Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Paradigma Kajian
Penelitian pada hakekatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan
suatu kebenaran atau untuk lebih mudah membenarkan kebenaran.Usaha untuk
mencari kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti maupun para praktisi
melalui model-model tertentu.Model-model tertentu biasanya disebut dengan
paradigma (Moleong, 2010: 49).
Meskipun tidak bisa disetarakan dengan seperangkat teori semata,
paradigma memberikan arah tentang bagaimana pengetahuan harus didapat dan
teori-teori apa yang seharusnya digunakan dalam sebuah penelitian. Menurut
Thomas Khun (dalam Bulaeng, 2004: 2) paradigma didefenisikan sebagai suatu
pandangan dunia dan model konseptual yang dimiliki oleh anggota masyarakat
ilmiah yang menentukan cara mereka meneliti.
Harmon (1970) (dalam Moleong 2010: 49), mendefinisikan paradigma
sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang
berkaitan dengan sesuatu yang secara khusus tentang visi realitas. Baker (1992)
(dalamMoleong2010: 50), mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat aturan
yang melakukan dua hal yaitu: hal itu membangun atau mendefinisikan batasbatas dan hal itu menceritakan kepada kita bagaimana seharusnya melakukan
sesuatu di dalam batas-batas itu agar bisa berhasil.

Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma
interpretatif (pandangan/pendapat) dan pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Dalam paradigma interpretatif, realitas sosial pada
hakekakatnya tidak pasti namun relatif. Karena kerelatifannya, maka pemaknaan
setiap orang tergantung bagaimana ia terlibat dalam peristiwa sosial tertentu.
Seseorang hanya dapat mengerti dari sisi dalam, bukan dari luar realitas
sosial.Dalam konteks ini ilmu sosial bersifat subyektif. Pendekatan ini menolak
kedudukan sebagai “pengamat” sebagaimana dikenal pada pendekatan positivis.
Seseorang hanya bisa mengerti apabila menggunakan kerangka berpikir orang

27

Universitas Sumatera Utara

10

yang terlibat langsung. Dengan kata lain, ia berupaya mengerti dari sisi dalam
realitas sosial (Neuman, 2000).
Paradigma interpretatif digunakan dalam penelitian ini karena paradigma
ini menyatakan bahwa pengetahuan dan pemikiran awam berisikan arti atau

makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan kehidupannya seharihari. Sehingga melalui paradigma interpretatif, peneliti dapat melihat bagaimana
gaya komunikasi anggota DPRD perempuan Provinsi Sumatera Utara. Penelitian
ini menekankan bagaimana gaya komunikasi verbal dan non verbal yang
dilakukan anggota DPRD perempuan di Provinsi Sumatera Utara. Maka, untuk
melihat hal tersebut, peneliti menggunakan cara pandang atau paradigma
interpretatif sebagai bahan untuk melakukan penelitian.

2.2

Kajian Pustaka

2.2.1

Komunikasi

.

Istilah komunikasi dalam bahasa Inggris “communication” berasal dari
bahasa Latin “communis” yang berarti “sama”, communico, communicatio, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama

communis paling sering disebut sebagai asal kata komunikasi. Komunikasi
menyarankan bahwa suatu pikiran, makna, atau suatu pesan dianut secara sama.
Selain itu kata yang mirip dengan komunikasi adalah komunitas yang juga
menekankan kesamaan atau kebersamaan. Tanpa komunikasi tidak akan ada
komunitas (Mulyana 2007: 46).
Cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut : ”Who Says What In Which Channel To
Whom With What Effect.”
Siapa

Mengatakan

Dengan

Kepada

Dengan

apa


saluran

siapa

pengaruh

apa

bagaimana

Dari paradigma tersebut Harold D.Laswell (dalam Mulyana 2007: 69)
mengatakan bahwa komunikasi meliputi lima unsur yaitu :
1. Komunikator: Pihak yang menyampaikan pesan dan informasi

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

11

2. Pesan: Pernyataan yang didukung oleh lambang, bahasa, gambar, dan

sebagainya.
3. Media: Sarana atau saluran yang mendukung pesan bila komunikan berada
jauh ataupun juga karena banyaknya jumlah maka diperlukan media
sebagai penyampai pesan.
4. Komunikan: adalah orang yang menerima pesan atau informasi yang
disampaikan komunikator
5. Efek : adalah dampak sebagai pengaruh pesan tersebut.
Jadi berdasarkan paradigma Lasewell tersebut, komunikasi adalah proses
penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang
menimbulkan efek tertentu.
Selain itu juga terdapat defenisi lain yang dibuat oleh kelompok sarjana
komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia
bahwa

:

“Komunikasi

adalah


suatu

transaksi,

proses

simbolik

yang

mengkehendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun
hubungan antar sesama manusia; (2) melalui pertukaran informasi; (3) untuk
menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain; serta (4) berusaha mengubah sikap
dan tingkah laku itu” (Cangara, 2009:20). Everret M. Rogers seorang pakar
sosiologi pedesaan Amerika yang telah banyak memberi perhatian pada studi riset
komunikasi, khususnya dalam hal penyebaran inovasi membuat definisi bahwa:
“Komunikasi adalah proses dimana suatu ide dialihkan dari sumber kepada satu
penerima atau lebih, dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.”
Defenisi tersebut kemudian dikembangkan oleh Rogers bersama
D.Lawrence Kincaid sehingga melahirkan suatu definisi baru yang menyatakan

bahwa: “Komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang pada
gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam” (Cangara,2009:20).
Rogers mencoba menspesifikasikan hakekat suatu hubungan dengan adanya suatu
pertukaran informasi (pesan), dimana ia menginginkan adanya perubahan sikap
dan tingkah laku serta kebersamaan dalam menciptakan saling pengertian dari
orang-orang yang ikut serta dalam suatu proses komunikasi.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

