Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan Perusahaan Publik

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam melakukan kegiatan bisnis, para pengusaha membutuhkan suatu wadah untuk dapat bertindak melakukan perbuatan hukum dan bertransaksi. Pemilihan jenis badan usaha ataupun badan hukum yang akan dijadikan sebagai sarana untuk melakukan kegiatan usaha tergantung pada keperluan para pendirinya. Salah satu badan usaha yang paling populer digunakan adalah Perseroan Terbatas (Limited Liability Corporation, Stock Company) dan untuk selanjutnya disebut perseroan). Pertumbuhan dan pertambahan badan usaha yang berbentuk Perseroan Terbatas semakin hari semakin meningkat jumlahnya.1

Peningkatan ini sangat beralasan karena perseroan memiliki sifat, ciri khas dan keistimewaan yang tidak dimiliki oleh bentuk badan usaha lainnya. Yakni berbadan hukum, merupakan kumpulan modal/saham, memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para perseronya, tanggung jawab yang terbatas bagi pemegang saham, pemisahan fungsi antara pemegang saham dan pengurus atau direksi, memiliki komisaris yang berfungsi sebagai pengawas dan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam suatu perseroan.

1

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hlm.2


(2)

Suatu perusahaan dapat disebut sebagai badan hukum, apabila memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Undang-Undang. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) tidak memberi ketegasan kapan satu perusahaan dinyatakan sebagai badan hukum, akan tetapi di Negeri Belanda yang merupakan tempat asal mula KUHD telah lama dinyatakan bahwa naamloze vennootschap (NV) telah menjadi badan hukum manakala telah diperoleh pengesahan Menteri kehakiman.2 Dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan terbatas hal tersebut tidak perlu diragukan lagi, karena dalam Pasal 7 ayat 4 dengan tegas dinyatakan bahwa perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum perseroan.

Ciri dan karakteristik perseroan sebagai asosiasi modal memberikan kemudahan bagi pemegang saham perseroan untuk mengalihkan sahamnya kepada orang lain. Sedangkan sebagai badan hukum yang mandiri mengacu pada Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (untuk selanjutnya disebut UUPT), menentukan bahwa pertanggungjawaban pemegang saham perseroan sebatas nilai saham yang dimiliki dalam perseroan tersebut. Terbatasnya pertanggungjawaban pemegang saham ini merupakan umpan bagi kesediaan para calon penanam modal (pemegang saham) untuk menanamkan modalnya dalam suatu perseroan.3

2

Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hal.166.

3

Irma Nurhayati, Ulasan Tentang Status Hukum Perseroan Terbatas Menurut UU No. 1 Tahun 1995, http://www.mhugm.wikidot.com/artikel:002. Diakses Tanggal 23 Agustus 2009.


(3)

Pada awalnya perseroan diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Buku I Titel III KUHDagang yang merupakan terjemahan dari Wetboek Van Koophandel, Staatsblad 1847 : 23 dan perubahannya terakhir dengan Undang-undang No. 4 Tahun 1971 dan STB.569 dan No. 717 Tahun 1939 tentang Ordonansi Maskapai Andil Indonesia.4 Sejalan dengan perkembangan ekonomi dan dunia usaha yang semakin pesat mengakibatkan aturan dalam KUHD sudah tidak sesuai, kemudian diundangkan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan terakhir diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang diundangkan pada tanggal 16 Agustus 2007 yang mengakibatkan ketentuan sebelumnya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi.

Perseroan terbatas adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.5 Dari definisi tersebut perseroan badan usaha yang berbadan hukum.6 Badan hukum

4

Abdulkadir Muhamad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1999), hlm.65

5

Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas 6

Soedikno Mertakusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1985), hlm.52. Lihat juga Purnadi Purbacaraka & Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata, (Jakarta: CV. Rajawali, 1983), hlm.51.mendefinisikan badan hukum sebagai pribadi hokum yakni suatu badan yang memiliki harta kekayaan terlepas dari anggota-anggotanya, dianggap sebagai subyek hukum mempunyai kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum, mempunyai tanggung jawab dan memiliki hak dan kewajiban yang dimiliki oleh seseorang. Pribadi hukum ini memiliki kekayaan tersendiri, mempunyai pengurus atau pengelola dan dapat bertindak sendiri sebagai pihak di dalam suatu perjanjian. Lihat juga Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT. Intermasa, 1987), hlm.182. dinyatakan bahwa badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.


(4)

diartikan sebagai badan/organisasi yang oleh hukum diperlakukan sebagai subyek hukum yakni sebagai pemegang hak dan kewajiban7 sehingga kapasitas dan kewenangan yang dimiliki oleh individu/orang perorangan untuk bertindak dalam hukum juga dimiliki oleh badan hukum. Dari ketentuan tersebut secara eksplisit disebutkan bahwa perseroan merupakan badan hukum.8 Perseroan merupakan suatu bentuk (legal form) yang didirikan atas fiksi hukum (legal fiction) bahwa perseroan memiliki kapasitas yuridis yang sama dengan orang perseorangan (natural person).

