PENDETEKSIAN PERILAKU HERDING PADA PASAR

PENDETEKSIAN PERILAKU HERDING PADA PASAR SAHAM
INONESIA DAN ASEAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
Investor yang rasional akan memaksimalkan utilitasnya (imbal hasil
dan resiko) berdasarkan informasi yang tersedia di pasar. Jika investor
bertindak rasional maka pada saat harga saham menurun, saham tersebut
akan dibeli. Demikian pula sebaliknya, jika harga suatu saham meningkat,
maka saham tersebut akan dijual. Namun pada saat adanya krisis, para
investor cenderung untuk berperilaku secara tidak rasional. Salah satu
perilaku tidak rasional diantara para investor adalah perilaku herding.
Perilaku herding merupakan kecenderungan perilaku investor untuk
mengikuti konsensus pasar dan mengikuti perilaku investor lainnya tanpa
melakukan analisis fundamental ekonominya. Sehingga yang terjadi adalah
ketika harga saham turun, maka saham tersebut akan dijual karena melihat
investor lainnya menjual saham yang mereka miliki.
Atas beberapa alasan perilaku yang akan diuraikan kemudian,
institusi baik asing maupun lokal seringkali meniru institusi lain dalam
melakukan keputusan investasinya. Perilaku meniru ini, yang diistilahkan

“herding”,

terjadi

secara

berkelompok,

mengikuti

investor-investor

internasional. Demikian pula halnya dengan investor domestik, baik
institusional maupun individual, yang mengikuti pergerakan institusi asing.
Para pelaku herding yang memiliki pengetahuan fundamental yang
cukup dapat menemukan saham perusahaan yang undervalue dan
memborongnya, mengakibatkan apresiasi harga saham menuju tingkat
wajarnya. Sebaliknya, herding juga dapat berlebihan dan justru mendorong
harga saham jauh di atas tingkat wajarnya. Apalagi bila para pelaku tidak
memiliki pengetahuan fundamental yang memadai. Herding dalam bursa

saham lebih menunjukan konotasi negatif yang akan menimbulkan krisis
dan bahkan crash di kemudian hari oleh karena akibat dari perbuatan
sendiri. Feed-back trading dan herding dapat membuat lonjakan-lonjakan
harga naik dan turun terlalu cepat karena transaksi berkelompok, akan
mengurangi tingkat stabilitas bursa.
Pendeteksian perilaku herding pada suatu pasar saham dibutuhkan
untuk melihat kerasionalan dari pelaku investor di beberapa kondisi pasar.
Pendeksian perilaku herding ini menjadi penting karena performa
perekonomian Indonesia menjadikan salah satu faktor yang menarik untuk
berinvestasi. Penelitian yang dilakukan menandakan bahwa kemungkinan
perilaku herding dalam berinvestasi. perilaku herding ini perlu dikomparasi
dengan negara-negara tetangga khususnya Asean yang memiliki iklim
investasi yang hampir sama dengan Indonesia.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dalam
penyusunan penelitian ini penulis merumuskan masalah yang nantinya
dijadikan sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yaitu:
1. Apakah terdapat perilaku herding pada pasar saham Indonesia dilihat
dari saham LQ45?

2. Apakah terdapat perilaku herding pada pasar saham global Asean dilihat
dari indeks Dow Jones Asean?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menganalisis perilaku herding pada pasar saham Indonesia, dilihat dari
saham LQ45.
2. Menganalisis adanya perilaku herding pada pasar saham global Asean
dilihat dari indeks Dow Jones Asean.

1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjelaskan pemahaman
terhadap peran perilaku herding dalam berinvestasi, terutama bagi pihakpihak terkait:
1. Bagi kalangan regulator
BEI, Otoritas Jasa Keuangan, dan Kementrian Keuangan, dapat
menerapkan aturan dengan menjaga sentimen yang berlebih dan
menstabilkan kondisi pasar modal.
2. Bagi investor

Bisa lebih memahami apa itu perilaku herding sebagai cara pandang

investor saat melakukan investasi serta dapat menentukan kebijakan dan
pengambilan keputusan investasi yang paling tepat.
3. Bagi Penulis
Digunakan sebagai tambahan wawasan, pengetahuan dan pengalaman
dalam bidang penelitian dan merupakan wujud dari aplikasi ilmu
pengetahuan yang didapat selama perkuliahan.

1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dirancang agar peneliti lebih terarah dalam
melakukan penelitian, penulisan penelitian ini dibagi menjadi lima bab yang
secara lebih terperinci adalah sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan
Bab pendahuluan ini memuat beberapa bagian yang ada dalam
proposal penelitian diantaranya latar belakang masalah, rumusan masalah
penelitian, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan
sistematika laporan penelitian.
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi penjelasan dan pembahasan secara rinci kajian pustaka
yang meliputi, hasil penelitian terdahulu, dan landasan teori. Inti ketiga
pembahasan tersebut diformulasikan untuk membentuk kerangka penelitian.

