Karakteristik Material Komposit Keratin Hasil Ekstraksi Limbah Bulu Ayam Dan Matriks Polietilena Kerapatan Rendah

(1)

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL

EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

TESIS

Oleh

SUTRI NOVIKA

117026022/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN

HASIL EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

TESIS

Oleh

SUTRI NOVIKA

117026022/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(3)

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL

EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Oleh

SUTRI NOVIKA

117026022/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Penelitian : KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH Nama Mahasiswa : SUTRI NOVIKA

Nomor Induk Mahasiswa : 117026022 Program Studi : Magister Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc Ketua Anggota

Ketua Program Studi, Dekan,

Dr. Nasruddin, MN.M.Eng.Sc Dr. Sutarman, M.Sc NIP 195507061981021002 NIP 196310161991031001


(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL

EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasilya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasaan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 25 Juli 2013

Sutri Novika


(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Sutri Novika

NIM : 117026022

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti

Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara Berhak Menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi tesis

saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 25 Juli 2013


(7)

Telah diuji pada Tanggal : 25 Juli 2013

PANITIA PENGUJIAN TESIS

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D Anggota : 1. Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc

2. Prof. Drs. Mohammad Syukur, MS 3. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 4. Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc


(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Sutri Novika, S.Si

Tempat Dan Tanggal Lahir : Medan, 11 Nopember 1988

Alamat Rumah : Jalan Halat No.118 , Medan-20215 Telepon/Fax/Hp : 085276366878

E-Mail : ri.vika@yahoo.com

DATA PENDIDIKAN

SD : SD. NEGERI No.060927 Tamat : 2000

SMP : SMP NEGERI 2 MEDAN Tamat : 2003

SMA : SMA NEGERI 13 MEDAN Tamat : 2006


(9)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim,

Syukur Alhamdulilah penulis Panjatkan atas kehadirat Allah SWT dan karena dengan limpahan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga Tesis ini dapat diselesaikan.

Dengan Selesainya Tesis ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister Studi Ilmu Fisika di Universitas Sumatera Utara.

Dekan Fakultas Matematika Ilmu Pengetahuan Alam, Dr. Sutarman, M.Sc, yang telah memberi kesempatan kepada penulis menjadi mahasiswa program Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Fisika, Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc, Sekretaris Program studi Ilmu Fisika Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS beserta seluruh staf edukatif dan administratif pada Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, MSc, PhD selaku pembimbing utama dengan penuh perhatian, telah membimbing dan memberikan arahannya, dan juga kepada Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc yang telah meluangkan waktu, sumbangan pengalaman dan arahannya dalam penelitian dan bimbingan hingga selesainya penelitian ini.


(10)

Kepada ayahanda Suwandi, ibunda Mardiah dan kepada abang dan adik tercinta (Rahmad Yudha, Reza, dan Geniosa), serta seluruh keluarga tercinta yang telah memberi dukungan, doa yang penuh dengan keikhlasan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian. Terima kasih atas segala pengorbanannya baik berupa moril maupun materil, baik budi ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa.

Penulis telah berupaya semaksimal mungkin dengan baik, namun demikian penulis menyadari masih ada beberapa kelemahan dari penelitian ini. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyambut baik kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan penelitan ini.

Terakhir penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dan selama penyusunan penelitian ini maupun dalam presentasi penelitian ini.

Semoga Tesis ini bermanfaat baik bagi penulis maupun pembaca, amin.


(11)

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL

EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

ABSTRAK

Komposit berbasis polietilena dibuat dengan menggunakan keratin diekstraksi dari bulu ayam. Penambahan keratin merubah sifat mekanik dari polietilen. Nilai kekuatan tarik optimum pada penambahan keratin sebesar 20% yaitu 10,116 MPa, dan kemuluran 36,9 %. Dan kuat lentur optimum pada penambahan keratin sebesar 40% yaitu 6,256 MPa. Dari hasil DTA komposit yang dihasilkan menunjukkan penaikan temperatur leleh sebesar 250oC dan temperatur terdekomposisi sebesar 440oC – 450oC. Berdasarkan data FTIR, komposit yang dihasilkan tidak terjadi perubahan gugus fungsi sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi yang terjadi hanya interaksi fisika. Morfologi SEM menunjukkan bahwa keratin lebih luar menyebar dalam matriks polietilen dengan penambahan keratin 40% sebagai pengisi.


(12)

CHARACTERISATION OF LOW DENSITY POLYETHYLENE-BASED COMPOSITES USING KERATIN EXTRACTED FROM CHICKEN

FEATHERS

ABSTRACT

Low density polyethylene-based composites were made using keratin extracted from chicken feathers. The addition of keratin alter the mechanic properties of the polyethylene. The composite that added 20% keratin had tensile strength 10,116 MPa and elongation 36,9 %. And composite added 40% keratin had flexural strength 6,256 MPa. Data of DTA showed a rise in melting point temperature and decomposition temperature. Based on data of FTIR, the composite that prodused did not happen a change of function group, so we can know that interaction in composite that produced just physical interaction. Scanning electron microscopy (SEM) morphology showed that the keratin more widely dispersed in the polyetilena matrix with the addition of keratin 40% as a filler.

Keywords: low density polyetylene, keratin, PE-g-MA, decomposition temperatur.


(13)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR………. i

ABSTRAK... iii

ABSTRACT... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah... 3

1.3. Batasan Masalah... 3

1.4. Tujuan Penelitian... 4

1.5. Manfaat Penelitian... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komposit... 5

2.1.1. Biokomposit... 6

2.1.2. Biodegradasi Biokomposit... 7

2.2. Polimer ... 8

2.2.1. Polimer Pelietilena... 8

2.3. Bulu Ayam ... 10

2.3.1. Keratin Bulu Ayam... 11

2.4. Sentrifugasi... 13

2.4.1. Prinsip Pengendapan... 14

2.5.Uji Biuret ... 16

2.6. Pengujian Mekanik... 16

2.6.1. Uji Tarik ( Tensile Strength ) ... 16

2.6.2. Uji Kuat Lentur... 17

2.7. FT-IR... 18

2.8. Maleic Anhydride Sebagai Aditif... 21


(14)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat Penelitian ... 23

3.2. Alat Dan Bahan ... 23

3.2.1 Alat ... 23

3.2.2 Bahan ... 24

3.3.Prosedur Penelitian ... 24

3.3.1. Pembuatan Keratin dari limbah bulu ayam ... 24

3.3.1.1. Persiapan bulu ayam ... 24

3.3.1.2. Ekstraksi bulu ayam ... 24

3.3.2. Pembuatan Coupling Agent (PE-g-MA) ... 25

3.3.3. Pembuatan Komposit Keratin dengan LDPE ... 25

3.4.Teknik Analisa Data ... 26

3.5.Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian ... 27

3.5.1. Pembuatan Keratin ... 27

3.5.2. Pembuatan Coupling Agent (PE-g-MA) ... 28

3.5.3. Pembuatan Komposit Keratin dan LDPE ... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sifat Mekanik Biokomposit LDPE Terisi Keratin ... 30

4.1.1. Kekuatan Tarik dan Kemuluran ... 30

4.1.2. Kuat Lentur ... 31

4.2. Analisa Sifat Termal dengan Menggunakan DTA... 33

4.3. Analisa FTIR ... 35

4.4. Analisa Uji Biodegradabilitas... 37

4.5. Analisa Uji Scanning Electron Microscopy (SEM)... 38

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor

2.1 2.2 3.1 4.1 4.2 4.3 4.4

Judul

Karakteristik Polietilena... Absorpsi Inframerah Beberapa Gugus Fungsional... Komposisi Bahan... Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kemuluran ... Nilai kuat lentur... Hasil Analisis Pengujian DTA... Hasil Analisis Gugus Fungsi Bahan Berdasarakan Data FTIR..

Halaman

10 19 26 30 32 35 36


(16)

DAFTAR GAMBAR Nomor 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 3.1 3.2 3.3 4.1 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 Judul

Skema Sederhana Pembentukan Biokomposit

Etilena suatu monomer dan unit berulang polietilena... SEM bulu ayam (a) bulu bagian dalam (b) serat (c) bulu bagian luar (d) bulu bagian dalam (e) serat... Skema Struktur Bangun Keratin... Struktur kimia Maleic anhydride...

Diagram alir pembuatan keratin... Diagram alir pembuatan coupling agent (PE-g-MA)...

Diagram alir pembuatan komposit keratin dan LDPE... Grafik Nilai Kuat Tarik Biokomposit Keratin dengan LDPE.... Grafik Nilai Kuat Lentur Biokomposit Keratin dengan LDPE.. Grafik Nilai Kuat Tarik dan Kuat lentur Resin LDPE Terisi Keratin... Foto SEM Permukaan LDPE Dengan Pembesaran 500 Kali... Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 20% dengan Pembesaran 500 kali... Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40% Dengan

Pembesaran 500 Kali... Foto SEM Pemukaan LDPE dengan Pembesaran 200 Kali... Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 20 % dengan

Pembesaran 200 Kali... SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40 % dengan Pembesaran 200 Kali... Halaman 6 9 11 13 21 27 28 29 31 32 33 39 49 40 40 41 41


(17)

KARAKTERISTIK MATERIAL KOMPOSIT KERATIN HASIL

EKSTRAKSI LIMBAH BULU AYAM DAN MATRIKS

POLIETILENA KERAPATAN RENDAH

ABSTRAK

Komposit berbasis polietilena dibuat dengan menggunakan keratin diekstraksi dari bulu ayam. Penambahan keratin merubah sifat mekanik dari polietilen. Nilai kekuatan tarik optimum pada penambahan keratin sebesar 20% yaitu 10,116 MPa, dan kemuluran 36,9 %. Dan kuat lentur optimum pada penambahan keratin sebesar 40% yaitu 6,256 MPa. Dari hasil DTA komposit yang dihasilkan menunjukkan penaikan temperatur leleh sebesar 250oC dan temperatur terdekomposisi sebesar 440oC – 450oC. Berdasarkan data FTIR, komposit yang dihasilkan tidak terjadi perubahan gugus fungsi sehingga dapat dikatakan bahwa interaksi yang terjadi hanya interaksi fisika. Morfologi SEM menunjukkan bahwa keratin lebih luar menyebar dalam matriks polietilen dengan penambahan keratin 40% sebagai pengisi.