Dalam perusahaan perseroan direksi merupakan pihak yang paling memiliki peranan penting, baik dalam mengatur perusahaan, mengelola maupun untuk memajukannya.9 Setiap jabatan memiliki tugas dan kewajiban serta wewenang. Direksi bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan (persona standi in judicio). Setiap anggota direksi wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan dan usaha perseroan. Anggota direksi juga bertanggung jawab secara penuh apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya.10

7

AF. Elly Erawati & JS Badudu, Kamus Hukum Ekonomi Inggris Indonesia, (Jakarta: Proyek Elips, 1996), hlm.78

8

Rachmadi Usman, Dimensi Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Bandung: Alumni, 2004), hlm.50. Dalam kaitannya perseroan sebagai badan hukum memiliki ciri-ciri yakni terpisahnya harta kekayaan perseroan dengan harta pribadi pendirinya, mempunyai tujuan tertentu, melakukan hubungan hukum sendiri dan mempunyai organisasi yang teratur.

9

Business Law, Direksi Perseroan, No. 05/Th. 1 Desember 2002, hal.46. 10

I.G. Rai Widjaya, I, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas Khusus pemahaman atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1995, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2000), hal.67


(5)

Dengan ketentuan mengenai tugas direksi seperti ini maka direksi mempunyai dua tugas terhadap perseroan (dan pemegang sahamnya) yaitu duty of loyality dan duty of care.

Berdasarkan fungsinya, pada dasarnya direksi menjalankan kepentingan-kepentingan para pemegang saham termasuk untuk secara terus menerus dan sekuat tenaga mengelola perseroan dengan baik untuk mencapai tujuan perseroan, termasuk dalam hal memberitahu para pemegang saham mengenai perkembangan perseroan, meskipun kemudian informasi yang diberikan oleh perseroan tersebut digunakan untuk melakukan pengambilan keputusan keluar dari perseroan. Pemegang saham adalah pemilik perusahaan yang dijalankan oleh direksi.

Tanggung jawab direksi pada dasarnya dilandasi oleh 2 (dua) prinsip penting, yaitu prinsip yang lahir karena tugas dan kedudukan yang dipercayakan kepadanya oleh perseroan (fiduciary duty) dan prinsip yang merujuk kepada kemampuan serta kehati-hatian tindakan direksi (duty of skill and care). Kedua prinsip ini menuntut direksi untuk bertindak secara hati-hati dan disertai dengan itikad baik, semata-mata untuk kepentingan dan tujuan perseroan.11

Terdapat sedikit perbedaan antara Emiten dan Perusahaan Publik di mana Perusahan Publik belum tentu melakukan penawaran umum (listing) di bursa (sahamnya aktif diperdagangkan di bursa (secondary market) sedangkan Emiten

11

Chatamarrasjid, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perseroan, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), hal.6


(6)

adalah perusahaan publik dengan didasari pada tolak ukur jumlah pemegang saham dan modal yang disetor.12

Penawaran umum adalah kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh Emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang ini dari peraturan pelaksanaannya. Berkaitan dengan mekanisme penawaran umum ada tiga tahap yang harus dilakukan oleh perseroan yakni tahap pra-emisi, tahap emisi dan tahap setelah emisi.13 Dalam tahap pra-emisi ada beberapa hal yang dilakukan yakni:

1. Perseroan melakukan legal audit (due diligence) terhadap keuangan, aset, kewajiban kepada pihak lain sampai kepada rencana penghimpunan dana. 2. Diadakan RUPS dengan pokok pembicaraan penawaran umum (go public)

yang akan dilakukan perseroan kemudian menunjuk penjamin emisi (underwriter), profesi penunjang (akuntan publik, notaris dan konsultan hukum) serta lembaga penunjang.

3. Perseroan menyiapkan semua dokumen dan perjanjian yang diperlukan untuk melakukan penawaran umum.

4. Perseroan membuat kontrak pendahuluan dengan bursa efek. 5. Perseroan melakukan public expose.

6. Perseroan menyampaikan pernyataan pedaftaran kepada Bapepem dan dalam waktu 45 (empat puluh lima) hari pernyataan pendaftaran dinyatakan telah

12

M. Irsan Nasaruddin & Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. 155.

13


(7)

efektif oleh Bapepem, setelah meneliti kelengkapan dokumen, cakupan dan kejelasan informasi dan keterbukaan menurut aspek hukum, akutansi, keuangan dan manajemen. Dalam tahap emisi yang dilakukan adalah:

a. Penawaran oleh sindikasi penjamin emisi dan agen penjual di pasar primer;

b. Penjatahan kepada pemodal oleh sindikasi penjamin emisi dan emiten di pasar primer;

c. Penyerahaan efek kepada pemodal di pasar primer;

d. Emiten mencatatkan efeknya di pasar sekunder (di bursa) dan;

e. Perdagangan efek di pasar sekunder. Tahap yang terakhir adalah tahap setelah emisi di mana emiten berkewajiban untuk menyampaikan informasi dalam bentuk laporan berkala dan laporan mengenai peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakat.14

Pada saat Emiten atau Perusahaan Publik mempersiapkan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk keperluan pendaftaran maka ketentuan di bidang pasar modal mulai berlaku. Terhadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan lainnya.15 Dalam arti bagi Emiten atau Perusahaan Publik selain tunduk pada ketentuan dalam UUPT juga terhadap ketentuan di bidang pasar modal. Salah satu ciri perusahaan

