penelitian tindakan kelas untuk smp kata pengantar 2

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Yogyakarta

Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan

Disusun Oleh:

Erna Susanti PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

DAFTAR ISI ii

BAB I PENDAHULUAN 1

  1. Latar Belakang Masalah 1

  2. Identifikasi Masalah 7

  3. Pembatasan Masalah 8

  4. Rumusan Masalah 8

  5. Tujuan Penelitian 9

  6. Manfaat Penelitian 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA 11

  1. Deskripsi Teori 11

  1. Aktivitas Belajar 11

  2. Hasil Belajar 18

  3. Akuntansi Pajak 24

  4. Model Pembelajaran TTW 26

  5. Strategi Pembelajaran CTL 30

  1. Penelitian yang Relevan 40

  2. Kerangka Berpikir 43

  3. Paradigma Penelitian 45

  4. Hipotesis Tindakan 45

BAB III METODE PENELITIAN 46

  1. Desain Penelitian 46

  2. Tempat dan Waktu Penelitian 47

  3. Subjek dan Objek Penelitian 48

  4. Definisi Operasional Variabel 48

  5. Teknik Pengumpulan Data 50

  6. Instrumen Penelitian 52

  7. Teknik Analisis Data 54

  8. Prosedur Penelitian 62

  9. Indikator Keberhasilan 67

DAFTAR PUSTAKA 68

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan unsur yang penting bagi kehidupan manusia. Melalui pendidikan manusia akan tumbuh dan berkembang tidak hanya secara fisik, namun juga secara intelektual, spiritual, sosial, dan keterampilan. Dalam dunia pendidikan manusia memiliki peranan yang penting baik sebagai subjek dan objek pendidikan untuk mencapai tujuan. Oleh karenanya, manusia dituntut untuk memahami hakikat pendidikan dan dapat melaksanakannya. Menurut Undang-undang nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta keterampilan yang dibutuhkan bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa.

Negara Indonesia juga memiliki tujuan pendidikan nasional yaitu membentuk manusia pembangunan ber-Pancasila dan membentuk manusia sehat jasmani dan rohaninya, memiliki pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kreativias dan tanggung jawab, dapat menyuburkan sikap demokrasi dan penuh tenggang rasa, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur, mencintai bangsanya, dan sesama manusia sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalam Undang-Undang Dasar 1945. Tujuan tersebut yang menjadi induk dari setiap tujuan pendidikan yang ada dibawahnya, hingga pada unsur yang terkecil yaitu tujuan tiap kompetensi dasar yang diajarkan disekolah.

Kelas merupakan unsur terkecil dalam pendidikan, namun merupakan unsur pokok yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan pendidikan. Agar Pembelajaran di kelas optimal, seharusnya pembelajaran menitikberatkan pada suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal tersebut senada dengan pendapat Wina Sanjaya (2013:2) yang menyatakan bahwa pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar, pendidikan tidak semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Oleh karena itu guru harus mampu melaksanakan kegiatan pembelajaran yang memiliki suasana dan proses pembelajaran sesuai dengan karakteristik kelas.

Menurut Arif Rohman (2013:10) pendidikan memiliki makna diantaranya:

  1. Pendidikan berwujud aktivitas interaktif yang sadar dan terencana.

  2. Pendidikan dilakukan oleh minimal dua orang, satu pihak berperan sebagai fasilitator dan dinamisator sedang pihak lainnya sebagai subjek yang berupaya mengembangkan diri.

  3. Proses dicapai melalui penciptaan suasana belajar dan proses pembelajaran.

  4. Terdapat nilai yang diyakini kebenarannya sebagai dasar aktivitas.

  5. Memiliki tujuan baik dalam rangka mengembangkan segenap potensi internal individu anak.

  6. Puncak ketercapaian tujuan adalah kedewasaan, baik secara fisik, psikologi, sosial, emosional, ekonomi, moral, dan spiritual pada peserta didik.

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa peran guru adalah sebagai fasilitator dan dinamisator didalam kelas untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa agar proses belajar mengajar berjalan lebih efektif. Aktivitas merupakan aspek terpenting dalam interaksi pembelajaran karena pada hakikatnya belajar adalah berbuat untuk melakukan sesuatu sehingga tidak ada belajar kalau tidak ada aktivitas (Sudirman A. M., 2007: 95-96). Sedangkan siswa berperan sebagai subjek yang akan mengembangkan diri, sehingga antara guru dengan siswa terdapat hubungan yang saling mempengaruhi, oleh karena itulah kegiatan belajar harus menjadi aktivitas yang hidup. Jenis-jenis aktivitas belajar sangat beragam, menurut Syaiful Bahri Djamarah (2011: 38) jenis-jenis aktivitas belajar meliputi: mendengarkan, memandang, meraba, membau dan mencicipi/mengecap, menulis atau mencatat, membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi, mengamati tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan-bagan, menyusun paper atau kertas kerja, mengingat, berpikir, dan latihan atau praktik.

Aktivitas belajar yang terjadi didalam kelas harus berjalan dengan efektif, sehingga guru dan siswa sama-sama memiliki tugas yang penting dalam mensukseskan kegiatan pembelajaran tersebut. Guru harus mampu memilih strategi, metode, model, dan media pembelajaran yang sesuai untuk meningkatkan hasil belajar, sedangkan siswa harus memiliki motivasi dan semangat yang tinggi dalam mengikuti pembelajaran. Harapannya, dengan aktivitas belajar yang baik maka dapat memberikan hasil belajar yang baik pula bagi siswa.