(18)

CHARACTERISATION OF LOW DENSITY POLYETHYLENE-BASED COMPOSITES USING KERATIN EXTRACTED FROM CHICKEN

FEATHERS

ABSTRACT

Low density polyethylene-based composites were made using keratin extracted from chicken feathers. The addition of keratin alter the mechanic properties of the polyethylene. The composite that added 20% keratin had tensile strength 10,116 MPa and elongation 36,9 %. And composite added 40% keratin had flexural strength 6,256 MPa. Data of DTA showed a rise in melting point temperature and decomposition temperature. Based on data of FTIR, the composite that prodused did not happen a change of function group, so we can know that interaction in composite that produced just physical interaction. Scanning electron microscopy (SEM) morphology showed that the keratin more widely dispersed in the polyetilena matrix with the addition of keratin 40% as a filler.

Keywords: low density polyetylene, keratin, PE-g-MA, decomposition temperatur.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.6. Latar Belakang

Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Namun seiring dengan meningkatnya komsumsi plastik, jumlah sampah plastik juga akan meningkat. Plastik merupakan sampah yang berbahaya dan sulit dikelola. Penimbunan sampah plastik dalam tanah akan merusak tanah, karena sukar diuraikan oleh mikroorganisme. Pembakaran sampah plastik akan melepaskan zat-zat kimia ke dalam udara, dan memiliki sifat karsinogenik, karsinogenik adalah salah satu zat yang dikenal memiliki sifat pemicu penyakit kanker, Andari(2013). Sampah plastik yang terbuang di badan air akan menyumbat aliran, sedangkan penyebaran sampak plastik di sungai dan laut akan mengganggu kehidupan biota sungai dan laut. Karena bukan berasal dari senyawa biologis, plastik memiliki sifat sulit terdegradasi. Plastik terbuat dari penyulingan gas dan minyak. Minyak, gas dan batu bara mentah adalah sumber daya alam yang tak dapat diperbarui. Semakin banyak penggunaan palstik berarti semakin cepat menghabiskan sumber daya alam tersebut.

Untuk mengatasi permasalahan dampak akibat meningkatnya permintaan konsumsi plastik banyak penelitian yang sudah dilakukan. Plastik terdegradasi yang dibuat dari pencampuran polietilen (LDPE) dengan tepung ubi, Susilawati dkk(2011). Penambahan tepung tapioka dengan polietilen (LDPE) dan glyserol, Ishak dan Ida(2007). Komposit serat kulit waru bermatriks pati ubi kayu dengan penambahan glyserol, Rianto Ari dkk(2011). Material biokomposit dari tepung


(20)

tapioka dan serat pisang abaka dengan mencampurkan gliserol sebagai variabel terikat sebesar 20 %, (Fatikh, 2012). Pengembangan plastik kemasan produk pangan dengan membuat material komposit LDPE dan khitosan sebagai pengisi (Sudirman, 2010) Namun penggunaan bahan pangan sebagai bahan pembuatan plastik terdegradasi akan mengganggu keseimbangan pangan.

Di samping permasalahan sampah plastik, limbah bulu ayam juga memerlukan penanganan yang serius. Berdasarkan data Direktorat Jendral Pertenakan Indonesia populasi ternak ayam ras pedaging di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak 798 juta ekor, pada tahun 2007 sebanyak 892 juta ekor, jumlah tersebut terus meningkat setiap tahunnya hingga pada tahun 2011 sudah mencapai 1 miliyar ekor. Semakin meningkatnya populasi ayam ras pedaging tersebut akan semakin meningkat pula limbah bulu ayam.

Penanganan limbah bulu ayam di Indonesia sebagian kecil dimanfaatkan sebagai bahan komposit, dan sebagian besar dimanfaatkan sebagai pakan ternak, atau terbuang karena tidak lolos seleksi. Adiati dan Puastuti(2004) Melaporkan bahwa bulu ayam merupakan limbah yang memiliki kandungan protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80-91% dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai(42,5%), dan tepung ikan (66,2%). Protein keratin merupakan polimer alam yang dapat dimanfaatkan sebagai pengisi material biokomposit.

Banyak publikasi dan usulan aplikasi yang sudah dipatenkan untuk biopolimer ini. Beberapa diantaranya ialah: Justin R. Barone(2004), meneliti HDPE yang diperkuat oleh serat bulu keratin komersial, suhu campuran yang paling baik adalah 205oC pada 75 rpm. Muhammad Ridlwan dan Ade Irwan(2011), meneliti Resin poliester sebagai matriks pada komposit bulu ayam, Komposit bulu ayam memiliki sifat mekanik yang cukup baik terutama rasio antara kekuatan tarik dengan berat jenisnya.

Dari latar belakang tersebut diatas, peneliti ingin meneliti karakteristik komposit polietilen densitas rendah (LDPE) sebagai matriks dan protein keratin yang diekstrak dari bulu ayam sebagai pengisi, dengan PE-g-MA sebagai


(21)

alternatif untuk menghadapi aplikasi pengelolaan sampah dalam UU No.18 Tahun 2008, dan dapat diaplikasikan dalam plastik kemasan yang ramah lingkungan.

1.7. Rumusan Masalah

Dari latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah Keratin hasil ekstraksi bulu ayam dapat digunakan sebagai bahan penguat komposit polietilena?

2. Bagaimana preparasi komposit LDPE dengan keratin bulu ayam sebagai bahan pengisi dan PE-g-MA sebagai penguat?

3. Bagaimana pengaruh komposisi volume keratin dan LDPE terhadap, kuat tarik, kelenturan, sifat termal dan biodegradabilitas komposit?

1.8. Batasan Masalah

Untuk memberi ruang lingkup yang jelas, maka cakupan masalah dibatasi sebagai berikut:

1. Keratin diperoleh dari ekstraksi bulu ayam ras. 2. Pengujian yang dilakukan meliputi :

 Sifat mekanik

a. Uji Tarik ( Tensile Strength )

b. Uji lentur

 Uji Morfologi SEM

 Uji Biodegradabilitas dengan metode soil burial test

 Uji FT-IR

 Uji DTA

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :


(22)

2. Melakukan preparasi biokomposit LDPE dengan keratin bulu ayam sebagai bahan pengisi dan PE-g-MA sebagai penguat.

3. Mengadakan Uji Karakteristik fisika, mekanis, gugus fungsi dengan FTIR, Morfologi dengan SEM, biodegradabilitas dan sifat termal bahan komposit antara Polietilena, PE-g-MA, dan Keratin.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :.

1. Memberikan informasi tentang pengembangan pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai alternatif pengganti plastik konvensional di masa yang akan datang.

2. Sebagai solusi pemanfaatan limbah bulu ayam agar memiliki nilai ekonomis.

3. Mengurangai konsumsi plastik konvensional yang berbahan baku minyak bumi.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Komposit

Komposit adalah perpaduan dari bahan yang dipilih berdasarkan kombinasi sifat fisik masing-masing material penyusun untuk menghasilkan material baru dengan sifat yang unik dibandingkan sifat material penyusun, Gibson F.R(1994). Bahan komposit pada umumnya terdiri dari dua unsur, yaitu serat (fiber) sebagai pengisi dan bahan pengikat serat-serat tersebut yang disebut matrik. Penggunaan serat sendiri yang utama adalah untuk menentukan

karakteristik bahan komposit, seperti : kekakuan, kekuatan serta sifat-sifat mekanik lainnya. Sebagai bahan pengisi serat digunakan untuk menahan sebagian besar gaya yang bekerja pada bahan komposit, matrik sendiri mempunyai fungsi melindungi dan mengikat serat agar dapat bekerja dengan baik terhadap gaya-gaya yang terjadi. Oleh karena itu untuk bahan serat digunakan bahan yang kuat, kaku dan getas, sedangkan bahan matrik dipilih bahan-bahan yang liat, lunak dan tahan terhadap perlakuan kimia.

Komposit dapat dikelompokkan sebagai berikut:

1. Komposit jenis serat yang mengandung serat serat pendek dengan diameter kecil yang disokong oleh matriks yang berfungsi untuk menguatkan komposit, seperti serat tandan sawit, serat sintetis, kaca, atau logam.

2. Komposit jenis partikel yaitu partikel tersebar dan diikat bersama oleh matriks. Struktur Sandwich yaitu komposit yang tersusun dari 3 lapisan yang


(24)

terdiri dari flat komposit sebagai kulit permukaan (skin) serta material inti

(core) dibagian tengahnya berada diantaranya

3. Komposit strukstur bersadarkan struktur komposit terbagi menjadi dua yaitu: struktur lamina dan struktur sandwich. Lamina yaitu komposit yang mengandung bahan pelapis yang diikat bersama antara satu sama lain dengan menggunakan pengikat, Premasingan(2000).