14

Pasal 86 ayat (1). Ibid, 15


(8)

terbuka adalah perlunya keterbukaan (disclosure) atas informasi perusahaan kepada publik, sehingga hukum pun mengatur masalah perusahaan terbuka termasuk tentang keterbukaan informasi ini secara sangat detail.16 Keterbukaan atau disclosure merupakan komponen terpenting dalam industri sekuritas (pasar modal). Keterbukaan bukan saja merupakan kewajiban bagi perusahaan publik yang akan dan telah melakukan penawaran umum tetapi juga merupakan hak investor dapat dilakukan dan oleh karenanya merupakan kewajiban yang mutlak harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Melalui keterbukaan yang diwujudkan dengan dipaparkannya keadaan, peristiwa dan fakta yang ada dalam perusahaan maka investor dapat mengambil keputusan untuk melakukan investasi atau efek perusahaan baik untuk membeli, menjual atau menahan efek tersebut.

Karena pentingnya masalah keterbukaan ini maka sekali emiten tergabung dalam pasar modal maka kewajiban untuk melakukan keterbukaan tersebut wajib dilakukan sepanjang usia perusahaan tersebut.17 Dengan kata lain direksi diwajibkan mempunyai informasi dan fakta materil tanpa memperhatikan apakah informasi tersebut bermanfaat atau tidak untuk kepentingan harga saham emiten.18 Oleh karena itu, kewajiban perseroan melakukan keterbukaan terus menerus dalam rangka memenuhi kewajiban yang dibebankan kepada direksi perseroan.19

16

Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis modern di Era Global, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 2002), hal.51.

17

Hamud M. Balsfast, Sedikit Tentang Disclosure dan Corporate Governance, Jurnal Hukum Bisnis Volume 22, Januari-Februari 2003, hal.96.

18

Ibid., hal.97 19


(9)

Prinsip keterbukaan sifatnya mutlak dalam arti akan diberikan sanksi administratif dan sanksi pidana bagi emiten yang melanggar prinsip keterbukaan oleh Bapepam selaku pengawas pasar modal.20 Pelaksanaan keterbukaan informasi oleh emiten terdiri dari 3 (tiga) tahap yakni:

1. Keterbukaan pada saat melakukan penawaran umum (primary market level) yang didahului dengan pengajuan pernyataan pendaftaran kepada Bapepem; 2. Keterbukaan setelah emiten mencatat dan memperdagangkan efeknya di bursa

(secondary market level) dengan menyampaikan laporan berkala kepada Bapepam dan Bursa;

3. Keterbukaan terhadap peristiwa penting yang terjadi yang berpengaruh terhadap keputusan pemodal/investor terhadap efek atau harga efek.

PT. United Capital Indonesia Tbk merupakan perseroan dalam menjalankan kegiatan usaha di bidang perantara pedagang efek lebih menitik beratkan pada nasabah ritel lokal dan terus berupaya meningkatkan peran pemodal individu dan kelembagaan dalam negeri. Dalam usaha menjaring nasabah tersebut perseroan lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas nasabah. Salah satu strategi perseroan untuk meningkatkan kinerjanya sebagai perantara pedagang efek adalah dengan menyelenggarakan fasilitas perdagangan marjin bagi nasabah perseroan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perseroan telah mempersiapkan infrastruktur seperti sistem informasi dan teknologi serta sumber daya manusia yang handal dan pengalaman.

20


(10)

Aktivitas perseroan dalam bidang penjamin emisi efek mencakup kegiatan penjaminan emisi untuk efek yang bersifat ekuitas dan hutang. Selanjutnya, perseroan juga melakukan kegiatan dalam bidang penasehat keuangan (financial advisory) dalam rangka restrukturisasi hutang, merger, dan akuisisi, pendanaan proyek (project finance) maupun investasi langsung. Awal diketahuinya pelanggaran yang dilakukan oleh PT. United Capital Indonesia Tbk, bermula dari laporan dari Biro Pemeriksaan dan penyelidikan Bapepam-LK, bahwa PT United Capital Indonesia Tbk terlambat menyampaikan laporan keuangan tahun 2004 kepada Bapepam-LK. Biro pemeriksaan dan penyidikan yang menerima laporan tersebut, kemudian menurunkan tim pemeriksa. Pada awalnya, PT United Capital Indonesia Tbk diduga telah melakukan pelanggaran terhadap peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.4. tentang realisasi penggunaan dana hasil penawaran umum, dan terlambat menyampaikan realisasi penggunaan dana tersebut kepada Bapepam-LK. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya keterlambatan menyampaikan laporan keuangan tahunan 2004, dan ternyata pada saat pemeriksaan dilakukan tim pemeriksa menduga jika PT United Capitl indonesia Tbk, telah melakukan tindakan manipulasi terhadap laporan keuangan tahunan 2004. Kecurigaan tim pemeriksa berawal ketika memeriksa laporan keuangan tahunan perseroan. Perseroan melaporkan memiliki deposito sebesar Rp. 90.350.000.000,00 (sembilan puluh miliar tiga ratus lima puluh juta rupiah). Pada saat melakukan penawaran umum terbatas I hanya diperoleh dana sebesar Rp. 64.647.000.000,00 (enam puluh empat miliar enam ratus empat puluh tujuh juta


