Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping Ibu Menjelang Tindakan Kuretase Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

(1)

6 BAB II

TINAJAUAN PUSTAKA A. Tindakan Kuretase

5. Pengertian Kuretase

Kuretase adalah cara membersihkan hasil konsepsi memakai alat kuretase (sendok kerokan). Sebelum melakukan kuretase, penolong harus melakukan pemeriksaan dalam untuk menentukan letak uterus, keadaan serviks dan besarnya uterus gunanya untuk mencegah terjadinya bahaya kecelakaan misalnya perforasi (Sofian, 2011).

Pendekatan transserviks pada abortus bedah mensyaratkan bahwa serviks mula-mula harus dibuka (dilatasi) dan kemudian kehamilan dievakuasi dengan mengerok keluar secara mekanis isi (kuretase tajam), dengan menghisap keluar isi (kuretase hisap), atau keduanya. Aspirasi vakum, bentuk tersering kuret hisap, memerlukan kanula kaku yang dihubungkan ke sumber vakum bertenaga listrik (Masclsaac dan Darney, 2000; Masc dan Roman 2005 dalam Cummingham, et al (2012).

6. Tujuan Kuretase

Damayanti (2008, dalam Reni, 2014) mengatakan bahwa tujuan kuretase terbagi atas :

a. Kuret sebagai diagnostik suatu penyakit rahim

Yaitu mengambil sedikit jaringan lapis lendir rahim, sehingga dapat diketahui penyebab dari perdarahan abnormal yang terjadi misalnya perdarahan pervaginam yang tidak teratur, perdarahan hebat, kecurigaan akan kanker endometriosis atau kanker rahim, pemeriksaan kesuburan/fertilitas.


(2)

b. Kuret sebagai terapi

Yaitu bertujuan menghentikan perdarahan yang terjadi pada keguguran kehamilan dengan cara mengeluarkan hail kehamilan yang telah gagal berkembang, menghentikanperdarahan akibat mioma dan polip dari dalam rongga rahim, menghentikan perdarahan akibat gangguan hormone dengan cara mengeluarkan lapisan dalam mengeluarkan lapisan dalam rahim misalnya kasus keguguran, tertinggalnya sisa jaringan janin di dalam rahim setelah proes persalinan, hamil anggur, menghilangkan polip rahim. 7. Prosedur Kuretase

Menurut fajar (2007) dalam Reni (2014) persiapan pasien sebelum kuretase adalah:

a. Puasa

Saat akan menjalani kuretase, biasanya ibu harus mempersiapkan dirinya. Misal, berpuasa 4-6 jam sebelumnya. Tujuannya supaya perut dalam keadaan kosong sehingga kuret bisa dilakukan dengan maksimal. b. Persiapan psikologis

Setiap ibu memiliki pengalaman berbeda dalam menjalani kuret. Ada yang bilang kuret sangat menyakitkan sehingga ia kapok untuk mengalaminya lagi. Tetapi ada pula yang biasa-biasa aja. Seperti halnya persalinan normal, sakit tidaknya kuret sangat individual. Sebab, segi psikis sangat berperan dalam menentukan hal ini. Bila ibu sudah ketakutan bahkan syok lebih dulu sebelum kuret, maka munculnya rasa sakit sangat mungkin terjadi. Sebab rasa takut akan menambah kuat rasa sakit. Bila ketakutannya begitu luar biasa, maka obat bius yang diberikan bisa tidak mempan karena secara psikis rasa takutnya udah bekerja lebih dahulu.


