ANALISIS PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA OBYEK WISATA ALAM TELAGA NGEBEL DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN EKONOMI MASYARAKAT | Mustikawati | Jurnal Administrasi Bisnis 2202 8840 1 PB

ANALISIS PENGEMBANGAN SARANA PRASARANA OBYEK WISATA ALAM
TELAGA NGEBEL DALAM MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN
EKONOMI MASYARAKAT
Titis Ariani Mustikawati
Sunarti
Edriana Pangestuti
Fakultas Ilmu Administrasi
Universitas Brawijaya
Malang
Email : titisariani08@gmail.com
ABSTRACT
This research uses descriptive qualitative method with two problem formulation, that is how is Local Government
role (Disbudparpora) in developing tourism infrastructure of Telaga Ngebel and how is the development of
infrastructure development in Telaga Ngebel area. Data sources were obtained from informants, observations,
documents, and documentation. Data analysis uses four stages: data collection, data reduction, data
presentation, and conclusion. Based on research on the role of Disbudparpora in the development of tourism
object Ngebel Telaga get results in the planning that includes the attractiveness of tourism, the development of
facilities and infrastructure and accessibility, as well as promotional planning. Implementing policies in
improving people's welfare on the economic aspect. Participate in making tourism regulations delegated
authority to Ngebel village devices implementation of tourism development Ngebel Lake is known to run
according to the formulation of planning. Although not all development plans can be implemented, but the thing

is already a bit much to bring a much better change in tourism objects Ngebel Lake. Installation of streetlights,
dock repairs, orderly and neat programs against street vendors, as well as organizing various events such as
music performances and Reyog performances once every two months as an effort to attract tourist arrivals.
Keyword : Attractiveness Of Tourism, Development Of Facilities And Infrastructure, Accessibility,
Promotional Planning
ABSTRAK
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan dua rumusan masalah, yaitu bagaimana peran
Pemerintah Daerah (Disbudparpora) dalam mengembangkan sarana prasarana obyek wisata Telaga Ngebel dan
bagaimana pelaksanaan pengembangan sarana prasarana di kawasan Telaga Ngebel. Sumber data diperoleh dari
informan, observasi, dokumen, dan dokumentasi. Analisis data menggunakan empat tahap yaitu pengumpulan
data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Berdasarkan penelitian mengenai peran
Disbudparpora dalam pengembangan obyek wisata Telaga Ngebel mendapatkan hasil dalam perencanaan yang
meliputi daya tarik wisata, pembangunan sarana dan prasarana serta aksesibilitas, dan juga perencanaan promosi.
Mengimplementasikan kebijakan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada aspek ekonomi. Berperan
dalam membuat peraturan pariwisata yang dilimpahkan kewenangannya kepada perangkat desa Ngebel.
Pelaksanaan pengembangan obyek wisata Telaga Ngebel diketahui berjalan sesuai rumusan perencanaan.
Meskipun belum semua perencanaan pengembangan dapat terlaksan, namun hal tersebuut sudah sedikit banyak
membawa perubahan yang jauh lebih baik pada obyek wisata Telaga Ngebel. Pemasangan lampu jalan, perbaikan
dermaga, program tertib dan rapi terhadap pedagang kaki lima, serta penyelenggaraan berbagai acara seperti
pentas musik dan pentas Reyog setiap dua bulan sekali sebagai upaya dalam menarik kunjungan wisatawan.

Kata Kunci : Daya Tarik Wisata, Pembangunan Sarana Dan Prasarana, Aksesibilitas, Perencanaan
Promosi
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

1

1.

PENDAHULUAN
Pengembangan sektor pariwisata memiliki
peran penting dalam peningkatan perekonomian dan
peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia
pada umumnya dan masyarakat disekitar Daerah
Tujuan Wisata (DTW) pada khususnya. Bagi
perekonomian
nasional,
pariwisata
dapat
memberikan kontribusi positif dalam peningkatan

pendapatan nasional dan daerah serta devisa negara.
Pernyataan tersebut sesuai dengan apa yang
dikemukakan Pitana (2009:32) bahwa banyak negara
termasuk Indonesia sejak beberapa tahun terakhir
mengembangkan sektor pariwisata dan menjadikan
pariwista sebagai sektor unggulan di dalam
perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja, dan
pengentasan kemiskinan. Hal tersebut dapat terlihat
selama 2014 sektor pariwisata menyumbang devisa
sebesar US$ 10,69 miliar atau setara dengan Rp 136
triliun (kemenpar.go.id, 2015).
Pengembangan potensi pariwisata harus
dilaksanakan sesuai dengan strategi pengembangan
agar objek wisata tersebut dapat dimanfaatkan dalam
meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
Pengelolaan yang kurang tepat dan kurangnya
perhatian khusus dari pemerintah mengakibatkan
sektor pariwisata yang seharusnya menjadi daya
tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke daerah
tersebut masih belum maksimal pada proses

pengelolaannya. Penyebab kurang maksimalnya
dalam penggalian potensi wisata adalah masih belum
optimalnya infrakstruktur penunjang pariwisata
seperti jalan menuju objek wisata yang masih kurang
baik atau masih berlubang dan kurangnya publikasi
yang dilakukan oleh pem erintah daerah untuk
memberikan informasi seputar daerah tujuan wisata.
Penyediaan sarana dan prasarana serta
pembangunan infrakstruktur yang sesuai merupakan
faktor-faktor penunjang yang penting agar dapat
menarik minat wisatawan untuk berkunjung di suatu
objek wisata. Tingkat kunjungan wisatawan terhadap
suatu objek wisata memiliki pengaruh yang cukup
besar dalam menentukan berapa banyak pendapatan
yang diperoleh dari daerah itu sendiri. Selain itu,
masyarakat sekitar objek wisata juga akan
memperoleh penghasilan atau keuntungan yang
berdampak pada peningkatan pendapatan dan
kesejahteraan masyarakat dari kegiatan pariwisata
yang

dilaksanakan
pada
daerah
tersebut
(download.portalgaruda.org, 2014).

