PENGARUH REGULASI PADA BIDANG EKONOMI DI
PENGARUH REGULASI PADA BIDANG EKONOMI
DIGITAL TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA
DIBUAT OLEH :
ANDIKA MUHARAM
55416120025
Dosen: DR IR IWAN KRISNADI MBA
MATA KULIAH REGULASI DAN HUKUM ICT
SEMESTER 2
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
PENGARUH REGULASI PADA BIDANG EKONOMI DIGITAL
TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA
Andika Muharam – 55416120025
Jurusan Magister Teknik Elektro Universitas Mercu Buana, Menteng, Jakarta, Indonesia
Dosen : DR. Ir., Iwan Krisnadi, MBA
Abstrak
Ekonomi Digital merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi saat ini, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis
atau transaksi perdagangan yang menggunakan internet sebagai medianya dalam
berkomunikasi, kolaborasi dan bekerjasama antar perusahaan atau individu. Konsep
ekonomi digital pertama kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998) yaitu sebuah sosiopolitik
dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi
informasi, berbagai akses instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan
informasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya yaitu
industri TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.
Pada komponen-komponen tersebut terdapat peluang bisnis baru dalam era digital,
yaitu bidang periklanan dengan konten iklan digital. Semangat kemunculan internet adalah
memberikan efisiensi, salah satunya memberikan layanan gratis untuk berbagai hal,
termasuk mengiklan. Berbeda dengan bisnis konvensional, semuanya dilakukan dalam step
yang panjang, sehingga memerlukan transaksi di sana-sini, yang bisa saja dikenakan pajak.
Para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terangkat produknya berkat
kemajuan internet. Mereka dengan mudah memasarkan produk mereka tanpa harus
memikirkan jangkauan pasar, platform dan juga proses transaksi yang berbelit.
Selain itu, dari sisi dinamika ekonomi, bahwa media sosial memberi pengaruh besar
bagi perilaku belanja masyarakat. Iklan televisi bukan lagi acuan untuk pemasaran yang
efektif. Ada namanya pemasaran endorser. Dari mulai baju, gadget, kuliner, mobil bahkan
klinik kecantikan telah menggunakan selebritis media sosial sebagai endorser. Dengan
imbalan uang atau pun diskon khusus bahkan produk gratis dari produsen kepada para
endorser, semua itu merupakan bentuk tambahan kemampuan ekonomi yang harus
dikenakan pajak.
Sehingga diperlukan suatu regulasi dalam bidang ekonomi digital yang tidak terlalu
menekan pengusaha beserta masyarakat, tetapi juga tidak merugikan negara dalam hal
perpajakan.
Kata kunci : Regulasi, Ekonomi Digital, Pajak
I.
PENDAHULUAN
Ekonomi digital merupakan suatu
hal yang menandakan perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi saat ini,
ditandai
dengan semakin
pesatnya
perkembangan bisnis atau transaksi
perdagangan
yang
menggunakan
internet sebagai medianya dalam
berkomunikasi,
kolaborasi
dan
bekerjasama antar perusahaan atau
individu.
Konsep ekonomi digital pertama
kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998)
yaitu sebuah sosiopolitik dan system
ekonomi yang mempunyai karakteristik
sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi
informasi, berbagai akses instrument
informasi, kapasitas
informasi dan
pemrosesan
informasi.
Komponen
ekonomi
digital
yang
berhasil
diidentifikasi pertama kalinya yaitu
industri TIK, aktivitas e-commerce,
distribusi digital barang dan jasa.
Adapun konsep ekonomi digital
menutur Zimmerman (2000) menurutnya
konsep tersebut sering digunakan untuk
menjelaskan dampak global teknologi
informasi dan komunikasi, tidak hanya
pada internet tetapi juga pada bidang
ekonomi. Menjadi sebuah pandangan
tentang interaksi antara perkembangan
inovasi da kemajuan tekologi yang
berdampak pada ekonomi
makro
maupun mikro. Sektor meliputi barang
dan jasa saat pengembangan, produksi,
penjualan atau suplainya tergantung
kepada teknologi digital.
Selain itu ada pula pengertian
ekonomi digital menurut PC Magazine
adalah “The Impact of information
technology on the economy” yang
memiliki arti lebih menonjolkan pada
penerapan TIK pada bidang ekonomi.
Dari sisi dinamika ekonomi, bahwa
media sosial memberi pengaruh besar
bagi perilaku belanja masyarakat. Iklan
televisi bukan lagi acuan untuk
pemasaran yang efektif. Ada namanya
pemasaran endorser. Dari mulai baju,
gadget, kuliner, mobil bahkan klinik
kecantikan telah menggunakan selebritis
media sosial sebagai endorser. Dengan
imbalan uang atau pun diskon khusus
bahkan produk gratis dari produsen
kepada para endorser, semua itu
merupakan
bentuk
tambahan
kemampuan ekonomi yang
harus
dikenakan pajak.
Pemasaran online dengan model
profit sharing menjadi fenomena lain
yang harus ditangkap DJP. Pengunggah
video di platform sharing video gratis, jika
videonya banyak iklan, maka akan
mendapat bagi hasil iklan online yang
tayang pada platform itu. Termasuk juga
profit sharing pemilik mobile store dengan
pembuat aplikasi mobile, jika aplikasi
tersebut banyak dibeli oleh pengguna
internet.
Gambar 1. Perilaku Pengguna Internet di
Indonesia berdasarkan perangkat yang dipakai.