Bab III : Metode Penelitian
Bab ini merupakan landasan metodelogi penelitian, yang merupakan
acuan analisis ilmiah dalam mewujudkan hasil penelitian yang mencakup:

populasi dan sampel penelitian, sumber data dan teknik pengambilan
sampel, definisi dan pengukuran variabel sampel, model penelitian,
operasionalisasi hipotesis serta teknik analisa data.
Bab IV: Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisi tentang pengujian hipotesis atas hipotesis yang dibuat
dan hasil dari pengujian tersebut, serta pembahasan dan hasil analisis yang
dikaitkan dengan teori yang berlaku.
Bab V : Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi suatu kesimpulan dari seluruh hasil penelitian yang
telah dilakukan, serta berisi saran-saran yang diberikan oleh peneliti untuk
penelitian berikutnya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1


Investor di Pasar Modal

2.1.1 Pengertian Investor
Menurut UU No. 25 Tahun 2007 arti dari penanam modal atau
investor adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman
modal, dapat berupa penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal
asing.

Menurut BAPEPAM (2008), Investor adalah pihak-pihak yang

melakukan kegiatan investasi. Dalam dunia keuangan, investor digolongkan
menjadi beberapa tipe investor yaitu investor asing dan investor domestik,
tipe investor masih ada penggolong berdasarkan individual (retail investor)
dan institusional (institusional investor). Investor individu terdiri dari
individu-individu yang melalukan investasi, sedangkan investor institusional
biasanya terdiri dari perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan
dana (bank dan lembaga simpan pinjam), lembaga dana pensiun, reksadana,
maupun perusahaan investasi.
Lembaga pasar modal adalah merupakan pelengkap disektor

keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga
pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani
hubungan antara pemilik dana dalam hal ini disebut sebagai pemodal
(investor) dengan peminjam dana dalam hal ini disebut dengan nama emiten
(perusahaan yang go public).

Pasar modal (capital market) merupakan

pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa baik
dalam bentuk hutang ataupun modal sendiri. Sementara Kasmir (2010:61)
menyatakan bahwa pasar modal merupakan pasar bagi instrumen keuangan
jangka panjang baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun oleh
perusahaan swasta seperti saham dan obligasi. Pasar modal adalah suatu
sarana dengan mana surat berharga-surat berharga yang berjangka panjang
diperjualbelikan. Pasar modal sebagai wadah untuk mencari dana bagi
perusahaan dan wadah investasi bagi pemodal menyangkut kepentingan
banyak pihak.
2.1.2 Pasar Modal
Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai
instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat

utang (obligasi), ekuitas (saham), reksa dana, instrumen derivatif maupun
instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi
perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana
bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi
berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya
(www.idx.co.id). Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang
Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang
bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan
publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan
profesi yang berkaitan dengan efek.

Menurut Martono dan Harjito (2004), pasar modal (capital market)
adalah suatu pasar yang mana dana-dana jangka panjang baik hutang
maupun modal sendiri diperdagangkan. Dana jangka panjang yang
diperdagangkan tersebut diwujudkan dalam bentuk surat-surat berharga.
Jenis surat berharga yang diperjualbelikan di pasar modal memiliki jatuh
tempo lebih dari satu tahun dan ada yang tidak memiliki jatuh tempo. Dana
jangka panjang berupa hutang yang diperdagangkan biasanya berupa
obligasi (bond), sedangkan dana jangka panjang yang merupakan modal
sendiri berupa saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred

stock). Pasar modal dalam arti sempit adalah suatu tempat (dalam pengertian
fisik) terorganisasi yang mana surat berharga (efek-efek) diperdagangkan,
kemudian disebut bursa efek (stock exchange). Pasar modal terdiri dari
pasar primer (primary market), pasar sekunder (secondary market), pasar
ketiga (third market), dan pasar keempat (fourth market). Surat berharga
yang baru dikeluarkan oleh perusahaan dijual di pasar primer, selanjutnya
surat berharga yang sudah beredar diperdagangkan di pasar sekunder. Pasar
ketiga merupakan pasar perdagangan surat berharga pada saat pasar
sekunder tutup. Pasar ketiga dijalankan oleh broker yang mempertemukan
pembeli dan penjual pada saat pasar sekunder tutup. Pasar keempat
merupakan pasar modal yang dilakukan diantara institusi berkapasitas besar
untuk menghindari komisi untuk broker. Pasar keempat umumnya
menggunakan jaringan komunikasi untuk memperdagangkan saham dalam
jumlah blok yang besar (Hartono, 2003)

2.1.3 Jenis Investor di Pasar Modal
Dalam investasi di pasar modal dikenal berbagai jenis investor,
yaitu:
1. Hedger, melakukan investasi untuk tujuan menjaga aset rill yang
dimilikinya.