(3)

Sebaliknya, bila disaat akan dilakukan kuret ibu bisa tenang dan bisa mengatasi rasa takut, biasanya rasa sakit bisa teratasi dengan baik untuk itu sebaiknya sebelum menjalani kuret dapat berjalan dengan baik. Persiapan psikis bisa dengan berusaha menenangkan diri untuk mengatasi masalah yang ada. Sangat baik bila ibu meminta bantuan kepada orang terdekat seperti suami, orangtua, sahabat, dan lainnya.

c. Minta Penjelasan Dokter

Hal lain yang perlu dilakukan adalah meminta penjelasan kepada dokter secara lengkap, mulai apa itu kuret, alasan kenapa harus dikuret, persiapan yang harus dilakukan, hingga masalah atau resiko yang mungkin timbul. Jangan takut memintanya karena dokter wajib menjelakan segala sesuatu tentang kuret. Dengan penjelasan lengkap diharapkan dapat membuat ibu lebih memahami dan bisa lebih tenang dalam pelaksanaan kuret.

d. Teknik Kuretase

a) Tentukan letak rahim

Yaitu dengan melakukan pemeriksaan dalam. Alat-alat yang dipakai ummnya terbuat dari metal dan biasanya melengkung. Karena itu alat-alat tersebut harus dimasukkan sesuai dengan letak rahim. Tujuannya supaya jangan terjadi salah arah (fase route) dan perforasi.

b) Penduga rahim (sondage)

Masukkan penduga rahim sesuai dengan letak rahim dan tentukan panjang atau dalamnya penduga rahim. Caranya adalah, setelah ujung penduga rahim membentur fundus uteri, telunjuk tangan kanan


(4)

diletakkan atau dipindahkan pada portio dan tariklah sonde keluar, lalu baca berapa cm dalamnya rahim.

c) Kuretase

Seperti yang telah dikatakan, pakailah sendok kuret yang agak besar. Jangan memaukkan sendok kuret dengan kekuatan, dan pengerokan biasanya dimulai di bagian tengah. Pakailah sendok kuret yang tajam (ada tanda bergerigi) karena lebih efektif dan lebih terasa sewaktu melakukan kerokan pada dinding rahim dalam (seperti bunyi mengukur kelapa). Dengan demikian, kita tahu bersih atau tidaknya hasil kerokan (Sofian, 2011).

d) Dilatasi dengan dua tahap

Pada seorang primigravida, atau pada seorang multipara yang memerlukan pembukaan kanalis servikalis yang lebih besar (misalnya untuk mengeluarkan mola hidatidosa) dapat dilakukan dilatasi dalam dua tahap. Dimasukkan dahulu ganggang laminaria dengan diameter 2-5 mm dalam kanalis servikalis dengan ujung atasnya masuk sedikit kedalam kavum uteri dan ujung bawahnya masih di vagina, kemudian dimasukkan tampon kasa kedalam vagina. Ganggang laminaria memiliki kemampuan untuk mengabsorpsi air, sehingga diameternya bertambah dan mengadakan pembukaan dengan perlahan-lahan pada kanalis servikalis. Sesudah 12 jam ganggang dikeluarkan dan pembukaan dapat dibesarkan dengan busi hegar, bahaya pemakaian ganggang laminaria adalah infeksi dan perdarahan mendadak.


(5)

e) Kuretase dengan cara penyedotan (suction curretage)

Dalam tahun-tahun terakhir ini lebih banyak digunakan oleh karena perdarahan tidak seberapa banyak dan bahaya perforasi lebih kecil. Setelah diadakan persiapan seperlunya dan letak serta besarnya uterus ditentukan dengan pemeriksaan bimanual, bibir depan serviks dipegang dengan cunam serviks, dan sonde uterus dimasukkan untuk mengetahui panjang dan jalanya kavum uteri. Anastesi umum dengan penthoal sodium, atau anastesia percervikal block dilakukan dan 5 satuan oksitosin disuntikkan pada korpus uteri dibawah kandung kencing dekat pada perbatasanya pada serviks. Sesudah itu, jika perlu diadakan dilatasi pada serviks agar dapat memasukkan kuret penyedot yang besarnya didasarkan pada tuanya kehamilan (diameter antara 6 dan 11 mm). Alat tersebut dimasukkan sampai setengah panjangnya kavum uteri dan kemudian ujung luar dipasang pada alat pengisap (aspirator). Penyedotan dilakukan dengan tekanan negatif antara 40-80 cm dan kuret digerakkan naik turun sambil memutar porosnya perlahan-lahan. Pada kehamilan kurang dari 10 minggu abortus diselesaikan dalam 3-4 menit. Pada kehamilan yang lebih tua, kantong amnion dibuka dahulu dengan kuret dan cairan serta isi lainnya diisap keluar. Apabila masih ada yang tertinggal, sisa itu dikeluarkan dengan kuret biasa (Prawirohardjo, 2007). 8. Komplikasi dilakukannya Kuretase