Hasil belajar merupakan hasil dari proses pembelajaran yang diperoleh siswa melalui evaluasi. Menurut Zaenal Arifin (2013:5) evaluasi adalah suatu proses untuk menggambarkan peserta didik dan menimbangnya dari segi nilai dan arti. Sedangkan menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 200):

Evaluasi hasil belajar merupakan proses untuk menentukan nilai belajar siswa melalui kegiatan penilaian dan atau pengukuran hasil belajar. Tujuan utamanya adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai oleh siswa setelah mengikuti suatu kegiatan pembelajaran dimana tingkat keberhasilan tersebut kemudian ditandai dengan skala nilai berupa huruf atau kata atau simbol.

Hasil belajar siswa dapat diketahui dari tunjuan yang hendak dicapai dalam Rencana Rancangan Pembelajaran (RPP) yang meliputi ranah sikap (spiritual dan sosial), pengetahuan, dan keterampilan. Hasil belajar antara satu siswa dengan siswa yang lain dapat berbeda, walaupun mereka berada dalam satu kelas dengan guru dan strategi mengajar yang sama. Hal tersebut tejadi karena berbagai faktor baik yang berasal dari internal maupun eksternal. Faktor internal yang ada didalam siswa contohnya adalah motivasi belajar, sedangkan faktor eksternal contohnya adalah strategi mengajar guru. Guru harus memiliki keterampilan dalam memilih dan melaksanakan strategi pembelajaran, agar tujuan dari setiap mata pelajaran dapat tercapai.

Mata pelajaran Akuntansi Pajak merupakan mata pelajaran yang penting untuk dikuasai oleh siswa, karena ketika mereka kembali ke masyarakat pajak merupakan elemen yang tidak akan terlepas dari kehidupan sehari-hari. Selain itu, pajak juga merupakan sumber pendapatan terbesar dari negara Indonesia. Oleh karena itu, peserta didik harus mampu menguasai ilmu perpajakan untuk bekal setelah lulus. Dalam mempelajari Akuntansi Pajak, strategi Contextual Teaching Learning sangat tepat diterapkan, karena siswa dapat belajar pajak dengan mengamati lingkungan sekitarnya. Wina Sanjaya (2013: 255) menyatakan bahwa:

Contextual Teaching Learning adalah suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka.

Dari definisi tersebut terlihat bahwa stategi CTL melibatkan siswa secara aktif dalam menemukan materi yang akan dipelajari dan menghubungkannya dengan kehidupan nyata sehingga dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Dengan demikinan, hasil belajar siswa juga akan meningkat karena siswa tidak hanya menghafal teori namun juga memahami konsep dan kondisi senyatanya di lapangan. Strategi ini tepat jika dikolaborasikan dengan model pembelajaran Think Talk Write untuk mendiskusikan hasil temuan dilapangan.

Model pembelajaran Think Talk Write (TTW) adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas bertanya dan komunikasi diantara siswa. Model yang diperkenalkan oleh Huinker dan Laughlin ini pada dasarnya dibangun melalui berpikir, berbicara dan menulis. Alur kemajuan TTW dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca, selanjutnya berbicara dan membagi ide dengan temannya sebelum menulis. Model ini lebih efektif jika dilakukan dalam kelompok heterogen dengan 7-8 siswa. Siswa diminta membaca, membuat catatan kecil, menjelaskan, mendengar, dan membagi ide bersama teman dalam kelompok kemudian mengungkapkannya melalui tulisan (Yamin dan Ansari, 2009: 84).

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 4 Maret 2016 di kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta, menunjukkan bahwa aktivitas belajar siswa dalam mata pelajaran Akuntasi Pajak masih rendah. Hal ini dibuktikan dari 32 siswa hanya 4 siswa yang aktif bertanya, 3 siswa yang sudah membaca materi pada hari sebelumnya, 2 siswa yang aktif menjawab pertanyaan, 12 siswa yang mengerjakan tugas dari guru, 11 siswa sisanya tidak mendengarkan penjelasan dari guru, dan berbicara diluar konteks pembelajaran dengan teman yang lain. Mereka juga hanya melihat jawaban dari teman ketika diminta mengerjakan tugas. Dari segi hasil belajar, berdasarkan hasil dokumentasi nilai siswa pada mata pelajaran Akuntansi Pajak menunjukkan bahwa hasilnya masih rendah. Dari 32 siswa hanya 16 siswa yang mencapai KKM yang tertera dalam RPP yaitu 78. Dari hasil pengamatan dikelas, hasil belajar rendah tersebut disebabkan karena strategi mengajar guru yang masih konvensional sehingga siswa merasa bosan dan malas untuk mendengarkan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul “Implementasi Model Pembelajaran Think Talk Write Berbasis Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Akuntansi Pajak Siswa Kelas XI Ak 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017”.

B. Identifikasi Masalah

  1. Aktivitas belajar siswa dalama mata pelajaran Akuntasi Pajak masih rendah dibuktikan dari 32 siswa hanya 4 siswa yang aktif bertanya, 3 siswa yang sudah membaca materi pada hari sebelumnya, 2 siswa yang aktif menjawab pertanyaan, 12 siswa yang mengerjakan tugas dari guru, 11 siswa sisanya tidak mendengarkan penjelasan dari guru, dan berbicara diluar konteks pembelajaran dengan teman yang lain.

  2. Hasil belajar siswa masih rendah dibuktikan dari dokumen nilai siswa pada mata pelajaran Akuntansi Pajak menunjukkan bahwa dari 32 siswa hanya 16 siswa yang mencapai KKM yang tertera dalam RPP yaitu 78.