Badan Pusat Statistik melansir
konsumsi rumah tangga Indonesia pada
kuartal II 2017 hanya tumbuh tipis 0,01
persen menjadi 4,95 persen dibanding
4,94 persen pada kuartal I. Salah satu
faktor adalah kelas menengah menahan
belanja barang dan jasa. Sensus
ekonomi akan sulit menjangkau sentra
ekonomi yang berbasis penjualan online.
Sehingga
diperlukan
suatu
regulasi yang nyata dalam bidang
ekonomi digital terutama pada sub
bidang iklan digital, agar dapat ditentukan
pajak yang sesuai bagi pelaku usaha dan
pengguna secara adil yang tidak
memberatkannya,
namun
tidak
merugikan
negara
dalam
hal
perpajakannya.
II.
MANFAAT DAN TUJUAN
Adapun manfaat dan tujuan dari
materi pembahasan adalah sebagai
berikut :
1. Dapat diketahui pengaruh regulasi
dalam bidang Ekonomi Digital
terhadap perpajakan di Indonesia.
2. Regulasi diharapkan tepat sasaran
untuk pengenaan pajak bagi pelaku
usaha.
3. Regulasi dapat menjadi fasilisator
antara pelaku usaha dan/ atau
pengguna periklanan digital dengan
Ditjen Pajak (DJP).
III. PERMASALAHAN
informasi yang begitu pesat serta
menyentuh
hampir
setiap aspek
Adapun permasalahan yang terjadi kehidupan. Dan kelak tidak ada satu
saat ini sehingga diperlukan regulasi, negara pun di dunia yang bisa
adalah sebagai berikut :
menghindar
dari
keterkaitan dan
1. Aturan
pengenaan
penghasilan keterlibatan teknologi informasi dalam
transaksi online apakah kena pajak, kegiatan
perekonomian.
Hal
ini
karena tidak terikat dengan tempat dibuktikan bahwa dari beberapa negara
penjualan konvensional.
telah menempatkan sektor teknologi
2. Mengenai pengawasan kewajiban informasi sebagai
motor penggerak
perpajakan oleh pelaku
transaksi pembangunan yang sangat penting.
online dan masyarakat umumnya.
Dikutip
dari
pernyataan
3. Bagaimana capturing data ekonomi Kementerian Perdagangan yang akan
digital
(termasuk
underground segera
menerbitkan
Peraturan
ekonomi) untuk kepentingan pajak.
Pemerintah (PP) yang mengatur regulasi
4. Bagi sesorang yang memasarkan perdagangan secara elektronik (e-produk
berupa barang/ jasa melalui commerce) patut diapresiasi. Dalam
media sosial yang menjadi endorser, pernyataannya ke media, Kementerian
apakah harus membayar pajak atas Perdagangan mengakui bahwa kesulitan
produk barang dan jasa yang di- untuk menyusun PP e-commerce ini
endorse.
adalah mengenai pengenaan pajaknya.
Apakah, atas transaksi berbasis ecommerce ini nantinya akan dikenakan
IV.
METODOLOGI
pajak atau tidak. Sementara itu, Ditjen
Metode dalam pembahasan
ini Pajak (DJP) dengan tegas menyatakan
mengacu pada pengumpulan produk bahwa e-commerce adalah merupakan
hukum
yang
sudah
ada
dan transaksi perdagangan barang dan/atau
pengumpulan
data
mengenai jasa lainnya, tetapi hanya berbeda dalam
permasalahan
yang
ada
dan hal cara atau alat yang digunakan saja.
memperhatikan suatu aturan manajemen Sehingga, perlakukan pajak e-commerce
regulasi yang ada, yaitu Efisiensi secara sama dengan perlakuan pajak atas
Teknis, Efisiensi secara Ekonomi dan perdagangan lainnya, termasuk tidak
Efisiensi secara Fungsi. Jika sudah ada aturan khusus perpajakan yang
terpenuhi, maka didapatkan suatu benefit mengatur transaksi e-commerce ini.
pada pengguna/ pelaku usaha, pada
Yang
menjadi
tantangannya
ekonomi, dan pada masyarakat.
adalah bagaimana cara efektif untuk
mengenakan pajak atas transaksi ecommerce ini. Potensi pajaknya sangat
V. PEMBAHASAN
besar, namun seringkali luput dikenakan
Perkembangan teknologi informasi pajak karena sifat transaksinya yang
dan komunikasi (TIK) terasa pada setiap unik. Menurut catatan International Data
aspek kehidupan masyarakat, karena Corporation (IDC) yang dikutip Kompas
komunikasi adalah salah satu kebutuhan (5/10/2012), nilai perdagangan lewat
yang mendasar.
Teknologi internet internet di Indonesia tahun 2011
berkembang dan menyatu dalam sebuah mencapai 3,4 miliar dolar AS atau sekitar
‘dunia’ atau ‘ruang maya’ atay sebuah 30 triliun rupiah. Bahkan, menurut
dunia tempat orang
berkomunikasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
melakukan
berbagai
aktivitas mayoritas transaksi e-commerce tidak
ekonomi/bisnis. Telah
kita ketahui membayar
pajak
meskipun
nilai
bersama bahwa perkembangan teknologi transaksinya rata-rata setahun mencapai
100 triliun rupiah (Antrara News.com, 12
April 2014).
Pemerintah beserta Ditjen Pajak (DJP)
dibawah Kementerian Keuangan.
