Hubungan Gaya Hidup dengan Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan Tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Lanjut Usia

Pengertian sehat lanjut usia mengacu pada rumusan sehat WHO yang maknanya bagi lanjut usia adalah kemandirian dalam perikehidupan biopsiko-sosiologiknya. Seorang lanjut usia untuk terbebas sama sekali dari penyakit dan kelemahan adalah merupakan hal yang hampir mustahil. Namun yang terpenting, apapun penyakit yang menyertai lanjut usia, penyakit itu dapat dikelola dengan baik sehingga lanjut usia mampu mandiri secara paripurna (bio-psiko-sosiologik). Secara sosial pengertian sehat bagi lanjut usia diartikan mempunyai kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya (Darmojo,1999).

Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh akan membuat lanjut usia menjadi rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Selain itu pada lanjut usia juga sering terjadi ketergantungan fisik, tidak dapat lagi melakukan aktivitas sehari-hari sendiri oleh karena adanya penyakit. Adanya peningkatan jumlah lanjut usia juga akan mambuat masalah kesehatan yang dihadapi akan semakin kompleks terutama yang berkaitan dengan masalah penuaan (Nugroho, 1995).

Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 mengenai kesehatan, dikatakan sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.36, 2009).

Status kesehatan seseorang terwujud oleh empat dimensi kesehatan tersebut antara fisik, mental, sosial dan ekonomi yang saling memengaruhi dalam


(2)

mewujudkan tingkat kesehatan seseorang. Pengertian sehat tersebut tidak hanya bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Pengertian kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun) atau lanjut usia, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik, sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi lanjut usia atau para pensiunan adalah mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat, bukan saja bagi dirinya, tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat (Darmojo, 1999). Keempat dimensi kesehatan tersebut saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan seseorang, kelompok atau masyarakat. Seseorang yang sehat fisiknya belum tentu sehat mentalnya, demikian juga orang yang sehat fisik dan mentalnya belum tentu sehat spiritualnya, sebaliknya orang yang sehat fisik, mental dan spiritualnya belum tentu sehat sosialnya. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:

1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.


(3)

2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional dan spiritual.

a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan berpikir

b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya

c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya dalam mengekspresikan rasa syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu diluar alam fana ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang diluar alam fana ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.

3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau kepercayaan, status sosial, ekonomi politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.

Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil 2 aspek fisik (badan) dan aspek mental dalam status kesehatan lanjut usia, dimana kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa sakit atau tidak ada keluhan dan memang secara klinis


(4)

tidak adanya penyakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak ada gangguan fungsi tubuh. Sedangkan kesehatan mental dapat terlihat dari 3 komponen, yaitu: pikiran, emosional dan spiritual (Notoatmodjo, 2007). Status kesehatan dikatakan baik apabila sewaktu diadakan pemeriksaan secara fisik tidak ada keluhan penyakit, tekanan darah normal, status mental emosional negatif (tidak ada gangguan) sesuai dengan data yang didapatkan dari KMS lanjut usia. Sebaliknya status kesehatan lanjut usia dikatakan tidak baik adalah apabila kondisi kesehatan lanjut usia secara menyeluruh baik fisik maupun mental sewaktu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik ada keluhan penyakit, tekanan darah tidak normal (tekanan darah tinggi/rendah), status mental emosional positif, ada gangguan (Nugroho, 2008).

Menurut Mc. Kenzie (2006), banyak yang beranggapan bahwa status kesehatan lanjut usia telah membaik selama beberapa tahun ini karena banyak lanjut usia yang hidup lebih lama, namun di sisi lain menurut Darmojo (1999) penduduk lanjut usia sangat rentan terhadap infeksi, mudah terserang penyakit. Faktor resiko yang paling konsisten dari sakit dan kematian untuk seluruh penduduk adalah usia, dan secara umum, status kesehatan lanjut usia tidak sebaik saat mereka muda. Seperti sudah dikemukakan diatas oleh Nugroho (2008) bahwa pada lanjut usia akan terjadi berbagai kemunduran organ tubuh. Jadi yang diharapkan pada lanjut usia walaupun usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan dengan memperhatikan gaya hidup seperti pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, tidak merokok dan lain-lain (Sediaoetama, 2004).


(5)

Indikator status kesehatan lanjut usia ataupun gambaran kondisi kesehatan lanjut usia dapat dilihat dari morbiditas (angka kesakitan), mortalitas (angka kematian) dan perilaku kesehatan serta pilihan gaya hidup.

1. Morbiditas (Angka Kesakitan)

Mutu kehidupan lanjut usia menurun jika lanjut usia sering sakit, dan jika kondisi sering kronis atau cedera yang mengakibatkan selalu membatasi kemampuan. Jika lanjut usia dapat mempertahankan kemandirian mereka tentu akan menghindari jasa perawatan yang mahal, misalnya belanja sendiri, masak sendiri makanan mereka, mandi dan berpakaian sendiri, dan berjalan serta menaiki tangga tanpa bantuan orang lain. Untuk lanjut usia umur 70 tahun ke atas yang tidak dirawat, hampir sepertiganya mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan seperempatnya tidak dapat melakukan aktivitas sedikitnya satu dari aktivitas fisik (misalnya: berjalan seperempat mil, berjalan menanjak sepuluh langkah tanpa istirahat, berdiri atau bertumpu pada kedua kaki selama dua jam duduk, membungkuk, berjongkok atau berlutut, menjangkau sesuatu yang tinggi, menjulurkan tangan seolah-olah hendak menjabat tangan orang dengan menggunakan jari-jari untuk menggenggam atau memegang, mengangkat atau membawa sesuatu seberat 5 kg). Keterbatasan aktivitas fisik pada lanjut usia semakin bertambah seiring dengan semakin bertambahnya usia dan wanita lebih berkemungkinan daripada pria untuk mengalami keterbatasan fisik. Berkurangnya aktivitas itu dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe, kondisi kronis dan kerusakan.


(6)

Pada tahun 1998, lima penyebab utama kematian untuk lanjut usia berdasarkan jumlah kematian adalah : penyakit Jantung, Kanker, Stroke, Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Pneumonia, Diabetes Mellitus, dan Hipertensi. Penyakit Jantung, Stroke, dan PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi, hampir tujuh dari setiap sepuluh kematian. Selama 50 tahun terakhir angka mortalitas keseluruhan lanjut usia menurut usia secara kontinu menunjukkan penurunan. Alasan utamanya adalah menurunnya angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke. Walaupun menurun, penyakit jantung tetap menjadi penyebab utama kematian untuk kelompok lanjut usia, sekitar 35% dari seluruh kematian. Tidak seperti angka kematian untuk penyakit jantung dan stroke, angka kematian akibat kanker tetap sama setiap tahun. Peningkatan tertinggi angka kematian untuk lanjut usia terjadi pada kasus Diabetes dan PPOK. Antara tahun 1980-1997, angka kematian menurut usia akibat Diabetes meningkat 32%, sementara akibat PPOK 57% (Depkes RI, 2008).

