Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

(1)

(2)

PEDOMAN WAWANCARA

Nama lengkap : Tempat/ tgl lahir :

Alamat :

Pendidikan Terakhir :

Usia :

Agama :

Status :

Jumlah Anak :

Fraksi :

Komisi :

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi?

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?

6. Saat terjun ke masyarakat, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi? Bagaimana perbedaan saat berkomunikasi di kantor dan di masyarakat?

7. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?

8. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

9. Apakah kebiasaan berkomunikasi di kantor dan di masyarakat mempengaruhi komunikasi dalam keluarga?


(3)

10.Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? 11.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa

tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? 12.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah

pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

13.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? 14.Menurut pendapat Ibu, berpengaruhkah penampilan terhadap respon lawan

bicara?

15.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?


(4)

Hasil Wawancara

Informan I

Nama lengkap : Hj. Meilizar Latief, MM Tempat dan tanggal lahir : Medan, 1 Mei 1959

Alamat : Jln. STM Sukadarma No. 4, Komplek Darma Indah, Meda

Pendidikan Terakhir : Magister Manajemen

Usia : 57 tahun

Agama : Islam

Status : Menikah

Jumlah Anak : Dua

Fraksi : Partai Demokrat

Komisi : E

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

Saya sudah dua periode. Periode 2009-2014 dan sampai saat ini periode 2014-2019.

2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi?

Sebetulnya dalam berkomunikasi ataupun interaksi karena background kita pada saat masuk ke DPRD ini artinya masing-masing dari dunia yang berbeda-beda, dari background pendidikan, pengalaman berbeda-beda. Jadi namanya kita terbiasa kadang-kadang bekerja sebelumnya dengan suatu yang setiap hari terukur, misalnya kita kerja di kantor, di bank atau di PT itu satu harinya itukan ada terukur. Kalau di dewan ini, pekerjaan kita adalah rata-rata yang menyangkut aspirasi masyarakat. Jadi artinya tidak ada setiap hari dihitung angka, seperti kami bekerja itu dengan mitra provinsi Sumatera Utara. Jadi komunikasi disitu, bagi saya pribadi awalnya memang ada masalah, karena saya datangnya dari pekerjaan yang profesional yang kalau empat ditambah empat itu enambelas, itu siap hari itu. Tapi dalam dunia politik ada tenggang waktu, ada aspirasi ada kepentingan politik jaditerhambatnya disitu awal-awalnya, sambil kita


(5)

mempelajari apa sesungguhnya pekerjaan di dewan ini. Kita harus adaptasi, kita harus memahami, kita harus menghayati bahwa sesungguhnya pekerjaan politik ini indah.

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

Ya mudah-mudahan sampai sekarang antar fraksi, saya secara pribadi sekarang ini masih open communication ya, artinya masih terbuka engga ada segala sesuatu hal yang mesti menjadi masalah. Kalaupun ada mesti diselesaiakan, boleh secara partai ataupun fraksi ataupun individu.

4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

Bahasa yang sering digunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah, jadi kita disinikan berbagai etnis suku yang mayoritas disini Tapanuli Selatan banyak juga, batak banyak juga. Di dalam komunikasi formal kami menggunakan bahasa Indonesia, tapi seperti saya Padang ada juga kadang beberapa disini menggunakan bahasa tradisional. Jadi kadang-kadang sering juga muncul bahasa tradisional. Jadi kita di Sumatera Utara ini memang tidak seperti di Barat sana selalu menggunakan bahasa yang sifatnya internasional. Jadi kalau kita disini lebih ke bahasa Indonesia formal.

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?

Ketimpangan kerap sekali terjadi antara laki-laki dan perempuan, itu salah satu faktornya adalah kami yang ada sekarang ini dengan background yang berbeda-beda jadi susah untuk menyatukan dan menyamakan persepsinya susah. Dan kita selalu ditempatkan di komisi yang sebetulnya itu tidak sesuai dengan backgrund kita, dulu pada periode 2009 sampai 2014, saya memang ditempatkan di komisi yang sesuai dengan background pendidikan ekonomi saya yakni Komisi B. Tetapi yang namanya politik ini kan sarat kepentingan. Jadi seperti saya, katakanlah saya ini fraksi di


(6)

partai Demokrat, background saya kan ekonomi, sebetulnya komisi Ekonomi itu kalau gak komisi B atau komisi C. Tapi saya ditempatkan di komisi E bagian kemasyarakatan. Kenapa begini? Ada 2 faktor. Faktor pertama memang kondisi anggota fraksinya tidak mengijinkan yang tidak membenarkan kita untuk memilih. Faktor yang kedua like-dislike, itu tetap ada namanya politik sarat kepentingan, sehingga background selalu tidak sama dengan apa yang kita kerjakan. Tapi, dimana pun kita ditempatkan kita harus tetap professional, tetap belajar hal-hal baru yang mungkin belum kita ketahui. Sebab kita sudah diberi tugas dan tanggung jawab, yang harus bagaimanapun kita harus melakukan yang terbaik, tetap professional dengan tanggungjawab dan tugas itu.

6. Saat terjun ke masyarakat, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi? Bagaimana perbedaan saat berkomunikasi di kantor dan di masyarakat?

Kalau dalam masyarakat sulitnya begini, mereka betul-betul menganggap bahwa kita itu wakil mereka, jadi mereka maunya segala hal yang terkait dengan pemerintah kita mengatasinya, sementara fungsi kami disini bukan eksekutor. Eksekutor itu di pemerintah Provinsi Sumatera Utara, kami ini hanya penjembatan antara masyarakat ke provinsi, supaya hal-hal biaya yang dianggarkan provinsi itu betul-betul adalah pro rakyat. Jadi disini antara persepsi masyarakat terhadap anggota DPR yang dalam tanda kutip mereka menganggap bahwa kami ini betul-betullah wakil mereka, sementara pemutus apa yang diingankan mereka itu adalah pemitra provinsi, jadi biasalah dek kalau kita sebagai penjembatan inikan kadang-kadang kita menjelaskan itu tidak terterima oleh masyarakat.

7. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?

Kalau responsif itu tidak sama, karena kita lihat dalam pembuktian pemilihan anggota dewan perempuan dan laki-laki, ternyata lebih banyak terpilih anggota dewan laki-laki daripada perempuan. Ini buktinya respon masyarakat terhadap anggota dewan calon laki-laki dengan perempuan. Kalau kita lihat keberadaan sekarang responsifnya itu lebih kepada


(7)

bapak-bapak. Ini bukti bukan asal ngomong, karena kami disini cuma 14 orang dari 100. Jadi kenapa begitu, mungkin kalau kami di Islam ada pandangan bahwa kami perempuan itu memang harus second line tidak boleh unggul di baris pertama. Mungkin masyarakat masih mengganggap begitu. Inilah tugas kalian sebetulnya menjelaskan kepada masyarakat bahwa perempuan itu juga bisa memimpin, tidak lagi di rumah hanya mendengar penjelasan, tapi perempuan sekarang itu boleh sejajarlah dengan kesetaraan gender. Kesetaraan gender itu sekarang sifatnya internasional.

8. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

Tidak, tidak ada yang berbeda. Kita ini kan sudah terpilih menjadi wakil rakyat semua rakyat itu sama di mata hukum, sekalipun saya tahu bahwa si X tidak pro terhadap saya, bukan berarti saya tidak memperdulikannya dan jarang menemui mereka. Siapapun konstituen yang berada di daerah pemilihan saya, saya akan selalu berlaku adil dan tidak ada pilih-pilih kasih. Bukan wakil rakyat lah namanya kalau tidak melakukan pemerataan terhadap konstituennya. Jadi untuk siapa yang sering didatangi, keduanya sama-sama balance, baik yang pro maupun yang tidak pro terhadap saya. Tidak ada itu namanya konstituen yang jarang di datangi dan sering didatangi.

9. Apakah kebiasaan berkomunikasi di kantor dan di masyarakat mempengaruhi komunikasi dalam keluarga?

Rata-rata sih enggak, kita bisa membedakan bagaimana kita di kantor berhadapan dengan orang politik dengan keluarga, itu jangan sampai terbawa karena disini kalau kita berhadapan dan berbicara dengan teman-teman politik ini kita juga harus memahami dulu baru kita bisa berkata, kalau di keluarga kan kita lebih ke bahasa kekeluargaan. Jadi tidak berpengaruh ke keluarga.

10.Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? Tipekal saya memang yang tidak terlalu berubah mode jadi kalau di kantor begini, nanti kalau di pesta tinggal celananya diganti dengan rok, kalau


(8)

saya pribadi ya, hanya kadang-kadang mau juga saya pakai rok ke kantor. Tapi kalau model baju sama, karena saya lebih familiar dengan gaya baju seperti ini. Saya orangnya tidak modis, tidak mengikuti trend sekarang kan baju muslim itu kan banyak tapi saya orangnya gak bisa. Inilah standart baju saya ahahha. Saya kalau keluar tidak pernah pakai baju kaos, gak pernah pakai jeans. Saya sudah beginilah style nya formal. Tapi mungkin adek-adek bisa lihat bahwa kami juga disini disediakan uniform, tapi kesehariannya kami menggunakan baju bebas. Tapi kalau tentunya memang etika berbusana kantor dengan busana pesta itu mesti dibedain. Kalau di rumah sih bebas aja mau pake apa aja. Sebelum menjadi anggota DPR memang begini gaya berbusana saya, kecuali dulu masih bekerja di bank ada peraturan berbusananya disesuaikan dengan uniform kantor itu. Kalau untuk di rumah, ya saya layaknya ibu-ibu yang lain pakai daster, paling lepas jilbab ya begitu bagaimana baju rumahan yang biasanya. 11.Ketika Ibu terjun ke masyarakat, bagaimana gaya berpakaian Ibu?

Saya justru lebih minim lagi misalnya kesini (kantor) pakai gelang uda terbiasa pakai gelang, jadi ke masyarakat itu kita enaknya berpakain seperti mereka biar membaur, seperti pakai sendal, karena kita itu ke pedalaman. Saya kan dapil Medan, 11 kecamatan 2014, pada saat 2009 21 kecamatan wilayah saya. Yah bayangilah kalau kita pakai sepatu ke belawan turun ke pelabuhan ke tembung sana. Jadi sebenarnya lebih enaknya ke masyarakat ini kita pun berbahasa pada saat kita menerima aspirasi, kita harus berkomunikasi dengan bahasa yang sangat sederhana. Kalau bisa pun bahasa mereka itulah yang kita curi. Kita gak bisa berbahasa yang aneh-aneh gitu, kita menyampaikan program pemerintah tidak gak bisa bila budgeting, kita cuma bisa bilang anggaran biaya misalnya. Kita enggak bisa bergaya bahasa yang tidak biasa mereka sebutkan, jadi komunikasi kita mengikuti komunikasi mereka.