  3. Strategi mengajar guru yang masih konvensional sehingga siswa merasa bosan dan malas untuk mendengarkan.

  4. Guru belum pernah menerapkan model pembelajaran Think Talk Write berbasis Kontekstual.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah yang telah dijelaskan diatas, diperluakan suatu pembatasan masalah agar peneliti lebih fokus dalam menggali dan mengatasi permasalahan yang ada. Pembatasan masalah tersebut adalah:

  1. Model pembelajaran yang digunakan adalah Think Talk Write berbasis kontekstual.

  2. Materi yang akan diukur aktivitas dan hasil belajarnya adalah mata pelajaran Akuntansi Pajak dengan Kompetensi PPh Pasal 21.

  3. Aktivitas belajar yang akan diukur meliputi aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menulis, mengingat, praktik.

  4. Pengukuran hasil belajar dibatasi pada ranah kognitif yang meliputi kemampuan mengingat (C1), memahami (C2), menerapkan (C3).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, peneliti dapat membuat rumusan masalah:

  1. Apakah implementasi model pembelajaran Think Talk Write berbasis kontekstual dapat meningkatkan aktivitas belajar Akuntansi Pajak siswa kelas XI Ak 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017?

  2. Apakah implementasi model pembelajaran Think Talk Write berbasis kontekstual dapat meningkatkan hasil belajar Akuntansi Pajak siswa kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini memiliki tujuan:

  1. Meningkatkan aktivitas belajar melalui implementasi model pembelajaran Think Talk Write berbasis kontekstual pada mata pelajaran Akuntansi Pajak siswa kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

  2. Meningkatkan hasil belajar melalui implementasi model pembelajaran Think Talk Write berbasis kontekstual pada mata pelajaran Akuntansi Pajak siswa kelas XI Akuntansi 2 SMK Negeri 7 Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Diharapkan penelitian ini dapat memberikan sumbangsih untuk perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam hal implementasi model pembelajaran Think Talk Write berbasis kontekstual pada mata pelajaran Akuntansi Pajak serta dapat dijadikan sumber referensi pada penelitian sejenis dimasa yang akan datang.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Siswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar bagi siswa dalam mata pelajaran Akuntansi Pajak yang nantinya dalat digunakan sebagai bekal kehidupan di masyarakat.

b. Bagi guru

Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja guru dalam hal pembelajaran di kelas dan sebagai sumber referensi dalam mengajar pada materi pelajaran lain.

c. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman guna melaksanakan tugas di masa depan ketika telah benar-benar menjadi seorang pendidik profesional.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teori

1. Aktivitas Belajar

a. Pengetian aktivitas belajar

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) aktivitas adalah keaktifan atau kegiatan. Belajar merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen atau menetap karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono, dkk, 2013: 74). Perubahan tingkah laku tersebut tidak mungkin dalat terjadi tanpa adanya aktivitas yang dilakukan oleh peserta didik. Oleh karena itu, aktivitas merupakan prinsip atau asas yang sangat penting dalam interaksi belajar mengajar (Sardiman A. M., 2011: 96).

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa yang berarti bahwa pembelajaran menjadikan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pebelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa (Wina Sanjaya, 2013: 135). Wina Sanjaya dalam Strategi Pembelajaran (2013: 132) juga menyatakan bahwa aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi juga meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.

Menurut Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005 dalam Wina Sanjaya (2013: 136-137) mengatakan:

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Hal ini menunjukkan bahwa mengajar yang didesain guru harus berorientasi pada aktivitas siswa. (Wina Sanjaya, 2013: 136-137).

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas belajar merupakan prinsip yang sangat penting dalam proses pembelajaran berupa kegiatan baik yang bersifat fisik maupun psikis yang dilaksanakan siswa dalam proses memperoleh pengetahuan dan pemahaman dalam wujud perubahan tingkah laku dan kemampuan berekasi karena interaksinya dengan lingkungan.

b. Jenis-jenis aktivitas belajar

Syaiful Bahri Djamarah (2011: 38) mengemukakan beberapa jenis aktivitas belajar diantaranya:

  1. Mendengarkan

  2. Memandang

  3. Meraba, membau, dan mecicipi/mengecap

  4. Menulis atau mencatat

  5. Membaca

  6. Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi

  7. Mengamati tabel-tabel, diagram-dagram, dan bagan-bagan

  8. Menyusun paper atau kertas kerja

  9. Mengingat

  10. Berpikir

  11. Latihan atau praktik

Menurut paul B. Diedrich dalam Sardiman A.M. (2011: 101), jenis-jenis aktivitas belajar siswa dapat digolongkan sebagai berikut:

  1. Visual activities, misalnya membaca, memperhatikan, gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

  2. Oral activities, seperti menyatakan, merumuskan, bertanya, memberikan saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

  3. Listening activities, seperti menulis cerita, karangan, laporan, dll.

  4. Writing activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angket, dll.

  5. Drawing activities, seperti menggambar, membuat grafik, peta, diagram.

  6. Motor activites, seperti melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, beternak.

  7. Mental activities, seperti menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan keputusan.

  8. Emotional activities, seperti misalnya menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Dari berbagai pendapat diatas penulis mengambil kesimpulan bahwa jenis-jenis ativitas belajar sangatlah beragam. Pada penelitian ini yang dijadikan fokus utama adalah aktivitas visual, lisan, mendengarkan, menulis, mengingat, praktik.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi aktvitas belajar

Menurut Ngalim Purwanto (2010: 102-106), faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang ada pada diri individu yang meliputi faktor kematangan/pertumbukan, kecerdasan, latihan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri individu yang meliputi faktor keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat-alat pengajaran, dan motivasi sosial.

