BAB X - DOCRPIJM 1501229930Bab 10 Aspek Kelembagaan Kab Gunungkidul

ASPEK KELEMBAGAAN

BAB X ASPEK KELEMBAGAAN KABUPATEN GUNUNGKIDUL

10.1 Arahan Kebijakan Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Beberapa kebijakan berikut merupakan landasan hukum dalam pengembangan dan peningkatan kapasitas kelembagaan RPIJM pada pemerintahan kabupaten/kota.

  1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Dalam UU 32/2004 disebutkan bahwa Pemerintah Daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan menjalankan otonomi seluas-luasnya, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Untuk membantu Kepala Daerah dalam melaksanakan otonomi, maka dibentuklah organisasi perangkat daerah yang ditetapkan melalui Pemerintah Daerah.

  Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan pemerintahan harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor kemampuan keuangan, kebutuhan daerah, cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani, dan sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu, kebutuhan akan organisasi perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

  2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan PP tersebut mencantumkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, dan pemerintah berkewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap pemerintah kabupaten/kota. PP 38/2007 ini juga memberikan kewenangan yang lebih besar kepada Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melaksanakan pembangunan di Bidang Cipta Karya. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 7 Bab III, yang berbunyi “(1) Urusan wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota, berkaitan dengan pelayanan dasar.(2) Urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: antara lainnya adalah bidang pekerjaan umum”.

  Dari pasal tersebut, ditetapkan bahwa bidang pekerjaan umum merupakan bidang wajib yang menjadi urusan pemerintah daerah, sehingga penyusunan RPIJM sebagai salah satu perangkat pembangunan daerah perlu melibatkan Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.

ASPEK KELEMBAGAAN

  3. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 2007 tentang Organisasi Daerah Berdasarkan PP 41 tahun 2007, bidang PU meliputi bidang Bina Marga, Pengairan, Cipta Karya dan Penataan Ruang.

  Bidang PU merupakan perumpunan urusan yang diwadahi dalam bentuk dinas. Dinas ditetapkan terdiri dari 1 sekretariat dan paling banyak 4 bidang, dengan sekretariat terdiri dari 3 subbagian dan masing-masing bidang terdiri dari paling banyak 3 seksi.

  4. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang RPJMN 2010-2014 Dalam Buku II Bab VIII Perpres ini dijabarkan tentang upaya untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi diperlukan adanya upaya penataan kelembagaan dan ketalalaksanaan, peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur, pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi, penyempurnaan sistem perencanaan dan penganggaran, serta pengembangan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dan aparaturnya.

  Untuk mendukung penataan kelembagaan, secara beriringan telah ditempuh upaya untuk memperkuat aspek ketatalaksanaan di lingkungan instansi pemerintah, seperti perbaikan standar operasi dan prosedur (SOP) dan penerapan e-government di berbagai instansi. Sejalan dengan pengembangan manajemen kinerja di lingkungan instansi pemerintah, seluruh instansi pusat dan daerah diharapkan secara bertahap dalam memperbaiki sistem ketatalaksanaan dengan menyiapkan perangkat SOP, mekanisme kerja yang lebih efisien dan efektif, dan mendukung upaya peningkatan akuntabilitas kinerja.

  5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 Tindak lanjut dari Peraturan Presiden ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 30 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengusulan, Penetapan, dan Pembinaan Reformasi Birokrasi pada Pemerintah Daerah. Berdasarkan peraturan menteri ini, reformasi birokrasi pada pemerintah daerah dilaksanakan mulai tahun 2012, dengan dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan sesuai dengan kemampuan pemerintah daerah. Permen ini memberikan panduan dan kejelasan mengenai mekanisme serta prosedur dalam rangka pengusulan, penetapan, dan pembinaan pelaksanaan reformasi birokrasi pemerintah daerah.