12.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? Di kantor, kita berbicara di kantor apalagi saat rapat lebih cenderung menggunakan gerakan tangan untuk gaya nonverbalnya, karena bagi saya


(9)

dalam mengemukakan pendapat apabila kita menggunakan gerakan tangan, hal itu lebih memperlihatkan sikap tegas. Dan kalau di rumah sih tidak begitu banyak ya, karena kan di rumah lebih keluarga jadi berbicara pun lebih santai.

13.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

Sedikit, kita memang bisa membedakan apalagi namanya manusia ini kadang mau sampai terbawa. Jadi kadang memang mau terbawa dalam keluarga, karena mood itu cukup berpengaruh ya dan gak bisa dibohongi oleh ekspresi wajah kita. Cara mengatasinya kalau saya ada masalah di kantor, terkadang saya kasih jeda waktu sebelum pulang ke rumah misalnya pergi belanja, jalan-jalan untuk meredakan. Setelah saya rasa sudah mendingan, baru saya pulang ke rumah. Jadi kan tidak terbawa sampai ke rumah, masalah yang di kantor cukuplah untuk di kantor, jangan dicampur baurkan dengan keluarga.

14.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? Seperti yang saya bilang tadi, kalaupun ada masalah untuk melepaskan emosi saya lebih memilih memberikan waktu sejenak untuk saya sendiri atau biasa orang-orang bilang „me time‟, jadi kalaupun saya ingin cerita masalah atau kekesalan saya, suami saya tempat curhat saya. Kalau untuk teman-teman sesama anggota dewan baik itu teman satu komisi ataupun teman satu fraksi, kami lebih terbuka dalam masalah pekerjaan, masalah masyarakat lah, tapi kalau untuk urusan pribadi sih tidak begitu ya.

15.Menurut pendapat Ibu, berpengaruhkah penampilan terhadap respon lawan bicara?

Tetap itu berpengaruh, kita menarik perhatian audiens. Jadi cara kita menarik perhatian mereka dengan berpenampilan yang sesuai dengan kondisi. Janganlah pula kita menghadapi masyarakat dengan bergrendel-grendel segala perhiasan, bergaya dengan sesukanya. Kita harus


(10)

menyentuh masyarakat agar mereka mau mendengarkan kita dan respect terhadap kita.

16.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?

17.Pasti ada, kalau dengan anak-anak dan suami itu lebih ke intonasi bagaimana seorang ibu dengan anak bagaimana istri dengan suami, lebih ke bahasa sayang atau bahasa keluarga. Kalau dalam ruang lingkup pekerjaan khususnya saat di kantor, pasti ada saat-saat dimana intonasi kita itu berubah-ubah, naik-turunnya intonasi suara pasti ada. Terlebih saat kita melakukan agenda rapat, untuk mengeluarkan pendapat maupun menegaskan suatu hal intonasi suara kita bisa naik-turun. Tetapi untuk masyarakat sedikit berbeda ya, karena kan untuk menghadapi mereka itu harus bertahap, kita juga harus memperhatikan dari mulai kata, intonasi, nada dan volume suara kita agar mereka tetap nyaman berada dengan kita, dan mereka tidak salah persepsi dengan kita. Karena terakadang kan dari intonasi suara yang berbeda bisa membuat persepsi yang berbeda-beda juga dari lawan bicara kita.

Informan II

Nama lengkap : Siti Aminah Parangin-angin, SE, M.SP Tempat dan tanggal lahir : Hutabulu, 12 Agustus 1961

Alamat : Jln. Palas 5, No. 51, Medan Pendidikan Terakhir : Magister Politik

Usia : 54 tahun

Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah

Jumlah Anak : Dua

Fraksi : PDI Perjuangan

Komisi : B

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

Sudah 15 tahun atau tiga periode ya saya menjadi anggota dewan di tanah Karo, pernah juga menjabat sebagai ketua DPR di Karo. Setelah itu, dulu


(11)

anggota dewan Pak Sudarto Sitepu mengundurkan diri karena beliau ikut dalam Pilkada Kabupaten Karo, nah untuk menggantikan posisi beliau saya kemudian dilantik menjadi anggota DPR SUMUT menggantikan posisi beliau dari tahun 2014 sampai 2019.

2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi?

Ada, sulit pertama sekali dengan sesama anggota DPR, karena pada masa itu hanya saya sendiri perempuan anggota DPR di Karo. Jadi ya ilmunya saya curi pada saat saya pergi-pergi ke lapangan dengan anggota DPR yang lain. Hanya saja kadang mereka marah jika saya ikut dengan mereka, karena hanya saya sendiri yang perempuan mereka merasa tidak nyaman dan menganggap saya seperti mata-mata. Tapi seiring berjalannya waktu ketidaknyamanan itu sudah mulai hilang, anggota dewan laki-laki juga sudah terbiasa akan kehadiran saya saat ikut ke lapangan terlebih sudah tiga periode menjabat kan, jadi yah sudah nyaman saja, saya pun tidak canggung lagi meskipun hanya saya perempuan.

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

Sangat-sangat bagus, tidak ada masalah. Semua komunikasi lancar baik dengan staff maupun dengan anggota dewan yang lain.

4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

Semuanya dipakai, bahasa Indonesia dan juga bahasa daerah melihat orangnya, siapa teman berbicara. Kalau di rumah lebih sering pakai bahasa Karo sama anak-anak juga, sama seperti di masyarakat bahasa Indonesia juga sesekali di selingi bahasa daerah lah.

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?


(12)

Utamanya saya pilih komisi B ini sebenarnya karena ini menyangkut perekonomian, pertanian karena wilayah saya, dapil yang saya wakili adalah daerah pertanian bagaimana meningkatkan pertanian, peternakan, perkebunan, kehutanan, BUMN itulah yang mewakili ini. Apa yang saya timba ilmu saya di MSP ini, ada kaitannya. Jadi untuk sejauh ini saya masih nyaman di komisi ini.

6. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?

Jauh perbedaannya, mereka lebih senang kalau kita yang permpuan yang datang berkunjung beda saat laki-laki yang datang. Karena kita lebih mudah mengumpulkan massa itu, karena saya juga sudah 3x menjadi wakil rakyat di Karo saya tidak pernah sekalipun membayar atau mengeluarkan uang dalam pemilihan atau money politik dan mereka juga rata-rata sudah mengenal saya, mereka juga senang dengan saya sehingga respon yang mereka berikan juga baik.

7. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

Ya utamanya apapun ceritanya konstituen yang memilih kita itu, itu yang kita utamakan, tapi yang tidak juga kita berusaha bagaimana caranya supaya dia juga mengerti apa yang menjadi tugas-tugas kita dan apa yang dia bisa peroleh dengan kedudukan kita, gitu. Karena rakyat ini banyak yang memilih karena uang, kita ingin merinso otak-otaknya yang tidak bagus itu, gitu kalau saya. Semua saya sayang sama rakyat ini, tapi ada yang tersayang karena dia yang mendudukkan kita, begitu. Ya semua, semua didatangi, kita kan ke satu desa, satu desa itu ya kalau kita reses kan kita undang semuanya, ya kalau tidak mau dengarkan ya itu terserah dia, tapi tugas kita sebagai wakil rakyat harus kita jalankan, gitu.

8. Apakah kebiasaan berkomunikasi di kantor dan di masyarakat mempengaruhi komunikasi dalam keluarga?

Saya biasa-biasa saja berkomunikasi dengan siapa saja, begini saya di kantor yah begitu juga berkomunikasi di masyarakat dan di keluarga. Hanya saja kalau saya di masyarakat mereka menganggap saya memiliki


(13)

nilai lebih, jadi kalau ada acara apa atau makan-makan saya selalu di undang.

9. Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? Jauh beda lah, dulu kan saya latar belakang pengusaha kedai kopi bergabung dengan bapak-bapak dan siapa saja, jadi tidak begitu memperhatikan penampilan. Setelah menjadi anggota DPR kan harus lebih rapi, tidak perlu terlalu mewah cukup rapi saja menurut saya. Saya juga hanya sesekali memakai aksesoris, itupun menyesuaikan tempat dan situasi ya. Kalau misalnya ke pesta, ya kadang saya pakai, ke kantor kalau saya lagi pengen ya saya pakai, tapi kalau lagi enggak pengen, ya tidak saya pakai.

10.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? Di kantor dan di masyarakat, karena saat kita berbicara atau menjelaskan sesuatu, gerakan-gerakan tangan kita cukup menunjang dalam artian gerakan tangan membantu kita untuk lebih bisa memaparkan apa yang ada dalam isi pikiran kita untuk disampaikan pada lawan bicara.

11.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

Pasti ada, tapikan kalau kita ke masyarakat kita harus tahu menempatkan diri, pintar-pintar bagaimana supaya dapat menutupinya. Harus professional saat kita bekerja, membedakan mana yang menjadi prioritas saat bekerja. Begitu juga saat kita di keluarga, jangan terlalu memperlihatkan masalah yang ada, semaksimal mungkin raut wajah itu dijaga agar tidak terlalu kelihatan. Setiap masalah kan, pasti ada jalan keluarnya, ya saya selalu berusaha untuk santai saja, bukan berarti melupakan masalah itu santai tapi tetap memikirkan bagaimana cara memecahkannya, bila perlu minta solusi dengan orang yang kira-kira bisa membantu, jadi tidak perlu semua orang harus tahu kalau kita sedang memiliki masalah, pintar-pintar lah menutupinya.


(14)

12.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? Ya kalau saya terbuka aja kalau sama semua teman yang ada disini, begitu. Apa yang terjadi ya kita selalu cerita, suka duka hidup ini namanya kawan, kawan satu perjuangan. Walaupun kita gak satu partai rasanya kita ini sudah bersaudara karena kita harus sama-sama memperjuangkan aspirasi rakyat disini, gak ada pilih partai, disini sama aja. Kalau kita sudah menjadi wakil rakyat semua sama bagi kita dan kitalah semitra kawan kerja kitalah, bagaimana kita berbuat supaya rakyat mengambil aspirasi yang kita sampaikan ya kita bantu, begitu. Berbagai-bagai partai di komisi ini, enggak sama. Ada PDI, Golkar ada Demokrat semuanya ada tapi kalau untuk tugas kami ya sama, sama berjuang, apa yang kami lakukan sama begitu, gak pilah-pilah disini.

