Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

(1)

IMELDA YURISTI

145102075

KARYA TULIS ILMIAH

PROGRAM D-IVBIDANPENDIDIKFAKULTASKEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

(3)

i ABSTRAK Imelda Yuristi

Latar belakang: Di dalam kesehatan reproduksi wanita mempunyai beberapa masalah antara lain kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi yang menyebabkan keterlambatan perempuan mendapatkan pelayanan dini dari tenaga kesehatan sehingga penanganan yang dilakukan terkadang harus melalui pengangkatan rahim (histerektomi) dari seorang perempuan Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus. Hampir sebagian besar pasien yang akan menjalani operasi pembedahan mengalami kecemasan karena menganggap tindakan operasi merupakan pengalaman yang menakutkan.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu paska histerektomi.

Metodologi penelitian menggunakan desain deskriptif, dengan pendekatan cross sectional. Analisa data yang digunakan analisa univariat. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang, dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Ruang IV Ginekologi.

Hasil: Tingkat kecemasan ibu paska histerektomi berada pada tingkat kecemasan ringan sebanyak 9 orang (24,3%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 19 orang (51,4%), dan pada tingkat kecemasan berat sebanyak 9 orang (24,3%).

Rekomendasi: Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memberikan penjelasan tentang histerektomi kepada ibu yang akan dilakukan histerektomi, kemudian psikologis ibu harap diperhatikan agar ibu tidak merasa begitu cemas, sehingga dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada ibu.


(4)

ii

ANXIETY LEVEL IN MOTHER AFTER HYSTERECTOMY HOSPITAL Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2015

ABSTRACT Imelda Yuristi

Background: In the reproductive health of women have some problems, among others, the lack of information about reproductive health that cause delays women get early ministry of health personnel so that handling is done sometimes to go through the removal of the uterus (hysterectomy) from a woman Hysterectomy is surgery to remove the uterus , Most of the patients undergoing surgery experience anxiety because they think surgery is a frightening experience.

Objective: This study aimed to determine the level of maternal anxiety post-hysterectomy.

The research methodology used descriptive design, with cross sectional approach. Data analysis used univariate analysis. The number of samples in this study were 37 people, using purposive sampling techniques. This study was conducted at Hospital Dr. Pirngadi Medan Space IV Gynecology.

Results: The rate of maternal anxiety post-hysterectomy are at a mild level of anxiety as many as 9 people (24.3%), anxiety levels were as many as 19 people (51.4%), and the rate of severe anxiety as many as 9 people (24.3%).

Recommendation: Based on the results of the study are expected for further research in order to provide an explanation of hysterectomy for women who would do a hysterectomy, then the mother psychological please note that the mother does not feel so anxious, so as to reduce the anxiety that occurs in the mother.


(5)

iii

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul “Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2015” yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan pada Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumtera Utara.

Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini penulis mendapatkan bimbingan, masukan dan arahan dari berbagai pihak, sehingga penulis dapat membuat karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Sehingga dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes. selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Nur Asnah Sitohang, Skep., Ns., M.Kep selaku Ketua Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Roxsana Devi Tumanggor, M.Nurs (MntlHlth) selaku Pembimbing dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah.

4. Seluruh staf dan Dosen Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5. Kedua Orang Tua yang telah memberikan dukungan moril maupun material serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis hingga membuat semangat penulis terus terpacu dalam membuat Karya Tulis Ilmiah.

6. Saudara kandung (Abang dan Adik) penulis yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tiada hentinya.


(6)

iv

7. Rekan-rekan mahasiswi Program DIV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan dan masukan kepada penulis.

Akhir kata penulis do’akan segala bentuk bantuan yang telah di berikan mendapat imbalan dari Allah SWT.

Medan, 2015

Penulis


(7)

v

Halaman HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iiI DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR SKEMA ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

1. Bagi Ibu ... 4

2. Bagi Peneliti ... 4

3. Bagi Profesi Kebidanan ... 4

4. Bagi Institusi Pendidikan ... 4

BAB II TINJUAUAN PUSTAKA ... 5

A. Kecemasan ... 5

1. Pengertian ... 5

2. Teori Kecemasan ... 6

3. Tingkat Kecemasan ... 8

4. Penyebab Kecemasan ... 9

5. Tanda dan Gejala ... 10

6. Penilaian Tingkat Kecemasan ... 11

B. Histerektomi ... 12

1. Indikasi-indikasi Histerektomi ... 12

2. Jenis-jenis Histerektomi ... 14

C. Histerektomi Sesarea ... 20

1. Indikasi-indikasi Histerektomi Sesarea ... 20

2. Kontraindikasi Histerektomi Sesarea ... 20

3. Teknik Histerektomi Sesarea ... 21

BAB III KERANGKA KONSEPTUAL ... 23

A. Kerangka Konsep ... 23

B. Defenisi Operasional ... 23

BAB IV METODE PENELITIAN ... 24

A. Desain penelitian ... 24

B. Populasi dan Sampel... 24

1. Populasi ... 24

2. Sampel ... 24


(8)

vi

D. Waktu Penelitian ... 26

E. Etika Penelitian ... 26

F. Alat Pengumpulan Data ... 26

G. Uji Validitas dan Reliabilitas... 27

H. Prosedur Pengumpulan Data ... 27

I. Rencana Analisa Data... 28

1. Analisis Univariat ... 28

2. Analisa Data ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

A. Hasil Penelitian ... 30

1. Analisa Univariat ... 30

B. Pembahasan ... 33

1. Interpretasi Data dan Hasil Diskusi ... 33

C. Keterbataan Penelitian ... 40

D. Implementasi Pelayanan Kebidanan dan Penelitian Kebidanan ... 40

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

A. Kesimpuilan ... 42

B. Saran ... 42 DAFTAR PUSTAKA


(9)

vii

Halaman Tabel 2.1. Skala Peringkat Kecemasan Diri Zung Self ... 11 Tabel 3.1. Variabel dan Defenisi Operasional ... 23 Tabel 4.1. Waktu Penelitian ... 26 Tabel 5.1. Distribusi Responden Bedasarkan Karakteristik Umur,

Pendidikan, Pekerjaan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2015 (n=37) ... 30 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska

Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Tahun 2015 (n = 37) ... 31 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska

Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

Berdasarkan Umur (n = 37) ... 31 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska

Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015

Berdasarkan Pendidikan (n = 37) ... 32 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska

Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015


(10)

viii

DAFTAR SKEMA

Halaman Skema 3.1. Kerangka Konsep ... 23


(11)

ix

Lampiran 1 : Lembar Penjelasan Kepada Calon Responden Lampiran 2 : Lembar Persetujuan Setelah Penjelasan (PSP) Lampiran 3 : Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 : Lembar Konsultasi Karya Tulis Ilmiah Lampiran 5 : Master tabel data Penelitian

Lampiran 6 : Hasil Output Data Penelitian

Lampiran 7 : Surat Izin Data Penelitian dari Fakultas Keperawatan USU Lampiran 8 : Balasan surat Izin Penelitian


(12)

i

TINGKAT KECEMASAN IBU PASKAHISTEREKTOMI DI RSUD Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2015

ABSTRAK Imelda Yuristi

Latar belakang: Di dalam kesehatan reproduksi wanita mempunyai beberapa masalah antara lain kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi yang menyebabkan keterlambatan perempuan mendapatkan pelayanan dini dari tenaga kesehatan sehingga penanganan yang dilakukan terkadang harus melalui pengangkatan rahim (histerektomi) dari seorang perempuan Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus. Hampir sebagian besar pasien yang akan menjalani operasi pembedahan mengalami kecemasan karena menganggap tindakan operasi merupakan pengalaman yang menakutkan.

Tujuan Penelitian: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kecemasan ibu paska histerektomi.

Metodologi penelitian menggunakan desain deskriptif, dengan pendekatan cross sectional. Analisa data yang digunakan analisa univariat. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 37 orang, dengan menggunakan tekhnik purposive sampling. Penelitian ini dilakukan di RSUD Dr. Pirngadi Medan Ruang IV Ginekologi.

Hasil: Tingkat kecemasan ibu paska histerektomi berada pada tingkat kecemasan ringan sebanyak 9 orang (24,3%), tingkat kecemasan sedang sebanyak 19 orang (51,4%), dan pada tingkat kecemasan berat sebanyak 9 orang (24,3%).

Rekomendasi: Berdasarkan hasil penelitian diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar memberikan penjelasan tentang histerektomi kepada ibu yang akan dilakukan histerektomi, kemudian psikologis ibu harap diperhatikan agar ibu tidak merasa begitu cemas, sehingga dapat mengurangi kecemasan yang terjadi pada ibu.


(13)

ii ABSTRACT Imelda Yuristi

Background: In the reproductive health of women have some problems, among others, the lack of information about reproductive health that cause delays women get early ministry of health personnel so that handling is done sometimes to go through the removal of the uterus (hysterectomy) from a woman Hysterectomy is surgery to remove the uterus , Most of the patients undergoing surgery experience anxiety because they think surgery is a frightening experience.

Objective: This study aimed to determine the level of maternal anxiety post-hysterectomy.

The research methodology used descriptive design, with cross sectional approach. Data analysis used univariate analysis. The number of samples in this study were 37 people, using purposive sampling techniques. This study was conducted at Hospital Dr. Pirngadi Medan Space IV Gynecology.

Results: The rate of maternal anxiety post-hysterectomy are at a mild level of anxiety as many as 9 people (24.3%), anxiety levels were as many as 19 people (51.4%), and the rate of severe anxiety as many as 9 people (24.3%).

Recommendation: Based on the results of the study are expected for further research in order to provide an explanation of hysterectomy for women who would do a hysterectomy, then the mother psychological please note that the mother does not feel so anxious, so as to reduce the anxiety that occurs in the mother.