  Upaya pembenahan birokrasi di lingkungan Direktorat Jenderal Cipta Karya telah dimulai sejak tahun 2005. Pembenahan yang dilakukan adalah menyangkut 3 (tiga) pilar birokrasi, yaitu kelembagaan, ketatalaksanaan, dan Sumber Daya Manusia (SDM). Untuk mendukung tercapainya good governance, maka perlu dilanjutkan dan disesuaikan dengan program reformasi birokrasi pemerintah, yang terdiri dari sembilan program, yaitu:

ASPEK KELEMBAGAAN

  1. Program Manajemen Perubahan, meliputi: penyusunan strategi manajemen perubahan dan strategi komunikasi K/L dan Pemda, sosialisasi dan internalisasi manajemen perubahan dalam rangka reformasi birokrasi;

  2. Program Penataan Peraturan Perundang-undangan, meliputi: penataan berbagai peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan oleh K/L dan Pemda;

  3. Program Penguatan dan Penataan Organisasi, meliputi: restrukturisasi tugas dan fungsi unit kerja, serta penguatan unit kerja yang menangani organisasi, tata laksana, pelayanan publik, kepagawaian dan diklat;

  4. Penataan Tatalaksana, meliputi: penyusunan SOP penyelenggaraan tugas dan fungsi, serta pembangunan dan pengembangan e-government;

  5. Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur, meliputi: penataan sistem rekrutmen pegawai, analisis dan evaluasi jabatan, penyusunan standar kompetensi jabatan, asesmen individiu berdasarkan kompetensi;

  6. Penguatan Pengawasan, meliputi: penerapan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) dan Peningkatan peran Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP);

  7. Penguatan Akuntabilitas, meliputi: penguatan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, pengembangan sistem manajemen kinerja organisasi dan penyusunan Indikator Kinerja Utama (IKU);

  8. Penguatan Pelayanan Publik, meliputi: penerapan standar pelayanan pada unit kerja masing-masing, penerapan SPM pada Kab/Kota.

  9. Monitoring, Evaluasi, dan Pelaporan.

10.2 Kondisi Kelembagaan Saat Ini

  Bagian ini menguraikan secara sistematis tentang kondisi eksisting kelembagaan pemerintah Kabupaten Gunung Kidul yang menangani bidang Cipta Karya.

10.2.1 Kondisi Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Dinas yang terkait langsung dengan keciptakaryaan di tingkat kabupaten adalah DPU (Dinas Pekerjaan Umum). Adapun untuk menilai atau melihat kapasitas kelembagaan dapat digunakan indikator SDM-nya atau dari pegawai yang bekerja di DPU. Fungsi Dinas Pekerjaan Umum adalah sebagai berikut :

  1) Penyiapan bahan perumusan kebijakan umum di bidang pekerjaan umum 2) Perumusan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum 3) Pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan prasarana umum bidang bina marga, cipta karya, pengairan, prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan 4) Pengendalian teknis di bidang bina marga, cipta karya, pengairan, prasarana, dan sarana perkotaan dan perdesaan 5) Pengawasan dan pembinaan jasa konstruksi 6) Pengelolaan laboratorium, alat-alat berat, dan penerangan jalan umum 7) Pengelolaan kebersihan dan pertamanan 8) Penanganan bahaya kebakaran 9) Pelayanan perizinan

ASPEK KELEMBAGAAN

  10) Pengelolaan UPT 11) Pengelolaan ketatausahaan dinas

  Dalam instansi Dinas Pekerjaan Umum terdapat 4 unsur pokok jabatan yaitu Unsur Pimpinan; Unsur Pembantu ; Unsur Pelaksana dan Kelompok Jabatan Fungsional. Berikut ini adalah strukur organisasi Dinas Pekerjaan Umum secara terperinci.

  a. Kepala Dinas

  b. Bagian Tata Usaha terdiri dari : 1) Sub bagian umum 2) Sub bagian Keuangan 3) Sub bagian Kepegawaian

  c. Bidang Bina Program terdiri dari : 1) Seksi Pendataan dan Perencanaan 2) Seksi Monitoring, Evaluasi dan Laporan

  d. Bidang Bina Program terdiri dari : 1) Seksi Pembangunan dan Peningkatan Jalan 2) Seksi Pembangunan dan Penggantian Jembatan 3) Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

  e. Bidang Cipta Karya terdiri dari : 1) Seksi Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan 2) Seksi Perumahan dan Permukiman 3) Seksi Penyehatan Lingkungan

  f. Bidang Pengairan terdiri dari : 1) Seksi Pembangunan 2) Seksi Operasi dan Pemeliharaan 3) Seksi Bina Manfaat

  g. Unit Pelaksana Teknis meliputi : 1) UPT Kebersihan, Pertamanan, dan Pemadam Kebakaran 2) UPT Laboratorium, Peralatan Berat, & Pemeliharaan Penerangan JU

  h. Kelompok Jabatan Fungsional

ASPEK KELEMBAGAAN

  X - 5

Gambar 10.1 Strukrur Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Kab. Gunungkidul

