Kepuasan Pasien Umum dan Peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) di Poli Rawat Jalan Rumah Sakit Santa Elisabeth Medan Tahun 2016

8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Jasa

2.1.1

Definisi jasa
Jasa atau pelayanan merupakan suatu kinerja penampilan, tidak berwujud dan

cepat hilang, lebih dapat dirasakan daripada dimiliki, serta pelanggan lebih dapat
berpartisipasi aktif dalam proses mengkonsumsi jasa tersebut (Supranto, 2006).
Jasa merupakan kegiatan yang sengaja dijual untuk memberikan kepuasan kepada
pemakainya (Muninjaya, 2012). Jasa merupakan sesuatu yang abstrak oleh karena itu
menanganinya lebih sulit dari pada barang. Jika barang bisa dijelaskan secara objek fisik
atau peralatan, maka jasa berupa kinerja atau tindakan (Setiawan, 2011).


2.1.2

Karakteristik jasa
Seperti yang telah diuraikan mengenai defini jasa, terdapat beberapa karakteristik

jasa yang membedakannya dari barang. Menurut Muninjaya (2012) karakteristik jasa,
yaitu:

1. Intangibility (Tidak berwujud)
Intangible berarti bahwa produk jasa tidak dapat dilihat, tidak dapat diraba,

tidak dapat dirasa, tidak dapat dicium, tidak dapat didengar, atau tidak dapat
dicoba sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidak pastian bagi pengguna jasa,
calon pengguna jasa harus benar – benar memperhatikan adanya bukti tentang
mutu jasa pelayanan sesuai dengan standar mutu yang umum berlaku. Oleh karena
itu, manajemen institusi penyedia jasa harus mengembangkan kiat – kiat
manajemen agar sifat – sifat intangible jasa berubah menjadi lebih tangible (bisa
dirasakan) dan ada bukti nyatanya.

8


Universitas Sumatera Utara

9

2. Inseparability (Tidak dapat dipisahkan)
Perbedaan antara produk barang dengan jasa pelayanan, yaitu produk
barang biasanya dihasilkan lebih dahulu sebelum dijual, sedangkan jasa pelayanan
akan dilakukan apabila adanya permintaan dari pengguna jasa. Produk barang
juga akan dipajang atau ditata di toko – toko penyalur sebelum dibeli atau
dikonsumsi oleh konsumen, sedangkan jasa pelayanan akan diberikan atau
disediakan ketika pengguna jasa menerimanya. Contohnya, perawatan ibu bersalin
akan disiapkan kalau ada ibu hamil yang akan melakukan persalinan. Dalam hal
tersebut, adanya interaksi langsung antara penyedia jasa pelayanan persalinan
dengan ibu hamil sebagai pengguna jasa pelayanan. Keduanya akan saling
mempengaruhi hasil (outcome) layanan. Faktor komunikasi verbal dan non verbal
antara penyedia jasa pelayanan dengan pengguna jasa pelayanan sangat
mempengaruhi hasilnya (outcome). Untuk mengetahui mutu jasa pelayanan dikaji
dari aspek pengguna adalah mengukur tingkat kepuasan pengguna layanan
tersebut.

3. Variability (Keragaman)
Sifat jasa pelayanan sangat bervariasi. Tidak mudah menentukan standar
output

untuk setiap jasa pelayanan. Kondisi jasa seperti ini disebut

nonstandarlized output. Dari sini, dapat disimak beragam variasi jasa dari aspek

benetuk, kualitas, dan jenisnya. Demikian pula penggunanya, waktunya (kapan),
lokasinya dan produsen jasa tersebut. Misalnya, variasi pelayanan rumah sakit
dibedaka berdasarkan kelas perawatannya karena berbeda tarif pelayanannya,
berbeda kelengkapan fasilitas ruangannya atau kelengkapan peralatannya.
Meskipun ada keragaman jasa pelayanan, secara teknis harus diupayakan agar jasa

Universitas Sumatera Utara

10

pelayanan memiliki standar atau paling tidak mendapat persetujuan kelompok ahli
untuk mengurangi keragaman pelayanan yang diterima oleh penggunan jasa

karena sifat dan jenis jasa pelayanannya memang berbeda.
4. Perishability (Tidak tahan lama)
Salah satu sifat khas jasa adalah tidak tahan lama. Dan juga tidak dapat
disimpan. Misalnya, operasi caesar untuk menolong ibu bersalin akan dilakukan
berdasarkan indikasi medis. Pelayanan seperti ini tidak bisa dipesan dulu oleh
seorang ibu hamil.
2.2

Pelayanan Kesehatan
Berdasarkan Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009

tentang Kesehatan, pelayanan kesehatan terdiri atas pelayanan kesehatan perseorangan
dan pelayanan kesehatan masyarakat. Pelayanan kesehatan mencakup upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan harus diselenggarakan secara
bertanggung jawab, aman, bermutu, serta merata dan nondiskriminatif.
Muninjaya (2012) menjelaskan bahwa ada beberapa kriteria pelayanan kesehatan
yang baik, yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Availability; Pelayanan kesehatan yang baik harus tersedia di masyarakat dan
dilaksanakan secara komprehensif mulai dari upaya pelayanan promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Masyarakat tidak sulit menemukan
pelayanan kesehatan.
2. Appropriateness; Bersifat wajar, pelayanan kesehatan harus sesuai dengan
kebutuhan masyarakat di suatu wilayah. Kebutuhan masyarakat diukur dari
pola penyakit yang berkembang di wilayah tersebut.