3. Perilaku Kesehatan dan Pilihan Gaya Hidup

Perilaku kesehatan dan faktor sosial merupakan hal yang memengaruhi lanjut usia dalam hal membantu lanjut usia memelihara kesehatan dan menjalani hidup sehari-hari. Beberapa lanjut usia percaya bahwa mereka terlalu tua untuk mendapatkan manfaat apapun dari perubahan perilaku kesehatan mereka. Hal itu tentu saja tidak benar, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan perubahan untuk kebaikan.

Pada umumnya lanjut usia memiliki lebih banyak perilaku kesehatan yang baik daripada orang yang lebih muda. Lanjut usia akan lebih kecil kemungkinannya


(7)

untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok karena kondisi kesehatan yang tidak memungkinkan. Pada tahun 1995, didapatkan data bahwa 28% pria lanjut usia dan 39% wanita lanjut usia lebih banyak duduk daripada mereka yang aktif, tipe aktivitas yang paling umum dilakukan adalah aktivitas ringan sampai menengah, misalnya berjalan-jalan, berkebun, dan melemaskan diri (Koswara, 2011).

Berikut ini adalah patofisiologi dari beberapa penyakit degeneratif pada lanjut usia, yaitu:

a. Diabetes Mellitus (DM)

Perubahan gaya hidup dan pola makan meningkatkan timbulnya penyakit degeneratif, seperti Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi dan Jantung Koroner. Prevalensi penderita DM di Indonesia diperkirakan mencapai 5 juta pada tahun 2020 (Bustan, 2007). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, DM adalah penyakit kronik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah, membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dan memerlukan kerjasama dengan penderitanya untuk dapat mengelola secara mandiri, dalam rangka mencegah komplikasi akibat penyakitnya. Keadaan ini disebabkan karena adanya faktor yang menghambat kerja insulin atau jumlah insulin menurun. Insulin merupakan salah satu hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin berfungsi mengendalikan kadar gula darah dalam tubuh. Bila kadar gula berlebihan akan menimbulkan hiperglikemia, sedangkan pada kekurangan atau cukup tetapi tidak efektif akan menyebabkan hipoglikemia.

Selanjutnya menurut ADA (2003), dikenal ada 4 jenis DM, yaitu DM tipe I disebabkan karena kerusakan sel beta pancreas sehingga penderita mengalami


(8)

kekurangan insulin, DM tipe II disebabkan karena gangguan pengeluaran insulin secara progresif dengan latar belakang resistensi insulin, DM tipe khusus disebabkan karena beberapa hal, misalnya gangguan genetik fungsi sel beta pancreas, gangguan genetik kerja insulin, karena obat-obatan atau zat kimia, dan DM Gestasional, yaitu DM pada kehamilan. Penyebab penyakit DM terutama karena faktor keturunan, namun keturunan DM belum tentu akan mengidap penyakit DM, karena ada kemungkinan bakat DM ini tidak tampak secara klinis bila tidak ada faktor lain, seperti kurang gerak, makanan berlebihan, kehamilan, kekurangan hormon insulin yang disebabkan oleh pankreatomi atau pankreatitis, dan hormon insulin yang terpacu berlebihan.

Pembagian DM tersebut berdasarkan insulin terbagi atas dua tipe yaitu: IDDM (insulin dependent diabetes mellitus) dan NIDDM (Non-insulin dependent diabetes mellitus). IDDM atau juvenil DM merupakan penyakit DM yang terjadi karena kerusakan sel beta penghasil insulin, sehingga dalam pengobatannya selalu tergantung pada ketersediaan insulin. DM IDDM biasanya timbul sebelum usia 40 tahun, sering mengalami komplikasi ketosis, dan biasanya dihubungkan dengan morfologi sel beta dan kandungan insulin yang normal bila sel beta tidak mengalami kelelahan. Hampir semua penderita dengan DM IDDM badannya gemuk dan toleransi glukosanya kembali normal atau mendekati normal bila berat badannya dikurangi. Sebaliknya DM NIDDM merupakan penyakit DM yang terjadi karena pola makan yang tidak seimbang sehingga dalam pengobatannya tidak selalu tergantung pada ketersediaan insulin tetapi dengan merubah pola


(9)

makannya. NIDDM biasanya timbul setelah usia lanjut. Hampir semua penderita DM NIDDM berat badannya kurus (Bustan, 2007).

Gejala khas seperti poliuria, polidipsi, polifagia, rasa lemas, dan turunnya berat badan merupakan petunjuk penting disamping rasa kesemutan, gatal, dan mata kabur serta impotensia pada pria dan pruitosvulvae pada wanita. Dibandingkan dengan non-DM, penderita DM mempunyai kecenderungan mengidap penyakit menahun seperti trombosis serebri, kebutaan, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, selulitis, dan gangren.

Berdasarkan fenomena tersebut perlu adanya tindakan preventif terhadap timbulnya penyakit degeratif terutama hipertensi dan DM. Salah satu usaha untuk mengatasi penyakit tersebut adalah dengan mengatur diet pada pasien atau penderita dan latihan fisik sederhana yang semua bertujuan meminimalkan komplikasi yang mugkin timbul. Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam makanan untuk memenuhi semua zat gizi. Agar tidak terjadi kekurangan atau kelebihan zat gizi, perlu diterapkan kebiasaan makanan yang seimbang sejak usia dini dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu agar tercapainya kondisi kesehatan yang prima (Supariasa, 2002).

Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita DM untuk menghindari dan membatasi fluktuasi kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga penderita tidak mengalami hipoglikemia atau koma karena hiperglikemia. Menurut Harvey (2003), tujuan terapi diet DM adalah untuk mencapai kadar gula darah normal, melindungi jantung, mengontrol kadar kolesterol dan tekanan darah, mencapai berat badan ideal, mencegah timbulnya


(10)

komplikasi. Menu makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat dari biji-bijian, kacang-kacangan, sayuran, buah, dan susu rendah lemak atau tanpa lemak. Karbohidrat dan lemak tidak jenuh sebaiknya menyediakan 60-70% kebutuhan kalori. Lemak jenuh harus dihindari. Protein dibatasi, menyediakan 15-20% kebutuhan kalori. Protein ikan dan kedelai lebih baik bagi penderita DM. Kebutuhan gula dari makanan sebaiknya dipenuhi dari buah-buahan dengan jumlah sesuai kebutuhan (Bustan, 2007).

b. Hipertensi

Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah melebihi batas normal, yang diperoleh dari dua kali pengukuran tekanan darah pada dua kesempatan yang berbeda. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Hipertensi bisa menyerang semua usia. Jenis kelamin laki-laki lebih cenderung mengalami hipertensi dari pada wanita. Derajat hipertensi dapat dibagi menjadi ringan, sedang, dan berat. Pembagian tersebut digunakan untuk menentukan intervensi yang akan digunakan. Semua tingkat hipertensi membutuhkan penanganan yang komprehensif, bukan mengandalkan pengobatan medis semata. Intervensi dalam hal pola makan dan aktivitas fisik/olahraga juga memegang peranan penting.

Berbagai faktor diketahui dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) pembuluh darah tepi dan peningkatan volume


(11)

aliran darah. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi melalui berbagai mekanisme.