  KEPALA KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL BIDANG BINA PROGRAM Seksi Pendataan dan Perencanaan

  Seksi Monitoring, Evaluasi, dan Laporan BIDANG BINA MARGA Seksi Pembangunan dan

  Peningkatan Jalan Seksi Pembangunan dan Penggantian Jembatan Seksi Pemeliharaan Jalan dan Jembatan

  BAGIAN TATA USAHA Subbagian Umum Subbagian Keuangan Subbagian Kepegawaian BIDANG CIPTA KARYA BIDANG PENGAIRAN

  Seksi Tata Perkotaan dan Tata Perdesaan Seksi Perumahan dan Permukiman

  Seksi Penyehatan Lingkungan Seksi Pembangunan Seksi Operasi dan Pemeliharaan

  UPT Laboratorium, Peralatan Berat, dan Pemeliharaan PJU Seksi Bina Manfaat UPT Kebersihan, Pertamanan, dan

  Pemadam Kebakaran Ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Gunung Kidul dalam menjalankan sistem organisasinya dirumuskan sebagai berikut ini : 1) Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Dinas, Kepala Bagian, Kepala Subbagian,

  Kepala Bidang, Kepala Seksi, Kepala Unit Pelaksana Teknis, dan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional merupakan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi dan simplifikasi baik intern maupun antar unit organisasi lainnya, sesuai dengan tugas pokok masing-masing

  2) Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Dinas Pekerjaan Umum bertanggungjawab memimpin dan mengkoordinasikan serta memberikan bimbingan dan petunjuk-petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahannya masing-masing

  3) Setiap pimpinan satuan organisasi dalam lingkungan Dinas Pekerjaan Umum bertanggungjawab kepada atasannya masing-masing serta menyampaikan laporan tepat pada waktunya

  4) Setiap bawahan di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum wajib mematuhi petunjuk, perintah dan bertanggungjawab kepada atasan serta wajib melaksanakan tugas yang diberikan oleh atasan

  5) Setiap bawahan dalam rangka menjamin kelancaran pelaksanaan tugas wajib memberikan saran dan pertimbangan kepada atasannya

10.2.2 Kondisi Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Sebagaimana ditetapkan dalam Program Reformasi Birokrasi, penataan tata laksana merupakan salah satu prioritas program untuk peningkatan kapasitas kelembagaan. Tata laksana organisasi yang perlu dikembangkan adalah menciptakan hubungan kerja antar perangkat daerah dengan menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dan kemitraan dalam melaksanakan beban kerja dan tanggung jawab bagi peningkatan produktifitas dan kinerja. Secara internal, keorganisasian urusan pemerintah bidang Cipta Karya, perlu mengembangkan hubungan fungsional sesuai dengan kompetensi dan kemandirian dalam melaksanakan tugas, fungsi dan wewenang untuk masing-masing bidang/seksi. Selanjutnya juga perlu dikembangkan hubungan kerja yang koordinatif baik antar bidang/seksi di dalam keorganisasian urusan Cipta Karya, maupun untuk hubungan kerja lintas dinas/bidang dalam rangka menghindari tumpang tindih atau duplikasi program dan kegiatan secara substansial dan menjamin keselarasan program dan kegiatan antar perangkat daerah. Dalam tabel berikut ditampilkan hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya.

  Tabel 10. 1 Hubungan Kerja Instansi Bidang Cipta Karya

  

No Instansi Peran Instansi dalam Pembangunan Unit/Bagian yang Menangani

Bidang CK Pembangunan Bidang CK

  1. Bappeda Kab.

  a. Bidang Sarana dan Prasarana Perumusan kebijakan teknis bidang Gunungkidul perencanaan pembangunan daerah; Wilayah b.

  Pelaksanaan tugas bidang perencanaan pembangunan daerah; c.

  Pembinaan perencanaan pembangunan daerah; d.

  Pengoordinasian perencanaan pembangunan daerah

  2. Dinas Pekerjaan

  a. Bidang Cipta Karya; Sekretaris Penyiapan bahan perumusan

Umum Kab. kebijakan umum di bidang pekerjaan Dinas Pekerjaan Umum

Gunungkidul umum b.

