Karakterisasi Edible Film dari Campuran Ekstraksi Keratin limbah bulu Ayam dan Pati jagung Sebagai Kemasan Layak Makan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Edible Film
Edible film merupakan alternatif bahan pengemas pangan yang dalam 10 tahun terakhir mendapat perhatian serius dari para ahli pangan. Edible film ini di kembangkan sebagai pengganti bahan pengemas sintetis seperti polyethilene, polystilene dan polyvinil chorida yang banyak menimbulkan dampak yang tidak baik bagi lingkungan karena tidak dapat terdegradasi secara biologis. Edible film didefinisikan adalah pembungkus yang dapat di makan. Karena di gunakan untuk membungkus bahan pangan oleh karena itu harus aman dan saniter. Edible film mempunyai potensi besar dalam berbagai macam penggunaan dapat melapisi permukaan makanan, memisahkan komponen – komponen yang berbeda, atau berperan sebagai kantong atau pembungkus. (Handout kemasan Edible, 2007)
Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif. Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. (Sarmedi S, 2011)
Edible film terbuat dari komponen polisakarida, lipid dan protein. Edible film yang terbuat dari hidrokoloid menjadi barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat dan lipid. Pada umumnya sifat dari hidrokoloid sangat baik sehingga potensial untuk di jadikan pengemas. Sifat film hidrokoloid umumnya mudah
(2)
larut dalam air sehingga menguntungkan dalam pemakaiannya. Penggunaan lipid sebagian bahan pembuat film secara sendiri sangat terbatas karena sifat yang tidak larut dari film yang di hasilkan. Kelompok hidrokoloid meliputi protein dan polisakarida, selulosa dan turunannya merupakan sumber daya organik yang memiliki sifat yang baik untuk pembuatan film yang sangat efisien sebagai barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan bersifat barrier terhadap uap air sehingga dapat digunakan dengan penambahan lipid.
Meskipun edible film tidak dapat mengganti secara total fungsi dari pengemas sintetik, namun edible film memiliki potensi untuk mengurangi bahan pengemas sintetik. Edible film secara umum dapat di definisikan sebagai lapisan tipis yang di buat dari bahan – bahan yang layak untuk di makan yang melapisi pada permukaan bahan yang di kemas
2.1.1. Pembuatan Edible Film
Film di definisikan sebagai lembaran fleksibel yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan metalik dengan ketebalan kurang dari 0,01 inci atau 250 mikron. Film terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin termoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran dan tabung. Kemasan film dapat di gunakan sebagai pembungkus, kantong, tas, sampul, pengemas tembakau, kabel, tekstil, pupuk, pestisida, obat-obatan dan mentega. Terdapat beberapa jenis polisakarida yang dapat di gunakan untuk membuat edible film antara lain selulosa dan turunannya, hasil ekstraksi rumput laut yaitu, karaginan, alginate, agar dan furcellaran), exudates gum, kitosan gum, hasil fermentasi mikroba dan gum dari biji – bijian.
Lapisan atau film yang sesuai untuk produk buah-buahan segar adalah film dari polimer pektin karena bersifat permeabilitasnya yang selektif dari polimer tersebut terhadap oksigen dan karbondioksida. Untuk memperkecil permeabilitas terhadap uap air maka dalam polimer sering di tambahkan asam lemak, pada umumnya pembuatan edible film dari satu bahan memiliki sifat sebagai barrier atau mekanik yang baik, tetapi tidak untuk keduanya. Interaksi antara dua jenis polimer sakarida membentuk jaringan yang kuat dengan sifat mekanis yang baik,
(3)
tetapi tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofil. Film dari lemak memiliki sifat penghambatan yang baik, tetapi mudah patah. Oleh karena itu, dalam pembuatan edible film sering di tambahkan bahna yang bersifat hidrofob untuk memperbaiki sifat penghambatan (barrier properties) edible film. Pembentukan edible film memerlukan sedikitnya satu komponen yang dapat membentuk sebuah matrik dengan kontinyuitas yang cukup dan kohesi yang cukup. Derajat atau tingkat kohesi akan menghasilkan sifat mekanik dan penghambatan film.