Pernyataan diatas senada dengan apa yang
disampaikan oleh Muljadi dan Warman (2009:41)
yang
menjelaskan
bahwa
pembangunan
kepariwisataan dapat dijadikan sarana untuk
menciptakan kesadaran atas identitas nasional dan
kebersamaan dalam keragaman. Pembangunan
kepariwisataan dikembangkan dengan pendekatan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi untuk
kesejahteraan rakyat dan pembangunan yang
berorientasi pada pengembangan wilayah, bertumpu
kepada masyarakat dan bersifat memberdayakan

masyarakat yang mencakupi berbagai aspek seperti
sumber daya manusia, pemasaran, pengembangan
destinasi, ilmu pengetahuan dan teknologi,
keterkaitan lintas sektoral, kerjasama antar negara,
pemberdayaan usaha kecil, serta tanggung jawab
dalam pemanfaatan sumber kekayaan alam dan
budaya.
Kesejahteraan juga merupakan salah satu
aspek yang cukup penting untuk menjaga dan
membina terjadinya stabilitas sosial dan ekonomi,
dimana kondisi tersebut juga diperlukan untuk
meminimalkan terjadinya kecemburuan sosial dalam
masyarakat. Maka setiap individu membutuhkan
kondisi yang sejahtera, baik sejahtera dalam hal
materil dan dalam hal non materil sehingga dapat
terciptanya suasana yang harmonis dalam
bermasyarakat.
Provinsi Jawa Timur memiliki berbagai
pilihan tempat-tempat wisata yang dapat dikunjungi
oleh wisatawan asing maupun domestik.

Keanekaragaman seni dan budaya di Jawa Timur
memberikan daya tarik tersendiri bagi wisatawan
baik yang memilih wisata alam maupun wisata
budaya. Salah satunya berada di Kabupaten
Ponorogo yang memiliki potensi wisata berupa
kekayaan dan keindahan alam.Hal ini disebabkan
sebagian besar wilayah Ponorogo merupakan daerah
yang dikelilingi oleh gunung dan perbukitan.
Beberapa objek wisata alam yang menjadi
rekomendasi bagi para wisatawan diantaranya adalah
Gunung Pringgitan, Gunung Gajah, Air Terjun
Pletuk, Air Terjun Cuban Lawe, dan Telaga Ngebel.
Objek wisata andalan dari Kabupaten Ponorogo
adalah wisata Telaga Ngebel yang terletak pada kaki
gunung Wilis dengan ketinggian 750 meter di atas
permukaan laut dan dengan suhu sekitar 22 derajad
celcius. Secara umum, kawasan wisata Telaga
Ngebel belum dimanfaatkan secara optimal. Sebagai
fungsi wisata, kawasan wisata Telaga Ngebel
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|

administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

2

memiliki keterbatasan atraksi yang dapat dijadikan
sebagai daya tarik wisata. Selain itu, beberapa sarana
penunjang pariwisata seperti fasilitas toilet, lahan
parkir, toko souvenir, dan akomodasi dinilai masih
kurang memadai. Mengingat hal tersebut merupakan
faktor yang sangat berpengaruh terhadap tingkat
kenyamanan dan kepuasan pengunjung pada
kawasan daerah wisata (bappeda.ponorogo.go.id,
2013).
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pariwisata
Beberapa ahli menyatakan mengenai
pengertian pariwisata salah satunya adalah
pengertian pariwisata yang di kemukakan oleh James
J.Spillane (1982:20) bahwa pariwisata merupakan

suatu kegiatan untuk melakukan perjalanan yang
bertujuan untuk mendapatkan kenikmatan, mencari
kepuasan, mengetahui sesuatu, memperbaiki
kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat,
menunaikan
tugas,
berziarah
dan
tujuan
lainnya.Sementara pengertian pariwisata dari Yoeti
(1990:109) menyatakan bahwa pariwisata adalah
suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara
waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke
tempat yang lain, dengan maksud bukan untuk
berusaha memberi atau mencari nafkah di tempat
yang dikunjungi, tapi semata-mata untuk menikmati
perjalanan guna bertamasya atau rekreasi dan untuk
menutupi kebutuhan yang beraneka ragam.
Menurut
Pendit

(1994:34)
mengklasifikasikan
jenis
pariwisata
yang
dikelompokkan yaitu:
1) Wisata cagar alam: jenis wisata ini terkait dengan
kegemaran akan keindahan alam, hawa udara
yang segar di pegunungan, keajiban hidup
binatang dan marga satwa langka serta tumbuhtumbuhan yang jarang ditempat lain.
2) Wisata Budaya: tujuannya adalah memperluas
pandangan hidup dan kunjungan ketempat lain
ataukeluar
negeri,
mempelajari
keadaan
masyarakat setempat, kebiasaan dan adat istiadat,
cara hidup budaya dan kesenian daerah.
3) Wisata pertanian: mengandalkan perjalanan ke
proyek-proyek pertanian perkebunan, ladang

pembibitan, sambil menikmati segarnya aneka
ragam tanaman.
4) Wisata kesehatan: keperluan istirahat dalam arti
jasmani dan rohani yang mengunjungi tempat