a. Perforasi

Dalam melakukan dilatasi dan kerokan harus diingat bahwa selalu ada kemungkinan terjadinya perforasi dinding uterus yang dapat menjurus ke rongga peritoneum, ke rongga peritoneum, ke ligatum latum, atau ke


(6)

kandung kencing. Oleh sebab itu letak uterus harus ditetapkan terlebih dahulu dengan seksama pada awal tindakan, dan pada dilatasi serviks jangan digunakan tekanan yang berlebihan. Pada kerokan kuret dimasukkan dengan hati-hati, akan tetapi penarikan kuret keluar dapat dilakukan dengan tekanan yang lebih besar. Bahaya perforasi adalah perdarahan dan peritonitis. Apabila terjadi perforasi atau diduga terjadi peristiwa itu, penderita harus diawasi dengan seksama dengan mengamati keadaan umum nadi, tekanan darah, kenaikan suhu, turunya hemoglobin dan keadaan perut bawah. Jika keadaan meragukan atau ada tanda-tanda bahaya, sebaiknya dilakukan laparotomi percobaan dengan segera.

b. Luka pada serviks uteri

Apabila jaringan serviks keras dan dilatasi dipaksaan maka dapat timbul robekan pada serviks dan perlu dijahit. Apabila terjadi luka pada ostium uteri internum, maka akibat yang segera timbul adalah perdarahan yang memerlukan pemasangan tampon pada serviks dan vagina. Akibat jangka panjang ialah kemungkinan timnulnya incompetent cervik.

c. Perlekatan dalam kavum uteri

Melakukan kerokan secara sempurna memerlukan pengalaman. Sisa-sisa hasil konsepsi harus dikeluarkan, tetapi jaringan sampai terkerok, karena hal itu dapat menyebabkan terjadinya perlekatan dinding kavum uteri do beberapa tempat. Sebaiknya kerokan dihentikan pada suatu tempat apabila tempat tersebut dirasakan bahwa jaringan tidak begitu lembut lagi.

d. Perdarahan

Kerokan pada kehamilan agak tua atau pada molahidatidosa ada bahaya perdarahan. Oleh sebab itu, jika perlu hendaknya diselenggarakan transfusi


(7)

darah dan sesudah kerokan selesai dimasukkan tampon kassa kedalam uterus dan vagina (Prawirohardjo, 2007).

B. Konsep Kecemasan 5. Definisi

Menurut Dalami, et al (2009) ansietas adalah merupakan respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusu penyebabnya. Menurut Hall & Lindzey, (1993) dalam Dalami, et al. (2009) membagi ansietas atas tiga yaitu : 1) ansietas realita, neurotik, dan moral adalah rasa khawatir akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat ansietasnya sangat tergantung kepada ancaman nyata, 2) ansietas neurotik adalah rasa khawatir kalau-kalau instink akan keluar jalur dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum, dan 3) ansietas moral adalah rasa khawatir terhadap hati nuraninya sendiri. Individu yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan norma moral. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang. 6. Etiologi Cemas

Menurut Dalami, et al (2009) ansietas atau kecemasan dapat disebabkan oleh: a. Adanya perasaan takut tidak diterima dalam suatu lingkungan tertentu b. Adanya pengalaman traumatis seperti trauma seperti trauma akan berpisah,

kehilangan atau bencana

c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan

d. Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar


(8)

e. Adanya ancaman terhadap konsep diri : identitas diri, harga diri, dan perubahan peran

7. Tanda dan Gejala

Menurut Jenny, et al, (2008) tanda gejala ada dalam dua diantaranya: a. Tanda dan gejala pada ansietas