12

Defenisi komunikasi yang telah dipaparkan diperkuat juga dengan definisi
lain, seperti definisi komunikasi menurut Shanon dan Weaver (Cangara, 2009:20)
yang menyebutkan bahwa komunikasi dapat juga diartikan sebagai bentuk
interaksi manusia yang saling pengaruh mempengaruhi satu sama lain, dengan
sengaja atau tidak sengaja. Tidak terbatas pada komunikasi verbal saja, tetapi juga
dalam ekspresi muka, lukisan, seni, dan teknologi. Oleh karena itu, jika kita
berada dalam situasi berkomunikasi, kita memiliki beberapa kesamaan dengan

orang lain, seperti kesamaan bahasa atau kesamaan arti dari simbol-simbol yang
digunakan dalam berkomunikasi.

2.2.1.1 Gaya Komunikasi
Manusia mengucapkan atau menuliskan kata-kata untuk mengungkapkan
pikiran dan perasaan yang memotivasi, menyatakan belas kasihan, menyatakan
kemarahan, menyatakan pesan agar suatu perintah cepat dikerjakan. Semua
kombinasi ini adalah gaya komunikasi, gaya yang berperan untuk menentukan
batas-batas tentang kenyataan dunia yang sedang dihadapi, tentang relasi dengan
sesama tentang hubungan dengan suatu konsep tertentu. Keterampilan
berkomunikasi melalui gaya komunikasi, mengisyaratkan kesadaran diri pada
level yang tinggi. Setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang bersifat
personal, itu gaya khas seseorang waktu berkomunikasi.
Norton (1983), Kirtley dan Weaver (1999) (dalam Liliweri 2011: 309)
mendefenisikan

gaya

komunikasi


sebagai

proses

kognitif

yang

mengakumulasikan bentuk suatu konten agar dapat dinilai secara makro. Setiap
gaya selalu merefleksikan bagaimana setiap orang menerima dirinya ketika dia
berinteraksi dengan orang lain). Selain itu, Raynes (2011) (dalam Liliweri 2011:
309) juga memandang gaya komunikasi sebagai campuran unsur-unsur
komunikasi lisan dan ilustratif.

Pesan-pesan verbal individu yang digunakan

untuk berkomunikasi diungkapkan dalam kata-kata tertentu yang mencirikan gaya
komunikasi. Ini termasuk nada, volume atas semua pesan yang diucapkan.
Para ahli komunikasi telah mengelompokkan beberapa tipe atau kategori
gaya komunikasi (Norton, 1983, dalam Liliweri, 2011:309), ke dalam sepuluh

jenis:

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

13

a. Gaya dominan (dominan style),gaya seorang individu untuk mengontrol
situasi sosial.
b. Gaya dramatis (dramatic style), gaya seorang individu yang selalu “hidup”
ketika dia bercakap-cakap.
c. Gaya kontroversial (controversial style), gaya seseorang yang selalu
berkomunikasi secara argumentatif atau cepat untuk menantang orang lain.
d. Gaya animasi (animated style),gaya seseorang yang berkomunikasi secara
aktif dengan memakai bahasa nonverbal.
e. Gaya berkesan (impression style),gaya berkomunikasi yang merangsang
orang lain sehingga mudah diingat, gaya yang sangat mengesankan.
f. Gaya santai (relaxed style),gaya seseorang yang berkomunikasi dengan
tenang dan senang, penuh senyum dan tawa.
g. Gaya atentif (attentive style),gaya seseorang yang berkomunikasi dengan

memberikan perhatian penuh kepada orang lain, bersikap simpati dan
bahkan empati, mendengarkan orang lain dengan sungguh-sungguh.
h. Gaya terbuka (open style),gaya seseorang yang berkomunikasi secara
terbuka yang ditunjukkan dalam tampilan jujur dan mungkin saja
blakblakan.
i. Gaya bersahabat (friendly style),gaya komunikasi yang ditampilkan
seseorang secara ramah, merasa dekat, selalu memberikan respomn positif,
dan mendukung.
j. Gaya yang tepat (precise style),gaya yang tepat dimana komunikator
meminta untuk membicarakan suatu konten yang tepat dan akurat dalam
komunikasi lisan.
2.2.2

Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, entah

lisan maupun tulisan. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan
antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi,
pemikiran, gagasan, atau maksud mereka, menyampaikan fakta, data, dan
informasi serta menjelaskannya, saling bertukar perasaan dan pemikiran, saling
berdebat, dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal itu bahasa memegang peranan
penting (Hardjana, 2003: 22).
Bahasa adalah suatu sistem lambang yang memungkinkan orang berbagi
makna. Dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang dipergunakan adalah
bahasa verbal entah lisan, tertulis pada kertas, ataupun elektronik. Bahasa suatu
bangsa atau suku berasal dari interaksi dan hubungan antara warganya satu sama
lain (Hardjana, 2003: 23).
Menurut Larry L. Barker (dalam Mulyana, 2007:266), bahasa memiliki tiga
fungsi : penamaan (naming atau labeling), interaksi, dan transimisi informasi.
Penamaan atau penjulukan merujuk pada usaha mengidentifikasi objek, tindakan,