peristirahatan, seperti air panas yang mengandung
mineral, iklim yang sejuk dan menyehatkan.
5) Wisata Bahari: wisata yang dihubungkan dengan
olahraga air atau laut seperti memancing,
menyelam, berlayar, selancar, melihat tanaman
laut serta berbagai rekreasi perairan lainnya.
6) Wisata komersial: mengadakan perjalanan
mengunjungi pameran-pameran dan pekan raya
yang bersifat komersial seperti pameran industri,
pameran dagang dengan dimerahkan berbagai
atraksi seni.
7) Pilgrim: dikaitkan dengan agama, sejarah, adat
dan kepercayaan umat atau kelompok masyarakat
dengan cara mengunjungi tempat suci, makan
orang besar, pemimpin yang diagungkan , tempat
penuh legenda, bukit atau gunung yang dianggap
keramat.
2.2. Kesejahteraan Masyarakat
Pengertian kesejahteraan umum adalah suatu
kondisi tertentu yang dirasakan oleh publik
mengenai kehidupannya yang baik dan berkeadilan.
Kondisi publik yang sejahtera dapat dideskripsikan
sebagai keadaan masyarakat yang bebas dari
perasaan takut dari penindasan dan dari rasa
ketidakadilan. Kesejahteraan publik dapat juga
diartikan sebagai keadaan masyarakat yang aman,
tentram, kehidupan publik yang sesuai dengan citacita
dan
nilai-nilainya
sendiri,
bebas
mengekspresikan dan mewujudkan kehidupan
individual dan sosialnya sesuai aspirasi serta
memungkinkan yang tersedia dalam masyarakatnya.
Dengan demikian, kesejahteraan publik ditentukan
oleh apreasiasi dan perasaan manusia itu sendiri
terhadap kehidupan individual maupun sosialnya.
(Puspitosari, 2011:49).
Sehingga apabila seorang individu atau
kelompok mencapai hidup yang sejahtera, bisa
memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarganya maka
akan terwujud kesejahteraan sosial. Kesejahteraan
sosial menurut Friedlander dalam Suud (2006:8)
yaitu Kesejahteraan sosial merupakan sistem yang
terorganisasi dari pelayanan-pelayanan dan
lemabaga-lembaga sosial, yang dimaksudkan untuk
membantu individu-individu dan kelompokkelompok agar mencapai tingkat hiidup dan
kesehatan yang memuaskan, dan hubungan personal
dan sosial yang memberi kesempatan kepada mereka
untuk mengembangkan seluruh kemampuannya

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

3

untuk meningkatkan kesejahteraan sesuai dengan
kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakatnya.
Kepariwisataan sebagai salah satu sektor
pembangunan terbukti telah menduduki peran
penting dalam sejarah pembangunan perekonomian
di berbagai negara yang memposisikan dirinya
sebagai destinasi pariwisata dunia. Terlebih ketika
tingkat kesejahteraan ekonomi bangsa-bangsa di
dunia akan semakin baik dan maju. Pemberdayaan
masyarakat merupakan salah satu ranah penting
dalam mencapai kesejahteraan masyarakat melalui
kepariwisataan, terutama yang berkaitan dengan
optimalisasi nilai manfaat sosial-ekonomi dari
industri pariwisata bagi masyarakat di sekitar
destinasi. Pemberdayaan masyarakat (komunitas
setempat) yang berada di destinasi melalui kegiatan
usaha kepariwisataan merupakan salah model
pembangunan yang sedang mendapatkan banyak
perhatian dari berbagai kalangan dan akan menjadi
agenda penting dalam proses pembangunan
kepariwisataan kedepan.
Beberapa bidang usaha dan kesempatan kerja
yang diciptakan dari kepariwisataan yang berada
pada suatu destinasi untuk diusahakan oleh
masyarakat diantaranya adalah agen perjalanan,
usaha atraksi dan daya tarik wisata, akomodasi,
transportasi lokal, cindera mata, pemandu wisata,
porter dan jasa-jasa lain yang terkait. Pemberdayaan
masyarakat menurut beberapa ahli seperti
Adimiharja dalam Sunaryo (2013:215) merupakan
suatu proses yang tidak saja hanya mengembangkan
potensi ekonomi masyarakat yang sedang
berkembang, namun demikian juga harus berupaya
dapat meningkatkan harkat dan martabat, rasa
percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya
tatanan nilai budaya setempat.
2.3. Pengembangan pariwisata
Berdasarkan manfaat atau dampak yang
ditimbulkan dari pariwisata , maka sebuah
pengembangan pariwisata harus memperhatikan
strategi apa yang harus dilakukan. Menurut pendapat
Swarbrooke (1996:99) pengembangan merupakan
suatu rangkaian usaha untuk mewujudkan
keterpaduan dalam penggunaan berbagai macam
sumber daya pariwisata. Musanef (1995:1)
mengemukakan
pengembangan
pariwisata
merupakan suatu konsep kegiatan yang menyediakan
segala macam bentuk kebutuhan serta fasilitas yang
berhubungan dengan pariwisata. Berdasarkan

Undang-Undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Pasal 7 menjelaskan bahwa
pembangunan kepariwisataan meliputi kelembagaan
pariwisata, dalam ketentuan ini yang dimaksud
dengan pembangunan kelembagaan kepariwisataan
yaitu pengembangan sumber daya manusia, regulasi,
serta
mekanisme
operasional
di
bidang
kepariwisataan. Menurut Soebagyo (2012:156-158),
pengembangan pariwisata yang menunjang
pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan dengan
memperhatikan beberapa hal sebagai berikut:
1. Perlu ditetapkan beberapa peraturan yang
berpihak pada peningkatan mutu pelayanan
pariwisata dan kelestarian lingkungan wisata ,
bukan berpihak pada kepentingan pihak-pihak
tertentu. Selain itu perlu diambil tindakan yang
tegas bagi pihak-pihak yang melakukan
pelanggaran terhadap aturan yang telah di
tetapkan;
2. Pengelola
pariwisata
harus
melibatkan
masyarakat setempat. Hal ini penting karena
pengalaman pada beberapa daerah tujuan wisata
(DTW), sama sekali tidak melibatkan masyarakat
setempat, akibatnya tidak ada sumbangsih
ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar;
3. Kegiatan promosi yang dilakukan harus beragam,
selain dengan mencanangkan cara kampanye dan
program visit Indonesia year seperti yang sudah
dilakukan sebelumnya, kegiatan promosi juga
perlu dilakukan dengan membentuk sistem
informasi yang handal dan membangun
kerjasama yang baik dengan pusat-pusat
informasi pariwisata pada negara-negara yang
potensial.
4. Perlu menentukan DTW-DTW utama yang
memiliki keunikan dibanding dengan DTW lain,
terutama yang bersifat tradisional dan alami.
5. Pemerintah pusat membangun kerjasama dengan
kalangan swasta dan pemerintah daerah setempat,
dengan sistem yang jujur, terbuka, dan adil.
6. Perlu dilakukan pemerataan arus wisatawan bagi
semua DTW yang ada diseluruh Indonesia.
7. Mengajak masyarakat di sekitar kawasan wisata
agar menyadari peran, fungsi, dan manfaat
pariwisata serta merangsang mereka untuk
memanfaatkan peluang-peluang yang tercipta
bagi
berbagai
kegiatan
yang
dapat
menguntungkan secara ekonomi. Masyarakat
berkesempatan untuk memasarkan produk lokal
serta membantu mereka untuk meningkatkan
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