Respon fisik yang mungkin ditemukan antara lain : sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, gelisah, berkeringat, tremor, sakit kepala, dan sulit tidur. Adapun respon kognitif adalah seperti lapangan persepsi menyempit, tidak mampu menerima rangsangan dari luar dan berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya, dan respon perilaku dan emosi seperti gerakan tersentak-sentak, bicara berlebihan dengan cepat dan perasaan tidak aman. b. Tanda dan gejala pada koping tidak efektif

Apabila individu sudah mengalami koping yang tidak efektif maka tanda dan gejala yang dijumpai adalah :

1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan

2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai

3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan : mengalami ketegangan peran, konflik

4) Mengungkapkan tentang kesulitan kehidupan

5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar: makan minum, keversihan diri, istirahat dan tidur, berdanan

6) Perubahan interaksi sosial : menarik diri, tergangtung, manifulatif, imflusif


(9)

7) Perilaku destruktif: merusak diri, penyalahgunaan zat 8) Sering sakit

9) Rasa khawatur kronis 10) Berbohong atau manipulasi 8. Tingkat Kecemasan

Menurut Dalami, et al (2008) membagi tingkatan kecemasan yaitu a. Ansietas ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada. Individu terdorong untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.

1) Respon fisiologi terdiri dari sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, gejala ringan pada lambung, muka berkerut dan bibir bergetar.

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi lebar, mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah, menjelaskan masalah secara efektif.

3) Respon perilaku dan emosi terdiri dari tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada tenang, suara kadang-kadang meninggi.

b. Ansietas sedang

1) Respon fisiologi terdiri dari sering nafas pendek, nadi (ekstra systole) dan tekanan darah naik, mulut kering, anorexia, diare/konstipasi.

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi menyempit, rangsang luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatian.


(10)

3) Respon perilaku dan emosi terdiri dari gerakan tersentak-sentak (meremas tangan), bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, perasaan tidak aman.

c. Ansietas berat

1) Respon fisiologi terdiri dari nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan sakit kepala, penglihatan kabur, ketegangan,

2) Respon kognitif terdiri dari lapangan persepsi sangat sempit, tidak mampu menyelesaikan masalah,

3) Respon perilaku dan emosi terdiri perasaan ancaman meningkat, verbalisasi cepat, blocking.

C. Konsep Koping

6. Pengertian Mekanisme Koping

Koping adalah proses yang dilalui oleh individu dalam menyelesaikan situasi yang penuh stres. Koping tersebut adalah merupakan respon individu terhadap situasi yang mengancam dirinya baik fisik maupun psikologik. Secara alamiah baik disadari ataupun tidak, individu sesungguhnya telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi stres. Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dirasakan/dihadapi. Koping diartikan sebagai usaha perubahan kognitifdan perilaku secara konstan untuk menyelesaikan stres yang dihadapi (Rasmun, 2004).

Ketika klien mengalami ansietas, individu menggunakan bermacam-macam mekanisme koping untuk mencoba mengatasinya. Dalam bentuk ringan ansietas dapat diatasi dengan menangis, tertawa, tidur, olahraga atau merokok. Bila terjadi ansietas berat sampai panik akan terjadi ketidakmampuan


(11)

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama perilaku yang patologis, individu akan menggunakan energi yang lebih besar untuk dapat mengatasi ancaman tersebut (Dalami et al, 2009).

7. Klasifikasi Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sudden (1995) mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integritas, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Adapun karakteristik koping adaptif sebagai berikut :

1) Mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang lain 2) Melakukan efektifitas yang konstruktif

3) Memiliki persepsi yang luas

4) Dapat menerima dukungan dari orang lain 5) Dapat memecahkan masalah secara efektif

b. Mekanisme koping maladaftif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Adapaun karakteritik koping maladaptif sebagai berikut:

1) Perilaku cenderung merusak

2) Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alcohol 3) Tidak mampu berfikir apa-apa audisorientasi

4) Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri 3. Strategi Koping

Dalam kehidupan sehari-hari individu telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi cemas maupun stres. Strategi koping adalah cara yang


(12)

dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi/dirasakan Lazarus dan Folkman (1984).