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

14

atau orang dengan menyebut namanya sehingga dapat dirujuk dalam komunikasi.
Fungsi interaksi, menurut Barker, menekankan berbagai gagasan dan emosi, yang
dapat mengundang simpati dan pengertian atau kemarahan dan kebingungan.
Melalui bahasa, informasi dapat disampaikan kepada orang lain. Seseorang juga
menerima informasi setiap hari, sejak bangun tidur hingga tidur kembali, dari
orang lain, baik secara langsung atau tidak (melalui media massa misalnya).
Fungsi bahasa inilah yang disebut fungsi transmisi.
Barker berpandangan, kesitimewaan bahasa sebagai sarana transmisi
informasi yang lintas-waktu, dengan menghubungkan masa lalu, masa kini, dan
masa depan, memungkinkan kesinambungan budaya dan tradisi. Tanpa bahasa
seseorang tidak mungkin bertukar informasi, tidak mungkin menghadirkan semua
objek dan tempat untuk kita rujuk dalam komunikasi (Mulyana, 2007:267).
Dalam mempelajari interaksi bahasa dan verbal, ada beberapa hal yang
harus dipertimbangkan (Devito, 1997:117), diantaranya :
1. Kata-kata kurang dapat menggantikan perasaan atau pikiran kompleks
yang ingin kita komunikasikan. Oleh karenanya, kata-kata hanya dapat
mendeteksi makna yang kita sampaikan.
2. Kata-kata hanyalah sebagian dari sistem komunikasi kita. Dalam
komunikasi yang sesungguhnya kata-kata kita selalu disertai oleh
perasaan nonverbal. Oleh karenanya, pesan-pesan kita merupakan
kombinasi isyarat-isyarat verbal dan nonverbal, dan efektivitasnya
bergantung pada bagaimana kedua macam isyarat ini dipadukan.
3. Bahasa adalah institusi sosial dari budaya kita dan mencerminkan
budaya tersebut. Pandanglah bahasa dalam suatu konteks sosial, selalu
mempertimbangkan implikasi sosial dari penggunaan bahasa.
Pengetahuan terhadap isi pesan, sebagai contoh apabila materi pesan itu
berisi inovasi informasi maupun teknologi , maka pesan yang disampaikan
sebaiknya mengandung sesuatu cara yang dapat membantu masyarakat
memecahkan masalah yang dihadapinya. Secara teknis isi pesan harus mudah
dipahami secara verbal, agar cepat dikerjakan meskipun dalam skala kecil agar
hasilnya dapat dirasakan.

2.2.2.1 Klasifikasi Komunikasi Verbal
a. Komunikasi verbal melalui tulisan dapat diartikan sebagai suatu proses
dimana seorang berinteraksi secara lisan dengan pendengar untuk
mempengaruhi tingkah laku penerima. Komunikasi verbal melalui lisan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

15

dapat dilakukan secara langsung bertatap muka antara komunikator
dengan komunikan, seperti berpidato atau ceramah. Selain itu juga,
komunikasi

verbal

melalui

lisan

dapat

juga

dilakukan

dengan

menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui
telepon.
b. Komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak
langsung antara komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian
informasi dilakukan dengan menggunakan berupa media surat, lukisan,
gambar, grafik dan lain-lain.

2.2.3

Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam

bentuk nonverbal, tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh
lebih banyak dipakai daripada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir
secara otomatis komunikasi nonverbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi
nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi nonverbal lebih jujur
mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan (Hardjana 2003:26).
Komunikasi nonverbal pastilah merupakan kata yang sedang popular saat
ini. Setiap orang tampaknya tertarik pada pesan yang dikomunikasikan oleh
gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh, penggunaan jarak
(ruang), kecepatan dan volume bicara, bahkan juga keheningan. Kita ingin belajar
bagaimana “membaca seseorang seperti sebuah buku”, (Nierenberg & Calero,
1971, dalam Devito 2011:193).
Dari berbagai studi yang pernah dilakukan sebelumnya, kode nonverbal
dapat dikelompokkan dalam beberapa bentuk , antara lain (Cangara, 2006:101110):
a. Kinesics
Kinesics adalah kode nonverbal yang ditunjukkan oleh gerakan-gerakan
badan. Menurut Paul Ekhman dan Wallace V. Friesen (dalam Devito, 2011) kedua
periset ini membedakan lima kelas (kelompok) gerakan nonverbal, diantaranya :
1. Emblim. Perilaku nonverbal yang secara langsung menerjemahkan kata
atau ungkapan. Emblem meliputi isyarat “oke”, “jangan rebut”,
“kemarilah”, dan “saya ingin menumpang.” Emblem adalah pengganti
nonverbal untuk kata-kata atau ungkapan tertentu. Walaupun emblim
bersifat alamiah dan bermakna mereka mempunyai kebebasan makna

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

16

2.

3.

4.