2. Spekulator, melakukan investasi untuk tujuan spekulasi atas pergerakan
harga yang terjadi, biasanya untuk jangka pendek atau bahkan one day
trading.
3. Arbitrage, melakukan investasi berdasarkan selisih perhitungan yang
terjadi atau dapat timbul karena adanya perbedaan tempat, waktu dan
kebijakan. Terjadi pada saham atau surat berharga (dual listing).
Menurut Halim (2005), Berdasarkan sifatnya investor juga dapat
dikategorikan dalam tiga tingkatan yaitu:
1. Investor yang suka terhadap risiko (Risk Seeker)
Merupakan sifat investor yang suka mengambil investasi dengan risiko
lebih besar. Investor jenis ini biasanya bersifat agresif dan spekulatif
dalam mengambil keputusan investasi.
2. Investor yang netral terhadap risiko (Risk Neutrality).
Merupakan investor yang akan meminta kenaikan pengembalian yang
sama untuk setiap kenaikan risiko. Investor jenis ini umunya cukup
fleksibel dan bersikap hati-hati (prudent) dalam mengambil keputusan
investasi.
3. Investor yang tidak suka terhadap risiko (Risk averter)

Merupakan sifat investor yang lebih suka mengambil investasi dengan

risiko yang lebih kecil. Investor jenis ini biasanya cenderung selalu
mempertimbangkan secara matang dan terencana atas keputusan
investasinya. Investor di pasar modal adalah investor yang beragam.
Keberagaman tersebut dikontribusikan oleh beberapa aspek yaitu:
motivasi investasi, daya beli (purchasing power), tingkat pengetahuan
dan pengalaman investasi, serta perilaku investasi. Keberagaman
tersebut mengakibatkan timbulnya perbedaan tingkat keyakinan
(confidence) dan harapan (expectation) atas return dan risk dari kegiatan
investasi.

Disinilah

pentingnya

memahami

perilaku

keuangan

(behavioral finance) diantara para investor pada saat transaksi saham.

2.2. Behavioral Finance
2.2.1. Pengertian Behavioral Finance
Menurut Statman (1999), persepsi bahwa behavioral finance adalah
penggabungan antara ilmu psikologi dan keuangan adalah keliru karena
sebetulnya psikologi tidak pernah terpisahkan dari ilmu keuangan. Menurut
Ritter (2003), behavioral finance terdiri dari dua bagian, cognitive (cara
manusia berpikir) dan limit to arbitrage (memanfaatkan pasar yang tidak
efisien). Behavioral finance dapat diartikan sebagai pemahaman ilmu
keuangan dari perspektif cara berpikir manusia, rasional maupun irasional,
yang pada akhirnya mempengaruhi pengambilan keputusan dalam
berinvestasi.

Fuller (2000) menjelaskan tiga poin penting dalam behavioral
finance. Yang pertama adalah penjelasan bahwa behavioral finance adalah
penggabungan antara ekonomi klasik dan keuangan dengan psikologi dan
ilmu pengambilan keputusan; dan perlu diketahui bahwa ilmu pengambilan
keputusan juga berkembang mengikuti perkembangan zaman, sehingga
penerapan teori ekonomi klasik yang relatif bersifat baku, berbeda-beda
seiring dengan perkembangan zaman. Yang kedua, Fuller menjelaskan
bahwa behavioral finance adalah suatu percobaan untuk menjelaskan apa
penyebab beberapa anomali-anomali keuangan yang sudah terlihat dan
dibukukan dalam literasi keuangan. Banyaknya studi kasus dan observasi
dari kejadian sebelumnya diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan
teori behavioral finance di masa depan. Diharapkan anomali-anomali
keuangan tersebut dapat dijelaskan melalui teori-teori baru. Yang terakhir,
behavioral finance adalah suatu bidang studi yang menjelaskan bagaimana
investor

secara

sistematis

membuat

judgement

yang

salah

atau

"mentalmistakes".
Fuller (2000) juga menjelaskan bahwa sub bidang keuangan belum
mempunyai banyak literasi keuangan yang membahas tentang behavioral
finance sehingga sangat sulit untuk diajarkan secara baku pada kurikulum
universitas dalam sistem pendidikan yang formal atau baku. Tetapi jika
dilihat fakta yang ada di "lapangan" dapat terlihat kemungkinan dampak
psikologis manusia terhadap pergerakan harga saham. Oleh karena itu, kata
"sentimen pasar" menjadi sangat umum dikatakan oleh analis profesional

dalam menganalisis pergerakan harga saham, biasanya pada kondisi jangka
pendek.
Bodie, Kane, dan Marcus (2009) menjelaskan ada dua pemikiran,
bahwa investor tidak selalu dapat memproses data dengan cara yang benar
sehingga menciptakan probabilitas distribusi yang salah terhadap prediksi
imbal balik masa depan. Kedua, jika distribusi dalam keadaan sebenarnya,
investor cenderung juga membuat keputusan yang tidak optimal. Dua
pemikiran ini menguatkan bahwa investor dapat mengambil keputusan
secara irasional. Dan tentunya, keputusan investor-investor ini juga dapat
mempengaruhi harga. Behavioral finance juga perlu dimasukkan dalam
pengambilan keputusan karena bisa menjadi faktor penggerak harga pasar.
Pemahaman mengenai behavioral finance menjadi sangat penting
bagi

manager keuangan maupun untuk pembuat kebijaksanaan pasar

modal. Pembuat kebijakan keuangan harus mengetahui perilaku investor,
perilaku mana yang mungkin memperbesar volatilitas pasar dan destabilitasi
pasar (Demier dan Kien, 2001).
2.2.2. Cogninive Bias dalam Behavioral Finance
Ritter (2003) menjelaskan beberapa bias yang mempengaruhi
perilaku manusia pada umumnya:
1. Heuristics
Untuk penyederhanaan proses pengambilan keputusan, manusia
cenderung membuat "rule of thumb" atau aturan standard yang
sederhana untuk mengambil keputusan. Sebagai contoh, 80/20 rule

