T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perlindungan Hak Korban Tabrak Lari Kasus Kecelakaan Lalu Lintas: Studi Kasus di Satlantas Polres Salatiga T1 BAB II

BAB II KERANGKA TEORI, HASIL PENELITIAN, DAN ANALISIS

A. KERANGKA TEORI

1. Pengertian dan Fungsi Tugas Pokok Polisi

a. Pengertian Polisi

  Istilah polisi sebagai organ atau lembaga pemerintahan yang ada dalam negara, Sedangkan istilah kepolisian adalah sebagai organ dan sebagai fungsi. Sebagai organ yaitu suatu lembaga pemerintahan yang terorganisasi dan terstruktur dalam organisasi negara. Sedangkan sebagai fungsi, yakni tugas dan wewenang serta tanggung jawab lembaga atas kuasa Undang- undang untuk menyelenggarakan fungsinya, antara lain pemeliharaan keamanan, ketertiban masyarakat, penegak hukum

  pelindung, pengayom, pelayananan masyarakat. 1

  Polisi merupakan alat penegak hukum yang dapat memberikan perlindungan,pengayoman, serta mencegah timbulnya

  kejahatan dalam kehidupan masyarakat. 2 “Kepolisian sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara di

  bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat” 3

  1 Sadjijono, Memahami hukum Kepolisian , cetakan I, P.T Laksbang Presindo, Yogyakarta, 2010, hlm.3

  2 3 Ibid., h. 5. Ibid., h. 56.

  Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pasal 1 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang berbunyi:

  “Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Kepolisian Negara republik Indonesia adalah pegawai negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia.”

  Kepolisian Negara Republik Indonesia atau yang sering di singkat dengan Polri dalam kaitannya dengan pemerintah adalah salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan pada masyarakat. Bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat, serta terciptanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia, hal ini terdapat dalam Pasal 4 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002

  tentang Kepolisian Republik Indonesia. 4

  4 Budi Rizki Husin, Studi Lembaga Penegak Hukum, Universitas Lampung, Bandar Lampung, 2008, h. 15.

b. Fungsi Tugas Pokok Polisi

  Fungsi kepolisian seperti yang diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu.

  “Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.” Tugas Pokok Kepolisian diatur didalam Pasal 13

  Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

  a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;

  b. menegakkan hukum; dan

  c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

  Mengenai tugas yang harus dilaksanakan oleh POLRI dalam pasal 14 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan Kepolisian bertugas:

  1. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan.

  2. Menyelengarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.

  3. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum dan peraturan perundang-undangan.

  4. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.

  5. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

  6. Melakukan kordinasi, pengawasan dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil dan bentuk-bentuk pengaman swakarsa.

  7. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

  8. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik, dan psikologis kepolisian untuk kepentingan tugas polisi.

  9. Melindungi keselamatan jiwa raga harta benda masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

  10. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum dilayani oleh instansi dan atau pihak yang berwenang.

  11. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian, serta

  12. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

  Adapun kewenangan

  kepolisian yang diatur dalam

  Pasal 15 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu:

  1. Menerima laporan danatau pengaduan.

  2. Membantu

  menyelesaikan

  perselisihan warga

  masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum.

  3. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat.

  4. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.

  5. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian.

  6. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.

  7. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.

  8. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang.

  9. Mencari keterangan dan barang bukti.

  10. Menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional.

  11. Mengeluarkan surat izin danatau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.

  12. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.

  13. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

  Sedangkan dalam bidang Lalu Lintas, adapun tugas dan wewenang petugas kepolisian dalam menangani kasus kecelakaan lalu lintas sudah dijelaskan didalam Pasal 227 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan angkutan jalan yang berbunyi:

  “Dalam hal terjadi Kecelakaan Lalu Lintas, petugas Negara Republik Indonesia wajib melakukan penanganan Kecelakaan Lalu Lintas dengan cara:

  a. mendatangi tempat kejadian dengan segera;

  b. menolong korban;

  c. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian perkara;

  d. mengolah tempat kejadian perkara;

  e. mengatur kelancaran arus Lalu Lintas;

  f. mengamankan barang bukti; dan

  g. melakukan penyidikan perkara.

2. Tindak Pidana Tabrak Lari di Bidang Lalu Lintas

  Sebelum mengetahui dan mengidentifikasi sebuah kecelakaan merupakan sebuah tindak pidana, maka perlu diketahui mengenai tindak pidana dan jenis pidana secara umum kemudian Sebelum mengetahui dan mengidentifikasi sebuah kecelakaan merupakan sebuah tindak pidana, maka perlu diketahui mengenai tindak pidana dan jenis pidana secara umum kemudian

  Menurut P.A.F. Lamintang Tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana, di mana penjatuhan pidana terhadap pelaku adalah demi

  terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum. 5

  Sedangkan menurut Andi Hamzah Tindak pidana adalah kelakuan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang, melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggung jawabkan perbuatan dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan, seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan perbuatan dilihat dari segi masyarakat menunjukan pandangan normatif mengenai kesalahan yang

  dilakukan. 6

  Jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar tertentu, menurut Andi Hamzah adalah sebagai berikut:

  1. Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dibedakan antara lain kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan “pelanggaran“ itu

  bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian KUHP kita

  5 P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, Citra Adityta Bakti, Bandung, 1996, hlm. 16

  6 Andi Hamzah, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia, Jakarta 2001.

  h. 22 h. 22

  2. Menurut cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (formeel Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal 362 KUHP yaitu tentang pencurian. Tindak Pidana materil inti larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang dipertanggung jawabkan dan dipidana.