5.

seperti sembarang kata ataupun dalam sembarang bahasa. Oleh karenanya,
emblim dalam kultur kita sekarang belum tentu sama dengan emblim
dalam kultur kita 300 tahun yang lalu. Emblim juga dimana gerakan mata
tertentu merupakan simbol yang memiliki kesetaraan dengan simbol
verbal. Kedipan mata dapat mengatakan “saya tidak sungguh-sungguh.”
Illustrator. Merupakan perilaku nonverbal yang menyertai dan secara
harafiah “mengilustrasikan” pesan verbal. Dalam mengatakan “ayo,
bangun,” misalnya anda mungkin menggerakkan kepala dan tangan anda
ke arah menaik. Dalam menggambarkan lingkaran atau bujur sangkar anda
mungkin sekali membuat gerakan berputar atau kotak dengan tangan anda.
Begitu biasanya kita melakukan gerakan demikian sehingga sukar bagi
kita untuk menukar-nukarnya atau menggunakan gerakan yang tidak tepat.
Kita hanya menyadari sebagian illustrator yang kita gunakan. Kadangkadang ilustrator ini perlu kita perhatikan. Ilustrator bersifat lebih alamiah,
kurang bebas dan lebih universal daripada emblim. Mungkin sesekali
ilustrator ini mengandung komponen-komponen yang sudah dibawa sejak
lahir juga yang dipelajari.
Regulator. Adalah perilaku nonverbal yang “mengatur”, memantau,
memelihara atau mengendalikan pembicaraan orang lain. Ketika anda
mendengarkan orang lain, anda tidak pasif. Anda menganggugkan kepala,
mengerutkan bibir, menyesuaikan fokus mata dan membuat berbagai suara
paralinguistik seperti “mm-mm” atau :tsk”. Regulator jelas terikat pada
kultur dan tidak universal. Regulator mengisyaratkan kepada pembicara
apa yang kita harapkan mereka lakukan, misalnya “teruskanlah”. “ lalu
apalagi,” atau “tolong agak lambat sedikit.” Bergantung pada kepekaan
mereka, mereka mengubah perilaku sesuai dengan pengarahan dari
regulator.
Adaptor. Adalah perilaku nonverbal yang bila dilakukan secara pribadi
atau di muka umum tetapi tidak terlihat berfungsi memenuhi kebutuhan
tertentu dan dilakukan sampai selesai. Misalnya, saat anda sedang sendiri
mungkin anda akan menggaruk-garuk kepala sampai rasa gatal hilang.
Dimuka umum bila orang-orang melihat anda melakukan adaptor ini
hanya sebagian. Anda mungkin misalnya, hanya menaruh jari anda di
kepala dan menggerakkan sedikit, tetapi barangkali tidak akan menggaruk
cukup keras untuk menghilangkan rasa gatal.
Affect Display. Adalah gerakan-gerakan wajah yang mengandung makna
emosional gerakan ini memperlihatkan rasa marah dan rasa takut, rasa
gembira dan rasa sedih, semangat dan kelelahan. Ekspresi wajah demikian
“membuka rahasia kita” bila kita berusaha menampilkan citra yang tidak
benar dan membuat orang berkata, “anda kelihatan kesal hari ini,
mengapa?” tetapi, kita tidak dapat secara sadar mengendalikan affect
display, seperti aktor yang memamerkan peran tertentu. Affect display
kurang bergantung pada pesan verbal dari pada ilustrator. Selanjutnya, kita
tidak secara sadar mengendalikan affect display seperti yang kita lakukan
pada emblim dan ilustrator. Affect display tidak dapat disengaja seperti
ketika gerakan-gerakan ini membuka rahasia kita tetapi mungkin juga
disengaja. Kita mungkin ini memperlihatkan rasa marah, rasa cinta, benci,
atau terkejut dan biasanya kita mampu melakukannya dengan baik.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

17

b. Gerakan Mata (Eye Gaze)
Mata adalah alat komunikasi yang paling berarti dalam memberi isyarat
tanpa kata. Dari observasi puitis Ben Jonson‟s “Drink to me only with thin eyes,
and I will pledge with mine” sampai ke observasi ilmiah para periset kontemporer
(Hess, Marshall, dalam DeVito, 2011), mata dipandang sebagai sistem pesan
nonverbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata
bervariasi bergantung pada durasi, arah dan kualitas dari perilaku mata. Ada yang
menilai bahwa gerakan mata adalah pencerminan isi hati seseorang.
Mark Knapp (dalam Cangara 2006: 112) dalam risetnya menemukan
empat fungsi utama gerakan mata, yakni :
1. Untuk memperoleh umpan balik dari seorang lawan bicaranya. Misalnya
dengan mengucapkan bagaimana pendapat anda tentang hal itu?
2. Untuk menyatakan terbukanya saluran komunikasi dengan tibanya waktu
untuk bicara.
3. Sebagai sinyal untuk menyalurkan hubungan, dimana kontak mata akan
meningkatkan frekuensi bagi orang yang saling memerlukan. Sebaliknya
orang yang merasa malu, akan berusaha menghindari terjadinya kontak
mata. Misalnya orang yang merasa bersalah atau berutang akan
menghindari orang yang bisa menagihnya.
4. Sebagai pengganti jarak fisik. Bagi orang yang berkunjung ke suatu pesta,
tetapi tidak sempat berdekatan karena banyaknya pengunjung, maka
melalui kontak mata mereka dapat mengatasi jarak pemisah yang ada. Dari
berbagai studi yang pernah dilakukan oleh para ahli psikologi tentang
gerakan mata, disimpulkan bahwa bila seorang tertarik pada suatu obyek
terterntu, maka pandangannya akan terarah pada obyek itu tanpa putus
dalam waktu yang relatif lama, dengan bola mata cenderung menjadi
besar.
c. Sentuhan (Touching)
Sentuhan atau touch secara formal dikenal sebagai haptics, sentuhan ialah
menempatkan bagian dari tubuh dalam kontak dengan sesuatu. Ini merupakan
bentuk pertama dari komunikasi nonverbal yang kita alami. Bagi seorang balita,
sentuhan merupakan alat utama untuk menerima pesan-pesan mengenai kasih
sayang dan kenyamanan. Kita gunakan tangan kita, lengan kita dan bagian-bagian
tubuh lainnya untuk menepuk, merangkul, mencium, mencubit, memukul,
memegang,
menggelitik
dan
memeluk.
Melalui
sentuhan,
kita
mengkomunikasikan macam-macam emosi dan pesan. Dalam budaya barat, orang
berjabat tangan untuk bergaul dan menunjukkan rasa hormat, menepuk seseorang
di punggungnya untuk memberi semangat, merangkul seseorang untuk
menunjukkan kasih sayang, bertepuk tangan sambil diangkat, menunjukkan
solidaritas.
Menurut bentuknya, sentuhan badan dibagi atas tiga macam (Cangara,
2006: 114) yakni :
1. Kinestethic
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan bergandengan tangan satu sama
lain, sebagai simbol keakraban atau kemesraan.
2. Sociofugal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan jabat tangan atau saling merangkul.
Umunya orang Amerika dan Asia Timur didalam menunjukkan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