Menurut Wina Sanjaya (2013: 143-146) faktor-faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa diantaranya:

1. Guru

Dalam proses pembelajaran dalam kelas, guru merupakan ujung tombak yang sangat menentukan keberhasilan penerapan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa, karena guru merupakan orang yang berhadapan langsung. Ada beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dipandang dari sudut guru, yaitu:

a. Kemampuan guru

Guru yang memiliki kemampuan yang tinggi akan bersikap kreatif dan inovatif yang selamanya akan mencoba dan mencoba menerapkan berbagai penemuan baru yang dianggap lebih baik untuk membelajarkan siswa.

b. Sikap professional guru

Guru yang professional selamanya akan berusaha untuk mencapai hasil yang optimal. Karena pembelajaran berorientasi aktivitas siswa tidak akan berhasil diimplementasikan oleh guru yang memiliki motivasi yang rendah.

c. Latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar guru

Dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, memungkinkan guru memiliki pandangan dan wawasan yang luas terhadap variable-variabel pembelajaran.

2. Sarana belajar

Dengan adanya sarana dan prasarana maka proses pembelajaran berorientasi aktivitas siswa akan berjalan sesuai dengan tujuan. Diantara sarana yang harus tersedia adalah:

a. Ruang kelas

Kondisi ruang kelas merupakan faktor sarana yang menentukan keberhasilan, yang meliputi :

  1. Luas ruang kelas

  2. Penataan ruang kelas

  3. Ventilasi ruang kelas

  4. Desain tempat duduk siswa

b. Media dan sumber belajar

Pembelajaran berorientasi aktivitas siswa merupakan pendekatan pembelajaran yang menggunakan multimetode dan multimedia. Artinya siswa memungkinkan belajar dari berbagai sumber informasi secara mandiri. eberhasilan penerapan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa akan sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dan pemanfaatan media dan sumber belajar.

3. Lingkungan belajar.

Lingkungan belajar merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran berorientasi aktivitas siswa. Ada dua hal yang termasuk kedalam faktor lingkungan belajar, yaitu:

a. Lingkungan fisik.

Meliputi keadaan dan kondisi sekolah, misalnya: jumlah kelas, laboratorium, perpustakaan, kantin, kamar kecil, jumlah guru serta lokasi sekolah itu berada.

b. Lingkungan psikologi.

Adalah iklim sosial yang ada di lingkungan sekolah itu. Misalnya:

  1. Keharmonisan hubungan antara guru dengan guru.

  2. Keharmonisan hubungan antara guru dengan kepala sekolah.

  3. Keharmonisan hubungan antara pihak sekolah dengan orang tua.

Dari berbagai pendapat ahli diatas dapat terlihat bahwa faktor yang mempengaruhi aktivitas belajar siswa sangat beragam yang berasal baik dari internal peserta didik maupun dari faktor eksternal peserta didik. Penelitian ini berfokus pada faktor eksternal peserta didik berupa guru dan cara mengajarnya yang terwujud dalam bentuk strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran yang dilaksanakan guru pada mata pelajaran Akuntansi Pajak belum berpusat pada siswa, sehingga perlu diadakan penelitian untuk memperbaikinya.

d. Cara meningkatkan aktivitas belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009: 63), guru dapat melakukan hal-hal sebagai berikut untuk menimbulkan keaktifan belajar pada siswa yaitu:

  1. Menggunakan multimetode dan multimedia.

  2. Memberikan tugas secara individu dan kelompok.

  3. Memberikan kesempatan pada siswa untuk melaksanakan eksperimen dalam kelompok kecil yang beranggotakan tidak lebih dari tiga orang.

  4. Memberikan tugas untuk membaca bahan pelajaran dan mencatat hal-hal yang kurang jelas.

  5. Mengadakan tanya jawab dan diskusi.

Menurut Gagne dan Briggs (dalam Martinis Yamin, 2007: 83-34), rangkaian kegiatan pembelajaran yang dilakukan di dalam kelas meliputi sembilan aspek untuk menumbuhkan aktivitas dan partisipasi siswa yaitu:

  1. Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran.

  2. Menjelaskan tujuan instruksional (kemampuan dasar) kepada siswa.

  3. Mengingatkan kompetensi prasyarat.

  4. Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep) yang akan dipelajari.

  5. Memberikan petunjuk kepada siswa bagaimana cara mempelajarinya.

  6. Memunculkan aktivitas dan partisipasi dalam kegiatan pembelajaran.

  7. Memberikan umpan balik (feed back).

  8. Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes sehingga kemampuan siswa selalu terpantau dan terstruktur.

  9. Menyimpulkan setiap materi yang disampaikan di akhir pembelajaran.

Dari berbagai pendapat diatas, maka dapat disimpulkan bahwa salah satu cara untuk meningkatkan aktivitas belajar siswa yaitu melalui multimedia dan multimetode. Dalam penelitian ini penggunaan multimetode dilakukan dengan menggunakan model pembelajaran Think Talk Write berbasis Kontekstual yang menuntut siswa untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran sehigga diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

2. Hasil Belajar

a. Pengertian hasil belajar

Zaenal Arifin dalam bukunya yang berjudul Evaluasi Pembelajaran (2013: 298) menjelaskan bahwa:

Hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar diakhiri dengan kegiatan penilaian hasil belajar. Dari sisi peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak proses belajar. Sebagian hasil belajar merupakan dampak tindakan guru, suatu pencapaian tujuan pembelajaran.

Menurut Nana Sudjana (2002: 3), hasil belajar pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku yang dalam pengertian luas mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik. Lebih lanjut lagi dijelaskan bahwa hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana 2002: 22).