  3. Menurut bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja (culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 338 KUHP (pembunuhan) yaitu dengan sengaja menyebabkan hilangnya nyawa orang lain, Pasal 354 KUHP yang dengan sengaja melukai orang lain. Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana jika ada kesalahan, misalnya Pasal 359 KUHP yang menyebabkan matinya seseorang, contoh lainnya seperti yang diatur dalam Pasal 188 dan Pasal 360 KUHP.

  4. Menurut macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif), perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan Penipuan (Pasal 378 KUHP). Tindak Pidana pasif dibedakan menjadi tindak pidana murni dan tidak murni. Tindak pidana murni, yaitu tindak pidana yang dirumuskan secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal 224,304 dan 552 KUHP. Tindak Pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur dalam Pasal 338 KUHP, ibu

  tidak menyusui bayinya sehingga anak tersebut meninggal. 7 Tindak pidana lalu lintas salah satunya kecelakaan Lalu

  Lintas yang terjadi pada peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian

  7 Ibid., h. 25-27.

  harta benda. Kecelakaan lalu lintas merupakan kejadian yang sangat sulit di prediksi kapan dan dimana terjadinya. Kecelakaan tidak hanya mengakibatkan trauma, cidera, ataupun kecacatan tetapi dapat mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan sulit diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan

  panjang jalan dan banyaknya pergerakan dari kendaraan .8

  Menurut pasal 1 angka (24) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan mengenai pengertian lalu lintas yang berbunyi :

  “Kecelakaan Lalu Lintas adalah suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia danatau kerugian harta benda.” Karakteristik kecelakaan lalu lintas menurut jumlah

  kenderaan yang terlibat digolongkan menjadi :

  1. Kecelakaan tunggal, yaitu kecelakaan yang hanya melibatkan satu kendaraan bermotor dan tidak melibatkan pemakai jalan lain, contohnya seperti menabrak pohon, kenderaan tergelcincir, dan terguling akibat ban pecah.

  2. Kecelakaan ganda, yaitu yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu kenderaan bermotor atau dengan pejalan kaki yang mengalami kecelakaan di waktu dan tempat yang

  bersamaan. 9

  8 C.S.T. Kansil dan Christine S.T. Kansil.Disiplin Berlalu Lintas di Jalan Raya .Penerbit Rineka Cipta. Jakarta. 1995, hlm 35

  Ibid., h. 36.

  Adapun penggolongan Kecelakaan Lalu Lintas menurut Pasal 229 Undang-Undang Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 berbunyi;

  (1) Kecelakaan Lalu Lintas digolongkan atas:

  a. Kecelakaan Lalu Lintas ringan;

  b. Kecelakaan Lalu Lintas sedang; atau

  c. Kecelakaan Lalu Lintas berat. (2) Kecelakaan Lalu Lintas ringan sebagaimana dimaksud pada

  ayat (1) huruf a merupakan kecelakaan yang

  mengakibatkan kerusakan Kendaraan danatau barang. (3) Kecelakaan Lalu Lintas sedang sebagaimana dimaksud

  pada ayat (1) huruf b merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan danatau barang.

  (4) Kecelakaan Lalu Lintas berat sebagaimana dimaksud pada

  ayat (1) huruf c merupakan kecelakaan yang

  mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat. (5) Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud pada ayat

  (1) dapat disebabkan oleh kelalaian Pengguna Jalan, ketidaklaikan Kendaraan, serta ketidaklaikan Jalan danatau lingkungan

  Dari pengertian tindak pidana dan lalu lintas diatas bisa disimpulkan bahwa tindak pidana di bidang lalu lintas adalah serangkaian perbuatan terlarang oleh undang undang, dalam kaitan dengan kegiatan transportasi lalu lintas angkutan jalan darat, Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomer 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  Adapun tindak pidana dibidang lalu lintas menurut pasal 310 angka (1),(2),(3),(4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20019 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu :

  1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana 1. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (2), dipidana dengan pidana

  2. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka ringan dan kerusakan Kendaraan danatau barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (3), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun danatau denda paling banyak Rp2.000.000,00 (dua juta rupiah).

  3. Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (4), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun danatau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).

  4. Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun danatau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).

  Selanjutnya mengenai tindak pidana tabrak lari diatur dalam Pasal 312 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 20019 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu:

  “Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu Lintas dan dengan sengaja tidak menghentikan kendaraannya, tidak memberikan pertolongan, atau tidak melaporkan Kecelakaan Lalu Lintas kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tanpa alasan yang patut dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah).”

3. Perlindungan Hak Korban

  Pengertian perlindungan yaitu upaya untuk mewujudkan fungsi hukum guna melindungi masyarakat dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok masyarakat, maupun pemegang kekuasaan yang ditujukan kepada Pengertian perlindungan yaitu upaya untuk mewujudkan fungsi hukum guna melindungi masyarakat dari tindakan yang merugikan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok masyarakat, maupun pemegang kekuasaan yang ditujukan kepada

  1. Perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban kejahatan atau yang identic dengan perlindungan hak asasi manusia atau kepentingan hukum seseorang. Berarti perlindungan korban tidak secara langsung.

  2. Perlindungan memeperoleh jaminan atau santunan hukum atas penderitaan atau kerugian orang yang telah menjadi korban kejahatan, termasuk hak korban untuk memperoleh assistance dan pemenuhan hak untuk accses to justice and fair treatment. Hal ini berarti adalah perlindungan korban secara korban secara langsung.