(11)

rupiah), dan pada saat dilakukan penawaran umum perdana diperoleh dana sebesar Rp. 19.000.000.000,00 (sembilan belas miliar rupiah), dimana sampai dengan Maret 2004, dana yang telah digunakan adalah sebesar Rp. 17.000.000.000,00 (tujuh belas miliar rupiah) untuk modal kerja dan masih terdapat sisa dana dari hasil penawaran umum saham sebesar Rp. 2. 000.000.000,00 (dua miliar rupiah) yang disimpan dalam bentuk deposito.21 Dengan memperhatikan laporan keuangan dan prospektus penawaran umum terbatas I, tim pemeriksa mencurigai bahwa perseroan telah melakukan tindakan manipulasi dalam laporan keuangan tahunan 2004, maka Bapepam-LK pada Tanggal 18 Agustus 2005 membentuk suatu tim penyidik untuk menyelidiki dugaan manipulasi laporan keuangan tahunan 2004 yang dilakukan PT United Capital Indonesia Tbk.

Sebagai badan hukum atau artificial person, perseroan mampu bertindak untuk melakukan perbuatan hukum melalui salah satu organ perseroan yakni Direksi. Definisi direksi dalam Pasal 1 angka 5 juncto Pasal 92 (1) juncto Pasal 98 (1) UUPT adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. Dari definisi tersebut, direksi memiliki 2 (dua) tugas yakni tugas kepengurusan (manajemen) dan tugas

21

Prospektus, Penawaran Umum Terbatas I PT United Capital Indonesia Tbk, (Jakarta: 16 Juni 2004), hal.ix


(12)

perwakilan (representasi). Maksud dari tugas representasi adalah mewakili perseroan baik di luar pengadilan (misalkan mewakili perseroan dalam transaksi bisnis dengan pihak ketiga, hubungan dengan Bapepam, Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bank Indonesia maupun di dalam pengadilan (misalkan bertindak sebagai penggugat/tergugat/pemohon/termohon dalam pengadilan).

Laporan keuangan merupakan bagian dari laporan tahunan sebagai pertanggungjawaban direksi atas pengelolaan keuangan perseroan. Sebelum diserahkan kepada RUPS untuk disahkan akuntan publik wajib melakukan audit/pemerikasaan laporan keuangan terhadap: 22

a. Perseroan yang kegiatan usaha perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;

b. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat; c. Perseroan merupakan Perseroan terbatas;

d. Perseroan merupakan persero;

e. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyar); atau

f. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.

Setelah akuntan publik melakukan audit/pemerikasaan laporan keuangan yang dituangkan dalam bentuk Laporan Atas Hasil Audit yang dilekatkan bersama dengan laporan keuangan dan bagian-bagian lain dari laporan tahunan diajukan

22


(13)

oleh direksi23 kepada RUPS untuk memperoleh pengesahan. Setelah memperoleh pengesahan dari RUPS dalam waktu 7 (tujuh) hari direksi wajib mengumumkan Neraca dan Laporan Laba-Rugi (bagian dari laporan keuangan) dalam 1 (satu) surat kabar untuk perseroan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat (misalkan bank, reksa dana, dan perusahaan asuransi), perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, dan merupakan perseroan terbuka.24 Tujuannya adalah memenuhi prinsip akuntabilitas dan prinsip transparansi yang merupakan bagian dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik) yang menjadi pedoman bagi perseroan dalam melakukan kegiatan usahanya.25

Laporan keuangan yang memperoleh pengesahan dari RUPS apabila terdapat informasi yang tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota direksi dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan26 terhadap perseroan terbuka berlaku ketentuan UUPT dan ketentuan di bidang Pasar Modal. Pasal 86 ayat (1) UUPM mewajibkan Emiten atau perusahaan publik menyampaikan laporan berkala mengenai kegiatan usaha dan keadaan keuangan dan segala peristiwa yang dapat mempengaruhi harga efek dan mengumumkannya kepada masyarakat. Keadaan keuangan Emiten atau

23

Pasal 68 ayat (3), Ibid, 24

Ibid. 25

Sofyan Djalil, dalam makalah yang disampaikan dalam seminar Good Corporate Governance di Jakarta tahun 2000 bahwa untuk mewujudkan adanya suatu Good Corporate Governance atau tata kelola perusahaan yang baik maka ada 4 prinsip yang harus dipenuhi yakni Prinsip Transparansi (disclosure), Prinsip Keadilan (fairness), Prinsip Akuntabilitas (accountability) dan Prinsip Responsibilitas (responsibility).

26


(14)

perusahaan publik terwujud dalam bentuk laporan keuangan. Dalam angka 1 huruf a Peraturan Bapepam-LK Nomor X.K.2 dengan salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala (untuk selanjutnya disebut Peraturan X.K.2) mewajibkan emiten atau perusahaan publik menyampaikan laporan keuangan berkala sebanyak 2 (dua) kali dalam tahun buku berjalan yakni Laporan Keuangan Tengah Tahunan dan Laporan Keuangan Tahunan.27

Pertanggung jawaban direksi atas laporan keuangan yang disampaikan Emiten atau Perusahaan Publik kepada Bapepam dan masyarakat diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 dengan salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-06/PM/2000 yang telah disempurnakan dengan salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-554/BL/2010 dan telah disempurnakan dengan salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik (untuk selanjutnya disebut Peraturan VIII.G.7) yang menyatakan bahwa ”Manajemen emiten atau perusahaan publik bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan.”28

Tanggung jawab direksi Emiten atau Perusahaan Publik atas

27

Peraturan Nomor 1 huruf G angka 1 tentang Pencatatan Efek sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor KEP-01/BEJ/1992 tentang Peraturan Bursa Efek Jakarta dinyatakan bahwa emiten yang efeknya telah tecatat di bursa wajib untuk menyampaikan laporan keuangan sebanyak 3 (tiga) kali dalam tahun buku berjalan yakni dalam bentuk laporan Keuangan tahunan, laporan keuangan tengah tahunan dan laporan triwulan.