yang diungkapkan pertama kali oleh ekonom Italia bernama Vilfredo
Pareto banyak digunakan oleh manager keuangan untuk menyusun
portfolionya. Spaziale (2010) pada bukunya mengatakan bahwa
manager keuangan biasanya mengharapkan 80% portofolio imbal
balikdihasilkan oleh 20% saham tertinggi pada portofolio tersebut.
2. Overconfidence
Ritter (2003) juga menjelaskan bahwa investor cenderung
berinvestasi secara berlebihan hanya pada saham yang mereka sudah
biasa atau familiar. Investor cenderung merasa terlalu percaya diri.
3. Framing
Pola berfikir manusia bisa dimanipulasi dengan presentasi
konsep yang dikemas lebih menarik. Sebagai contoh, Bodie (2009)
menjelaskan bahwa permainan "coin toss" yang memberikan imbalan
$50 pada tails dan hadiah sebesar $50 yang di-bundling dengan
kekalahan $50 jika yang keluar heads. Walaupun kedua hal diatas dapat
menimbulkan kerugian $50, perilaku investor akan berbeda terhadap
masing-masing taruhan.
4. Representativeness
Investor cenderung meremehkan rata-rata jangka panjang dan
memberikan perhatian lebih pada jangka pendek, sehingga investor
cenderung "overreact" pada jangka pendek. Sebagai contoh, dimana
pemikiran bahwa imbal balik atas saham yang tinggi adalah "normal"
hanya karena melihat rata-rata imbal balik historical yang tinggi.

5. Conservatism
Bodie, Kane, dan Marcus (2009) juga menjelaskan bahwa
investor cenderung bereaksi "terlalu lambat" tentang perkembangan
yang terjadi. Berlawanan dengan bias representativeness, investor
menjadi "underreact" karena conservatism.

2.3. Perilaku Herding
2.3.1. Pengertian Perilaku Herding
Herding merupakan fenomena terjadinya pembelian ataupun
penjualan secara berkelompok atas satu atau lebih saham secara
berkelompok yang terjadi di pasar modal atau bursa. Herding tidak sematamata terjadi secara terencana setiap kali terjadi pembelian berkelompok.
Kemampuan institusi-institusi dalam hal akses kecepatan memperoleh
informasi relatif setara. Informasi-informasi yang sama yang diterima
institusi (informasi publik), apabila diterjemahkan sama oleh masingmasing institusi, dapat juga menjadi penggerak transaksi berkelompok ke
arah yang sama, seolah-olah terjadi herding (Bikchandani & Sharma, 2001).
Herding merupakan perilaku investor menjual atau membeli
sekuritas/saham tanpa menghiraukan alasan yang mendasarinya untuk
melakukan investasi. Pada saat herding terjadi, mereka melakukan investasi
tanpa memperhitungkan resiko atau imbal hasil yang akan mereka dapatkan.
Beberapa dampak negatif dari perilaku herding ini adalah investor mungkin

saja melakukan jenis investasi yang sebenarnya tidak mereka pahami dan
mengambil resiko yang sebenarnya tidak diperlukan.
Lakonishok et al. (1992) menguraikan perbedaan antara herding
yang dilakukan dengan sadar dan yang tidak terencana. Dalam peristiwa
semisal terjadi perubahan suku bunga, investor-investor akan melakukan
penyesuaian terhadap tingkat kepemilikan saham. Dalam periode ini, sangat
mungkin terjadi semua investor serta merta menaikkan atau menurunkan
kepemilikan saham secara bersama-sama tanpa saling memperhatikan
keputusan satu sama lain. Pada masa ini, terjadi “spurious/unintentional
herding” dan bukan herding yang dipengaruhi oleh keputusan investor lain.
Di lain peristiwa, “intentional herding” terjadi saat mayoritas
institusi melakukan keputusan investasi dengan mengikuti keputusan
investasi yang dilakukan oleh institusi lain. Dalam fenomena ini, institusiinstitusi pemegang informasi fundamental-pun seringkali mengabaikan
informasi tersebut dan lebih memilih untuk mengikuti pergerakan mayoritas
(Bikchandani & Sharma, 2001). Sekalipun ada perbedaan antara intentional
dan unintentional herding, dalam tulisan ini tidak dibedakan antara
keduanya karena pendekatan untuk memilah hal ini membutuhkan
penelitian yang lebih mendalam.
2.3.2. Penyebab Terjadinya Herding
Dalam teori, diutarakan tiga faktor penyebab utama terjadinya
perilaku herding di kalangan investor bursa saham (Bikchandani & Sharma,
2001).

Pertama,

informasi

yang

tidak

sempurna

dan

“cascade”

mengakibatkan bias dalam pengambilan keputusan. Dalam kondisi investor
tidak memiliki informasi yang memadai atau meragukan informasi yang
telah dimilikinya, investor akan melirik investor lain dalam mengambil
keputusan investasinya. Investor akan cenderung merujuk pada keputusan
investasi mayoritas investor dibandingkan dengan sinyal yang dimilikinya.
Hal yang disebut sebagai “cascade” dijelaskan dalam Gambar 2.2.