  Perumusan kebijakan teknis di bidang pekerjaan umum c.

  Pelaksanaan pembangunan dan pemeliharaan prasarana umum bidang bina marga, cipta karya, pengairan, prasarana dan sarana perkotaan dan perdesaan d. Pengendalian teknis di bidang bina marga, cipta karya, pengairan, prasarana, dan sarana perkotaan dan perdesaan e.

  Pengawasan dan pembinaan jasa konstruksi f.

  Pengelolaan laboratorium, alat-alat berat, dan penerangan jalan umum g.

  Pengelolaan kebersihan dan pertamanan h.

  Penanganan bahaya kebakaran i. Pelayanan perizinan

  Dalam pembangunan bidang Cipta Karya kedua lembaga ini sudah cukup tepat untuk mengawal pelaksanaan pembangunannya. Bappeda sebagai lembaga perencanaan daerah secara keseluruhan memiliki kemampuan mengarahkan pembangunan sesuai dengan arah pembangunan sesuai visi misi daerah. Sedangkan Dinas Pekerjaan Umum memiliki kemampuan secara teknis bagaimana pembangunan daerah tersebut dilaksanakan.

10.2.3 Kondisi Sumber Daya Manusi (SDM) Bidag Cipta Karya

  Dalam kaitannya dengan Reformasi Birokrasi, penataan sistem manajemen SDM aparatur merupakan program ke-5 dari Sembilan Program Reformasi Birokrasi, yang perlu ditingkatkan tidak hanya dari segi kuantitas tetapi juga kualitas. Ada dua lembaga yang akan dilihat kondisi SDM-nya yaitu Dinas Pekerjaan Umum serta Badan Perencaan Pembangunan Daerah. Berikut ini disampaikan data komposisi pegawai dalam unit kerja Bidang Cipta Karya.

  Tabel 10. 2 Komposisi Pegawawai dalam Unit Kerja Bidang Cipta Karya

  Unit Kerja Golongan Jenis Kelamin Latar Belakang Jabatan Pendidikan Fungsional Dinas Pekerjaan Umum Gol III : 2 orang Pria : 2 orang S1 : 2 orang - dan Perumahan Wanita : 0 Orang Kabupaten Gunungkidul Badan Perencanaan Gol III : 4 orang Pria : 4 orang S1 : 1 orang - Pembangunan Daerah Wanita : 0 Orang S2 : 3 orang Kabupatan Gunungkidul

10.3 Analisis Kelembagaan

  Dengan mengacu pada kondisi eksisting kelembagaan perangkat daerah, bagian ini menguraikan analisis permasalahan kelembagaan Pemerintah kabupaten/kota yang menangani bidang Cipta Karya

  10.3.1. Analisis Keorganisasian Bidang Cipta Karya

  Berdasarkan struktur organisasi, tugas dan fungsi organisasi sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku khususnya Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan, Kedudukan Dan Tugas Pokok Dinas Daerah. Namun demikian ada beberapa hal yang menjadi kendala dalam penyelenggaraan tupoksi kiciptakaryaan, diantaranya yaitu :

  a. Koordinasi antar lembaga yang belum dilakukan dengan efektif

  b. Belum tersedianya database keciptakaryaan yang terpadu dan mudah diakses

  c. Peningkatan pertumbuhan masalah yang harus ditangani

  d. Pertumbuhan kebutuhan pembiayaan

  e. Tuntutan publik terhadap ketersediaan infrastruktur cipta karya

  10.3.2. Analisis Ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya

  Mengenai ketatalaksanaan Bidang Cipta Karya, dalam penyusunan keorganisasian yang ada di Kabupaten Gunungkidul sudah mengacu pada ketentuan yang ada dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007. Peraturan Pemerintah tersebut juga diteruskan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Gunungkidul Nomor 10 Tahun 2008 Tentang Pembentukan, Susunan Organisasi, Kedudukan, dan Tugas Sekretariat Daerah dan Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam Perda ini dijelaskan secara jelas tentang tupoksi (tugas pokok dan fungsi) masing-masing dinas/unit kerja yang ada.