Umumnya komponen yang digunakan berupa polimer dengan berat molekul yang tinggi. Struktur polimer rantai panjang di perlukan untuk menghasilkan matrik film dengan kekuatan kohesif yang tepat. Kekutan kohesif film terkait dengan struktur dan kimia polimer, selain itu juga di pengaruhi oleh terdapatnya bahan aditif seperti bahan pembentuk ikatan silang (http://majarimagazine.com)
2.2.Bahan bahan Kemasan Layak Makan
Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintesis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang di inginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi dan ekstruksi. Menurut Erliza dan Sutedja (1987) plastik dapat di kelompokkan atas dua tipe, yaitu thermoplastik dan thermoset. Thermoplastik plastik yang dapat di lunakkan berulang kali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida. Sedangkan termoset adalah plastik yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain phenol formaldehid dan urea formaldehid. Pengunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan di banding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2 dan Co2. (Nurminah, M. 2002)
(4)
Kemasan merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan pada pangan yang telah di hasilkan baik dalam bentuk bungkusan maupun menempatkan produk kedalam suatu wadah. Hal ini dimaksudkan agar produk dapat terhindar dari pencemaran (senyawa kimia dan mikroba), kerusakan akibat fisik (geseran, getaran dan benturan), senyawa lingkungan (oksigen, uap air) dan gangguan binatang seperti serangga, sehingga mutu dan keamanan produk tetap terjaga serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang lebih lama.
Agar berfungsi dengan benar sebagai pengemas idealnya pengemas harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya seperti, tidak beracun, dapat melindungi bahan dari kontaminasi biologi, mikroorganisme dan debu. Salah satu jenis kemasan pangan adalah kemasan edibe. Kemasan ediblel adalah kemasan yang dapat ikut dikonsumsi, bersifat mewadahi dan memberi bentuk yang bersifat melindungi bahan pangan dari kehilangan substansi yang mudah menguap (volatil), reaksi antar substansi, penyerapan uap air dari udara dan reaksi ketengikan oksidatif. Kemasan edible adalah suatu jenis bahan pengemas yang dapat di konsumsi dan digunakan untuk membungkus bahan pangan sehingga bahan pangan secara umum terhindar dari penurunan atau penyimpangan mutu akibat pengaruh lingkungan, dalam jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsi pengemasan, kemasan edibel lebih berfungsi sebagai pelindung bahan pangan dari penyimpangan mutu, kemasan edible tidak mengenal migrasi komponen berbahaya dan dapat memperbaiki kekurangan pengemasan sintesis (Buletin BPOM RI, 2007).
2.3 Zat Aditif
Aditif adalah senyawa kimia yang bila di tambahkan akan menaikkan unjuk kerja (sifat kimia dan fisik berubah) seperti yang di harapkan.Untuk membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. Penggunaan bahan tambahan ini beraneka ragam tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang akan dihasilkan. Berdasarkan fungsinya , maka bahan tambahan atau bahan pembantu proses
(5)
dapat dikelompokkan menjadi : bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil (stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant), antistatic agent, blowing agent, flame retardant dsb.
1. Plasticizer
Fungsinya untuk mengubah sifat mekanik polimer, semakin tinggi modulus Young maka akan semakin kaku, karena itu di tambahkan plasticizer untuk menurunkan kakakuan dan temperatur transisi gelas (Tg)
2. Stabilizer
Berfungsi untuk mempertahankan produk plastik dari kerusakan,baik selama proses dalam penyimpanan maupun aplikasi produk.
Ada Tiga jenis bahan penyetabil yaitu:
- Penyetabil panas (heat stabilizer) menghambat degradasi termal, energi panas yang terserap dapat memicu radikal bebas yang dapat menimbulkan reaksi oksigen dan membentuk senyawa karbonil, hal ini yang dapat menimbulkan warna kuning dan kecoklat-coklatan pada produk akhir
- Penyetabil terhadap sinar ultra violet (UV stabilizer) matahari memiliki panjang gelombang sampai di permukaan bumi sekitar 3000-4000 A, hal ini dapat memecahkan senyawa kimia terutama senyawa organik.
- Dan antioksidan mengurangi kerusakan produk dari proses oksidasi yang dapat memutuskan rantai polimer. Tanda yang terlihat apabila produk plastik telah teroksidasi adalah: Polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang, terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna.