(14)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi didefinisikan sebagai keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh dan tidak semata-mata bebas dari penyakit yang berhubungan dengan sistem reproduksi. Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dan bukan hanya individu yang bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Permasalahannya dalam kesehatan reproduksi antara lain kurangnya informasi tentang kesehatan reproduksi yang menyebabkan keterlambatan perempuan mendapatkan pelayanan dini dari tenaga kesehatan sehingga penanganan yang dilakukan terkadang harus melalui pengangkatan rahim (histerektomi) dari seorang perempuan (Chandranita, 2009).

Di Amerika Serikat, histerektomi didapatkan 600.000 perempuan dilakukan tiap tahunnya. Histerektomi adalah tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus, tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh kasus. Tindakan histerektomi pada pasien mioma uteri merupakan indikasi bila didapati menorrhagia, metrorrhagia, keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan 12-14 minggu (Hadriboto, 2005).

Tindakan histerektomi dilakukan sebanyak 6,1-8,6% tindakan per 1000 perempuan di seluruh dunia dan sekitar 75% telah dilakukan pada perempuan usia 20-40 tahun. Pada usia 60 tahun 30% perempuan Amerika telah menjalani operasi ini dan hampir 90% disebabkan kelainan yang bersifat jinak terutama fibroid.


(15)

Sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa dalam 5% histerektomi pascapartum, salah satu adneksa harus diangkat untuk menghentikan perdarahan (Cunningham, 2013).

Salah satu penyebab histerektomi adalah infeksi intrauterin, jaringan parut yang sangat jelek, hipotonia uterus hebat yang tidak terangsang dengan oksitosin, prostaglandin dan pengurutan, robekan pembuluh darah uterus, mioma besar, displasia berat atau karsinoma in situ serviks, dan plasenta akerta atau inkerta. Atonia uteri yang sulit diatasi merupakan indikasi pada sepertiga kasus histerektomi caesar. Shellhaas et al., (2001), melaporkan data dari hampir 137.000 pelahiran caesar pada maternal di Fetal Unit Network, disana dikatakan 146 histerektomi pascapartum darurat-sekitar 1 per 200 pelahiran caesar, dan 41% dari seluruh histerektomi dilakukan setelah pelahiran caesar primer (Cunningham, 2012).

Dalam penelitian Chandra (2014), mengatakan bahwa hampir sebagian besar pasien yang akan menjalani operasi mengalami kecemasan karena menganggap tindakan operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 Oktober 2003 dan 30 september 2006, dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 klien (7%) mengalami kecemasan. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati tahun 2012 didapatkan bahwa 10% dari klien yang akan menjalani operasi, terjadi penundaan/pembatalan operasi. Diantaranya 5% kasus penundaan/pembatalan


(16)

3

disebabkan peningkatan tekanan darah, 2% kasus disebabkan klien haid, dan 3% disebabkan ketakutan.

Indra (2012), dalam penelitian Chandra (2014), mengatakan bahwa tingkat kecemasan pre operasi di RSUD Sragen, dari 40 orang responden yang menjalani operasi dalam tingkat kecemasan berat sebanyak 7 orang (17,5%), 16 orang (40%) yang memiliki tingkat kecemasan sedang, 15 orang (37,5%) ringan, dan 2 orang (5%) merasa cemas.

Berdasarkan survey pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 15 Januari 2015 di RSUD dr. Pirngadi Medan, didapat data histerektomi paska persalinan pada tahun 2014 sejumlah 144 orang dengan indikasi-indikasi tertentu dan memiliki tingkat kecemasan yang berbeda-beda (Rekam Medis RSUD dr. Pirngadi, 2015).

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti merasa tertarik untuk meneliti Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan Tahun 2015.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian adalah bagaimana tingkat kecemasan ibu paska histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2015 ?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2015.


(17)

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi berdasarkan Umur

b. Untuk Mengetahui Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi Berdasarkan Pendidikan

c. Untuk Mengetahui Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi Berdasarkan Pekerjaan

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Ibu

Menambah pengetahuan tentang menghadapi operasi agar tidak terjadi tingkat kecemasan terhadap ibu.

2. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan pengalaman dalam mengadakan penelitian serta sebagai dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Profesi Kebidanan

Menambah pengetahuan ilmu kebidanan khususnya di bidang kecemasan ibu yang telah melakukan histerektomi.

4. Bagi Institusi Pendidikan

Untuk menambah referensi dan sebagai sumber kepustakaan untuk perpustakaan di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.


(18)

5 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Kecemasan

1. Pengertian

Kecemasan adalah merupakan respon emosional terhadap penilaian individu yang subjektif, yang dipengaruhi alam bawah sadar dan tidak diketahui secara khusus penyebabnya. Kecemasan merupakan istilah yang sangat akrab dengan kehidupan sehari-hari yang menggambarkan keadaan khawatir, gelisah, takut, tidak tentram, disertai berbagai keluhan fisik. Keadaan tersebut dapat terjadi atau menyertai kondisi situasi kehidupan dan berbagai gangguan kesehatan. Kecemasan berbeda dengan takut, takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan objeknya jelas (Dalami et al., 2009).

Kecemasan merupakan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya di saat pasien harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan perawatan terhadap penyakit yang diderta pasien. Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subjektif individual, mempunyai kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung (Nursalam, 2012).

Konsep kecemasan memegang peranan penting yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri kecemasan adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernapasan. Kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan


(19)

yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Purba et al., 2008).

Sedangkan Corey (1995), mengartikan kecemasan sebagai suatu keadaan tegang yang memaksa individu untuk berbuat sesuatu. Kecemasan berkembang dari konflik antara sistemis, ego, dan superego tentang sistem kontrol atas energi psikis yang ada. Sementara itu, Hall dan Lindzey (1993) dalam Purba et al., (2008), berpendapat bahwa membagi kecemasan menjadi 3 (tiga), yaitu:

a. Kecemasan realita adalah rasa khawatir akan bahaya yang datang dari dunia luar dan derajat kecemasannya sangat tergantung kepada ancaman nyata. b. Kecemasan neurotik adalah rasa khawatir kalau-kalau insthink akan keluar

jalur dan menyebabkan seseorang berbuat sesuatu yang dapat membuatnya terhukum.

c. Kecemasan moral adalah rasa khawatir terhadap hati nuraninya sendiri. Individu yang hati nuraninya cukup berkembang cenderung merasa bersalah apabila berbuat sesuatu yang bertentangan dengan moral. Fungsinya adalah mengingatkan adanya bahaya yang datang.

2. Teori Kecemasan

Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994) dalam Nursalam (2012), mengembangkan teori-teori tentang kecemasan, sebagai berikut:

a. Teori Psikoanalisis

Kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan super ego. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif, super ego mencerminkan hati nurani seseorang, sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator dari tuntutan id dan super ego.


(20)

7

Kecemasan berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.

b. Teori Interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal, hal ini digabungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak berdaya. Individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami kecemasan berat.

c. Teori Perilaku

Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu dorongan, yang mempelajari berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit.

Pakar teori meyakini bahwa bila pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan maka akan menunjukkan kecemasan yang berat pada masa dewasanya. Sementara para ahli teori konflik mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang bertentangan. Mereka percaya bahwa hubungan timbal balik antara konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik.

d. Teori Keluarga

Gangguan kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga, biasanya tumpang tindih antara gangguan cemas dan depresi.

e. Teori Biologi

Teori biologi menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor spesifik untuk benzodiasepin. Reseptor ini mungkin mempengaruhi kecemasan.


(21)

3. Tingkat Kecemasan

Menurut Peplau (2004) dalam Suliswati et al., (2005), mengatakan bahwa ada 4 (empat) tingkat kecemasan yang dialami oleh individu yaitu:

a. Kecemasan Ringan

Dihubungkan dengan ketegangan yang dialami sehari-hari. Individu masih waspada serta lapang persepsinya meluas, menajamkan indra. Dapat memotivasi individu untuk belajar dan mampu memecahkan masalah secara efektif dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas, Contohnya sebagai berikut:

1) Seseorang yang menghadapi ujian akhir.

2) Pasangan dewasa yang akan memasuki jenjang pernikahan.

3) Individu yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.

4) Individu yang tiba-tiba dikejar anjing menggonggong. b. Kecemasan Sedang

Individu terfokus hanya pada pikiran yang menjadi perhatiannya, terjadi penyempitan lapangan persepsi, masih dapat melakukan sesuatu dengan arahan orang lain, contohnya sebagai berikut:

1) Pasangan suami-istri yang menghadapi kelahiran bayi pertama dengan risiko tinggi.

2) Keluarga yang menghadapi perpecahan (berantakan). 3) Individu yang mengalami konflik dalam pekerjaan. c. Kecemasan Berat

Lapangan persepsi individu sangat sempit. Pusat perhatiannya pada detil yang kecil (spesifik) dan tidak dapat berpikir tentang hal-hal lain. Seluruh


(22)

9

perilaku dimaksudkan untuk mengurangi kecemasan dan perlu banyak perintah/arahan untuk terfokus pada area lain, contohnya sebagai berikut:

1) Individu yang mengalami kehilangan harta benda dan orang yang dicintai karena bencana alam.

2) Individu dalam penyanderaan. d. Panik

Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang. Karena hilangnya kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun meskipun dengan perintah. Terjadi peningkatan aktivitas motorik, berkurangnya kemampuan berhubungan dengan orang lain, penyimpangan persepsi dan hilangnya pikiran rasional, tidak mampu berfungsi secara efektif. Biasanya disertai dengan disorganisasi kepribadian. Contohnya: individu dengan kepribadian pecah/ depersonalisasi.