28

Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.7 dengan Salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor : KEP-06/PM/2000 yang telah disempurnakan dengan salinan Keputusan Ketua Badan


(15)

laporan keuangan sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 ayat (3) UUPT dan angka 8 Peraturan VIII.G.7. Ketentuan ini lebih dipertegas dengan Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 dengan salinan keputusan ketua Bapepam Nomor: KEP-40/PM/2003 tanggal 22 Desember 2003 tentang Tanggung jawab Direksi atas Laporan keuangan (untuk selanjutnya disebut Peraturan VIII.G.11). Dalam angka 2 peraturan VIII.G.11 ini mewajibkan direksi Emiten atau Perusahaan Publik untuk membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa direksi bertanggung jawab atas laporan keuangan. Surat Pernyataan Direksi ini merupakan tambahan bukti tertulis selain laporan keuangan apabila terdapat informasi yang tidak benar atau menyesatkan yang dapat dijadikan dasar tuntutan bagi stakeholders terhadap kelalaian/kesalahan direksi dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan ataupun dalam memberikan informasi dalam laporan keuangan.

Direksi emiten atau perusahaan publik wajib membuat surat pernyataan sesuai dengan Formulir Lampiran I Peraturan ini.29 Dalam surat pernyataan direksi tersebut dinyatakan bahwa direksi emiten atau perusahaan publik (dalam teknis pelaksanaannya oleh direktur utama dan direktur keuangan) menyatakan:30 1) Bertanggung jawab atas penyusunan dan penyajian laporan keuangan

Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-554/BL/2010 yang telah disempurnakan dengan salinan Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan Nomor : Kep-347/BL/2012 tanggal 25 Juni 2012 tentang Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten Atau Perusahaan Publik, angka 8.

29

Peraturan Bapepam-LK Nomor VIII.G.11 dengan Salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-40/PM/2003 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan, angka 2.

30


(16)

2) Laporan keuangan perusahaan telah disusun dan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum

3) a. Semua informasi dalam laporan keuangan perusahaan telah dimuat secara lengkap dan benar

b. Laporan keuangan perusahaan tidak mengandung informasi atau fakta material yang tidak benar dan tidak menghilangkan informasi atau fakta material

4) Bertanggung jawab atas sistem pengendalian intern dalam perusahaan.

Yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini adalah dengan ditandatanganinya surat pernyataan direksi tersebut hanya oleh 2 (dua) orang anggota direksi apabila terjadi pelanggaran terhadap salah satu ketentuan dalam peraturan VIII.G.11 dalam hal ini pernyataan tersebut menimbulkan kerugian kepada pihak di luar perseroan apakah tanggung jawab hanya dibebankan pada 2 (dua) direktur yang menandatangani surat pernyataan direksi tersebut ataukah seluruh anggota direksi bertanggung jawab untuk menanggung kerugian kepada pihak di luar perseroan.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:


(17)

1. Bagaimana kriteria untuk menentukan direksi telah melakukan pelanggaran dalam hal penandatanganan pernyataan yang merugikan pihak di luar perseroan?

2. Bagaimana bentuk pertanggung jawaban direksi atas laporan keuangan menurut ketentuan UUPT dan Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi Atas Laporan Keuangan ?

C. Tujuan Penelitian

Mengacu pada perumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui dan memahami kriteria yang menentukan direksi telah melakukan pelanggaran dalam hal penandatanganan pernyataan yang merugikan pihak di luar perseroan.

2. Untuk mengetahui, memahami dan menganalisis bentuk pertanggung jawaban dalam hal pelanggaran, apakah dibebankan hanya kepada direksi atau menjadi tanggung jawab renteng.

D. Manfaat Penelitian

Ditetapkannya permasalahan-permasalahan, maka diharapkan akan membawa sejumlah mafaat yang berguna secara teoritis dan praktis, sehubungan dengan itu, penelitian ini setidaknya bermanfaat untuk:


(18)

1. Manfaat Teoritis, memberikan sumbangan pemikiran dan pengetauan bagi penulis dan para akedemis pada khususnya dan masyarakat pada umumnya serta membuka wawasan dan paradigma berpikir dalam memahami, mengerti, dan mendalami permasalahan hukum khususnya di bidang hukum perusahaan. 2. Manfaat Praktis, memberikan tambahan materi/pengetahuan sekaligus

masukan bagi para akademisi dan rekan mahasiswa yang sedang/akan menyelesaikan tugas akhir yang materinya berkaitan dengan materi tesis peneliti serta menambah dan mengembangkan pengetahuan masyarakat mengenai keberadaan hukum korporasi.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi yang ada, melalui penelusuran yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, maupun di perpustakaan di luar kampus Universitas Sumatera Utara serta intitusi lain, penelitian dengan judul Tanggung Jawab Direksi atas Laporan Keuangan Perusahaan Publik, belum pernah dilakukan oleh peneliti lain sebelumnya. Walaupun ada beberapa kesamaan dalam membahas topik tentang tanggung jawab direksi. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya tentu sangat berbeda dengan penelitian yang penulis tulis. Sehingga penulisan penelitian ini dapat dikatakan asli dan keaslian secara akademis keilmuan dapat dipertanggung jawabkan.