4

keterampilan dan pengadaan modal bagi usahausaha yang mendatangkan keuntungan.
8. Sarana prasarana yang dibutuhkan perlu
dipersiapkan secara baik untuk menunjang
kelancaran pariwisata. pengadaan dan perbaikan
jalan, telepon, angkutan, pusat perbelanjaan
wisata dan fasilitas lain di sekitar lokasi kawasan
wisata sangat diperlukan.
3.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis metode
deskriptif dengan pendekatan kualitatif, yaitu suatu
metode dalam meneliti status manusia, suatu obyek,
suatu kondisi, dan suatu pemikiran pada masa
sekarang. Lokasi penelitian yang akan dijadikan
sebagai tempat penelitian adalah wisata Telaga
Ngebel yang berada di kaki gunung Wilis, kecamatan
Ngebel, Kabupaten Ponorogo. Sedangkan situs
penelitian dilakukan pada Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Ponorogo dan pengelola
Wisata Telaga Ngebel Ponorogo. Sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini mencakup data
primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, wawancara dan
dokumentasi sedangkan instrumen penelitian
dilakukan berdasarkan pedoman peneliti sendiri,
pedoman wawancara serta menggunakan catatan
lapangan. Analisis data dalam penelitian ini
menggunakan model Miles dan Huberman yang
meliputi:
a. Pengumpulan data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan
melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi.
b. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada
hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.
c. Penyajian Data
Setelah data direduksi, tahap selanjutnya adalah
penyajian data dalam penelitian kualitatif
dimaksudkan untuk mengorganisasikan data dan
menyusun suatu pola agar semakin mudah
dipahami.
d. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan proses untuk
menjawab rumusan masalah, kesimpulan dalam
penelitian kualitatif dapat dilakukan dengan
mendeskripsikan atau menggambarkan suatu
objek yang sebelumnya masih remang-remang
bahkan gelap menjadi data-data yang mantap.

4.
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pengembangan Telaga Ngebel sebagai
Obyek Wisata
4.1.1. Pengembangan Kawasan
Berdasarkan hasil penelitian, kawasan obyek
wisata Telaga Ngebel telah memenuhi kebutuhan
wisatawan dalam hal tuntutan kerapian, keindahan,
serta kebersihan. Pernyataan tersebut dapat
dibuktikan melalui upaya penertiban pada tempat
untuk berjualan bagi para pedagang kaki lima yang
terlihat jauh lebih rapi dengan lingkungan yang
bersih dan sejuk. Dalam rangka pengembangan
pariwisata, pemerintah memiliki peran sebagai
pemberi ijin dan fasilitas bagi pihak yang akan
mengembangkan tempat wisatanya. Sementara,
pemerintah daerah dan masyarakat diberikan
wewenang untuk mengembangkan obyek wisatanya
sendiri untuk menarik kedatangan wisatawan.
Daya tarik menjadi salah satu motivasi
kedatangan wisatawan ke Daerah Tujuan
Wisata.Menurut pendapat yang diungkapkan oleh
Suwantoro (2004:142), menjelaskan bahwa “Daya
tarik wisata yang juga disebut obyek wisata
merupakan potensi yang menjadi pendorong
kehadiran wisatawan ke suatu daerah tujuan wisata”.
Daya tarik harus dikelola secara profesional
sehingga dapat menarik minat wisatawan untuk
datang. Pembangunan obyek wisata tersebut harus
dirancang yang bersumber pada potensi daya tarik
yang dimiliki obyek wisata tersebut dengan mengacu
pada kriteria keberhasilan pengembangan yang
meliputi berbagai kelayakan.
Mengacu pada pendapat Suwantoro
(2004:142), obyek wisata Telaga Ngebel sudah dapat
dikatakan memiliki peningkatan yang cukup baik
dalam perihal pengembangan kawasannya. Daya
tarik Telaga Ngebel yang merupakan wisata
alam,dari segi sarana seperti akomodasi bagi
wisatawan sudah memenuhi kebutuhan wisatawan.
Selain
itu,
pemerintah
juga
mendukung
pengembangan daya tarik wisata Telaga Ngebel
dengan pemberian ijin terhadap berbagai event-event
yang akan dilakukan untuk mengembangkan
pariwisatanya. Selain perbaikan pada obyek dan
daya tarik wisata, sarana juga merupakan kebutuhan
dasar bagi wisatawan yang nantinya akan
berpengaruh terhadap pengembangan kawasan
wisata. Sarana wisata bertujuan untuk memberikan
pelayanan atau memenuhi kebutuhan wisatawan
dalam menikmati perjalanan wisatanya. Sarana
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