Faktor penyebab utama terjadinya hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak berlebih. Oleh karena itu untuk mencegah timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak berlebih disamping pemberian obat-obatan bila perlu. Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada orang yang mempunyai riwayat keturunan hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut. Sebaiknya mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih hati-hati dalam mengkonsumsi lemak pada usia mendekati menopause (Anie Kurniawan, 2002). Hal ini ditegaskan lagi oleh Federal Bureau of Prison (2004), bahwa saat hipertensi sudah terdiagnosis, maka modifikasi gaya hidup harus menjadi terapi awal. Mengurangi berat badan bagi yang kegemukan, membatasi asupan garam, dan melakukan latihan fisik/olahraga adalah bagian dari modifikasi gaya hidup. Pembatasan kolesterol dan lemak jenuh harus dilakukan. Sementara asupan kalium dan kalsium harus tetap ada, yaitu dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Disisi lain, rokok dan alkohol harus dihindari karena akan meningkatkan risiko timbulnya komplikasi.

Hipertensi merupakan keadaan yang bersifat kronis, membutuhkan pengobatan kontinyu, dan sering menimbulkan berbagai komplikasi. Penyakit tersebut juga dikenal sebagai silent killer, karena jika tak terdeteksi dengan baik, sewaktu-waktu bisa menimbulkan keadaan emergensi seperti stroke, penyakit jantung koroner, dan gagal ginjal (Dennysantoso, 2011)


(12)

c. Penyakit Jantung (cardiovasculer)

Penyakit kardivaskuler merupakan penyakit penyebab kematian utama dinegara maju. Namun ternyata penyakit ini sekarang juga mulai mendominasi angka mortalitas dan morbiditas negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Prvalensi penyakit kardiovaskuler pada tahun 1972 adalah 1,1 per 1000 penduduk dan meningkat 5 kali menjadi 5,9 per 1000 penduduk pada tahun 1980. Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986, 1992, dan 1995 menunjukkan adanya peningkatan proporsi kematian akibat penyakit kardiovaskuler masing-masing 9,7%, 16,4% dan 24,5%. Hasil SKRT 1995 menunjukkan bahwa proporsi penyakit kardiovaskuler sebesar 24,5% menduduki tempat teratas sebagai penyebab kematian. Penyakit tersebut timbul karena berbagai faktor risiko, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dislipidemia (konsumsi makanan yang banyak mengandung lemak), DM, usia lanjut, dan riwayat keluarga (Annie Kurniawan, 2002). Menurut Maria C. Linder, Ph.D dari California State University, Fullerton, CA, masih menjadi perdebatan tentang pengaruh faktor diet dan cara hidup terhadap terjadinya penyakit jantung, namun beberapa penelitian menduga bahwa penyebab utama terjadinya penyakit jantung adalah karena pola makan yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut pembuluh darah cenderung menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. Pembuluh darah jantung yang mengalami ateroklerosis, akan mengalami peningkatan resistensi. Hal ini akan memicu jantung untuk meningkatkan denyutannya agar aliran darah dapat mencapai seluruh bagian tubuh. Merokok, tekanan darah tinggi, dan peningkatan


(13)

kadar kolesterol plasma/serum adalah faktor resiko utama terjadinya aterosklerosis, sedangkan penyebab sekunder adalah stres, kurang gerak, pola makan yaitu terlalu banyak mengkonsumsi lemak yang akan meningkatkan trigiserida plasma ditambah dengan konsumsi kolesterol. Rasio kolesterol HDL (high density level) dengan LDL (low density level) berbanding terbalik dengan terjadinya aterosklerosis dan ini lebih berarti daripada hubungan dengan total kolesterol serum LDL yang berlebihan memicu terjadinya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Selain konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dapat menyebabkan terjadinya aterosklerosis, seperti vitamin C, vitamin E, dan vitamin B6 yang dapat meningkatkan kadar homosistein (Sunita, 2003).

2.1.2 Karakteristik Lanjut Usia

Batasan lanjut usia menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia di Indonesia dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia diatas 60 tahun. Namun, menurut WHO, batasan lanjut usia dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia (elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua (very old) di atas 90 tahun (Hadywinoto, 1999). Dalam penelitian ini batasan umur lanjut usia yang digunakan adalah batasan umur lanjut usia menurut Depkes (2008) yang juga dipakai untuk pencatatan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia di Puskesmas yaitu: usia pra senilis 45-59 tahun, lanjut usia (lansia) 60-69 tahun dan usia lanjut resiko tinggi yaitu usia 70 tahun atau lebih.


(14)

Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:

1. Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita, terdapat perbedaan kebutuhan dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan wanita. Misalnya lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka wanita mungkin menghadapi osteoporosis.

2. Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/duda akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.

3. Living arrangement: Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.

- Tanggungan keluarga: Masih menanggung anak atau anggota keluarga

- Tempat tinggal: Rumah sendiri, tinggal dengan anak. Dewasa ini kebanyakan lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun akan cenderung bahwa lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.

4. Kondisi kesehatan

- Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain dalam kegiatan sehari-hari, seperti mandi, buang air kecil dan besar.

- Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain. Bahkan ada yang karena penyakit kroniknya sudah memerlukan perawatan khusus.


(15)

5. Keadaan ekonomi

- Sumber pendapat resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau masih bisa aktif.

- Sumber pendapatan keluarga: Ada tidaknya bantuan keuangan dari anak/keluarga lainnya, atau bahkan masih ada anggota keluarga yang tergantung padanya.

- Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi, sementara pendapatan semakin menurun. Sampai seberapa besar pendapatan lansia dapat memenuhi kebutuhannya (Bustan, 2007).

2.1.3 Sifat Penyakit Lanjut Usia

Ada beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan penyakit pada orang dewasa, yaitu :

a. Penyebab Penyakit

Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh (endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini disebabkan pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua (menjadi tua), sehingga produksi hormon, enzim, zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang sekali akibat kerusakan sel-sel, dan dengan demikian lansia akan lebih mudah mendapat infeksi.

Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), yang satu sama lain dapat berdiri sendiri maupun saling berkaitan dan memperberat, dan penyakit sering


(16)

telah ada di tubuh penderita sebelum menimbulkan gejala-gejala maupun tanda-tanda, seolah-olah telah menyelinap selama ini. Demikian pula, pengobatan terhadap penyakitnya akan lebih sulit karena penyakitnya yang lebih dari satu jenis.

b. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas

Gejala penyakit pada lansia seringkali tidak khas/tidak jelas, berbeda dengan penyakit yang ditemukan pada orang dewasa. Misalnya, penyakit infeksi paru mendadak (pneumonia) seringkali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah, gejala hanya ringan saja kelihatannya sedangkan penyakit sebenarnya cukup serius, sehingga penderitanya menganggap penyakitnya ringan saja dan tidak perlu berobat. c. Memerlukan lebih banyak obat

Akibat penyakit pada lansia yang lebih dari satu jenis maka dalam pengobatannya akan memerlukan obat-obat yang beraneka ragam jenisnya dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi organ-organ vital tubuh seperti hati, ginjal, yang berperan di dalam mengolah obat-obat yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang, yang menyebabkan kemungkinan yang lebih besar dari obat-obat tersebut untuk menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan keracunan obat dengan segala komplikasinya, jika obat-obat tersebut diberikan dengan takaran yang sama dengan orang dewasa, dan karena itu, takaran obat perlu dikurangi pada lansia dengan prinsip start slow go slow, yaitu mulai menggunakan obat dengan takaran yang serendah mungkin yang masih mempunyai efek pengobatan dan naikkan secara perlahan-lahan sampai tercapai efek pengobatan seoptimal mungkin. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia, yang menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit baru akibat pemberian obat tersebut,