Universitas Sumatera Utara

11

3. Continuity-Sustainability;

Pelayanan kesehatan di suatu daerah harus

berlangsung untuk jangka waktu yang lama dan dilaksanakan secara
berkesinambungan.
4. Acceptability; Pelayanan kesehatan juga harus dapat diterima oleh masyarakat
dan memerhatikan aspek sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat.
5. Affordable; Biaya atau tarif pelayanan kesehatan dapat dijangkau oleh
masyarakat umum. Tidak hanya orang tertentu saja yang dapat memanfaatkan

pelayanan kesehatan.
6. Efficient; Pelayanan kesehatan harus dikelola secara efisien.
7. Quality; Pelayanan yang diakses di masyarakat harus terjaga mutunya.
2.3

Rumah Sakit

2.3.1

Definisi rumah sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit).

2.3.2

Tugas dan fungsi
Secara umum, rumah sakit memiliki tugas dan fungsi yang tertulis dalam Undang


– Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Adapun
tugas rumah sakit yaitu memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
sedangkan fungsi rumah sakit, yaitu:

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit.
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

Universitas Sumatera Utara

12

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.3.3


Klasifikasi
Adapun jenis rumah sakit dapat dilihat dari jenis pelayanan dan

pengelolaannya. Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit terbagi atas Rumah
Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus. Yang dimaksud dengan Rumah Sakit
Umum, pelayanan kesehatan yang disediakan mencakup semua bidang dan jenis
penyakit, sedangkan Rumah Sakit Khusus hanya menyediakan pelayanan
kesehatan pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin
ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya.
Berdasaran pengelolaannya, rumah sakit dibagi menjadi Rumah Sakit
Publik dan Rumah Sakit Privat. Rumah Sakit Publik dikelola oleh Pemerintah,
Pemerintah daerah, badan hukum yang bersifat nirlaba, sedangkan Rumah Sakit
Privat dikelola oleh badan hukum yang bersifat profit, yang berbentuk Perseroan
Terbatas atau Persero.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit, berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, klasifikasi rumah sakit dapat dibedakan
sebagai berikut:


Universitas Sumatera Utara

13

1. Klasifikasi Rumah Sakit Umum
a. Rumah Sakit Umum kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum kelas D;
2. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus
a. Rumah Sakit Khusus kelas A
b. Rumah Sakit Khusus kelas B
c. Rumah Sakit Khusus kelas C
2.3.4 Standar Pelayanan Rumah Sakit
Dalam penelitian ini, ada beberapa standar pelayanan yang digunakan
berdasarkan

Keputusan

Menteri


Kesehatan

Rpublik

Indonesia

Nomor

129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Adapun
standar tersebut, yaitu:

1. Waktu tunggu di rawat jalan ฀ 60 menit.
Yang dimaksud waktu tunggu adalah waktu yang diperlukan mulai pasien
mendaftar sampai dilayani oleh dokter spesialis.
2. Waktu tunggu pelayanan farmasi.
Waktu tunggu pelayanan farmasi dibagi menjadi 2 (dua), yaitu waktu tunggu
pelayanan obat jadi dan obat racikan. Waktu tunggu untuk pelayanan obat jadi
฀ 30 menit, sedangkan untuk pelayanan obat racikan ฀ 60 menit.
3. Tidak adanya kesalahan pemberian obat.

Kesalahan pemberian obat meliputi:
฀ Salah dalam memberikan jenis obat

฀ Salah dalam memberikan dosis

Universitas Sumatera Utara

14

฀ Salah orang

฀ Salah jumlah
4. Kelengkapan pengisian rekam medik 24 jam setelah selesai pelayanan.
Rekam medik yang lengkap adalah rekam medik yang telah diisi lengkap oleh
dokter dalam waktu ฀ 24 jam setelah selesai pelayanan rawat jalan yang
meliputi identitas pasien, anamnesis, rencana asuhan, pelaksanaan asuhan,
tindak lanjut dan resume.
2.3.5 Instalasi rawat jalan
Instalasi rawat jalan merupakan gerbang utama yang mencerminkan rumah sakit
secara keseluruhan. Kesan pertama masyarakat terhadap rumah sakit adalah penampilan
dari instalasi rawat jalan (Mardiana, 2012). Azwar (2010) menyatakan bahwa
peningkatan angka utilisasi pelayanan di rumah sakit adalah dua sampai tiga kali lebih
tinggi dari peningkatan angka utilisasi pelayanan rawat inap. Adapun faktor-faktor yang
berperan sebagai penyebab makin berkembangnya pelayanan rawat jalan, dapat
disederhanakan sebagai berikut:

1. Sarana dan prasarana yang diperlukan untuk menyelenggarakan pelayanan
rawat jalan relatif lebih sederhana dan murah, karena itu lebih banyak
didirikan.
2. Kebijakan pemerintah untuk mengendalikan biaya kesehatan mendorong
dikembangkannya berbagai sarana pelayanan rawat jalan.
3. Tingkat kesadaran kesehatan penduduk yang makin meningkat, yang tidak lagi
membutuhkan pelayanan untuk mengobati penyakit saja., tetapi juga untuk
memelihara atau meningkatkan kesehatan yang umumnya dapat dilayanani
oleh sarana pelayanan rawat jalan saja.

Universitas Sumatera Utara

15

4. Kemajuan ilmu dan teknologi kedokteran yang telah dapat melakukan berbagai
tindakan kedokteran yang dulunya memerlukan pelayanan rawat inap, tetapi
saat ini cukup dilayani dengan pelayanan rawat jalan saja.
5. Utilisasi rumah sakit yang makin terbatas, dan karenanya untuk meningkatkan
income, kecuali lebih mengembangkan pelayanan rawat jalan yang ada di

rumah sakit juga terpaksa mendirikan berbagai sarana pelayanan rawat jalan di
luar rumah sakit.
2.4

Mutu Pelayanan Kesehatan

2.4.1

Definisi mutu
Azwar (2010) menyatakan bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah yang

menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat
menimbulkan kepuasan pada setiap pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata
penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Setiap orang akan menilai mutu layanan berdasarkan standar dan atau kriteria
yang berbeda-beda. Menurut Pohan (2007), setiap mereka yang terlibat dalam layanan
kesehatan, seperti pasien, masyarakat dan organisasi masyarakat, profesi layanan
kesehatan, dinas kesehatan, dan pemerintah daerah, pasti mempunyai pandangan yang
berbeda tentang unsur apa yang penting dalam mutu layanan kesehatan. Berbagai
pandangan yang berbeda tersebut, dapat dilihat sebagi berikut:

1. Perspektif pasien/masyarakat
Dari pandangan pasien/masyarakat, layanan kesehatan yang bermutu
apabila layanan kesehatan dapat memenuhi kebutuhan yang dirasakannya dan
diselenggarakan dengan cara yang sopan dan santun, tepat waktu, tanggap dan
mampu menyembuhkan keluhannya serta mencegah berkembangnya atau

Universitas Sumatera Utara

16

meluasnya penyakit. Pandangan pasien/masyarakat sangat penting karena pasien
yang merasa puas dengan layanan akan mematuhi pengobatan dan melakukan
kunjungan kembali.
2. Perspektif pemberi layanan kesehatan (provider)
Provider lebih mengaitkan mutu layanan kesehatan dengan ketersediaan

peralatan, prosedur kinerja atau protokol, kebebasan profesi dalam setiap
melakukan pelayanan kesehatan sesuai dengan teknologi kesehatan mutakhir, dan
bagaimana keluaran (outcome) atau hasil layanan kesehatan itu.
3. Perspektif penyandang dana
Penyandang dana atau asuransi kesehatan berpandangan bahwa layanan
kesehatan yang bermutu adalah layanan yang efesien dan efektif, mampu
menyembuhkan pasien dalam waktu sesingkat mungkin, untuk meminimalisir
biaya kesehatan. Kegiatan-kegiatan promotif juga lebih dikedepankan untuk
mencegah penyakit sehingga penggunaan layanan kesehatan dalam hal kuratif
atau rehabilitatif berkurang.
4. Perspektif pemilik sarana layanan kesehatan
Pemilik saranan layanan kesehatan berpandangan bahwa layanan
kesehatan yang bermutu merupakan layanan kesehatan yang menghasilkan
pendapatan yang mampu menutupi biaya operasional dan pemeliharaan, tetapi
dengan tarif layanan yang masih terjangkau oleh pasien/masyarakat.
5. Perspektif administrator layanan kesehatan
Administrator layanan kesehatan tidak secara langsung memberikan
layanan kesehatan, namun ikut bertanggung jawab dalam masalah mutu layanan
kesehatan. Pemusatan perhatian terhadap beberapa dimensi mutu layanan

Universitas Sumatera Utara

17

kesehatan tertentu, akan membantu administrator layanan kesehatan dalam
menyusun prioritas masalah dan dalam meyediakan apa yang menjadi kebutuhan
dan harapan pasien serta pemberi layanan kesehatan.
Dari beberapa batasan tentang mutu pelayanan kesehatan, dapat disimpulakan
bahwa mutu pelayanan kesehatan adalah penilaian yang diberikan atas dua dasar, yaitu
penilaian pasien sebagai pengguna pelayanan kesehatan, dan penilaian sesuai standar
baku mutu pelayanan yang sudah ditetapkan bagi pelayanan kesehatan yang harus
dijalankan oleh segenap unsur pemberi layanan kesehatan.