5.1. Pajak e-Commerce
Definisi
perdagangan
secara
elektronik atau dikenal dengan electronic
commerce (e- commerce) adalah segala
bentuk
transaksi
bisnis
yang
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
Namun,
seiring
perkembangan waktu,
definisi ecommerce menjadi meluas. Saat ini, ecommerce
diartikan
tidak
hanya
penjualan dan pembelian melalui internet
semata tetapi juga mencakup pelayanan
pelanggan online dan pertukaran
dokumen bisnis.
Namun, transaksi e-commerce
seringkali tidak sederhana seperti pada
model
yang
disebutkan
tadi.
Setidaknya, akan terjadi kondisi dimana
e-commerce
transaksi
akan
sulit
dikenakan pajaknya, karena :
1. Transaksi
melalui
e-commerce
mampu
menembus batas geografis
antar negara (borderless).
2. Bentuk barang atau jasa yang
diperjualbelikan dapat
berformat
digital seperti piranti lunak komputer,
musik, majalah
atau
lainnya.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa
transaksi fisik tidak diperlukan lagi
dan digantikan dengan perpindahan
bentuk digital saja.
3. Transaksi e-commerce terjadi begitu
cepat di seluruh dunia dalam
waktu
singkat. Untuk itulah,
tantangan
sebenarnya
dalam mengenakan
pajak transaksi e-commerce adalah
bagaimana membuat aturan khusus
yang mampu menangkap potensi
pajak atas transaksi e-commerce
dengan kondisi-kondisi tadi.
Gambar 2. Prinsip dasar Regulator
Dengan melihat prinsip
dasar
tersebut, regulator
diperlukan untuk
menyambut teknologi yang datang dan
menunjang aktifitas yang ada di pasar.
Salah satunya ada kegiatan ekonomi
digital, yaitu e-commerce. Karena
transaksi e-commerce tidak mengenal
batas negara, tidak ada bentuk fisik yang
dijual belikan dan tidak ada persyaratan
khusus, maka pengenaan PPh dan PPN
dalam transaksi e- commerce harus
memperhatikan beberapa hal penting.
Antara lain :
1. Bagaimana
menentukan
keberadaan
perusahaan
ecommerce tersebut, ketika tidak
berlokasi di Indonesia.
Karena
seringkali
perusahaan
tersebut secara fisik tidak nyata
namun
dapat
menjalankan
aktifitasnya di Indonesia. Amerika
Serikat (AS) pernah menghapuskan
pajak e-commerce ini karena
kesulitan mendefiniskan keberadaan
lokasi perusahaan e-commerce.
Namun, karena transaksi online
5.2. Tantangan bagi Regulator
meningkat tajam, hingga mencapai
jutaan dollar AS, maka pemerintah
Dalam hal ini, badan yang
AS terpaksa mengenakan pajak atas
berfungsi sebagai regulator
adalah
transaksi e-commerce atau dikenal
dengan streamlined sales tax project
walaupun bertentangan
dengan
prinsip kehadiran fisik perusahaan.
2. Negara mana yang berhak mempajaki transaksi e- commerce.
Hak pemajakan suatu negara hanya
mencakup batas-batas nasional
yang diatur dalam peraturan negara
tersebut. Namun, dalam transaksi ecommerce, dapat saja menggunakan
satelit atau server di wilayah yang
bukan
yuridiksinya.
Pembatasan
waktu atau time test bagi wajib pajk
luar negeri sebanyak 183 hari
tampaknya tidak
mempengaruhi
sulitnya menentukan hak pemajakan
e-commerce. Karena,
pembatasan
183 hari tersebut menjadi tidak pas
apabila ukurannya
menggunakan
kuantitas akses internet.
3. Definisi objek pajaknya.
Dalam empat model transaksi yang
disebutkan sebelumnya - semuanya
jelas, ada barang dan/atau jasa
yang dijual belikan dan ada
perpindahan barang dan/atau jasa
tersebut dari penjual ke pembeli.
Namun,
seringkali
dalam
kenyataanya semua transaksi ecommerce terjadi dalam dunia maya
dan tidak diketahui secara jelas apa
yang menjadi
objek pajaknya.
Penghasilan
dapat
saja
d ikategorikan
sebagai
hasil
penjualan, royalti, hasil pembayaran
bantuan teknis, deviden atau bunga.
Tentunya, pengkategorian
objek
pajak ini sangat tergantung dari
keberadaan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) perusahaan e-commerce
tersebut.
Apakah
menjadi
pendapatan BUT atau menjadi pajak
pertambahan nilai saja,
yang
kesemuanya harus pastikan terlebih
dahulu. Yang harus segera dilakukan
oleh DJP adalah
menambahkan
definisi BUT dalam amandemen UU
PPh – yang sedang disusun kajian
akademiknya- agar
mencakup
definisi perusahaan e-commerce
atau Internet Service Provider (ISP).
Sehingga, tidak ada (lagi) transaksi
e-commerce
yang
terlewat
pengenaan pajaknya.
5.3. Regulasi Perpajakan terkait bidang
Ekonomi Digital
Regulasi yang
sudah
ada
mengenai perpajakan secara umum
adalah pada
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto tertentu.