2.1.1. Biokomposit

Biokomposit dapat didefinisikan sebagai materil komposit yang terdiri dari polimer alami atau biofiber (serat alami) yang dapat terdegradasi sebagai penguat dan polimer yang tidak dapat terdegradasi atau yang dapat terdegradasi sebagai matriks. Ilustrasi biokomposit ditunjukkan pada gambar 2.1

Gambar 2.1. Skema Sederhana Pembentukan Biokomposit Sumber: Zulfia (2011)

Material Biokomposit terbuat dari bahan yang dapat diperbaharui sehingga pembuatanya dapat mengurangi konsumsi energi dan biaya produksi. Selain itu biokomposit juga memiliki kemampuan terdegradasi yang baik. Perkembangan penelitian biokomposit sudah sangat beragam, tidak hanya mencakup produk‐produk untuk kebutuhan bahan bangunan, seperti papan partikel, kayu


(25)

lapis atau papan semen dan lainnya, tapi juga telah berkembang dengan pesat ilmu dan produk bio‐plastik atau plastik yang diperkuat dengan bahan‐bahan selulosa, baik berupa produk wood plastic composite (wpc) atau injection molded natural fiberpolimer. Produk‐produk plastik ini berperan penting dalam pengembangan

industri otomotif yang ramah lingkungan.

2.1.2. Biodegradasi Biokomposit

Degradasi adalah suatu reaksi perubahan kimia atau peruraian suatu senyawa atau molekul menjadi senyawa atau molekul yang lebih sederhana secara bertahap. Biodegradasi atau degradasi biotik adalah dekomposisi atau pemecahan zat kimia misalnya bahan polimer disebabkan oleh tindakan yang terjadi secara alami mikroorganisme seperti bakteri, jamur dan ganggang. Mikroorganisme pemecah ini tergantung pada substrat yang dipecahnya. Diantara substratnya adalah: Protein, Lemak dan Karbohidrat. Sedangkan degradasi kimia yang tidak melibatkan aktivitas biologis didefinisikan sebagai degradasi abiotik.

Tingkat biodegradasi dalam polimer berbasis bio tergantung pada struktur dan lingkungannya. Proses biodegradability biokomposit terkait dengan adanya organisme yang memiliki enzim khusus untuk menghidrolisis rantai karbon yang terkandung dalam polimer dari biokomposit. Penggunaan bio-komposit sebagai bahan bangunan menawarkan beberapa keuntungan yaitu murah, ringan, ramah lingkungan, biorenewable, dan lebih tahan lama. Namun, di samping kelebihan tersebut, mereka memiliki beberapa kelemahan juga, seperti penyerapan air dan degradasi fotokimia karena radiasi UV.

2.2. Polimer

Polimer ialah makromolekul yang terbentuk dari perulangan satuan-satuan sederhana monomernya. Akibatnya molekul-molekul polimer umumnya mempunyai massa molekul yang sangat besar. ada polimer yang merupakan


(26)

molekul individual, ada yang bercabang, ada yang merupakan jaringan raksasa makroskopik.

Berdasarkan asalnya polimer dapat dikelompokkan polimer alam dan polimer sintetis. Polimer alam adalah polimer yang berasal dari makhluk hidup. Contoh polimer alam ialah; pati/amilum, selulosa, protein, asam nukleat, dan karet alam. Sedangkan polimer sintetis ialah polimer yang tidak terdapat di alam dan harus dibuat oleh manusia. Contoh polimer sintetis ialah; polietena, polipropena, PVC,

2.2.1. Polimer Pelietilena

Polietilena adalah termoplastik linear yang mudah dibentuk dengan kombinasi panas dan tekanan. Unit dasar struktur (mer) yang berulang diturunkan dari etena atau etilena, molekul , yang ditunjukkan pada Gambar 2.2. Monomer ini mempunyai dua ikatan bebas dan disebut tidak jenuh dan bifungsional. Polietilena merupakan contoh komersil penting dan serbaguna. Bentuk awal dengan kerapatan rendah (LDPE) memiliki tingkat percabangan tinggi, dengan sekitar 15-30 cabang pendek dan cabang penjang per seribu atom karbon, dan kerapatan kurang dari 940 kg m-3. Smallman dan Bishop(1999)


(27)

Struktur rantai polietilena dapat berupa linier atau berikatan silang. Polietilena adalah bahan termoplastik yang kuat dan dapat dibuat dari yang lunak sampai yang kaku. Ada dua jenis polietilena yaitu polietilena densitas rendah

(low-density polyethylene/LDPE) dan polietilen densitas tinggi (highdensity polyethylene/HDPE). LDPE relatif lemas dan kuat, digunakan antara lain untuk

pembuatan kantong kemasan, tas, botol, industri bangunan, dan lain-lain.

HDPE sifatnya lebih keras, kurang transparan dan tahan panas sampai suhu 170oC. Campuran polietilena densitas rendah dan polietilena densitas tinggi dapat digunakan sebagai bahan pengganti karet, mainan anak-anak, dan lain-lain(Azizah, 2004).

Low Density Polyetylene memiliki struktur rantai percabangan yang tinggi

dengan cabang yang panjang dan pendek. Sedangkan High Density Polyetylene

mempunyai struktur rantai lurus dan Linier Low Density Polyetylene (LLDPE)

memiliki rantai polimer yang lurus dan rantai-rantai bercabang yang pendek. Sedikitnya cabang-cabang pada rantai akan memperkuat gaya ikatan antar molekul. Dengan berdekatannya rantai-rantai utama akan menaikkan kristalinitas, rapat massa dan kekuatannya. Pengaruh kristalinitas dapat dilihat pada data di tabel 2.1.

Tabel 2.1. Karakteristik Polietilena

Sifat LDPE HDPE

Kekuatan Tarik, MPa 5-15 20-40 Modulud Young, Mpa 100-250 0,94-0,96 Muai Termal, oC-1 180.10-6 120.10-6

Perpanjangan 100% 500%

Densitas, Mg/m3 (=g/cm3)

Ketahanan panas pada pemakaian berlanjut, o C 0,92 55-80 0,96 80-120


(28)

2.3.Bulu Ayam

Bulu berperan penting dalam proses fisiologis dan banyak fungsional. Unggas yang paling dewasa seluruhnya ditutupi dengan bulu, kecuali pada paruh, mata, dan kaki. Bulu tidak hanya menganugerahkan kemampuan penerbangan, tapi sangat penting untuk pengaturan suhu. Bulu sangat teratur, struktur bercabang hirarkis. Dalam bidang industri pertenakan, bulu ayam akan menjadi limbah yang tidak digunakan. Limbah bulu ayam dapat menimbulkan dampak penurunan kualitas tanah karena bulu ayam sulit terdegradasi di lingkungan akibat adanya keratin atau protein fibrous berupa serat. Oleh sebab itu limbah bulu ayam resisten terhadap perombakkan atau degradasi dan merupakan masalah yang serius di lingkungan, Savitha dkk(2007)

Fraksi bulu ayam terdiri dari bulu sebelah dalam dan sebelah luar, bulu sebelah luar berstruktur pori pori lebih rapat daripada bulu sebelah dalam , seperti terlihat pada Gambar 2.3.


(29)

Gambar 2.3. SEM bulu ayam (a) bulu bagian dalam (b) serat (c) bulu bagian luar (d) bulu bagian dalam (e) serat

Sumber: Kock (2006)

2.3.1. Keratin Bulu Ayam

Pada bulu ayam terdapat lebih dari 90% protein (keratin), Kani, dkk(2012). Komponen utamanya adalah , sebuah protein struktur

berserat dan tidak larut secara ekstensif cross linked dengan ikatan sulfide.

Struktur -Heliks tersebut cenderung agregat oleh ikatan hidrogen untuk membentuk unit silinder polipeptida struktur rantai yang unik. Dalam istilah sederhana, pena bulu itu adalah keras, poros tengah dari yang lembut, serat saling bercabang(Hong dan Wol, 2005).


(30)

Keratin memiliki daya tahan yang baik dan tahan terhadap degradasi. Schrooyen (1999) menemukan keratin tidak larut dalam pelarut polar, seperti air, serta dalam pelarut nonpolar. Metode yang paling umum untuk melarutkan bulu keratin adalah dengan pemotongan ikatan peptide bersamaan melalui hidrolisis asam dan alkali, pengurangan ikatan disulfide dengan larutan natrium sulfida ( . Teknik ini efektif untuk mengekstraksi keratin 75 %. Dan menyimpulkan keratin adalah protein yang relative stabil dan kokoh, Kock, J.W(2006).