13.Menurut pendapat Ibu, berpengaruhkah penampilan terhadap respon lawan bicara?

Ya berpengaruh karena kan kita berhadapan dengan masyarakat ya harusnya lebih berpenampilan menarik.

14.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?

Kalau saya sama saja, mengalir begitu saja baik di keluarga, di kantor maupun di masyarakat saya berbicara sama saja tidak ada bedanya, hanya sekali-sekali disaat saya menyatakan pendapat terkadang ada penekanan-penekanan dalam intonasi yang saya keluarkan, ya mengalir begitu saja tanpa harus kita atur-atur.

Informan III

Nama lengkap : Novitasari, SH Tempat dan tanggal lahir : Medan, 9 Mei 1982

Alamat : Komplek Tasbih No. 8, Medan

Pendidikan Terakhir : Sarjana Hukum

Usia : 34 tahun


(15)

Status : Belum Menikah

Fraksi : Partai Golkar

Komisi : C

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

Masih pendatang barulah, terpilih baru periode ini tahun 2014 sampai 2019.

2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi?

Kalau pertama kali masuk itu tentu beda ya karena diluar dari ruang lingkup saya yang dulunya sebagai pengusaha. Disini kan kita harus menyesuaikan dengan cara dan gaya masing-masing dari individu. Hanya menyesuaikan saja tidak terlalu bermasalah kalau menurut saya.

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

Berjalan lancar dengan staff-staff yang lain juga karena mereka juga kan tetap ada membantu tugas dari dewan.

4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

Kalau di kantor sih lebih ke bahasa Indonesia ya apalagi kalau sedang rapat, bahasa Indonesia yang formal ya. Tapi kalau sedang kumpul-kumpul begini di luar jam rapat bersama anggota dewan yang lain, ya kadang ada juga muncul bahasa tradisional.

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?

Sebenarnya dengan basically hukum, cocok. Karena dia mengetahui aturan-aturan, bisa di implementasikan juga. Sejauh ini saya nyaman, karean saya juga mengerti aturan-aturannya , Peraturan Pemerintah, dan semua itu dasarnya juga dari hukum.

6. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?


(16)

Kalau saya sih merasa ada ya, karena kan kalau kita perempuan ini yang datang dan berkomunikasi dengan masyarakat kita lebih banyak menggunakan hati, sehingga mereka lebih nyaman terkadang kalau kita yang berbicara dengan mereka, namun tidak menutup kemungkinan mereka tidak merespon anggota laki-laki ya.

7. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

Oh kalau saya enggak ada masalah, mau mereka pro ataupun tidak pro sama saya. Sepanjang saya menjalankan tugas saya, saya akan memberikan yang terbaik walaupun sekalipun dia tidak memilih saya, namanya saya sudah tugas, itu sudah menjadi kewajiban saya untuk menjelaskan ke mereka, tentunya kan akan ada juga suka dan tidak suka. Saya tidak ada perbedaan untuk mendatangi mereka, namanya saya sudah menjadi wakil rakyat, misalnya gini adek milih saya yang satunya lagi tidak milih saya, ya tetap ada pendekatan, tidak masalah kan? Manatau ke depannya yang tadinya dia tidak memilih saya ke depannya bisa milih saya, kita kan tidak tau. Yang jelas kita mesti melakukan pendekatan-pendekatan secara emosional dan tetap seimbang terhadap mereka.

8. Apakah kebiasaan berkomunikasi di kantor dan di masyarakat mempengaruhi komunikasi dalam keluarga?

Tidak ada pengaruh, karena kan kita memang harus menempatkan diri kita. Yah kalau di keluarga tetap menggunakan bahasa sehari-hari di rumah, tidak terlalu formal seperti di kantor.

9. Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? Kalau kakak sebelum menjadi anggota DPR maupun sesudah menjadi anggota DPR yah beginilah gaya berpakaian kakak, tapi setidaknya menyesuaikan diri lah. Ketika kita menghadiri acara yang formal yah kita memakai pakaian yang formal, pakai blazer pakai rok atau celana panjang tergantung di situasi. Kalau acaranya agak santai, ya pakai pakaian yang santai juga, kata kuncinya harus rapi dan sopan sih.


(17)

10.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? Menurut saya, dalam penggunaan komunikasi nonverbal seperti gerakan tangan, menggelengkan kepala, ekspresi wajah itu tidak bisa kita atur ya karena itu refleks dimana saja dan kapan saja bisa kita gunakan baik itu saat ke masyarakat, saat di kantor maupun di keluarga.

11.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

Sedikit pastilah ada pengaruh, namun saya tidak menjadikannya berlarut-larut. Karena kan kita juga harus cari bagaimana solusinya. Kalau mengatasinya ya, saya lebih senang menceritakannya kepada kedua orangtua saya, jika membutuhkan solusi ya saya minta jika tidak ya hanya saya curahkan saja.

12.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? Kalau di DPRD Sumatera Utara ini sifatnya politik-sosial, misalnya kan disini ada beberapa daerah atau kabupaten juga yang mana anggota dewan yang lain juga ada kepentingan dengan dapil masing-masing, begitu juga saya ada kepentingan di daerah pemilihan saya, dan bersama-sama lah dengan kawan-kawan lainnya bagaimana memecahkan masalah yang dibawa dari dapil masing-masing, sharinglah, berkomunikasi, bertanya

„bagaimanalah bang bagusnya‟, macamlah. Kalau disini konternya saya

tetap di urusan kantor menjalankan tugas saya sebagai wakil rakyat, namun kalau untuk masalah curhat mengenai hal pribadi, saya lebih dekat ke mama saya sama papa saya. Kepada mereka saya lebih terbuka mengenai masalah-masalah yang saya hadapi termasuk juga urusan pribadi.

13.Menurut pendapat Ibu, berpengaruhkah penampilan terhadap respon lawan bicara?

Berpengaruh, kita juga harus menjaga penampilan kita. Karena jika penampilan yang kita pakai membuat kita nyaman, maka kita juga akan


(18)

lebih nyaman jika berbicara dengan lawan bicara. Namun sebaliknya, jika penampilan kita tidak mendukung atau membuat kita merasa tidak nyaman maka lawan bicara kita juga akan merasakan ketidaknyamanan kita.

14.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?

Ada, misalnya saat kita di masyarakat kita harus menggunakan komunikasi dengan nada, intonasi yang baik, kita harus lebih hati-hati lagi dalam memilih dan menggunakan nada maupun intonasi, karena tingkat kecerdasan masyarakat itu juga kan berbeda-beda, jadi tidak sembarangan dalam menaikkan volume suara, intonasi. Tapi kalau di dalam keluarga dan di kantor ya nada, dan intonasi dalam berbicara selayaknya saja seperti biasanya saja.

Informan IV

Nama lengkap : Rinawaty Sianturi, SH

Tempat dan tanggl lahir : Siborongborong/ 28, Oktober 1980

Alamat : Jln. Sriwijaya, Medan

Pendidikan Terakhir : Sarjana Hukum

Usia : 35 tahun

Agama : Kristen Protestan

Status : Menikah

Jumlah Anak : 1

Fraksi : Partai Hanura

Komisi : E

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

Sudah delapan tahun menjabat sebagai anggota dewan sejak 2009 sampai sekarang

2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi?

Kalau kesulitan sih engga, itukan semua tergantung kita. Kita di lembaga ini mau ngapai dulu, karena posisi kita kan jadi perpanjangan partai, yah kita komunikasi sah-sah aja tidak ada kesulitan. Kesulitan itu hanya


(19)

sebatas perempuan dan laki-laki harus dijaga etikanya. Misalnya dalam bercanda, bercanda kita itu jangan sampai melecehkan.

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

Biasa saja, sejauh ini masih lancar. Tidak ada membeda-bedakan, semua sama saja. Berkomunikasi dengan baik antar anggota juga dengan staf dan pegawai lainnya.

4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

Bahasa Indonesia, tapi kalau dengan teman orang batak saya menggunakan bahasa batak, kadang juga menggunakan bahasa jawa dengan teman yang suku jawa walaupun hanya bisa sedikit-sedikit. Itu kan bentuk komunikasi kita yang tidak kaku. Beberapa bahasa yang saya kuasai, bahasa Indonesia, bahasa batak, bahasa jawa sedikit dan bahasa inggris. Bahasa formal yang kerap sekali digunakan, hanyakan bahasa formal di pemerintahan itu banyak yang kita pakai misalnya, anggaran fungsinya apa, pokok kegiatannya apa karena fungsi kita kan pengamatan jadi ya itu bahasa yang digunakan ya bahasa formal yang sesuai dengan instruksi mereka. Di rumah saya sama suami pakai bahasa batak dan bahasa Indonesia ya, kalau di masyarakat bahasa Indonesia yang dipakai namun terkadang kalau ada bahasa daerah konstituen yang saya tahu dan saya bisa dalam penyampaiannya, ya saya mau pakai bahasa daerah itu walaupun sikit-sikit seperti bahasa jawa.

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?

Sesuai sesuai aja sih. Jadi semua lingkungan itu tempat belajar, belajar membaca, belajar mencerna jadi disini kita ditempatkan disinilah kita belajar. Sejauh ini sih nyaman-nyaman aja ya, kalau enggak nyaman dengan pekerjaan itu yah mending di rumah saja jadi ibu rumah tangga.


(20)

6. Saat terjun ke masyarakat, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi? Bagaimana perbedaan saat berkomunikasi di kantor dan di masyarakat?

Kesulitannya engga ada lah. Ini kan kita dipilih langsung oleh masyarakat, iyakan? Berarti kita memang harus bisa berkomunikasi baik dengan masyarakat, iyakan. Kayak kamulah, kita baru pertama kali ketemu, ada tidak kesulitan yang kamu rasakan saat kita berkomunikasi? Yah asal kita berkomunikasi tidak kaku, yang penting dia tidak mengarah kearah pribadi. Yah bebas berkomunikasi asal dengan cara yang sopan, ramah kalau kita tidak sibuk ya kita jawab itulah komunikasi verbal komunikasi yang tidak terlalu kaku.

7. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?

Yah pasti ada, perbedaan itu mungkin dari status ya. Kalau kita datang dari suatu pemerintah misalnya nih reses nih sosialisasi, kita dari perempuan karena kita mungkin belum memperkenalkan diri belum menyampaikan apa maksud dan tujuan kita, mungkin mereka akan underestimate atau menganggap ibu ini atau saya itu ibarat kata mungkin dianggap ya perempuan biasa, maksudnya tidak memahami pemerintahan. Tapi ketika kita memperkenalkan diri, memberitahukan visi misi kita ya pengertian mereka beda. Yah itulah gunanya pendekatan itu, memperkenalkan diri, mengucapkan salam, memberitahu darimana, tujuannya apa jadi tidak terjadi miss communication. Misalnya nih, kita kumpul 20 orang jumpa di masyarakat, terus saya memperkenalkan diri sebagai istri dari ini, mereka akan anggap kita sebagai ibu rumah tangga. Sama seperti kamu dek, kalau misalnya kamu bilang saya anak dari pak tampubolon, mereka pasti bilang

“oh ini masih anak-anak”, beda saat ketika kamu memperkenalkan diri

“saya mahasiswa dari Ilmu Komunikasi”, mereka akan beranggapan “oh berarti sudah paham”, jadi orang kan langsung terfokus. Jadi begitu kita memperkenalkan diri atau say hi, jadi orang kan langsung terfokus, pemikirannya begini cara dia menerima begini. Itulah bedanya.


(21)

8. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

Ya pasti sah-sah saja jika memang ada konstituen yang tidak pro terhadap kita, itu uda bagiannya itu. Itulah demokrasi ada yang suka ada yang tidak, jadi resiko. Hak dia mengatakan ini-itu asal sebatas dia sopan, “kamu begini-begini, anggota dewan begini-begini” itu hak dia yang penting kita kasih penjelasan kita. Hal itu tidak membatasi saya untuk tetap mendatangi mereka, engga ada yang membatasi, tetap saya datangi baik yang pro maupun tidak pro. Kalau mau membatasi ya jangan jadi wakil rakyat, jadi ibu rumah tangga aja atau buka usaha saja.

9. Apakah kebiasaan berkomunikasi di kantor dan di masyarakat mempengaruhi komunikasi dalam keluarga?

Engga sih, tapi karena kebetulan saya dan suami sama-sama anggota DPRD jadi lebih santai sih sebenarnya, karena pembicaraan juga lebih sering soal konstituen, konstituen yang disana begini begini dapil disana begini-begini. Jadi ya itu-itu aja yang kita bahas, tetapi tetap sambil lah ngurus anak-anak.

10.Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? Pasti ada, pasti lebih rapilah. Namanya kita di lingkungan masyarakat pasti akan dilihat cara kita berpakaian harus lebih sopan lebih rapi, dan tidak sembarangan. Kalau untuk di lingkungan kantor, harus rapi dan sopan, gak mungkin lah kita pakai kaos disini, atau pakai kaos ketat yah namanya kita disini kan. Beda kalau di rumah, bisa berpakaian yang lebih santai lagi, mau pakai kaos pun bisa pakai daster terserah.

11.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? Dimana-mana aja sih dek, refleks. Kita engga bisa buat-buat komunikasi nonverbal, semua itu tergantung situasi dan emosi. Saat kapan nonverbal kita itu keluar, kita engga bisa rencanakan, misalnya saja saat menjelaskan di masyarakat kadang spontan saja begitu, ada gerakan-gerakan tangan,


(22)

tatapan kita. Kita engga bisa memilih saat dimana kita lebih banyak menggunakan komunikasi nonverbal kita, begitu.

12.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

Enggak boleh, kita itu kalau lagi marah engga boleh kita menunjukkannya. Itulah tugas kita sebagai anggota DPR, harus bisa menjaga ekpresinya. Kayak tadi waktu rapat ada orang yang kurang respon terhadap kita ya kita biasa aja, oh mungkin itulah yang dia tahu. Itulah seorang politikus itu seperti itu, ga boleh langsung marah gak boleh langsung down, ga boleh langsung terpancing kecuali kalau dia didebatkan dalam situasi seperti tadi, kalau itukan wadah kita untuk menyatakan pendapat yah boleh kita mengeluatkan tapi ya sebatas itu saja, tapi kita gak boleh marah tapi menerangkan boleh.

13.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? Sama suami. Apalagi kalau ada masalah mengenai pekerjaan ya ceritanya ke suami, karena suami saya juga sama kayak saya anggota dewan juga

disini „konstituen yang ini begini, yang itu begitu, kira-kira bagaimana ya

solusinya‟. Kalau untuk melampiaskannya saya lebih ke anak saya ya, kan masih umur tiga tahun ya saya bermain sama dia, ngajarin dia ini-itu, begitulah dek

14.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?

Ada, kalau di masyarakat kan banyak masyarakat yang tidak mengerti mereka hanya beranggapan kalau kita sudah dipilih yah siap gak siap kita akan membantu mereka. Jadi kalau ke masyarakat itu harus lebih halus, lebih ramah, engga boleh pakai intonasi yang kesannya tinggi. Kalau di keluarga yah biasa saja lebih ramah lagilah, namanya keluarga masaan awak marah-marahi. Kalau di kantor, ya seperti yang saya katakana tadi tidak boleh marah hanya boleh menerangkan saja, bedakan mana intonasi yang tegas mana yang marah.


(23)

Informan V

Nama lengkap : Jenny Riany Lucia Brutu, SH Tempat dan tanggal lahir : Laras, 3 Februari 1958

Alamat : Jln. Mongonsidi No. 45Q, Medan Pendidikan Terakhir : Sarjana Hukum

Usia : 58 tahun

Agama : Katolik

Status : Menikah

Jumlah Anak : 3

Fraksi : Partai Demokrat

Komisi : B

1. Sudah berapa lama Ibu menjabat jadi anggota DPRD?

Saya dulunya notaris, kerja di Kabupaten Deli Serdang dari tahun 98 sampai 2014, dan menjadi anggota dewan periode 2014 sampai 2019. 2. Saat pertama kali bekerja sebagai anggota DPRD, apakah terdapat

kesulitan dalam berkomunikasi?

Awal-awal memang masih merasa canggung, tetapi beberapa bulan berjalan biasa saja, engga kaku-kaku lagi, jadi ya uda biasa aja.

3. Bagaimana hubungan antar staff di kantor DPRD? Khususnya dalam komunikasi?

Semuanya berjalan baik, sama staff juga karena kita kan buth mereka juga. 4. Bahasa apa yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari di kantor? Indonesia formal, non formal, atau adakah yang masih menggunakan bahasa daerah?

Lebih ke bahasa Indonesia yang formal yaa, kalau bahasa daerah udah engga lagi. Apalagi kita kan sering bertemu di ruang rapat jadi lebih ke bahasa Indonesia sih.

5. Sebenarnya keahlian atau background ibu di bagian apa, dan sekarang apakah ibu ditempatkan sesuai dengan pendidikan terakhir ibu serta apakah ibu merasa nyaman dengan posisi ibu saat ini?


(24)

Nyaman. Karena kalau dulu saya itu bertemu dengan orang-orang tertentu, hanya orang-orang yang membutuhkan saya, membutuhkan jasa saya itu kalau dulu. Sekarang saya sudah lebih banyak bertemu dengan segala lapisan masyarakat, mungkin keahlian saya memang disitu tempatnya dan saya merasa cukup nyaman, karena banyak yang bilang kamu kelihatan cerah, kamu kelihatan yah bahasanya cantik katanya, terus saya bilang saya makin tua kok makin cantik tapi saya berpikir juga mungkin pekerjaan ini sesuai dengan jiwa saya berhadapan dengan masyarakat, saya bisa membantu masyarakat mungkin secara materi tidak bisa, tapi secara moril mereka itu bisa menceritakan segala keluh kesah walaupun sampai hari ini belum banyak yang bisa dilakukan karena kondisi provinsi kita. Jadi saya merasa nyaman, bertemu dengan masyarakat apalagi kalau kita reses saya bertemu dengan masyarakat itu ya mungkin dunia saya sebenarnya disitu.

6. Saat terjun ke masyarakat, apakah terdapat kesulitan dalam berkomunikasi? Bagaimana perbedaan saat berkomunikasi di kantor dan di masyarakat?

Kalau saat berinteraksi dengan masyarakat engga ada kesulitan, kalau kesulitan berinteraksi dengan masyarakat engga mungkin dipilih orang kan. Kelebihan sanggota dewan sedikit adalah mereka cuma bicara, harus pintar bicara.

7. Apakah ada perbedaan respon yang ditimbulkan oleh masyarakat saat anggota DPRD perempuan dan laki-laki menyampaikan pesan?

Wah kami kalau reses jalan sendiri-sendiri.

8. Apakah ada perbedaan saat mendatangi konstituen yang pro dan tidak pro terhadap ibu? Konstituen mana yang sering ibu datangi?

Kalau di DPR untuk menjadi anggota dewan biasanya engga ada ya, saya engga pernah kesulitan terhadap konstituen baik yang waktu itu yang milih saya maupun engga. Seperti kemaren terakhir saya pergi ke suatu desa di Dairi, saat itu saya buat pertemuan, pemilih disitu ada 300, yang memilih saya sekitar 80 orang, yang hadir di pertemuan itu 200 lebih berarti banyak juga yang engga memilih saya hadir, ya kita gak tahu apa motivasi dia


(25)

entah dia cuma pengen melihat, apa pengen makan iyakan, tapi saya juga baru ingat gitu waktu itu suara saya 83 pemilih ada 300an dan saya biasa aja dalam artian tetap berlaku adil, engga ada yang langsung gimana. Tetap seimbanglah.

9. Bagaimana gaya berpakaian ibu saat di kantor, masyarakat, dan keluarga? Adakah perbedaannya sebelum dan sesudah menjadi anggota DPRD? Mungkin ada. Saya dulu berpakaian notaris, nah notaris kan kantor-kantor sendiri kan, saya kalau berhubungan dengan orang pun saya di meja saya, rok saya agak pendek tapi gak termasuk mini di atas lutut. Sekarang saya selalu memakai rok di bawah lutut, kenapa... karena kami kadang juga harus menerima demo jadi rasanya saya agak risih kalau pakai rok mini itu kalau saya. Tapi ada juga sih temen saya yang pakai rok mini yang masih gadis ada beberapa, ya mereka pakai yah engga apa-apa. Cuma ya kalau saya sudah tua, begitu banyak berhubungan dengan orang engga nyaman juga saya kalau terlalu pendek gitu.