18

persahabatan ditandai dengan jabat tangan, sedangkan orang Arab dan
Asia Selatan menunjukkan persahabatan lewat sentuhan pundak atau
berpelukan.
3. Thermal
Ialah isyarat yang ditunjukkan dengan sentuhan badan yang terlalu
emosional sebagai tanda persahabatan yang begitu intim. Misalnya
menepuk punggung karena sudah lama tidak bertemu.
d. Paralanguage
Ialah isyarat yang ditimbulkan dari tekanan atau irama suara sehingga
penerima dapat memahami sesuatu dibalik apa yang diucapkan. Misalnya
“datanglah” bisa diartikan betul-betul mengundang kehadiran kita atau sekedar
basa-basi. Suatu kesalahpahaman seringkali terjadi kalau komunikasi berlangsung
dari etnik yang berbeda. Suara yang bertekanan besar bisa disalahartikan oleh
etnik tertentu sebagai perlakuan kasar, meski menurut kata hatinya tidak
demikian, sebab hal itu sudah menjadi kebiasaan bagi etnik tersebut (Cangara,
2006: 115)
Ada pengendalian empat utama karakteristik vokal, yaitu (Budyatna, 2011:
131):
1. Pola titi nada atau Pitch, ini merupakan tinggi atau rendahnya nada vokal.
Orang menaikkan atau menurunkan pola titi nada vokal atau vocal pitch
dan mengubah volume suara untuk menegaskan gagasan, menunjukkan
pertanyaan dan memperlihatkan kegugupan.
2. Volume, volume merupakan keras atau lembutnya nada.
3. Kecepatan, kecepatan atau rate mengacu pada saat orang berbicara.
4. Kualitas, kualitas merupakan bunyi dari suara seseorang.
e. Diam
Berbeda dengan tekanan suara, maka sikap diam juga sebagai kode
nonverbal yang mempunyai arti. Max Picard mengatakan bahwa diam tidak
semata-mata mengandung arti bersikap negative, tetapi bisa juga melambangkan
sikap positif.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, sikap berdiam diri sangat sulit untuk
diterka, apakah orang itu malu, cemas atau marah. Banyak orang mengambil sikap
diam karena tidak mau menyatakan sesuatu yang menyakitkan orang lain,
misalnya menyatakan “tidak.” Tetapi dengan bersikap diam, juga dapat
menyebabkan orang bersikap ragu. Karena itu, diam tidak selamanya berarti
menolak sesuatu, tetapi juga tidak berarti menerima. Mengambil sikap diam
karena ingin menyimpan kerahasiaan sesuatu.
Untuk memahami sikap diam, kita perlu belajar terhadap budaya atau
kebiasaan-kebiasaan seseorang. Pada suku-suku tertentu ada kebiasaan tidak
senang menyatakan “tidak” tetapi juga tidak berarti “ya.” Diam adalah perilaku
komunikasi sekarang ini makin banyak dilakukan orang-orang yang bersikap
netral dan mau aman.
f. Postur Tubuh
Orang lahir ditakdirkan dengan berbagai bentuk tubuh. Well dan Siegel
(dalam Cangara, 2006: 106-107) dua orang ahli psikologi melalui studi yang
mereka lakukan, berhasil menggambarkan bentuk-bentuk tubuh manusia dengan
karakternya. Kedua ahli ini membagi bentuk atas tiga tipe, yakni ectomorphy bagi
mereka yang memiliki bentuk tubuh kurus tinggi, mesomorphy bagi mereka yang