Keratin adalah produk pengerasan jaringan epidermal dari tubuh dan merupakan protein fibrous yang kaya akan sulfur dan banyak terdapat pada

rambut, kuku dan bulu, Haurowitz, F(1984). Keratin merupakan polimer alami yang dapat digunakan di dalam berbagai aplikasi untuk produk berbahan dasar keratin, secara umum di dalam aplikasi ini, produk yang dihasilkan dari keratin akan memberikan sifat yang baik mencakup untuk memperbaiki sifat mekanik seperti kestabilan, memperbaiki sifat fisika dan kimia, dan baik untuk pembentukkan property film (Floris dan Slangen, 2007). Banyaknya ikatan disulfida (S-S), ikatan hydrogen dan interaksi hidrofobik pada struktur keratin yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 menyebabkan protein keratin sangat stabil, kaku, dan tidak dapat didegradasi oleh enzim proteolitik yang umum seperti tripsin, pepsin, dan papain. Keratin digunakan dalam film, serat, pelapisan, dan lain-lain. Keratin digunakan dalam formula sebagai pengontrol system pelepasan, contohnya untuk bahan aktif seperti parmasi, agrokimia, bidang kosmestik, minyak wangi, dan lain-lain.


(31)

Gambar.2.4. Skema Struktur Bangun Keratin Sumber: WEST dan TODD (1961)

2.5. Sentrifugasi

Sentrifugasi ialah suatu teknik pemisahan suatu material yang berdasarakan berat molekulnya dengan kecepatan tertentu. Teknik ini digunakan untuk memisahkan atau memurnikan protein, partikel, dan organel selular yang disedimentasi menurut ukuran dan bentuk relatifnya.

Pada teknik pemisahan sentrifugasi ini, partikel biasanya disuspensikan dalam medium cairan tertentu, yang dimasukkan dalam tabung atau botol dalam rotor di tengah drive shaft sentrifuga. Partikel yang berbeda densitas, bentuk, dan ukurannya dapat dipisahkan karena akan mengendap dengan laju yang berbeda.


(32)

Laju sedimentasi berbagai organel subselular berbeda, sehingga teknik sentridugasi memungkinkan pemisahan. Gaya sentrifugal (centrifugal field, G)

adalah kecepatan sudut rotor dan jarak radial partikel dari sumbu rotasi menurut persamaan:

(2.1)

Dimana:

RPM: Jumlah putaran/menit (revolusi/menit) : Satuaan radial/detik

Gaya sentrifugal relative (relative centrifugal field, RCF) adalah rasio

gaya sentrifugal dan konstanta gravitasi menurut peramaan:

(2.2)

g = 980 cm/detik, dan diukur dalam cm, sehingga:

(2.3)

Laju sedimentasi partikel adalah , dengan adalah koefisien sedimentasi, yaitu laju per unit gaya sentrifugal. Unit ini diukur dalam detik, biasa diukur dalam Svedberg unit yang bernilai detik.

Koefisien sedimentasi tergantung pada viskositas dan densitas medium suspense, serta pada bentuk, ukuran, dan densitas partikel. Untuk partikel yang berbentuk bola, mengikuti persamaan:

(2.4)


(33)

: Densitas partikel : Densitas medium

: Radius partikel : Viskositas medium

Waktu yang diperlukan partikel untuk bersedimentasi dari meniskus medium suspense sampai pangkal tabung sentrifuga adalah:

(2.5)

Dimana:

: Jarak radial meniskus cairan dari sumbu rotasi : Jarak radial pangkal tabung dari sumbu rotasi

Pengandapan parikel dipengaruhi oleh bentuk dan ukurannya masing-masing. Faktor lain yang harus diperhatikan adalah densitas medium, karena partikel yang lebih padat dari medium yang akan mengendap. Sebagian besar protein mempunyai nilai koefisien sedimentasi antara 1 sampai .

2.6. Uji Biuret

Pengujian ini digunakan untuk uji umum terhadap protein, karena uji ini dapat mendeteksi kehadiran ikatan peptide. Uji Biuret berdasarkan reaksi antara ion dan ikatan peptide dalam suasana basa. Warna kompleks ungu menunjukkan adanya protein. Intensitas warna yang dihasilkan merupakan ukuran jumlah ikatan peptide yang ada dalam protein. Ion dari pereaksi Biuret dalam suasana basa akan bereaksi dengan polipeptida atau ikatan-ikatan peptide yang menyusun protein, dan membentuk senyawa kompleks berwarna ungu atau


(34)

violet. Reaksi ini positif terhadap dua buah ikatan peptida atau lebih, tetapi negatif untuk asam amino bebas atau satu ikatan peptida. Protein melarutkan hidroksida tembaha untuk membentuk kompleks warna. Reaksi pembentukkan warna ini dapat terjadi pada senyawa yang mengandung dua gugus karbonil yang berikatan dengan nitrogen atau atom karbon. Bintang Maria(2010).

2.6. Pengujian Mekanik

Pengujian mekanik berhubungan dengan ukuran kemampuan plastik untuk menahan gaya luar yang bekerja padanya, yang termasuk ke dalam sifat mekanis film plastik adalah kuat tarik, perpanjangan dan modulus Young.

2.6.1. Uji Tarik ( Tensile Strength )

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik.

Pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus.Umumnya kekuatan tarik polimer lebih rendah dari baja 70 kgf/mm2. Hasil pengujian adalah grafik beban versus perpanjangan (elongasi).

Tegangan (σ) :

(2.6)

Dimana :

σ =tegangan(MPa)

F= Beban yang diberikan arah tegak lurus terhadap penampang spesimen (N) A0 = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan(m2)

Regangan (ε):


(35)

Dimana :

ε = Regangan

= Panjang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m)

ΔL = Pertambahan panjang (m)

2.6.2. Uji Kuat Lentur

Kekuatan lentur ialah kekuatan untuk menahan gaya-gaya yang berusaha untuk melengkungka benda uji, atau untuk menahan beban mati maupun hidup selain beban pukulan.

Kuat lentur adalah nilai tegangan tarik yang dihasilkan dari momen lentur dibagi dengan momen penahan penampang balok uji. Kuat lentur dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:

2.8 Dimana:

Kuat lentur(Kgf/ )

Berat beban maksimum (Kgf)

Jarak sangga(mm)

Lebar sampel uji (mm)

2.7. FT-IR

FT-IR singkatan dari Fourier Transform InfraRed. Spektroskopi Infrared, IR radiasi dilewatkan melalui sampel. Beberapa radiasi inframerah diserap oleh


(36)

sampel dan sebagian dilewatkan (ditransmisikan). Spektrum yang dihasilkan merupakan molekul penyerapan dan transmisi, menciptakan sidik jari molekul sampel. Seperti sidik jari tidak ada dua struktur molekul yang unik menghasilkan spektrum inframerah sama. Hal ini membuat spektroskopi inframerah berguna untuk beberapa jenis analisis.

Spektroskopi merupakan studi antaraksi radiasi elektromagnetik dengan materi. Radiasi elektromagnetik adalah suatu bentuk dari energi yang diteruskan melalui ruang dengan kecepatan yang luar biasa. Dikenal berbagai bentuk radiasi elektromagnetik dan yang mudah dilihat adalah cahaya atau sinar tampak.

Spektropotometer infrared ialah instrumen menentukan penyerapan spektrum untuk sebuah bahan campuran atau senyawa. Spektropotometer menentukan jumlah dan posisi relatif dari semua serapan dalam daerah infrared dan memplotnya di atas kertas grafik kalibrasi. Plot dari intensitas serapan versus jumlah gelombang atau panjang gelombang ialah dikenal sebagai spektrum infrared dari bahan campuran atau senyawa.

Untuk mendapatkan informasi struktural dari spektra infrared, harus umum dikenal dengan frekuensi atau panjang gelombang pada variasi serapan gugus fungsional. Pada tabel 2.2 tertera beberapa gugus fungsional beserta puncak absorpsi karakteristiknya yang dapat membantu dalam mengidentifikasi suatu senyawa.

Tabel 2.2. Absorpsi Inframerah Beberapa Gugus Fungsional

Jenis dari getaran Frekuensi (cm-1)

Panjang gelombang ( )


(37)

C-H Alkanes (stretching) 3000-2850 3.33-3,51 (bending) 1450 dan 1375 6,90 dan 7,27

(bending) 1465 6,83

Alkenes (stretching) 3100-3000 3,23-3,33

(Bending keluar bidang)

1000-650 10,0-15,3 Aromatik (stretching) 3150-3050 3,17-3,28

(Bending keluar bidang)

900-690 11,1-14,5

Alkyne (stretching) ca. 3300 ca. 3,03 Aldehyde 2900-2800 3,45-3,57

2800-2700 3,57-3,70

C=C Alkene 1680-1600 5,95-6,25

Aromatik 1600 dan 1475 6,25 dan 6,78

C C Alkyne 2250-2100 4,44-4,76

C=O Aldehyde 1740-1720 5,75-5,81

Ketone 1725-1705 5,80-5,87

Asam Karbosilat 1725-1700 5,80-5,88

Ester 1750-1730 5,71-5,78

Amide 1670-1640 6,00-6,10

Anhydride 1810 dan 1760 5,52 dan 5,68

Acid Chloride 1800 5,56

C-O Alcohol, Ethers, Esters,

Asam Karbosilat, Anhydrides

1300-1000 7,69-10,0

O-H Alcohol, Phenols

Bebas 3650-3600 2,74-2,78

Ikatan Hidrogen 3500-3200 2,86-3,13

Asam Karbosilat 3400-2400 2,94-4,17

N-H Amines dan Amida (stretching) 3500-3100 2,86-3,23


(38)

Sumber: Donald, Pavia, dan Lampman (1979

2.8. Maleic Anhydride Sebagai Aditif

Maleic anhydride (2-5-furandion; cis-butenedioik anhidrat) dengan rumus

umum C4H2O3 dengan berat molekul 98,06 dapat dibuat dengan mensublimasi asam maleat dan P2O5 dengan menurunkan tekanan. Skema struktru Maleic anhydride ditunjukkan pada gambar.2.5.