5

wisata yang harus disediakan di daerah tujuan wisata
meliputi hotel, biro perjalanan, alat transportasi,
restauran dan rumah makan, serta sarana pendukung
lainnya. Tidak semua obyek wisata memerlukan
sarana yang sama atau lengkap. Pengadaan sarana
wisata tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan
wisatawan (Suwantoro, 2004:22).
Berdasarkan hasil penelitian, sarana
pariwisata yang paling banyak ditemukan di obyek
wisata Telaga Ngebel bagi wisatawan adalah berupa
penginapan dan rumah makan. Keberadaan hotel
maupun penginapan serta rumah makan yang dengan
mudah dapat ditemukan di sekitar obyek wisata,
menunjukkan bahwa obyek wisata Telaga Ngebel
mampu menyediakan sarana pokok pariwisata
dengan baik bagi wisatawan. Kekurangan dari sarana
penunjang seperti tempat souvenir atau tempat oleholeh akan segera didiskusikan oleh pemerintah
daerah dengan masyarakat setempat. Mengingat hal
tersebut merupakan salah satu elemen penting yang
juga akan berpengaruh terhadap perekonomian
masyarakat sekitar. Sehingga dari hasil penelitian
tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
pengembangan Telaga Ngebel sebagai obyek wisata
sudah berjalan dengan baik, hanya saja masih
dibutuhkan beberapa perbaikan dari segi sarana
penunjang seperti penyediaan tempat souvenir dan
oleh-oleh bagi wisatawan. Hal tersebut penting untuk
dilakukan karena dapat membuka peluang usaha
baru bagi masyarakat setempat yang ingin
meningkatkan penghasilan yang diperoleh.
4.1.2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
(SDM)
Menurut Suwantoro (2004:23), masyarakat
di sekitar obyek wisata perlu mengetahui berbagai
jenis dan kualitas layanan yang dibutuhkan oleh
wisatawan. Dalam hal ini pemerintah diharapkan
mampu memberikan pelatihan atau penyuluhan
kepada masyarakat, dengan terbinanya masyarakat
yang sadar wisata maka hal tersebut akan berdampak
pada kualitas pelayanan serta kepuasan wisatawan.
Berdasarkan penelitian, sesuai dengan
pernyataan yang diungkapkan oleh Suwantoro
tersebut, kondisi masyarakat yang ada di sekitar
kawasan wisata Telaga Ngebel tergolong masyarakat
yang memiliki tingkat sadar wisata yang cukup
tinggi. Hal tersebut dibuktikan dengan bagaimana
cara masyarakat memanfaatkan keahlian dan
kreatifitas mereka dalam menyikapi keberadaan

industri pariwisata di desanya. Mereka menuangkan
kreatifitas dan keahlian yang mereka miliki dengan
cara menciptakan suatu usaha untuk mendapatkan
penghasilan yang sesuai dengan apa yang mereka
harapkan.
Sarana wisata yang dibangun atas dasar
kerjasama antara pemerintah daerah dan
masayarakat sekitar dinilai mampu meningkatkan
perekonomian dengan memanfaatkan pariwisata
yang ada di desanya. Kondisi masyarakat yang
seperti ini dapat mendukung terhadap perkembangan
pariwisata yang mana juga berdampak pada tingkat
kepuasan wisatawan yang berkunjung di obyek
wisata tersebut. Selanjutnya, Suwantoro (2004:56)
menjelaskan bahwa sumber daya manusia
merupakan salah satu modal dasar pengembangan
pariwisata, yang mana sumber daya manusia yang
dimaksud harus memiliki keahlian dan keterampilan
yang tujuannya untuk memberi jasa pelayanan
pariwisata. Sumber daya manusia memiliki pengaruh
besar terhadap proses pengembangan pariwisata
karena mereka merupakan penyedia sarana dan
prasarana bagi obyek wisatanya sendiri.
Pengembangan sumber daya manusia yang
dilaksanakan di sekitar Telaga Ngebel juga tidak
lepas dari campur tangan pemerintah kota dalam
memberikan bimbingan serta motivasi melalui
pelatihan atau penyuluhan yang dilakukan pada dua
bulan atau tiga bulan sekali. Tujuan dari pelatihan
atau penyuluhan yang diberikan tidak lain adalah
untuk
membangkitkan
serta
meningkatkan
kreatifitas dan keahlian yang masyarakat miliki.
Sehingga mereka dapat menuangkan kreatifitasnya
dengan terus menggali potensi yang ada.Dalam
pengembangannya, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata yang memiliki wewenang untuk
menciptakan strategi juga tidak tinggal diam begitu
saja.
Beberapa
program
baru
seperti
penyelenggaraan acara pentas musik setiap bulan
dan pertunjukanReog di lapangan Ngebel setiap dua
bulan sekali merupakan salah satu ide kreatif yang
dirancang untuk meramaikan obyek wisata Telaga
Ngebel. Upaya yang dilakukan sedemikian rupa
terbukti dapat menarik minat wisatawan untuk
berkunjung ke Telaga Ngebel. Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata akan terus menciptakan strategi baru
dalam pengembangan obyek wisata Telaga Ngebel
yang salah satu contohnya adalah akan dibuatnya
taman baru yang digunakan untuk berfoto atau selfi.
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