2.4.2

Dimensi mutu
Dimensi mutu sama halnya dengan kebutuhan pelanggan (customer requierment)

(Supranto, 2006). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa mutu merupakan
sekumpulan ciri, sekumpulan ciri tersebut bisa dilandaskan pada apa yang dibutuhkan
atau dianggap penting bagi pelanggan.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, Dimensi
mutu adalah suatu pandangan dalam menentukan suatu penilaian terhadap jenis dan mutu
pelayanan dilihat dari Akses, Efektivitas, Efisiensi, Keselamatan dan keamanan,
Kenyamanan, Kesinambungan pelayanan, Kompetensi teknis, dan Hubungan antar
manusia berdasarkan standar World Health Organization (WHO).

Dimensi mutu yang sudah lama dikenal dan paling umum digunakan untuk
menggambarkan mutu pelayanan dalam berbagai bidang jasa, termasuk pelayanan
kesehatan, yaitu dimensi mutu menurut Parasuraman, et al (1985), yang dikenal
dengan Dimensi Service Quality (Servqual). Dimensi Servqual terdiri atas 10
(sepuluh) dimensi, dan 34 aspek pelayanan yang dinilai. Dimensi – dimensi
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

18

1.

Reliability (Keandalan)

Dimensi ini berarti keandalan penyedia jasa untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan janji yang telah diberikan kepada pengguna jasa, dan melayani
dengan akurat atau meminimalisir kesalahan. Dalam dimensi ini, hal – hal yang
perlu diperhatikan seperti, ketepatan perhitungan biaya yang harus dikeluarkan
oleh pengguna jasa, menyimpan segala kegiatan yang dilakukan oleh pengguna
jasa dan penyedia jasa atau track record pelayanan sejak awal atau pertama kali
jasa digunakan, serta memberikan pelayanan tepat waktu sesuai dengan yang telah
ditetapkan dan dijanjikan.
2.

Responsiveness (Daya tanggap)

Ketanggapan berarti kesiapan dan kesediaan petugas untuk memberikan
pelayanan yang cepat dan tepat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan seperti,
memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat, dan tanggap memberikan
pelayanan.
3.

Competence (Keterampilan)

Dimensi ini berhubungan dengan keterampilan dan pengetahuan setiap
petugas saat memberikan pelayanan. Hal tersebut berarti setiap petugas harus
memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai saat memberikan
pelayanan sehingga pengguna jasa merasa yakin dan percaya ketika menggunakan
jasa tersebut.
4.

Access (Akses)

Berkaitan dengan kemudahan pelayanan untuk dicapai oleh pelanggan.
Kemudahan pelayanan dapat berupa adanya pelayanan telepon atau call center
yang mudah dihubungi (tidak sibuk dan segera ditanggapi), waktu tunggu untuk

Universitas Sumatera Utara

19

mendapatkan pelayanan tidak terlalu lama, jadwal pelayanan yang sesuai serta
lokasi pelayanan yang sesuai.
5.

Courtesy (Kesopanan)

Berkaitan dengan kesopanan, rasa hormat dan keramahan petugas ketika
memberika pelayanan. Petugas menghormati serta mempertimbangkan kebutuhan
pengguna jasa, khususnya bagi petugas yang berhubungan secara langsung
dengan pengguna jasa.
6.

Communication (Komunikasi)

Dimensi ini berarti memberikan informasi yang jelas dan mudah dipahami
oleh pengguna jasa. Setiap pengguna jasa mungkin berasal dari berbagai latar
belakang, sehingga penting bagi petugas untuk memberikan informasi yang
diperlukan dengan jelas dan mudah dipahami. Informasi yang diperlukan bagi
penggun jasa seperti, informasi tentang prosedur pelayanan, biaya yang
diperlukan untuk menggunakan jasa tersebut, serta meyakinkan pengguna jasa
bahwa jasa tersebut sesuai dengan kebutuhannya.
7.

Credibility (Kepercayaan)

Dimensi ini berkaitan dengan kepercayaan, keyakinan, serta kejujuran.
Penyedia jasa harus dapat meyakinkan penggunanya sehingga pengguna percaya
dan memiliki kesan yang baik terhadap jasa yang digunakannya. Keyakinan dan
kepercayaan pengguna jasa dapat timbul melalui reputasi penyedia jasa, nama
perusahaan, serta karakteristik penyedia jasa saar memberikan pelayanan.
8.

Security (Keamanan)

Keamanan

merupakan rasa bebas dari bahaya, risiko, atau keraguan.