Lazarus dan Folkman (1984) menggolongkan strategi koping menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Koping yang berfokus pada masalah ( Problem focused coping)

Yaitu usaha mengatasi cemas maupun stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadi tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demans dari situasi yang penuh dengan stress. Seseorang cenderung menggunakan problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber masalah atau stressornya dapat diatasi. Strategi yang dipakai dalam Problem focused coping adalah confrontatif coping (koping konfrontasi), seeking social support (penggunaan dukungan sosial), dan plantful problem solving (perencanaan penyelesaian masalah).

Koping konfrontasi berarti bertahan atau melawan terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Penggunaan dukungan sosial berarti mencari atau berpaling pada orang lain untuk mendapatkan kenyamanan dan nasihat bagaimana mengani stres. Bisa juga dengan mengandalkan teman, keluarga atau para professional untuk mendapatkan naihat dan anjuran. Perencanaan penyelesaian masalah yaitu pemikiran rencana untuk tindakan dalam menghadapi situasi atau melihat beberapa pilihan yang dapat dilakukan, bersikap objektif dan mempertimbangkan beberapa kemungkinan sebelum mengambil tindakan.


(13)

2) Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotional focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotion focused coping adalah self-control (control diri), distancing (pelepasan diri), positive reappraisal (penilaian positif), accepting responsibility (penerimaan tanggung jawab), dan escape/avoidance (pelarian/ penghindaran).

Kontrol diri merupakan pendekatan diri tanpa menunjukkan emosi atau beraksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau perasaan. Pelepasan diri berarti menarik diri, sikap yang tidak terpengaruh, berusaha untuk mengurangi situasi stres atau tidak memikirkan masalah dengan mencoba melakukan aktivitas lain. Penilaian positif adalah berusaha untuk menghadapi ssituasi dari sudut oandang yang berbeda dan berusaha untuk menciptakan arti yang positif atau mempunyai fungsi dimensi religi.

Penerimaan tanggung jawab yaitu pengakuan peran seseorang dalam suatu peristiwa atau mencoba belajar dari kesalahan. Pelarian atau penghindaran adalah menolak situasi yang terjadi dan kadang menarik diri atau menghindari dengan cara menggunakan obat-obat terlarang.


(14)

4. Respon Koping

Menurut Rusman (2004) ada beberapa respon mekanisme koping diantaranya adalah :

a. Koping psikologis

Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada 2 faktor yaitu:

1) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya berat ancaman yang dirasakan oleh idividutih tersebut terhadap stressor yang diterimanya.

2) Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu ; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping Psiko-sosial

Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stres yang diterima atau dihadapi oleh klien. Menurut stuart dan sunden (1991) dalam Rasmun (2004) mengemukakan bahwa terdapat 2 kategori koping yang biasa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan ;

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction) cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuha dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu ;


(15)

a) Perilaku menyerang

Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya. Perilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif, destruktif yaitu tindakan agressif (menyerang) terhadap sasaran/obyek dapat merupakan benda, barang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilakan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang. Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif, yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidaksenanganya.

b) Perilaku menarik diri (withdrawl)

Menarik diri adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang tidak menetap pada individu (rusman, 2004).

c) Perilaku kompromi

Digunakakn untuk merubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.


(16)

2) Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented task reaction)

Mekanisme ini membantu mengatasi ansieta ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk mempertahankan keseimbangan (Dalami, et al, 2009).

5. Sumber Koping

Individu dapat menanggulangi stres dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan social budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping bayang efektif.

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya dilakukan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, et al, 2004).


(1)

mengatasi ansietas secara konstruktif merupakan penyebab utama perilaku yang patologis, individu akan menggunakan energi yang lebih besar untuk dapat mengatasi ancaman tersebut (Dalami et al, 2009).