Gambar 2.1 Diagram Cascade
(Sumber : Bikchandani & Sharma, 2001)
Proposisi dari diagram adalah “cascade terjadi jika dan hanya jika
jumlah keputusan invest para pendahulunya lebih besar daripada jumlah
keputusan tidak invest/reject para pendahulunya yang lain.” Hal ini juga
berlaku sebaliknya. Dengan memperhatikan Gambar 2.2, keputusan A untuk
invest mempengaruhi peluang C sebesar 75% melakukan invest juga dan
25% tidak melakukan invest. 50% peluang keputusan C merupakan cascade
yang dipengaruhi oleh keputusan A dan B terdahulu.

Kedua,

ada

kepentingan

manajer

investasi

untuk

menjaga

reputasinya. Manajer investasi bervariasi dalam hal tingkat kemampuan, ada
yang tinggi dan juga rendah. Manajer investasi berkemampuan tinggi
memiliki kemampuan untuk membedakan sinyal informasi yang jelas dari
noise. Mereka menjadikan sinyal tersebut sebagai dasar keputusan investasi.
Manajer berkemampuan rendah hanya mendapat sinyal berupa noise yang
akurasinya diragukan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Manajer investasi berkemampuan rendah akan memilih keputusan
investasi berdasarkan noise yang dimilikinya dan keputusan investasi
manajer lain yang telah lebih dahulu melakukan keputusan investasi. Para
manajer investasi yang terdahulu mungkin memiliki kemampuan tinggi atau
rendah. Manajer investasi yang terdahulu juga mungkin memutuskan
berdasarkan sinyal yang jelas atau sekedar berupa noise.
Manajer investasi berkemampuan rendah yang tidak tahu harus
mengambil keputusan apa akan cenderung mengikuti keputusan investor
lain yang telah beraksi. Manajer yang tidak mengetahui keputusan yang
diambilnya tidak akan berani melawan arus atau bertentangan dengan
manajer investasi lain karena bila manajer lain berhasil dan dirinya sendiri
gagal, reputasinya akan jatuh. Dengan meniru keputusan manajer investasi
lain, apabila keputusannya benar, reputasinya akan meningkat. Sebaliknya
apabila keputusannya salah, dia akan terlindungi karena dianggap kurang
beruntung walau telah mampu mengambil keputusan dan membaca sinyal
yang sama dengan kebanyakan manajer. Manajer investasi yang telah

memutuskan lebih dahulu juga terlindungi atas keputusan manajer lain yang
mengikutinya karena membuktikan bila manajer lain juga setuju atas
keputusannya.
Ketiga, skema kompensasi dari perusahaan juga ikut mempengaruhi
keputusan manajer investasi. Keberhasilan manajer investasi dinilai
berdasarkan seberapa baik kinerja portofolionya bila dibandingkan dengan
kinerja benchmark yang ditetapkan. Manajer investasi akan cenderung
menghindari risiko untuk berusaha melampaui kinerja benchmark dan
bahkan berusaha menyusun portofolionya sedekat mungkin dengan
benchmark. Dampak negatif dari pola kompensasi ini adalah kemampuan
dan kerajinan manajer investasi tidak dapat terukur dan distribusi risiko
dalam portofolio menjadi tidak sempurna. Risksharing dari portofolio yang
homogen karena mirip benchmark akan berkurang.
Chang, Cheng, dan khorana (1999), memberikan empat alasan
mengapa investor bertransaksi pada arah yang sama yaitu :
1. Investor mengolah informasi yang sama, seperti yang terjadi pada pasar
emerging market yang memiliki keterbatasan informasi mikro dan lebih
fokus pada informasi makro.
2. Investor lebih memilih saham dengan ciri-ciri umum yaitu prudent,
liquid atau bette-known.
3. Para manager investasi cenderung mengikuti langkah transaksi yang
dilakukan manager yang lain guna menjaga reputasinya. Bikehandani
dan Sharma (2001), menjelaskan bahwa terdapat dua kategori manager

investasi yaitu high skilled dan low skilled. Manager dengan low skilled
mengikuti arah yang diterapkan oleh manager high skill.
4. Para manager investasi mengikuti valuasi harga saham dari manager
lainnya. Hal ini menguatkan dugaan kemungkinan perilaku (herding)
oleh investor institusi cenderung terjadi karena adanya tekanan peer
pressure antar sesama manajer keuangan.
2.3.3. Akibat Perilaku Herding pada Pasar Modal
Motif transaksi investor institusi untuk bertransaksi ke arah yang
sama dapat menyebabkan efek yang berbeda pada harga saham. Jika
investor institusi sebagai investor yang sophisticated dan mendapatkan
informasi yang lebih baik, maka herding dapat menggerakan harga saham
ke arah intrinsic value. Sebaliknya, investor institusi dapat menggerakan
harga saham ke arah menjauh dari intrinsic value kalau mereka herding
berdasarkan karakteristik preferensi dan reputasi manager (Guiterrez dan
Kelley, 2009).
Model ekonomi standar memakai asumsi bahwa investor tidak
memakai emosi dan dapat membawa pasar modal ke arah net present value
dari cash flow masa depan. Dan seperti yang kita ketahui, model seperti ini
sangatlah tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan (Baker dan Wurgler,
2007). Perilaku herding dapat memberikan risiko harga saham menjauh dari
nilai fundamentalnya. Hal ini sangat berhubungan dengan momentum
strategy beserta investor yang bereaksi berlebihan terhadapnya. Menurut
Baker dan Wurgler (2007), terdapat dua jenis investor, yaitu rasional