(19)

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori

Perseroan merupakan badan hukum yang tidak memiliki kehendak untuk melakukan perbuatan hukumnya sendiri oleh salah satu organ perseroan yakni direksi. Direksi merupakan satu-satunya organ perseroan yang bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan dan merupakan wakil perseroan bagi pihak di luar perseroan.31 Kepengurusan perseroan meliputi pengurusan sehari-hari yang dilakukan oleh direksi. Menurut I.G. Rai Widjaja bahwa ”keberadaan direksi dalam suatu perseroan merupakan suatu keharusan atau dengan kata lain perseroan wajib memiliki direksi karena perseroan sebagai artificial person yang tidak dapat berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dari anggota direksi sebagai natural person.”32 Dalam melaksanakan fiduciary duty yang dibebankan kepadanya, direksi beritikad baik dan penuh tanggung jawab.33 Setiap kesalahan atau kelalaian dari salah seorang anggota direksi mengakibatkan pertanggungjawaban secara pribadi atas setiap kerugian perseroan.34 Prinsip fiduciary duty merupakan doktrin yang berasal dari sistem hukum common law.35 Prinsip ini merupakan hubungan kepercayaan antara direksi dengan perseroan di mana direksi bertindak sebagai seorang trustee atau agen semata dari perseroan yang diberikan wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan kepengurusan

31

Pasal 1 angka 5. Op. Cit., 32

I.G. Rai Widjaja, Hukum Perusahaan: Berbagai Peraturan dan Pelaksanaan Undang-Undang di Bidang Usaha, (Jakarta: Megapoin, 2002), hlm.208

33

Pasal 97 ayat (2). Ibid, 34

Pasal 97 ayat (3). Ibid, 35


(20)

perseroan demi maksud tujuan perseroan dengan itikad baik, loyalitas, dan penuh tanggung jawab, kejujuran serta kepedulian dan kemampuan tinggi.36

Seseorang direktur tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pribadi atas tindakan yang dilakukannya dalam kedudukannya sebagai direktur yang diyakininya sebagai tindakan terbaik untuk perseroan dan dilakukan secara jujur, beritikad baik dan tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku (Business Judgement Rule).37 Dalam melaksanakan tugas yang berdasarkan hubungan kepercayaan (fiduciary duties-trust and confidence) harus:

1. Dilakukan secara itikad baik (bona fides); 2. Dilakukan dengan proper purpose;

3. Dilakukan tidak dengan kebebasan yang tidak bertanggungjawab (unfettered discretion);

4. Tidak memiliki benturan tugas dan kepentingan (conflict of duty and interest).38

Sebagai bahan pertanggungjawaban direksi atas kepengurusannya dalam kaitannya dengan keadaan keuangan perseroan terwujud dalam bentuk laporan keuangan.39 Dalam hal laporan keuangan yang disediakan tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota direksi dan anggota dewan komisaris secara tanggung

36

Munir Fuady, Doktrin-Doktrin Modern Dalam Corparate Law & Eksistensinya Dalam Corporate Law dan Eksistensinya Dalam Hukum Indonesia, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2002), hlm. 15.

37

I. G. Widjaja, Hukum Perusahaan Perseroan Terbatas, (Jakarta: Kesaint Blanc, 2003), hlm. 2.

38

Ibid, hlm. 2. 39


(21)

renteng bertanggung jawab terhadap pihak yang dirugikan.40 Dan apabila dapat dibuktikan bahwa keadaan tersebut bukan karena kesalahannya maka dapat dibebaskan dari tanggung jawab tersebut (acquit de charge).41 Tanggung renteng didefinisikan bahwa pengaturan tentang besarnya bagian masing-masing kepada salah seorang dari mereka atau kepada seorang pihak ketiga.42

Perseroan publik atau emiten merupakan perseroan terbuka.43 Terhadap perseroan berlaku undang-undang ini, anggaran dasar perseroan dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya termasuk di dalamnya asas itikad baik, asas kepantasan, asas kepatutan dan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dalam menjalankan perseroan44 sehingga terhadap perseroan terbuka berlaku juga ketentuan dalam bidang pasar modal di mana yang mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk menyampaikan laporan secara berkala mengenai kegiatan usaha dan keadaan keuangan kepada Bapepam dan selambat-lambatnya pada akhir kerja ke-2 apabila setelah terjadi peristiwa material yang dapat mempengaruhi harga efek wajib disampaikan kepada Bapepam dan keduanya wajib diumumkan kepada masyarakat melalui surat kabar.45 Ketentuan ini mulai berlaku sejak pernyataan pendaftaran emiten untuk melakukan penawaran umum atau pernyataan pendaftaran perusahaan publik telah dinyatakan efektif oleh Bapepam. Hal ini bertujuan untuk mewujudkan adanya