7. Klasifikasi Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sudden (1995) mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi menjadi 2 (dua) yaitu :

a. Mekanisme koping adaptif adalah mekanisme koping yang mendukung fungsi integritas, pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Adapun karakteristik koping adaptif sebagai berikut :

1) Mengontrol emosi pada dirinya dengan cara berbicara pada orang lain 2) Melakukan efektifitas yang konstruktif

3) Memiliki persepsi yang luas

4) Dapat menerima dukungan dari orang lain 5) Dapat memecahkan masalah secara efektif

b. Mekanisme koping maladaftif adalah mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Adapaun karakteritik koping maladaptif sebagai berikut:

1) Perilaku cenderung merusak

2) Melakukan aktifitas yang kurang sehat seperti obat-obatan dan alcohol 3) Tidak mampu berfikir apa-apa audisorientasi

4) Perilaku cenderung menghindar atau menarik diri 3. Strategi Koping

Dalam kehidupan sehari-hari individu telah menggunakan strategi koping dalam menghadapi cemas maupun stres. Strategi koping adalah cara yang


(2)

dilakukan untuk merubah lingkungan atau situasi atau menyelesaikan masalah yang sedang dihadapi/dirasakan Lazarus dan Folkman (1984).

Lazarus dan Folkman (1984) menggolongkan strategi koping menjadi 2 (dua) yaitu :

1) Koping yang berfokus pada masalah ( Problem focused coping)

Yaitu usaha mengatasi cemas maupun stres dengan cara mengatur atau mengubah masalah yang dihadapi dan lingkungan sekitarnya yang menyebabkan terjadi tekanan. Problem focused coping ditujukan dengan mengurangi demans dari situasi yang penuh dengan stress. Seseorang cenderung menggunakan problem focused coping apabila mereka percaya bahwa sumber masalah atau stressornya dapat diatasi. Strategi yang dipakai dalam Problem focused coping adalah confrontatif coping (koping konfrontasi), seeking social support (penggunaan dukungan sosial), dan plantful problem solving (perencanaan penyelesaian masalah).

Koping konfrontasi berarti bertahan atau melawan terhadap suatu permasalahan yang sedang dihadapi. Penggunaan dukungan sosial berarti mencari atau berpaling pada orang lain untuk mendapatkan kenyamanan dan nasihat bagaimana mengani stres. Bisa juga dengan mengandalkan teman, keluarga atau para professional untuk mendapatkan naihat dan anjuran. Perencanaan penyelesaian masalah yaitu pemikiran rencana untuk tindakan dalam menghadapi situasi atau melihat beberapa pilihan yang dapat dilakukan, bersikap objektif dan mempertimbangkan beberapa kemungkinan sebelum mengambil tindakan.


(3)

2) Koping yang berfokus pada emosi (emotion focused coping)

Yaitu usaha mengatasi stres dengan cara mengatur respon emosional dalam rangka menyesuaikan diri dengan dampak yang akan ditimbulkan oleh suatu kondisi atau situasi yang dianggap penuh tekanan. Emotional focused coping ditujukan untuk mengontrol respon emosional terhadap situasi stres. Seseorang dapat mengatur respon emosionalnya melalui pendekatan perilaku dan kognitif. Strategi yang digunakan dalam emotion focused coping adalah self-control (control diri), distancing (pelepasan diri), positive reappraisal (penilaian positif), accepting responsibility (penerimaan tanggung jawab), dan escape/avoidance (pelarian/ penghindaran).

Kontrol diri merupakan pendekatan diri tanpa menunjukkan emosi atau beraksi dengan tenang tanpa menunjukkan emosi atau perasaan. Pelepasan diri berarti menarik diri, sikap yang tidak terpengaruh, berusaha untuk mengurangi situasi stres atau tidak memikirkan masalah dengan mencoba melakukan aktivitas lain. Penilaian positif adalah berusaha untuk menghadapi ssituasi dari sudut oandang yang berbeda dan berusaha untuk menciptakan arti yang positif atau mempunyai fungsi dimensi religi.

Penerimaan tanggung jawab yaitu pengakuan peran seseorang dalam suatu peristiwa atau mencoba belajar dari kesalahan. Pelarian atau penghindaran adalah menolak situasi yang terjadi dan kadang menarik diri atau menghindari dengan cara menggunakan obat-obat terlarang.