Menyikapi berkembang pesatnya
bisnis e-Commerce dalam bidang
Ekonomi Digital di Indonesia, Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak tegaskan kembali
peraturan
perpajakan
terkait eCommerce. Peraturan perpajakan terkait
e-Commerce sudah ditegaskan kembali
dalam
SE-62/PJ/2013
tentang
Penegasan Ketentuan Perpajakan atas
Transaksi e-Commerce.
Dalam SE-62/PJ/2013 berisi
membagi kegiatan e-Commerce dalam
empat kegiatan besar, yaitu Online
Marketplace, Classified Ads, Daily Deals
dan Online Retail.
1. Online Marketplace adalah kegiatan
menyediakan tempat
kegiatan
usaha berupa toko internet sebagai
Online Marketplace Merchant untuk
menjual barang dan/atau jasa.
Dalam model
transaksi ini,
ada imbalan, dalam bentuk rent fee
atau registration fee, atas jasa
penyediaan tempat dan/atau waktu
memajang iklan barang dan/atau
jasa dan melakukan penjualan di
toko internet melalui mal internet.
Selain itu, ada sejumlah uang yang
dibayarkan oleh Online Marketplace
Merchant ke penyelenggara Online
Marketplace sebagai komisi atas
jasa perantara pembayaran atas
penjualan barang dan/atau jasa.
Dalam
kegiatan
Online
Marketplace, terdapat kewajiban PPh
dan PPN dalam proses bisnis jasa
penyediaan tempat dan atau waktu,
penjualan barang dan atau jasa,
serta dalam proses bisnis penyetoran
hasil penjualan kepada merchant
oleh penyelenggara
2. Model
transaksi
e-commerce
Classified Ads adalah kegiatan
menyediakan tempat dan/atau waktu
untuk memajang iklan barang
dan/atau jasa yang dilakukan oleh
pengiklan
melalui
situs
yang
disediakan oleh Penyelenggaran
Classified Ads. Kemudian pengiklan
membayar sejumlah uang sebagai
transaction
fee
kepada
penyelenggara Classified Ads yang
merupakan objek PPh dan PPN.
3. Model Daily
Online
Deals
Marketplace
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
a. Regulasi yang dipakai saat ini
mengenai perpajakan di bidang
Ekonomi
Digital
adalah
Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013, untuk transaksi
dengan
omset
per
tahun
dibawah 4.8 milyar, dikenakan
pajak 1% dari DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).
b. Pengawasan kewajiban pajak
transaksi online terkendala
karena secara kasat mata tidak
tampak barang dan jasa yang
ditawarkan di suatu tempat.
c. Sosialisasi regulasi yang ada
mirip dengan
namun
alat
pembayaran yang digunakan berupa
kepada
pengguna
para
pelaku
Ekonomi
usaha/
Digital
sangat
diperlukan,
untuk
voucher. Dalam kegiatan Daily Deals,
meningkatkan
jumlah
terdapat kewajiban PPh dan
PPN
pendapatan
negara
dari
dalam proses bisnis jasa penyediaan
tempat dan atau waktu, penjualan
perpajakan.
barang dan atau jasa, serta dalam
proses bisnis penyetoran
hasil 6.2. Saran
penjualan
kepada merchant oleh
a. Regulasi yang sudah ada (PP N0.
penyelenggara
46
Tahun
2013)
dapat
dikembangkan
kembali dan
4. Model Online Retail dimana kegiatan
disesuaikan
dengan
menjual barang dan/atau jasa yang
perkembangan teknologi yang
dilakukan secara langsung
oleh
ada, sehingga tepat guna dan
penyelenggara Online Retail kepada
adil.
Online Retail.
pembeli
di situs
b. Setiap orang yang melakukan
Dalam kegiatan Online
Retail
iklan endorse via media sosial
terdapat kewajiban PPh dan PPN
agar
dapat
melaporkan
dalam proses bisnis
penjualan
penghasilannya
di
SPT
Tahunan.
barang dan atau jasa
c. Pelaku usaha agar melakukan
Khusus untuk pelaku e-Commerce
registrasi
resmi/ melaporkan
yang memiliki perederan usaha tidak
rekening bank yang digunakan,
lebih dari 4,8 milyar dalam satu tahun
sebagai alat kontrol kewajaran
pajak dapat menggunakan fasilitas PP
pelaporan pajak.
Nomor 46/2013 yaitu menghitung PPH
atas transaksi e- Commerce dengan
menggunakan tarif tunggal yaitu 1% x
Dasar Pengenaan Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto tertentu.
Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak
Kementerian
Keuangan
Republik Indonesia Nomor SE62/PJ/2013 tentang Penegasan
Ketentuan Perpajakan atas
Transaksi E-Commerce.
Ansori, Aan. 2016. Digitalisasi
Ekonomi Syariah. Jurnal Ekonomi
Keuangan dan Bisnis Islam Vol.7.
Krisnadi, Iwan. 2016-2017. Materi
Perkuliahan Mata Kuliah Regulasi
dan Hukum ICT, Universitas
Mercubuana.
Direktorat
Jenderal
Pajak,
Kementerian Keuangan. 2014.
Ditjen Pajak Tegaskan Kembali
Aturan Pajak e-Commerce.