6

4.2. Dampak Pengembangan Telaga Ngebel
sebagai Obyek Wisata
4.2.1. Peningkatan Pendapatan Masyarakat dari
Kegiatan Pariwisata
Perkembangan pariwisata yang semakin
pesat juga membawa dampak kepada obyek wisata
Telaga Ngebel untuk terus memperbaiki kualitas
pelayanan yang dimiliki bagi wisatawan.Salah satu
dampak positif yang dirasakan dari perkembangan
pariwisata adalah meningkatknya pendapatan
masyarakat
secara
langsung.
Peningkatan
pendapatan yang dirasakan secara langsung yaitu
bagi masyarakat yang secara langsung mengambil
keuntungan dari wisatawan seperti pemilik
penginapan, pedagang kaki lima dan pemilik rumah
makan, serta pemilik speedboat sebagai penyedia
sarana wisata.
Menurut Wahab (2003:77) yang menjelaskan
bahwa wisata yang di berada pada suatu negara, baik
secara individu maupun dalam kelompok, tentu akan
membelanjakan uangnya selama berada di tempat
wisata untuk membayar jasa atau barang-barang
wisata. Semakin bertambahnya konsumsi wisatawan
maka semakin banyak pula jasa-jasa wisata.Hal ini
menunjukkan bahwa wisata menjadi sumber
pendapatan.Berdasarkan penelitian, konsumsi wisata
di obyek wisata Telaga Ngebel terbilang tinggi dan
meningkat pada waktu-waktu tertentu.Hal tersebut
disebabkan oleh peningkatan jumlah wisatawan yang
berkunjung. Jumlah pengunjung yang biasanya dapat
diprediksi oleh pelaku usaha di sekitar obyek wisata
adalah ketika akan berlangsungnya penyelenggaraan
acara upacara adat Larungan di Telaga Ngebel yang
sudah pasti dipadati oleh wisatawan yang datang dari
berbagai penjuru. Acara –acara lain seperti pentas
musik dan pertunjukkan Reog juga dapat menarik
minat wisatawan yang berkunjung dalam jumlah
yang besar. Pada acara-acara tersebutlah konsumsi
masyarakat akan bertambah sehingga jasa-jasa yang
disediakan juga akan bertambah. Peluang bisnis lain
yang dilakukan masyarakat obyek wisata Telaga
Ngebel adalah sebagai penjual buah durian ketika
musim panen tiba. Profesi sebagai petani sekaligus
penjual buah durian dijadikan sebagai usaha
sampingan disebabkan mereka hanya akan berjualan
ketika panen tiba. Terbukti dengan berjualan buah
durian masyarakat mendapatkan penghasilan yang
cukup tinggi karena jumlah wisatawan yang
berkunjung cenderung datang hanya untuk membeli

buah durian. Tentu saja jika penghasilan yang
dikatakan cukup tinggi pembelinya juga dalam
jumlah yang besar.Hal ini disebabkan hasil buah
durian di wilayah Ngebel merupakan yang paling
enak dan digemari masyarakat.
Selain penyedia fasilitas pariwisata, pemilik
usaha di sektor pariwisata juga mendapatkan
keuntungan
dengan
adanya
perkembangan
pariwisata. Menurut Pitana dan Diarta (2009:186)
menyatakan “jumlah wisatawan yang banyak
merupakan pasar bagi produk lokal. Masyarakat
secara perseorangan juga mendapat penghasilan jika
mereka bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan
tersebut”.Sejalan dengan pernyatan tersebut,
masyarakat di sekitar Telaga Ngebel mendapatkan
penghasilan dari usaha yang mereka jalankan dengan
memanfaatkan wisatawan sebagai pasar bagi produk
lokal.
Berdasarkan
hasil
penelitian,
dapat
disimpulkan bahwa mayoritas penduduk atau
masyarakat sekitar obyek wisata Telaga Ngebel
memanfaatkan peluang kerja seperti berdagang
sebagai pemilik rumah makan ataupun sebagai
pedagang kaki limah penjual buah duriah, juga
sebagai penjual jasa seperti pemilik penginapan atau
penyedia
jasa
wisata
berupa
pemilik
speedboat.Pekerjaan seperti yang telah disebutkan
sebelumnya telah membuktikan dapat meningkatkan
pendapatan bagi masyarakat setempat yang
melakukan usaha atau bisnis
dari kegiatan
pariwisata yang ada.
4.2.2. Ketergantungan pada Pariwisata
Menurut Mathieson dan Wall yang dikutip
oleh Pitana dan Diarta (2009:191) mengungkapkan
beberapa
daerah
tujuan
wisata
sangat
menggantungkan pendapatan
atau kegiatan
ekonominya pada sektor pariwisata. Pariwisata
sangat rentan terhadap fluktuasi beberapa isu (misal
teror, penyakit, konflik dan lain sebagainya) yang
akan mempengaruhi minat wisatawan untuk
berkunjung ke daerah wisata tersebut. Akibatnya,
kegiatan ekonomi juga mengalami penurunan tajam
akibat sumbangan dari kegiatan pariwisata.Begitu
pariwisata mengalaami penurunan, langsung
maupun tidak langsung hal tersebut akan
menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi secara
berantai. Hal tersebut juga berlaku bagi obyek wisata
Telaga Ngebel yang juga akan mengalami penurunan

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

7

dari segi ekonomi apabila terjadi penurunan aktifitas
pariwisata.
Berdasarkan penelitian, masyarakat sekitar
obyek wisata yang berperan sebagai penyedia
layanan wisata mayoritas menggantungkan mata
pencaharian pada kegiatan pariwisata di Telaga
Ngebel. Sebagian besar dari mereka tidak memiliki
pekerjaan lain atau pekerjaan sampingan selain yang
berhubungan dengan pariwisata. Sehingga, apabila
terjadi penurunan ekonomi, tidak ada usaha atau
bisnis lain yang mem-backup pendapatan yang
diperoleh masyarakat. Apabila musim liburan
sedang sepi atau low season, pendapatan masyarakat
dapat menurun. Sebaliknya, jika musim liburan
sedang ramai atau high season makan penghasilan
yang didapatkan pemilik usaha (masyarakat) juga
akan meningkat.
4.2.3. Upaya mempromosikan Telaga Ngebel
sebagai Obyek Wisata
Seiring berjalannya waktu, perkembangan
media promosi juga semakin beragam. Promosi
pariwisata di Telaga Ngebel juga sudah dilaksanakan
oleh pemerintah kota yang dimana dalam hal ini
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ponorogo.
Namun, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Ponorogo tidak melakukan promosi yang sifatnya
lebih ke khusus, melainkan promosi yang
dilaksanakan bersifat umum atau menyeluruh yang
artinya promosi tersebut mencakup secara
keseluruhan tempat wisata yang ada di Kota
Ponorogo. Bentuk promosi yang dilakukan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata untuk Kota
Ponorogo sangat beragam, diantaranya adalah:
1) Mengadakan pameran : pameran yang diadakan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata berupa
produk wisata seperti hasil peternakan, buahbuahan, dan lain sebagainya. Hal tersebut memicu
minat wisatawan untuk berkunjung suatu ke
tempat wisata.
2) Mengadakan
Festival
:
Festival
yang
diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata memiliki banyak macam. Misal
Festival Reyog tingkat Nasional yang diadakan
setiap satu Suro bertempat di Alun-Alun
Ponorogo yang diikuti oleh ratusan partisipan.
Festival Kirab Budaya yang mengusung tema
budaya yang ada di Indonesia, Kirab Pusaka yang
diikuti oleh sekolah-sekolah mulai dari Sekolah
Dasar sampai Sekolah Menengah Atas, upacara