Gambar 2.5. struktur kimia Maleic anhydride

C-N Amines 1350-1000 7,4-10,0

C=N Imines dan Oximes 1690-1640 5,92-6,10

C N Nitriles 2260-2240 4,42-4,46

X=C=Y Allenes, Ketenes, Isocyanates, Isothiocyanates

2270-1950 4,40-5,13

N=O Nitro (R 1550 dan 1350 6,45-7,40

S-H Mercaptans 2550 3,92

S=O Sulfoxides 1050 9,52

Sulfones, Sulfonyl Chlorides 1375-1300 dan 7,27-7,69 dan Sulfates, Sufonamides 1200-1140 8,33-8,77

C-X Fluoride Chloride

Bromide, Iodide

1400-1000 800-600 <667

7,14-10,0 12,5-16,7 >15,0


(39)

Secara tradisional Maleic anhydride dibuat dengan mengoksidasi benzen

atau senyawa aromatik. Karena harga benzen yang tinggi, sekarang pembuatan anhibrid maleat dilakukan dengan menggunakan n-Butana, dengan reaksi seperti berikut.

Maleic anhydride larut dalam 100 gr pelarut pada suhu 25oC. Maleic anhydride

digunakan pada proses sintesa diena (sintesa Diehls Alder), reaksikopolimerisasi, pembuatan resin-Alkil dan bidang farmasi. Bersifat sangat iritatif. Umumnya senyawa dengan dua karbon ikatan rangkap dan karbon oksigen. Maleic anhydride dengan berat molekul 98,06 larut dalam air, meleleh pada temperatur

57OC sampai 60OC, mendidih pada 202OC dan specific grafity 1,5 (Gaylord, 1981) Maleic anhydride digunakan sebagai bahan kimia dalam sintesis asam

fumarat dan tartaric, bahan kimia pertanian tertentu, pewarna celup, farmasi, dan resin dalam berbagai produk, juga digunakan sebagai co-monomer untuk resin poliester tak jenuh, bahan dalam agen pengikat yang digunakan untuk memproduksi kayu lapis (HSDB, 1995).

2.9. Benzoyl Peroxide Sebagai Inisiator

Benzoyl Peroxide merupakan senyawa peroksida yang berfungsi sebagai

inisiator dalam proses polimerisasi dan dalam pembentukan ikatan silang dari berbagai material polimer. Senyawa peroksida ini dapat digunakan sebagi pembentuk radikan bebas. Peroksida organik seperti Benzoyl Peroxide diuraikan

dengan mudah untuk menghasilkan radikal bebas benzoil. Benzoyl Peroxide

memiliki waktu paruh 0,37 jam pada suhu 100oC. Penambahan sejumlah zat pembentuk radikal akan memberikan ikatan polimer (Al-Malaika, 1997)


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat Penelitian

Pada proses penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Polimer, Laboratorium Penelitian Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Medan.

3.2. Alat Dan Bahan 3.2.1 Alat

1. Hot plate stirrer berfungsi untuk alat pemanas sekaligus mengaduk campuran

2. Hot Press berfungsi sebagai alat tekan panas sampel uji. 3. Gelas Beaker.

4. Sentrifuga 5. Lumpang 6. Ayakan

7. Drying oven sebagai alat pengering sampel.

8. Neraca Analitik berfungsi untuk menimbang massa bahan 9. Seperangkat alat uji tarik

10.Seperangkat alat FT-IR 3.2.3 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Bulu Ayam


(41)

2. 0,5 M 3. HCl 2N 4. Ethanol 5. Aquadest 6. LDPE

7. Benzoyl peroxide (BPO)

8. Maleic anhydride (MA)

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan Keratin dari limbah bulu ayam

Langkah-langkah pembuatan keratin sebagai berikut:

3.5.3.1. Persiapan bulu ayam

Bulu ayam yang dikumpulkan dari tempat pemotongan ayam dibersihkan dengan air panas, dan diterjen, kemudian dikeringkan. Kemudian dicuci kembali dengan etanol (EtOH). Tujuan utama adalah untuk membersihkan bulu dari noda, minyak dan lemak sebelum memprosesnya. Bulu tersebut kemudian dicuci dan dikeringkan di bawah sinar matahari. Setelah kering kemudian dipotong kecil-kecil dan disimpan dengan hati-hati dalam kantong plastik tertutup.

3.5.3.2. Ekstraksi bulu ayam

Bahan kimia digunakan untuk memperoleh keratin, Wrześniewska dan Adamiec(2007), adapun prosedur esktraksi keratin dari bulu ayam adalah sebagai berikut:


(42)

1. Bulu ayam, dilarutkan dalam natrium sulfida (Sodium Sulfida) dan Secara kontiniu diaduk dengan stirrer selama 4-6 jam dengan suhu 30oC. 2. Setelah 4-6 jam, larutan disaring untuk menghilangkan semua partikel

bulu dan disentrifugasi untuk memisahkan sampah yang tidak terlarut pada larutan keratin.

3. Larutan keratin kemudian disaring menggunakan kertas sebagai tindakan pencegahan sehingga tidak ada partikel padat hadir dalam larutan

4. Selanjutnya, ditambahkan HCl 2N pada larutan keratin untuk memperoleh endapan keratin. Setelah tidak ada lagi perubahan warna, penambahan HCl dihentikan.

5. Endapan keratin yang diperoleh kemudian dicuci dengan aquadest. Dan disentrifugasi.

6. Diletakkan keratin pada kertas saring untuk memisahkan air dengan keratin, keratin dikeringkan.

3.5.4. Pembuatan Coupling Agent (PE-g-MA)

LDPE ditimbang sebanyak 20 gram, benzoil peroksida sebanyak 0,2 gram,

Maleic anhydride 2 gram. LDPE dilarutkan dalam xylen kemudian dimasukkan

benzoil peroksida dan maleat anhidrida. Refluks dilakukan selama 90 menit dengan temperature 90oC. dilakukan pengendapan dengan penambahan methanol 1 sebanyak satu liter. Endapan dikeringkan.

3.5.5. Pembuatan Komposit Keratin dengan LDPE

Dipersiapkan peralatan refluks, campuran LDPE, PE-g-MA, dan keratin ditimbang sesuai komposisi pada tabel 3.1 dan dimasukkan dalam labu kepala tiga, ditambahkan xylem 100ml. direfluks selama 1 jam. Polyblend dikeringkan dengan suhu kamar. Polyblend diletakkan di antara lempengan (plat baja) di


(43)

dalam bingkai yang terbuat dari besi dengan ukuran, dimana plat baja telah dilapisi dengan aluminium foil. Langkah selanjutnya adalah proses pengempresan panas dengan menggunakan mesin Hot Press. Langkah selanjutnya adalah

pengujian spesimen.

Tabel.3.1. Komposisi Bahan

No. Sampel

Komposisi

Keratin (%) LDPE (gram) PE-g-MA (gram)

A 0 50 0

B 10 49,5 0,5

C 20 49,5 0,5

D 30 49,5 0,5

E 40 49,5 0,5

3.6. Teknik Analisa Data

Teknik analisa data dalam penelitian ini adalah :

a. Dengan memvariasikan keratin terhadap matriks LDPE. Pertama pengujian mekanik, kemudian sampel dengan komposisi optimum dilakukan pengujian FT-IR, dan DTA

b. Data hasil pengujian akan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian dianalisa


(44)

3.7. Diagram Alir (Flow Chart) Penelitian

3.7.1. Pembuatan Keratin

Gambar 3.1. Diagram alir pembuatan keratin

 Di cuci

 Dikeringkan dibawah sinar matahari

 Dipotong-potong

 Dilarutkan dalam natrium sulfida 0,5M (4-6 jam, 30oC )

 Difilter Bulu ayam

Bulu ayam kering

 disentrifugasi

Filtrat residu

Supernatan Endapan(sisa bulu tak larut)

Endapan

 Ditambahkan HCl 2N

 Dicuci dengan aquadest

 Dikeringkan

 Dihaluskan

 Di ayak dengan saringan 150 mesh Keratin


(45)

3.7.2. Pembuatan Coupling Agent (PE-g-MA)

Gambar 3.2. Diagram alir pembuatan coupling agent (PE-g-MA)

 Dikeringkan Larutan LDPE

LDPE

 Ditambahkan Xylen

 Ditambahkan MA (2 gram) dan BPO (0,2 gram)

 Direfluks selama 90 menit dengan temperature 90oC

 Dituangkan kedalam methanol sebanyak 1 liter

PE-g-MA Endapan PE-g-MA


(46)

3.3.1. Pembuatan Komposit Keratin dan LDPE

Gambar 3.3. Diagram alir pembuatan komposit keratin dan LDPE

 Uji Tarik

 Uji lentur

 Uji Biodegrabilitas

 Dicetak tekan dengan menggunakan Hot Press

Poliblend

Sample

Hasil Kondisi Optimum

LDPE PE-g-MA Xylen

Keratin

 Direfluks selama 1 jam dengan temperatur 130oC

Sifat Termal Uji DTA

FTIR

Analisis Hasil Uji Hasil Akhir Kesimpulan

Selesai

SEM


(47)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Sifat Mekanik Biokomposit LDPE Terisi Keratin

4.1.1 Kekuatan Tarik dan Kemuluran

Data hasil pengujian yang didapatkan dari uji tarik ialah beban maksimum (Kgf) dan stroke (mm). Hasil perhitungan rata-rata kekuatan tarik dan kemuluran ditampilkan dalam Tabel 4.1 berikut ini.