investor yang tidak terpengaruh dengan sentimen pasar, dan irasional
investor yang terpengaruh dengan sentimen pasar. Menurut mereka ada dua
faktor yang menyebabkan harga saham bergeser dari nilai fundamental:
pergantian sentimen yang mempengaruhi irasional investor dan pembatasan
untuk melakukan arbitrage bagi rasional investor. Dijelaskan juga bahwa
batasan arbitrage adalah waktu yang tidak cukup, tingginya biaya dan risiko
dari transaksi short sell.

2.4. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu tentang “Pendeteksian Perilaku Herding ipada
Pasar Saham Inonesia dan Asean” seperti penelitian yang dilakukan oleh
Gunawan dkk (2011) menyatakan bahwa

indikasi perilaku herding di

pasar saham Indonesia terlihat pada kondisi market stress. Sedangkan pada
kondisi normal dan imbal hasil yang sangat tinggi, tidak terdapat indikasi
perilaku herding. Hal ini didasarkan pada saham LQ45 maupun indeks
sektoral. Pada pasar saham Asia pasifik, perilaku investor pada kondisi
normal maupun kondisi imbal hasil yang sangat tinggi menunjukkan
perilaku yang rasional. Sedangkan pada kondisi market stress, terdapat
indikasi perilaku herding diantara investor. Pada pasar saham Indonesia
dan pasar saham global Asia Pasifik secara umum memiliki perilaku yang
sama.
Penelitian Annas (2010) menemukan bahwa

kinerja keuangan

perusahaan berpengaruh positif pada perilaku herding investor. Hasil ini

mengindikasikan bahwa investor cenderung melakukan herding posisi beli
pada perusahaan yang mempunyai kinerja keuangan baik. Penelitian ini
berhasil membuktikan bahwa kinerja keuangan perusahaan berpengaruh
pada perilaku herding investor.

Semakin banyak investor melakukan

herding, maka akan mengakibatkan return sahammengalami kenaikan atau
penurunan, tergantung pada herding pada posisi beli atau posisi jual.
Penelitian Safithri dan Siregar (2009) menyatakan bahwa perilaku
herding

pada

keputusan

strukturmodal

terjadi

baik

berdasarkan

reputasimaupun berdasarkan informasi masa lalu. Perilaku herding
berdasarkan reputasi terjadi karena struktur modal perusahaan follower
mengikuti

struktur

modal

perusahaan

leader.

Sedangkan

herding

berdasarkan informasi masa lalu terjadi karena baik perusahaan leader
maupun perusahaan follower melakukan keputusan struktur modal
berdasarkan struktur modal perusahaan itu sendiri pada periode sebelumnya.

2.5. Pengembangan Hipotesis
2.5.1. Perilaku herding pada pasar saham Indonesia
Investor institusional melakukan herding karena tertarik pada suatu
sekuritas yang memiliki karakteristik tertentu. Setiap sekuritas memiliki
karakteristik yang berbeda-beda. Jika investor tertarik pada suatu sekuritas
maka investor tersebut akan memiliki sekuritas tersebut dalam jumlah
yang besar. Pada pasar saham Indonesia, indikasi perilaku herding terlihat
pada kondisi market stress. Sedangkan pada kondisi normal dan imbal

hasil yang sangat tinggi, tidak terdapat indikasi perilaku herding. Hal ini
didasarkan pada saham LQ45 maupun indeks sektoral (Gunawan dkk,
2011). Hipotesis yang diajukan adalah:
Hipotesis 1 :

Terdapat perilaku herding pada pasar saham Indonesia
dilihat dari saham LQ45.

2.5.2. Perilaku herding pada pasar saham global Asean
Perilaku herding merupakan kecenderungan perilaku investor
untuk mengikuti konsensus pasar dan mengikuti perilaku investor lainnya
tanpa melakukan analisis fundamental ekonominya. Sehingga yang terjadi
adalah ketika harga saham turun, maka saham tersebut akan dijual karena
melihat investor lainnya menjual saham yang mereka miliki. Perilaku
herding terlihat di beberapa negara di dunia, diantaranya Cina, Taiwan dan
Korea Selatan, Finlandia, Italia, Yunani dan Portugal dan lain-lain. Pada
pasar saham Asia pasifik, perilaku investor pada kondisi normal maupun
kondisi imbal hasil yang sangat tinggi menunjukkan perilaku yang
rasional. Sedangkan pada kondisi market stress, terdapat indikasi perilaku
herding diantara investor (Gunawan dkk, 2011). Pada pasar saham
Indonesia dan pasar saham global Asia Pasifik secara umum memiliki
perilaku yang sama. Sehingga integrasi ekonomi negara-negara ASEAN+3
pada tahun 2015 sudah terlihat di pasar keuangan. Hipotesis yang diajukan
adalah:
Hipotesis 2 :

Terdapat perilaku herding pada pasar saham global Asean
dilihat dari indeks Dow Jones Asean.