40

Pasal 69 ayat (3). Ibid, 41

Pasal 69 ayat (4). Ibid, 42

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Pasal 1634 ayat (1). 43

Pasal 1 angka 7. Op. Cit 44

Pasal 4 berikut penjelasannya. Op. Cit., 45


(22)

prinsip keterbukaan di mana menjadi pedoman bagi emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada ketentuan pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi materil mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dan atau harga efek tersebut.46

Prinsip keterbukaan menjadi salah satu prinsip dari Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik) di samping prinsip-prinsip lainnya yakni keadilan (fairness), akuntabilitas (accountability) dan responsibilitas (responsibility).47 Pada saat menyampaikan laporan berkala dan informasi fakta material tersebut kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakat, direksi sedang menjalankan tugasnya sebagai wakil bagi pihak di luar perseroan di mana dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.48 Sebagai suatu organ dengan pertanggunggjawaban kolegial, tidak tertutup kemungkinan bahwa satu orang anggota direksi akan berbeda pendapat dengan anggota direksi lainnya dalam hal memutuskan suatu persoalan sehubungan dengan tugas pengurusan dan wakil perseroan bagi pihak di luar

46

Pasal 1 angka 25. Ibid, 47Sofyan Djalil, ”

Good Corporate Governance” (Makalah disampaikan dalam Seminar Good Corporate Governance, (Jakarta: September, 2000), hlm. 53.

48


(23)

perseroan sehingga anggota direksi yang satu menjadi koreksi dan check and balance atas tindakan anggota direksi lainnya.49

2. Landasan Konsepsi

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu apabila ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan.50

b. Direktur/Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.51

c. Laporan keuangan adalah catatan tertulis tentang status keuangan dari individu, asosiasi, atau organisasi bisnis. Dalam laporan keuangan termasuk neraca dan laporan laba-rugi atau laporan operasional. Di dalamnya dapat juga termasuk laporan arus kas, laporan dari perubahan dalam laba yang ditahan dan analisis lain. Laporan tertulis mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, atau perhitungan

49

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hlm. 4.

50

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), hlm.1014

51


(24)

tambahan atau penyajian data keuangan lainnya yang berasal dari pembukuan.52

d. Perusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.53

e. Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.54

f. Tanggung renteng adalah suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi di antara beberapa orang berpiutang tadi.55

52

Viktor, Laporan Keuangan, Kamus Umum Pasar Modal, (Jakarta: UI Press, 2000), hlm.252.

53

Pasal 1 butir 22 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 54

Pasal 1 butir 7, Ibid., 55


(25)

g. Informasi tidak benar adalah data yang telah diproses ke dalam bentuk yang lebih berarti yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan realitas dan mengakibatkan penerima informasi mempercayai dalam mengambil keputusan.

h. Informasi menyesatkan adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti dengan tidak mencerminkan maksudnya dengan jelas.56

G. Metode Penelitian 1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, di mana jenis penelitian yang bertujuan melukiskan permasalahan hukum57 yaitu penelitian ini hanya menggambarkan yang telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.58

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.59

56

http://prastowo.staff.ugm.ac.id/?modul=baca&dir=artikel&artikel=Dasar-Dasar-Sistem-Informasi

57

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm.16.

58

Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal.17.

59

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Adytia Bakti, 2004), hlm.122.


(26)

Dari sudut informasi, maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut:60

a. Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yaitu Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 dengan Salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:KEP-40/PM/2003 tentang Tanggung Jawab Direksi.

b. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal ilmiah 3. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu

60

Soejono Soekanto dan Sri Manjui, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.


(27)

yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan karya ilmiah lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan di Perpustakaan, baik melalui penelusuran katalog maupun browsing internet.

Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.

5. Analisis Data

Analisis merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, maka dilakukan pengklasifikasian data, kemudian data disusun secara sistematis untuk mempermudah proses analisa. Analisa data dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.


(1)

prinsip keterbukaan di mana menjadi pedoman bagi emiten, perusahaan publik, dan pihak lain yang tunduk kepada ketentuan pasar modal untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh informasi materil mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap efek dan atau harga efek tersebut.46

Prinsip keterbukaan menjadi salah satu prinsip dari Good Corporate Governance (tata kelola perusahaan yang baik) di samping prinsip-prinsip lainnya yakni keadilan (fairness), akuntabilitas (accountability) dan responsibilitas (responsibility).47 Pada saat menyampaikan laporan berkala dan informasi fakta material tersebut kepada Bapepam dan mengumumkannya kepada masyarakat, direksi sedang menjalankan tugasnya sebagai wakil bagi pihak di luar perseroan di mana dalam hal anggota direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota direksi kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar.48 Sebagai suatu organ dengan pertanggunggjawaban kolegial, tidak tertutup kemungkinan bahwa satu orang anggota direksi akan berbeda pendapat dengan anggota direksi lainnya dalam hal memutuskan suatu persoalan sehubungan dengan tugas pengurusan dan wakil perseroan bagi pihak di luar

46

Pasal 1 angka 25. Ibid, 47Sofyan Djalil, ”

Good Corporate Governance” (Makalah disampaikan dalam Seminar Good Corporate Governance, (Jakarta: September, 2000), hlm. 53.