  10.3.3. Analisis Sumber Daya Manusia (SDM) Bidang Cipta Karya

  Analisis Sumber Daya Manusi (SDM) Bidang Cipta Karya menunjukkan adanya beberapa kendala diantaranya : a. Jumlah dan kualitas SDM keciptakaryaan yang belum mencukupi. Luasan daerah layanan dan banyaknya unit kegiatan membutuhkan penyesuaian jumlah dan kapasitas SDM. b. Terjadinya rolling pegawai (perpindahan) yang tidak diikuti dengan regenerasi. Hal ini menjadi kendala karena berpengaruh dalam terbentuknya koordinasi antar SDM.

10.3.4. Analisis SWOT Kelembagaan

  Berdasarkan kajian kelembagaan dapat dilihat bahwa dalam lingkup instansi keciptakaryaan masih diketemukan beberapa hal diantaranya : lemahnya koordinasi, kelembagaan, dan ketatalaksanaan. Perubahan paradigma pembangunan sejalan dengan semangat reformasi mengindikasikan bahwa dalam struktur organsasi dan ketatalaksanaan kelembagaan memerlukan beberapa langkah penyesuaian terkait dengan tata kepemerintahannya, peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan infrastruktur keciptakaryaan. Penguatan peran masyarakat, pemerintah daerah, dan swasta diperlukan dalam rangka memperluas dan memperkokoh basis sumber daya.

  Pada aspek institusi, lemahnya koordinasi antarinstansi dan antardaerah otonom telah menimbulkan pola pengelolaan kecitakaryaan yang kurang efisien, bahkan tidak jarang saling berbenturan. Pada sisi lain, kesadaran dan partisipasi masyarakat, sebagai salah satu prasyarat terjaminnya keberlanjutan pola pengelolaan keciptakaryaan, masih belum mencapai tingkat yang diharapkan karena masih terbatasnya kesempatan dan kemampuan. Sasaran pembangunan dan pengelolaan bidang keciptakaryaan berorientasi pada tersedianya pelayanan kepada publik bidang keciptakaryaan sesuai dengan standar pelayanan minimal. Selanjutnya dengan terpenuhinya pelayanan minimal kepada publik akan mendorong peningkatan produktivitas sektor-sektor ekonomi yang menggunakan infrastruktur keciptakaryaan sebagai salah satu sarana pendukung faktor produksinya. Sasaran kedua adalah meningkatnya partisipasi swasta yang antara lain dalam bentuk investasi dalam pembangunan dan pengelolaan infrastruktur di kabupaten/kota.

  Berbagai maslaah yang ditemukan terkait dnegan aspek kelembagaan adalah: 1) Kapasitas lembaga belum dapat sepenuhnya menangani program yang diperlukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi, khususnya untuk pengadaan air minum dan pengelolaan sampah. 2) Rendahnya peran swasta dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur, baik dari sudut pandang pengadaan maupun pengembangannya.

  3) Belum terpenuhinya kebutuhan sumber daya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas. 4) Masih kurangnya prasarana fisik, meliputi masalah-masalah kurangnya kualitas dan kuantitas sarana prasarana.

  Untuk menemukan berbagai program yang perlu dilakukan, maka dilakukan analsiis SWOT seperti dalam tabel berikut.

  Tabel 10. 3 Analisis SWOT Kelembagaan Bidang Cipta Karya

  Kekuatan (S) Kelemahan (W) Internal 1.

  1. Visi dan misi daerah Jumlah dan kualitas SDM 2.

  2. Ketersediaan dokumen Keterbatasan dana APBD perencanaan Kabupaten

  3.

  3. Kemitraan pemerintah, swasta dan Koordinasi antar lembaga Eksternal masyarakat 4.

  Keterbatasan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana utk pengadaan air dan sampah

  5. Penurunan public saving

Peluang (O) Strategi S-O Strategi W-O

  1. Pelaksanaan otonomi daerah

  

1. Kemitraan pemerintah dengan

  1. Peningkatan kapasitas 2. swasta maupun dengan kelembagaan Ketersediaan DAK dn dana dari provinsi masyarakat dalam investasi

  2. Penguatan lembaga untuk 3. bidang CK peningkatan partisipasi swasta Pertumbuhan ekonomi daerah yangs emakin tinggi

  2. dan penilaian dan masyarakat Perencanaan 4. (valuation) pembiayaan investasi 3.