  Dengan begitu, bentuk perlindungan korban secara tidak langsung didalam kebijakan kriminal, yaitu untuk memperoleh hak

  hidup, keamanan, dan kesejahteraan. 10

  Hak-hak korban lainnya untuk memperoleh perlindungan hukum Menurut Arif Gosita, hak korban mencakup mendapat ganti kerugian atau penderitaannya, mendapatkan kompensasi, mendapat pembinaan dan rehabilitasi, mendapat hak miliknya kembali, mendapat perlindungan, mendapat bantuan dan menjadi saksi,

  mempergunakan upaya hukum. 11 Adapun hak dan kewajiban korban menurut Arif Gosita antara lain

  10 C.Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Krimologi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, h. 125.

  11 Rena Yulia, Viktimoligi Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kejahatan, Graha Ilmu, Bandung, 2010, h. 55.

  1. Si korban berhak mendapatkan kompensasi atas penderitaanya, sesuai dengan taraf keterlibatan korban itu sendiri dalam terjadinya kejahatan tersebut.

  2. Berhak menolak restitusi untuk kepentingan pembuat korban (tidak mau diberikan restitusi karena tidak memerlukanya).

  3. Mendapatkan restitusikompensasi untuk ahli warisnya bila pihak korban meninggal dunia karena tindakan tersebut.

  4. Mendapat pembinaan dan rehabilatasi

  5. Mendapat hak miliknya kembali

  6. Mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak pelaku bila melapor dan menjadi saksi.

  7. Mendapatkan bantuan penasihat hukum. 12

  Pasal 235 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lalu Lintas dan Angkutan Jalan membahas tentang korban meninggal dunia: (1) Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas

  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c, Pengemudi, pemilik, danatau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan danatau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.

  (2) Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat

  Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf b dan huruf c, pengemudi, pemilik, danatau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana

  Hak korban kecelakaan lalu lintas diatur di dalam Pasal 240 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu:

  a. pertolongan dan perawatan dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintasdanatau Pemerintah;

  b. ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab atas terjadinya Kecelakaan Lalu Lintas; dan

  c. santunan Kecelakaan Lalu Lintas dari perusahaan asuransi.

  12 C.Maya Indah, Perlindungan Korban Suatu Perspektif Viktimologi dan Krimologi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2014, h. 142.

  Santunan kecelakaan lalu lintas bagi korban diberikan sesuai dengan peraturan yang telah diberlakukan oleh pemerintah. Sebagai pelaksanaan Pasal 239 ayat (2) Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang mengatur bahwa Pemerintah membentuk perusahaan asuransi Kecelakaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. PT Jasa Raharja (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tugas dan fungsinya ada 2 (dua) yaitu Memberikan santunan atas kejadian kecelakaan pada korban kecelakaan lalu lintas darat, laut, udara, dan penumpang kendaraan umum dan menghimpun dana pajak kendaraan bermotor melalui Samsat, dana tersebut akan digunakan untuk membayar santunan.

  Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan RI No.36 37PMK.0102008 Tanggal 26 Februari 2008, setiap korban dari kecelakaan di darat dan di laut berhak mendapatkan santuan sebagai berikut :

  1. Biaya pengobatan di rumah sakit maksimal Rp10 juta.

  2. Biaya santunan untuk korban yang mengalami cacat tetap maksimal Rp25 juta (besaran santunan dibedakan untuk setiap anggota tubuh yang cacat).

  3. Santunan untuk korban meninggal dunia di darat atau di laut senilai Rp25 juta.

  4. Santunan biaya penguburan bagi korban kecelakaan yang tidak memiliki ahli waris sebesar Rp2 juta

  korban khususnya hak korban untuk memperoleh ganti rugi merupakan bagian integral dari hak asasi di bidang kesejahteraan korban khususnya hak korban untuk memperoleh ganti rugi merupakan bagian integral dari hak asasi di bidang kesejahteraan

  Sedangkan kewajiban pelaku tabrak lari yang telah diatur di dalam Pasal 231 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang berbunyi : (1) Pengemudi Kendaraan Bermotor yang terlibat Kecelakaan Lalu

  Lintas, wajib:

  a. Menghentikan Kendaraan yang dikemudikannya;

  b. Memberikan pertolongan kepada korban;

  c. Melaporkan kecelakaan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat; dan

  d. memberikan keterangan yang terkait dengan kejadian kecelakaan.

  (2) Pengemudi Kendaraan Bermotor, yang karena keadaan

  memaksa tidak dapat melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, segera melaporkan diri kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia terdekat.

4. Konsep Pendekatan Restorative Justice dan Teori Diskresi Kepolisian

a. Teori Restorative Justice

  Dalam salah satu ensiklopedia online, dikatakan bahwa Restorative justice (atau sering juga disebut "reparative justice") atau secara istilah dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan "peradilan atau keadilan restoratif atau reparatif" merupakan suatu pendekatan untuk peradilan yang berfokus pada kebutuhan para korban dan pelaku, serta masyarakat yang terlibat, bukan memuaskan prinsip-prinsip hukum abstrak atau menghukum pelaku. Korban mengambil peran aktif dalam proses, sementara pelaku didorong untuk mengambil tanggung jawab atas tindakan mereka, "untuk memperbaiki kerugian yang telah mereka lakukan

  13 Ibid., h. 133.

  dengan meminta maaf, mengembalikan uang yang dicuri, atau pelayanan masyarakat. Restorative melibatkan baik korban maupun pelaku dan berfokus pada kebutuhan mereka secara pribadi.