Larungan yang ada di Telaga Ngebel
penyelenggarakan festival seperti yang telah
disebutkan telah terbukti mampu menarik minat
wisatawan untuk menyaksikan acara tersebut.
3) Website Dinas Kebudayaan dan Pariwisata yang
disediakan untuk masyarakat luas. Siapapun dapat
mengakses website resmi Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata untuk mendapatkan informasi penting
seputar wisata yang ada di Kota Ponorogo. Selain
itu, terdapat pula informasi mengenai akomodasi
wisatawan yang meliputi penginapan dan hotel.
Terdapat juga paket wisata alam bagi mereka para
penikmat alam. Website tersebut sangat
membantu dalam memperkenalkan tempat
wisata, karena dengan cara ini wisatawan akan
mendapatkan informasi sehingga tertarik untuk
mnegunjungi Kota Ponorogo.
Berbagai bentuk promosi yang digunakan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Ponorogo
Menggunakan
media
dalam
pelaksananannya. Beberapa media yang digunakan
oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota
Ponorogo adalah sebagai berikut:
1) Media eletronik : melalui media ini wisatawan
dapat memperoleh informasitentang wisata yang
ada di Kota Ponorogo. Media elektronik tersebut
berupa iklan di televisi, situs resmi Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Ponorogo, situssitus atau blog, dan lain sebagainya.
2) Media cetak : media cetak juga merupakan media
yang efektif yang berperan sebagai promosi.
Media cetak yang dimaksut dapat berupa iklan
surat kabar.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan, promosi yang paling efektif untuk
dilakukan adalah promosi melalui internet. Selain
mudah untuk dibuat, siapapun juga dapat
mengaksesnya dengan mudah. Promosi melalui
internet dapat dijangkau sampai ke berbagai daerah
dengan mudah seiring dengan perkembangan
teknologi yang ada, terutama promosi melalui
website dan media sosial. Semua bentuk promosi
melalui berbagai media dapat dikatakan efektif untuk
menginformasikan dan memperkenalkan potensi
yang ada di Telaga Ngebel. Hal tersebut sejalan
dengan pendapat yang telah diungkapkan oleh
Suwantoro (2004:56) bahwa promosi juga akan
menjadi media untuk menginformasikan produk
wisata yang ada di Daerah Tujuan Wisata (DTW).

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

8

Promosi yang dilakukan pada sektor
pariwisata berbeda dengan sektor umum. Pitana dan
Diarta (2009:155) menyatakan bahwa pariwisata
memiliki beberapa dimensi yang sangat berbeda
dengan dimensi produk umum seperti yang sering
ditemui di pasaran, yaitu sebagai berikut:
a) Intangbility
Produk/jasa layanan berarti produk yang
ditawarkan tidak berbentuk seperti barang nyata
yang bisa kita temui dalam pengertian produk yang
bisa dilihat dan dipajang di pasar, toko, atau tempat
penjualan lainnya. Hal tersebut menyebabkan
pariwisata tidak dapat di evalusi atau di
demonstrasikan sebelum dipakai atau dibeli. Oleh
karena itu, pemasar produk pariwisata akan
menghadapi tantangan yang besar karena tempat dan
waktu selalu berubah dan memengaruhi kualitas
produk. Salah satu solusi untuk membantu pemasar
pariwisata adalah dengan membuat brosur, video,
dan berbagai macam sarana informasi mengenai
jenis produk pariwisata yang ditawarkan guna
meningkatkan tangiblity produk tersebut. Pemasar
pariwisata harus mampu menyediakan branding
yang jelas dan terkelola dengan baik atas produk
pariwisata.
Berdasarkan
pernyataan
yang
telah
disebutkan diatas, dapat diketahu bahwa promosi
yang dilakukan oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Ponorogo dalam mengatasi masalah
produk pariwisata yang termasuk pada kategori
tangibiliity telah dilakukan. Pemerintah telah
melakukan penyebaran brosur yang memuat tentang
acara/event yang sedang berlangsung di Telaga
Ngebel (misal brosur lomba burung berkicau yang
bertempat di Telaga Ngebel pada tahun 2016 silam
merupakan salah satu bentuk promosi yang
dilakukan oleh Pemerintah Kota dalam meramaikan
kawasan wisata Telaga Ngebel). Selain pembuatan
brosur, beberapa video kegiatan yang pernah
berlangsung di Telaga Ngebel juga diunggah melalui
youtube. Beberapa stasiun televisi swasta maupun
lokal juga ikut serta dalam mempromosikan kawasan
wisata Telaga Ngebel kepada khalayak umum.
b) Perishability
Produk/jasa layanan tidak seperti barang
pabrik, tidak dapat disimpan untuk dijual kemudian
hari. Hal seperti itu menyebabkan industri pariwisata
memiliki resiko yang cukup tinggi. Pemasar dalam
industri pariwisata harus mengombinasikan beragam
kebijakan harga dan promosi dalam usaha menjual