(17)

misalnya terjadinya buang air kecil akibat pemakaian obat yang meningkatkan pengeluaran air seni, merasa pusing dan terjatuh akibat penggunaan obat-obat penurun tekanan darah, penenang, antidepresi dan lain-lain. Efek samping obat pada lansia biasanya terjadi karena diagnosa yang tidak tepat, ketidakpatuhan penderita meminum obat menurut aturan yang ditentukan, penggunaan obat yang berlebihan dan berulang-ulang dalam waktu yang lama. Ketidakpatuhan untuk meminum obat-obat yang sedang dipakai sering terjadi pada lansia, terutama pada mereka yang menderita cacat fisik maupun mental. Ketidakpatuhan meminum obat akan meningkat dengan semakin banyaknya jenis obat yang digunakan dengan kerumitan aturan pemakaian obat yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya diberikan sesedikit mungkin jenis obat, dan jika memungkinkan dalam takaran yang mudah diingat (misalnya sekali sehari pemakaiannya).

d. Sering mengalami gangguan jiwa

Penyakit pada lansia sering mengalami gangguan fisik dan psikis (jiwa) secara bersamaan, khususnya pada mereka yang telah lama menderita sakit sering mengalami tekanan jiwa ( depresi ), sehingga di dalam pengobatannya tidak hanya gangguan fisiknya saja yang diobati meskipun hanya ini yang dikeluhkan, tetapi juga gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya, maka penanganan penyakit pada lansia memerlukan ketrampilan khusus, walaupun gejalanya ringan tetapi memerlukan penanganan yang serius, karena keterlambatan di dalam penanganannya dapat merupakan ancaman yang besar bagi keselamatan jiwa penderita lansia.


(18)

e. Diagnosis penyakit pada lansia

Membuat diagnosis penyakit pada lansia pada umumnya lebih sukar dibandingkan pasien usia remaja/dewasa. Oleh karena itu untuk menegakkan diagnosis pasien lansia kita perlu melakukan observasi penderita agak lebih lama, sambil mengamati dengan cermat tanda–tanda dan gejala–gejala penyakitnya yang juga seringkali tidak nyata. Seringkali sebab penyakitnya bersifat ganda (multiple) dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya (Nugroho, 2008).

2.1.4 Program Kesehatan Lanjut Usia

Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat, serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Saat ini Puskesmas diharapkan dapat melaksanakan berbagai macam program dalam bentuk upaya kesehatan wajib dan pengembangan. Program pembinaan kesehatan lanjut usia merupakan upaya kesehatan pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif, preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Wahyuna, 2008). 2.1.5 Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia yaitu:

Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia terdiri dari: 1. Upaya Promotif

Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat di sekitarnya, antara lain berupa penyuluhan tentang perilaku hidup sehat, gizi untuk


(19)

lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas masyarakat lanjut usia.

a. Perilaku Hidup Sehat

Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya dengan pemberdayaan masyarakat karena bidang garapannya adalah membantu masyarakat yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku positif dalam bidang kesehatan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya. b. Gizi untuk Lanjut Usia

Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.

- Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras, jagung, ubi dan lainnya yang mengandung karbohidrat.


(20)

- Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu. Sedangkan pada nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.

- Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh, contohnya sayuran dan buah.

2. Upaya Preventif

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia (posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS ) lanjut usia.

3. Upaya Kuratif

Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa. Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.

4. Upaya Rehabilitatif

Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan kemampuan fungsional dan kepercayaan diri lanjut usia ( Wahyuna, 2008).


(21)

2.1.6 Penanganan Lansia

Kebijaksanaan penanganan masalah kesehatan lansia pada dasarnya ditujukan pada upaya menunda ketuaan biologis walaupun seseorang secara generatif (kronologis) sudah termasuk tua. Untuk itu perlu upaya-upaya yang menyangkut peningkatan gizi keluarga, pencegahan penyakit degeneratif dan penyediaan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan lansia.

Masalah lansia bukanlah masalah kesehatan semata, bahkan lebih merupakan masalah sosial ekonomi. Karena itu perlu pendekatan multidisiplin mengingat berbagai isu yang berhubungan dengan lansia seperti:

1. Perlunya menyiapkan sarana pelayanan bagi lansia

2. Perlu adanya lembaga yang dapat mengayomi para lansia untuk dapat bekerja 3. Diperlukan adanya jaminan penunjang biaya kesehatan untuk lansia

4. Pemikiran untuk kondisi sosial keluarga yang mendukung kehidupan lansia seperti extended family daripada pengadaan nursing home atau rumah jompo.

Salah satu pendekatan utama yang penting adalah pendekatan keluarga. Dianjurkan beberapa hal dalam menghadapi lansia yaitu:

1. Menghormati dan menghargai orangtua

2. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku usia lanjut 3. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu dan perhatian 4. Jangan menganggapnya sebagai beban

5. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama

6. Mintalah nasehat pada mereka dalam peristiwa-peristiwa penting 7. Mengajaknya dalam acara-acara keluarga


(22)

8. Dengan memberi perhatian yang baik terhadap orangtua, maka kelak anak-anak kita akan bersikap sama terhadap kita

9. Membantu mencukupi kebutuhannya

10. Memeriksa kesehatan secara teratur (Bustan, 2007)

2.2. Gaya Hidup

Menurut Kotler (2002), gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher, 2009).

Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain. Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja, tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola perilakunya. Dan tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik, lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai gaya yang berbeda pula (Hadywinoto, 1999).


(23)

Dalam Deklarasi Vientiane dikatakan gaya hidup adalah sebagai praktek perilaku dan praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari nilai-nilai dan jati diri dari kelompok dan masyarakat diman penduduk hidup dan menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial dan lingkungan fisik (Darmojo, 1999). Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup sehat adalah:

1. Pola makan yang baik 2. Aktivitas fisik

3. Olahraga

4. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari 5. Tidak merokok

6. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003) 1. Pola Makan

Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiolOgi, psikologi, budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2000).

Menurut Sri (2007) yang mengutip pendapat Khumaidi dan Suhardjo menyatakan bahwa pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Pola konsumsi pangan atau kebiasaan makan adalah berbagai informasi yang dapat memberikan gambaran jumlah, jenis, dan


(24)

frekwensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2002).

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Susunan makanan lanjut usia harus mengandung semua unsur gizi yaitu: karbohidrat, protein, lemak, mineral, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan serta seimbang dalam komposisinya. Menurut Sediaoetama (2000) pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat.

Belum ada standard menu untuk lanjut usia di Indonesia. Tetapi sebagai bahan acuan dapat dibuat menu makanan lanjut usia dalam sehari berdasarkan konsep “empat sehat lima sempurna“ atau konsep “gizi seimbang“. Sebagai contoh menu berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan pokok (utama = sumber karbohidrat) yaitu nasi (1 porsi), kelompok lauk pauk (protein nabati atau protein hewani) misalnya daging (1 potong) atau tahu (1 potong), kelompok sayuran misalnya sayur bayam (1 mangkok), kelompok buah-buahan misalnya pepaya (1 potong) dan susu (1 gelas). Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan yang mengandung semua unsur zat gizi yang dibutuhkan lanjut usia (Denysantoso,2011).