DIGITAL TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA
DIBUAT OLEH :
ANDIKA MUHARAM
55416120025
Dosen: DR IR IWAN KRISNADI MBA
MATA KULIAH REGULASI DAN HUKUM ICT
SEMESTER 2
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2017
PENGARUH REGULASI PADA BIDANG EKONOMI DIGITAL
TERHADAP PERPAJAKAN DI INDONESIA
Andika Muharam – 55416120025
Jurusan Magister Teknik Elektro Universitas Mercu Buana, Menteng, Jakarta, Indonesia
Dosen : DR. Ir., Iwan Krisnadi, MBA
Abstrak
Ekonomi Digital merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan
pertumbuhan ekonomi saat ini, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis
atau transaksi perdagangan yang menggunakan internet sebagai medianya dalam
berkomunikasi, kolaborasi dan bekerjasama antar perusahaan atau individu. Konsep
ekonomi digital pertama kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998) yaitu sebuah sosiopolitik
dan sistem ekonomi yang mempunyai karakteristik sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi
informasi, berbagai akses instrument informasi, kapasitas informasi dan pemrosesan
informasi. Komponen ekonomi digital yang berhasil diidentifikasi pertama kalinya yaitu
industri TIK, aktivitas e-commerce, distribusi digital barang dan jasa.
Pada komponen-komponen tersebut terdapat peluang bisnis baru dalam era digital,
yaitu bidang periklanan dengan konten iklan digital. Semangat kemunculan internet adalah
memberikan efisiensi, salah satunya memberikan layanan gratis untuk berbagai hal,
termasuk mengiklan. Berbeda dengan bisnis konvensional, semuanya dilakukan dalam step
yang panjang, sehingga memerlukan transaksi di sana-sini, yang bisa saja dikenakan pajak.
Para pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) terangkat produknya berkat
kemajuan internet. Mereka dengan mudah memasarkan produk mereka tanpa harus
memikirkan jangkauan pasar, platform dan juga proses transaksi yang berbelit.
Selain itu, dari sisi dinamika ekonomi, bahwa media sosial memberi pengaruh besar
bagi perilaku belanja masyarakat. Iklan televisi bukan lagi acuan untuk pemasaran yang
efektif. Ada namanya pemasaran endorser. Dari mulai baju, gadget, kuliner, mobil bahkan
klinik kecantikan telah menggunakan selebritis media sosial sebagai endorser. Dengan
imbalan uang atau pun diskon khusus bahkan produk gratis dari produsen kepada para
endorser, semua itu merupakan bentuk tambahan kemampuan ekonomi yang harus
dikenakan pajak.
Sehingga diperlukan suatu regulasi dalam bidang ekonomi digital yang tidak terlalu
menekan pengusaha beserta masyarakat, tetapi juga tidak merugikan negara dalam hal
perpajakan.
Kata kunci : Regulasi, Ekonomi Digital, Pajak
I.
PENDAHULUAN
Ekonomi digital merupakan suatu
hal yang menandakan perkembangan
dan pertumbuhan ekonomi saat ini,
ditandai
dengan semakin
pesatnya
perkembangan bisnis atau transaksi
perdagangan
yang
menggunakan
internet sebagai medianya dalam
berkomunikasi,
kolaborasi
dan
bekerjasama antar perusahaan atau
individu.
Konsep ekonomi digital pertama
kali di perkenalkan oleh Tapscott (1998)
yaitu sebuah sosiopolitik dan system
ekonomi yang mempunyai karakteristik
sebagai sebuah ruang intelijen, meliputi
informasi, berbagai akses instrument
informasi, kapasitas
informasi dan
pemrosesan
informasi.
Komponen
ekonomi
digital
yang
berhasil
diidentifikasi pertama kalinya yaitu
industri TIK, aktivitas e-commerce,
distribusi digital barang dan jasa.
Adapun konsep ekonomi digital
menutur Zimmerman (2000) menurutnya
konsep tersebut sering digunakan untuk
menjelaskan dampak global teknologi
informasi dan komunikasi, tidak hanya
pada internet tetapi juga pada bidang
ekonomi. Menjadi sebuah pandangan
tentang interaksi antara perkembangan
inovasi da kemajuan tekologi yang
berdampak pada ekonomi
makro
maupun mikro. Sektor meliputi barang
dan jasa saat pengembangan, produksi,
penjualan atau suplainya tergantung
kepada teknologi digital.
Selain itu ada pula pengertian
ekonomi digital menurut PC Magazine
adalah “The Impact of information
technology on the economy” yang
memiliki arti lebih menonjolkan pada
penerapan TIK pada bidang ekonomi.
Dari sisi dinamika ekonomi, bahwa
media sosial memberi pengaruh besar
bagi perilaku belanja masyarakat. Iklan
televisi bukan lagi acuan untuk
pemasaran yang efektif. Ada namanya
pemasaran endorser. Dari mulai baju,
gadget, kuliner, mobil bahkan klinik
kecantikan telah menggunakan selebritis
media sosial sebagai endorser. Dengan
imbalan uang atau pun diskon khusus
bahkan produk gratis dari produsen
kepada para endorser, semua itu
merupakan
bentuk
tambahan
kemampuan ekonomi yang
harus
dikenakan pajak.
Pemasaran online dengan model
profit sharing menjadi fenomena lain
yang harus ditangkap DJP. Pengunggah
video di platform sharing video gratis, jika
videonya banyak iklan, maka akan
mendapat bagi hasil iklan online yang
tayang pada platform itu. Termasuk juga
profit sharing pemilik mobile store dengan
pembuat aplikasi mobile, jika aplikasi
tersebut banyak dibeli oleh pengguna
internet.
Gambar 1. Perilaku Pengguna Internet di
Indonesia berdasarkan perangkat yang dipakai.