48


(2)

perseroan sehingga anggota direksi yang satu menjadi koreksi dan check and balance atas tindakan anggota direksi lainnya.49

2. Landasan Konsepsi

Berikut ini adalah definisi operasional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

a. Tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatu apabila ada sesuatu hal, boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan.50

b. Direktur/Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar.51

c. Laporan keuangan adalah catatan tertulis tentang status keuangan dari individu, asosiasi, atau organisasi bisnis. Dalam laporan keuangan termasuk neraca dan laporan laba-rugi atau laporan operasional. Di dalamnya dapat juga termasuk laporan arus kas, laporan dari perubahan dalam laba yang ditahan dan analisis lain. Laporan tertulis mengenai keadaan keuangan suatu perusahaan yang terdiri dari neraca, perhitungan laba-rugi, atau perhitungan

49

Gunawan Widjaja, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hlm. 4.

50

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1983), hlm.1014

51


(3)

tambahan atau penyajian data keuangan lainnya yang berasal dari pembukuan.52

d. Perusahaan Publik adalah perseroan yang sahamnya telah dimiliki sekurang-kurangnya oleh 300 (tiga ratus) pemegang saham dan memiliki modal disetor sekurang-kurangnya Rp. 3.000.000.000 (tiga miliar rupiah) atau suatu jumlah pemegang saham dan modal disetor yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.53

e. Informasi atau Fakta Material adalah informasi atau fakta penting dan relevan mengenai peristiwa, kejadian, atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan atau keputusan pemodal, calon pemodal, atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut.54

f. Tanggung renteng adalah suatu perikatan tanggung menanggung atau perikatan tanggung renteng terjadi antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam perjanjian secara tegas kepada masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh utang sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan orang yang berutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah dan dibagi di antara beberapa orang berpiutang tadi.55

52

Viktor, Laporan Keuangan, Kamus Umum Pasar Modal, (Jakarta: UI Press, 2000), hlm.252.

53

Pasal 1 butir 22 UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal 54

Pasal 1 butir 7, Ibid., 55


(4)

g. Informasi tidak benar adalah data yang telah diproses ke dalam bentuk yang lebih berarti yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan realitas dan mengakibatkan penerima informasi mempercayai dalam mengambil keputusan.

h. Informasi menyesatkan adalah data yang telah diproses menjadi bentuk yang memiliki arti dengan tidak mencerminkan maksudnya dengan jelas.56

G. Metode Penelitian

1. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis, di mana jenis penelitian yang bertujuan melukiskan permasalahan hukum57 yaitu penelitian ini hanya menggambarkan yang telah dikemukakan, dengan tujuan untuk membatasi kerangka studi kepada suatu pemberian, suatu analisis atau suatu klasifikasi tanpa secara langsung bertujuan untuk menguji hipotesa-hipotesa atau teori-teori.58

2. Sumber Data

Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data sekunder. Data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.59

56

http://prastowo.staff.ugm.ac.id/?modul=baca&dir=artikel&artikel=Dasar-Dasar-Sistem-Informasi

57

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Gramedia, 1997), hlm.16.

58

Alvi Syahrin, Pengaturan Hukum dan Kebijakan Pembangunan Perumahan dan Pemukiman Berkelanjutan, (Medan: Pustaka Bangsa Press, 2003), hal.17.

59

Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Adytia Bakti, 2004), hlm.122.


(5)

Dari sudut informasi, maka bahan pustaka dapat dibagi dalam tiga kelompok sebagai berikut:60

a. Bahan hukum primer, bahan-bahan hukum yang mengikat dari sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang-undangan. Dan merupakan landasan utama untuk dipakai dalam rangka penelitian ini, yaitu Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas, UU No.8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Peraturan Bapepam Nomor VIII.G.11 dengan Salinan Keputusan Ketua Bapepam Nomor:KEP-40/PM/2003 tentang Tanggung Jawab Direksi.

b. Bahan hukum sekunder, bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil-hasil seminar atau pertemuan ilmiah lainnya, atau pendapat dari kalangan pakar hukum sepanjang relevan dengan objek telaah penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang, bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal ilmiah 3. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui penelitian kepustakaan (library research) untuk mendapatkan konsepsi teori atau doktrin, pendapat atau pemikiran konseptual dan penelitian terdahulu

60

Soejono Soekanto dan Sri Manjui, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm.13.


(6)

yang berhubungan dengan objek telaahan penelitian ini, yang dapat berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan karya ilmiah lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data yang dilakukan dengan studi dokumen yang dikumpulkan dengan mempergunakan studi pustaka sebagai alat pengumpulan data yang dilakukan di Perpustakaan, baik melalui penelusuran katalog maupun browsing internet.

Pada tahap awal pengumpulan data dilakukan inventaris seluruh data dan atau dokumen yang relevan dengan topik pembahasan. Selanjutnya dilakukan pengkategorian data-data tersebut berdasarkan rumusan permasalahan yang telah ditetapkan.

5. Analisis Data

Analisis merupakan hal terpenting dalam suatu penelitian dalam rangka memberikan jawaban terhadap permasalahan yang diteliti. Setelah diperoleh data sekunder yakni berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier, maka dilakukan pengklasifikasian data, kemudian data disusun secara sistematis untuk mempermudah proses analisa. Analisa data dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yang bersifat deduktif sebagai jawaban atas permasalahan yang diteliti.