3. Filler
Menurut fungsi dapat di klasifikasi menjadi tiga yaitu: - Dapat memperkuat polimer dan meningkatkan sifat mekanik
- Digunakan untuk mengisi ruang dan mengurangi jumlah resin yang di gunakan dalam proses produksi (hemat resin)
- Meningkatkan selektivitas listrik 4. Colorant
(6)
Berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu di ambil dalam memilih warna yang sesuai meliputi:
- Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir pada sistem dan daya tahan terhadap panas serta bahan kimia.
- Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain meliputi ketahanan terhadap cuaca, bahan kimia dan solvent.
2.4.Protein Berserat (Protein Fibrous)
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular.
Protein bentuk serabut (fibrous). Protein ini terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang terjalin. Satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristik protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi untuk tahan terhadap enzim pencernaan. Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Elasti terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan jaringan elastis lain. Keratini adalah protein rambut dan kuku. Miosin merupakan protein utama serat otot. (Xa. Yimg, 2009)
(7)
2.4.1. Keratin
Keratin di definisikan oleh sejumlah besar asam amino sistein. Dimana sistein adalah asam amino yang mengandung sulfur (s) dan dapat membentuk sulfur-sulfur (s-s). Keratin serat protein yang banyak terdapat pada lapisan pelindung pada manusia atau hewan, seperti kulit, rambut atau bulu. Kebanyakan keratin di alam adalah alpha keratin, di samping ada konformasi lain yang di kenal yaitu anti parallel atau pleated sheet (http.wisegeek.org.htm). Sedangkan keratinase adalah spesifik protease hidrolisis keratin yang terdapat pada bulu ayam, wol dan rambut. Keratin serupa dengan komponen protein lainnya secara umum dan tidak tampak perbedaan substratnya (Ketaren, N. 2008).
Keratin merupakan protein serabut yang terdiri dari peptida berantai panjang dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang dan memberikan peran struktural atau pelindung. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Protein ini tidak larut dalam air, asam, basa maupun etanol. Karakteristik protein ini adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi untuk tahan terhadap enzim pencernaan.
Gambar 2.1: struktur keratin (http// structur of keratin.htm)
Isi asam amino dari keratin ditandai dengan konten sistin tinggi (dan pada saat yang sama belerang), yang dapat berubah dalam waktu 2% berat dan 18% wt, sejumlah besar hydroxyaminoacids, terutama serin (sekitar 15% berat), dan kurangnya hidroksiprolin dan hydroxylisine, antara zat lain. Aktivitas kimia dari
(8)
keratin terhubung dalam derajat yang signifikan dengan konten cystine. Ikatan disulfida yang terbentuk antara dua molekul sistein bertanggung jawab atas kekuatan tinggi dari keratin dan ketahanan terhadap aksi enzim proteolitik. Di sisi lain, keratin sangat reaktif, karena sistin dapat dengan mudah dikurangi, dioksidasi, dan dihidrolisis. (Puastuti.W, 2007)
2.4.2. Bulu Ayam dan Karakteristik Keratin
Bulu ayam mengandung protein keratin dengan struktur α-helik, material yang lain yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kulit penyu dan lapisan kulit sebelah luar. Sedangkan material yang kaya dengan protein β-keratin adalah sutera, bulu dan jaring laba-laba. Berdasarkan tingkat kemudahan hidrolisis, keratin di golongkan menjadi soft keratin dan hard keratin. Kuku, sisik, bulu atau wool lebih mudah di hidrolisis dibanding rambut manusia, kemudahan tersebut berkaitan dengan kandungan sistinnya.
Komposisi kimia bulu ayam adalah 81% protein, 1,2% lemak, 86% bahan kering, dan 13% abu. Selain itu bulu ayam mengandung mmineral kalsium 0,19%, fosfor 0,04%, kalium 0,15%. Kandungan asam amino utama pada bulu ayam adalah serin, prolin, glisisn, sistein, asam glutamat, leusin dan valin namun bulu ayam rendah kandungan kandungan asam amino histidin, lisin dan metionin.