Kebutuhan akan serat yang dapat larut dalam air seperti apel, jeruk, pir, kacang merah dan kedelai juga perlu untuk lanjut usia. Selain sebagai sumber serat, buah dan sayuran juga merupakan sumber vitamin dan mineral. Mengonsumsi serat dan buah sangat penting untuk lanjut usia untuk mencegah sulit buang air besar. Selain itu konsumsi susu dapat menambah kebutuhan air yang kurang pada lanjut usia. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam merencanakan makan untuk lanjut


(25)

usia adalah: porsi makan jangan terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam, makanan hendaknya mudah dicerna lembek tidak keras, hindari makanan yang terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Nugroho, 2008, dkk).

Contoh menu lanjut usia dalam sehari disajikan pada Tabel 2.1. berikut: Tabel 2.1. Pola Susunan Makanan Lanjut Usia dalam Sehari Berdasarkan

Menu Seimbang No Kelompok Makanan Jenis Pangan Per

Porsi

Jumlah Porsi per Hari Laki-laki Perempuan 1 Bahan Pokok

(Sumber Karbohidrat)

Nasi ( 1 piring )

3 2

2 Lauk Pauk/sumber protein hewani/nabati

Daging ( 1 potong )

Tahu ( 1 potong )

1,5

5

2

4

3 Sayuran Bayam

( 1 mangkok )

1,5 1,5

4 Buah-buahan Pepaya

(1 Potong)

2 2

5 Susu Skim

(1 Gelas)

1 1

Sumber: Ditjen Binkesmas, Depkes RI (1992)

Menu ini disusun berdasarkan kecukupan energi dan gizi bagi lanjut usia dalam sehari, 3 kali makanan pokok/utama dan 2 kali makanan selingan. Makanan selingan dikonsumsi untuk menunggu jadwal makanan pokok. Hal ini perlu dilakukan supaya jangan sampai perut kosong yang dapat menyebabkan peningkatan asam lambung.


(26)

Tabel 2.2. Menu untuk Lanjut Usia dalam Sehari No. Waktu Makan Menu Porsi

1. Pagi Sumber karbohidrat 1 piring Protein 1 potong Susu 1 gelas 2. Selingan Makanan jajanan 1 potong 3. Siang Karbohidrat 1 piring

Protein nabati/hewani 1 potong Sayuran 1 mangkok Buah-buahan 1 buah 4. Selingan Makanan jajanan 1 potong 5. Malam Karbohidrat 1 piring

Protein nabati/hewani 1 potong Sayuran 1 mangkok Buah-buahan 1 buah Sumber: Nasoetion, dalam Nugroho (2008)

Menurut Nugroho (2008) untuk menjaga agar menu harian tidak monoton, tetapi bervariasi maka perlu menyajikan berbagai bahan makanan pengganti atau penukar bagi kelompok makanan yang akan disajikan pada Tabel 2.3, variasi dalam menu harian sangat diperlukan karena dapat menghindari rasa bosan dan baik bagi kelengkapan zat gizi (komplementasi zat gizi).

Pola makanan yang tidak seimbang antara asupan dengan kebutuhan baik jumlah maupun jenis makanannya, seperti makan makanan tinggi lemak, kurang mengonsumsi sayuran, buah dan sebagainya juga makan makanan yang melebihi kebutuhan tubuh bisa menyebabkan obesitas atau kegemukan.


(27)

Tabel 2.3. Berbagai Kelompok Makanan Pengganti/Penukar

Kelompok Makanan Jenis Makanan

Sumber Karbohidrat Nasi, jagung, ketan, bihun, biskuit, kentang, mie instan, mie kering, roti tawar, singkong, talas, ubi jalar, pisang nangka, makaroni Sumber Protein Hewani Daging ayam, daging sapi, hati

(ayam atau sapi), telur unggas, ikan mas, ikan kembung, ikan sarden, bandeng, baso daging Sumber Protein Nabati Kacang tanah, kedelai, kacang hijau, kacang

merah, kacang tolo, tahu, tempe, oncom Buah-buahan Pepaya, belimbing, alpukat, apel, jambu biji,

jeruk, mangga, nangka, pisang ambon, sawo, semangka, sirsak, tomat

Sayuran Bayam, buncis, beluntas, daun pepaya, daun singkong, katuk, kapri, kacang panjang, kecipir, sawi, wortel, selada

Makanan Jajanan Bika ambon, dadar gulung, getuk lindri, apem, kroket, kue pia, kue putu, risoles

Susu Susu sapi, susu kambing, susu kerbau, susu kedelai, skim

Sumber: Nasoetion, dalam Nugroho (2008)

Kejadian penyakit infeksi dan kekurangan gizi dapat diturunkan jika pola makan seimbang sebaliknya penyakit degeneratif dan penyakit kanker meningkat jika pola makan tidak seimbang. Dibeberapa daerah masalah penyakit infeksi masih menonjol sehingga dalam transisi epidemiologi kita menghadapi beban ganda (Double Burden), peningkatan kemakmuran diikuti oleh perubahan gaya hidup karena pola makan, dikota-kota besar berubah dari pola makanan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat, serat dan sayuran, ke pola makanan masyarakat berat yang komposisinya terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula dan garam tetapi rendah serat (Mien, 1998).


(28)

Sedangkan menurut WHO (2003) meningkatnya industrialisasi, urbanisasi, mekanisme yang terjadi di sebagian besar negara di dunia, berhubungan dengan perubahan makanan dan perilaku, termasuk ke dalamnya makanan yang tinggi lemak dan tinggi energi serta gaya hidup yang lebih santai, melakukan aktivitas bisa dibantu dengan peralatan yang tidak banyak mengeluarkan energi. Tingginya kandungan sukrosa dalam makanan meningkatkan tekanan arteri pada beberapa orang dengan tensi normal yang kemudian memberikan efek menigkatkan penyerapan NaCl (natrium klorida) pada orang yang memiliki tekanan darah normal dan hipertensi (Kotchen dan Jane, 1995). Sukrosa mungkin dapat menurunkan kadar lemak darah dan memiliki efek merugikan pada toleransi glukosa (Willet, 1990). Konsumsi lemak mempunyai pengaruh kuat pada resiko penyakit kardiovaskuler seperti penyakit jantung koroner dan stroke, efek lain pada lipid darah, trombosis, tekanan darah tinggi (Tamher, 2009).

Sedangkan menurut Willet (1990) efek dari protein dan jenis protein pada manusia belum jelas dan hubungan jenis protein dengan resiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) diterima dengan sedikit perhatian pada studi-studi epidemiologi (Wirakusumah, 2002).

Konsumsi natrium dari berbagai sumber makanan memengaruhi tekanan darah dan seharusnya membatasi konsumsi, Natrium untuk mengurangi resiko hipertensi yang dapat berakibat pada Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan stroke, dianjurkan konsumsi tidak lebih dari 1,7 gr. Natrium per hari. Konsumsi serat, sayuran dan buah setiap hari akan memberi perlindungan terhadap PJK dan juga menurunkan tekanan darah dan stroke (Maryam, 2008).