Badan Pusat Statistik melansir
konsumsi rumah tangga Indonesia pada
kuartal II 2017 hanya tumbuh tipis 0,01
persen menjadi 4,95 persen dibanding
4,94 persen pada kuartal I. Salah satu
faktor adalah kelas menengah menahan
belanja barang dan jasa. Sensus
ekonomi akan sulit menjangkau sentra
ekonomi yang berbasis penjualan online.
Sehingga
diperlukan
suatu
regulasi yang nyata dalam bidang
ekonomi digital terutama pada sub
bidang iklan digital, agar dapat ditentukan
pajak yang sesuai bagi pelaku usaha dan
pengguna secara adil yang tidak
memberatkannya,
namun
tidak
merugikan
negara
dalam
hal
perpajakannya.
II.
MANFAAT DAN TUJUAN
Adapun manfaat dan tujuan dari
materi pembahasan adalah sebagai
berikut :
1. Dapat diketahui pengaruh regulasi
dalam bidang Ekonomi Digital
terhadap perpajakan di Indonesia.
2. Regulasi diharapkan tepat sasaran
untuk pengenaan pajak bagi pelaku
usaha.
3. Regulasi dapat menjadi fasilisator
antara pelaku usaha dan/ atau
pengguna periklanan digital dengan
Ditjen Pajak (DJP).
III. PERMASALAHAN
informasi yang begitu pesat serta
menyentuh
hampir
setiap aspek
Adapun permasalahan yang terjadi kehidupan. Dan kelak tidak ada satu
saat ini sehingga diperlukan regulasi, negara pun di dunia yang bisa
adalah sebagai berikut :
menghindar
dari
keterkaitan dan
1. Aturan
pengenaan
penghasilan keterlibatan teknologi informasi dalam
transaksi online apakah kena pajak, kegiatan
perekonomian.
Hal
ini
karena tidak terikat dengan tempat dibuktikan bahwa dari beberapa negara
penjualan konvensional.
telah menempatkan sektor teknologi
2. Mengenai pengawasan kewajiban informasi sebagai
motor penggerak
perpajakan oleh pelaku
transaksi pembangunan yang sangat penting.
online dan masyarakat umumnya.
Dikutip
dari
pernyataan
3. Bagaimana capturing data ekonomi Kementerian Perdagangan yang akan
digital
(termasuk
underground segera
menerbitkan
Peraturan
ekonomi) untuk kepentingan pajak.
Pemerintah (PP) yang mengatur regulasi
4. Bagi sesorang yang memasarkan perdagangan secara elektronik (e-produk
berupa barang/ jasa melalui commerce) patut diapresiasi. Dalam
media sosial yang menjadi endorser, pernyataannya ke media, Kementerian
apakah harus membayar pajak atas Perdagangan mengakui bahwa kesulitan
produk barang dan jasa yang di- untuk menyusun PP e-commerce ini
endorse.
adalah mengenai pengenaan pajaknya.
Apakah, atas transaksi berbasis ecommerce ini nantinya akan dikenakan
IV.
METODOLOGI
pajak atau tidak. Sementara itu, Ditjen
Metode dalam pembahasan
ini Pajak (DJP) dengan tegas menyatakan
mengacu pada pengumpulan produk bahwa e-commerce adalah merupakan
hukum
yang
sudah
ada
dan transaksi perdagangan barang dan/atau
pengumpulan
data
mengenai jasa lainnya, tetapi hanya berbeda dalam
permasalahan
yang
ada
dan hal cara atau alat yang digunakan saja.
memperhatikan suatu aturan manajemen Sehingga, perlakukan pajak e-commerce
regulasi yang ada, yaitu Efisiensi secara sama dengan perlakuan pajak atas
Teknis, Efisiensi secara Ekonomi dan perdagangan lainnya, termasuk tidak
Efisiensi secara Fungsi. Jika sudah ada aturan khusus perpajakan yang
terpenuhi, maka didapatkan suatu benefit mengatur transaksi e-commerce ini.
pada pengguna/ pelaku usaha, pada
Yang
menjadi
tantangannya
ekonomi, dan pada masyarakat.
adalah bagaimana cara efektif untuk
mengenakan pajak atas transaksi ecommerce ini. Potensi pajaknya sangat
V. PEMBAHASAN
besar, namun seringkali luput dikenakan
Perkembangan teknologi informasi pajak karena sifat transaksinya yang
dan komunikasi (TIK) terasa pada setiap unik. Menurut catatan International Data
aspek kehidupan masyarakat, karena Corporation (IDC) yang dikutip Kompas
komunikasi adalah salah satu kebutuhan (5/10/2012), nilai perdagangan lewat
yang mendasar.
Teknologi internet internet di Indonesia tahun 2011
berkembang dan menyatu dalam sebuah mencapai 3,4 miliar dolar AS atau sekitar
‘dunia’ atau ‘ruang maya’ atay sebuah 30 triliun rupiah. Bahkan, menurut
dunia tempat orang
berkomunikasi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),
melakukan
berbagai
aktivitas mayoritas transaksi e-commerce tidak
ekonomi/bisnis. Telah
kita ketahui membayar
pajak
meskipun
nilai
bersama bahwa perkembangan teknologi transaksinya rata-rata setahun mencapai
100 triliun rupiah (Antrara News.com, 12
April 2014).
Pemerintah beserta Ditjen Pajak (DJP)
dibawah Kementerian Keuangan.