4. Penyebab Kecemasan

Menurut Purba et al., (2008), kecemasan dapat disebabkan oleh: a. Adanya perasaan takut tidak diterima dalam suatu lingkungan tertentu. b. Adanya pengalaman traumatis seperti trauma akan berpisah, kehilangan atau

bencana.

c. Adanya rasa frustasi akibat kegagalan dalam mencapai tujuan.

d. Adanya ancaman terhadap integritas diri, meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar.

e. Adanya ancaman terhadap konsep diri: identitas diri, harga diri, dan perubahan peran.


(23)

5. Tanda dan Gejala

Menurut Purba et al., (2008), ada beberapa tanda dan gejala, yaitu: a. Tanda dan Gejala pada Kecemasan

1) Respon Fisik

Yang mungkin ditemukan antara lain: sering nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi, gelisah, berkeringat, tremor, sakit kepala, dan sulit tidur.

2) Respons Kognitif

a) Lapangan persepsi menyempit.

b) Tidak mampu menerima rangsangan luar. c) Berfokus pada apa yang menjadi perhatiannya. 3) Respons Perilaku dan Emosi

a) Gerakan tersentak-sentak b) Bicara berlebihan dengan cepat c) Perasaan tidak aman

b. Tanda dan Gejala pada Koping tidak Efektif

Apabila individu sudah mengalami koping yang tidak efektif maka tanda dan gejala yang dijumpai adalah:

1) Mengungkapkan ketidakmampuan untuk mengatasi masalah atau meminta bantuan.

2) Menggunakan mekanisme pertahanan yang tidak sesuai.

3) Ketidakmampuan memenuhi peran yang diharapkan: mengalami ketegangan peran, konflik peran.


(24)

11

5) Tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar: makan minum, kebersihan diri, istirahat dan tidur, berdandan.

6) Perubahan dalam interaksi sosial: menarik diri, tergantung, manipulatif, implusif.

7) Perilaku destruktif: merusak diri, penyalahgunaan zat. 8) Sering sakit, berbobong atau manipulasi.

9) Rasa khawatir kronis.

6. Penilaian Tingkat Kecemasan

Zung Self-Rating Anxiety Scale (SAS/SRAS) adalah penilaian kecemasan pada pasien dewasa yang dirancang oleh William W. K. Zung (2006), dikembangkan berdasarkan gejala kecemasan dalam Diagnostic and Statistical Manual Of Mental Disorder (DSM-II) terdapat 20 pertanyaan, dimana setiap pertanyaan dinilai 1-4 (1: tidak pernah, 2: kadang-kadang, 3: sebagian waktu, 4: hampir setiap waktu. Terdapat 15 pertanyaan ke arah peningkatan kecemasan dan 5 pertanyaan ke arah penurunan kecemasan, Zung Self-Rating Anxiety Scale dalam Ian mcdowell, 2006 (Nursalam, 2012).

Menurut Nursalam (2012), ada skala peringkat kecemasan diri Zung Self, yaitu:

Tabel 2.1. Skala Peringkat Kecemasan Diri Zung Self

No. Pernyataan Tidak

Pernah Kadang- kadang Sebagian Waktu Hampir Sebagian Waktu 1. Saya merasa lebih gugup dan

cemas dari biasanya.

1 2 3 4

2. Saya merasa takut tanpa alasan sama sekali.

1 2 3 4

3. Saya mudah marah atau merasa panik.

1 2 3 4

4. Saya merasa seperti jatuh terpisah dan akan hancur berkeping-keping.


(25)

5. Saya merasa bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak ada hal buruk akan terjadi.

4 3 2 1

6. Lengan dan kaki saya gemetar. 1 2 3 4 7. Saya terganggu oleh nyeri kepala

leher dan nyeri punggung.

1 2 3 4

8. Saya merasa lemah dan mudah lelah.

1 2 3 4

9. Saya merasa tenang dan dapat duduk diam dengan mudah.

4 3 2 1

10. Saya merasakan jantung saya berdebar-debar.

1 2 3 4

11. Saya merasa pusing tujuh keliling. 1 2 3 4 12. Saya telah pingsan atau merasa

seperti itu.

1 2 3 4

13. Saya dapat bernapas dengan mudah.

4 3 2 1

14. Saya merasa jari-jari tangan dan kaki mati rasa dan kesemutan.

1 2 3 4

15. Saya terganggu oleh nyeri lambung atau gangguan pencernaan.

1 2 3 4

16. Saya sering buang air kecil. 1 2 3 4

17. Tangan saya biasanya kering dan hangat.

4 3 2 1

18. Wajah saya tersa panas dan merah merona.

1 2 3 4

19. Saya mudah tertidur dan dapat istirahat malam dengan baik.

4 3 2 1

20. Saya mimpi buruk. 1 2 3 4

Rentang penilaian 20-80, dengan pengelompokkan antara lain: 1. Skor 20-35 : normal/tidak cemas

2. Skor 36-50 : kecemasan ringan 3. Skor 51-65 : kecemasan sedang 4. Skor 66-80 : kecemasan berat

B. Histerektomi

1. Indikasi-indikasi Histerektomi

Menurut Rasjidi (2008), bahwa indikasi tersering histerektomi adalah leiomioma uteri, prolaps uterovaginal, keganasan serviks dan uterus,


(26)

13

endometriosis, perdarahan fungsional menetap yangtidak membaik setelah terapi konservatif.

a. Leiomioma uteri, merupakan indikasi histerektomi tersering. Intervensi bedah biasanya diindikasikan pada uterus yang berukuran 12-14 minggu atau lebih. Indikasi lain adalah jika terdapat peningkatan ukuran tumor secara cepat pada wanita premenopause. Indikasi lainnya apabila terdapat menometrorrhagia berat yang menyebabkan anemia, nyeri akibat torsi mioma, dan penekanan pada pelvis.

b. Prolaps uteri, menjadi indikasi histerektomi jika timbul keluhan atau terdapat ulserasi pada permukaan uterus yang prolaps.

c. Keganasan, kanker endometrial uterus merupakan indikasi mutlak histerektomi. Indikasi lain histerektomi adalah hiperplasia endometrial dengan atipia, yang merupakan prekursor dari keganasan endometrial. Kanker ovarium di atas stadium satu juga merupakan indikasi histerektomi. d. Endometriosis, terutama pada pasien yang sudah tidak mengharapkan

kehamilan lagi.

e. Dysfunctional Uterine Bleeding, terutama pada pasien yang gagal diterapi secara hormonal.

f. Infeksi pelvis, jarang dilakukan terutama dilakukan pada pasien yang sudah tidak menginginkan kehamilan lagi atau pada infeksi uterine puerperal yang tidak dapat dikontrol secara konservatif.

g. Masalah obstetrik, histerektomi diindikasikan pada pasien yang mengalami perdarahan yang tidak terkontrol setelah aborsi atau seksio sesarea atau infeksi berat. Penyebab perdarahan tersebut biasanya adalah ruptur uterin


(27)

yang luas, perforasi uterin berat, kehamilan abdominal atau servikal, molahidatidosa invasif, atau koriokarsinoma.

h. Pengangkatan ovarium, jika kedua ovarium perlu diangkat pada wanita usia lanjut, sebaiknya dilakukan pengangkatan uterus karena sudah tidak memiliki fungsi dan berisiko menimbulkan penyakit.

i. Nyeri pelvis kronis, nyeri pelvis kronis saat pasien melokalisasikannya pada uterus jarang menjadi indikasi histerektomi, hal tersebut sering kali merupakan masalah psikiatrik.

j. Tumor trofobastik, molahidatidosa dan khoriokarsinoma biasanya dapat berhasil diterapi dengan kemoterapi. Akan tetapi, jika terdapat peningkatan titer hCG persiten, histerektomi dapat dipertimbangkan jika uterus diketahui menjadi lokasi tumor persisten.

2. Jenis-jenis Histerektomi

Ada beberapa jenis-jenis histerektomia sesarea, yaitu: a. Histerektomi Supraservikalis

Merupakan metode operasi histerektomi yang paling tua, artinya dengan meninggalkan stomp serviks dan mengangkatnya setinggi isthmus uteri atau osteum kanalis servikal internum (Rasjidi, 2008).

Untuk melakukan histerektomi subtotal, pemotongan korpus uteri cukup dilakukan setinggi insisi tersebut. Potongan serviks dapat ditutup dengan jahitan catgut simpul. Jika masih terdapat perdarahan merembes atau kemungkinan infeksi, serviks dilonggarkan dan dipasang sebuah drain ke vagina. Dilakukan retroperitonealisasi seperti pada histerektomi totalis (Rasjidi, 2008).


(28)

15

b. Histerektomi Totalis

Untuk melakukan histerektomia totalis, diperlukan pembebasan kandung kemih di tengah dan ke lateral yang lebih luas. Ini akan membantu menggeser ureter kebawah pada saat kandung kemih diretraksi di bawah simfisis dan juga akan mencegah terpotong maupun terjahitnya kandung kemih saat memotong serviks dan menutup vagina. Kandung kemih dibebaskan sejauh kira-kira 2 cm dibawah tepi bawah serviks untuk mencapai puncak vagina. Jika penipisan serviks masih sedikit, batas serviks-vagina dapat dikenali dengan cara palpasi antara jari salah satu tangan di kavum douglasi dan jari tangan yang lain di sebelah depan. Jika penipisan dan pembukaan serviks sempurna, cara ini kurang memuaskan. Dalam hal ini, jari tangan dimasukkan ke rongga uterus melalui tepi bawah insisi uterus yang tadinya digunakan untuk melahirkan janin atau melalui luka yang dibuat melalui dinding depan uterus seringgi potongan arteri uterina. Jari tangan diarahkan ke bawah melalui insisi untuk mengenali tepi serviks dan forniks bagian depan (Hariadi et al., 1991).