Penting bagi penyedia jasa untuk menjaga hal – hal yang hanya boleh diketahui

Universitas Sumatera Utara

20

oleh pengguna dan penyedia jasa serta penyedia jasa harus meyakinkan bahwa
jasa tersebut tidak akan menimbulkan bahaya fisik atau kerugian finansial.
9.

Understanding/ Knowing the customer (Memahami pengguna jasa)

Memahami pengguna jasa berarti mengetahui apa saja yang dibutuhkan
oleh pengguna jasa. Penyedia jasa harus mempelajari setiap pengguna jasa agar
dapat memahami apa yang dibutuhkannya dan memberikan perhatian khusus
kepada setiap pengguna jasa. Hal penting lainnya adalah penyedia jasa mengenali
pengguna jasa yang sudah biasa menggunakan jasa tersebut.
10. Tangible (Bukti nyata)
Yang dimaksud denga bukti nyata adalah penampilan dari pelayanan yang
dapat secara langsung diamati oleh pengguna jasa, seperti fasilitas yang tersedia,
penampilan petugas, serta peralatan yang digunakan saat memberikan pelayanan.
Parasuraman, et al (1988), melakukan penelitian lebih lanjut tentang
dimensi servqual. Berdasarkan hasil penelitian tersebut ditemukan adanya
beberapa aspek yang memiliki nilai korelasi terendah, dan beberapa dimensi yang
saling tumpang tindih atau memiliki kesamaan, seperti dimensi communication,
credibility, security, competence dengan dimensi courtesy, dan dimensi
understading / knowing the customer dengan dimensi access, sehingga

disimpulkan bahwa beberapa aspek yang memiliki nilai korelasi rendah
dihapuskan dan dimensi – dimensi yang memiliki kesamaan akan dikombinasikan
dan dibentuk menjadi 2 (dua) dimensi yang berbeda, yaitu assurance (jaminan)
dan empathy (empati), sehingga dimensi servqual yang baru terdiri atas 5 (lima)
dimensi, dan 22 aspek pelayanan yang dinilai.
Adapun kelima dimensi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

21

1.

Tangible (Bukti nyata), yaitu berkaitan dengan fasilitas fisik, peralatan, dan
penampilan petugas.

2.

Reliability (Keandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan
sesuai dengan janji dan akurat.

3.

Responsiveness (Daya tanggap), yaitu kesediaan untuk menolong pengguna
jasa dan memberikan pelayanan yang cepat atau segera.

4.

Assurance (Jaminan), yaitu pengetahuan dan kesopanan petugas, serta
perilaku petugas yang dapat menarik kepercayaan pengguna jasa.

5.

Empathy (Empati), yaitu kepedulian, serta perhatian khusus yang diberikan
kepada setiap pengguna jasa.
Penjelasan tentang kelima dimensi servqual di atas lebih rinci dijelaskan

oleh Muninjaya (2012) sebagai berikut:
1. Tangible (Bukti nyata)
Seperti yang sebelumnya telah dijelaskan mengenai kriteria jasa, jasa tidak
dapat dilihat, dirasakan, dan dipegang. Tetapi beberapa jasa atau pelayanan dapat
disertai dengan elemen yang berwujud, dan hal ini yang akan menjadi kriteria
yang dilihat dan dinilai oleh pelanggan. Misalnya ruang tunggu yang bersih, toilet
yang bersih, seragam staf yang rapih, dan sebagainya.
2. Reliability (Keandalan)
Kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dengan tepat waktu
dan akurat sesuai dengan yang ditawarkan. Dimensi ini akan mengambarkan
banyaknya kesalahan yang dilakukan selama penyampaian pelayanan.
3. Responsivenes (Daya tanggap)

Universitas Sumatera Utara

22

Dimensi ini berarti kemapuan petugas kesehatan menolong pelanggan dan
kesiapannya melayani sesuai prosedur dan bisa memenuhi harapan pelanggan.
Harapan pelanggan terhadap kecepatan pelayanan cenderung meningkat dari
waktu ke waktu sejalan dengan kemajuan teknologi dan informasi kesehatan yang
dimiliki pelanggan. Nilai waktu semakin berharga bagi pelanggan seiring dengan
kegiatan ekonomi yang meningkat.
4. Assurance (Jaminan)
Dimensi ini berhubungan dengan pengetahuan, kesopanan, dan sifat
petugas yang dapat dipercaya oleh pelanggan. Pemenuhan kriteria ini akan
mengakibatkan pengguna pelayanan merasa terbebas dari risiko.
5. Empathy (Empati)
Kriteria ini berkaitan dengan rasa kepedulian khusus dan perhatian khusus
staf kepada setiap pelanggan, memahami kebutuhan mereka, dan memberikan
kemudahan untuk dihubungi setiap saat jika para pelanggan ingin memperoleh
bantuan.
2.4.3