Gambar 2.2. Bagian dari bulu ayam dan struktur kimia (a) αhelik dan (b) βsheet (Debora, at all. 2012)
(9)
2.5.Pati
Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosida dan merupakan rantai gula panjang. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung pada panjang rantai atom C-nya apakah lurus atau bercabang. Rantai molekulnya untuk menganalisa adanya pati di gunakan iodien. Karena pati yang berikatan dengan iodine akan menghasilkan warna biru. Pati merupakan granula berwarna putih dengan diameter 2 – 100 . Pati terdiri dari dua polisakarida dengan struktur tertentu yaitu amilosa dan amilopektin.Amilosa mempunyai rantai lurus dengan ikatan -(1,4) – D – glukosa, sedangkan amilopektin ikatan rantai cabang -(1,6) – D – glukosa. Adapun sifat-sifat dari kedua komponen penyusun amilum adalah sebagai berikut (Pasaribu, F. 2009).
Sifat-sifat amilosa:
1. Ikatannya linear (lurus)
2. Larut dalam air dingin dalam batas tertentu 3. Berat molekul rata – rata 10.000 – 60.000
4. Ikatan antara molekul − − glukosa di hubungkan pada ikatan 1,4.
Gambar 2.3. Rumus Sruktur Amilosa ( http:// Chemwiki.ucdavus.edu)
(10)
Sifat-sifat amilopektin: 1. Ikatannya bercabang
2. Tidak larut dalam air dingin dalam
3. Berat molekul rata – rata 60.000 – 100.000
4. Ikatan antara molekul − − glukosa di hubungkan pada ikatan 1,4 dan ikatan 1,6 pada percabangan.
Gambar : 2.4. Rumus Molekul Amilopektin ( http://Chemwiki.elmhurst.edu)
2.5.1. Pati Jagung
Pati (Amilum) merupakan sumber karbohidrat bagi manusia dengan rumus molekul ( ) pati terdapat pada seluruh organ tanaman, paling tinggi di simpan dalam biji, umbi, akar, jaringan batang tanaman sebagai cadangan energi. Selain sebagai bahan makanan pati juga di gunakan dalam non food diantaranya perekat, detergen, keramik dalam industri tekstil dan polimer. Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi (Richana, N. 2009).
Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu 1-7µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar. Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter 6-30 µ m. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar. Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yang lebih besar.
(11)
Daya absorbsi air dari pati jagung perlu diketahui karena jumlah air yang ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat pati. Granula pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Suarni dan Widowati, 2009).
2.5.2. Kandungan Kimia jagung
Di Indonesia dikenal 2 (dua) varietas jagung yang telah ditanam secara umum, yaitu jagung berwarna kuning dan putih. Kandungan zat-zat dalam jagung kuning dan putih masing-masing disajikan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3
Tabel 2.2. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Kuning
Komponen Kadar Komponen Kadar
Air (g) 24 P (mg) 148
Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1
Protein (g) 7,9 Vit am in A (SI) 440
Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33
Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0
Ca (mg) 9
(12)
Tabel 2.3. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih
Komponen Kadar Komponen Kadar
Air (g) 24 P (mg) 148
Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1
Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 0
Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33
Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0
Ca (mg) 9
(sumber: Arianingrum, R. 2005)
Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin.
2.6.Plastisasi Polimer
Pembuatan film layak makan dari pati memerlukan campuran bahan adiktif untuk mendapatkan sifat mekanik yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu di tambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambah di sebut pemblastis. Pemblastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah yang ditambahkan ke resin yang keras dan kaku, sehingga akumulasi gaya inter molekuler pada rantai panjang akan menurun, akibatnya kelenturan, pelunakan dan pemanjangan resin akan bertambah. (Pasaribu, F. 2009)
Proses Plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemblastis kedalam fase polimer. Jika pemblastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer pemblastis yang disebut dengan kompatibel. (Wirjosentono B, 1995)
(13)
2.6.1. Sorbitol
Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6.
Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard).Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori.
Sorbitol digunakan sebagai suatu humektan (pelembab) pada berbagai jenis produk sebagai pelindung melawan hilangnya kandungan moisture. Dengan sifat tekstur dan kemampuan untuk menstabilisasi kelembaban, sorbitol banyak digunakan untuk produksi permen, roti dan cokelat dan produk yang dihasilkan cenderung menjadi kering atau mengeraskan. Sorbitol bersifat non-cariogenik (tidak menyebabkan kanker) dan berguna bagi orang-orang penderita diabetes. Secara kimiawi sorbitol sangat tidak reaktif dan stabil, dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami reaksi Maillard (pencokelatan). Sehingga pada produksi kue berwarna segar, tidak ada penampilan warna cokelatnya. Juga berkombinasi baik dengan ramuan makanan lain seperti gula, jelly, lemak sayuran dan protein.