Ligamentum kardinale, ligamentum sakrouterina dan pembuluh-pembuluh darah di dalamnya diklem rangkap dengan klem lengkung heaney, klem lurus oschner atau alat yang sejenis. Klem ditempatkan sedekat mungkin pada serviks namun tidak mengenainya. Penting untuk diperhatikan agar tidak terlalu banyak mencakup jaringan dalam satu klem. Jaringan di antara pasangan klem di potong dan potongan bagian lateral yang mengandung pembuluh darah diikat seksama. Tindakan ini diulang sampai dinding lateral vagina dicapai. Pada cara ini, cabang bawah arteri uterina diklem dipotong dan diikat pada saat memisahkan serviks dari ligamentum kardinale (Hariadi et al., 1991).


(29)

Tepat di bawah serviks, dipasang sebuah klem lengkung pada forniks vaginalis lateralis, dan jaringan sebelah medial dari klem dipotong. Potongan forniks vaginalis lateralis dijahit dan diikat rangkap ke ligamentum kardinale. Seluruh serviks kemudian dieksisi dari vagina, sementara seorang asisten secara berturut-turut memegang seluruh tebal tepi potongan vagina dengan klem lurus oschner atau yang sejenis. Serviks kemudian diperiksa untuk memastikan bahwa telah dieksisi seluruhnya dan vagina dijahit. Beberapa operator memilih menutup vagina dengan menggunakan jahitan catgut khromik berbentuk angka delapan. Kebanyakan memilih untuk menghentikan perdarahan dengan menggunakan jahitan jelujur terkunci dengan benang catgut kromik yang menembus mukosa dan fasia endopelvis sekeliling vagina. Vagina yang terbuka memungkinkan pembuangan cairan, sehingga tidak tertimbun dan mencegah terjadinya hematom dan abses (Hariadi et al., 1991).

Kavum peritoneum dan kavum douglasi dibersihkan dari darah dan sisa-sisa lainnya. Semua berkas potongan mulai dari atas (tuba fallopi dan ligamentum ovarii) sampai ke potongan vagina dan kandung kemih diperiksa teliti kemungkinan adanya perdarahan. Setiap perdarahan diklem dan dijahit seksama, harus hati-hati agar ureter tidak ikut terjahit. Dilakukan retroperitonealisasi, salah satu adalah dengan menggunakan jahitan khromik jelujur mulai dari tempat potongan tuba dan ligamentum ovarii, yang dijahit secara (Hariadi et al., 1991).

Inversi sehingga tertanam retroperitoneal. Jahitan dilanjutkan jelujur sehingga menutup potongan ligamentum latum, menanam potongan ligamentum rotundum, menggandengkan peritoneum vesicouterina dengan potongan peritoneum di atas kavum douglasi, menutup ligamentum latum pada sisi


(30)

17

berlawanan, menanam potongan ligamentum rotundum dan akhirnya potongan tuba dan ligamentum ovarii pada sisi yang berlawanan (Hariadi et al., 1991).

Dinding abdomen ditutup lapis demi lapis seperti pada seksio sesarea. Bila terdapat sepsis, peritoneum dan fasia ditutup bersama dengan satu lapisan menggunakan jahitan permanen nonreaktif, sedangkan jaringan subkutan dan kulit sementara tidak ditutup. Appendektomi dan Oophorektomi. Keuntungan dibandingkan resikonya melakukan appendektomi pada saat seksio sesarea atau histerektomi masih tetap merupakan perdebatan. Pada histerektomi sesarea, harus diambil keputusan tentang nasib ovarium. Apakah klem dipasang melintas ligamentum ovarii dan pangkal tuba, atau melintas ligamentum infundibulopelvikum di sebelah lateral dari ovarium dan tuba? Pada wanita mendekati usia menopause, pengambilan keputusan tidak sukar, namun hanya sedikit wanita mendekati usia menopause yang mengalami histerektomi sesarea. Pada umumnya, mempertahankan ovarium lebih diutamakan oleh kebanyakan pakar kebidanan, kecuali bila terdapat kelainan ovarium (Hariadi et al., 1991). c. Histerektomi Vaginal

Indikasinya, prolapsus uteri, mioma uteri, perdarahan berulang saat menopause (climacteric), pada pasien usia lebih dari 40 tahun, histerektomi vagina bermanfaat sebagai usaha pencegahan untuk mengurangi tingkat kematian karena keganasan, hiperplasia endometrial, displasia servikal, dan terutama karsinoma in situ yang tidak dapat diangkat sempurna dengan konisasi, dan aspek kosmetika (Rasjidi, 2008).

Kontraindikasi histerektomi vaginal adalah, terdapat jaringan parut, inflamasi, atau perubahan endometrial pada adneksa, tumor ovarium, riwayat


(31)

laparatomi sebelumya (termasuk perforasi appendix) dan abses pada cul-de-sac douglas karena diduga terjadi pembentukan perlekatan (Rasjidi, 2008).

Adapun syarat histerektomi vaginal, yaitu: mobilitas dan akses yang mudah dalam mencapai uterus dan morbiditas adneksa yang baik, ukuran mioma uteri diperkirakan dapat ditarik melewati false pelvis (diperkirakan sama dengan ukuran uterus pada usia kehamilan 4-5 bulan) pada primipara dan multipara, ukuran vagina relatif tidak penting dalam menentukan pilihan histerektomi vagina karena vagina dapat diregangkan dengan mudah dalam keadaan dianastesi (Rasjidi, 2008).

Menurut Rasjidi (2008), adapun teknik/prosedur histerektomi vaginal antara lain:

1) Setelah dilakukan anestesi umum, pasien ditempatkan dalam posisi dorsal litotomi. Pemeriksaan pelvis bimanual dilakukan sebelum operasi.

2) Jahit labia minora, spekulum dipasang lalu tenakulum dipasang.

3) Dengan menggunakan syringe 20 ml, lakukan injeksi dengan bahan vasokonstriksi seperti: 0,5%-1% lidokain dengan epinefrin (konsentrasi 1:200.000); 0,25% bupivakain dengan epinefrin, atau pitressin yang diencerkan pada empat daerah submukosal sekeliling serviks untuk mengontrol perdarahan.

4) Setelah 3 menit insisi transversal dibuat sekitar 2 cm di atas serviks dengan skalpel di sepanjang mukosa vaginal anteror di bawah perlekatan dari kandung kemih hingga tampak jaringa ikat.

5) Jaringan ikat dinding anterior vagina yang berhubungan dengan kandung kemih lalu dipisahkan dengan menggunakan jari yang dibalut kasa atau dengan gunting.


(32)

19

6) Setelah ditemukan plika vesikouterina, lakukan insisi hingga dapat masuk ke dalam kavum peritonii. Setelah terbuka lebar, jahitan dengan benang 2-0 sintetis yang dapat diabsorbsi, dilakukan untuk memudahkan pencairan peritoneum anterior nantinya.

7) Pengangkatan plika vesikouterina dengan forseps akan membuat lubang nyata terlihat. Dianjurkan untuk memasukkan jari pada lubang ini dan mengeksplorasi area ini.

8) Insisi tranversal dibuat sepanjang mukosa vagina posterior pada tingkatan forniks vagina psoterior.

9) Mukosa didorong ke bawah untuk mencapai peritoneum, kemudian uterus ditarik ke sisi kanan dengan bantuan tenakulum.

10) Insisi vaginal anterior dan posterior disatukan dengan insisi lateral pada tiap sisi serviks dan mukosa didorong kebelakang sekitar 2 cm tiap sisinya. 11) Uterus ditarik ke sisi kanan dengan bantuan tenakulum. Klem selanjutnya

digantikan dengan ligasi fiksasi dengan jahitan figure-of-8 menggunakan benang 0 sintesis yang dapat diabsorbsi.

12) Saat dilakukan pengikatan, benang dipegang dengan klem kelly untuk traksi. Dengan uterus di sebelah atas dan retraksi di sebelah lateral dengan tenakulum pada serviks, ligamen kardinal yang berdekatan dengan segmen bawah rahim diklem dan diinsisi.

13) Setelah uterus dikeluarkan, retraktor diletakkan pada vagina untuk membuka pelvis. Adneksa ditarik dengan klem, lalu ligamen infundibulopelvik diklem menggunakan dua klem Oschner, diinsisi dan bagian proksimal diligasi dengan benang 0 sintesis yang dapat diabsorbsi.


(33)

C. Histerektomi Sesarea

1. Indikasi-indikasi Histerektomi Sesarea

Indikasi-indikasi histerektomi sesarea telah dibicarakan dalam hubungannya dengan berbagai keadaan yang terkadang memerlukan tindakan operasi. Secara ringkas, infeksi intrauterin, jaringan parut yang sangat jelek, hipotonia uterus hebat yang tidak terangsang dengan oksitosin, prostaglandin dan pengurutan, robekan pembuluh darah besar uterus, mioma besar, displasia berat atau karsinoma in situ serviks, dan plasenta akreta atau inkreta, biasanya paling baik diatasi dengan histerektomia langsung apabila dilakukan seksio sesarea. Kekhawatiran utama pada histerektomi sesarea adalah meningkatnya perdarahan serta frekuensi perlukaan saluran kemih yaitu perlukaan ureter atau lebih sering kandung kemih (Hariadi et al., 1991).

2. Kontraindikasi Histerektomi Sesarea

Pada prinsipnya tidak ada kontraindikasi untuk histerektomi sesarea, dan adapun syarat histerektomi sesarea, yaitu: indikasi terpenuhi, surat persetujuan (informed consent), dan adanya tim pendukung (Rasjidi, 2008).