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau
subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan
oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan, jadi
populasi bukan sekedar jumlah yang ada pada subyek atau obyek yang
dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh
subyek atau obyek itu (Sugiyono, 2007). Sampel pada penelitian ini diambil
dengan menggunakan metode purposive sampling dimana pengambilan
sampel yang dilakukan secara tidak acak.

Sampel penelitian harus

memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan yang tercatat sebagai saham LQ-45 dari bulan Januari 2010
sampai dengan bulan Desember 2014 di Bursa Efek Indonesia (BEI)
2. Indeks saham negara-negara ASEAN.

3.2 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data
sekunder adalah merupakan sumber data yang diperoleh secara tidak
langsung melalui media perantara (diperoleh dicatat oleh pihak lain). Data
sekunder umumnya berupa bukti, catatan, atau laporan histories yang telah
tersusun dalam arsip yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan

(Indriantoro & Supomo, 2002). Data penelitian ini merupakan data sekunder
yang

diambil

dari

http://www.finance.yahoo.com

dan

http://www.bloomberg.com.

3.3 Variabel Penelitian
3.3.1. Variabel Dependen (Variabel Terikat)
Variabel dependen adalah variabel utama yang menjadi perhatian
peneliti. Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya dipengaruhi
atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (independen)
(Sugiyono, 2009). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah CSAD,
yaitu dispersi return dari saham-saham yang digunakan sebagai sampel,
3.3.2. Variabel Independen (Variabel Bebas)
Menurut Sugiyono (2009), variabel independen merupakan variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat (dependen). Variabel independen, dengan kata lain
merupakan sesuatu yang mendahului (antecedent) dan variabel dependen
merupakan konsekuensi yang ditimbulkannya (consequent). Variabel
independen dalam penelitian ini adalah |Rm,t| dan R2m,t. Rm,t merupakan
return dari pasar.

3.4 Teknik Analisis Data
3.4.1. Regresi linear berganda
Metode pengukuran herding menggunakan metode Chang, Cheng
dan Khorana (2000) dengan data return saham dalam pengukuran. Model
yang dikembangkan adalah sebagai berikut:
CSADt =  + 1|Rm,t| + 2R2m,t + t..................................................

(1)

keterangan:
CSADt = cross-sectional absolute deviation, untuk mengukur
dispersi dari return
N

=

1
∑ |R −R m ,t |
N i=1 i, t

Rm,t

= return pasar pada waktu t

Ri,t

= return saham i pada waktu t

CSAD

merupakan

ukuran

yang

merepresentasikan

tingkat

penyebaran imbal hasil saham. Sebagai langkah awal, hitung tingkat
sensitivitas imbal hasil saham ke-i terhadap imbal hasil portofolio pasar
berdasarkan persamaan (2). Kemudian hitung Nilai Deviasi Mutlak (AVD)
dari sebuah imbal hasil saham ke-i pada waktu ke-t terhadap imbal hasil
portofolio pasar dengan persamaan :
AVDi,t =

|β^ i−β m|Et (r m, t −r f ,t )

..........................................

(2)

dengan merupakan tingkat sensitivitas imbal hasil saham perusahaan ke-i
terhadap imbal hasil pasar. Sedangkan merupakan tingkat sensitivitas untuk

portofolio pasar. Dari persamaan tersebut, dapat dihitung nilai harapan dari
Cross Sectional Absolute Deviation (E(CSAD) pada periode ke-t
N

E(CSADt) =

1
∑ AVD i ,t
N i=1
N

1
|β^ i−β m|Et ( r m , t −r f , t )

= N i=1
........................

(3)

Sehingga dapat diperlihatkan bahwa hubungan yang linier dan terus
meningkat antara tingkat penyebaran dengan nilai yang diharapkan dari
imbal hasil portofolio pasar seperti

∂ E(CSAD t )
∂ E t (R m ) .............................=

1
N

N

∑ | β^ i− β m|>0
i=1

∂ E(CSAD t )
∂ E t (R m ) .....................................................................= 0
(4)
Nilai aktual dari CSADt dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(5)
N

CSADt

=

1
∑ |β^ −β m|Et ( r m , t −r f , t )+ε t
N i=1 i
...............

(5)

Karena nilai dari m = 1, yang merupakan tingkat sensitivitas pasar
terhadap pasar, maka persamaan (5) menjadi
N

CSADt

=

1
∑ |β^ −1|E t ( r m ,t −r f , t )+ ε t
N i=1 i
...................

3.4.2. Pengujian hipotesis

(6)

Langkah-langkah yang digunakan untuk pengujian hipotesis dengan
menggunakan regresi linear berganda sebagai berikut.
1. Uji t
Uji-t digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen, yaitu pengaruh masing-masing
variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikatnya).
Pengujian terhadap hasil regresi dilakukan dengan menggunakan uji-t pada
derajat keyakinan 95% atau alfa = 5%. Langkah-langkahnya sebagai
berikut :
a

Menentukan formula hipotesis
HO : b1 = 0, artinya variabel independen secara parsial tidak
Ha : bi  0,

b
c

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
artinya
variabel
independen
secara
parsial

berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Membandingkan probabilitas tingkat kesalahan t hitung dengan
tingkat signifikausi tertentu.
Membuat keputusan.
Pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial didasarkan pada
nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data
melalui program SPSS sebagai berikut :
1). Jika probabilitas  0,05 maka HO ditolak dan Ha diterima.
2). Jika probabilitas > 0,05 maka HO diterima dan Ha ditolak.