Zaenal Arifin (2013: 298) menjelaskan bahwa hasil belajar dibedakan menjadi dua yaitu dampak pembelajaran (prestasi) dan dampak pengiring (hasil). Dampak pembelajaran adalah hasil yang dapat dikukur dalam setiap pembelajaran (pada umumnya menyangkut domain kognitif), seperti tertuang dalam angka rapor dan angka dalam ijazah. Dampak pengiring adalah terapan pengetahuan dan kemampuan di bidang lain yang merupakan suatu transfer belajar (transfer of learning).

Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar yang mengakibatkan perubahan tingkah laku mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotorik serta memberikan dampak pembelajaran (prestasi) dan dampak pengiring (hasil).

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar

Menurut Nana Sudjana (2005: 39-43) hasil belajar yang akan didapat oleh siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor dari dalam diri siswa dan faktor yang datang dari luar siswa.

1. Faktor yang datang dari dalam diri siswa

Faktor utama dari dalam diri siswa yang mempunyai pengaruh besar terhadap hasil belajar yang dicapai adalah kemampuan yang dimiliki siswa. Faktor lain yang datang dari diri siswa yaitu motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik, dan faktor psikis.

2. Faktor yang datang dari luar siswa

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa juga dipengaruhi oleh faktor yang datang dari luar siswa atau lingkungan. Salah satu lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi hasil belajar disekolah adalah kualitas pengajaran. Terdapat tiga unsur dalam kualitas pembelajaran yang mempengaruhi hasil belajar,yaitu:

  1. Guru, meliputi kemampuan dasar yang dimilikinya baik bidang kognitif seperti penguasaan bahan, bidang sikap seperti mencintai profesinya, maupun bidang perilaku seperti keterampilan mengajar, menilai hasil belajar siswa, dan lain-lain.

  2. Karakteristik kelas, meliputi besarnya kelas, suasana belajar, dan fasilitas sumber belajar.

  3. Karakteristik sekolah, meliputi disiplin sekolah, perpustakaan yang ada disekolah, letak geografis sekolah, lingkungan sekolah, etika dalam arti sekoah memberikan perasaan nyaman, kepuasan mengajar, bersih, rapi, teratur.

Menurut Zaenal Arifin (2013: 299-300) guru juga harus memakami beberapa faktor yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung terhadap hasil belajar, antara lain:

  1. Faktor peserta didik yang meliputi kapasitas dasar, bakat khusus, motivasi, minat, kematangan dan kesiapan, sikap dan kebiasaan, dan lain-lain.

  2. Faktor sarana dan prasarana, baik yang terkait dengan kualitas, kelengkapan maupun penggunaannya, seperti guru, metode dan teknik, media, bahan dan sumber belajar, program, dan lain-lain.

  3. Faktor lingkungan, baik secara fisik maupun kultur, dimana kegiatan pembelajaran dilaksanakan. Kultur masyarakat setempat, hubungan antar insani masyarakat setempat, kondisi fisik lingkungan, hubungan antara peserta didik dengan keluarga merupakan kondisi lingkungan yang akan mempengaruhi proses dan hasil belajar untuk pencapaian tujaun pembelajaran.

  4. Faktor hasil belajar yang merujuk pada rumusan normatif harus menjadi milik peserta didik setelah melaksanakan proses pembelajaran. Hasil belajar ini perlu dijabarkan dalam rumusan yang lebih operasional, baik yang menggambarkan aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor sehingga mudah untuk melakukan evaluasinya.

Dari beberapa pendapat diatas penulis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa dapat berasal dari faktor diri peserta didik maupun faktor diluar peserta didik atau faktor lingkungan. Pada penelitian ini difokuskan pada faktor eksternal yang berasal dari guru berupa strategi pembelajaran yang digunakan.

  1. Teknik penilaian hasil belajar

Terdapat beberapa teknik penilaian menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (dalam Zarnal Arifin, 2013: 60-61) diantaranya:

  1. Tes kerja. Tes ini dapat menggunakan berbagai bentuk, seperti tes keterampilan tertulis, tes identifikasi, tes simulasi, uji praktik kerja, dan sebagainya.

  2. Demonstrasi. Teknik ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan data kuantitatif dan kualitatif sesuai dengan kompetensi yang dinilai.

  3. Observasi. Teknik ini dapat dilakukan secara formal maupun informal.

  4. Penugasan. Teknik ini dapat dilakukan dengan model proyek yang berupa sejumlah kegiatan yang dirancang, dilakukan dan diselesakan oleh peserta didik diluar kegiatan kelas dan harus dilaporkan baik secara tertulis maupun lisan.

  5. Portofolio. Teknik ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar, dan prestasi belajar.

  6. Tes tertulis. Teknik ini dapat dilakukan dengan cara uraian maupun objektif, seperti: benar-salah, pilihan ganda, menjodohkan, dan melengkapi.

  7. Tes lisan. Teknik ini menuntut jawaban lisan dari peserta didik. Untuk itu, dalam pelaksanaannya pendidik harus bertatap muka secara langsung dengan peserta didik.

  8. Jurnal, yaitu catatan peserta didik selama berlangsungnya proses pembelajaran. Jurnal berisi deskripsi proses pembelajaran termasuk kekuatan dak kelemahan peserta didik terkait dengan kinerja ataupun sikap.

  9. Wawancara, yaitu cara untuk memperoleh informasi secara mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan tentang wawancara, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik.

  10. Inventori, yaitu skala psikologis yang digunakan untuk mengungkap sikap, minat, dan persepsi peserta didik terhadap objek psikologis ataupun fenomena yang terjadi.