  Perkembangan aktivitas ekonomi Kerjasama pemerintah dan

dan bisnis dari sumber-sumber pemerintah, swasta untuk penyediaan air

5. swasta dan masyarakat bersih dan pengelolaan sampah

Pertumbuhan penduduk

  4. Pernguatan UPTD untuk manajemen aset dan monitoring & evaluasi infrastruktur Cipta Karya

  

Ancaman (T) Strategi S-T Strategi W-T

1.

  1.

  1. Peningkatan pertumbuhan masalah Optimalisasi dan peningkatan Peningkatan Sumber Daya

yang harus ditangani efektivitas pelaksanaan fungsi Manusia, baik secara kualitas

  2. Kenaikan harga barang kebutuhan organisasi maupun kuantitas untuk sarana cipta karya 2. pengembangan kemitraan

Identifikasi dan evaluasi kelayakan

  3. investasi bidang CK yang dibiayai pemerintah, swasta dan Pertumbuhan kebutuhan pembiayaan infrastruktur dari danan selain APBD masyarakat

4. Tuntutan publik terhadap Kabupaten

  2. Pengembangan kelembagaan ketersediaan infrastruktur cipta 3. untuk penyediaan air bersih dan Peningkatan kapasitas karya kelembagaan untuk mencari pengelolaan sampah

sumber pembiayaan di luar APBD

  3. Peningkatan sarana dan prasarana kabupaten untuk penyediaan air bersih dan pengelolaan sampah

  Kemitraan pada hakikatnya merupakan wujud yang ideal dalam peranserta masyarakat dalam pembangunan. Kemitraan didasari atas hubungan antarpelaku yang bertumpu pada ikatan usaha yang saling menunjang dan saling menguntungkan, serta saling menghidupi berdasarkan asas kesetaraan dan kebersamaan. Setiap pelaku usaha memiliki potensi, kemampuan dan keistimewaan sendiri, walaupun berbeda ukuran, jenis, sifat, dan tempat usahanya. Setiap pelaku usaha juga memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dengan kelebihan dan kekurangan itu timbul kebutuhan kerjasama dan kemitraan. Dengan demikian, kelebihan-kelebihan akan dilipatgandakan dengan memaksimalkan manfaat yang mungkin diperoleh. Sedangkan kekurangan-kekurangan dapat diusahakan untuk dikurangi, atau bahkan dihilangkan sama sekali, dengan kerjasama yang saling menutupinya.

  Pengembangan kemitraan dalam pembangunan dapat mencakup dua pola dasar, yaitu pertama, dalam bentuk peran serta swasta dan masyarakat dalam pembangunan yang sifatnya memberikan lebih banyak peluang untuk berpartisipasi pada kegiatan yang semula merupakan tugas pemerintah. Atau dengan kata lain, pemerintah memberi ijin pemanfaatan aset milik pemerintah (konsesi)kepada pihak swasta dan masyarakat untuk digunakan dalam jangka waktu tertentu guna melakukan tugas-tugas pelayanan umum. Kedua, kerjasama kemitraan antara masyarakat, swasta dan pemerintah melalui pengembangan formula pembagian modal kerja yang menjadi tanggung jawab masing-masing pihak. Dalam rangka ini dikembangkan pola -pola kerjasama kemitraan yang mencakup pembagian keuntungan dan sekaligus juga risikonya.

  Untuk mewujudkan kemitraan dalam bentuk-bentuk tersebut, perlu kesepakatan dalam persepsi kemitraan antara swasta maupun pemerintah. Swasta tidak hanya mempertimbangkan aspek keuntungan ekonomi jangka pendek saja, apalagi yang bersikap spekulatif, tetapi sudah harus memperhatikan kesinambungan pembangunan, atau lebih mengkonseptualisasikan pemikiran investasi yang berwawasan jangka panjang. Dalam hal ini, pihak-pihak yang terlibat tentu harus memiliki tanggung jawab karena kemitraan bukanlah bertepuk sebelah tangan. Meskipun semua pihak memiliki tanggung jawab, pemerintah tetap harus mengambil prakarsa paling tidak untuk menciptakan iklim yang merangsang bagi usaha kemitraan, antara lain dengan:

1) Mengembangkan kebijaksanaan dan strategi pembangunan yang jelas, yang

  tercermin baik pada tujuan, arahan maupun indikator-indikator kebijaksanaan (policy indicators). 2) Menetapkan prioritas pembangunan yang realistis dan diikuti oleh semua pihak, baik pemerintah maupun dunia usaha dan masyarakat. Untuk itu perlu kesepakatan di antara berbagai pelaku pembangunan ini, dan karena itu perlu ada dialog-dialog. 3) Memantapkan mekanisme komunikasi yang lancar dan transparan. Transparansi erat kaitannya dengan tingkat partisipasi dan oleh karena itu, sejak pada tahap awal mekanisme kemitraan yang transparan harus dikembangkan dan dimantapkan. 4) Mengembangkan pilihan-pilihan atas pola-pola kemitraan yang dapat mencakup kepentingan-kepentingan yang ada di berbagai lapisan dan golongan masyarakat, sehingga masyarakat dapat berperanserta seluas-luasnya dalam kemitraan pembangunan. 5) Menyiapkan rencana pengembangan kemitraan yang mencakup rencana investasi pemerintah, swasta dan masyarakat sebagai bagian dari pembangunan nasional. 6) Menyiapkan kerangka peraturan dan arahan serta pedoman yang dapat menjadi acuan terutama bagi swasta dan masyarakat dan juga menjamin kepastian usaha.

  Secara potensial ada peluang-peluang yang terbuka lebar untuk menumbuhkembangkan kemitraan yang saling menguntungkan dalam pembangunan nasional, khususnya dalam pembangunan perkotaan. Potensi dan peluang yang besar ini terutama disebabkan oleh makin meningkatnya kemampuan masyarakat di perkotaan untuk memperoleh pelayanan perkotaan yang makin berkualitas dengan sistem penyediaan yang lebih baik. Kemampuan masyarakat saat ini sangat berkembang, terutama untuk membayar pelayanan yang lebih baik tersebut memberi landasan keekonomian yang kuat bagi pengembangan kemitraan dalam penyediaan pelayanan prasarana dan sarana yang tersedia.

  Di kabupaten/kota, kegiatan yang digerakkan oleh swasta dan masyarakat mencapai sekitar 60-70 persen. Saat ini pihak swasta telah melaksanakan kegiatan pembangunan dalam berbagai sektor, dalam skala mikro maupun makro serta secara mandiri maupun bermitra dengan pemerintah. Peran swasta itu dapat diperkirakan akan terus meningkat. Selama ini kemitraan telah berkembang dalam prasarana ekonomi yang kelayakannya tinggi, seperti jalan tol, listrik, telepon. Namun, khusus di kota-kota megapolitan, metropolitan, dan kota- kota besar lainnya, peluang kemitraan dalam penyediaan air bersih, prasarana dan sarana penyehatan lingkungan, persampahan, jalan kota, rumah sakit, sekolah-sekolah unggulan, dan prasarana serta sarana sosial lainnya terbuka cukup lebar.

  Kemitraan adalah pola yang sesuai dengan prinsip-prinsip partisipasi masyarakat yang seluas-luasnya yang ingin kita dorong dalam perekonomian dan pembangunan. Kemitraan juga dapat memberi pemecahan atas dilema efisiensi dan pemerataan kesempatan, karena efisiensi tidak mengharuskan pemusatan kekuatan ekonomi pada kelompok tertentu. Kemitraan merupakan jawaban terhadap monopoli yang dalam sistem ekonomi pasar dan liberal menjadi penyakit yang senantiasa menjadi masalah bagi negara yang menganut paham itu. Kemitraan haruslah didorong tidak saja antara peme rintah dengan usaha besar, tetapi juga dengan usaha kecil dan koperasi, serta antara usaha swasta besar, menengah dan kecil. Dengan demikian kemitraan adalah usaha yang tepat dan tidak bertentangan dengan prisip-prinsip ekonomi yang mendasar, dalam membangun ekonomi yang berda sarkan demokrasi.

10.4 Rencana Pengembangan Kelembagaan

  Berdasarkan strategi yang dirumuskan dalam analisis SWOT sebelumnya, maka dapat dirumuskan tiga kelompok strategi meliputi strategi pengembangan organisasi, strategi pengembangan tata laksana, dan strategi pengembangan sumber daya manusia. Berdasarkan strategi-strategi tersebut, dapat dikembangkan rencana pengembangan kelembagaan di daerah seperti dijelaskan sebagai berikut ini.