  Menurut Amelinda Nurrahma pengertian keadilan restoratif merupakan suatu jalan untuk menyelesaikan kasus pidana yang melibatkan masyarakat, korban dan pelaku kejahatan dengan tujuan agar tercapainya keadilan bagi seluruh pihak, sehingga diharapkan terciptanya keadaan yang sama seperti sebelum terjadinya kejahatan dan mencegah terjadinya kejahatan lebih

  lanjut. 14

  Sedangkan menurut Eva Achjani Zulfa, keadilan restoratif adalah sebuah konsep pemikiran yang merespon pengembangan sistem peradilan pidana dengan menitikberatkan pada kebutuhan pelibatan masyarakat dan korban yang dirasa tersisih dengan mekanisme yang bekerja pada sistem peradilan pidana yang ada

  pada saat ini. 15

  Restorative justice

  mengharuskan untuk adanya upaya memulihkanmengembalikan kerugian atau akibat yang ditimbulkan oleh tindak pidana, dan pelaku dalam hal ini diberi kesempatan untuk dilibatkan dalam upaya pemulihan tersebut, semua itu dalam rangka memelihara

  14 Amelinda Nurrahmah, Restorative Justice, 28 April 2012, http:www.kompasiana.comamelindanurrahmahrestorative-

  justice_55101738813311ae33bc6294, dikunjungi pada tanggal 8 Agustus 2017 pukul 02.12.

  15 Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 65.

  ketertiban masyarakat dan memelihara perdamaian yang adil. Selain itu restorative justice juga menempatkan nilai yang lebih tinggi dalam keterlibatan yang langsung dari para pihak. Korban mampu untuk mengembalikan unsur control, sementara pelaku didorong untuk memikul tanggung jawab, dan juga membutuhkan usaha-usaha yang kooperatif dari komunitas dan pemerintah untuk menciptakan sebuah kondisi dimana korban dan pelaku dapat

  merekonsiliasikan konflik mereka. 16

  Secara umum, prinsip- prinsip keadilan restoratif adalah membuat pelanggar bertanggung jawab atas kerugian yang ditimbulkan atas perbuatannya. Memberikan kesempatan kepada pelanggar untuk membuktikan kualitas dirinya. Melibatkan para korban dan pihak-pihak yang terkait di dalam forum sehubungan dengan penyelesaian masalah. Menetapkan hubungan langsung dan

  nyata antara kesalahan dengan reaksi sosial yang formal. 17

  Keadilan restoratif akan bertentangan dengan asas legalitas dan kepastian hukum. Hal ini karena keadilan restoratif tidak berfokus pada hukuman penjara, melainkan pada bagaimana perbaikan atau pemulihan keadaan korban pasca terjadinya suatu tindak pidana. Dalam hal ini, pelaku tindak pidana dapat

  16 Kelik Pramudya, Menuju Penyeleseian Perkara Pidana Yang Fleksibel:Keseimbangan Antara Pelaku dan Korban Dalam Restorative Justice, Jurnal Rechts Vinding Media Pembinaan Hukum

  Nasional Vol 2 No 2, Agustus 2013. h. 218-219.

  17 Eva Achjani Zulfa, Keadilan Restoratif, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2009, hal. 68.

  diwajibkan untuk membayar ganti rugi, melakukan kerja sosial, atau tindakan wajar lainnya.

  Di sisi korban, keadilan restoratif memberi kekuatan untuk memberi kesempatan pada pelaku untuk mengungkapkan rasa penyesalan kepada korban dan lebih baik bila difasilitasi bertemu dalam pertemuan yang dilakukan secara professional. Perspektif keadilan restoratif ini sebagai akibat adanya pergeseran hukum dari lex talionis atau retributive justice dengan menekankan pada upaya pemulihan (restorative). Dalam upaya pemulihan korban bilamana dengan pilihan pendekatan yang lebih retributive dan legalistic sulit untuk mengobati luka korban. Maka keadilan restoratif berupaya untuk menekankan tanggung jawab pelaku atas

  perilakunya yang menyebabkan kerugian orang lain. 18

  Di sisi bantuan hukum, secara umum tidak selalu tersedia, kalaupun tersedia biaya pranata hukum tidak murah dan kesadaran akan peran para pihak sendiri dalam menentukan keputusan masih membutuhkan pengalaman dan konsistensinya. Implikasi dari keadilan restoratif ini, diharapkan dapat berkurangnya jumlah orang yang masuk dalam proses peradilan pidana khususnya dalam lembaga pemasyarakatan, berkurangnya beban sistem peradilan

  18 H. Siswanto Sunarso, Viktimologi dalam Sistem Peradilan Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2014,

  h. 157.

  pidana dan meningkatnya partisipasi publik dalam membantu penyelesaian kasus hukum. 19

  Sedangkan mengenai Mediasi pidana merupakan alternatif penyelesaian konflik antara pelaku dan korban tindak pidana yang diharapkan dapat mengembalikan keseimbangan kepentingan terutama korban yang telah dirugikan akibat perbuatan pelaku

  tindak pidana. 20 .

b. Teori Diskresi Kepolisian

  Diskresi adalah suatu kekuasaan atau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinan serta lebih menekankan pertimbangan moral dari pada

  pertimbangan hukum. 21

  Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 Ayat 1 dan 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu:

  (1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik

  Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.

  (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

  hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

  19 Ibid., h.158. 20 Barda Nawawi Arief, Aspek Kebijakan Mediasi Penal dalam Penyelesaian Sengketa di Luar

  Pengadilan, Makalah, Seminar Nasional Pertanggungjawaban Hukum Korporasi dalam Konteks Good Corporate Governance, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Inter Continental Hotel, Jakarta, 27 Maret 2007, hlm. 1-2.