  11. Penilaian diri, yaitu teknik penilaian yang digunakan agar peserta didik dapat mengemukakan kelebihan dan kekurangan diri dalam berbagai hal.

  12. Penilaian antar teman. Teknik ini dilakukan dengan meminta peserta didik mengemukakan kelebihan dan kekurangan teman dalam berbagai hal. Penilaian ini dapat pula berupa sosiometri utuk mendapat informasi anak-anak yang favorit dan anak-anak yang terisolasi dalam kelompoknya.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik penilaian tes tertulis yang berbentuk soal pilihan ganda dan uraian.

3. Akuntansi Pajak

a. Pengertian Akuntansi Pajak

Akuntansi dapat diartikan dalam dua sudut pandang. Definisi akuntansi dari sudut pandang pemakai adalah suatu disiplin ilmu yang menyediakan informasi yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan secara efisien dan mengevaluasi kegiatan suatu entitas. Dari sudut pandang proses kegiatan akuntansi adalah proses pencatatan, penggolongan, peringkasan, pelaporan, dan penganalisaan data keuangan suatu entitas. (Al. Haryono, 2011:5). Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2010: 1).

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Akuntansi Pajak merupakan suatu ilmu yang menyediakan informasi untuk pelaskana kegiatan perpajakan yaitu orang pribadi atau badan dan pelaksana pajak mengenai tata cara perpajakan guna keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

b. Standar Kompetensi Akuntansi Pajak

Berikut ini merupakan Standar Kompetensi dalam mata pelajaran Akuntansi Pajak siswa SMK Bisnis dan Manajemen Program Keahlian Akuntansi:

  1. Menyiapkan Surat Pemberitahuan Pajak

  2. Menghitung PPh pasal 21

  3. Menghitung PPh pasal 22

  4. Menghitung PPh pasal 23

  5. Menghitung PPh pasal 24

  6. Menghitung PPh pasal 25

  7. Menghitung PPh pasal 26

  8. Menghitung PPh pasal 4 ayat 1

  9. Menghitung Bea Materai, PPN, dan PPnBM

4. Model Pembelajaran Think Talk Write (TTW)

a. Pengertian model pembelajaran Think Talk Write (TTW)

Think Talk Write (TTW) adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan aktivitas bertanya dan komunikasi diantara siswa.

b. Langkah-langkah model pembelajaran Think Talk Write (TTW)

  1. Guru membagi teks bacaan berupa lembar aktivitas siswa yang memuat situasi masalah yang bersifat open ended dan petunjuk serta prosedur pelaksanaannya.

  2. Siswa membaca teks dan membuat catatan hasil bacaan secara individual, untuk dibawa ke forum diskusi (think).

  3. Siswa berinteraksi dan berkolaborasi dengan teman untuk membahas isi catatan (talk). Guru berperan sebagai mediator lingkungan belajar.

  4. Siswa mengkonstruksikan sendiri pengetahuan sebagai hasil kolaborasi (write). Guru memantau dan mengevaluasi tingkat pemahaman siswa (Yamin dan Ansari, 2008: 84).

c. Peran guru dalam model pembelajaran Think Talk Write (TTW)

  1. Mengajukan pertanyaan dan tugas yang mendatangkan keterlibatan dan menantang setiap siswa berpikir.

  2. Mendengar secara hati-hati ide siswa.

  3. Menyuruh siswa mengungkapkan ide secara lisan dan tertulis.

  4. Memutuskan apa yang digali dan dibawa siswa dalam diskusi.

  5. Memutuskan kapan memberi informasi, mengklarifikasikan persoalan-persoalan, menggunakan model, membimbing dan membiarkan siswa berjuang dengan kesulitan.

  6. Memonitoring dan menilai partisipasi siswa dalam dikusi dan memutuskan kapan dan bagaimana mendorong setiap siswa untuk berpartisipasi (Yamin dan Ansari, 2008: 84).

d. Tahap-tahap pelaksanaan model pembelajaran Think Talk Write (TTW)

1. Think

Think merupakan aktivitas siswa untuk berpikir. Hal ini dapat dilihat dari proses membaca suatu teks atau cerita kemudian membuat catatan tentang apa yang telah dibaca. Dalam membuat atau menulis catatan, siswa membedakan dan mempersatukan ide yang disajikan dalam teks bacaan kemudian menerjemahkan ke dalam bahasa sendiri. Menurut Wiederhold (Yamin dan Ansari, 2008 :85) membuat catatan berarti menganalisis tujuan isi teks dan memeriksa bahan-bahan yang ditulis. Selain itu belajar membuat/menulis catatan setelah membaca dapat merangSang aktivitas berpikir sebelum, selama, dan setelah membaca. Membuat catatan dapat memperluas pengetahuan siswa, bahkan meningkatkan ketrampilan berpikir dan menulis. Salah satu manfaat dari proses ini adalah membuat catatan yang akan menjadi integral dalam setting pembelajaran. Kemampuan membaca yang meliputi membaca baris demi baris atau membaca yang penting saja menurut Wiederhold (Yamin dan Ansari, 2008: 85) secara umum dianggap berpikir. Seringkali suatu teks bacaan disertai panduan yang bertujuan untuk mempermudah dalam diskusi dan mengembangkan pemahaman siswa (Narode dalam Yamin dan Ansari, 2008: 85). Dalam tahap ini teks bacaan selalui dimulai dengan soal-soal kontekstual yang diberi sedikit panduan sebelum siswa membuat catatan kecil.