(29)

Menurut Depkes RI (2008), dengan bertambahnya usia seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun. Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam keadaan istirahat, misalnya: untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lanjut usia harus disesuaikan dengan kebutuhannya.

Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti makan makanan siap saji, makanan kalengan, sambal botolan, minuman kaleng, buah dan sayur yang memakai bahan pengawet, makanan kaya lemak, makanan kaya kolesterol. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk tubuh dan kesehatan karena tubuh kita menjadi rusak karena makan yang tidak sehat sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit (Depkes RI, 2008).

Pada lanjut usia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ tubuh, sehingga metabolisme didalam tubuh menurun. Hal tersebut menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian besar lanjut usia tidak terpenuhi secara adekuat dan lengkap. Untuk itu perlu mengonsumsi suplemen makanan tetapi harus sesuai dengan anjuran dokter (Depkes RI, 2008).

2. Aktifitas Fisik

Aktivitas fisik adalah pergerakan anggota tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan fisik, mental dan kualitas hidup yang sehat dan bugar (Mien, 1998).

Perubahan gaya hidup “sedentary” merupakan gaya hidup dimana gerak fisik yang dilakukan minimal sedang beban kerja mental maksimal. Keadaan ini besar


(30)

pengaruhnya terhadap tingkat kesehatan termasuk keadaan gizi seseorang dan selanjutnya berakibat sebagai penyebab dari berbagai penyakit. Latihan fisik secara teratur kedalam kegiatan sehari-hari adalah penting untuk mencegah hipertensi dan penyakit jantung (Sunita, 2003).

Gaya hidup bisa juga memengaruhi kerentanan fisik terutama karena kurangnya aktivitas fisik akibatnya timbul penyakit yang sering diderita antara lain diabetes mellitus atau kencing manis, penyakit jantung, hipertensi, kanker atau keganasan dan lain-lain. Gaya hidup pada zaman modern ini telah mendorong orang mengubah gaya hidupnya seperti jarang bergerak karena segala sesuatu atau pekerjaan dapat lebih mudah dikerjakan dengan adanya teknologi yang modern seperti mencuci dengan mesin cuci, menyapu lantai dengan mesin penyedot debu, bepergian dengan kendaraan walaupun jaraknya dekat dan bisa dilakukan dengan jalan kaki. Gaya hidup seperti ini tidak baik untuk kesehatan karena tubuh kita menjadi manja, karena kurang bergerak, sehingga tubuh menjadi lembek dan rentan penyakit.

Untuk menciptakan hidup yang sehat segala sesuatu yang kita lakukan tidak boleh berlebihan karena hal tersebut bukannya menjadikan lebih baik tetapi sebaliknya akan memperburuk keadaan. Jadi lakukan atau kerjakanlah sesuatu hal itu sesuai dengan kebutuhan (Depkes RI, 2008).

Olahraga dapat digolongkan dalam bentuk statis dan dinamis. Olahraga dinamis mampu meningkatkan aliran darah sehingga sangat menunjang pemeliharaan jantung dan sistem pernafasan. Sedangkan olahraga apapun baik untuk kesehatan kita seperti senam, berenang, jalan kaki, yoga, karena dapat bersosialisasi, berjumpa


(31)

dengan teman-teman, dan mendapatkenalan baru, mengadakan kegatan lainnya, seperti bisa berwisata dan makan bersama. Kebanyakan olahraga dilakukan pada pagi hari setelah subuh. Dimana udara masih bersih. Berolahraga dapat menurunkan kecemasan dan mengurangi perasaan depresi dan merasa rendah diri. Selain fisik sehat jiwa juga terisi, membuat kita merasa mudah dan sehat di usia tua (Koswara, 2011).

Sejumlah studi menunjukkan bahwa olahraga teratur, mengurangi faktor resiko terhadap jantung koroner, termasuk hipertensi (Soeharto, 2000). Kemampuan aktivitas fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk berfungsi secara baik, komponen tersebut antara lain efisiensi kardiovaskuler, kelenturan, pengendalian gerak badan dan pengurangan stress (Mien, 1998).

Usia bertambah, tingkat jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lanjut usia kemampuan akan turun antara 30-50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit. Olahraga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan atau kalsistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Beberapa contoh olahraga yang sesuai dengaan batasan diatas yaitu jalan kaki, dengan segala bentuk permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam, mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olahraga yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif (Depkes, 2008).


(32)

3. Kebiasaan Istirahat

Menurut Maryam (2008), istirahat dapat berarti bersantai menyegarkan diri atau diam tidak melakukan aktivitas apapun setelah melakukan kerja keras. Istirahat dapat berarti pula menghentikan sementara semua kegiatan sehari-hari bahkan sampai teridur. Istirahat yang cukup diperlukan agar tubuh dapat kembali ke kondisi normal setelah digunakan untuk beraktifitas. Istirahat terbaik adalah tidur. Kebutuhan tidur untuk lanjut usia adalah 6-8 jam sehari. Kebiasaan atau pola tidur lanjut usia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Sebagaimana dijelaskan diatas, saat tidur pun tubuh butuh nutrisi. Bila tidur terlau lama, tubuh akan mengalami katabolik. Akibatnya, akan semakin merasa malas, tidak bertenaga, dan memboroskan waktu. Kurang tidur dapat mengurangi kemampuan seseoraang untuk mengingat informasi yang lengkap atau kompleks. Penelitan di Universitas de Lille, Prancis, mengindikasikan bahwa otak memerlukan tidur untuk mempertahankan kemampuan mengingat informasi yang kompleks. Umumnya manusia bisa tidur dalam 6-8 jam sehari. Tetapi ada orang yang bisa tidur dibawah 6 jam. Kurang tidur berdampak negatif terhadap tubuh kita seperti kurang konsentrasi, cepat marah, lesu, lelah (Maryam, 2008).

Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita. Banyak orang yang tidur jadi lemas, tidak ada semangat, lekas marah dan stress. Hasil riset terbaru para ahli di Chicago membuktikan, 3 hari mengalami kurang tidur, kemampuan tubuh dalam memproses glukosa akan menurun secara drastis, sehingga dapat meningkatkan


(33)

resiko mengidap diabetes. Selanjutnya menurut mereka, tidur tidak nyenyak selama 3 hari berturut-turut akan menurunkan toleransi tubuh terhadap glukosa, khususnya pada orang muda dan orang dewasa (Santoso, 2009).

Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Depkes RI, 2008).

4. Riwayat Merokok

Merokok bukanlah gaya hidup yang sehat. Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa dalam aliran darah dapat mempengaruhi berbagai bagian tubuh yaitu mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit daripada dalam keadaan normal. Menurunkan suhu kulit sebesar setengah derajat karena penyempitan pembuluh darah kulit dan menyebabkan hati melepaskan gula ke dalam aliran darah (Bustan, 2007).