Tabel 4.1. Data Hasil Kekuatan Tarik dan Kemuluran

No Sampel Kekuatan Tarik (MPa)

Kemuluran (%)

1 A 9,635 96,9

2 B 9,846 32,5

3 C 10,116 36,9

4 D 8,049 17,7

5 E 7,264 14,3

Dari hasil perhitungan kekuatan tarik dengan variasi matriks dan bahan pengisi menunjukkan bahwa penambahan PE-g-MA 1 % dari LDPE dan keratin memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dari LDPE ditunjukkan pada Gambar. 4.1. Kekuatan tarik optimum dicapai pada penambahan keratin 20% dari matriks LDPE, yaitu sebesar 10,116 MPa. Penambahan keratin sebesar 30 % menunjukkan penurunan kekuatan tarik menjadi 8,049 MPa, hal ini disebabkan


(48)

penambahan pengisi sudah melewati titik jenuh yang mengakibatkan sifat adhesi bahan matriks polietilena akan semakin rendah.

Gambar 4.1 Grafik Nilai Kuat Tarik Biokomposit Keratin dengan LDPE Grafik 4.2 menunjukkan kuat tarik dan kemuluran dari komposit yang terbuat dari resin polietilena kerapatan rendah (LDPE) dan pengisi keratin. Kuat tarik terlihat meningkat seiring pertambahan pengisi keratin hingga 20%, sedangkan Kemuluran menurun seiring dengan pertambahan pengisi keratin. Baron dan Schmidt(2004) juga melaporkan bahwa komposit LDPE yang terisi serat bulu hingga 20% memiliki indikasi peningkatan modulus dan kekuatan tegangan seiring pengisi serat yang meningkat. Sementara polietilen kerapatan rendah (LDPE) terisi tepung ubi kayu, didapatkan hasil bahwa semakin besar konsentrasi pati ubi kayu yang ditambahkan maka kekuatan tarik dan kemuluran semakin menurun, Susilawati dkk (2011).

4.1.2 Kuat Lentur

Data hasil pengujian yang didapatkan dari kuat lentur dihitung sesuai dengan persamaan 2.8. Hasil perhitungan rata-rata kuat lentur ditampilkan dalam


(49)

Tabel 4.2. Kemudian dari data tabel 4.2 diperoleh grafik nilai kuat lentur biokomposit keratin dengan LDPE yang ditunjukkan pada Gambar 4.3.

Tabel. 4.2 Nilai kuat lentur

No Sampel Kuat lentur (MPa)

1 A 5,05

2 B 4,893

3 C 4,030

4 D 5,658

5 E 6,256

Dari hasil pengujian diketahui nilai kuat lentur tertinggi pada sampel E dengan penambahan PE-g-MA 1 % dan keratin 40%, yaitu sebesar 6,256 MPa. Dan nilai terendah pada sampel C dengan penambahan PE-g-MA 1% dan keratin 20%, yaitu sebesar 4,030MPa. Berdasarkan data dalam tabel 4.2 di atas, dapat digambarkan grafik hubungan kekuatan lentur dan variasi komposisi Keratin seperti dalam gambar 4.3 berikut ini.


(50)

Gambar 4.3 memperlihatkan pola grafik yang menurun pada penambahan keratin 20% yaitu sebesar 4,030 MPa. Kemudian mengalami kenaikan pada penambahan keratin sebesar 30 % menjadi 5.658 MPa. Dengan semakin meningkatnya jumlah partikel keratin sampai batas dimana matriks masih mampu mengikat partikel maka deformasi yang terjadi akan semakin berkurang karena gaya-gaya yang berusaha untuk melengkungkan matriks polietilen, juga akan ditahan oleh partikel keratin sebagai penguat. Pada penambahan keratin 10% dan 20% terjadi ikatan yang kuat antara matriks polietilen dengan partikel keratin yang mengakibatkan penurunan kekuatan matriks polietilen untuk menahan beban yang diberikan.

Gambar 4.4. Grafik Nilai Kuat Tarik dan Kuat lentur Resin LDPE Terisi Keratin Dari grafik 4.4 terlihat hubungan dari kuat tarik dan kuat lentur dari komposit polietilen terisi keratin yang memperlihatkan bahwa kuat tarik dari material komposit yang dihasilkan ialah berbanding terbalik dengan kuat lentur.

4.2. Analisa Sifat Termal dengan Menggunakan Analisi Termal Deferensial

Analisis termal bertujuan untuk pengukuran sifat-sifat suatu materi sebagai fungsi terhadap temperatur. Teknik analisa termal digunakan untuk mendeteksi perubahan fisika (penguapan) dan perubahan kimia (dekomposisi) suatu bahan

5.05 4.893

4.03

5.658 6.256

9.635 9.846 10.116

8.049 7.264 0 2 4 6 8 10 12 (M Pa)

0 10 20 30 40

Kandungan Pengisi (%)

kuat lentur kuat tarik


(51)

yang ditunjukkan dengan penyerapan panas (endotermik) untuk mencairkan bahan dan pelepasan panas (eksotermik) untuk menguapkan bahan.

Plastik pada umumnya tidak memiliki titik leleh yang spesifik. Plastik mengalami perubahan sifat mekanik yang jelas pada rentang temperatur tertentu yang sangat sempit. Temperatur dimana terjadi transisi tersebut dikenal sebagai temperatur transisi gelas. Dibawah temperatur transisi gelas plastik yang bersifat kaku, padat seperti kaca, dan di atas temperatur tersebut plastik bersifat elastis, fleksibel, dan lunak. Perubahan ini dikarenakan sifat-sifat kristalin pada struktur rantai molekul polimer menjadi amorf. Tingginya temperatur transisi gelas tergantung pada struktur rantai molekul yang umumnya sekitar 1/3 hingga 2/3 dari titik leleh(Saptono, 2008)

Uji DTA dilakukan terhardap bahan LDPE, dan LDPE-keratin. Dari gambar kurva uji DTA (lampiran A) dapat diindentifikasi bahwa temperatur transisi glass(Tg), titik leleh dan temperatur dekomposisi untuk bahan LDPE dan komposit LDPE-keratin. Hasil analisis DTA bahan komposit dapat dilihat pada tabel 4.3

Dari tabel 4.3 terlihat bahwa penambahan keratin pada LDPE tidak mengalami perubahan temperatur transisi gelas LDPE. Dikarenakan matriks LDPE sebagai polimer dasar mendominasi material komposit ini. Nilai temperatur transisi gelas bervariasi bergantung pada struktur molekul spesifik dari polimer dasarnya, berat molekul, distribusi berat molekul dari polimer tersebut, aditif yang ditambahkan ke dalam formula, serta pada beberapa faktor lain (Umam dkk, 2007).

LDPE tanpa pengisi menunjukkan temperatur leleh 240oC, dan sudah mulai terdekomposisi pada temperatur 330oC. Sedangkan dengan adanya penambahan keratin temperatur leleh dan dekomposisi spesimen mengalami kenaikan. Pada penambahan keratin 10% spesimen mulai terdekomposisi pada temperatur 420oC. Dan pada penambahan keratin 20% spesimen mulai terdekomposisi pada temperatur 440oC, dan habis terbakar pada temperatur 450oC. Kenaikan temperatur leleh dan temperatur dekomposisi spesimen dipengaruhi oleh temperatur leleh dan dekomposisi keratin yang lebih tinggi dari LDPE. Serbuk


(52)

keratin mulai terdekomposisi pada temperatur 475oC dan terbakar habis pada temperatur 520oC.

Tabel 4.3. Hasil Analisis Pengujian DTA

Sampel Temperatur Transisi Gelas (oC)

Tg

Temperatur Leleh (oC)

Tm

Temperatur Dekomposisi (oC)

Keratin 80 275 475-520

LDPE 100 240 330-440

LDPE-keratin(10%) 100 - 420-440 LDPE-keratin(20%) 100 250 440-450 LDPE-keratin(30%) 100 250 440-450 LDPE-keratin(40%) 100 250 440-450

Nilai temperatur transisi gelas (Tg) dan temperatur leleh (Tm) diperlukan untuk menentukan kondisi proses dan aplikasi produk yang dihasilkan. Polimer dengan Tm tinggi membutuhkan energi lebih besar untuk bisa mencairkan dan mencetak polimer. Plastik agar dapat berfungsi dengan baik dalam penentuan fungsional suatu produk plastik, maka suhu Tg harus cukup lebih tinggi daripada suhu linkungan kerja ketika dipakai (Stevens, 2007).

4.3. Analisa FTIR

Pengujian FTIR dilakukan untuk mengidentifikasi gugus fungsi dari keratin, LDPE, dan komposit LDPE. Analisis ini juga digunakan untuk melihat peningkatan pengisi keratin dalam matriks LDPE. Spektrum uji FTIR dapat dilihat pada Lampiran B, dan hasil analisis gugus fungsi dapat dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.