Pengukuran mutu pelayanan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya tentang pandangan – padangan

terhadap mutu, maka mutu pelayanan kesehatan dapat diukur melalui perbandingan
antara standar pelayanan kesehatan yang telah disepakati dan ditetapkan sebelum mutu
dilakukan (Pohan, 2007).
Standar-standar tersebut disusun berdasarkan aspek – aspek yang dianggap

penting dalam mutu pelayanan. Seperti yang dijelaskan oleh Sabarguna (2008), aspek –
aspek yang berpengaruh baik secara langsung atau tidak, terhadap penilaian mutu, antara
lain:

Universitas Sumatera Utara

23

1. Aspek klinis, yaitu menyangkut pelayanan dokter, perawat, dan terkait dengan
teknis medis.
2. Efisiensi dan Efektivitas, yaitu pelayanan yang murah, tepat guna, tak ada
diagnosa dan terapi berlebihan.
3. Keselamatan pasien, yaitu upaya perlindungan terhadap pasien, misalnya
perlidungan jatuh dari tempat tidur, kebakaran, dan sebagainya.
4. Kepuasan pasien, yaitu berhubungan dengan kenyamanan, keramahan, dan
kecepatan pelayanan.
Donabedian dalam Pohan (2007), membuat kerangka pikir untuk mengukur mutu
layanan kesehatan berdasarkan komponen mutu meliputi:

1. Standar struktur
Standar struktur adalah standar yang menjelaskan peraturan sistem, kadang
– kadang disebut juga sebagai masukan atau struktur. Termasuk ke dalamnya

adalah hubungan organisasi, misi organisasi, kewenangan, komite – komite,
personel, peralatan, gedung, rekam medik, keuangan, perbekalan, obat, dan
fasilitas. Standar struktur disebut juga sebagai rules of the game.
2. Standar proses
Standar proses adalah sesuatu yang menyangkut semua aspek pelaksanaan
kegiatan pelayanan kesehatan, melakukan prosedur dan kebijaksanaan. Standar
proses menjelaskan apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya dan
bagaimana sistem bekerja.
3. Standar keluaran
Standar keluaran adalah hasil akhir atau akibat dari pelayanan kesehatan.
Standar keluaran akan menujukkan apakah pelayanan kesehatan akan berhasil

Universitas Sumatera Utara

24

atau gagal. Keluaran (outcome) adalah apa yang diharapkan akan terjadi sebagai
hasil dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan dan terhadap apa
keberhasilan tersebut akan diukur. Salah satu keluaran yang dimaksud dan dapat
diukur adalah kepuasan pasien.
2.5

Kepuasan Pelanggan (Pasien)

2.5.1

Batasan dan konsep kepuasan
Pelanggan atau dalam penelitian ini pasien, bisa merasa tidak puas apabila

kebutuhan dan harapannya tidak terpenuhi. Pelanggan akan merasa sangat puas bila apa
yang dialami lebih baik dari yang diharapkannya dan akan kecewa kalau terjadi
sebaliknya. Pasien yang merasa kecewa atau tidak puas akan meninggalkan pelayanan di
rumah sakit tersebut dan memilih rumah sakit lain hingga akhirnya minat masyarakat
untuk menggunakan pelayanan di rumah sakit tersebut semakin menurun (Supranto,
2006).
Buttle dalam Setiawan (2011) memberikan batasan bahwa kepuasan pelanggan
adalah respon berupa perasaan puas yang timbul karena pengalaman menggunakan suatu
produk, atau sebagian kecil dari pengalaman itu. Kepuasan pelanggan akan meningkat
apabila perusahaan mampu memahami tuntutan, memenuhi harapan, dan mewujudkan
nilai pelanggan. Nilai yang dipikirkan pelanggan adalah selisih antara evaluasi calon
pelanggan atas semua manfaat serta semua biaya yang ditawarkan dan alternatif –
alternatif yang dipikirkannya.
Pada bagian mutu telah disebutkan bahwa kepuasan pasien adalah keluaran dari
pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, kepuasan pasien merupakan hal penting yang perlu
diketahui jika ingin memperbaiki mutu pelayanan kesehatan.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai akibat
dari kinerja pelayanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien membandingkannya
dengan apa yang diharapkannya. Setiap orang memiliki standar pribadi masing-masing,

Universitas Sumatera Utara

25

suatu standar yang tidak resmi dan tidak tertulis. Pasien akan mengukur kinerja pelayanan
yang diperolehnya dengan menggunakan standar pribadinya (Pohan, 2007).
Konsep kepuasan atau ketidakpuasan muncul karena adanya kesenjangan –
kesenjangan atau gap antara harapan pelanggan dan jasa yang diberikan. Parasuraman, et
al (1985) menjelaskan terdapat 5 (lima) gap yang terjadi saat penyampaian jasa sebagai

berikut:

1. Kesenjangan antara harapan pengguna jasa dan persepsi manajemen.
Manajemen institusi pelayanan kesehatan belum mampu secara tepat
mengidentifikasi dan memahami harapan (ekspektasi) para pengguna jasa.
2. Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa.
Pemahaman

manajemen

tentang

harapan

pengguna

jasa

tidak

diterjemahkan menjadi aksi nyata yang spesifik. Misalnya, standar prosedur
pelayanan atau pelaksanaan penyampaian jasa belum dikemas sesuai dengan
harapan pengguna jasa yang semakin menuntut pelayanan yang bermutu (cepat,
ramah, tepat, dan biaya terjangkau).
3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampaiannya.
Standar pelayanan dan cara penyampaian jasa sudah tersusun baik tetapi
muncul kesenjangan karena staf pelaksana pelayanan garis depan (front line staf).
Contohnya seperti perawat, bidan, dan dokter umum di sebuah rumah sakit belum
mendapat pelatihan khusus tentang teknik penyampaian jasa tersebut. Akibatnya,
jasa pelayanan kesehatan yang ditawarkan kepada pasien tidak sesuai dengan
standar yang sudah ditetapkan oleh komite medik rumah sakit.
4. Kesenjangan antara penyampaian jasa dan harapan pihak eksternal.
Harapan pengguna jasa sangat dipengaruhi oleh cara staf dan manajemen
rumah sakit berkomunikasi dengan masyarakat calon pengguna jasanya. Harapan

Universitas Sumatera Utara

26

pengguna jasa yang sudah mulai terbentuk melalui pemasaran tidak dapat
terpenuhi karena pelayanan yang diberikan secara teknis dan kelengkapan mutu
pelayanan berbeda dengan ekspektasi mereka.
5. Kesenjangan antara jasa yang diterima pengguna dan yang diharapakan.
Kesenjangan yang terjadi jika konsumen mengukur kinerja pelayanan
dengan cara yang berbeda, termasuk persepsi pengguna yang berbeda terhadap
kualitas jasa pelayanan yang diharapakan.
Adanya kesenjangan – kesenjangan tersebut bukan berarti penyedia jasa tidak
dapat melakukan apapun. Pohan (2007) menyatakan bahwa melalui komunikasi, sedikit
banyaknya kesenjangan – kesenjangan tersebut dapat dikurangi. Komunikasi yang ikhlas,
tulus, dan penuh perhatian merupakan metode yang sangat efektif untuk mewujudkan
suasana yang saling mempercayai, saling menghargai, dan saling menghormati, suasana
yang saling kondusif untuk memodifikasi atau mengubah harapan pelanggan yang telah
lama terbentuk.
Harapan pelanggan merupakan keyakinan akan kriteria kinerja pelayanan sesuai
dengan kepentingannya sebelum mencoba atau membeli pelayanan tersebut. Menurut
Parasuraman et al (1985), harapan pelanggan dipengaruhi oleh komunikasi dari mulut ke
mulut, kebutuhan pribadi yang diinginkannya, dan pengalaman masa lalu pelanggan saat
menggunakan pelayanan, baik pada tempat pelayanan yang sama maupun berbeda. Kesan
pertama yang ditimbulkan oleh pelayanan yang digunakan sebelumnya, akan menjadi
acuan bagi pelanggan untuk menilai pelayanan yang digunakannya saat ini. Oleh karena
itu, penting bagi penyedia jasa untuk mengidentifikasi apa yang menjadi harapan pasien.
Identifikasi harapan pasien, dapat dilakukan dengan melihat aspek – aspek
pelayanan kesehatan yang mungkin dianggap penting oleh pasien, sehinga akan
mempengaruhi kepuasan pasien. Adapun aspek – aspek yang mempengaruhi kepuasan
pasien menurut Sabarguna (2008), yaitu:

Universitas Sumatera Utara

27

1. Kenyamanan
2. Hubungan pasien dengan petugas rumah sakit
3. Kompetisi teknis petugas
4. Biaya
2.5.2

Pengukuran tingkat kepuasan
Tingkat kepuasan pelanggan dapat diukur melalui beberapa metode. Metode yang

dapat digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan menurut Kotler (1997), yaitu:

1. Sistem saran dan keluhan (complaint and suggestion system)
Sistem ini meliputi call service, kotak saran yang disediakan di tempat –
tempat strategis di pelayanan kesehatan.
2. Analisa kehilangan pelanggan (lost customer analysis)
Rumah sakit mengunjungi rumah – rumah pasien yang sudah lama tidak

menjalani perawatan lagi di rumah sakit tersebut untuk mengetahui alasan –
alasan mengapa pasien tidak melanjutkan perawatannya, dan untuk mengetahui
apakah pasien pergi ke rumah sakit lain.
3. Ghost shopping