Persiapan histerektomi sesarea, antara lain: penilaian kembali pasien secara umum meliputi kondisi hemodinamik, status koagulasi, maupun penyakit lain yang menyertai, persiapan darah untuk keperluan transfusi, dukungan tim bedah yang berpengalaman terdiri dari asisten sirkulator, teknisi bedah, dokter anestesia, asisten bedah, dan dokter bedah utama. Kemudian antibiotik profilaksis, pasang dauer cateter, rambut pubis dicukur paling lama enam jam sebelum operasi (Rasjidi, 2008).


(34)

21

3. Teknik Histerektomi Sesarea

Setelah janin dilahirkan dengan seksio sesarea klasik atau segmen bawah, dapat dilakukan histerektomi supraservikal atau lebih baik total dengan cara yang baku, biasanya dengan meninggalkan adneksa. Meskipun semua pembuluh darah pada uterus yang hamil lebih besar dari pada yang tidak hamil, histerektomi biasanya dipermudah oleh mudahnya memisahkan jaringan. Jumlah perdarahan biasanya cukup banyak, pada histerektomi sesarea dengan maksud sterilisasi, jumlah perdarahan rata-rata sekitar 1500 ml, atau 500 ml lebih banyak dari pada seksio sesarea (Hariadi et al., 1991).

Pada saat bahu anak dilahirkan, oksitosin diberikan dengan infus intravena sampai uterus dikeluarkan. Perdarahan dari pembuluh darah besar segera diklem dan diikat. Plasenta diambil dan untuk mencegah perdarahan hebat, dimasukkan kasa laparatomi ke rongga uterus di tempat bekas implantasi plasenta, sebelum insisi uterus ditutup dengan jahitan jelujur atau simpul. Uterus diangkat keluar dari rongga abdomen, ligamentum rotundum dekat ke uterus dipotong di antara dua klem heaney atau kocher, dan diikat rangkap menggunakan benang catgut khromik ukuran 0 atau 1. Insisi pada serosa vesikouterina, yang dibuat untuk memisahkan kandung kemih pada seksio sesarea, diperpanjang kesamping dan keatas melalui serosa depan ligamentum latum, sampai mencapai potongan ligamentum rotundum (Hariadi et al., 1991).

Tiap perdarahan yang aktif harus diklem dan diikat untuk mengurangi jumlah perdarahan. Serosa belakang ligamentum latum dekat ke uterus, dilubangi tepat dibawah tuba fallopi, ligamentum ovarii proprium serta pembuluh darah ovarium, kemudian ini semua diklem rangkap dekat dengan


(35)

uterus dan dipotong, potongan lateral diikat rangkap. Potongan dekat uterus diikat dan klem dapat dilepas (Hariadi et al., 1991).

Lembar belakang ligamentum latum kemudian dipotong ke bawah ke arah ligamentum kardinale. Lagi, tiap perdarahan harus diklem dan diikat. Kemudian, kandung kemih serta peritoneum dipisahkan dari segmen bawah uterus. Biasanya hal ini dapat dilakukan mudah dengan diseksi secara tumpul, menggunakan kasa pada jari tangan (Hariadi et al., 1991).

Jika terdapat perlekatan kandung kemih, seperti pada bekas seksio sesarea, maka perlu dilakukan diseksi tajam dengan gunting. Pada saat ini harus hati-hati jangan sampai melukai ureter, yang melintas di bawah arteri uterina. Arteri dan vena uterina pada kedua sisi diidentifikasi, diklem rangkap dekat ke uterus, dipotong dan diikat rangkap (Hariadi et al., 1991).


(36)

23 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL A. Kerangka Penelitian

Kerangka konsep adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya, atau antara vaiabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoadmodjo, 2010).

Skema 3.1 Kerangka Konsep

B. Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah untuk membatasi ruang lingkup atau pengertian variabel-variabel yang diteliti. Defenisi operasional juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan serta pengembangan instrumen (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010).

Tabel 3.1. Variabel dan Defenisi Operasional No Variabel Defenisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Tingkat

Kecemasan Ibu Suatu ukuran tingkatan keadaan yang membuat responden tidak nyaman dalam melakukan histerektomi (pengangkatan rahim) atas indikasi tertentu.

Kuesioner Wawancara 1. Normal/ tidak cemas, jika jumlah skor 20-35 2. Ringan, jika

jumlah skor 36-50 3. Sedang, jika

jumlah skor 51-65 4. Berat, jika

jumlah skor 66-80 Ordinal Tingkat Kecemasan Ibu Pascahisterektomi

Normal/Tidak Cemas (skor 20-35) Ringan (skor 36-50)

Sedang (skor 51-65) Berat (skor 66-80)


(37)

24

METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif dengan pendekatan cross sectional yaitu melihat kecemasan ibu dalam satu waktu.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang telah melakukan histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan tahun 2014 yang berjumlah sebanyak 144 orang pada tahun 2014.

2. Sampel

a. Besar Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling, yaitu peneliti memilih responden berdasarkan pertimbangan subyektif dan praktis, bahwa responden tersebut dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan peneliti (Sastroasmoro, 2011). Sampel yang digunakan peneliti adalah 37 responden dikarenakan ada kesulitan yang ditemukan yaitu jumlah responden yang tidak mencukupi karena tidak setiap hari pasien histerektomi ada, sehingga peneliti kesulitan dalam melakukan penelitian dan peneliti tidak dapat mencapai target responden.


(38)

25

b. Kriteria Sampel 1. Kriteria Inklusi

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel. Kriteria Inklusi dalam penelitian ini adalah:

a. Responden yang bersedia diwawancara.

b. Responden adalah seluruh ibu yang telah melakukan histerektomi di RSUD dr. Pirngadi Medan.

c. Responden yang dapat membaca dan menulis. d. Sehat Jasmani dan Rohani.

e. Memahami bahasa Indonesia. 2. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil sebagai sampel. Kriteria Ekslusi dalam penalitian ini adalah: a. Responden yang tidak besedia diwawancarai.

b. Ibu yang tidak koperatif. C. Tempat Penelitian

Tempat atau lokasi penelitian adalah tempat atau lokasi yang akan dilakukan penelitian. Lokasi penelitian ini membatasi ruang lingkup penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Lokasi penelitian ini dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Medan dengan alasan ditempat ini masih terdapat tindakan histerektomi sebanyak 144 orang pada tahun 2014.


(39)

D. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober-Juni 2015, yaitu: Tabel 4.1. Waktu Penelitian

No. Hari/Tanggal Kegiatan

1. Oktober 2014 Pengajuan Judul Penelitian 2. Oktober-November 2014 Pengajun BAB I

3. November 2014-Januari 2015 Pengajuan BAB II, III, IV, beserta instrument penelitian

4. Februari-Juni 2015 Pengumpulan data

5. Juni 2015 Pengolahan data

6. Juli 2015 Sidang KTI

E. Etika Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan permasalahan etik, yaitu: memberikan penjelasan kepada calon responden penelitian tentang tujuan dan prosedur penelitian. Apabila calon responden bersedia, maka calon responden dipersilahkan untuk menandatangani informed consent. Tetapi jika calon responden tidak bersedia, maka calon responden berhak untuk menolak dan mengundurkan diri.

Responden juga berhak mengundurkan diri selama proses pengumpulan data berlangsung. Kerahasian catatan mengenai data responden dijaga dengan cara tidak menuliskan nama responden pada instrumen. Responden juga berhak secara bebas untuk mengikuti penelitian atau tidak, dan setiap responden tidak ada yang dirugikan sehingga data-data yang diperoleh dari responden juga hanya digunakan untuk kepentingan penelitian.

F. Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lakukan dengan menggunakan lembar kuesioner yang di susun dan di modifikasi oleh peneliti dengan mengacu kepada kerangka konsep, tinjauan pustaka, dan tinjauan teoritis. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi Rumah Sakit kemudian memberikan lembar persetujuan, setelah itu


(40)

27

memberikan pertanyaan (kuesioner) kepada responden yang kemudian dijawab oleh responden.

G. Uji Validitas dan Reabilitas 1. Uji Validitas

Uji validitas (kesahihan) yang dilakukan adalah dengan cara conten validity dimana substansi pengukuran itu betul-betul mewakili konsep yang sudah dirumuskan dalam defenisi operasional yang didasarkan pada landasan teori. Uji validitas dilakukan dengan Dosen ahli Keperawatan Jiwa yaitu, Mahnum Lailan Nasution, S.Kep, Ns, M.Kep.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas (kehandalan) dilakukan untuk melihat alat dapat dipercaya atau dapat diandalkan untuk digunakan sebagai alat ukur. Lembar kuesioner pada penelitian ini disusun berdasarkan literature dan konsultasi kepada pembimbing. Uji reliabilitas dilakukan setelah uji validitas data, data dikatakan reliabel jika nilai cronbach alfa > 0,07.

H. Prosedur Pengumpulan Data

Peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan izin pelaksanaan penelitian kepada institusi pendidikan Program Studi D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang akan di kirim ke RSUD dr. Pirngadi Medan. Setelah mendapat izin penelitian kemudian peneliti mengantarkan surat izin penelitian ke bagian TU RSUD dr. Pirngadi Medan, kemudian peneliti dapat balasan dari bagian RSUD dr. Pirngadi untuk mengantarkan BAB I-BAB III ke Bagian Penelitian, kemudian peneliti mendapatkan surat penelitian dan diantarkan ke bagian rekam medik.