  21 M. Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian). Pradnya Paramita. Jakarta. 1991. h. 23.

  Selanjutnya dijelaskan pada Pasal 16 ayat 1 huruf L dan ayat 2 huruf Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republilk Indonesia yang berbunyi :

  (1) j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung

  jawab. (2) Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf L

  adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dilaksanakan jika memenuhi syarat sebagai berikut :

  a. tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

  b. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

  c. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;

  d. pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa; dan

  e. menghormati hak asasi manusia. Diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak

  sangat terikat oleh hukum, di mana penilaian pribadi juga memegang peranan. Diskresi kepolisian adalah suatu wewenang menyangkut pengambilan suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota

  kepolisian. 22

  Pelaksanaan diskresi oleh polisi tampak terkesan melawan hukum, namun hal itu merupakan jalan keluar yang memang diberikan oleh hukum kepada polisi guna memberikan efisiensi dan efektifitas demi kepentingan umum yang lebih besar, selanjutnya

  22 F. Anton Susanto, Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, h. 12.

  diskresi memang tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi tidak dapat dihilangkan dan tidak seharusnya dihilangkan. Diskresi merupakan bagian integral dari peran lembaga atau organisasi tersebut. Namun, diskresi bisa dibatasi dan dikendalikan, misalnya dengan cara diperketatnya perintah tertulis serta adanya keputusan terprogram yang paling tidak mampu menyusun dan menuntut tindakan diskresi. Persoalannya, keputusan-keputusan tidak terprogram sering muncul dan membuka pintu lebar-lebar bagi

  pengambilan diskresi. 23

  Menurut H.R. Abdussalam Diskresi meskipun dapat dikatakan suatu kebebasan dalam mengambil keputusan, akan tetapi hal itu bukan hal yang sewenang-wenang dapat dilakukan oleh polisi. Diskresi itu disamakan begitu saja dengan kesewenang-

  wenangan untuk bertindak atau berbuat sekehendak hati polisi. 24

  Pasal 3 Undang-Undang Nomer 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian :

  Prinsip-prinsip penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian meliputi:

  a. legalitas, yang berarti bahwa semua tindakan kepolisian harus sesuai dengan hukum yang berlaku;

  b. nesesitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan dapat dilakukan bila memang diperlukan dan tidak dapat dihindarkan berdasarkan situasi yang dihadapi;

  23 Ibid., h. 17. 24 H.R. Abdussalam, Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum, Restu

  Agung, Jakarta, 2009, h. 51.

  c. proporsionalitas, yang berarti bahwa penggunaan kekuatan harus dilaksanakan secara seimbang antara ancaman yang dihadapi dan tingkat kekuatan atau respon anggota Polri, sehingga tidak menimbulkan kerugiankorbanpenderitaan yang berlebihan

  d. kewajiban umum, yang berarti bahwa anggota Polri diberi kewenangan untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum;

  e. preventif, yang berarti bahwa tindakan kepolisian mengutamakan pencegahan;

  f. masuk akal (reasonable), yang berarti bahwa tindakan kepolisian diambil dengan mempertimbangkan secara logis situasi dan kondisi dari ancaman atau perlawanan pelaku kejahatan terhadap petugas atau bahayanya terhadap masyarakat.

B. HASIL PENELITIAN

1. Satlantas Polres Salatiga

a. Gambaran Umum

  Satuan lalu lintas (Satlantas) Polres Salatiga berada di Provinsi Jawa Tengah dengan alamat Jalan Diponegoro No. 82, Sidorejo Lor, Sidorejo, Sidorejo Lor, Sidorejo, Kota Salatiga, 50714 No Tlp 0857-2853-7824 .

  Satlantas Polres Salatiga mempunyai unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat ,rekayasa lalu 5alintas, dan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas. Selain itu Satlantas juga menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai berikut: Satlantas Polres Salatiga mempunyai unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat ,rekayasa lalu 5alintas, dan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas. Selain itu Satlantas juga menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai berikut:

  b. Pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral, Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas

  c. Pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas (Kamseltibcarlantas)

  d. Pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta pengemudi

  e. Pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya

  f. Pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan

b. UNIT LAKA LANTAS

  Unit Pelayanan Kecelakaan Lalu Lintas (Unit Laka Lantas) dalam Satlantas di Polres Salatiga merupakan pelaksana fungsi penyidikan

  kecelakaan

  lalu lintas

  yang bertugas

  menyelenggarakan administrasi penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas sehingga setiap perkara kecelakaan lalu lintas menperoleh kepastian hukum agar terciptanya keamanan, keselamatan dan ketertiban serta kelancaran lalu lintas.