Rumah sakit menugaskan orang – orang tertentu untuk berperan sebagai
pasien di rumah sakit pesaing, untuk mengetahui keunggulan dan kelemahan
rumah sakit tersebut.
4. Survei kepuasan pelanggan (customer satisfaction survey)
Rumah sakit mengirimkan kuesioner ke rumah – rumah orang yang pernah
menjalani perawatan di rumah sakit untuk mengukur tingkat kepuasan pasien
secara periodik.
Metode yang paling sering digunakan dalam penelitian – penelitian kepuasan
pasien rumah sakit adalah survei kepuasan pelanggan. Melalui survei kepuasan

Universitas Sumatera Utara

28

pelanggan, dapat dilihat aspek – aspek pelayanan yang mungkin berpengaruh terhadap
kepuasan pasien, serta aspek pelayanan yang dianggap pasien paling penting dan
bagaimana penilaian pasien terhadap mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Pengukuran kepuasan pasien sangatlah penting dilakukan, yang hasilnya dapat
digunakan provider untuk memperbaiki mutu pelayanan kesehatan. Sabarguna (2008),
menyatakan bahwa pengukuran kepuasan pasien penting dilakukan karena beberapa
alasan berikut:

1. Bagian mutu pelayanan.
Hal ini terkait pada penjelasan sebelumnya mengenai hubungan mutu
pelayanan dan kepuasan pasien.
2. Berhubungan dengan pemasaran rumah sakit.
Pasien yang puas akan memberi tahu pada temannya, keluarga dan tetangga.
Pasien yang puas akan datang lagi kontrol atau membutuhkan pelayanan yang
lain, dan iklan dari mulut ke mulut akan menarik pelanggan baru.
3. Berhubungan dengan prioritas peningkatan pelayanan dalam dana yang
terbatas, peningkatan harus selektif, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Analisis Kuantitatif.
Dengan bukti hasil survei berarti tanggapan tersebut dapat diperhitungkan
dengan angka kuantitatif tidak perkiraan atau perasaan belaka, dengan angka
kuantitatif memberikan kesempatan pada berbagai pihak untuk diskusi.
2.6

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN merupakan program jaminan sosial yang diselenggarakan oleh Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang terbagi menjadi BPJS Kesehatan yang
bertanggung jawab menyelenggarakan program jaminan kesehatan dan BPJS

Universitas Sumatera Utara

29

Ketenagakerjaan yang bertanggung jawab menyelenggarakan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun dan jaminan kematian.
Berkaitan dengan jaminan kesehatan, ada 2 (dua) hal penting berkaitan dengan
penelitian ini adalah peserta dan fasilitas kesehatan. Berdasarkan Buku Pegangan
Sosialisasi Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional, Peserta
JKN dibagi menjadi: (Kemenkes RI, 2014)

1. Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI)
Kelompok peserta ini merupakan kelompok yang tidak mampu, sehingga
iuran jaminan sosial disubsidi oleh pemerintah.
2. Peserta Bukan Peneriman Bantuan Iuran (Non PBI)
Kelompok ini terdiri dari masyarakat yang mampu, antara lain pekerja
penerima upah, pekerja mandiri atau bukan penerima upah beserta anggota
keluarganya. Iuran jaminan sosial tidak disubsidi oleh pemerintah. Iuran pekerja
penerima upah dibayarkan oleh pemberi kerja berdasarkan ketentuan yang telah
dibuat, sedangkan pekerja bukan penerima upah atau pekerja mandiri membayar
sendiri iuran jaminan sosial sesuai dengan pilihan kelas yang tersedia yang telah
dipilih sendiri oleh peserta. Kelas yang tersedia meliputi Kelas III dengan jumlah
iuran yang paling rendah, Kelas II, dan Kelas I, dengan jumlah iuran secara
berturut – turut semakin tinggi.
Yang dimaksud fasilitas kesehatan dalam program JKN adalah pelayanan
kesehatan yang bekerja sama atau menjalin kontrak dengan BPJS. Sesuai dengan sistem
rujukan, maka fasilitas kesehatan yang dikontrak terdiri dari Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama (FKTP) dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL). Yang
termasuk dalam FKTP antara lain puskesmas, klinik dokter keluarga, klinik swasta, dan
sebagainya yang hanya menjalankan kegiatan promotif, preventif serta pelayanan medis

Universitas Sumatera Utara

30

dasar sesuai dengan ketentuan 155 penyakit yang harus dilayani di FKTP. Sedangkan
yang termasuk dalam FKRTL merupakan rumah sakit yang yang sudah memiliki tenaga
medis spesialis dan subspesialis.

2.7

Kerangka Pikir
Berdasarkan batasan dan konsep kepuasan pasien, maka kerangka pikir penelitian

ini dapat dilihat melalui gambar 2.1 yang diadaptasi dari teori Parasuraman, et al (1988):
Gambar 2.1 Kerangka Pikir

Dimensi Mutu Pelayanan
Tangible (Bukti nyata)
Reliability (Keandalan)
Responsiveness (Daya Tanggap)
Assurance (Jaminan)

Kepuasan
Pasien

Empathy (Empati)

Universitas Sumatera Utara