(41)

Kemudian peneliti meminta data histerektomi ke bagian rekam medik. Lalu, peneliti ke bagian SMF Obgyn mengantar surat penelitian dan proposal penelitian kemudian setelah dari SMF Obgyn surat penelitian diantar ke ruangan IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan, lalu peneliti menemui pegawai di ruang IV Ginekologi menjelaskan apa yang akan dilakukan peneliti, lalu Peneliti melakukan pendekatan kepada responden serta menjelaskan kepada responden tentang tujuan dan manfaat penelitian di ruangan kebidanan. Peneliti meminta persetujuan responden dengan menandatangani informed consent. Setelah responden bersedia kemudian peneliti mengisi lembar kuesioner pada data demografi responden yaitu umur, pendidikan, pekerjaan melalui wawancara. Peneliti mengumpulkan data pada ibu yang telah melakukan operasi histerektomi.

I. Rencana Analisa Data 1. Pengolahan Data

Teknik pengolahan data menurut Hidayat tahun 2010, meliputi: a. Editing

Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing juga dapat dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.

b. Coding

Coding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

c. Data Entry

Data entry merupakan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan kedalam master table atau database komputer,kemudian


(42)

29

membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan membuat table kontigensi.

d. Melakukan Teknik Analisa

Dalam melakukan analisa, khususnya terhadap data penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di analisis.

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat (Analisa Deskriptif)

Analisa Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskipsikan setiap variabel penelitian. Bentuk analisa ini tergantung dari jenis datanya. Hasil disajikan dalam bentuk tabel.


(43)

30

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan hasil dan pembahasan penelitian mengenai tingkat kecemasan ibu paska histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2015 dengan jumlah responden sebanyak 37 orang, yang kemudian dinilai dengan menggunakan instrumen kuesioner.

1. Analisa Univariat

Analisis univariat ini bertujuan untuk mengidentifikasi distribusi frekuensi karakteristik responden berdasarkan umur, pendidikan, dan pekerjaan. Peneliti menggunakan kuesioner yang berisi 20 pernyataan mengenai kecemasan. Berikut ini akan dijabarkan hasil identifikasi data demografi responden, serta hasil identifikasi tingkat kecemasan ibu paska histerektomi.

Tabel 5.1. Distribusi Responden Bedasarkan Karakteristik Umur, Pendidikan, Pekerjaan Di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 (n=37)

No. Data Demografi Frekuensi Persentase

1. Umur

39-47 48-56 22 15 59,5 40,5

Total 37 100

2. Pendidikan

SD 1 2,7

SMP 9 24,3

SMA 25 67,6

Sarjana/PT 2 5,4

Total 37 100

3. Pekerjaan

Bekerja 19 51,4

Tidak Bekerja 18 48,6


(44)

31

Berdasarkan tabel 5.1 hasil penelitian dari 37 responden di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan diperoleh bahwa menurut umur mayoritas responden berumur 39-47 tahun dengan frekuensi 22 orang (59,5%), menurut pendidikan mayoritas responden yang berpendidikan SMA dengan frekuensi 25 orang (67,6%), dan menurut pekerjaan mayoritas responden yang bekerja dengan frekuensi 19 orang (51,4%).

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 (n = 37)

No. Kategori Frekuensi Persentase

1. Normal - -

2. 3. 4. Cemas Ringan Cemas Sedang Cemas Berat 9 19 9 24,3 51,4 24,3

Total 37 100

Berdasarkan tabel 5.2 hasil penelitian dari 37 responden penelitian di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 diperoleh bahwa semua responden merasa cemas dengan tingkat kecemasan yang berbeda-beda yaitu, responden yang mengalami tingkat kecemasan ringan dengan frekuensi 9 orang (24,3%), responden yang mengalami tingkat kecemasan sedang dengan frekuensi 19 orang (51,4%), dan responden yang mengalami tingkat kecemasan berat dengan frekuensi 9 orang (24,3%).

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 Berdasarkan Umur (n = 37)

No . Data Demografi

Tingkat Kecemasan

Total Normal Cemas

Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Umur

1. 39-47 - 4 11 7

2. 48-56 - 5 8 2


(45)

Berdasarkan tabel 5.3 hasil penelitian dari 37 responden penelitian di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 diperoleh bahwa, responden yang berumur 39-47 dengan kecemasan ringan yaitu 4 orang, kecemasan sedang yaitu 11 orang, kecemasan berat yaitu 7 orang, sedangkan responden yang berumur 48-56 dengan kecemasan ringan yaitu 5 orang, kecemasan sedang 8 orang, kecemasan berat 2 orang.

Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 Berdasarkan Pendidikan (n = 37)

No. Data Demografi

Tingkat Kecemasan

Total Normal Cemas

Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Pendidikan

1. SD - - 1 -

2. SMP - - 8 1

3. SMA - 8 9 8

4. Sarjana/PT - 1 1 -

Total - 9 19 9 37

Berdasarkan tabel 5.4 hasil penelitian dari 37 responden penelitian di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 diperoleh bahwa, responden yang berpendidikan SD dengan tingkat kecemasan sedang 1 orang, responden yang berpendidikan SMP dengan tingkat kecemasan sedang 8 orang, kecemasan berat 1 orang, responden yang berpendidikan SMA dengan tingkat kecemasan ringan 8 orang, kecemasan sedang 9 orang, kecemasan berat 8 orang, responden yang berpendidikan Sarjana/PT dengan kecemaan ringan 1 orang, kecemasan sedang 1 orang.


(46)

33

Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 Berdasarkan Pekerjaan (n = 37)

No. Data Demografi

Tingkat Kecemasan

Total Normal Cemas

Ringan Cemas Sedang Cemas Berat Pekerjaan

1. Bekerja - 4 10 5

2. Tidak Bekerja - 5 9 4

Total - 9 19 9 37

Berdasarkan tabel 5.5 hasil penelitian dari 37 responden penelitian di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan Tahun 2015 diperoleh bahwa, responden yang bekerja dengan tingkat kecemasan ringan 4 orang, kecemasan sedang 10 orang, kecemasan berat 5 orang, responden yang tidak bekerja dengan tingkat kecemasan ringan 5 orang, kecemasan sedang 9 orang, kecemasan berat 4 orang.

B. Pembahasan

1. Interprestasi Data dan Hasil Diskusi a. Karakteristik Responden

1) Umur

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, responden yang berumur 39-47 dengan frekuensi 22 orang (59,5%), dan responden yang berumur 48-56 dengan frekuensi 15 orang (40,5%), sedangkan responden yang berumur 39-47 dengan kecemasan ringan yaitu 4 orang, kecemasan sedang yaitu 11 orang, kecemasan berat yaitu 7 orang, sedangkan responden yang berumur 48-56 dengan kecemasan ringan yaitu 5 orang, kecemasan sedang 8 orang, kecemasan berat 2 orang.

Penelitian yang dilakukan Gangka (2013), Pada penelitian ini diketahui bahwa umur pasien pre operasi bedah mayor digestif di


(47)

Rumah Sakit Dr. wahidin Sudirohusodo Makasar diketahui pasien yang berumur 14-40 tahun yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%), dan yang mengalami kecemasan berat sebanyak 7 orang (23,33), dan yang berumur >40 tahun yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 4 orang (13,33%). Yang mengalami kecemasan sedang 9 orang (30%), dan yang mengalami kecemasan berat sebanyak 4 orang (13,33%). Menurut penelitian ini ada kecenderungan bahwa pasien-pasien dengan umur yang relative lebih muda lebih sulit beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit, karena harus berkumpul dengan orang-orang sakit, berpisah dengan keluarga, teman-teman, dan orang-orang-orang-orang terdekat. Emosi masih agak sulit untuk dikendalikan yang menyebabkan penerimaan terhadap lingkungan rumah sakit dan penyakitnya masih kurang sehingga mudah khawatir/cemas dan emosi.

Berdasarkan hasil penelitian dan teori-teori yang dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa kecemasan yang dialami oleh pasien sebelum operasi lebih banyak yang dialami oleh pasien yang berusia muda dari pada dewasa tua karean hal ini sesuai dengan teori yang di kemukan oleh Barbara C. Long (2001), bahwa semakin matang dalam berfikir dan bekerja dari segi kepercayaan diri, bahwa pasien yang akan dioperasi atau seseorang yang lebih dewasa akan lebih percaya diri dari pada orang yang belum tinggi kedewasaannya. Makin tua umur seseorang makin konsentrasi dalam mengguanakan koping dalam masalah yang dihadapi (Long, 2001).


(48)

35

2) Pendidikan

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa responden yang berpendidikan SD dengan frekuensi 1 orang (2,7%), responden yang berpendidikan SMP dengan frekuensi 9 orang (24,3%), responden yang berpendidikan SMA dengan frekuensi 25 orang (67,6%), dan responden yang berpendidikan Sarjana/PT dengan frekuensi 2 orang (5,4%), sedangkan responden yang berpendidikan SD dengan tingkat kecemasan sedang 1 orang, responden yang berpendidikan SMP dengan tingkat kecemasan sedang 8 orang, kecemasan berat 1 orang, responden yang berpendidikan SMA dengan tingkat kecemasan ringan 8 orang, kecemasan sedang 9 orang, kecemasan berat 8 orang, responden yang berpendidikan Sarjana/PT dengan kecemaan ringan 1 orang, kecemasan sedang 1 orang.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Gangka (2013), diperoleh bahwa pasien dengan tingkat pendidikan rendah yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 10 orang dan yang mengalami kecemasan berat sebanyak 11 orang (36,67%), dan pasien dengan tingkat pendidikan tinggi dengan kecemasan ringan sebanyak 3 orang (10%), kecemasan sedang sebanyak 6 orang (20%). Berdasarkan uji analisis hubungan antara tingkat pendidikan terhadap tingkat kecemasan, ditemukan P-value = 0.00, jadi dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima. Artinya ada pengaruh yang signifikan tingkat pendidikan terhadap tingkat kecemasan pasien bedah mayor digesif.