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

19

memiliki bentuk tubuh tegap, tinggi dan atletis, endomorphy bagi mereka yang
memiliki tubuh pendek, bulat dan gemuk.
Pada tubuh yang bertipe ectomorphy dilambangkan sebagai orang yang
punya sikap ambisi, pintar, kritis dan sedikit cemas. Bagi mereka yang tergolong
bertubuh mesomorphy dilambangkan sebagai pribadi yang cerdas, bersahabat,
aktif dan kompetitif, sedangkan tubuh yang bertipe endomorphy digambarkan
sebagai pribadi yang humoris, santai, dan cerdik.
g. Kedekatan dan Ruang (Proximity dan Spatial)
Proximity adalah kode nonverbal yang menunjukkan kedekatan dari dua
obyek yang mengandung arti. Proximity dapat dibedakan atas territory atau Zone.
Edward T. Hall (dalam Cangara, 2006:107-108) membagi kedekatan menurut
territory terbagi atas empat macam, yaitu:
1. Wilayah intim (rahasia), yakni kedekatan yang berjarak antara 3-18 inchi.
2. Wilayah pribadi, ialah kedekatan yang berjarak antara 18 inchi hingga 4
kaki.
3. Wilayah sosial, ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12 kaki.
4. Wilayah umum (publik), ialah kedekatan yang berjarak antara 4 sampai 12
kaki atau sampai suara kita terdengar dalam jarak 25 kaki.
h. Warna
Warna juga memberi arti terhadap suatu obyek. Di Indonesia, warna hijau
seringkali diidentikkan dengan warna Partai Persatuan Pembangunan, kuning
sebagai Golongan Karya, dan merah sebagai Partai PDI-Perjuangan. Hampir
semua bangsa di dunia memiliki arti tersendiri pada warna. Hal ini dapat dilihat
pada bendera nasional masing-masing, serta upacara-upacara ritual lainnya yang
sering dilambangkan dengan warna-warni.
i. Waktu
Ungkapan “time is money” membuktikan bahwa waktu itu sangat penting
bagi orang yang ingin maju. Karena itu orang yang sering menepati waktu dinilai
sebagi orang yang berpikiran modern. Waktu mempunyai arti tersendiri dalam
kehidupan manusia. Bagi masyarakat tertentu, melakukan suatu pekerjaan
seringkali melihat waktu. Misalnya membangun rumah, menanam padi,
melaksanakan perkawinan, membeli sesuatu dan sebagainya.
Penggunaan waktu atau chronemics adalah cara lain untuk menyampaikan
pesan-pesan nonverbal. Terdapat beberapa aspek mengenai bagaimana kita
berpikir tentang dan menggunakan waktu yang mengandung kesan-kesan bagi
orang lain. Apakah anda yang memusatkan diri pada masa lalu, masa kini atau
masa yang akan datang? Beberapa orang dan budaya kebanyakan berpikir
mengenai masa lalu sedangkan yang lainnya berpusat pada masa kini dan yang
lainnya lagi menekankan pada masa yang akan datang (Chen & Starosta, 1998
dalam Budyatna & Ganiem, 2011).
j. Gerakan Wajah
Gerakan wajah mengkomunikasikan macam-macam emosi dan juga
kualitas atau dimensi emosi. Para ahli banyak yang berpendapat bahwa pesan
wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya “kelompok emosi” seperti
kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, dan kemuakan atau
penghinaan. Periset nonverbal Dele Leathers mengemukakan bahwa gerakan
wajah mungkin juga mengkomunikasikan kebingungan dan ketetapa hati (DeVito,
2011: 208).

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

20

2.2.4

Teori Dramaturgis
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial

yang mirip dengan pertunjukan di atas panggung, yang menampilkan peran-peran
yang dimainkan para aktor. Untuk memainkan peran tersebut, biasanya sang aktor
menggunakan bahasa verbal dan menampilkan perilaku nonverbal tertentu serta
mengenakan atribut-atribut tertentu, misalnya kendaraan, pakaian, dan aksesoris
lainnya sesuai dengan perannya dalam situasi tertentu. Aktor harus memusatkan
pikiran agar dia tidak keseleo-lidah, menjaga kendali diri, melakukan gerak-gerik,
menjaga nada suara dan mengekspresikan wajah yang sesuai situasi.
Menurut Goffman (dalam Santoso & Setiansah, 2010: 55) kehidupan
sosial itu dapat dibagi menjadi wilayah depan (front region) dan wilayah belakang
(back region). Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang menunjukkan
bahwa individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka sedang
memainkan perannya di atas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton.
Sebaliknya wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang
memungkinkannya mempersiapkan perannya di wilayah depan. Wilayah depan
ibarat panggung sandiwara bagian depan (front stage) yang ditonton khalayak
penonton, sedang wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang
(back stage) atau kamar rias tempat pemain sandiwara bersantai, mempersiapkan
diri, atau berlatih untuk memainkannya perannya di panggung depan.
Goffman membagi panggung depan menjadi dua bagian: front pribadi
(personal font) dan setting front pribadi terdiri dari alat-alat yang dianggap
khalayak sebagai perlengkapan yang dibawa aktor ke dalam setting, misalnya
dokter diharapkan mengenakan jas dokter dengan stetoskop menggantung
dilehernya. Personal front mencakup bahasa verbal dan bahasa tubuh sang aktor.
Misalnya berbicara sopan, pengucapan istlah-istilah asing, intonasi, postur tubuh,
ekspresi wajah, pakaian, penampakan usia dan sebagainya. Goffman mengakui
bahwa panggung depan mengandung anasir struktural dalam arti bahwa panggung
depan cenderung terlembagakan alias mewakili kepentingan kelompok atau
organisasi. Sering ketika aktor melaksanakan perannya, peran tersebut telah
ditetapkan lembaga tempat dia bernaung.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