(53)

Tabel 4.4. Hasil Analisis Gugus Fungsi Bahan Berdasarakan Data FTIR Sampel Bilangan Gelombang (cm-1) Gugus Fungsi

Keratin 3294,42

1643,35 2962,66

O-H (Ikatan Hidrogen) C=O (Amida)

C-H (Alkana)

LDPE 3371,57

2962,66 2167,99 1620,21 1465,90

O-H (Ikatan Hidrogen) C-H (Alkana)

C C (Alkyne) C=C (Alkena) (Tekukkan) LDPE-keratin-PE-g-MA 2939,52 2414,88 2152,56 C-H (Alkana)

O-H (Asam karbosilat) C C (Alkyne)

Dari hasil FTIR di atas menunjukkan bahwa keratin mengandung gugus O-H (Ikatan O-Hidrogen), C=O (Amida) yang merupakan gugus fungsional organik yang berikatan dengan suatu atom nitrogen. Keratin juga mengandung gugus C-H (Alkana) ditandai dengan sidik jari 2962,66 cm-1, hal ini menunjukkan keratin mengandung senyawa nonpolar yang sukar larut dalam air.

Pada spektrum FTIR dari LDPE murni, terdapat bilangan gelombang 1465,90 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus . Dan juga mengandung gugus gugus O-H (Ikatan Hidrogen), gugus C-H (Alkana), gugus Alkyne yang memiliki ikatan karbon rangkap tiga (C C) , dan gugus fungsi C=C (Alkena).

Pada spektrum FTIR dari biokomposit LDPE-keratin-PE-g-MA tidak menunjukkan pembentukkan gugus fungsi baru, sehingga dapat dikatakan bahwa komposit yang dihasilkan hanya berinteraksi secara fisika.


(54)

4.4. Analisa Uji Biodegradabilitas

Pengujian biodegradabilitas ini bertujuan untuk mengetahui laju degradasi biokomposit. Uji biodegradabilitas dilakukan dalam penelitian ini ialah dengan menggunakan metode soil burial test. Spesimen biokomposit dikubur di dalam

tanah dengan kedalaman 7 cm dengan menjaga kestabilan kelembaban tanah. Kemudian spesimen yang dikubur ditimbang tiap satuan waktu. Sebelum dikubur spesimen uji terlebih dahulu ditimbang. Kemudian tiap seminggu sekali sampel dikeluarkan dari dalam tanah untuk ditimbang dalam keadaan kering dan bersih dari sisa tanah yang menempel. Untuk menghitung fraksi berat residual digunakan persamaan 4.1.

% berat residual = 4.1 dimana:

= massa spesimen sebelum dikubur (mg)

= massa spesimen sesudah dikubur pada minggu ke-1, 2,3,4,dan 5 (mg)

Tabel 4.5, menunjukkan hasil uji biodegradabilitas 3 buah spesimen untuk setiap variasi 10%, 20%, 30%, 40%.

Tabel 4.5. Hasil Uji biodegradabilitas Komposit LDPE Terisi Keratin

Sampel ke- Massa spesimen (mg)

0 hari 1 minggu 2 minggu 3 minggu 4 minggu 5 Minggu Keratin 10% 1 2 3 110 100 120 110 100 120 110 100 120 110 100 120 110 100 120 110 100 120 Keratin 20% 1 2 3 130 130 150 130 130 150 130 130 150 130 130 150 130 130 150 130 120 150 Keratin 30% 1 2 3 90 120 130 90 120 130 90 120 130 90 120 130 90 120 130 90 110 130 Keratin 40% 1 2 3 130 120 80 130 120 80 130 120 80 130 120 80 130 120 80 120 120 80


(55)

Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa belum tampak kehilangan berat spesimen selama penguburan 4 minggu. Pada penguburan selama 5 minggu terjadi kehilangan berat spesimen dengan % berat residual sebesar 91,6% pada penambahan keratin sebesar 30%. Penambahan pengisi polimer alam keratin pada resin polietilen menunjukkan bahwa tingkat degradasi biokomposit yang dihasilkan adalah sangat rendah bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh susilawati dkk (2011) yaitu polietilen terisi tepung ubi kayu yang sudah terdegaradasi 20% dengan waktu kubur 2 minggu dan terdegradasi 30% dengan waktu kubur 4 minggu.

Dengan mengekstraksi protein keratin dari bulu ayam sebagai pengisi polietilen ternyata belum mampu mempercepat proses degradasi biokomposit polietilen. Degradasi keratin menjadi molekul yang lebih sederhana merupakan proses yang kompleks dan memerlukan kerja sinergis enzim-enzim keratinolitik, (Ramnani dkk, 2005).

4.5. Analisa Uji Scanning Electron Microscopy (SEM)

Pengujian Scanning Electron Microscopy (SEM) bertujuan untuk

mengamati permukaan material dengan bentuk yang lebih detail. Dengan menggunakan elektron akan didapatkan beberapa jenis pantulannya yang akan berguna untuk keperluan karakterisasi. Analisa uji SEM dilakukan pada sampel LDPE 100%, LDPE penambahan keratin 20%, dan LDPE dengan penambahan keratin 40%.


(56)

Gambar 4.5. Foto SEM Pemukaan LDPE Dengan Pembesaran 500 Kali. Gambar 4.5. adalah foto SEM permukaan spesimen LDPE yang diperbesar 500 kali. Gambar tersebut mempelihatkan permukaan LDPE yang memiliki sedikit serat dan tampak merata.

Gambar 4.6. Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 20% dengan Pembesaran 500 kali

Gambar 4.6 adalah foto SEM permukaan biokomposit LDPE dengan pengisi keratin 20% yang memperlihatkan pengisi yang terikat di dalam matriks LDPE, namun distribusi pengisi tidak merata ke seluruh permukaan matriks.


(57)

Gambar 4.7. Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40% Dengan Pembesaran 500 Kali

Gambar 4.7 adalah foto SEM permukaan biokomposit LDPE dengan pengisi keratin 40% yang memperlihatkan pengisi yang sudah tidak terikat kuat di dalam matriks LDPE, namun distribusi pengisi menyebar ke permukaan matriks.


(58)

Gambar 4.9. Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 20 % dengan Pembesaran 200 Kali.

Gambar 4.10 Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40 % dengan Pembesaran 200 Kali.

Dari Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10 dapat dilihat morfologi permukaan LDPE yang memiliki lekukkan, namun tampak lebih halus dibandingkan dengan LDPE-keratin 20% dan LDPE-keratin 40%. Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa dengan menambahan pengisi membuat permukaan material menjadi memiliki tonjolan dan berongga.


(59)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan pengujian terhadap bahan biokomposit polietilena kerapatan rendah dengan keratin, maka dapat disimpulkan:

1. Serbuk keratin dapat digunakan sebagai bahan penguat pada bahan komposit polietilena kerapatan rendah, kondisi optimum uji kuat tarik ialah pada variasi penambahan pengisi keratin sebesar 20%, dan kondisi optimum uji kuat lentur ialah pada variasi penambahan pengisi keratin pada variasi 40%.

2. Limbah bulu ayam memiliki potensi untuk dijadikan bahan pengisi komposit polietilena kerapatan rendah, namun hasil ekstraksi protein keratin dari bulu ayam sebagai pengisi polietilen ternyata belum mampu mempercepat proses degradasi biokomposit polietilen.

3. Dari hasil uji mekanik, komposit polietilena kerapatan rendah dengan keratin kuat tarik optimum yang dihasilkan ialah sebesar 10,116 MPa dengan kemuluran 36,9%, dan kuat lentur sebesar 6,256MPa. Sifat termal komposit polietilena mengalami kenaikan temperatur leleh sebesar 250oC dan temperatur terdekomposisi sebesar 440oC dan 450oC. Dari hasil uji FTIR tidak menunjukkan pembentukkan gugus fungsi baru, hal ini menunjukkan komposit hanya berinteraksi secara fisika.


(60)

4. Plastik biodegradable yang dibuat dengan pencampuran plastik konvensional dan biopolimer akan menurunkan sifat mekanik material biokomposit tersebut seiring dengan tingkat terbiodegradasi yang tinggi. Untuk polietilena terisi keratin yang diperoleh memiliki tingkat biodegradabilitas yang rendah bila dibandingkan dengan Polietilena terisi pati ubi kayu yang diteliti oleh Susilawati dkk(2011). Tetapi sifat mekanik yaitu kuat tarik dari polietilena terisi keratin mengalami peningkatan dan lebih kuat dari polietilena terisi pati ubi kayu dengan nilai kuat tarik optimum yang diperoleh oleh Susilawati dkk(2011) yaitu sebesar 0,71 Kgf/mm2. Maria Ulfa(2009) juga melaporkan terjadi penurunan kuat tarik 40-50% pada material plastik terbiodegradasi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kontrol LLDPE dengan persentase plastik yang dapat terdegradasi mencapai 50,45% pada konsentrasi pati tinggi.

5.2. Saran

1. Agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai komposit ini dengan menggunakan berbagai jenis plastik, komposisi campuran, penambahan bahan aditif, maupun penggunaan campuran plastik dengan perekat.

2. Diharapkan agar peneliti selanjutnya dalam pembuatan komposit dilakukan dengan proses terkontrol. Proses tersebut antara lain:, penimbangan, pencampuran bahan, pencetakan, serta pengeringan.

3. Perlakuan terhadap semua variabel penelitian lebih dicermati, persen komposisi, waktu dan juga pengukuran-pengukuran sehingga hasil penelitian lebih akurat.


(61)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adiati, U. Dan Puastuti, W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai

Pertenakan. Ciawi. Bogor.