2. Talk

Talk merupakan aktivitas siswa dalam berkomunikai dengan menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Menurut Yamin dan Ansari (2008: 86), manfaat talk adalah: (a) merupakan tulisan, gambaran, isyarat atau percakapan sebagai bahasa manusia (b) pemahaman dibangun melalui interaksi dan konversasi (percakapan) antara sesama individual yang merupakan aktivitas sosial yang bermakna, (c) cara utama partisipasi komunikasi yaitu siswa menggunakan bahasa untuk menyajikan ide kepada temannya dan membuat definisi, (d) pembentukan ide, (e) internalisasi ide yang dibentuk melalui berpikir dan memecahkan masalah, (f) meningkatkan dan menilai kualitas berpikir.

3. Write

Write merupakan aktivitas siswa dalam menuliskan hasil diskusi/dialog pada lembar aktivitas siswa. Aktivitas menulis berarti mengkonstruksikan ide setelah berdiskusi antar teman. Menulis dalam matematika dapat membantu merealisasikan salah satu tujuan pembelajaran, yaitu pemahaman siswa tentang materi yang siswa pelajari. Aktivitas menulis juga akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa. Selain itu menurut Wisniowska (Yamin dan Ansari, 2008: 88), bahwa kreativitas menulis siswa membantu guru untuk memantau kesalahan siswa, miskonsepsi dan konsepsi siswa terhadap ide yang sama. Aktivitas siswa pada tahap write adalah (a) menulis solusi terhadap masalah/pertanyaan yang diberikan termasuk perhitungan, (b) mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah, baik penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik ataupun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti, (c) mengoreksi semua pekerjaan sehingga tidak ada pekerjaan ataupun perhitungan yang ketinggalan, (d) menyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca dan terjamin keasliannya.

5. Strategi Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching Learning)

a. Pengertian strategi pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning)

Pembelajaran kontekstual (contextual teaching learning) merupakan suatu proses pembelajaran yang holistik dan bertujuan membantu siswa untuk memahami makna materi pembelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan materi pembelajaran tersebut dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari (konteks pribadi, sosial, dan kultural), sehingga siswa memiliki pengetahuan/keterampilan yang secara fleksibel dapat diterapkan (ditransfer) dari satu permasalahan/konteks ke permasalahan/konteks lainnya (Arif Rohman, 2013: 184).

Lebih lanjut Arif Rohman (2013: 184) menjelaskan bahwa dalam pembelajaran kontekstual terdapat beberapa komponen, diantaranya:

  1. Membuat hubungan yang bermakna (making meaningful connection)

  2. Melakukan pekerjaan yang signifikan (doing significant work)

  3. Pembelajaran mandiri (self-regulated learning)

  4. Bekerjasama (collaborating)

  5. Berpikir kritis dan kreatif (critical and creative thinking)

  6. Pendewasaan individu (nurturing individual)

  7. Pencapaian standar yang tinggi (reaching high standards)

  8. Mengunakan penilaian autentik (using authentic assessment)

Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi maupun kultural sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya (Suhana N. H., 2012: 67).

Contextual Teaching Learning juga dapat didefinisikan sebagai suatu strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan mereka (Wina Sanjaya, 2013: 255).

Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching Learning adalah strategi pembelajaran yang menitikberatkan pada keterlibatan peserta didik untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan secara mandiri dengan cara menghubungkan pada kehidupan nyata sehari-hari.

b. Karakteristik strategi pembelajaran komtekstual (contextual teaching learning)

Menurut Wina Sanjaya (2013: 256), proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan CTL memiliki beberapa karakteristik, di antaranya:

  1. Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (aktiving knowledge), artinya apa yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah dipelajari. Dengan demikian, pengetahuan yang akan dipeoleh siswa adalah pengetahuan yang utuh dan memiliki keterkaitan satu sama lain.

  2. Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka memperoleh dan menambah pengetahuan baru (acquiring knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif, artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

  3. Pembelajaran kontekstual adalah proses pembelajaran yang berupa pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya pengetahuan yang diperoleh bukan untuk dihafal tetapi untuk dipahami dan diyakini.

  4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman (applying knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

  5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan.

c. Asas-asas strategi pembelajaran komtekstual (contextual teaching learning)

Wina Sanjaya (2013: 263-269) menjelaskan beberapa asas-asas pembelajaran kontekstual diantaranya:

1. Konstruktivisme

Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun pengetahuan baru dalam struktur kognitif siswa berdasarkan pengalaman. Menuruk konstruktivisme pengetahuan berasal dari luar akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam diri seseorang. Oleh karena itu, pengetahuan terbentuk oleh dua faktor penting, yaitu objek yang menjadi bahan pengamatan dan kemampuan subjek untuk menginterpretasikan objek tersebut. Dengan demikian pengetahuan tidak bersifat statis tapi dinamis. Piaget menyatakan hakikat pengetahuan sebagai berikut:

  1. Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan melalui kegiatan subjek.

  2. Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur yang perlu untuk pengetahuan.

  3. Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang bila konsepsi itu berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman – pengalaman seseorang.

Penerapan konstruktivisme dalam pembelajaran CTL yakni siswa didorong untuk mampu mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui pengalaman nyata.