21

Aspek lain dari dramaturgi di panggung depan adalah bahwa aktor sering
berusaha menyampaikan kesan bahwa mereka punya hubungan khusus atau jarak
sosial lebih dekat dengan khalayak daripada jarak sosial yang sebenarnya. Fokus
perhatian Goffman sebenarnya bukan hanya individu, tetapi juga kelompok atau
apa yang ia sebut tim. Selain membawakan peran dan karakter secara individu,
aktor-aktor sosial juga berusaha mengelola kesan orang lain terhadap
kelompoknya, baik itu keluarga, tempat bekerja, partai politik, atau organisasi lain
yang mereka wakili. Semua anggota itu oleh Goffman disebut “tim pertunjukan”
yang mendramatisasikan suatu aktivitas. Kerjasama tim sering dilakukan oleh
para anggota dalam menciptakan dan menjaga penampilan dalam wilayah depan.
Setiap anggota saling mendukung dan bila perlu memberi arahan lewat isyarat
nonverbal, seperti isyarat dengan tangan atau isyarat mata, agar pertunjukan
berjalan mulus (Mulyana 2004 dalam Santoso & Setiansah, 2010: 57).
Dramaturgi hanya dapat berlaku di institusi total, maksudnya adalah
institusi yang memiliki karakter dihambakan oleh sebagian kehidupan atau
keseluruhan kehidupan dari individual yang terkait dengan institusi tersebut,
dimana individu ini berlaku sebagai sub ordinat yang mana sangat tergantung
kepada organisasi dan orang yang berwenang atasnya. Ciri-ciri institusi total
antara lain dikendalikan oleh kekuasaan (hegemoni) dan memilki hierarki yang
jelas. Dramaturgi dianggap dapat berperan baik pada instansi-instansi yang
menuntut pengabdian tinggi dan tidak menghendaki adanya pemberontakan.
Karena di dalam institusi-institusi ini peran-peran sosial akan lebih mudah
diidentifikasi (Surip, 2011:130).

2.2.5

Teori Pelanggaran Harapan
Teori Pelanggaran Harapan atau Expectancy Violations Theory disebut

sebagai Teori Pelanggaran Harapan Nonverbal (Nonverbal Expectancy Violations
Theory). Teori ini dikembangkan oleh Jude Burgoon (dalam West dan Turner,
2009:154) untuk memahami komunikasi nonverbal serta pengaruhnya terhadap
pesan-pesan dalam sebuah percakapan. Akan tetapi, kemudian Burgoon
menghapus kata nonverbal karena sekarang teori ini juga mencakup isu-isu di luar
area komunikasi nonverbal.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

22

Teori Pelanggaran Harapan adalah satu dari sedikit teori yang secara
khusus berfokus pada apa yang diharapkan orang dan reaksi mereka kepada orang
lain dalam sebuah percakapan. Teori pelanggaran harapan menjelaskan bahwa
setiap orang memiliki harapan mengenai perilaku orang lain berdasarkan: 1)
norma-norma sosial; 2) pengalaman sebelumnya dengan orang itu; dan 3) situasi
dimana perilaku itu terjadi. Harapan terhadap perilaku orang lain itu mencakup
perilaku nonverbalnya antara lain kontak mata, jarak antara kita dan orang itu dan
sudut tubuh (Morissan, 2013:216).
Tulisan awal Burgoonmengenai Teori Pelanggaran harapan (Expectancy
Violation Theory) mengintegrasikan kejadian-kejadian khusus dari komunikasi
nonverbal, yaitu ruang personal dan harapan orang akan jarak ketika perbincangan
terjadi. Karena ruang personal merupakan konsep inti dari teori ini (West &
Turnet, 2009: 154-155).
Hubungan Ruang
Ilmu yang mempelajari penggunan ruang seseorang, disebut dengan
proksemik. Proksemik membahas cara seseorang menggunakan ruang dalam
percakapan mereka dan persepsi orang lain akan penggunan ruang. Menurut Mark
Knapp dan Judith Hall (dalam West dan Turner, 2009) penggunaan ruang
seseorang dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Penggunaan ruang dapat mempengaruhi makna dan pesan.
Burgoon (dalam West dan Turner, 2009) dan peneliti pelanggaran harapan
lainnya percaya bahwa manusia senantiasa memiliki keinginan untuk dekat
dengan orang lain, tetapi juga menginginkan jarak tertentu. Hal ini
membingungkan, tetapi merupakan dilema yang realistis bagi banyak dari kita.
Sedikit orang dapat hidup dalam keterasingan, dan walaupun demikian, sering
sekali orang membutuhkan privasi.
-

Zona Proksemik

Teori Pelanggaran Harapan Burgoon banyak dipengaruhi oleh karya-karya
dari seorang antropolog Edward Hall (dalam West dan Turner, 2009). Setelah
mempelajari orang-orang Amerika Utara (di daerah Timur Laut), Hall mengklaim
bahwa terdapat empat zona proksemik, yaitu:
1. Jarak Intim

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

23

Zona ini mencakup perilaku yang ada pada jarak antara 0-18 inci (46 cm).
Hall (dalam West dan Turner, 2009) mengamati bahwa perilaku-perilaku
ini termasuk perilaku yang bervariasi, mulai dari sentuhan hingga
mengamati bentuk wajah seseorang. Bisikan yang biasa digunakan dalam
kisaran jarak intim ini dapat menjadi sangat berpengaruh. Hall
menganggapnya sebagai suatu hal yang menarik bahwa ketika warga
Amerika Serikat sedang berada dalam suasana dan lingkungan yang intim
tetapi sedang tidak bersama pasangan yang dekat dengan mereka, mereka
sering kali berusaha untuk menciptakan pengalaman yang tidak intim.
2. Jarak Personal
Zona ini mencakup perilaku yang terdapat pada area yang berkisar antara
18 inci- 4 kaki, digunakan untuk keluarga dan teman. Menurut Hall (dalam
West dan Turner 2009) perilaku dalam jarak personal termasuk
bergandengan tangan hingga menjaga jarak dengan seseorang sejauh
panjang lengan.
3. Jarak Sosial
Zona yang berkisar antara 4-12 kaki, digunakan untuk hubunganhubungan yang formal seperti hubungan dengan rekan sekerja. Hall
(dalam West dan Turner 2009) menyatakan bahwa jarak sosial yang
terdekat biasanya digunakan di dalam latar sosial yang kasual, contohnya
pesta koktail. Walaupun jarak ini tampaknya sedikit jauh, Hall
mengingatkan kita bahwa kita masih dapat melihat tekstur rambut dan
kulit pada fase dekat dari kategori ini. Fase yang jauh biasanya dikaitkan
dengan orang yang harus berbicara lebih keras dibandingkan dengan
mereka yang ada di dalam fase dekat. Selain itu, fase jauh dapat dianggap
sebagai fase yang lebih formal dari fase dekat. Fase jauh dari jarak sosial
memungkinkan seseorang untuk menjalankan berbagai pekerjaan
sekaligus.
4. Jarak Publik
Zona yang berjarak 12 kaki atau lebih dan digunakan untuk diskusi yang
sangat formal seperti antara seorang dosen dan mahasiswa dalam kelas.
- Kewilayahan
Kewilayahan adalah kepemilikan seseorang akan sebuah area atau benda.
Menurut Altman, Lyman & Scott (dalam West dan Turner, 2009: 157) ada tiga
jenis wilayah : primer, sekunder, dan publik. Wilayah primer merupakan wilayah
eksklusif seseorang. Contohnya, ruang kerja seseorang atau komputer adalah
wilayah primer. Wilayah sekunder menunjukkan hubungan personal seseorang
dengan sebuah area atau benda. Contohnya, banyak mahasiswa pascasarjana
merasakan bahwa perpustakaan kampus adalah wilayah sekunder mereka.
Wilayah publik tidak melibatkan suatu afiliasi personal dan termasuk area-area
yang terbuka bagi semua orang-misalnya, pantai, taman, bioskop, dan transportasi
umum.