5.1. Pajak e-Commerce
Definisi
perdagangan
secara
elektronik atau dikenal dengan electronic
commerce (e- commerce) adalah segala
bentuk
transaksi
bisnis
yang
menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi.
Namun,
seiring
perkembangan waktu,
definisi ecommerce menjadi meluas. Saat ini, ecommerce
diartikan
tidak
hanya
penjualan dan pembelian melalui internet
semata tetapi juga mencakup pelayanan
pelanggan online dan pertukaran
dokumen bisnis.
Namun, transaksi e-commerce
seringkali tidak sederhana seperti pada
model
yang
disebutkan
tadi.
Setidaknya, akan terjadi kondisi dimana
e-commerce
transaksi
akan
sulit
dikenakan pajaknya, karena :
1. Transaksi
melalui
e-commerce
mampu
menembus batas geografis
antar negara (borderless).
2. Bentuk barang atau jasa yang
diperjualbelikan dapat
berformat
digital seperti piranti lunak komputer,
musik, majalah
atau
lainnya.
Sehingga, dapat dikatakan bahwa
transaksi fisik tidak diperlukan lagi
dan digantikan dengan perpindahan
bentuk digital saja.
3. Transaksi e-commerce terjadi begitu
cepat di seluruh dunia dalam
waktu
singkat. Untuk itulah,
tantangan
sebenarnya
dalam mengenakan
pajak transaksi e-commerce adalah
bagaimana membuat aturan khusus
yang mampu menangkap potensi
pajak atas transaksi e-commerce
dengan kondisi-kondisi tadi.
Gambar 2. Prinsip dasar Regulator
Dengan melihat prinsip
dasar
tersebut, regulator
diperlukan untuk
menyambut teknologi yang datang dan
menunjang aktifitas yang ada di pasar.
Salah satunya ada kegiatan ekonomi
digital, yaitu e-commerce. Karena
transaksi e-commerce tidak mengenal
batas negara, tidak ada bentuk fisik yang
dijual belikan dan tidak ada persyaratan
khusus, maka pengenaan PPh dan PPN
dalam transaksi e- commerce harus
memperhatikan beberapa hal penting.
Antara lain :
1. Bagaimana
menentukan
keberadaan
perusahaan
ecommerce tersebut, ketika tidak
berlokasi di Indonesia.
Karena
seringkali
perusahaan
tersebut secara fisik tidak nyata
namun
dapat
menjalankan
aktifitasnya di Indonesia. Amerika
Serikat (AS) pernah menghapuskan
pajak e-commerce ini karena
kesulitan mendefiniskan keberadaan
lokasi perusahaan e-commerce.
Namun, karena transaksi online
5.2. Tantangan bagi Regulator
meningkat tajam, hingga mencapai
jutaan dollar AS, maka pemerintah
Dalam hal ini, badan yang
AS terpaksa mengenakan pajak atas
berfungsi sebagai regulator
adalah
transaksi e-commerce atau dikenal
dengan streamlined sales tax project
walaupun bertentangan
dengan
prinsip kehadiran fisik perusahaan.
2. Negara mana yang berhak mempajaki transaksi e- commerce.
Hak pemajakan suatu negara hanya
mencakup batas-batas nasional
yang diatur dalam peraturan negara
tersebut. Namun, dalam transaksi ecommerce, dapat saja menggunakan
satelit atau server di wilayah yang
bukan
yuridiksinya.
Pembatasan
waktu atau time test bagi wajib pajk
luar negeri sebanyak 183 hari
tampaknya tidak
mempengaruhi
sulitnya menentukan hak pemajakan
e-commerce. Karena,
pembatasan
183 hari tersebut menjadi tidak pas
apabila ukurannya
menggunakan
kuantitas akses internet.
3. Definisi objek pajaknya.
Dalam empat model transaksi yang
disebutkan sebelumnya - semuanya
jelas, ada barang dan/atau jasa
yang dijual belikan dan ada
perpindahan barang dan/atau jasa
tersebut dari penjual ke pembeli.
Namun,
seringkali
dalam
kenyataanya semua transaksi ecommerce terjadi dalam dunia maya
dan tidak diketahui secara jelas apa
yang menjadi
objek pajaknya.
Penghasilan
dapat
saja
d ikategorikan
sebagai
hasil
penjualan, royalti, hasil pembayaran
bantuan teknis, deviden atau bunga.
Tentunya, pengkategorian
objek
pajak ini sangat tergantung dari
keberadaan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) perusahaan e-commerce
tersebut.
Apakah
menjadi
pendapatan BUT atau menjadi pajak
pertambahan nilai saja,
yang
kesemuanya harus pastikan terlebih
dahulu. Yang harus segera dilakukan
oleh DJP adalah
menambahkan
definisi BUT dalam amandemen UU
PPh – yang sedang disusun kajian
akademiknya- agar
mencakup
definisi perusahaan e-commerce
atau Internet Service Provider (ISP).
Sehingga, tidak ada (lagi) transaksi
e-commerce
yang
terlewat
pengenaan pajaknya.
5.3. Regulasi Perpajakan terkait bidang
Ekonomi Digital
Regulasi yang
sudah
ada
mengenai perpajakan secara umum
adalah pada
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun
2013 tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang Diterima
atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki
Peredaran Bruto tertentu.