10.Saat berkomunikasi, dimanakah Ibu lebih sering menggunakan bahasa tubuh (komunikasi non verbal)? Di kantor, masyarakat atau di keluarga? Setiap saat, setiap saya berbicara saya selalu memakai nonverbal saya, jadi setiap saya ngomong ya saya kontak mata dengan keluarga dengan siapapun. Baik juga dengan masyarakat maupun dengan pimpinan saya begitu, saya memang kalau berbicara saya selalu kontak mata, saya enggak pernah mau tunduk, jadi tetap fokus.

11.Jika Ibu memiliki masalah entah dalam keluarga maupun masalah pekerjaan, apakah akan berpengaruh pada ekspresi wajah Ibu, dan jika berpengaruh bagaimana cara Ibu mengatasinya?

Harusnya tidak boleh ada, tetapi saya pernah mengalami dimana saya pernah menerima demo mahasiswa dan saya melihat mahasiswanya tidak sopan, itu saya marah memang ya mungkin harusnya tidak boleh marah memang tapi saya marah memang karena saya merasa mereka harusnya sebagai mahasiswa datang dan itu dan yang menghadapi itu seorang ibu-ibu dan bukan anak-anak dan melihat caranya bertanya kurang sopan disitu saya marah memang, karena saya bilang saya dulunya juga aktivis,


(26)

saya juga dulu sering demo. Kalau begitu saya marah, tapi kalau yang untuk biasa-biasa saya engga.

12.Dalam melampiaskan emosi atau pun kekesalan, apa yang sering ibu lakukan dan biasanya suka curhat sama siapa untuk meredakan emosi ibu? Oh kalau ada masalah engga ada curhat sama teman yang lain, karena di dewan ini ternyata lebih ke individu, jadi kalau curhat lebih kepada keluarga.

13.Apakah ada perbedaan nada, intonasi, dan volume suara Ibu saat berkomunikasi di kantor, di masyarakat, dan di keluarga?

Ada. Karena saya marah memang. Tapi kalaupun kita marah yah engga la maki-maki kayak ibu Risma yang marah-marah. Yah kalau saya engga lah sampai begitu, engga juga lah. Kalau saya marah ya saya harus bilang pada mereka kalau saya marah, menurut saya kalian tidak sopan. Terus untuk penggunaan nada dan volume itu selalu ada, kalau kita berbicara harus ada perbedaan, harus ada intonasi tidak bisa datar jadi harus ada dimana penekanan kita harus berbicara dengan volume lebih kuat atau volume yang datar. Kita harus lihat audiens bagaimana tanggapan mereka, ketika mereka apatis kita bisa naikkan intonasi dan volume suara jadi harus menguasai memang. Saya ini dalam konteks audiens.

14.Menurut ibu mengapa saat rapat anggota dewan perempuan lebih banyak diam?

Sebenarnya begini, perempuan ini masih lebih malu-malu. Kita itu masih lebih malu-malu memang jadi sebelum rapat sesudah rapat biasanya kami bertemu dengan mereka dengan konterpart itu, ya disitu kami sudah kasitahu ini begini-begini, jadi di formal itu yaudalah tadi uda di omongin gitu karena biasanya sebelum ini kita uda ngomong. Kalau laki-laki walaupun mereka bisa gitu. Kayak saya lah ya ini ngapai saya harus kasih lihat di depan orang gitu, tetapi misiku udah sampai. Seringannya seperti itu, kecuali ada kala-kala tertentu yang memang belum dibicarakan nah disitu kita baru. Tapi kalau saya itu yang paling ini di saya itu adalah masalah pertanian yang saya lebih ini. Tapi kalau kayak gas gitu di kita di pakpak barat tidak terlalu maksudnya kuotanya kecil. Saya pikir apa yang


(27)

disampaikan biro perekonomian tadi itu tidak tepat harusnya kurang karena menurut data tadipun pertamina kurang cuman saya pikir lebih baik saya ngomong sendiri. Jadi lebih nyaman ngomong tatap muka, masih malu-malu lah jadi tepatnya itu tadi tetap bekerja tapi kita lebih kepada pendekatannya yang berbeda tidak harus didepan khalayak.

Informan Tambahan I (ibu Meilizar Latief)

Nama : Ade Indiyani

Tempat/tgl lahir : Medan/ 18 November 1988 Alamat : Jln. Abdul Hakim Pasar 1, Medan Jabatan : Asisten pribadi ibu Meilizar

1. Sudah berapa lama kenal ibu Meilizar Latief?

Uda lama dari 2012. Pertama dulu ikut dia kampanye-kampanye dia dulu, mau jadi dewan periode kedua. Dulunya kakak di Sekwan terus ada permohonan dari ibu itu untuk jadi staff pribadi atau asistennya.

2. Bagaimana pendapat kakak mengenai ibu Meilizar?

Ya ibu itu pintar, baik, tegas. Ibu itu konsistenlah orangnya, cuma dia orangnya intelek kita itu harus cepat. Urusan sama dia itu harus cepat kerjaan harus cepat enggak boleh lama, enggak bisa nunggu harus sigap gitu loh, disiplin dia.

3. Pernah ikut ke masyarakat?

Pernah, lumayan sering lah. Kalau sama masyarakat ramah, santun, kalau ditanya sama masyarakat mengenai apa aja dia bisa menjawab karena kan dia DPR bukan satu periode, udah dua. Jadi pengalaman dia ke masyarakat udah bagus dari cara berkomunikasinya ke masyarakat juga makanya dia bisa terpilih lagi, pendekatan dia sama masyarakat bagus.

4. Bagaimana penggunaan intonasi ibu itu saat ke masyarakat?

Low profile. Enggak ada dibatasi karena dia anggota dewan itu engga ada. Ya kalau uda sama masyrakat ya udah, uda kayak sesama teman aja enggak ada membatasi kalau dia itu dewan ya biasa aja. Kalau turun ke lapangan lebih membaur sama masyarakat.


(28)

5. Pendapat kakak mengenai gaya berpakaian ibu itu? Apakah ada perubahan?

Ya seperti yang kalian lihat lah. Style nya begitu seperti yang kalian lihat sendirilah, gitu juga saat ke masyarakat. Lagian dia bukan yang hebring-hebring gimana kali, selo aja ya kan. Kadang pakai rok, kadang pakai celana tapi bajunya tetap yang panjang-panjang gitu, enggak berubah lah dia mau penampilannya reses atau ke kantor, dia gak berubah-ubah model, modelnya monoton gitu aja terus. Yah style dia emang gitulah, engga gimana kali biasa aja.

6. Apakah terdapat perubahan pada raut wajah ketika ibu itu sedang marah atau kesal?

Yah kalau dia ada masalah ya pasti kelihatan juga cuma enggak setiap hari dia nampakin, enggaklah. Kalau dia lagi kesal sama orang dia engga bawain, dia enggak mood-moodan orangnya. Ibu itu engga mau menampakkan cuma kan kita tetap bisa menilai lagian juga walaupun masih kelihatan muda tapi kita kan bisa menilai bagaimana perasaan ibu itu, jadi kalau pun ada urusan atau orang mau ketemu ibu itu kakak lihat juga, nanya juga „gimana tan, ada yang mau ketemu ini sibuk gak‟ kalau misalnya ibu itu lagi banyak kerjaan ya sama kakak disuruh berurusan apalagi kan ibu itu engga setiap hari juga ke kantor. Tapi ibu itu rajin loh, setiap hari kalau ada rapat ibu itu pasti selalu hadir, kecuali dia ada tugas keluar ya. Tapi ibu itu kalau ke kantor engga pasti selalu datang ke partai, karena kan kerja dia di komisi karena dewan ini kan monoton kerjanya di komisi. Paling fraksi itu rumahnya sama ruang pribadi dia sendiri.

7. Pernah dijadikan tempat curhat?

Cerita-cerita biasa aja kami, tapi kalau cerita pribadi itu engga lah dan kakak juga membatasi dia siapa kakak siapa, meskipun kakak udah lama ikut kalau bicara juga mesti lihat-lihat juga.

8. Ada perubahan intonasi saat ibu itu marah atau kesal?

Kalau marah ada lah, tapi engga sampai tinggi kali, masih standart lah, dia kan lembut engga kasar ya kalaupun marah engga tinggi-tinggi kali ya palingan marah ya kayak kita biasa gimana, gitu aja.


(29)

Informan Tambahan II (ibu Siti Aminah)

Nama : Agus

Tempat/tgl lahir : Medan/ 26 Juni 1987 Jabatan : Staff Komisi B

1. Sudah berapa lama kenal ibu Siti Aminah?

Kenalnya semenjak Pergantian Antar Waktu (PAW) antara ibu itu dengan pak Sudiarto.

2. Bagaimana pendapat abang mengenai ibu Siti Aminah? Baiklah, sederhana, lumayan ramah juga.

3. Pendapat abang mengenai gaya berpakaian ibu itu? Apakah ada perubahan?

Sejak pertama kali menjabat ibu itu memang simple-simple aja berpakaian, enggak mewah-mewah kali lah, dari awal sampai sekarang ibu itu selalu rapi sih.

4. Apakah terdapat perubahan pada raut wajah ketika ibu itu sedang marah atau kesal?

Kalau dari modelnya menurutkan dia itu bukan orang yang suka menceritakan hal-hal yang bersifat pribadi sih, jadi engga dinampakkan suasana hatinya gimana. Professional lah untuk urusan pekerjaan aja, menyesuaikan dengan proporsinyalah.

5. Ada perubahan intonasi saat ibu itu marah atau kesal?

Kalau intonasi suaranya sih tergantung situasi yaa, tapi kalau sehari-hari datar-datar aja sih.

Informan Tambahan III (ibu Novitasari)

Nama : Muhammad Mihardja

Tempat/tgl lahir : Medan/ 23 Juni 1987 Jabatan : Staff Komisi C

1. Sudah berapa lama kenal ibu Novitasari?

Dari pertama kali masuk DPR, cuma ibu itu engga langsung ke komisi C, dulunya di komisi B.


(30)

Ya orangnya baik, tegas. 3. Pernah ikut ke masyarakat?

Engga pernah

4. Pendapat abang mengenai gaya berpakaian ibu itu? Apakah ada perubahan?

Dari pertama masuk sih gaya berpakaian ibu itu gitu-gitu aja, engga ada perubahan yang gimana kali lah.

5. Apakah terdapat perubahan pada raut wajah ketika ibu itu sedang marah atau kesal?

Kalau disini dia engga pernah marah, jarang juga kelihatan ekspresi marah atau kesalnya. Soalnya ibu itu juga jarang berinteraksi dengan kami staff di komisi C ini.

Informan Tambahan IV (ibu Rinawati)

Nama : Siska

Tempat/tgl lahir : Medan/ 20 Januari 1981 Alamat : Marendal, Medan Jabatan : Staff Fraksi

1. sudah berapa lama kenal ibu Rinawati? Udah tujuh tahun.

2. Bagaimana pendapat kakak mengenai ibu Rinawati?

Orangnya asik, supel, simple, enggak ribet, baik, yah lumayan agak vokal, aktif di DPR di partai juga.

3. Pernah ikut ke masyarakat?

Ke masyarakat juga aktif kayak saya juga pernah dampingi, masyarakatnya didatangi sama dia ditanggepi, kita emang turun langsung ke kampung-kampungnya walaupun jauh gitu ke hutan-hutan sampai kita naik gunung ya tetap didatangi, kan dapil ibu itu di simalungun jadi sampai kesana lah sampai ke kebun-kebun sana.

4. Menurut kakak bagaimana saat ibu itu berinteraksi dengan masyarakat? Ya kalau aku lihat engga ada masalah sih ya akrab, ya karena emang terjun langsung ya seperti biasa aja enggak ada pembatas, maksudnya gini oh aku


(31)

ini pejabat engga ada begitu ya biasa aja, malah nanya lagi apa keluhannya gimana gitu.

5. Bagaimana pendapat kakak mengenai gaya berpakaian ibu Rinawati? Apakah terdapat perubahan?

Ibu itu gaya sih ya, suka dandan juga selalu rapi lah setiap saat. Engga ada perubahan gaya berpakaiannya, dari dulu sampai sekarang ya tetap seperti itu rapi, wangi, sopan.

6. Pernah dijadikan tempat curhat?

Sejauh ini kita memang saling cerita ya, tapi masalah pekerjaan ya tapi kalau diluar itu engga ya. Karena memang kita kan hubungannya kerja buksn keluarga.

6. Apakah terdapat perubahan pada raut wajah ketika ibu itu sedang marah atau kesal?

Sejauh ini aku lihat ibu itu fine-fine aja belum pernah marah, engga pernah merengut juga, ya asik-asik aja. Engga pernah sih lihat ibu itu marah, engga pernah lihat ibu itu bad mood.

7. Dalam pennggunaan intonasi apakah ada perubahan tinggi rendah saat marah?

Engga sih karena ya itu tadi engga pernah marah, soalnya ibu itu orangnya simple-simple aja, “ini gimana itu gimana, ada lagi masalah? Yauda

bereskan” ibu itu bukan tipe yang “ini gimana apa sebabnya”, engga ribet

-ribet kali gitu.

Informan Tambahan V (ibu Jenny Brutu)

Nama : Eky

Tempat/tgl lahir : Medan/ 02 Februari 1987 Alamat : Jln. Eka Surya, Medan Jabatan : Staff Partai Demokrat

1. Sudah berapa lama kenal ibu Jenny Brutu? Sejak dilantik jadi anggota DPR

2. Bagaimana pendapat abang mengenai ibu Jenny? Orangnya baik, bekerja keras, disipin


(32)

3. Pendapat abang mengenai gaya berpakaian ibu itu? Apakah ada perubahan?

Kalau perubahan penampilan emang dasarnya orang beduit dia, kalau penampilannya ya biasa-biasa aja. Kalau pakaian ya pakaian resmi lah dipakainya, kalau paripurna datang dia pakai pakaian resmi ya hari biasa juga dia pakai pakaian resmi. Kalau pemakaian rok nya juga masih wajar kok kan, di bawah lutut selalu.

4. Apakah terdapat perubahan pada raut wajah ketika ibu itu sedang marah atau kesal?

Ibu itu kalau marah engga nampak perubahan ekspresi wajahnya cuma kalau dirasanya kinerja kami kurang, cuma ya dibilanginya kalau kerja itu harus begini, orangnya displinlah.

5. Ada perubahan intonasi saat ibu itu marah atau kesal? Enggak ada perubahan intonasi suara.

6. Komunikasi noverbal yang paling sering digunakan oleh ibu Jenny? Komunikasi nonverbalnya paling kontak mata beliau lah, selalu fokus. 7. Sering melakukan interaksi dengan ibu Jenny?

Sering berinteraksi, kalau lebih kompaknya ibu itu kayaknya lebih kompak di fraksi disini kan dia bendahara fraksi kalau di komisi B dia kan anggota biasa.


(33)

DOKUMENTASI PENELITIAN


(34)

(35)

(36)

(37)

(38)

(39)

(40)

BIODATA Data Pribadi

Nama : Riris Tampubolon

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat, Tanggal Lahir : Pematangsiantar, 18 Januari 1995

Umur : 21Tahun

Agama : Kristen Protestan

Status Marital : Mahasiswa

Warga Negara : Indonesia

Alamat : Jln. Gitar No.7, Pasar II, Padang Bulan, Medan

Nomor Telepon : 081262863191

Nama Ayah : H. Tampubolon, S.Pd

Nama Ibu : L. Situmorang

Anak Ke- Dari : 4 Dari 4 bersaudara

Nama Kakak : Sorta Canny Tampubolon

Ribka Chaterine Tampubolon Lastrianna Tampubolon Riwayat Pendidikan

2000-2006 : SD Negeri 122355 Pematangsiantar

2006-2009 : SMP Swasta Cinta Rakyat-1 Pematangsiantar 2009-2012 : SMA Methodist Pematangsiantar

2012-sekarang : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU

Organisasi : Fotografi Komunikasi USU (FOKUS) Sinematografi Komunikasi USU (SIKU)


(41)

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Jl. Dr. A. Sofyan No. 1 Telp. (061) 8217168

LEMBAR CATATAN BIMBINGAN SKRIPSI

NAMA : Riris Tampubolon

NIM : 120904033

PEMBIMBING : Dr. Nurbani, M.Si

No. Tanggal Pertemuan Pembahasan Paraf Pembimbing

1 3 Desember 2015 Pembahasan pedoman wawancara 2 21 Desember 2015 Pembahasan pedoman

wawancara 3 3 Maret 2016 Penyerahan BAB IV 4 10 Maret 2016 Revisi BAB IV 5 18 Maret 2016 Revisi BAB IV 6 06 April 2016 Revisi BAB IV 7 29 April 2016 Revisi BAB IV

8 10 Mei 2016 Penyerahan BAB I-V

9 24 Mei 2016 Revisi BAB I-III


(42)

DAFTAR REFERENSI

Alexander, Iwan. 1999. Konvensi Mengenai Hak-Hak Politik Perempuan dalam PerisaiPerempuan. Jakarta: LBH APIK.

Budyatna, Muhammad & Ganiem Mona Leila. 2011. Teori Komunikasi Antarpribadi. Jakarta: Kencana.

Bulaeng, Andi. 2004. Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer. Yogyakarta: Andi

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana

Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada

Cangara, Hafied. 2009. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Daulay, Harmony.2007. Perempuan dalam Kemelut Gender. Medan: USU Press. DeVito, Joseph. A. 1997. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta: Professional

Books.

DeVito, Joseph. A. 2011. Komunikasi Antar Manusia. Tanggerang Selatan: Karisma Publishing Group.

Hardjana, Agus. M. 2003. Komunikasi Intrpersonal & Komunikasi Interpersonal Yogyakarta: Kanisius.

Ihromi, T.O. dkk ed. 2000. Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita dalam Penghapusan Diskriminasi terhadap wanita. Bandung: Alumni

Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana Kriyantono, Rachmat. 2010. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kharisma

Putra Utama.

Liliweri, Alo. 2011. Komunikasi: Serba Ada Serba Makna. Jakarta : Kencana. Miles, Matthew & Huberman, Michael. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku

Sumber tentang Metode-metode Baru. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2009.Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya


(43)

Rosdakarya.

Moore, Henrietta. L.1988. Feminism and Antropology. Cambridge: Polity Press. Morissan. 2013. Teori Komunikasi: Individu Hingga Massa. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group .

Mulyana, Deddy. 2007. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Neuman, W. Laurence. 2000. Social Research Methods Qualitative and Quantitative Approaches. 4th edition: Needham Heights.

Ruslan, Rosady. 2010. Metode Penelitian: Public Relations dan Komunikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Santoso, Edi & Setiansah, Mite. 2010. Teori Komunikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Sugiono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV Alfabeta. Sugiono.2007. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: CV Alfabeta.

Surip, Muhammad, dkk. 2011. Teori Komunikasi: Perspektif Teoritis Teori Komunikasi. Medan: Penerbit Universitas Indonesia.

West, Richard & Turner, H. Lynn. 2008. Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Sumber Lain

Harian Kompas, 18 November 2002. Kompasiana, 10 Oktober 2011

Harian berita satu, 16 September 2014. Harian Kompas, 27 April 2015.

Harian Kompas, 24 Agustus 2015

https://icuslalala99.wordpress.com/2012/03/01/cara-bicara-pria-dan-wanita-apa-bedanya/ diakses pada 28 Oktober 2015 pukul 19.25 WIB

http://dprd-sumutprov.go.id/index.php/sejarah-2 diakses pada 15 Februari 2016

pukul 17.50 WIB

http://kpud-sumutprov.go.id/wp/?page_id=838 diakses pada 15 Februari 2016 pukul


(44)

Jurnal Perempuan untuk pencerahan dan kesetaraan. 2004. Halo Senayan. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.

Jurnal Perempuan untuk pencerahan dan kesetaraan. 2012. Perempuan Pejabat Publik. Jakarta: Yayasan Jurnal Perempuan.


(45)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja untuk memahami suatu subjek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk menemukan jawaban yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan termasuk keabsahannya. Sistem dan metode yang dipergunakan untuk memperoleh informasi suatu pengetahuan ilmiah yang disebut dengan metodologi ilmiah. Pada sisi lain dalam kegiatan untuk mencari informasi tersebut dengan tujuan untuk menemukan hal-hal yang baru merupakan suatu prinsip-prinsip tertentu disebut dengan penelitian (Ruslan, 2010: 24).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus, maksudnya metode ini adalah metode penelitian yang menggunakan berbagai sumber data (sebanyak mungkin data) yang biasa digunakan untuk meneliti, menguraikan dan menjelaskan secara komprehensif berbagai aspek individu, kelompok, suatu program, organisasi atau peristiwa secara sistematis (Kriyantono, 2006 : 66).

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2007: 68).

Penelaah berbagai sumber data ini membutuhkan berbagai macam instrumen pengumpulan data. Karena itu, peneliti dapat menggunakan wawancara mendalam, observasi, dokumentasi-dokumentasi, kuesioner (hasil survei), rekaman, bukti-bukti fisik, dan sebagainya. Adapun ciri-ciri studi kasus, antara lain (Kriyantono, 2006:66):

1. Partikularistik, artinya studi kasus terfokus pada situasi, peristiwa, program atau fenomena tertentu.

2. Deskriptif, artinya hasil akhir metode ini adalah deskripsi detail dari topik yang diteliti.


(46)

3. Heuristik, artinya metode studi kasus membantu khalayak memahami apa yang sedang diteliti. Interpretasi baru, perspektif baru, makna baru merupakan tujuan dari studi kasus.

4. Induktif, artinya studi kasus berangkat dari fakta-fakta di lapangan, kemudian menyimpulkan ke dalam tataran konsep atau teori.

3.2 Objek Penelitian

Objek penelitian merujuk pada masalah yang sedang diteliti. Objek penelitian yang akan diteliti adalah gaya komunikasi verbal dan nonverbal anggota perempuan yang menjabat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

3.3 Subjek Penelitian

Penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk membuat generalisasi hasil riset.Hasil riset lebih bersifat kontekstual dan kasuistik, yang berlaku pada waktu dan tempat tertentu sewaktu penelitian dilakukan, karena itu pada penelitian kualitatif tidak dikenal istilah sampel. Sampel pada penelitian kualitatif disebut informan atau subjek penelitian, yaitu orang-orang yang dipilih untuk diwawancarai atau di observasi sesuai tujuan penelitian. Disebut subjek, bukan objek, karena informan dianggap aktif mengkonstruksi realitas, bukan sekedar objek yang hanya mengisi kuesioner (Krisyantono, 2006 : 163).

Dalam mendapatkan informan, peneliti menggunakan teknik snowball sampling yang merupakan teknik penentuan subjek penelitian dengan menemukan gatekeeper yaitu siapapun orang pertama yang dapat memberi petunjuk tentang siapa yang dapat diwawancarai dalam rangka memperoleh informasi tentang objek penelitian atau bisa sekaligus menjadi orang pertama yang diwawancarai, setiap habis wawancara peneliti meminta informan menunjuk orang lain berikutnya yang dapat diwawancarai untuk melengkapi informasi (Bungin, 2007: 77). Berdasarkan uraian diatas maka yang menjadi subjek penelitian ini adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Perempuan Provinsi Sumatera Utara.


(47)

Tabel 1. Data Anggota Perempuan di DPRD-SU

No Fraksi Nama Jabatan

1 Partai Golkar 1. Hj. Helmiati

2. Novita Sari, SH

3. Putri Susi.M.Daulay,SE

Bendahara Wkl. Bendahara Anggota

2 Partai Demokrasi Indonesia - Perjuangan 1. Sarma Hutajulu, SH

2. Siti Aminah Parangin-angin, SE, MSP

Wkl. Sekretaris Anggota

3 Partai Demokrat 1. Tiaisah Ritonga, SE

2. Jenny.R.L.Berutu, SH 3. Hj.Meilizar Latief, SE, MM 4. Lidiani Lase

Wkl. Sekretaris Bendahara Anggota Anggota

4 Partai Gerindra 1. Sri Kumala, SE, MM Bendahara

5 Partai Hanura 1. Rinawati Sianturi, SH Anggota

6 Partai Keadilan Sejahtera 1. Dra.Hj.Hidayah.H.Gusti Anggota

7 Partai Amanat Nasional - -

8 Partai Nasional Demokrat 1. Dra.Delmeria

2. Inge Amelia Nasution, S.Psi

Bendahara Anggota

9 Partai Persatuan Keadilan Bangsa - -

3.4 Kerangka Analisis

Unit analisis pada umumnya dilakukan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh tentang situasi sosial yang diteliti objek penelitian. Unit analisis dalam penelitian ini meliputi tiga komponen menurut Spradly (dalam Sugiono, 2007:68) yaitu :

1. Tempat dimana dalam penelitian ini berlangsung. Tempat berlangsungnya adalah di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara.

2. Pelaku, pelaku dalam penelitian ini adalah subjek penelitian sebagai informan yang sesuai dengan penelitian ini. Dalam hal ini adalah Anggota Perempuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara. 3. Kegiatan, kegiatan yang dilakukan oleh pelaku dalam situasi yang sedang

berlangsung dalam hal mengetahui bagaimana gaya komunikasi verbal dan nonverbal anggota permpuan yang berada dalam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(48)

Peniliti akan melakukan reduksi data.

Data yang diperoleh dari lapangan yang sangat banyak sehingga perlu dilakukan analisis dan melakukan reduksi data. Mereduksi berarti merangkum dan memilih hal-hal apa saja yang pokok dan berfokus pada hal-hal yang penting saja. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencari bila diperlukan (Sugiono, 2005: 92). Adapun kerangka analisis yang digunakan oleh peneliti adalah Model Analisis Interaktif Miles dan Huberman yang terdiri dari tiga hal, yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1992: 16).

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian dalam pencarian data-data dilapangan adalah :

1. Metode Wawancara Mendalam (In-Depth Interview Method)

Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai (Bungin, 2007: 108).

2. Metode Observasi

Metode observasi adalah metode pengumpulan data melalui pengamatan secara langsung (tanpa mediator) sesuatu objek untuk melihat dengan dekat kegiatan yang dilakukan objek tersebut. Observasi partisipasi adalah metode observasi di mana peneliti juga berfungsi sebagai partisipan, ikut serta dalam kegiatan yang dilakukan subjek yang diteliti, apakah kehadirannya diketahui atau tidak diketahui (Kriyantono, 2010: 110). 3. Studi Kepustakaan

Metode ini dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari literatur dan sumber lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.

3.5.1 Penentuan Informan

Informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan yang sedang menjabat sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara.


(49)

3.5.2 Lokasi Penelitian

Lokasi dalam penelitian ini adalah kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara yang bertempat di jalan Imam Bonjol No. 5, Medan.

3.5.2.1 Sejarah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Propinsi Sumatera Utara pertama kalinya dibentuk pada tanggal 15 April 1948 berdasarkan Undang – Undang No. 10 Tahun 1948, daerah ini meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli Utara. Pembentukan Propinsi Sumatera Utara di atas berdasarkan surat Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Sumatera Utara No. 19 Tahun 1973 tertanggal 13 Agustus yang ditetapkan sebagai Hari Jadi Propinsi Sumatera Utara.

DPRD membentuk suatu Badan Eksekutif, yang terdiri dari 5 orang anggota Dewan yang bertugas menjalankan pemerintahan sehari – hari dan kepala daerah menjadi ketua serta merangkap anggota. Berdasarkan maklumat tersebut di atas, anggota Dewan Perwakilan Rakyat di Sumatera Utara berjumlah 100 orang yang mewakili 100.000 penduduk. Dalam sidangnya pada tanggal 17 s/d 19 April 1946 di Bukit Tinggi, Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera Utara secara sub administratif dibagi dalam sub propinsi, yaitu :

1. Sub Propinsi Sumatera Utara yang meliputi Keresidenan Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli.

2. Sub Propinsi Sumatera Tengah meliputi Keresidenan Sumatera Barat, Jambi dan Riau.

3. Sub Propinsi Sumatera Selatan meliputi Keresidenan Bangka, Belitung, Lampung dan Palembang.

Tiap sub propinsi dikepalai oleh Gubernur Muda yang bertindak sebagai koordinator dari Keresidenan dan jawatan pemerintah yang ada di wilayahnya. Pemerintahan Sumatera Utara dijalankan sesuai dengan maklumat Gubernur Sumatera Utara tanggal 30 Agustus 1946, yang menyatakan bahwa pemerintah propinsi disesuaikan dengan pemerintahan pusat.Pembentukan DPR Sumatera menjadi Daerah Otonom yang dilegalisasi oleh pemerintah pusat. Ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah No 8 Tahun 1974 yang menyatakan dengan tegas


(50)

bahwa Propinsi Sumatera Utara dijalankan oleh Gubernur dan diserahkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Badan Eksekutif.

Pada tanggal 13 Desember 1948 untuk pertama kalinya dilantik anggota DPRD Tingkat I Sumatera Utara yang bertempat di Tapak Tuan, yang anggota – anggotanya berasal dari masing – masing sub propinsi terdahulu.Dengan Undang – Undang No 24 / 1956 dibentuklah Propinsi Aceh dibekas Keresidenan Aceh, dengan demikian Propinsi Sumatera Utara otomatis menjadi tersendiri dari Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli.

Sebagai Pelaksanaan Undang – Undang No. 10 / 1974 dan Undang – Undang Tertanggal 15 April 1948 tentang penetapan Komisariat Pemerintahan Pusat di Sumatera yang kemudian diubah menjadi Peraturan Pemerintah No 42 / 1948 maka komisariat ini menjalankan tugas Gubernur Sumatera sehingga tugas – tugas tersebut diserahkan kepada pelaksananya. Komisariat Pusat di Sumatera yang berkedudukan di Bukit Tinggi dipimpin oleh Mr. Teuku M Hasan.

Kini Dalam perjalanan pemerintahan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sumatera Utara pastinya mengalami naik turun. Namun ketika pelantikan anggota DPRD Sumatera Utara periode 2014-2019 ada suatu hal yang cukup menarik perhatian, yaitu minimnya jumlah anggota wanita yang hanya berjumlah 14 orang menduduki posisi sebagai anggota DPRD Sumatera Utara. Hal ini sungguh menarik untuk diteliti lebih lanjt melihat bagaimana gaya berkomunikasi anggota wanita DPRD Sumatera Utara.

3.5.2.2DPRD Provinsi Sumatera Utara Periode 2014-2019

Pemilu 2014 di Sumatera Utara telah menghasilkan 100 legislator yang kini telah duduk di DPRD Provinsi Sumatera Utara. Hasil perhitungan suara legislatif di Sumatera Utara telah menghantarkan 100 anggota dewan yang berasal dari berbagai partai. Ada 9 partai yang memiliki wakilnya di DPRD Provinsi Sumatera Utara, yaitu Partai Golkar, PDI-P, Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Hanura, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Amanat Nasional, Partai Nasional Demokrat, Partai Perstuan Keadilan Bangsa.

Di dalam DPRD berkumpul orang-orang yang terpilih melalui pemilihan umum. Mereka tergabung dalam fraksi-fraksi. Dengan demikian fraksi adalah


(51)

pengelompokkan anggota, yang terdiri atas kekuatan-kekuatan sosial dan politik, dan mencerminkan susunan golongan dalam masyarakat. Susunan organisasi fraksi di DPR biasanya terdiri dari mereka yang duduk dalam struktur organisasi fraksi disebut unsur pimpinan fraksi. Fraksi dalam menjalankan tugasnya dipimpin oleh pimpinan fraksi. Pimpinan fraksi dipilih dari dan oleh anggota atau ditetapkan oleh induk organisasinya. Alat kelengkapan lainnya adalah Komisi.

Komisi adalah pengelompokkan anggota DPRD berdasarkan bidang tugasnya. Komisi merupakan alat kelengkapan DPRD yang bersifat tetap dan dibentuk oleh DPRD pada awal masa jabatan keanggotaan DPRD. Setiap anggota DPRD kecuali pimpinan DPRD, wajib menjadi anggota salah satu komisi yang berjumlah 5 komisi. Jumlah anggota setiap komisi diupayakan sama jumlahnya. Penempatan anggota DPRD dalam komisi dan perpindahan ke komisi-komisi didasarkan atas usul fraksinya. Masa penempatan anggota dalam komisi-komisi dan perpindahan ke komisi lain, diputuskan dalam Rapat Paripurna DPRD atas usul fraksi. Anggota DPRD pengganti antar waktu menduduki tempat anggota komisi yang digantikan. Masa tugas anggota komisi ditetapkan paling lama dua setengah tahun.

Komisi-komisi dalam DPRD terdiri dari :

Komisi A :Bidang Pemerintahan meliputi Pemerintahan Umum, Pengawasan, Ketertiban dan Keamanan, Kependidikan, Komunikasi/Pers, Komisi Penyiaran Indonesia (KPI), Hukum/Perundang-undangan, Pertanahan, Kepegawaian/Aparatur, Kesbang Linmas dan Organisasi Masyarakat.

Komisi B :Bidang Perekonomian meliputi Perindustrian, Perdagangan, Pertanian, Perikanan, Kelautan, Peternakan, Perkebunan, Kehutanan, Pengadaan Pangan, Logistitik, Koperasi, Pariwisata, Dunia Usaha, dan Penanaman Modal.

Komisi C : Bidang Keuangan meliputi Keuangan Daerah, Aset Daerah, Perpajakan, Perusahaan Daerah, dan Perusahaan Patungan.

Komisi D :Bidang Pembangunan meliputi Pekerjaan Umum, Pemetaan,Perencanaan dan Penataan Wilayah, Perhubungan,


(52)

Pertambangan dan Energi, Perumahan Rakyat dan Lingkungan Hidup.

Komisi E :Bidang Kesejahteraan Rakyat meliputi Ketenagakerjaan, Pendidikan, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, Kepemudaan dan Olahraga, Agama, Kebudayaan, Sosial, Kesehatan dan Keluarga Berencana, Peranan Wanita, Transmigrasi dan Pemberdayaan Masyarakat.

3.5.3 Keabsahan Data

Untuk mengecek keabsahan data dengan kriteria derajat kepercayaan dapat dilakukan dengan tujuh teknik yang dikembangkan oleh Moleong (2009: 327) yaitu perpanjangan keikutsertaan, meningkatkan ketekunan pengamatan, triangulasi, pemeriksaan sejawat, kecukupakn referensial, kajian kasus negatif, dan pengecekan anggota. Dalam penelitian ini, peneliti hanya menggunakan 3 teknik dari 7 teknik tersebut, yaitu :

1. Meningkatkan ketekunan pengamatan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematik. Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat melakukan pengecekan kembali apakah data yang akurat dan sistematis tentang apa yang diamati. 2. Triangulasi

Triangulasi dalam penelitian kreadibilitas ini diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dan berbagai teknik. Triangulasi sumber untuk menguji keabsahan data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh kepada beberapa sumber. Triangulasi adalah teknik untuk menguji kreadibilatas data yang dilakukan dengan cara mengecek pada sumber yang sama tetapi dengan teknik yang berbeda. Misalnya data yang diperoleh melalui wawancara kemudian dicek dengan data hasil observasi atau hasil analisis dokumen.

3. Pemeriksaan Sejawat

Diskusi dengan dosen dan teman sejawat maksudnya adalah untuk membicarakan proses dan hasil penelitian. Dari hasil diskusi secara


(53)

informal peneliti memperoleh masukan-masukan baik dari segi metodologi maupun konteks penelitian, sehingga peneliti dapat lebih baik dalam mengambil tindakan selanjutnya.

3.6 Teknik Analisis Data

Menurut Bogdan dan Biklen, analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesikannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain (Moelong, 2010:248).

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data kualitatif yang dikembangkan oleh Miles dan Huberman (1992: 16) yaitu :

a. Reduksi Data (data reduction)

Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian, pengabstraksikan dan pentransformasian data kasar dari lapangan. Proses ini berlangsung selama penelitian dilakukan, dari awal sampai akhir penelitian.

b. Penyajian Data (data display)

Penyajian data adalah sekumpulan informasi tersusun yang memberi kemungkinan untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain berupa teks naratif, matriks, grafik, jaringan dan bagan. Tujuannya adalah untuk memudahkan membaca dan menarik kesimpulan.

c. Penarikan Kesimpulan (conclusion)

Penarikan kesimpulan hanyalah sebagian dari satu kegiatan dan konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji kebenaran dan kesesuainnya sehingga validitasnya terjamin.


(54)

Gambar 3.1.

Analisis Data Model Interaktif dari Miles dan Huberman (1994) (Sumber : Miles dan Huberman, 1992: 20)

Display Data Koleksi Data

Reduksi Data

Pemaparan Kesimpulan


(1)

ABSTRACT

The title of this study is the communication style of legislators (Case Study of Verbal and Nonverbal Communication Styles of Women Legislators in the Province of North Sumatra). The purpose of this study was to determine the verbal and nonverbal communication style of women legislators in the environmental organization. The theory used in this study is communication, style of communication, nonverbal communication, dramaturgical theory, and expectancy violation theory. In this study used a qualitative case study. Data collection technique by observation and indepth interviews with women legislators and the employees as additional informants. Research subjects in this study were five women legislators (mrs. Meilizar Latief, mrs. Siti Aminah Perangin-angin, mrs. Novitasari, mrs. Rinawati, mrs. Jenny). Data analysis techniques to perform data reduction, data presentation, and conclusion. The findings of this study indicate that Mrs. Meilizar and Mrs. Siti Aminah were most active to used verbal communication in formal situations enviromental organization compared with mrs. Novitasari, mrs. Rinawati, mrs. Jenny who tend to be quite and more use of verbal communication in informal situations. In use of nonverbal communication there are similarities between mrs. Meilizar, mrs. Rinawati, and mrs. Jenny is in use of eye contact, sociofugal, paralanguage, personal distance and similarity in color selection. And there are also variation of communication styles among the five legislators both verbal communication and nonverbal communication.

Keywords:communication style, verbal communication, nonverbal communication, women legislators


(2)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

ABSTRAK ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Konteks Masalah ... 1

1.2 Fokus Masalah ... 7

1.3 Tujuan Penelitian ... 7

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Paradigma Kajian ... 9

2.2 Kajian Pustaka ... 10

2.2.1 Komunikasi ... 10

2.2.1.1 Gaya Komunikasi... 12

2.2.2 Komunikasi Verbal ... 13

2.2.2.1 Klasifikasi Komunikasi Verbal... 14

2.2.3 Komunikasi Nonverbal ... 15


(3)

3.1 Metode Penelitian ... 26

3.2 Objek Penelitian ... 27

3.3 Subjek Penelitian ... 27

3.4 Kerangka Analisis ... 28

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 29

3.5.1 Penentuan Informan ... 29

3.5.2 Lokasi Penelitian ... 30

3.5.2.1 Sejarah DPRD Provinsi Sumatera Utara...30

3.5.2.2 DPRD Provinsi Sumut periode 2014-2019...31

3.5.3 Keabsahan Data ... 33

3.6 Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil ... 36

4.1.1 Proses Penelitian ... 36

4.1.2 Profil Informan ... 40

4.1.3 Hasil Pengamatan dan Wawancara ... 44

4.1.4 Penyajian Data ... 69

4.1.5 Kesimpulan Hasil Penelitian... 78

4.2 Pembahasan ... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Saran ... 95

DAFTAR REFERENSI


(4)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman


(5)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

4.1. Hambatan pertama sekali menjadi anggota DPRD 69

4.2 Penggunaan komunikasi verbal di lingkungan organisasi 71 4.3 Perubahan gaya berpakaian sesudah menjadi anggota DPRD 73 4.4 Tidak mengalami perubahan gaya berpakaian sebelum dan 74

sesudah menjadi anggota Dewan


(6)

DAFTAR LAMPIRAN - Surat Izin Penelitian

- Panduan wawancara

- Hasil wawancara - Dokumentasi penelitian - Biodata peneliti


Dokumen yang terkait

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

6 66 112

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 16

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 2 2

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 8

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 17

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 3

Gaya Komunikasi Anggota DPRD (Studi Kasus Gaya Komunikasi Verbal dan Nonverbal Anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara)

0 0 41

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 1 11

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 2

Gaya Komunikasi Pada Mahasiswa Hedonisme (Studi Deskripstif Kualitatif Tentang Gaya Komunikasi Verbal & Nonverbal Pada Mahasiswa Hedonisme di Universitas Sumatera Utara)

0 0 8