2. Inkuiri

Inkuiri adalah proses pembelajaran didasarkan pada pencarian dan penemuan melalui proses berpikir secara sistematis. Pengetahuan merupakan hasil dari menemukan sendiri bukan hasil menghafal. Berbagai topik dalam setiap mata pelajaran dapat dilakukan melalui proses inkuiri. Langkah proses inkuiri adalah:

  1. Merumuskan masalah

  2. Mengajukan hipotesis

  3. Mengumpulkan data

  4. Manguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan

  5. Membuat kesimpulan

Penerapan asas ini dalam proses pembelajaran CTL dimulai dari adanya kesadaran siswa akan masalah yang jelas ingin dipecahkan. Sehingga siswa didorong untuk menemukan masalah dan memahaminya dengan batasan yang jelas. Selanjutnya siswa dapat mengajukan hipotesis sesuai dengan rumusan masalah yang diajukan. Hipotesis tersebut mendorong siswa untuk melakukan observasi dalam rangka mengumpulkan data. Jika data sudah terkumpul, siswa dituntun utuk meguji hipotesis sebagai dasar dalam merumuskan kesimpulan.

3. Bertanya

Belajar pada dasarnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan. Bertanya merefleksikan rasa keingintahuan dan menjawab pertanyaan mencerminkan kemampuan berpikir seseorang. Dalam pembelajan CTL guru memancing siswa agara menemukan materi yang dipelajarinya yakni melalui bertanya. Oleh karena itu, kemampuan guru untuk mengembangkan teknik-teknik bertanya sangat diperlukan.

Dalam suatu pembelajaran yang produktif kegiatan bertanya akan sangat berguna untuk:

  1. Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam penguasaan materi pembelajaran

  2. Membangkitkan motivasi belajar siswa.

  3. Merangsang keingintahuan siswa terhadap sesuatu.

  4. Memfokuskan siswa pada sesuatu yang diinginkan

  5. Membimbing siswa untuk menemukan atau menyimpulkan sesuatu.

4. Masyarakat Belajar (Learning Community)

Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog Rusio, menyatakan bahwa pengetahuan dan pemahaman anak ditopang banyak oleh komunikasi dengan orang lain. Suatu permasalahan tidak mungkin dapat dipecahkan sendirian, tetapi membutuhkan bantuan orang lain. Kerjasama saling memberi dan menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu persoalan. Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun dalam lingkungan yang terjadi secara alamiah.

Dalam kelas CTL, penerapan asas masyarakat belajar dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik dilihat dari kemampuan, maupun dilihat dari bakat dan minatnya. Kemudian guru dapat mempersilahkan semua kelompok untuk berdiskusi dan saling bertukan informasi. Dalam hal tertentu, guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap memiliki keahlian khusus untuk membelajarkan siswa. Misalnya menteri keuangan untuk memberikan atau membahas mengenai sistem akuntansi pemerintahan.

5. Permodelan (Modeling)

Asas permodelan adalah proses pembelajaran dengan memperagakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh setiap siswa. Misalnya, guru memberikan contoh bagaimana cara membuat jurnal atau cara menggunakan rumus dalam mengerjakan siklus akuntansi pada microsoft excel. Proses modeling tidak terbatas pada guru saja, akan tetapi dapat juga guru memanfaatkan siswa yang dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan asas yang cukup tinggi dalam pembelajaran CTL, sebab melalui modeling siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritik-abstrak yang dapat memungkinkan terjadi verbalisme.

6. Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah proses pengendapan pengalaman yang telah dipelajari yang dilakukan dengan cara mengurutkan kembali kejadian-kejadian atau peristiwa pembelajaran yang telah dilaluinya. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang akan dimilikinya.

Dalam proses pembelajaran dengan menggunakan CTL, setiap berakhir proses pembelajaran, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk “merenung” atau mengingat kembali apa yang telah dipelajarinya. Biarkan secara bebas siswa menafsirkan pengalamannya sendiri, sehingga ia dapat menyimpulkan tentang pengalaman belajarnya.

7. Penilaian Nyata (Authentic Assessment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru pada saat ini biasanya ditekankan pada perkembangan aspek intelektual, sehingga alat evaluasi terbatas pada penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa telah menguasai materi pembelajaran. Dalam CTL, keberhasilan pembelajaran tidak hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja, akan tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian nyata.

Penilaian nyata (authentic assessment) adalah proses yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau tidak, apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh yang positif terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental siswa. Penilaian yang autentik dilakukan secara terintegrasi dengan proses pembelajaran. Penilaian ini dilakukan secara terus menerus selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Oleh sebab itu, tekanannya diarahkan kepada proses belajar bukan kepada hasil belajar.

d. Pola dan tahapan pembelajaran komtekstual (contextual teaching learning

Johnson (2010: 111-113) mengemukakan bahwa terdapat sepuluh langkah-langkah CTL yang dapat digunakan guru untuk membangun keterkaitan dikelas, yaitu:

  1. Memikirkan bagaimana siswa mendapat informasi di kelas.

  2. Menuliskan tujuan utama yang ingin dicapai melalui pelajaran di kelas. Tulislah hal-hal spesifik agar siswa mengetahuinya dan dapat dilaksanakan.

  3. Menguji isi mata pelajaran.

  4. Bertanya pada diri sendiri apakah pelajaran tersebut mencerminkan kesadaran akan pengalaman masa lalu dan situasi siswa sendiri.

  5. Menggunkan beberapa metode penilaian autentik yang mensyaratkan para siswa agar giat belajar.

  6. Memikirkan bagaiamana cara siswa dapat berpikir kritis dan kreatif.

  7. Mengajak para siswa untuk bekerja sama sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari siswa lain.

  8. Memberikan kepada para siswa untuk menggunakan fasilitas-fasilitas pendukung, mengumpulkan dan mengatur informasi, dan lain-lain.

  9. Menyediakan lingkungan yang aman, terjamin, dan ramah untuk proses pembelajaran.

  10. Melakukan tatap muka dengan setiap siswa dan memikirkan cara lain untuk memperlihatkan kepedulian kepada para siswa.

B. Penelitian yang Relevan