produk dalam masa sepi (off-season) dan membuat
sinkronisasi yang lebih baik antara penawaran
dengan permintaan pasar. Untuk mengantisipasi sifat
produk yang perishability ini diperlukan usaha
pemasar untuk membuat pemasangan produk dan
mengelola permintaan pasar yang smooth dengan
melakukan bauran pemasaran jika permintaan ada
dibawah rata-rata.
Berdasarkan hasil
penelitian, dalam
mengatasi masalah perishability pariwisata,
pemerintah belum melakukan tindakan yang terlihat.
Pemerintah masih menyusun strategi kebijakan
harga serta mutu produk pariwisata. Belum ada
strategi khusus untuk meramalkan permintaan pasar
atas produk pariwisata.
c) Inseparability
Produk/jasa pelayanan seperti pariwisata
biasanya merupakan produk yang dibentuk dari
berbagai produk pendukung yang terpisah-pisah.
Misalnya mulai dari tour dan travel, airlines, hotel,
restauran, dan sebagainya. Hal yang demikian
mengandung resiko sebab setiap produk yang
berbeda juga akan memiliki standar kualitas
pelayanan yang berbeda pula.
Solusi untuk
mengatasi masalah ini adalah dengan membuat
program penjaminan mutu mengingat sifat produk
jasa pariwisata menyangkut hubungan interpersonal
dimana performance karyawan atau penyedia
layanan secara langsung berhubungan dan
menentukan tingkat kepuasan dan pengalaman
konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian, solusi yang
dapat ditawarkan oleh pemerintah untuk mengatasi
inseparability pada pariwisata di Kota Ponorogo
adalah memberikan standarisasi mutu dan harga
produk wisata, serta mengembangkan sumber daya
manusia yang berhubungan langsung dengan
wisatawan untuk meningkatkan kepuasan dan
pengalaman wisatawan berlibur ke Kota Ponorogo,
terutama di kawasan wisata Telaga Ngebel.
Promosi pariwisata yang dilakukan oleh
pemerintah kota akan lebih efektif apabila ketiga
perbedaan dimensi pemasaran dapat dijalankan
dengan leih baik. Oleh sebab itu, Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Kota Ponorogo harus memiliki
strategi dalam meramalkan permintaan wisatawan
tentang produk wisata untuk mengatasi masalah
perishability. Sebab saat ini, belum ada strategi dari
pemerintah untuk mengatasi perishability yang
merupakan salah satu dimensi yang ada pada
Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

9

pariwisata. Berdasarkan analisa tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa promosi yang dilakukan oleh
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata di Telaga Ngebel
masih belum efektif.

Musanef. 1995. Manajemen Usaha Pariwisata di
Indonesia. Jakarta : PT Toko Gunung Agung

5.
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
a. Sebagai obyek wisata, Telaga Ngebel dapat
dikatakan
sudah
cukup
baik
dalam
pengembangan kawasan pariwisatanya karena
telah memenuhi beberapa kriteria kebutuhan
wisatawan dalam hal kerapian, keindahan, serta
kebersihan.
b. Pelaksanaan Pengembangan Sumber Daya
Manusia di kawasan wisata Telaga Ngebel telah
berjalan dengan baik. Hal itu dibuktikan dengan
antusias masyarakat sekitar Telaga Ngebel yang
cukup tinggi dalam upaya memperbaiki obyek
wisata tersebut.
c. Kegiatan pariwisata pada obyek wisata Telaga
Ngebel membawa dampak positif bagi
masyarakat sekitar, salah satunya adalah dampak
ekonomi.
Masyarakat
merasakan
pada
peningkatan pendapatan yang diperoleh cukup
signifikan ketika obyek wisata yang dikelola
semakin menunjukkan kualitas yang baik.
d. Sebagai salah satu upaya dalam pengembangan
pariwisata, promosi memiliki peran yang penting
dalam meningkatkan kunjungan wisatawan.
Secara umum, promosi yang dilakukan oleh
pemerintah kota maupun pemerintah daerah
sudah baik, yaitu promosi dilakukan melalui
penyelenggaraan pameran atau festival serta
promosi melalui media massa seperti facebook,
blog, website resmi, dan promosi melalui televisi.

Pitana I Gede dan Diarta, I Ketut Surya. 2009.
Pengantar
Ilmu
Pariwisata.
Yogyakarta:CV.Andi Offset

5.2. Saran
Saran untuk Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Ponorogo
a. Memberikan rekomendasi kepada Disperindag
untuk menyediakan pusat kerajinan yang berguna
untuk menampung kreativitas dan keterampilan
masyarakat.
b. Penambahan terhadap wahana yang ada di obyek
wisata Telaga Ngebel

Muljadi, A.J .2014 . Kepariwisataan dan Perjalanan
.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada

Sunaryo, Bambang .2013 . Kebijakan Pembangunan
Destinasi Pariwisata (Konsep dan Aplikasinya
di Indonesia) .Yogyakarta:Gava Media
Suwantoro, Gamal .2004 . Dasar-Dasar Pariwisata
.Yogyakarta : Andi
Suud, Mohammad .2006 .Orientasi Kesejahteraan
Sosial . Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher
Yoeti, Oka. Edisi Revisi .1996 . Pengantar Ilmu
Pariwisata. Bandung:Penerbit Angkasa.
Internet :
Bappeda.ponorogo.go.id, 2013. Rencana Tapak
Kawasan
Wisata
Telaga
Ngebel
(bappeda.ponorogo.go.id/index.php/kegiatan/i
temlist/user/63-admin?start=92)(diakses pada
06 Maret 2017 pukul 09:14)
Download.portalgaruda.org, 2014. Peran Pariwisata
Terhadap
Kesejahteraan
Masyarakat
(download.portalgaruda.org/article.php?...PE
RAN%20PARIWISATA%20TERHADAP.)
(diakses pada 06 Maret 2017 pukul 09:14)
Kemenpar.go.id, 2015. Pariwisata Kini Jadi Andalan
Pendulang
Devisa
Negara
(www.kemenpar.go.id/asp/detil.asp?c=16&id
=2959) (diakses pada 06 Maret 2017 pukul
08:30)

DAFTAR PUSTAKA
James, Spillane. J . 1982. Pariwisataa Indonesia,
Sejarah dan Prospeknya.

Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 53 No.2 Desember 2017|
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id

10