Merokok merupakan faktor resiko terpenting untuk terjadinya penyakit tidak menular, karena dapat menyebabkan Arterio Skleorosis dini, penyakit jantung koroner, penyakit paru obstruktif menahun, kanker paru, larynx, rongga mulut,


(34)

pankreas, dan osephagus, selain itu juga dapat meningkatkan tekanan darah dan kadar lemak dalam darah sebagai faktor resiko terjadinya stroke, penyakit jantung dan pembuluh darah (Bustan, 2007).

Merokok sigaret dengan kandungan nikotin menyebabkan peningkatan frekuensi denyut jantung serta meningkatkan tekanan sistolik dan diastolik, meskipun nikotin dan merokok menaikkan tekanan darah secara akut, namun tidak selalu muncul pada perokok (Kaplan dan Stamle, 1994). Zat-zat kimia beracun yang terdapat dalam rokok seperti nikotin dan karbondioksida yang diisap melalui rokok dibawa masuk ke dalam aliran darah. Selanjutnya zat ini merusak lapisan endotel pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan proses Aterosklerosis dan tekanan darah tinggi. Selain itu dapat meningkatkan tekanan darah, merokok juga meningkatkan denyut jantung dan kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot-otot jantung (Karyadi, 2002).

Farmingham Heart Study menemukan bahwa merokok menurunkan menurunkan kadar kolesterol baik High Density Level (HDL). Penurunan HDL ini berbeda, pada perempuan penurunannya lebih tinggi dari pada laki. Pada laki-laki rata-rata 4,5 mg/dl dan pada perempuan 6,5 mg/dl.

Perokok dikategorikan sebagai berikut: 1. Perokok ringan : < 10 batang/hari 2. Perokok sedang : 10-20 batang/hari 3. Perokok berat : > 20 batang/hari

Penelitian yang dilakukan oleh Lipid Research Program Prevalance Study menunjukkan bahwa mereka yang merokok dua puluh batang atau lebih perhari,


(35)

mengalami penurunan kadar HDL sekitar 11% pada laki-laki dan 14% pada perempuan. Merokok juga mengurangi usia harapan hidup, rata-rata10 tahun. Atau apabila tidak merokok berarti menambah usia harapan hidup rata-rata 10 tahun. Demikian antara lain hasil penelitian selama 50 tahun di Inggris mengenai dampak merokok terhadap kesehatan (Depkes RI, 2008).

2.3 Lanjut Usia (Lansia)

Menurut pengertian gerontologi, lanjut usia adalah suatu tahap dalam hidup manusia mulai dari bayi, anak-anak, remaja, tua dan lanjut usia dan bukan penyakit melainkan suatu proses alami yang tidak bisa dihindarkan. Tidak ada batasan yang pasti mengenai umur lanjut usia (Nugroho, 2008).

Menurut Undang-Undang RI No.13/tahun 1998, Bab I pasal 1 ayat 2 dikatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.

Menurut WHO, lanjut usia dikategorikan menjadi 4 golongan usia yaitu: usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun, usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia 60-74 tahun, usia (old) adalah kelompok usia 75-90 tahun sedangkan usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia diatas 90 tahun (Maryam, 2008).

Menurut Watson (2003), lanjut usia adalah kelompok penduduk yang rentan terhadap masalah baik masalah ekonomi, sosial budaya, kesehatan maupun psikologis. Dari beberapa pengertian lanjut usia diatas disimpulkan bahwa untuk penelitian ini pembagian usia yang dipakai adalah lanjut usia dengan kelompok umur


(36)

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetapi tetap sehat (healty aging). Healty aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Menurut Darmojo (1999), menjadi tua harus disertai dengan usaha menjaga kesehatan untuk mencegah agar proses menua tidak disertai dengan proses patologik atau sakit.

2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penuaan

Proses menua dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam tubuh individu (endogenic aging) dan faktor dari luar individu (exogenic aging).

1. Endogenic aging, terjadi dari dalam tubuh individu yang secara alami tubuh akan mengalami kemunduran terus menerus. Proses ini terjadi seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic aging, yaitu lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang disebut dengan gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging lebih dikenal dengan faktor risiko. Faktor-faktor exogenic ini yaitu lingkungan dan gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) saling memengaruhi satu sama lain.

Faktor-faktor endogenic aging dan exogenic aging ini sulit untuk dipisahkan karena saling memengaruhi dengan erat. Bila faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya maka orang tersebut akan lebih cepat meninggal dunia (Darmojo, 1999). 2.3.2 Permasalahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

1. Permasalahan Fisiologis

Menurut Hadi Martono (1997), dalam Darmojo (1999) terjadinya perubahan normal pada fisik lanjut usia yang berakibat pada masalah fisik usia lanjut. Masalah tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan


(37)

keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria (Maryam, 2008).

2. Permasalahan Psikologis

Menurut Hadi Martono (1997) dalam Darmojo (1999), beberapa masalah psikologis lanjut usia antara lain:

a. Kesepian (loneliness), sering sendiri karena keluarga yang lain bekerja.

b. Duka cita (bereavement), duka cita terjadi karena ditnggal mati oleh pasangannya c. Depresi, pada lanjut usia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan

kemampuan beradaptasi sudah menurun.

d. Gangguan cemas, lanjut usia sering mengalami kecemasan mengenai kesehatannya.

3. Permasalahan Sosial

Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial lanjut usia secara umum yaitu:


(38)

b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil

c. Lahirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia

d. Masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia

e. Serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia

4. Permasalahan Ekonomi

Menurut Setiabudhi (1999), masalah lanjut usia merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, para lanjut usia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kependudukan dan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi yaitu:

a. Kedudukan lanjut usia dalam pranata sosial/masyarakat b. Masalah perumahan dan transportasi

c. Kedudukan lanjut usia dalam keluarga d. Jaminan hari tua atau jaminan sosial e. Penyaluran kegiatan bagi lanjut usia


(39)

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut diatas status kesehatan pada lanjut usia dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu, faktor dari dalam tubuh individu (endogenic aging) dan faktor dari luar individu (exogenic aging).

1. Endogenic aging, terjadi dari dalam tubuh idividu yang secara alami tubuh akan mengalami kemunduran terus menerus. Proses ini terjadi seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic aging, yaitu lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang disebut dengan gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging lebih dikenal dengan faktor resiko, Faktor-faktor exogenic ini yaitu lingkungan dan gaya hidup. Faktor-faktor endogenic aging dan exogenic aging ini sulit untuk dipisahkan karena saling memengaruhi dengan erat. Bila faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya makan orang tersebut akan lebih cepat meninggal dunia (Darmojo, 1999).

Menurut Belloc & Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup sehat adalah: 1. Pola makan yang baik

2. Aktivitas fisik 3. Olahraga

4. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari 5. Tidak merokok

6. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003)

Maka dalam penelitian ini dengan berbagai pertimbangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut


(40)

peneliti yang menjadi variabel diambil hanya variabel gaya hidup yang terdapat pada exogenic aging yaitu: (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok). Jika kesehatan lanjut usia akan diperbaiki dengan membantu lanjut usia mengubah gaya hidupnya, maka kegiatan yang dilakukan bukan hanya ditujukan terhadap lanjut usia saja namun juga pada kondisi sosial dan kondisi kehidupan yang membuat lanjut usia dapat mempertahankan gaya hidupnya tersebut.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Susunan makanan lanjut usia harus mengandung semua unsur gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan serta seimbang dalam komposisinya. Pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat.