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

24

Kewilayahan sering kali diikuti dengan pencegahan dan reaksi (Knapp&
Hall, dalam West dan Turner, 2009). Maksudnya, orang akan berusaha untuk
mencegah anda memasuki wilayah mereka atau akan memberikan respons begitu
wilayah mereka dilanggar. Beberapa geng menggunakan penanda wilayah untuk
mencegah geng lain melanggar wilayah kekuasaan mereka. Knapp dan Hall
melihat bahwa jika suatu pencegahan tidak berfungsi dalam mempertahankan
wilayah seseorang, orang itu mungkin akan bereaksi dengan cara tertentu,
termasuk menjadi tertantang secara fisik maupun kognitif. Singkatnya, manusia
biasanya menanadai wilayah mereka dengan empat cara: menandai (menandai
wilayah kita), melabeli (memberikan simbol untuk identifikasi), menggunakan
tanda atau gambar yang mengancam (menunjukkan penampilan dan perilaku yang
agresif), dan menduduki (mengambil tempat terlebih dahulu dan tinggal disana
untuk waktu yang paling lama dari orang lain (Knapp dalam West dan Turner,
2009: 157-158).

Asumsi Teori Pelanggaran Harapan
Teori Pelanggaran Harapan berakar pada bagaimana pesan-pesan
ditampilkan pada orang lain dan jenis-jenis perilaku yang dipilih orang lain dalam
sebuah percakapan. Selain itu, terdapat tiga asumsi yang menuntun teori ini:


Harapan mendorong terjadinya interaksi antarmanusia.



Harapan terhadap perilaku manusia dipelajari.



Orang membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal.

Asumsi pertama menyatakan bahwa orang memiliki harapan dalam
interaksinya dengan orang lain. Dengan kata lain, harapan mendorong terjadinya
interaksi. Harapan dapat diartikan sebagai pemikiran dan perilaku yang
diantisipasi dan disetujui dalam percakapan dengan orang lain. Jude Burgoon dan
Jerold Hale (dalam West dan Turner, 2009: 159) menyatakan bahwa ada dua jenis
harapan: prainteraksional dan interaksional. Harapan prainteraksional mencakup
jenis pengetahuan dan keahlian interaksional yang dimiliki oleh komunikator
sebelum ia memasuki sebuah percakapan. Harapan interaksional merujuk pada
kemampuan seseorang untuk menjalankan interaksi itu sendiri. Kebanyakan orang

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

25

mengharapkan orang lain untuk menjaga jarak sewajarnya dalam sebuah
percakapan.
Hal ini menuntun kita pada asumsi EVT yang kedua-bahwa orang yang
mempelajari harapannya melalui budaya secara luas dan juga individu-individu
dalam budaya tersebut. Misalnya, budaya Amerika mengajarkan kita bahwa
hubungan antara professor dan mahasiswa didasari rasa hormat professional.
Individu-individu dalam sebuah budaya juga berpengaruh dalam
mengkomunikasikan harapan.Burgoon dan Hale (dalam West dan Turner, 2009)
menyatakan bahwa sangat penting bagi kita untuk memperhatikan perbedaanperbedaan berdasarkan pengetahuan awal kita mengenai orang lain, sejarah
hubungan kita dengan mereka, dan observasi kita.
Asumsi yang ketiga terkait dengan prediksi yang dibuat oleh orang
mengenai komunikasi nonverbal. Pada titik ini, sangatlah penting untuk
menunjukkan sebuah pandangan yang terkandung di dalam teori ini: Orang
membuat prediksi mengenai perilaku nonverbal orang lain.

2.3

Model Teoritik
Gaya
Anggota Perempuan
yang ada di Dewan
Perwakilan Rakyat

komunikasiAnggota
berinteraksi

Perempuan yang ada
di Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah

-

-

Gaya
Komunikasi
Komunikasi
verbal dan
nonverbal
Teori
Dramaturgis
Teori
Pelanggaran
Harapan

Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

2 29 155

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

6 66 112

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 16

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 2 2

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 8

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 3

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 41

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 1 11

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 2

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 8