Hal ini sejalan dengan teori Soekidjo (2003), yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan, semakin luas pengetahuan yang


(49)

dimilki dan semakin baik tingkat pemahaman tentang suatu konsep disertai cara pemikiran dan penganalisaan yang tajam dengan sendirinya memberikan persepsi yang baik pula terhadap objek yang diamati. Hal ini juga sejalan dengan Notoatmodjo yang dikutip Nursalam (2005), menyatakan bahwa pendidikan dapat memepengaruhi seseorang termasuk akan pola hidup terutama akan memotivasi untuk sikap berperan serta dalam membangun kesehatan, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang dimiliki.

3) Pekerjaan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa, respoden yang bekerja dengan frekuensi 19 orang (51,4%), dan responden yang tidak bekerja dengan frekuensi 18 orang (48,6%), sedangkan responden yang bekerja dengan tingkat kecemasan ringan 4 orang, kecemasan sedang 10 orang, kecemasan berat 5 orang, responden yang tidak bekerja dengan tingkat kecemasan ringan 5 orang, kecemasan sedang 9 orang, kecemasan berat 4 orang.

Penelitian yang dilakukan Gangka (2013), diperoleh bahwa dari 30 responden yang akan menjalani operasi bedah mayor digesif pasien yang mempunyai pekerjaan yang mengalami kecemasan ringan sebanyak 3 orang (10%), yang mengalami kecemasan sedang sebanyak 18 orang (60%), dan yang mengalami kecemasan berat sebanyak 4 orang (13,33%). Dan pada pasien yang tidak bekerja, semuanya mengalami kecemasan berat 5 orang (16,67%). Berdasarkan uji analisis hubungan antara jenis pekerjaan dan tingkat kecemasan, ditemukan P


(50)

37

value = 0,01. Jadi dapat disimpulkan H0 ditolak dan H1 diterima, artinya ada pengaruh yang signifikan pekerjaan terhadap tingkat kecemasan pasien pre operasi bedah mayor digestif. Dan sejalan dengan teori Brunner dan Studdarth (2001), menyatakan bahwa pasien yang mengalami pembedahan dilingkupi oleh kekhawatiran mengenai kehilangan waktu kerja. Kemungkinan kehilangan pekerjaan, tanggung jawab mendukung keluarga dan ancaman ketidakmampuan permanen yang lebih jauh, dan memperberat ketegangan emosional.

b. Tingkat Kecemasan Responden

Berdasarkan tingkat kecemasan ibu paska histerektomi, diperoleh bahwa semua responden mengalami kecemasan dan mempunyai tingkat kecemasan ringan dengan frekuensi 9 orang (24,3%), tingkat kecemasan sedang dengan frekuensi 19 orang (51,4%), dan tingkat kecemasan berat dengan frekuensi 9 orang (24,3%). Dapat disimpulkan bahwa mayoritas responden masih mengalami kecemasan karena pengangkatan uterus atau perubahan yang terjadi di bagian tubuh yang merupakan simbol penting secara tradisional dari sifat kewanitaan akan menyebabkan reaksi emosional pada wanita dan identitas perannya akan terancam karena tidak dapat memuaskan pasangannya lagi.

Secara teoritis, kecemasan merupakan reaksi pertama yang muncul atau dirasakan oleh pasien dan keluarganya di saat pasien harus dirawat mendadak atau tanpa terencana begitu mulai masuk rumah sakit. Kecemasan akan terus menyertai pasien dan keluarganya dalam setiap tindakan perawatan terhadap penyakit yang diderta pasien. Cemas adalah emosi dan merupakan pengalaman subjektif individual, mempunyai


(51)

kekuatan tersendiri dan sulit untuk diobservasi secara langsung (Nursalam, 2012).

Konsep kecemasan memegang peranan penting yang sangat mendasar dalam teori-teori tentang stres dan penyesuaian diri kecemasan adalah perasaan was-was, khawatir, atau tidak nyaman seakan-akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman. Kecemasan merupakan suatu perasaan yang tidak menyenangkan, yang diikuti oleh reaksi fisiologis tertentu seperti perubahan detak jantung dan pernapasan. Kecemasan melibatkan persepsi tentang perasaan yang tidak menyenangkan dan reaksi fisiologis, dengan kata lain kecemasan adalah reaksi atas situasi yang dianggap berbahaya (Purba et al., 2008).

Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan Sastrawinata (2009), tentang “Perubahan Kualitas Hidup Ditinjau Dari Aspek Psikoseksual Paska Histerektomi Total Abdominal”, diketahui bahwa terdapat kecemasan sebelum operasi (70,4%) dan menurun setelah operasi, sedangkan tidak ada pembatasan peranan emosi sebelum operasi (25,9%), dan meningkat setelah operasi. Kecemasan yang terjadi sebelum operasi dalam hal ini sesuai dengan kepustakaan yang mengatakan karena pasien dipengaruhi oleh penafsiran-penafsiran yang salah terhadap dampak histerektomi. Sedangkan tidak adanya pembatasan emosi meningkat dari praoperasi dan paskaoperasi dikarenakan pasien merasakan hilangnya gejala nyeri, perdarahan yang dialami praoperasi sehingga rasa percaya diri pasien bertambah.

Menurut hasil penelitian Hadono dan Wiknjosastro (2001), mengatakan bahwa komplikasi psikologis histerektomi dapat mengakibatkan disintegrasi yang bermanifestasi dalam depresi dan keributan dalam kehidupan


(52)

39

pernikahan, kekeluargaan maupun ditempat kerja. Terutama pada wanita muda yang belum menikah, yang baru pertama kali melahirkan, atau yang akan menikah kembali. Hilangnya kemampuan untuk menjadi hamil dan tidak adanya haid dirasakan merupakan hal yang tidak wajar bagi wanita.

Hasil penelitian Ghozali (2004), menunjukkan bahwa masalah psikologis dari tindakan bedah histerektomi dapat menimbulkan stress tersendiri bagi wanita karena berkaitan erat dengan organ reproduksi sebagai alat seksual. Wanita akan merasa cemas Karena kehilangan organ reproduksi. Swarsono (2001), menambahkan bahwa seorang wanita yang telah dilakukan histerektomi akan merasa kehilangan rahim yang merupakan organ reproduksi penting karena pada umumnya budaya masyarakat Indonesia memandang bahwa tanpa adanya rahim wanita dianggap kurang mampu memuaskan pasangannya.

Jochimsen dalam Branolte Bos (2001), menemukan bahwa 82% dari pasien yang mengalami histerektomi melaporkan terjadinya gambaran diri yang buruk sebagai dampak dari kehilangan organ tersebut. Proses sosialisasi yang menanamkan nilai berharga dari uterus dan fungsi bagian tubuh secara keseluruhan menyebabkan persepsi terhadap gambaran diri yang buruk serta perasaan tidak mampu. Seorang wanita yang tidak dapat menghasilkan seorang anak dipandang sebagai seorang wanita yang tiak sempurna dan akan menempatkan wanita tersebut pada status yang rendah dalam keluarganaya, begitu juga di dalam masyarakat. Hal ini menyebabkan wanita tersebut akan mengkaji kembali makna serta tujuan pernikahannya. Khalid dalam Farooqi (2005), menambahkan bahwa kehilangan kemampuan untuk melahirkan anak memungkinkan terjadinya peningkatan tekanan dari


(53)

keluarga, pada akhirnya akan menyebabkan perceraian dengan pasangannya.

Masalah fisik sebagai dampak dari stress yang berkepanjangan akan dirasakan ibu dalam berbagai bentuk gejala seperti penurunan berat badan, gangguan menelan, muntah, lemah, sakit kepala, pusing, gangguan penglihatan, konsentrasi, pola makan, pola tidur, aktivitas, komunikasi, palpitasi, nyeri dada, dispnea dan infeksi. Gejala yang paling menonjol dan berkaitan dengan masalah reproduksi adalah penurunan libido, gangguan pola seksual dan gangguan pola menstruasi. Masalah psikologis dimanifestasikan dalam bentuk perasaan khawatir, firasat buruk, mudah tersinggung, mudah terkejut, tegang, gelisah dan cemas (Malacrida, 2003).

C. Keterbatasan Penelitian

Pada saat penelitian ada beberapa kesulitan yang ditemukan yaitu jumlah responden yang tidak mencukupi karena tidak setiap hari pasien histerektomi ada, sehingga peneliti kesulitan dalam melakukan penelitian dan peneliti tidak dapat mencapai target responden.

D. Implementasi Terhadap Pelayanan Kebidanan dan Penelitian Kebidanan 1. Untuk Asuhan Kebidanan

Penelitian ini memberikan informasi kepada pelayanan kebidanan dalam memberikan penjelasan tentang tingkat kecemasan yang responden alami sehingga mereka tidak akan merasakan kecemasan lagi.


(54)

41

2. Untuk Pendidikan Kebidanan

Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi tambahan bagi pengembangan ilmu kebidanan khususnya tentang tingkat kecemasan ibu paska histerektomi agar dapat menciptakan rasa cemas.


(55)

42

KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang dilakukan di ruang IV Ginekologi RSUD Dr. Pirngadi Medan pada bulan April-Juni tahun 2015 tentang Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi dapat ditarik kesimpulan, yaitu :

1. Responden yang mengalami kecemasan mempunyai tingkat yaitu cemas ringan dengan frekuensi 9 orang (24,3%), cemas sedang dengan frekuensi 19 orang (51,4%), dan cemas berat dengan frekuensi 9 orang (24,3%).