Al-malaika, S. 1997. Reactive Modifiers Polymers, 1st edition. Aston University

Press. Birmingham.

Andari, K Gabriel. 2013.

Pembakaran Sampah Plastik Bisa Picu Kanker.

http://www.antaranews.com/berita/356553/pembakaran-sampah-plastik-bisa-picu-kanker. Diundu tanggal: 5 Juli 2013.

Azizah, U. 2004. Polimer. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah,

Departemen Pendidikan Nasional.

Barone, Justin, R, and Schmidt, Walter. 2004. Compounding and Molding of Polyethylene Composites Reinforced with Keratin Feather Fiber. Journal of

Composite Science and Technology. Vol.65:683-692.

Barone, Justin, R, and Schmidt, Walter. 2004. Polyethylene Reinforced With Keratin Fibers Obtained From Chicken Feathers. Journal of Composite

Science and Technology. Vol.65: 173–181.

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Penerbit Erlangga. Jakarta. Donald L. Pavia, Gary M. Lampman, George S. Kriz, JR. 1979. Introduction to

Spectroscopy. Department of Chemistry. Western Washington University,

Bellingham. Washington.

Fatikh, Catur W,A. 2012. Pengaruh Filler Serat Pisang Abaka Terhadap Kekuatan Bending Pada Biokomposit Dengan Matrik Berbasis Ubi Kayu.

Jurnal Teknik Mesin, Vol; 1.

Floris, Theodorus A,G, dan Slangen, Karel Joseph. 2007. Method for Producing a Low Reducing Agent-Containing Keratin and Product Thereof. Paten

Application Publication. No. US 2007/0260043 A1. United States.

Gaylord, N.G and Mehta, M. 1981. Role of Homopolymerization in the Perixide Catalyzed Reaction of Maleic Anhibride and Polyetylene in the Ansense of Selvent. J. Polym. Sci Lettg Ed. 20, 481-486.

Gibson, F.R. 1994. Principle Of Composite Material Mechanics. International Edition . Mc.Graw Hill. New York.


(62)

Haurowitz, F. 1984. Biochemistry An Introduction Text Book. John Willey And Sons. Inc. New York. Chapman And Hall, Limited, London.

HSDB. 1995. Hazardous Substances Data Bank. National Library of Medicine, Bethesda, MD (TOMESÒ CD-ROM Version). Denver, CO: Micromedex, Inc. (Edition expires 7/31/95).

Ishak, Iryatie dan Muhamad, Ida. 2007. The Development of Biodegradable Plastic With Natural Colourant as Packaging Material. Universiti

Teknologi Malaysia.

Kock, J. W. 2006. Physical and Mechanical Properties of Chicken Feather Materials. MS Thesis. School of Civil and Environmental Engineering. Georgia Institute of Technology


(1)

Gambar 4.7. Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40% Dengan Pembesaran 500 Kali

Gambar 4.7 adalah foto SEM permukaan biokomposit LDPE dengan pengisi keratin 40% yang memperlihatkan pengisi yang sudah tidak terikat kuat di dalam matriks LDPE, namun distribusi pengisi menyebar ke permukaan matriks.


(2)

Gambar 4.9. Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 20 % dengan Pembesaran 200 Kali.

Gambar 4.10 Foto SEM Pemukaan LDPE-Keratin 40 % dengan Pembesaran 200 Kali.

Dari Gambar 4.8, Gambar 4.9, dan Gambar 4.10 dapat dilihat morfologi permukaan LDPE yang memiliki lekukkan, namun tampak lebih halus dibandingkan dengan LDPE-keratin 20% dan LDPE-keratin 40%. Gambar 4.9 dan Gambar 4.10 memperlihatkan bahwa dengan menambahan pengisi membuat permukaan material menjadi memiliki tonjolan dan berongga.


(3)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian dan pengujian terhadap bahan biokomposit polietilena kerapatan rendah dengan keratin, maka dapat disimpulkan:

1. Serbuk keratin dapat digunakan sebagai bahan penguat pada bahan komposit polietilena kerapatan rendah, kondisi optimum uji kuat tarik ialah pada variasi penambahan pengisi keratin sebesar 20%, dan kondisi optimum uji kuat lentur ialah pada variasi penambahan pengisi keratin pada variasi 40%.

2. Limbah bulu ayam memiliki potensi untuk dijadikan bahan pengisi komposit polietilena kerapatan rendah, namun hasil ekstraksi protein keratin dari bulu ayam sebagai pengisi polietilen ternyata belum mampu mempercepat proses degradasi biokomposit polietilen.

3. Dari hasil uji mekanik, komposit polietilena kerapatan rendah dengan keratin kuat tarik optimum yang dihasilkan ialah sebesar 10,116 MPa dengan kemuluran 36,9%, dan kuat lentur sebesar 6,256MPa. Sifat termal komposit polietilena mengalami kenaikan temperatur leleh sebesar 250oC dan temperatur terdekomposisi sebesar 440oC dan 450oC. Dari hasil uji FTIR tidak menunjukkan pembentukkan gugus fungsi baru, hal ini menunjukkan komposit hanya berinteraksi secara fisika.


(4)

4. Plastik biodegradable yang dibuat dengan pencampuran plastik konvensional dan biopolimer akan menurunkan sifat mekanik material biokomposit tersebut seiring dengan tingkat terbiodegradasi yang tinggi. Untuk polietilena terisi keratin yang diperoleh memiliki tingkat biodegradabilitas yang rendah bila dibandingkan dengan Polietilena terisi pati ubi kayu yang diteliti oleh Susilawati dkk(2011). Tetapi sifat mekanik yaitu kuat tarik dari polietilena terisi keratin mengalami peningkatan dan lebih kuat dari polietilena terisi pati ubi kayu dengan nilai kuat tarik optimum yang diperoleh oleh Susilawati dkk(2011) yaitu sebesar 0,71 Kgf/mm2. Maria Ulfa(2009) juga melaporkan terjadi penurunan kuat tarik 40-50% pada material plastik terbiodegradasi yang dihasilkan jika dibandingkan dengan kontrol LLDPE dengan persentase plastik yang dapat terdegradasi mencapai 50,45% pada konsentrasi pati tinggi.

5.2. Saran

1. Agar dilakukan penelitian lanjutan mengenai komposit ini dengan menggunakan berbagai jenis plastik, komposisi campuran, penambahan bahan aditif, maupun penggunaan campuran plastik dengan perekat.

2. Diharapkan agar peneliti selanjutnya dalam pembuatan komposit dilakukan dengan proses terkontrol. Proses tersebut antara lain:, penimbangan, pencampuran bahan, pencetakan, serta pengeringan.

3. Perlakuan terhadap semua variabel penelitian lebih dicermati, persen komposisi, waktu dan juga pengukuran-pengukuran sehingga hasil penelitian lebih akurat.


(5)

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Adiati, U. Dan Puastuti, W. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai Pertenakan. Ciawi. Bogor.

Al-malaika, S. 1997. Reactive Modifiers Polymers, 1st edition. Aston University

Press. Birmingham.

Andari, K Gabriel. 2013.

Pembakaran Sampah Plastik Bisa Picu Kanker.

http://www.antaranews.com/berita/356553/pembakaran-sampah-plastik-bisa-picu-kanker. Diundu tanggal: 5 Juli 2013.

Azizah, U. 2004. Polimer. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional.

Barone, Justin, R, and Schmidt, Walter. 2004. Compounding and Molding of Polyethylene Composites Reinforced with Keratin Feather Fiber. Journal of Composite Science and Technology. Vol.65:683-692.

Barone, Justin, R, and Schmidt, Walter. 2004. Polyethylene Reinforced With Keratin Fibers Obtained From Chicken Feathers. Journal of Composite Science and Technology. Vol.65: 173–181.

Bintang, Maria. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Donald L. Pavia, Gary M. Lampman, George S. Kriz, JR. 1979. Introduction to Spectroscopy. Department of Chemistry. Western Washington University, Bellingham. Washington.

Fatikh, Catur W,A. 2012. Pengaruh Filler Serat Pisang Abaka Terhadap Kekuatan Bending Pada Biokomposit Dengan Matrik Berbasis Ubi Kayu. Jurnal Teknik Mesin, Vol; 1.

Floris, Theodorus A,G, dan Slangen, Karel Joseph. 2007. Method for Producing a

Low Reducing Agent-Containing Keratin and Product Thereof. Paten

Application Publication. No. US 2007/0260043 A1. United States.

Gaylord, N.G and Mehta, M. 1981. Role of Homopolymerization in the Perixide Catalyzed Reaction of Maleic Anhibride and Polyetylene in the Ansense of Selvent. J. Polym. Sci Lettg Ed. 20, 481-486.


(6)

Haurowitz, F. 1984. Biochemistry An Introduction Text Book. John Willey And Sons. Inc. New York. Chapman And Hall, Limited, London.

HSDB. 1995. Hazardous Substances Data Bank. National Library of Medicine, Bethesda, MD (TOMESÒ CD-ROM Version). Denver, CO: Micromedex, Inc. (Edition expires 7/31/95).

Ishak, Iryatie dan Muhamad, Ida. 2007. The Development of Biodegradable

Plastic With Natural Colourant as Packaging Material. Universiti

Teknologi Malaysia.

Kock, J. W. 2006. Physical and Mechanical Properties of Chicken Feather Materials. MS Thesis. School of Civil and Environmental Engineering. Georgia Institute of Technology