2. Stuktur Organisasi, dan Tugas Unit Laka Lantas di Satlantas Salatiga

a. Pengantar

  Pembagian wilayah Kepolisian Republik Indonesia (Polri) pada dasarnya didasarkan dan disesuaikan atas wilayah administrasi pemerintahan sipil. Komando pusat berada di Markas Besar Polri (Mabes) di Jakarta. Pada umumnya struktur komando Polri dari pusat ke daerah adalah:

  a. Pusat : Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri)

  b. Wilayah Provinsi : Kepolisian Daerah (Polda)

  c. Wilayah Kabupaten dan Kota :

  1) Kepolisian Resor Kota Besar (Polrestabes)

  2) Kepolisian Resor Kota (Polresta)

  3) Kepolisian Resor Kabupaten (Polres)

  d. Tingkat kecamatan :

  1) Kepolisian Sektor Kota (Polsekta)

  2) Kepolisian Sektor (Polsek) Polres memiliki beberapa unsur pelaksana tugas pokok yang berada di bawah Kapolres. Salah satu unsur pelaksana tugas pokok adalah Satlantas.

b. Struktur Organisasi Unit Laka Lantas (Satlantas Polres

Salatiga) STRUKTUR ORGANISASI UNIT LAKA LANTAS POLRES SALATIGA

  KANIT LAKA

  DWI ATMOKO IPDA NRP

BAMIN

  ALFIANA ELMUFIDA

  BRIPDA NRP

KA REGU I KA REGU II KA REGU III

  TAUFAN FEBRI TRI H

  SUPANGGIH, SH

  ADI IRAWAN, SH

  BRIGADIR NRP

  BRIPKA NRP 83020845

  AIPDA NRP 78030351

  85021313 ANGGOTA ANGGOTA

ANGGOTA

  AGNES EKO K, SH

  DUNAL SETYABUDI

  DYAN S ZEN, SH

  BRIGADIR NRP

  BRIGADIR NRP

  BRIPTU NRP 88021025

  Pengertian tabrak lari menurut Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas IPDA Dwi Atmoko yaitu:

  Suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas, yang mengakibatkan korban. Dan pada saat kejadiaan terjadi dengan sengaja pelaku melarikan diri, tidak menghentikan kendaraanya, tidak memberikan pertolongan terhadap korban. Serta tidak melapork. Serta tidak melaporkan kecelakaan lalu lintas kepada kepolisian

  Negara Republik Indonesia terdekat. 25

  Hak korban tabrak lari menurut Kepala Unit Kecalakaan Lalu Lintas IPDA Dwi Atmoko :

  1. Mendapatkan pertolongan dari pihak kepolisian

  2. Ganti kerugian atas luka yang dialami dari pihak yang bertanggung jawab yaitu pelaku

  3. Ganti kerugian kerusakan kendaraan bermotor korban Dari pihak yang pertanggung jawab yaitu pelaku

  4. Biaya santunan dari pihak jasa raharja. 26

  26 Wawancara dengan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Salatiga,Salatiga 25 April 2017. Ibid.

  d. Proses Santunan Jasa Raharja

  1. Polisi membuat laporan singkat terjadinya peristiwa kecelakaan sesuai dengan penyidikan.

  2. Polisi meminta data-data korban dan dokumen pendukung yang diperlukan (kksurat nikah ktp).

  3. Korban meninggal dunia dilampirkan surat kematian dari rumah sakit atau kepololisian, jika korban mengalami luka-luka melampirka kuitansi biaya perawatan atau pengobatan yang asli dari rumah sakit.

  4. Polisi melaporkan dan menyerahkan data korban kecelakaan lalu lintas kepada jasa raharja.

  5. Korban atau ahli waris mengisi formulir klaim asuransi. 27

  27 Wawancara dengan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Salatiga,Salatiga 25 April 2017.

3. Tindakan Penanganan dan penyelesaian Kepolisian dalam Kasus Laka Lantas di Kota Salatiga

a. Gambaran Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di Kota Salatiga

  Tabel 1

  Data Kasus Kecelakaan Lalu lintas Tabrak lari di Kota Salatiga:

  1 Jl. Soekarno-Hatta Peritgaan Isep-Isep

  1 MD

  2 Jl, Diponegoro, Depan Indomart Sidorejo

  1 LR

  3 Jl.Tembus taman sari dekat pertigaan pancuran,

  1 LR

  kutowinangun tingkir Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga Keterangan

  : MD : Meninggal Dunia

  LR : Luka Ringan LB : Luka Berat

  Berdasarkan data tersebut dari tahun 2015 terjadi 3 kasus kecelakaan tabrak lari, dengan keterangan 2 orang luka ringan (LR) dan 1 Meninggal Dunia (MD), Sesuai dengan keterangan dari pihak Satlantas, kasus yang terjadi di tahun 2015 tersebut hanya 1 Kasus yang terseleseikan yaitu kecelakaan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta pertigaan Isep-Isep dengan 1 korban meninggal dunia. 2 Kasus lainya tidak dapat terseleseikan.

  Kasus yang terselesikan yang terjadi di Jl. Soekarno-Hatta pertigaan Isep-Isep, pelaku tidak dapat ditemukan. karena korban meninggal dunia polisi sudah membuat laporan kepada pihak jasa raharja dan Korban tersebut mendapat ganti rugi oleh pihak jasa raharja sesuai undang-undang, yaitu 25 juta dan karena korbanya meninggal dunia, maka santunan tersebut diberikan kepada ahli waris korban.

  Penyebab 2 kasus yang tidak terseleseikan dikarenakan pelaku tidak tertangkap dan juga penyidik kekurangan data serta informasi dari para saksi ataupun korban yang bersangkutan. Kendala yang terjadi di lapangan yaitu polisi minim informasi dari para saksi untuk mengetahui nomer polisi pelaku, serta ketika peristiwa kecelakaan terjadi, pihak polisi tidak berada ditempat kejadian dan baru datang setelah menerima laporan.

  Selanjutnya bagaimana hak korban untuk 2 kasus yang tidak terseleseikan. korban hanya mendapatkan pertolongan dan perawatan dari pihak kepolisian dan tidak mendapatkan ganti kerugian dari pihak yang bertanggung jawab dan juga tidak mendapatkan santunan dari pihak jasa raharja jadi kasus tersebut tidak terseleseikan dan tidak ada kelanjutanya. korban tidak mendapat ganti kerugian dan tidak mendapatkan haknya seperti yang diatur diundang-undang.

  Menurut polisi kasus tabrak lari dengan keaadaan korban mengalami luka ringan, korban tidak meminta ganti kerugian. Karena korban juga takut berurusan dengan pihak kepolisian karena apabila kasus tersebut berlanjut , sepada motor korban di tahan oleh polisi untuk dijadikan barang bukti sampai pelakunya ditemukan. Oleh karena itu Menurut polisi kasus tabrak lari dengan keaadaan korban mengalami luka ringan, korban tidak meminta ganti kerugian. Karena korban juga takut berurusan dengan pihak kepolisian karena apabila kasus tersebut berlanjut , sepada motor korban di tahan oleh polisi untuk dijadikan barang bukti sampai pelakunya ditemukan. Oleh karena itu

  Tabel 2

  Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di Kota Salatiga

  1 Jl. Diponegoro Depan Puskesmas Roncali Sidorejo

  1 MD

  2 Lampu Merah Pertigaan JLS Cebongan

  1 MD

  3 Jalan Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo

  1 LR

  4 Jl. Dipo Depan Hotel Surya

  1 MD

  5 JLS bawah Jembatan Layang Noborejo

  1 MD

  6 Jl. Pattimura Depan Nasi Goreng Pak joko

  2 LR

  Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga Keterangan

  : MD : Meninggal Dunia

  LR : Luka Ringan LB : Luka Berat

  Sedangkan pada tahun 2016 terjadi 6 kasus kecelakaan tabrak lari, dengan keterangan dari 2 kasus terdapat 3 orang Luka Ringan (LR) dan dari 4 kasus terdapat 4 orang Meninggal Dunia (MD). Kasus kecelakaan tabrak lari. yang terjadi pada tahun 2016 tersebut terdapat 5 kasus yang terselesaikan dan 1 kasus tidak dapat terseleseikan. Pada kasus tersebut hanya ada 1 kasus yang pelakunya dapat ditemukan yaitu kecelakaan yang Sedangkan pada tahun 2016 terjadi 6 kasus kecelakaan tabrak lari, dengan keterangan dari 2 kasus terdapat 3 orang Luka Ringan (LR) dan dari 4 kasus terdapat 4 orang Meninggal Dunia (MD). Kasus kecelakaan tabrak lari. yang terjadi pada tahun 2016 tersebut terdapat 5 kasus yang terselesaikan dan 1 kasus tidak dapat terseleseikan. Pada kasus tersebut hanya ada 1 kasus yang pelakunya dapat ditemukan yaitu kecelakaan yang

  Kasus yang terseleseikan melalui metode pendekatan Restorative Justice dengan keadaan korban luka ringan yang terjadi di Jalan Baru Dekat Pos Kampling Sidorejo Lor, Sidorejo. Kasus yang terseleseikan dengan metode pendekatan Restorative Justice, karena pelaku dapat ditemukan. kemudian korban dan pelaku bersepakat untuk berdamai karena pelaku ingin bertanggung jawab atas kejadian tersebut dengan cara mengganti biaya pengobatan dan bersedia menanggung kerusakan sepada motor. Jalan damai tersebut tidak luput dari peran polisi untuk menengahi kasus tersebut supaya tidak sampai ke meja hijau (pengadilan).

  Kasus berikutnya yang dapat terseleikan ada 4 yaitu korban meninggal dunia. Seluruh kasus 2016 yang korbanya meninggal dunia dapat terseleseikan dan terpenuhi hak-hak korban. 4 kasus tersebut pelakunya tidak dapat ditemukan, karena korban meninggal dunia polisi sudah membuat laporan kepada pihak jasa raharja dan Hak korban tabrak lari terpenuhi maksimal menurut undang-undang yaitu biaya santunan sebesar 25jt. Karena korban meninggal dunia, santunan tersebut diberikan kepada ahli waris korban.

  Selanjutnya ada 2 kasus yang tidak terseleseikan karena pelaku tidak dapat ditemukan, serta korban mengalami luka ringan, korban hanya mendapatkan pertolongan dari perawatan dari polisi dan tidak mendapatkan ganti kerugian. Dalam kasus tersebut polisi tidak membuat laporan kepada pihak jasa raharja, dikarenakan korban sendiri tidak ingin Selanjutnya ada 2 kasus yang tidak terseleseikan karena pelaku tidak dapat ditemukan, serta korban mengalami luka ringan, korban hanya mendapatkan pertolongan dari perawatan dari polisi dan tidak mendapatkan ganti kerugian. Dalam kasus tersebut polisi tidak membuat laporan kepada pihak jasa raharja, dikarenakan korban sendiri tidak ingin

  

  Tabel 3

  Data Kasus Kecelakaan Lalu Lintas Tabrak Lari di Kota Salatiga:

  1 Jl. Diponegoro No. 82 tepatnya depan mako Satlantas

  2 LR

  2 Jl. Patimura dekat gardu induk

  1 LR

  3 Jl. Fatmawati depan Puskesmas

  1 LR

  4 JLS dekat Pos Polisi Kecandran

  1 LR

  5 JLS dekat Taman Pulutan

  1 LR

  6 Jl. Soekarno Hatta depan Gedung Sinode PGSD

  1 LR

  7 JLS Perempatan Kecandran

  1 LR

  8 Jl. Soekarno Hatta tepatnya depan Bengkel Dinamo

  1 LR

  9 JLS tepatnyan perempatan Kecandran

  2 LR

  10 JLS dekat jembatan Tetep

  2 LR

  11 Jl. Patimura dekat RM. Mina Kencana

  1 LR

  Sumber Data Sekunder di Satlantas Polres Salatiga Keterangan

  : MD : Meninggal Dunia

  LR : Luka Ringan LB : Luka Berat

  Selanjutnya pada tahun 2017 terjadi 11 kasus kecelakaan tabrak lari, dengan keterangan dari 11 kasus tersebut semua korban mengalami luka ringan (LR). Dari 11 Kasus kecelakaan tabrak lari yang terjadi di tahun 2017 Semua kasus tersebut tidak ada satupun yang terseleseikan.