(4)

4. Respon Koping

Menurut Rusman (2004) ada beberapa respon mekanisme koping diantaranya adalah :

a. Koping psikologis

Pada umumnya gejala yang ditimbulkan akibat stress psikologis tergantung pada 2 faktor yaitu:

1) Bagaimana persepsi atau penerimaan individu terhadap stressor, artinya berat ancaman yang dirasakan oleh idividutih tersebut terhadap stressor yang diterimanya.

2) Keefektifan strategi koping yang digunakan oleh individu ; artinya dalam menghadapi stressor, jika strategi yang digunakan efektif maka menghasilkan adaptasi yang baik dan menjadi suatu pola baru dalam kehidupan, tetapi jika sebaliknya dapat mengakibatkan gangguan kesehatan fisik maupun psikologis.

b. Koping Psiko-sosial

Adalah reaksi psikososial terhadap adanya stimulus stres yang diterima atau dihadapi oleh klien. Menurut stuart dan sunden (1991) dalam Rasmun (2004) mengemukakan bahwa terdapat 2 kategori koping yang biasa dilakukan untuk mengatasi stres dan kecemasan ;

1) Reaksi yang berorientasi pada tugas (task-oriented reaction) cara ini digunakan untuk menyelesaikan masalah, menyelesaikan masalah, menyelesaikan konflik dan memenuhi kebutuha dasar. Terdapat 3 macam reaksi yang berorientasi pada tugas yaitu ;


(5)

a) Perilaku menyerang

Individu menggunakan energinya untuk melakukan perlawanan dalam rangka mempertahankan integritas pribadinya. Perilaku yang ditampilkan dapat merupakan tindakan konstruktif maupun destruktif, destruktif yaitu tindakan agressif (menyerang) terhadap sasaran/obyek dapat merupakan benda, barang atau bahkan terhadap dirinya sendiri. Sedangkan sikap bermusuhan yang ditampilakan adalah berupa rasa benci, dendam dan marah yang memanjang. Sedangkan tindakan konstruktif adalah upaya individu dalam menyelesaikan masalah secara asertif, yaitu mengungkapkan dengan kata-kata terhadap rasa ketidaksenanganya.

b) Perilaku menarik diri (withdrawl)

Menarik diri adalah perilaku yang menunjukkan pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain, jadi secara fisik dan psikologis individu secara sadar pergi meninggalkan lingkungan yang menjadi sumber stressor misalnya ; individu melarikan diri dari sumber stress, menjauhi sumber beracun, polusi, dan sumber infeksi. Sedangkan reaksi psikologis individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak berminat yang tidak menetap pada individu (rusman, 2004).

c) Perilaku kompromi

Digunakakn untuk merubah tujuan-tujuan yang akan dilakukan atau mengorbankan kebutuhan personal untuk mencapai tujuan.


(6)

2) Mekanisme pertahanan ego (Ego oriented task reaction)

Mekanisme ini membantu mengatasi ansieta ringan dan sedang yang digunakan untuk melindungi diri dan dilakukan secara sadar untuk mempertahankan keseimbangan (Dalami, et al, 2009).

5. Sumber Koping

Individu dapat menanggulangi stres dan kecemasan dengan menggunakan atau mengambil sumber koping dari lingkungan baik dari sosial, intrapersonal dan interpersonal. Sumber koping diantaranya adalah aset ekonomi, kemampuan memecahkan masalah, dukungan social budaya yang diyakini. Dengan integrasi sumber-sumber koping tersebut individu dapat mengadopsi strategi koping bayang efektif.

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi merupakan faktor utama yang membuat klien berperilaku patologis atau tidak. Bila individu sedang mengalami kecemasan ia akan mencoba menetralisasi, mengingkari atau meniadakan kecemasan dengan mengembangkan pola koping. Pada kecemasan ringan, mekanisme koping yang biasanya dilakukan adalah menangis, tidur, makan, tertawa, berkhayal, memaki, merokok, olahraga, mengurangi kontak mata dengan orang lain, membatasi diri pada orang lain (Suliswati, et al, 2004).