Gaya Hidup - Pola Makan - Aktifitas fisik - Kebiasaan Istirahat - Riwayat merokok


(41)

Aktifitas fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk berfungsi secara baik, usia bertambah tingkat jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lanjut usia kemampuan akan turun antara 30-50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit.

Kebiasaan istirahat atau pola tidur lanjut usia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya.


(1)

Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua tetapi tetap sehat (healty aging). Healty aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Menurut Darmojo (1999), menjadi tua harus disertai dengan usaha menjaga kesehatan untuk mencegah agar proses menua tidak disertai dengan proses patologik atau sakit.

2.3.1 Faktor-faktor yang Memengaruhi Penuaan

Proses menua dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor dari dalam tubuh individu (endogenic aging) dan faktor dari luar individu (exogenic aging).

1. Endogenic aging, terjadi dari dalam tubuh individu yang secara alami tubuh akan mengalami kemunduran terus menerus. Proses ini terjadi seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic aging, yaitu lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang disebut dengan gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging lebih dikenal dengan faktor risiko. Faktor-faktor exogenic ini yaitu lingkungan dan gaya hidup (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) saling memengaruhi satu sama lain.

Faktor-faktor endogenic aging dan exogenic aging ini sulit untuk dipisahkan karena saling memengaruhi dengan erat. Bila faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya maka orang tersebut akan lebih cepat meninggal dunia (Darmojo, 1999). 2.3.2 Permasalahan yang Terjadi pada Lanjut Usia

1. Permasalahan Fisiologis

Menurut Hadi Martono (1997), dalam Darmojo (1999) terjadinya perubahan normal pada fisik lanjut usia yang berakibat pada masalah fisik usia lanjut. Masalah tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan


(2)

keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun, daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding pembuluh darah menebal dan menjadi tekanan darah tinggi otot jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi, terutama pada wanita, otak menyusut dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria (Maryam, 2008).

2. Permasalahan Psikologis

Menurut Hadi Martono (1997) dalam Darmojo (1999), beberapa masalah psikologis lanjut usia antara lain:

a. Kesepian (loneliness), sering sendiri karena keluarga yang lain bekerja.

b. Duka cita (bereavement), duka cita terjadi karena ditnggal mati oleh pasangannya c. Depresi, pada lanjut usia stress lingkungan sering menimbulkan depresi dan

kemampuan beradaptasi sudah menurun.

d. Gangguan cemas, lanjut usia sering mengalami kecemasan mengenai kesehatannya.

3. Permasalahan Sosial

Menurut Setiabudhi (1999), permasalahan sosial lanjut usia secara umum yaitu:


(3)

b. Makin melemahnya nilai kekerabatan sehingga anggota keluarga yang berusia lanjut kurang diperhatikan, dihargai dan dihormati, berhubung terjadi perkembangan pola kehidupan keluarga yang secara fisik lebih mengarah pada bentuk keluarga kecil

c. Lahirnya kelompok masyarakat industri yang memiliki ciri kehidupan yang lebih bertumpu kepada individu dan menjalankan kehidupan berdasarkan perhitungan untung rugi, lugas dan efisien yang secara tidak langsung merugikan kesejahteraan lanjut usia

d. Masih rendahnya kuantitas tenaga professional dalam pelayanan lanjut usia dan masih terbatasnya sarana pelayanan pembinaan kesejahteraan lanjut usia

e. Serta belum membudayanya dan melembaganya kegiatan pembinaan kesejahteraan lanjut usia

4. Permasalahan Ekonomi

Menurut Setiabudhi (1999), masalah lanjut usia merupakan satu bagian yang tidak terpisahkan dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Oleh karena itu, para lanjut usia merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kependudukan dan merupakan unsur penting dalam proses pembangunan ekonomi. Ada beberapa hal yang berkaitan dengan masalah ekonomi yaitu:

a. Kedudukan lanjut usia dalam pranata sosial/masyarakat b. Masalah perumahan dan transportasi

c. Kedudukan lanjut usia dalam keluarga d. Jaminan hari tua atau jaminan sosial e. Penyaluran kegiatan bagi lanjut usia


(4)

2.4. Landasan Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka tersebut diatas status kesehatan pada lanjut usia dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu, faktor dari dalam tubuh individu (endogenic aging) dan faktor dari luar individu (exogenic aging).

1. Endogenic aging, terjadi dari dalam tubuh idividu yang secara alami tubuh akan mengalami kemunduran terus menerus. Proses ini terjadi seperti jam yang terus berputar.

2. Exogenic aging, yaitu lingkungan (environment) dimana seseorang hidup dan faktor sosio budaya yang disebut dengan gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging lebih dikenal dengan faktor resiko, Faktor-faktor exogenic ini yaitu lingkungan dan gaya hidup. Faktor-faktor endogenic aging dan exogenic aging ini sulit untuk dipisahkan karena saling memengaruhi dengan erat. Bila faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya makan orang tersebut akan lebih cepat meninggal dunia (Darmojo, 1999).

Menurut Belloc & Breslow (1972), yang termasuk gaya hidup sehat adalah: 1. Pola makan yang baik

2. Aktivitas fisik 3. Olahraga

4. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari 5. Tidak merokok

6. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003)

Maka dalam penelitian ini dengan berbagai pertimbangan bahwa variabel yang diambil harus dapat diukur dan sesuai dengan kepustakaan yang ada menurut


(5)

peneliti yang menjadi variabel diambil hanya variabel gaya hidup yang terdapat pada exogenic aging yaitu: (pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok). Jika kesehatan lanjut usia akan diperbaiki dengan membantu lanjut usia mengubah gaya hidupnya, maka kegiatan yang dilakukan bukan hanya ditujukan terhadap lanjut usia saja namun juga pada kondisi sosial dan kondisi kehidupan yang membuat lanjut usia dapat mempertahankan gaya hidupnya tersebut.

2.5. Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah. Susunan makanan lanjut usia harus mengandung semua unsur gizi yaitu karbohidrat, protein, lemak, mineral, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan serta seimbang dalam komposisinya. Pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat.

Gaya Hidup - Pola Makan - Aktifitas fisik - Kebiasaan Istirahat - Riwayat merokok


(6)

Aktifitas fisik yang berhubungan dengan kesehatan akan mempengaruhi kemampuan tubuh untuk berfungsi secara baik, usia bertambah tingkat jasmani akan turun. Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat lanjut usia kemampuan akan turun antara 30-50%. Oleh karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit.

Kebiasaan istirahat atau pola tidur lanjut usia dapat berubah yang terkadang mengganggu kenyamanan anggota keluarga yang lain yang tinggal serumah. Perubahan pola tidur dapat berupa tidak bisa tidur sepanjang malam dan sering terbangun pada malam hari. Tidur terlalu lama, akan cenderung mengganggu kesehatan. Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan.

Merokok dapat mengganggu kerja paru-paru yang normal, karena Hemoglobin lebih mudah membawa Karbondioksida daripada membawa Oksigen. Jika terdapat Karbondioksida dalam paru-paru, maka akan dibawa oleh Hemoglobin sehingga tubuh memperoleh oksigen yang kurang dari biasanya.