Sorbitol memiliki sifat –sifat sebagai berikut : 1. Merupakan cairan kental dengan rasa manis 2. Tidak berwarna
3. Densitas
4. Titik lebur 950C 5. Titik didih 2960C 6. Titik nyala 1000C
(14)
Senyawa ini dapat menjadi pengganti gula yang juga di kenal dengan glicitol adalah gula alkohol yang memetabolisme perlahan pada tubuh manusia. (http://wordpress.com.maltodekstrin)
Gambar. 2.5. Rumus Kimia Sorbitol
2.7.Sentrifugasi
Sentrifugasi adalah teknik pemisahan suatu bahan berdasarkan berat molekul dengan kecepatan tertentu. Teknik pemisahan ini di gunakan untuk memisahkan atau memurnikan protein, partikel atau organel seluler yang bersedimentasi menurut ukuran dan bentuk relatifnya. Pada teknik pemisahan sentrifugasi ini, partikel biasanya di suspensikan dalam medium cairan tertentu, yang di masukkan dalam tabung dan botol dalam rotor di tengah drive shaft sentrifsuga. Partikel yang berbeda densitas, bentuk dan ukurannya dapat di pisahkan karena akan mengendap pada laju yang berbeda. Pada saat objek diputar, partikel-partikel yang ada akan berpisah dan berpencar sesuai berat jenis masing-masing partikel. Dengan gaya yang paling berperan adalah gaya sentrifugal. Dengan adanya teknik ini, proses pengendapan suatu bahan akan lebih cepat dan optimum dibandingkan dengan teknik biasa. ( Bintang, M. 2010)
Teknik sentrifugasi ini relatif lebih mahal bila di bandingkan dengan penyaringan, tetapi sentrifugasi penting karena:
1. Penyaringan memerlukan waktu lebih lama
2. Sel atau bahan suspensi lain suit di bebaskan dari alat penyaringan
3. Pemisahan dengan standar tinggi memerlukan penyaringan yang bertahap. Cara pengoperasian alat sentrifugasi ini sangat memperhatikan sistem konsentrasi yang ingin dimasukkan kedalam alat sentrifugasi dan kecepatan putar alat. Pengguna pertama kali memasukkan nilai konsentrasi (%) dari endapan yang
(15)
diinginkan kemudian memasukkan nilai RPM (kecepatan per menit) kedalam alat sentrifugasi. Setelah semua selesai, maka alat sentrifugase secara otomatis akan berjalan. Yang sebelumnya akan mengeluarkan nilai waktu putar (t) sebelum alat berputar. Didalam mesin sentrifugase, terdapat suatu sensor yang digunakan untuk mengukur konsentrasi cairan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi. (http://www.chem-is-try.org/materi_ dan-analisis/sentrifugasi/)
2.7.1. Identifikasi Protein dengan Uji Biuret
Protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan kecil penyusunnya yang disebut asam amino yang tersusun dalam urutan tertentu, dengan jumlah dan struktur tertentu. Molekul-molekul ini merupakan bahan pembangun sel hidup. Protein yang paling sederhana terdiri atas 50 asam amino, tetapi ada beberapa protein yang memiliki ribuan asam amino. Hal yang terpenting adalah ketidakhadiran, penambahan, atau penggantian satu saja asam amino pada sebuah struktur protein dapat menyebabkan protein tersebut menjadi gumpalan molekul yang tidak berguna. Setiap asam amino harus terletak pada urutan yang benar dan struktur yang tepat (Poedjiadi, 1994).
Asam amino adalah monomer protein yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus hidroksil. Jumlah asam amino yang terdapat di alam ada beratus – ratus jumlahnya, namun yang diketahui ikut membangun protein hanya sekitar 20 macam. Sifat asam amino antara lain memiliki titik leleh di atas 200 °C, larut dalam senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar serta memiliki momen dipol yang besar (Anonim a, 2011). Ada beberapa reaksi uji protein berdasarkan reaksi warna, salah satunya, Reaksi Biuret yaitu, larutan Protein + NaOH + CuSO4 warna lembayung berlaku untuk senyawa yang
mempunyai jumlah ikatan peptida lebih besar dari satu. Reaksi ini dapat dipakai untuk penentuan protein secara kualitatif dan kuantitatif.