Menyikapi berkembang pesatnya
bisnis e-Commerce dalam bidang
Ekonomi Digital di Indonesia, Direktorat
Jenderal (Ditjen) Pajak tegaskan kembali
peraturan
perpajakan
terkait eCommerce. Peraturan perpajakan terkait
e-Commerce sudah ditegaskan kembali
dalam
SE-62/PJ/2013
tentang
Penegasan Ketentuan Perpajakan atas
Transaksi e-Commerce.
Dalam SE-62/PJ/2013 berisi
membagi kegiatan e-Commerce dalam
empat kegiatan besar, yaitu Online
Marketplace, Classified Ads, Daily Deals
dan Online Retail.
1. Online Marketplace adalah kegiatan
menyediakan tempat
kegiatan
usaha berupa toko internet sebagai
Online Marketplace Merchant untuk
menjual barang dan/atau jasa.
Dalam model
transaksi ini,
ada imbalan, dalam bentuk rent fee
atau registration fee, atas jasa
penyediaan tempat dan/atau waktu
memajang iklan barang dan/atau
jasa dan melakukan penjualan di
toko internet melalui mal internet.
Selain itu, ada sejumlah uang yang
dibayarkan oleh Online Marketplace
Merchant ke penyelenggara Online
Marketplace sebagai komisi atas
jasa perantara pembayaran atas
penjualan barang dan/atau jasa.
Dalam
kegiatan
Online
Marketplace, terdapat kewajiban PPh
dan PPN dalam proses bisnis jasa
penyediaan tempat dan atau waktu,
penjualan barang dan atau jasa,
serta dalam proses bisnis penyetoran
hasil penjualan kepada merchant
oleh penyelenggara
2. Model
transaksi
e-commerce
Classified Ads adalah kegiatan
menyediakan tempat dan/atau waktu
untuk memajang iklan barang
dan/atau jasa yang dilakukan oleh
pengiklan
melalui
situs
yang
disediakan oleh Penyelenggaran
Classified Ads. Kemudian pengiklan
membayar sejumlah uang sebagai
transaction
fee
kepada
penyelenggara Classified Ads yang
merupakan objek PPh dan PPN.
3. Model Daily
Online
Deals
Marketplace
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
a. Regulasi yang dipakai saat ini
mengenai perpajakan di bidang
Ekonomi
Digital
adalah
Peraturan Pemerintah No. 46
Tahun 2013, untuk transaksi
dengan
omset
per
tahun
dibawah 4.8 milyar, dikenakan
pajak 1% dari DPP (Dasar
Pengenaan Pajak).
b. Pengawasan kewajiban pajak
transaksi online terkendala
karena secara kasat mata tidak
tampak barang dan jasa yang
ditawarkan di suatu tempat.
c. Sosialisasi regulasi yang ada
mirip dengan
namun
alat
pembayaran yang digunakan berupa
kepada
pengguna
para
pelaku
Ekonomi
usaha/
Digital
sangat
diperlukan,
untuk
voucher. Dalam kegiatan Daily Deals,
meningkatkan
jumlah
terdapat kewajiban PPh dan
PPN
pendapatan
negara
dari
dalam proses bisnis jasa penyediaan
tempat dan atau waktu, penjualan
perpajakan.
barang dan atau jasa, serta dalam
proses bisnis penyetoran
hasil 6.2. Saran
penjualan
kepada merchant oleh
a. Regulasi yang sudah ada (PP N0.
penyelenggara
46
Tahun
2013)
dapat
dikembangkan
kembali dan
4. Model Online Retail dimana kegiatan
disesuaikan
dengan
menjual barang dan/atau jasa yang
perkembangan teknologi yang
dilakukan secara langsung
oleh
ada, sehingga tepat guna dan
penyelenggara Online Retail kepada
adil.
Online Retail.
pembeli
di situs
b. Setiap orang yang melakukan
Dalam kegiatan Online
Retail
iklan endorse via media sosial
terdapat kewajiban PPh dan PPN
agar
dapat
melaporkan
dalam proses bisnis
penjualan
penghasilannya
di
SPT
Tahunan.
barang dan atau jasa
c. Pelaku usaha agar melakukan
Khusus untuk pelaku e-Commerce
registrasi
resmi/ melaporkan
yang memiliki perederan usaha tidak
rekening bank yang digunakan,
lebih dari 4,8 milyar dalam satu tahun
sebagai alat kontrol kewajaran
pajak dapat menggunakan fasilitas PP
pelaporan pajak.
Nomor 46/2013 yaitu menghitung PPH
atas transaksi e- Commerce dengan
menggunakan tarif tunggal yaitu 1% x
Dasar Pengenaan Pajak.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
[2]
[3]
[4]
[5]
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas
Penghasilan dari Usaha yang
Diterima atau Diperoleh Wajib
Pajak yang Memiliki Peredaran
Bruto tertentu.
Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak
Kementerian
Keuangan
Republik Indonesia Nomor SE62/PJ/2013 tentang Penegasan
Ketentuan Perpajakan atas
Transaksi E-Commerce.
Ansori, Aan. 2016. Digitalisasi
Ekonomi Syariah. Jurnal Ekonomi
Keuangan dan Bisnis Islam Vol.7.
Krisnadi, Iwan. 2016-2017. Materi
Perkuliahan Mata Kuliah Regulasi
dan Hukum ICT, Universitas
Mercubuana.
Direktorat
Jenderal
Pajak,
Kementerian Keuangan. 2014.
Ditjen Pajak Tegaskan Kembali
Aturan Pajak e-Commerce.