosedur permohonan pendaftaran merek kolektif.
Dalam pengertian merek kolektif yang sekarang, pengaturan merek
kolektif harus memuat:
a. Sifat, ciri-ciri umum atau mutu dari barang atau jasa yang diproduksi
dan diperdagangkannya akan menggunakan merek kolektif tersebut.
b. Ketentuan bagi pemilik merek kolektif untuk melakukan pengawasan
yang efektif atas penggunaan merek tersebut dengan peraturan.
Peraturan lain tentang pendaftaran merek sebelumnya diatur di dalam
Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permintaan
Pendaftaran Merek. Namun, sejak berlakunya UU Merek 2016 maka peraturan

Universitas Sumatera Utara

yang sekarang menjadi acuan untuk pendaftaran merek yaitu Peraturan Menteri
No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek. Dalam peraturan menteri tersebut
jelas disebutkan apa-apa saja syarat dan tata cara permohonan pendaftaran merek
yang selanjutnya akan dibahas di bab berikutnya.
Berdasarkan pemaparan di atas, untuk menjawab perumusan masalah
pertama, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa merek kolektif di Indonesia
diawali dengan munculnya Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek.
Dalam undang-undang tersebut, dijelaskanlah apa itu merek kolektif dan cara
pendaftarannya. Pada tahun 1997, muncul perubahan terhadap undang-undang
tersebut, namun perubahan tersebut tidak ada menyinggung tentang merek
kolektif. Tahun 2001, muncul Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek
muncul sedikit perubahan tentang merek kolektif. Undang-undang ini berlaku
hanya 15 tahun sebelum munculnya undang-undang merek yang terbaru yaitu UU
Merek 2016.
Sekarang ini, pengaturan merek kolektif diatur sepenuhnya di dalam UU
Merek 2016 tepatnya pasal 46 sampai dengan pasal 51. Untuk persyaratan dan tata
cara permohonan pendaftaran juga diatur di dalam UU Merek 2016, namun untuk
lebih lengkapnya pengaturan permohonan pendaftaran merek kolektif terdapat
dalam Peraturan Menteri No. 67 Tahun 2016 tentang Pendaftaran Merek.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

5 46 107

Penerapan Sistem Konstitutif Pada Pendaftaran Merek Bagi Usaha Mikro Kecil dan Menengah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek.

0 0 2

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

1 1 9

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

0 1 1

Pendaftaran Merek Kolektif Sebagai Upaya Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil Dan Menengah Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek Dan Indikasi Geografis

0 1 19

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 1 6

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

0 2 1

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 4 17

Perlindungan Hukum Terhadap Merek Medan Napoleon Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 Tentang Merek dan Indikasi Geografis

1 5 30

PEMAKAIAN NAMA DAERAH DALAM USAHA KULINER BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG MEREK DAN INDIKASI GEOGRAFIS

0 1 16