B. Saran

1. Bagi Petugas Kesehatan di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Hasil penelitian ini dapat menjadi motivasi bagi tenaga kesehatan RSUD Dr. Pirngadi Medan khususnya di ruangan IV Ginekologi agar dapat memberikan saran kepada responden agar kecemasan responden yang alami akan berkurang dan diharapkan bagi pasien yang akan melakukan histerektomi tidak akan mengalami kecemasan yang meningkat.

2. Bagi Institusi Pendidikan khususnya D-IV BidanPendidik

Hasil penelitian yang diperoleh diharapkan dapat menjadi masukan bagi setiap pembaca baik mahasiswi D-IV bidan pendidik maupun yang lain, dan untuk memperkarya konsep dan teori yang menyokong perkembangan ilmu pengetahuan kebidanan, khususnya yang berkaitan dengan Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi.


(56)

43

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan dapat dikembangkan pada penelitian berikutnya dalam lingkup yang lebih luas.


(57)

DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. G. (2012). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. . (2013). Obstetri Williams. Jakarta: EGC.

Dalami, E, et al. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa dengan Masalah Psikososial. Jakarta: TIM.

Gangka, Y., Kadir, A., Akuilina, S. (2013). Faktor yang Berhubungan Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Preoperasi Bedah Mayor Digestif Di RSUP Dr.

Wahidin Sudirohusodo Makassar.

e-libraryStikesNeniHasanuddin-Yestygangka-222-1-artikel18.pdf.

Hadibroto, Budi R. (2005). Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara, 38 (3), 254-257.

Hariadi, et al. (1991).Obstetri Williams. Surabaya: Universitas Airlangga Press. Lilyani, Devy I., Sudiat, M., &Basuki, R. (2012). Hubungan Faktor Resiko dan

Kejadian Mioma Uteri di Rumah Sakit Umum Daerah Tugurejo Semarang. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah. 1 (1), 14-15.

Nursalam.(2012). Manajemen Keperawatan Aplikasi Dalam Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta: EGC.

Notatmodjo. (2010). Metode Penelitian dan Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

Purba, J.M, et al. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa. Medan: USU.

Rasjidi, I. (2008). Manual Histerektomi. Jakarta: EGC.

Sastrawinata, Ucke S. (2009). Perubahan Kualitas Hidup Ditinjau Dari Aspek Psikoseksual Pasca Histerektomi Total Abdominal. JKM. 8 (2), 128-129. Suliswati, et al. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.


(58)

45

Lampiran 1

LEMBAR PENJELASAN KEPADA CALON RESPONDEN

Assalammualaikum Wr. Wb/ Salam Sejahtera Dengan Hormat,

Nama Saya Imelda Yuristi, sedang menjalani pendidikan di program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan USU. Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi“.

Histerektomi adalah salah satu tindakan medis untuk pengangkatan rahim pada wanita. Dalam penelitian Chandra (2014), mengatakan bahwa hamper sebagian besar pasien yang akan menjalani operasi mengalami kecemasan karena menganggap tindakan operasi merupakan pengalaman yang menakutkan. Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2007, Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 klien bedah dirawat di unit perawatan intensif antara 1 Oktober 2003 dan 30 september 2006, dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 klien (7%) mengalami kecemasan. Berdasarkan data dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati tahun 2012 didapatkan bahwa 10% dari klien yang akan menjalani operasi, terjadi penundaan/pembatalan operasi. Diantaranya 5% kasus penundaan/pembatalan disebabkan peningkatan tekanan darah, 2% kasus disebabkan klien haid, dan 3% disebabkan ketakutan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi.

Kami akan melakukan wawancara terstruktur kepada ibu tentang:

1. Data demografi seperti umur, pendidikan, pekerjaan. Wawancara akan kami lakukan sekitar 30 menit.


(59)

2. Serta menanyakan tentang tingkat kecemasan yang dipengaruhi operasi histerektomi.

Partisipasi Ibu bersifat sukarela dan tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan peneliti. Untuk penelitian ini Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Ibu membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya:

Nama : Imelda Yuristi

Alamat : Jl. Eka Suka 13 No.2 Medan Johor No. HP : 082360427794

Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu yang telah ikut berpartisipasi pada penelitian ini. Keikutsertaan Ibu dalam penelitian ini akan menyumbangkan sesuatu yang berguna bagi ilmu pengetahuan.

Setelah memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi lembar persetujuan yang telah kami persiapkan.

Medan, 2015 Peneliti


(60)

47

Lampiran 2

LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (PSP) (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama :

Umur : Alamat : Telp/HP :

Setelah mendapat penjelasan dari penelitian tentang “Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi ”. Maka dengan ini saya secara sukarela dan tanpa paksaan menyatakan bersedia ikut serta dalam penelitian tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini untuk dapat dipergunakan seperlunya.

Medan, 2015


(61)

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN

“TINGKAT KECEMASAN IBU PASKA HISTEREKTOMI DI RSUD DR. PIRNGADI MEDAN”

A. Data Demografi Petunjuk pengisian

Isilah pertanyaan dibawah ini dengan memeberi tanda chek list (√) pada tempat yang disediakan dengan keadaan yang sebenarnya.

Kode responden :

1. Usia : Tahun

2. Agama : Islam Kristen

Hindu Budha

3. Suku bangsa : Batak Minang

Jawa Melayu

Lain-lain, sebutkan…

4. Pekerjaan : IRT Wiraswasta

PNS Lain-lain, sebutkan… 5. Status Perkawinan : Kawin Belum Kawin

6. Pendidikan : SD SMA


(62)

49

B. Kuesioner Tingkat Kecemasan Ibu Paska Histerektomi di RSUD Dr. Pirngadi Medan

Petunjuk Pengisian

Berilah tanda check list (√) pada jawaban yang paling sesuai.

Keterangan : Tidak Pernah (TP) : sama sekali tidak dilakukan, Jarang (J) : dilakukan tapi lebih sering tidak dilakukan, Sering (S) : lebih sering dilakukan dari pada tidak dilakukan, Selalu (SL) : pasti dilakukan.

No. Pernyataan TP J S SL

1. Saya merasa lebih cemas dari biasanya di saat saya menghadapi operasi histerektomi

2. Saya merasa takut tanpa alasan sama sekali ketika saya menghadapi operasi histerektomi

3. Saya mudah merasa panik di saat saya menghadapi operasi

histerektomi

4. Saya merasa seperti jatuh terpisah dan akan hancur

berkeping-keping.

5. Saya merasa bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak ada

hal buruk akan terjadi.

6. Lengan dan kaki saya gemetar saat saya akan menjalani

operasi histerektomi

7. Saya terganggu oleh nyeri kepala leher dan nyeri punggung pada saat saya akan menghadapi operasi histerektomi.

8. Saya merasa lemah dan mudah lelah saat saya akan menjalani operasi histerektomi.

9. Saya merasa tenang dan dapat duduk diam dengan mudah saat saya menghadapi operasi histerektomi.

10. Saya merasakan jantung saya berdebar-debar sesaat saya akan menjalani operasi histerektomi

11. Saya merasa pusing saat saya akan menghadapi operasi histerektomi.

12. Saya merasa seakan-akan saya pingsan pada saat saya akan menjalani operasi histerektomi.

13. Saya dapat bernapas dengan mudah sebelum saya menjalani operasi histerektomi.

14. Saya merasa jari-jari tangan dan kaki mati rasa dan kesemutan disaat saya akan menjalani operasi histerektomi. 15. Saya terganggu dengan gangguan pencernaan pada saat

saya akan menjalani operasi histerektomi.

16. Saya sering buang air kecil sebelum saya menjalani operasi histerektomi.

17. Tangan saya biasanya kering dan hangat. 18. Wajah saya tersa panas dan merah merona.

19. Saya mudah tertidur dan dapat istirahat malam dengan baik. 20. Saya mimpi buruk disaat saya tertidur dan sebelum


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

59

DAFTAR RIWAYAT HIDUP I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Imelda Yuristi

Tempat/Tanggal Lahir : Belutu, 03 Maret 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara Nama Ayah : Yusri

Nama Ibu : Siti Sumarni II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1998 – 1999 : TK Elite Progeny Perkebunan Kandista Kecamatan Kandis Kabupaten Siak

2. 1999 – 2005 : SD 004 Kec. Kandis Kab. Siak Prov. Riau 3. 2005 – 2008 : SMPN 1 Kec. Kandis Kab. Siak Prov. Riau 4. 2008 – 2011 : SMAN 1 Kec. Kandis Kab. Siak Prov.Riau 5. 2011 – 2014 : Akademi Kebidanan MEDISTRA Lubuk Pakam 6. 2014 – 2015 : Mengikuti Pendidikan D-IV Bidan Pendidik USU


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

59

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. IDENTITAS PRIBADI

Nama : Imelda Yuristi

Tempat/Tanggal Lahir : Belutu, 03 Maret 1994 Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Anak ke : 1 dari 3 bersaudara Nama Ayah : Yusri

Nama Ibu : Siti Sumarni

II. RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 1998 – 1999 : TK Elite Progeny Perkebunan Kandista Kecamatan Kandis Kabupaten Siak

2. 1999 – 2005 : SD 004 Kec. Kandis Kab. Siak Prov. Riau 3. 2005 – 2008 : SMPN 1 Kec. Kandis Kab. Siak Prov. Riau 4. 2008 – 2011 : SMAN 1 Kec. Kandis Kab. Siak Prov.Riau 5. 2011 – 2014 : Akademi Kebidanan MEDISTRA Lubuk Pakam 6. 2014 – 2015 : Mengikuti Pendidikan D-IV Bidan Pendidik USU