2. Uji F (simultan)

Uji F dilakukan untuk menguji apakah semua variabel
independen yang diamati berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen.
a. Merumuskan hipotesis.
HO : b1 = 0, artinya variabel independen secara simultan tidak
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Ha : bi  0, artinya variabel independen secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
b. Membandingkan probabilitas tingkat kesalahan t hitung dengan
tingkat signifikausi tertentu.
c. Membuat keputusan.
Pengambilan keputusan uji hipotesis secara parsial didasarkan pada
nilai probabilitas yang didapatkan dari hasil pengolahan data
melalui program SPSS sebagai berikut :
1). Jika probabilitas  0,05 maka HO ditolak dan Ha diterima.
2). Jika probabilitas > 0,05 maka HO diterima dan Ha ditolak.
3. Koefisien Determinasi Adjusted (Adj. R2)
Koefisien determinasi (R2) pada intinya dimaksudkan untuk
mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi (R2) adalah antara 0 (nol)
dan 1 (satu), dimana nilai R2 yang kecil atau mendekati 0 (nol) berarti
kemampuan vaiiabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi
variabel dependen amat terbatas, namun jika nilai R2 yang besar atau
mendekati 1(satu) berarti variabel-variabel independen memberikan
hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi
variabel dependen (Ghozali, 2005).
4. Pendeteksi perilaku herding

Jika dalam suatu pasar terdapat herding, maka tingkat penyebaran
dari imbal hasil (CSAD) akan meningkat lebih rendah jika dibandingkan
dengan proporsi kenaikan imbal hasil portofolio pasar atau bahkan tingkat
penyebaran imbal hasilnya akan menurun. Hal ini dapat dilihat dari model
pada persamaan (1), jika nilai dari parameter bernilai negatif dan
signifikan secara statistik, maka terdapat indikasi perilaku herding pada
pasar saham tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Annas M. 2010. Pengaruh Kinerja Keuangan Perusahaan terhadap Return Saham
dengan Perilaku Herding sebagai Variabel Mediasi. Jurnal Akuntansi dan
Manajemen, Vol. 21, No.3.
Baker, M., & Wurgler, J. 2007. Investor Sentiment in The Stock Market. Journal
of Economuc Perspectives Vol. 21, No. 2, Spring 2007. 129-151.
Bikchandani, S., & Sharma, S. 2001. Herd Behavior in Financial Markets. IMF
Staff Papers Vol. 47, No. 3 , 279-310.
Bodie, Z., Kane, A., & Marcus, A. J. 2009. Investments (8th ed.). Singapore:
McGraw-Hill.
Chang, E. C., Cheng, J. W., & Khorana, A. 2000. An Examination of Herd
Behavior in Equity Markets: An International Perspective. Journal of
Banking & Finance 24 , 1651-1679.
Fakhruddin, M dan Hadianto M. 2001. Perangkat dan Model Analisis Investasi di
Pasar Modal. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Fuller, R. J. (2000). Behavioral Finance and The Source of Alpha. Journal of
Pension Plan Investing, Winter 1998, Vol. 2, No. 3.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Guiterrez, R., C., & Kelley, E., K. (2009). Institutional Herding and Future Stock
Returns. Working Paper University of Oregon, University of Arizona.
Gunawan, Wijayanto H, Achsani NA, Abdul Rahman, LA. 2011. Pendeteksian
Perilaku Herding pada Pasar Saham Indoesia dan Asia Pasifik. Jurnal
Forum Statistika dan Komputasi, Vol.16, No.2.
Hadi, Nor. 2013. Pasar Modal: Acuan Teoritis dan Praktis Investasi di Instrumen
Keuangan Pasar Modal. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Hartono, J. 2003. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. BPFE. Yogyakarta.
Lakonishok, J., Shleifer, A., & Vishny, R. W. (1992). The impact of institutional
trading on stock price. Journal of Financial Economics 31 , 23.
Martono dan Harjito. 2004. Manajemen Keuangan. Ekonisia. Yogyakarta.

Ritter, J. R. 2003. Behavioral Finance. Pacific- Basin Finance Journal Vol. 11,
No. 4. September 2003. 429-437.
Safithri AL dan Siregar B. 2010. Herding pada Keputusan Struktur Modal. Jurnal
Akuntansi dan Manajemen, Vol. 21, No.1.
Statman, M. 1999. Behavioral Finance: Past Battles and Future Engagements.
Association for Invetment Management and Research, 18-26.
Sugiyono, 2009. Statistik untuk Penelitian. CV. Alfabeta, Bandung.

Dokumen yang terkait

PENGARUH PEMBERIAN SEDUHAN BIJI PEPAYA (Carica Papaya L) TERHADAP PENURUNAN BERAT BADAN PADA TIKUS PUTIH JANTAN (Rattus norvegicus strain wistar) YANG DIBERI DIET TINGGI LEMAK

23 199 21

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25