  Korban tersebut hanya mengalami luka ringan dan tidak menuntut lebih kepada pelaku maupun pihak kepolisian. karena menurut pertimbangan polisi, korban yang mengalami luka ringan tidak perlu dilanjutkan ke meja hijau (pengadilan).

  Dari 18 kasus yang tidak dapat terseleseikan dapat ditarik kesimpulan bahwa. Seluruh korbanya mengalami luka ringan, dan pelaku tidak dapat ditemukan. Peran polisi untuk memenuhi hak korban tersebut hanya mendatangi tempat kejadian perkara, dan selanjutnya menolong korban yang mengalami luka ringan. Untuk ganti kerugian korban dari pihak yang bertanggung jawab dan pihak jasa raharja tidak terpenehui.

  Dari peran polisi dalam memberikan perlindungan hak korban tabrak lari menurut tabel diatas beserta penjelasanya. Satlantas Polres Salatiga belum maksimal menjalankan tugasnya seperti apa yang diatur didalam undang-undang, karena dari pihak korban sendiri tidak ingin kasus tersebut berlanjut. Dari Tahun 2015-2017 ada 20 Kasus dan yang terseleseikan hanya 6 kasus. Sedangkan 14 kasus tidak terseleseikan karena hanya mengalami luka ringan.

  Dapat disimpulkan bahwa kasus kecelakaan lalu lintas tabrak lari di Satlantas Polres Salatiga dari tahun 2015-2017 hanya 6 kasus yang hak korbannya terpenuhi secara maksimal. Sedangkan 14 kasus lainya hak korban tidak dapat terpenehi. Berarti kasus tabrak lari disalatiga khusunya hak korba tidak terpenuhi secara maksimal.

b. Struktur Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas di Satlantas Polres Salatiga STRUKTUR PENANGANAN KECELAKAAN LALU LINTAS

  laporan tempat kejadian

  tempat kejadian

  tindakan pertama

  barang bukti ditempat kejadian arus lalu lintas perkara

  1. Polisi menerima laporan dari masyarakat, adanya peristiwa kecelakaan lalu lintas

  2. Dengan segera, Polisi mendatangi tempat kejadian perkara dari laporan masyarakat.

  3. Di tempat kejadian kecelakaan Polisi dibantu masyarakat menolong korban dan mengidentifikasi keadaan korban.

  4. Polisi melibatkan orang sekitar yang berada dalam tempat kejadian perkara untuk dijadikan saksi.

  5. Polisi mengidentifikasi bagaimana peristiwa kecelakaan tersebut bisa terjadi.

  6. Polisi mengolah tempat kejadian perkara dengan menandai alur kecelakaan terjadi.

  7. Polisi mengatur kelancaran lalu lintas, supaya tidak terjadi kemacetan di tempat kejadian perkara.

  8. Polisi mengamankan barang-barang yang berhubungan dengan kecelakaan tersebut untuk dijadikan barang bukti.

  9. Polisi melakukan penyidikan perkara, dengan mengintrogasi saksi, korban, dan pelaku.

  10. Polisi melakukan dokumentasi, pengambilan gambar sebagai barang bukti. 28

c. Peran polisi dalam mewujudkan perlindungan hak korban tabrak lari

  Peran Kepolisian dalam memberikan perlindungan hak bagi korban tabrak lari yaitu, Polisi Mendatangi tempat kejadian perkara dengan segera untuk melakukan pengukuran, pendataan, pemotretan, membantu menolong korban dengan membawa korban ke rumah sakit terdekat dan mengumpulkan barang bukti kemudian melakukan koordinasi terhadap instansi terkait seperti perusahaan penyedia jasa santunan (PT. Jasa Raharja), setelah itu personil polisi lainnya memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai Saksi atau tersangka.

  28 Wawancara dengan Kepala Unit Kecelakaan Lalu Lintas Salatiga,Salatiga 25 April 2017.

  Langkah selanjutnya, polisi melakukan penyidikan perkara kecelakaan lalu lintas dengan meminta surat-surat dari dinas yang terkait seperti surat Visum et Repertum dari rumah sakit dan surat penyitaan dari DLLAJR dan pengadilan. Langkah terakhir, polisi menyerahkan berkas perkara ke penuntut umum.

d. Perlindungan hak korban tabrak lari menurut polisi dan kendala yang dialami oleh polisi.

  Perlindungan hak korban tabrak lari menurut polisi yaitu, mendapatkan pertolongan dari pihak kepolisian, mendapatkan ganti kerugian atas luka yang dialami dari pihak yang bertanggung jawab yaitu pelaku tabrak lari, mendapatkan ganti kerugian atas kerusakan kendaraan bermotor Dari pelaku,

  dan mendapatkan santunan dari pihak jasa raharja. 29

  Kendala yang dialami oleh polisi Mengenai