Beberapa reaksi uji terhadap protein, tes biuret merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya protein, dalam larutan basa biuret memberikan warna violet dengan CuSO4 karena akan terbentuk kompleks Cu2+ dengan gugus
CO dan gugus NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Pengendapan dengan
(16)
logam diketahui bahwa protein mempunyai daya untuk menawarkan racun. Salting out, apabila terdapat garam-garam anorganik alam presentase tinggi dalam larutan protein, maka kelarutan protein akan berkurang, sehingga mengakibatkan pengendapan. Pengendapan dengan alkohol, penambahan pelarut organik seperti aseton atau alkohol akan menurunkan kelarutan protein pada kedudukan dan distribusi dari gugus hidrofil polar dan hidrofob polar di dalam molekul hingga menghasilkan protein yang dipol.
2.8.Karakterisasi Edible Film 1. Sifat Mekanik
Sifat mekanik dari bahan polimer dapat diketahui dengan mengaplikasikan gaya pada sampel tersebut. Pengaplikasian gaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengaplikasikan gaya searah atau gaya bolak-balik pada sampel. Gaya searah biasa diaplikasikan pada sampel untuk mengetahui kekuatan tekan. Untuk melakukan pengujian ini, sampel dibuat menjadi bentuk dumbbell berdasarkan ketebalannya Sifat mekanik tersebut meliputi kuat putus (strength at break) dan perpanjangan saat putus.
a. Kuat putus (strenght at break)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
b. Perpanjangan saat putus ( Elongation Break)
Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau memanjang.Perbandingan antara kuat putus dan perpanjangan saat putus dikenal dengan modulus elastisitas. Modulus elasitas bahan disebut modulus Young. Moduluds Young
(17)
memiliki satuan sama seperti kuat putus karena unit regangan merupakan bilangan tanpa dimensi. Kedua ujung spesimen di jepit pada alat uji tarik, lalu spesimen di amati sampai putus, kemudian di catat perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit (Pasaribu, F.2009).
Besarnya kuat tarik dan elongasi di hitung dengan menggunakan persamaan 1 dan 2 berikut. (Prawira, F.2013)
= ... (1)
Keterangan
= Kuat tarik (Mpa)
= Tegangan maksimum (N) = Luas penampang lintang (mm2)
% = ∆ × 100% ………. . ( 2)
% = Perpanjangan putus (%)
∆ = Pertambahan panjang spesimen (mm) = Panjangn spesimen awal (mm)
2. Sifat Gugus Fungsi
Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)
Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy atau yang dikenal dengan FT-IR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif.
Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul monoatom(He, Ne,
(18)
Ar,dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik ( H2, N2, O2, dll). Molekul akan
menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :
1. Absorpsi terhadap radiasi infra merah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah kerkuantisasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang di serap.
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun dari momen dua kutub ikatan. Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu dari panjang gelombang 0.78 sampai 1000 urn atau pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm . Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. (Fernandez, B. 2011)
3. Analisa Termal
Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu dari sampel dibandingkan dengan material referen inert selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas ( apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu referen.
Alasan penggunaan sampel dan referen secara bersamaan diperlihatkan pada Gambar 3. Pada Gambar (a) sampel mengalami pemanasan pada laju konstan dan suhunya, T dimonitor secara kontinu menggunakan termokopel. Suhu dari sampel sebagai fungsi dari waktu diperlihatkan pada Gambar 3 (b); plotnya
(19)
berupa suatu garis linear hingga suatu peristiwa endotermik terjadi pada sampel, misalnya titik leleh Ts. Suhu sample konstan pada Tc. sampai peristiwa pelehan
berlangsung sempurna; kemudian suhunya meningkat dengan tajam untuk menyesuaikan dengan suhu program.