10.4.1. Rencana Pengembangan Keorganisasian

  Rencana pengembangan Keorganisasian sebagaimana hasil analisis dan evaluasi tugas dan fungsi satuan organisasi dapat diupayakan dengan : 1) Optimalisasi dan peningkatan efektivitas pelaksanaan fungsi organisasi pelaksana pembangunan bidang cipta karya 2) Peningkatan kapasitas kelembagaan dalam menentukan social cost and benefit sharing untuk pembangunan infrastruktur bidang cipta karya 3) Penguatan lembaga untuk peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan cipta karya

  4) Penguatan UPTD untuk manajemen aset dan monitoring & evaluasi infrastruktur Cipta Karya

  5) Menyusun tupoksi sesuai dengan analisis jabatan dan beban kerja dalam rangka mendayagunakan dan meningkatkan kapasitas kelembagaan satuan organisasi di masing-masing unit kerja di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya bidang Cipta Karya

  10.4.2. Rencana Pengembangan Ketatalaksanaan

  Rencana pengembangan ketatalaksanaan sebagai analisis SWOT yang dilakukan, dapat diupayakan dengan : 1) Pembentukan lembaga yang menangani program-program kemitraan pemerintah dengan swasta maupun dengan masyarakat dalam pembangunan bidang cipta karya

  2) Peningkatan kemampuan dalam perencanaan dan penilaian (valuation) pembiayaan investasi dari sumber-sumber pemerintah, swasta dan masyarakat 3) Peningkatan prasarana dan sarana kerja pendukung pembangunan bidang cipta karya, khususnya untuk pengadaan alat pengelolaan sampah dan drainase 4) Peningkatan efektivitas ketatalaksanan penyelenggaraan pembangunan bidang cipta karya 5) Peningkatan kualitas prasarana dan sarana kerja pendukung pembangunan bidang cipta karya 6) Kerjasama pemerintah swasta untuk pengadaan rumah sehat 7) Pembagian kerja dan program yang jelas antar unit dalam instansi ataupun lintas instansi di lingkungan Pemerintah Daerah, khususnya di bidang Cipta Karya

  10.4.3. Rencana Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM)

  Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam lembaga pembangunan bidang cipta karya melalui perencanaan karier setiap pegawai sesuai dengan kompetensi individu dan kebutuhan organisasi. Perencanaan pegawai dilakukan dengan mengacu pada analisis jabatan yang terintegrasi sesuai dengan kebutuhan organisasi. Selain itu, rencana pengembangan SDM dapat dilakukan dengan peningkatan jenjang pendidikan serta mendukung pembinaan kapasitas pegawai melalui pelatihan. Sesuai dengan lingkup kegiatan bidang Cipta Karya, dalam rangka peningkatan kualitas SDM terdapat beberapa pelatihan yang diadakan oleh Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PU yang dapat dilaksanakan antara lain.

  1. Bimbingan Teknis Pengelolaan Bangunan Gedung dan Rumah Negara Pusat, Barat dan Timur serta sertifikasi Pengelola Teknis

  2. Bimbingan Teknis Penyelenggaraan Bangunan Gedung Negara

  3. Bimbingan Teknis Pengelolaan Rumah Negara Golongan III

  4. Training of Trainers (TOT) Bidang Penyelenggaraan Penataan Bangunan dan Lingkungan

  5. Training of Trainers (TOT) Sosialisasi Peraturan Perundangan-undangan Bangunan Gedung dan Lingkungan

  6. Pelatihan Pengadaan Barang dan Jasa Dit. PBL

  7. Peningkatan Kapasitas SDM Dit. PBL bekerjasama dengan Pusat Pembinaan Kompetensi dan Pelatihan Konstruksi

  8. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Keprotokolan

  9. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan dalam Bidang Tata Persuratan

  10. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Pemeliharaan dan Pengamanan Infrastruktur Publik Bidang Cipta Karya

  11. Pembinaan Teknis Peningkatan Kemampuan Aparatur Negara dalam Tanggap Darurat Bencana

  12. Pembinaan Teknis Percepatan Proses Hibah/Alih Status Barang Milik Negara

  13. Pembinaan Teknis Penerapan Aplikasi SIMAK BMN

  14. Pembinaan Teknis Pengembangan Kompetensi Pegawai

  15. Pembinaan Teknis Pemetaan Kompetensi Pegawai

  16. Diklat Pejabat Inti Satker (PIS)

  17. Diklat Jabatan Fungsional

  Contents