Gambar 2.6. Metode DTA. Grafik (b) hasil dari set-up yang diperlihatkan pada(a) dan grafik (d), jejak DTA yang umum, hasil dari pengaturan yang diperlihatkan pada (c)
4. Penentuan serapan air
Pengujian ini di lakukan dengan cara mengambil spesimen sampel dalam keadaan kering mutlak kemudian di lakukan perendaman dalam air sampai semua pori terisi dengan air selama 24 jam. Maka persentase berat air yang terserap dalam sampel uji dapat di tentukan. Dimana berat sampel uji adalah indeks angka serap air pada sampel uji.
Dengan prosedur uji, sampel edible film di timbang dalam keadaan kering mutlak (Wk). Kemudian edible film di rendam dalam air sampai semua pori terisi air ( tidak ada gelembung udara yang keluar). Edible film yang telah di rendam dalam air di timbang kembali.
(20)
Persamaan (4) dapat di gunakan untuk menghitung besarnya serapan air, yaitu sebagai berikut :
...(4)
Dimana :
P = Presentase air yang terserap sampel (%)
Wk = Berat sampel kering mutlak sebelum di rendam air (gr) Wb = Berat sampel setelah di rendam dalam air (gr)
5. Penentuan permeabilitas uap air (WVTR)
Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin (Gontard, 1993).
Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) E96-80, definisi permeabilitas uap air (water vapor permeability, WVP) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan tebalan tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, dimana larutan berpindah dari satu sisi film dan lanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut.
(1)
diinginkan kemudian memasukkan nilai RPM (kecepatan per menit) kedalam alat sentrifugasi. Setelah semua selesai, maka alat sentrifugase secara otomatis akan berjalan. Yang sebelumnya akan mengeluarkan nilai waktu putar (t) sebelum alat berputar. Didalam mesin sentrifugase, terdapat suatu sensor yang digunakan untuk mengukur konsentrasi cairan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi. (http://www.chem-is-try.org/materi_ dan-analisis/sentrifugasi/)
2.7.1. Identifikasi Protein dengan Uji Biuret
Protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan kecil penyusunnya yang disebut asam amino yang tersusun dalam urutan tertentu, dengan jumlah dan struktur tertentu. Molekul-molekul ini merupakan bahan pembangun sel hidup. Protein yang paling sederhana terdiri atas 50 asam amino, tetapi ada beberapa protein yang memiliki ribuan asam amino. Hal yang terpenting adalah ketidakhadiran, penambahan, atau penggantian satu saja asam amino pada sebuah struktur protein dapat menyebabkan protein tersebut menjadi gumpalan molekul yang tidak berguna. Setiap asam amino harus terletak pada urutan yang benar dan struktur yang tepat (Poedjiadi, 1994).
Asam amino adalah monomer protein yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus hidroksil. Jumlah asam amino yang terdapat di alam ada beratus – ratus jumlahnya, namun yang diketahui ikut membangun protein hanya sekitar 20 macam. Sifat asam amino antara lain memiliki titik leleh di atas 200 °C, larut dalam senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar serta memiliki momen dipol yang besar (Anonim a, 2011). Ada beberapa reaksi uji protein berdasarkan reaksi warna, salah satunya, Reaksi Biuret yaitu, larutan Protein + NaOH + CuSO4 warna lembayung berlaku untuk senyawa yang mempunyai jumlah ikatan peptida lebih besar dari satu. Reaksi ini dapat dipakai untuk penentuan protein secara kualitatif dan kuantitatif.
Beberapa reaksi uji terhadap protein, tes biuret merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya protein, dalam larutan basa biuret memberikan warna violet dengan CuSO4 karena akan terbentuk kompleks Cu2+ dengan gugus CO dan gugus NH dari rantai peptida dalam suasana basa. Pengendapan dengan
(2)
logam diketahui bahwa protein mempunyai daya untuk menawarkan racun. Salting out, apabila terdapat garam-garam anorganik alam presentase tinggi dalam larutan protein, maka kelarutan protein akan berkurang, sehingga mengakibatkan pengendapan. Pengendapan dengan alkohol, penambahan pelarut organik seperti aseton atau alkohol akan menurunkan kelarutan protein pada kedudukan dan distribusi dari gugus hidrofil polar dan hidrofob polar di dalam molekul hingga menghasilkan protein yang dipol.
2.8. Karakterisasi Edible Film 1. Sifat Mekanik
Sifat mekanik dari bahan polimer dapat diketahui dengan mengaplikasikan gaya pada sampel tersebut. Pengaplikasian gaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengaplikasikan gaya searah atau gaya bolak-balik pada sampel. Gaya searah biasa diaplikasikan pada sampel untuk mengetahui kekuatan tekan. Untuk melakukan pengujian ini, sampel dibuat menjadi bentuk dumbbell berdasarkan ketebalannya Sifat mekanik tersebut meliputi kuat putus (strength at break) dan perpanjangan saat putus.
a. Kuat putus (strenght at break)
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.
b. Perpanjangan saat putus ( Elongation Break)
Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau memanjang.Perbandingan antara kuat putus dan perpanjangan saat putus dikenal dengan modulus elastisitas. Modulus elasitas bahan disebut modulus Young. Moduluds Young
(3)
memiliki satuan sama seperti kuat putus karena unit regangan merupakan bilangan tanpa dimensi. Kedua ujung spesimen di jepit pada alat uji tarik, lalu spesimen di amati sampai putus, kemudian di catat perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit (Pasaribu, F.2009).
Besarnya kuat tarik dan elongasi di hitung dengan menggunakan persamaan 1 dan 2 berikut. (Prawira, F.2013)
= ... (1) Keterangan
= Kuat tarik (Mpa)
= Tegangan maksimum (N) = Luas penampang lintang (mm2)
% = ∆ × 100% ………. . ( 2)
% = Perpanjangan putus (%)
∆ = Pertambahan panjang spesimen (mm) = Panjangn spesimen awal (mm)
2. Sifat Gugus Fungsi
Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)
Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy atau yang dikenal dengan FT-IR merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif.
Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul monoatom(He, Ne,
(4)
Ar,dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik ( H2, N2, O2, dll). Molekul akan menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :
1. Absorpsi terhadap radiasi infra merah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah kerkuantisasi.
2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang di serap.
3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun dari momen dua kutub ikatan. Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu dari panjang gelombang 0.78 sampai 1000 urn atau pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm . Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. (Fernandez, B. 2011)
3. Analisa Termal
Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu dari sampel dibandingkan dengan material referen inert selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas ( apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu referen.
Alasan penggunaan sampel dan referen secara bersamaan diperlihatkan pada Gambar 3. Pada Gambar (a) sampel mengalami pemanasan pada laju konstan dan suhunya, T dimonitor secara kontinu menggunakan termokopel. Suhu dari sampel sebagai fungsi dari waktu diperlihatkan pada Gambar 3 (b); plotnya
(5)
berupa suatu garis linear hingga suatu peristiwa endotermik terjadi pada sampel, misalnya titik leleh Ts. Suhu sample konstan pada Tc. sampai peristiwa pelehan berlangsung sempurna; kemudian suhunya meningkat dengan tajam untuk menyesuaikan dengan suhu program.
Gambar 2.6. Metode DTA. Grafik (b) hasil dari set-up yang diperlihatkan pada(a) dan grafik (d), jejak DTA yang umum, hasil dari pengaturan yang diperlihatkan pada (c)
4. Penentuan serapan air
Pengujian ini di lakukan dengan cara mengambil spesimen sampel dalam keadaan kering mutlak kemudian di lakukan perendaman dalam air sampai semua pori terisi dengan air selama 24 jam. Maka persentase berat air yang terserap dalam sampel uji dapat di tentukan. Dimana berat sampel uji adalah indeks angka serap air pada sampel uji.
Dengan prosedur uji, sampel edible film di timbang dalam keadaan kering mutlak (Wk). Kemudian edible film di rendam dalam air sampai semua pori terisi air ( tidak ada gelembung udara yang keluar). Edible film yang telah di rendam dalam air di timbang kembali.
(6)
Persamaan (4) dapat di gunakan untuk menghitung besarnya serapan air, yaitu sebagai berikut :
...(4)
Dimana :
P = Presentase air yang terserap sampel (%)
Wk = Berat sampel kering mutlak sebelum di rendam air (gr) Wb = Berat sampel setelah di rendam dalam air (gr)
5. Penentuan permeabilitas uap air (WVTR)
Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin (Gontard, 1993).
Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) E96-80, definisi permeabilitas uap air (water vapor permeability, WVP) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan tebalan tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, dimana larutan berpindah dari satu sisi film dan lanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut.