PROSES PERCERAIAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI-AD) (Studi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-2012) - Test Repository

INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI-AD) (Studi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun

  

2010-2012)

SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Kewajiban dan Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam Dalam Ilmu Syari’ah Oleh : TRI YUNIANTO 21209004 JURUSAN SYARI’AH PROGRAM STUDI AHWAL AS – SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

SKRIPSI PROSES PERCERAIAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDINESIA ANGKATAN DARAT (TNI-AD) (Studi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-2012) Disusun Oleh TRI YUNIANTO 21209004 Telah dipertahankan di depan Panitia Dewan Penguji Skripsi Jurusan Syari’ah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, pada tanggal 5 Maret 2014 dan telah dinyatakan memenuhi syarat guna memperoleh gelar Sarjana S1 Kependidikan Hukum Islam

  Susunan Panitia Penguji Ketua Penguji : Dra. Siti Zumrotun, M.Ag.

  ___________________ Sekretaris Penguji : Illya Muchsin, S.HI, M.Si. ___________________ Penguji I : Drs. Badwan, M.Ag ___________________

  Penguji II : Farkhani, S.HI, SH, M.H ___________________

Penguji III : Evi Ariyani, S.H, M.H.

  ___________________ Salatiga, 05 Maret 2014 Ketua STAIN Salatiga Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd.

  Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudara: Nama : Tri Yunianto NIM : 21209004 Jurusan : Syari’ah Program Studi : Al-ahwal Al-syaksyyiah Judul : PROSES PERCERAIAN ANGGOTA TNI-AD (Studi

  Kasus di Korem 073/Mkt Salatiga Tahun 2010-2012) Telah kami setujui untuk dimunaqosahkan.

  Salatiga, 05 Maret 2014 Pembimbing Evi Ariyani, M.H.

  NIP. 19731117 200003 2 002

  KEMENTERIAN AGAMA RI SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAIN) SALATIGA Jl. Stadion 03 TELP 0298323433 Salatiga 50721 Website: Email administrasi @ stainsalatiga.ac.id

  DEKLARASI Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Tri Yunianto NIM : 21209004 Jurusan / Prodi : Syari’ah / ahwal Al-Syahkhsiyyah

  Judul : Proses Perceraian Anggota TNI-AD ( Stadi Kasus di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-2012) Menyatakan bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau pernah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satupun pikiran-pikiran orang lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan rujukan.

  Apabila dikemudian hari ternyata terdapat materi atau pikiran-pikiran orang lain di luar referensi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup mempertanggung jawabkan keaslian skripsi ini dihadapan sidang munaqasyah skripsi.

  Demikian deklarasi ini dibuat oleh penulis untuk dapat dimaklumi.

  Salatiga, 05 Maret 2014 Yang menyatakan

  NIM : 212091004

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

  “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain” “Apa yang kita dapat tergantung sejauh mana yang kita perbuat” PERSEMBAHAN:

  Skripsi ini saya persembahkan kepada : 1. Bapak dan Ibu saya tercinta , yang telah memberikan do’a restunya.

  

2. Istri dan anak-anakku yang secara sabar dan ihlas telah mendukungku untuk maju

dalam menuntut ilmu.

  3. Kakak-kakak dan adikku yang telah mendorong dan memberi semangat.

  4. Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku di Korem 073/Mkt yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

  

5. Bapak dan Ibu Dosen Al-ahwal asyakhsiyyah, yang begitu sabar dalam mengajar dan

membimbingku.

  

6. Teman-temanku NON REGULER 2009,M. Fatwa, A. Kurniawan, Anif Latifah, Pujo

Wasono, Uswatun Hasanah, Syamsul Bahri, Raichan Rofi’I, Eka Jayanti, Muliyah, Salim , semoga sukses selalu !!!

ABSTRAK

  Yunianto.Tri 2014. Proses Perceraian Anggota TNI-AD (Studi Kasus di Korem

  073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-2012 ) Skripsi. Jurusan Syari’ah.

  Program Studi Ahwal al-Syakhsiyyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Evi Ariyani, M.H.

  Kata Kunci : Proses Perceraian, Studi Kasus.

  Skripsi ini membahas tentang hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis tentang tata cara atau proses pengajuan ijin cerai di lingkungan TNI-AD beserta persyaratan dan landasan hukumnya, para pimpinan yang berhak memberikan ijin cerai kepada anggota TNI-AD, kebijakan Danrem 073/Mkt dan praktek perceraian anggota Korem 073/Mkt yang menyimpang dari hukum dan peraturan.

  Ketertarikan penulis terhadap penelitian ini bermula ketika penulis melihat adanya beberapa kebijakan Danrem 073/Mkt yang saling bertolak belakang bahkan ada yang tidak sesuai dengan hukum dan peraturan. Hal ini disebabkan oleh sering adanya pergantian pejabat yang memiliki latar belakang yang berbeda baik secara sosiologis, relegius maupun edukatif. Juga adanya beberapa tindakan prajurit/istri prajurit yang menyimpang dari peraturan yang ada.

  Dikarenakan penelitian ini merupakan penelitian kwalitatif , maka peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut: mengadakan pengamatan dan observasi terhadap lokasi yang hendak diteliti yaitu di Korem 073/Mkt serta melakukan wawancara dengan berbagai fihak yang berkompeten dan bisa memberikan keterangn yang penulis butuhkan tentang kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan masalah perceraian serta tindakan prajurit/istri prajurit yang menyimpang dari hukum dan peraturan. Setelah itu penulis mengadakan pengamatan terhadap buku-buku dan dokumen baik yang berada di kantor Bintalrem maupun yang berada di perpustakaan terutama yang berkaitan dengan masalah perceraian.

  Dari hasil penelitian ini penulis mendapati :

  1. Adanya satu kebijakan Danrem 073/Mkt terkait masalah perceraian yang terlalu longgar sehingga tekesan tidak ada usaha untuk merukunkan atau menyelesaikan permasalahan anggotanya, bahkan bertentangaan dengan Peraturan Panglima TNI No. 11 tahun 2007 pasal 10 dan 11.

  2. Adanya dua kebijakan Danrem 073/Mkt yang terlalu ketat, sehingga terkesan memaksakan kehendak, walaupun sudah jatuh talak tiga bahkan sudah terbit akte cerai dari PA, Danrem 073/Mkt masih berusaha untuk mendamaikan keduanya . Hal ini bertentangan dengan Al-

  Qur’an Surat al- Baqarah 229-230.

  3. Adanya dua tindakan istri prajurit yang mengajukan gugatan perceraian langsung ke PA, hal ini menimbulkan kesan bahwa yang bersangkutan tidak

KATA PENGANTAR

  Alhamdulillah Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini.

  Shalawat dan salam selalu tercurah kepada nabi besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan pengikut beliau pada sampai akhir zaman.

  Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih banyak kekurangan, untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk sempurnanya penelitian ini.

  Keberhasilan penyusunan penelitian ini, selain atas ridho dari Allah SWT, juga tak lepas dari bantuan, dorongan, dan bimbingan dari semua pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

  1. Bapak Dr. Imam Sutomo, M.Pd., selaku ketua STAIN Salatiga.

  2. Bapak Mubasirun, M.Ag., selaku ketua jurusan STAIN Salatiga.

  3. Bapak Illya Muhsin, M.Si., selaku ketua Progdi studi al-Ahwal al- Syakhsiyyah STAIN Salatiga.

  4. Ibu Evi Ariyani, M.H selaku dosen pembimbing dalam penulisan skripsi ini.

  6. Para dosen serta karyawan STAIN Salatiga yang telah memberikan jalan ilmu dan pelayanan.

  7. Komandan dan para pimpinan serta teman-temanku di Korem 073/Mkt yang telah mendukung dan mentolerir aktifitasku.

  8. Teman-teman sekelasku non-reguler angkatan 2009 yang telah menjadi inspirator, motivator dan penyemangat.

  Ilallahi nasyku ana fina maruman nantahi bihi ila husnil khitam Penulis

DAFTAR ISI

  

HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... i

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... ii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................................... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................. iv

DEKLARASI ................................................................................................................... v

ABSTRAK ...................................................................................................................... vi

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... viii

DAFTAR ISI ................................................................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN ..............................................................................................

  1 A. Latar Belakang Masalah ......................................................................

  1 B. Rumusan Masalah ...............................................................................

  5 C. Tujuan Penelitian .................................................................................

  5 D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian ......................................................

  6 E. Penegasan Istilah .................................................................................

  6 F. Telaah Pustaka .....................................................................................

  8 G. Kerangka Teoritik ................................................................................

  8 H. Metode Penelitian ................................................................................

  12 I. Sistematika Penulisan ..........................................................................

  14 BAB II. TINJAUAN UMUM PERCERAIAN .................................................................

  17 A. Perceraian Menurut Fiqh .....................................................................

  17 B. Perceraian Menurut UU Perkawinan dan KHI ....................................

  29 C. Perceraian menurut Peraturan Panglima TNI Nomor 11 Tahun 2007 dan Skep KASAD Nomor 491 Tahun 2006. .......................................

  36

BAB III. PROSES PERCERAIAN ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI-AD) (Studi Kasus Di Korem 073/Makutarama Salatiga Tahun 2010-2012) ..............

  41 A. Gambaran Umum Korem 073/Makutarama ........................................

  41 B. Tata cara Perceraian di Lingkungan TNI-AD .....................................

  54 C. Pejabat yang Berwenang Memberikan Ijin Cerai. ..............................

  61 D. Kebijakan Danrem 073/Makutarama terkait Masalah Perceraian Anggota Korem 073/Makutarama. ......................................................

  62 E. Praktek Perceraian Anggota Korem 073/Makutarama yang Menyimpang dari Peraturan. ...............................................................

  66 BAB IV. ANALISIS TERHADAP KEBIJAKAN DANREM 073/ MAKUTARAMA DAN ANALISIS TERHADAP PRAKTEK PERCERAIAN ANGGOTA KOREM 073/MAKUTARAMA YANG MENYIMPANG DARI PERATURAN ....................................................

  68 A. Analisis Terhadap Kebijakan-Kebijakan Danrem 073/ Makutarama .............................................................................................................

  71 B. Analisis Tentang Praktek Perceraian Anggota Korem 073 / Makutarama yang Menyimpang dari Peraturan dan akibat yang ditimbulkannya. ...................................................................................

  77 BAB V. PENUTUP ..................................................................................................

  78 A. Kesimpulan ..........................................................................................

  78 B. Saran ....................................................................................................

  80 DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................

  82 RIWAYAT HIDUP ............................................................................................

  84

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata “TENTARA” merupakan sebuah kata yang mengandung

  berbagai macam makna. Ada yang memaknai tentara sebagai sebuah institusi yang tegas, teratur dan berdisiplin tinggi, ada juga yang memandang tentara sebagai organisasi yang otoriter, keras dan kaku, ada yang sangat extrim memaknai tentara sebagai alat kekuasaan negara yang siap menjadi mesin pembunuh bagi musuh negara. Tapi apapun pandangan orang tentang arti dan makna tentara, yang jelas tentara dalah tentara.

  Tentara terdiri dari tiga suku kata dan dari masing-masing suku kata itu mengandung satu kata, jadi didalamnya terkandung tiga kata, yaitu tenar tapi sengsara. Hal ini memberikan gambaran bahwa segala macam tugas yang diemban oleh tentara selalu berhadapan dengan sengsara/derita/ keprihatinan, sebagai contoh penugasan tentara di daerah rawan/konflik seperti di Aceh, Ambon, Papua, Timor-Timur, yang kesemuanya mengandung derita/sengsara, harus berpisah dan jauh dari keluarga, makan tidur dengan sarana seadanya, dan sebagainya. Juga memberikan kesadaran bahwa untuk mencapai ketenaran harus melalui penderitaan, kesuksesan hanya dapat dicapai dengan perjuangan yang membutuhkan pengorbanan baik waktu, tenaga, harta bahkan nyawa.

  Agar tentara dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, benar dan terarah maka segala kegiatan dan aktifitasnya didasarkan pada aturan, mulai bangun tidur sampai tidur lagi bahkan dalam tidurpun setiap anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI) mulai dari tingkat pusat sampai ke tingkat daerah, mulai pangkat tertinggi sampai pada pangkat terendah, harus selalu berpedoman pada aturan, baik peraturan-peraturan yang sudah digariskan oleh pemerintah maupun kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pimpinan tertinggi TNI, dalam hal ini adalah Panglima TNI. Peraturan dan kebijakan tersebut dituangkan dalam undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan Menhankam/Pangab, dan disahkan dengan surat keputusan Kasad (Kepala Staf TNI Angkatan Darat). Kemudian peraturan dan kebijakan yang sudah disahkan tersebut didistribusikan ke instansi tingkat pusat sampai ke jajaran tingkat daerah, untuk dipedomani serta dilaksanakan dalam kehidupan keprajuritan dan kedinasan di lingkungan masing-masing.

  Di dalam bergerak, berjalan, berlari baik sendirian maupun dalam hubungan kelompok, tentara diatur dengan Peraturan Baris Berbaris (PBB).

  Bagaimana tata cara menghormati orang lain baik penghormatan kepada atasan langsung, atasan biasa, sesama rekan dan kepada bawahan, baik perorangan maupun dalam hubungan kelompok tentara diatur dengan Peraturan Penghormatan Militer (PPM). Dalam hidup bermasyarakat baik di lingkungan militer maupun dilingkungan masyarakat sipil, tentara diatur dengan Peraturan Dinas Garnisun dan dipandu dengan 8 wajib TNI.

  Pelanggaran terhadap aturan dan kebijakan yang telah disahkan tersebut akan menimbulkan sanksi bagi yang bersangkutan, baik sanksi disiplin yang berupa tegoran, penahanan ringan, penahanan sedang dan penahanan berat, maupun sanksi administrasi yang berupa pemotongan gaji, pengurangan makan dan penurunan pangkat atau penundaan kenaikan pangkat.

  Dalam kaitanya dengan masalah perceraian, al-

Qur’an dan Hadits telah mengatur dengan tegas, juga pemerintah telah menetapkan aturan yang jelas

  dan mendasar yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan Undang-Undang No.1 Tahun 1971, tentang perkawinan. Juga berbagai macam keputusan yang dikeluarkan oleh pimpinan TNI, yang secara jelas dan tegas telah mengatur bagaimana tata cara pelaksanaan perceraian bagi anggota tentara atau seorang prajurit yang masih berada di dalam dinas keprajuritan, mulai pangkat terendah sampai pangkat yang paling tinggi.

  Hal ini seharusnya bisa menjadi dasar dan landasan yang kuat bagi setiap prajurit yang akan melaksanakan proses perceraian dan bagi para komandan agar tidak salah dalam mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan masalah perceraian prajurit, sehingga apapun keputusan dan kebijakan yang diambil oleh seorang pimpinan benar-benar dapat membawa kemaslahatan dan ketenteraman bagi anak buahnya serta meminimalisir adanya penyimpangan dan pelanggaran terhadap undang-undang dan

  Namun dalam kenyataannya tidak semua undang-undang dan peraturan yang telah dikeluarkan baik oleh pemerintah maupun pimpinan TNI itu, dapat terlaksana sebagaimana yang diharapkan. Dalam prakteknya banyak kebijakan-kebijakan yang diambil oleh para komandan yang bertentangan atau menyimpang dari aturan yang ada. Sebagai contoh di Korem 073/Makutarama Salatiga, pernah ada salah satu komandan yang mengeluarkan kebijakan, bahwa untuk mendapatkan ijin cerai dari komandan kesatuan (Komandan Korem), maka yang bersangkutan harus memperoleh dahulu surat cerai dari Pengadilan Agama, padahal dalam hal ini sudah ada aturan yang jelas dari komando atas, bagi anggota militer yang akan mengajukan perceraian, sebelum maju ke Pengadilan Agama harus mendapat ijin dulu dari komandan satuan. Juga banyak tindakan atau perbuatan seorang prajurit, terutama tindakan istri prajurit yang menyimpang dari aturan, yaitu dengan mengajukan cerai gugat langsung ke Pengadilan Agama tanpa meminta ijin terlebih dahulu kepada komandan satuannya, padahal pada saat mengajukan ijin kawin/pernikahan, telah membuat surat pernyataan kesanggupan menjadi istri/suami anggota TNI-AD dengan menyatakan “bersedia mematuhi dan tunduk pada peraturan pernikahan, perceraian dan rujuk yang berlaku di lingkungan TNI-

AD”

  Hal ini menimbulkan berbagai macam pertanyaan terutama bagi mereka yang belum faham, mengenai tata cara pengajuan cerai bagi anggota TNI-AD. Karena itulah maka peneliti tertarik untuk meneliti proses perceraian harapan dapat memberikan gambaran yang sebenarnya tentang bagaimana tata cara pengajuan ijin cerai di lingkungan TNI-AD.

B. Rumusan Masalah

  Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah yang hendak dicari jawabannya melalui penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah tata cara mengajukan permohonan ijin cerai di lingkungan TNI-AD ?

  2. Bagaimanakah kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan proses perceraian anggota Korem 073/Makutarama ?

  3. Bagaimanakah jika praktek perceraian anggota Korem 073/Mkt ada yang menyimpang dari Peraturan yang ada ?

C. Tujuan Penelitian

  Tujuan penulis dalam penyusunan penelitian ini adalah:

  1. Untuk mengetahui tata cara mengajukan permohonan ijin cerai di lingkungan TNI-AD.

  2. Untuk mengetahui kebijakan Danrem 073/Mkt terkait dengan proses perceraian anggota Korem 073/Makutarama.

  3. Untuk mengetahui bentuk penyimpangan dan akibat dari praktek perceraian anggota Korem 073/Makutarama, dikaitkan dengan aturan yang

D. Manfaat atau Kegunaan Penelitian

  Suatu penelitian dilaksanakan dengan harapan agar dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut

  1. Manfaat Teoritis

  a. Menambah pengetahuan dan wawasan kepada pembaca yang budiman tentang proses perceraian anggota TNI-AD beserta landasan hukumnya, baik hukum positif, hukum Islam maupun hukum yang berlaku di lingkungan TNI-AD.

  b. Hasil penelitian ini semoga dapat menambah khasanah perbendaharaan karya ilmiah.

  2. Manfaat Praktis

  a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan referensi atau landasan hukum dalam kasus yang sama, khususnya bagi anggota TNI- AD dan umumnya bagi siapa saja yang membutuhkan.

  b. Hasil penelitian ini semoga dapat memberikan sumbangan pemikiran dan saran kepada para komandan agar lebih hati-hati dan luwes dalam mengambil kebijakan, terutama yang berkaitan dengan hukum.

  E. Penegasan Istilah

  Agar tidak menimbulkan salah dalam pemahaman terhadap judul skripsi ini, maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah tersebut:

  1. Perceraian Perceraian adalah putusnya perkawinan yang disebabkan karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian. (Pasal 114 KHI)

  2. Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah Setiap warga negara

  Indonesia yang mengabdikan dalam bentuk usaha bela negara dengan menyandang senjata rela berkorban jiwa raga serta tunduk pada aturan Tentara.

  3. Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI-AD) adalah bagian dari TNI yang memiliki wilayah kekuasaan/teritorial di daratan yang meliputi semua propinsi di seluruh wilayah NKRI.

  4. Korem 073/Makutarama Korem 073/Makutarama adalah bagian dari TNI-AD yang berkedudukan di Salatiga yang daerah kekuasaan/teritorialnya membawahi sembilan Kodim, enam Satuan Dinas Jawatan dan satu Batalyon Infanteri.

  5. Anggota Korem 073/Makutarama Anggota Korem 073/Makutarama adalah seluruh anggota TNI-AD yang masih dinas di wilayah Korem 073/Makutarama, yang meliputi anggota (Kodim Salatiga, Kodim Kendal, Kodim Pati, Kodim Kudus, Kodim Demak, Kodim Purwodadi, Kodim Blora, Kodim Jepara, Kodim Rembang), termasuk anggota Satuan Dinas Jawatan (Denpom, Denpal,

  Denhub, Denzibang, Denkes, Ajenrem) dan anggota Batalyon Infanteri 410/Alg yang belum memasuki masa Pensiun.

F. Telaah Pustaka

  Banyak para pihak yang telah melakukan penelitian tentang masalah perceraian, namun lokasi atau tempat penelitian kebanyakan di Pengadilan agama, dan masalah yang diangkat/diteliti berkisar masalah latar belakang dan akibat dari adanya perceraian baik terhadap hak asuh anak maupun pembagian harta gono-gini.

  Sedangkan penelitian yang akan kami lakukan berlokasi di Korem 073/Makutarama Salatiga, mengangkat masalah kebijakan-kebijakan para pejabat komandan Korem073/Mkt dan tindakan prajurit/istri prajurit yang menyimpang dari peraturan, beserta hal-hal yang melatarbelakanginya.

G. Kerangka Teoritik

  Beberapa teori yang digunakan sebagai landasan pemikiran dalam menganalisis dan mengarahkan alur penulisan ini antara lain

  1. Firman Allah dalam Al-Quran Surat al-Baqarah ayat 229

  • –230 sebagai berikut:

                           

                          

Artinya : ”Talak (yang dapat dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk

  lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang Telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum- hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya[144]. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim”.

  Ayat inilah yang menjadi dasar hukum khulu' dan penerimaan 'iwadh. Kulu' yaitu permintaan cerai kepada suami dengan pembayaran yang disebut 'iwadh.

                                 

  Artinya : “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang lain itu menceraikannya, Maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami pertama dan isteri) untuk kawin kembali jika keduanya berpendapat akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya kepada ka um yang (mau) Mengetahui”.

  2. Sabda Rosulullah SAW, ٲ

  قلاطلا للهادنع للاحلا ظغب bahwa “Talak/Perceraian merupakan perbuatan yang halal tapi dibenci oleh Allah”.

  Hal ini mengisyaratkan bahwa perceraian merupakan jalan terakhir setelah gagal dalam usaha-usaha untuk mendamaikannya. Dalam arti jangan melakukan perceraian kalau tidak benar-benar karena terpaksa.

  3. Di dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI)

  pasal 114 Perceraian adalah putusnya perkawinan yang disebabkan karena talak atau berdasarkan gugatan perceraian”

  4. Dalam Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/11/VII/2007, tanggal 4 Juli 2007 tentang Tata Cara Pernikahan, Perceraian dan Rujuk Bagi Prajurit TNI.

  Pasal 2 Setiap pernikahan, perceraian dan rujuk dilaksanakan menurut ketentuan/tuntunan agama yang dianut oleh prajurit yang bersangkutan dan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  Pasal 10 (1) Prajurit TNI yang akan melaksanakan perceraian harus mendapat izin terlebih dahulu dari pejabat yang berwenang.

  (2) Izin cerai hanya diberikan apabila perceraian yang akan dilakukan itu tidak bertentangan dengan hukum agama yang dianut oleh kedua pihak yang bersangkutan dan perundang-undangan yang berlaku.

  (3) Izin cerai pada prinsipnya diberikan kepada prajurit apabila pernikahan yang telah dilakukannya tidak memberi manfaat ketenteraman jiwa dan kebahagiaan hidup sebagai suami istri. (4) Untuk hal tersebut pada ayat (2) dan (3) pasal ini perlu adanya pernyataan tertulis dari pejabat agama Angkatan yang bersangkutan.

  Pasal 11 (1) Permohonan talak/gugatan perceraian terhadap prajurit oleh suami/istri yang bukan prajurit disampaikan langsung oleh yang berkepentingan kepada pengadilan setelah memberitahukan kepada atasan prajurit yang bersangkutan.

  (2) Setiap prajurit yang menerima pemberitahuan dari pengadilan tentang telah diajukannya gugatan yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini segera menyampaikan laporan tentang hal tersebut kepada atasan yang berwenang memberi ijin perceraian.

  (3) Atasan yang berwenang memberi izin perceraian, setelah menerima laporan tersebut dalam ayat (2) pasal ini, segera mengadakan usaha- usaha untuk mendamaikan kedua belah pihak.

  Pasal 12 Permohonan ijin cerai ditolak apabila: (1) Perceraian yang akan dilakukan itu bertentangan dengan hukum agama yang dianut oleh kedua belah pihak yang bersangkutan.

  (2) Alasan-alasan yang dikemukakan oleh anggota yang bersangkutan

  (3) Pada ayat (1) dan (2) tersebut di atas dituangkan dalam bentuk berita acara pemeriksaan bagi suami dan/atau istri serta dilengkapi dengan berita acara pendapat dari pejabat agama.

H. Metode Penelitian

  1. Jenis Penelitian Berangkat dari judul dan permasalahan yang mendasari penelitian, maka penelitian ini adalah termasuk dalam jenis penelitian deskriptif

  (descriptive research) , yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk

  memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. (Soerjono Soekanto. 1986:10).

  2. Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul skripsi yang penulis ajukan, maka untuk memperoleh data-data yang diperlukan sesuai dengan pokok permasalahan yang akan diteliti, maka lokasi yang penulis pilih adalah Korem 073/Makutarama yang beralamat di Jl. Diponegoro Salatiga.

  3. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis empiris, yakni penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum (peraturan yang berlaku) dengan fenomena atau kenyataan yang terjadi di lapangan serta dalam prakteknya sesuai dengan kejadian yang sebenarnya. Sifat penelitian ini adalah observasi non partisipatif, yaitu observasi yang dalam pelaksanaannya tidak melibatkan peneliti sebagai partisipan atau kelompok yang diteliti.

  4. Sumber Data Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari antara lain a. Sumber data primer. Sumber data primer ini diperoleh melalui wawancara dengan pihak Korem 073/Makutarama Salatiga.

  b. Sumber data sekunder. Sumber data sekunder diperoleh dari studi pustaka, arsip-arsip, agenda, peraturan-peraturan dan hukum-hukum, baik yang bersumber dari hukum Islam, hukum positif, maupun yang berlaku di kalangan TNI-AD.

  5. Metode Pengumpulan Data Metode pendekatan dalam penelitian ini adalah yuridis-empiris, maka sumber data yang utama adalah data yang diperoleh langsung di lapangan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari sumber kepustakaan sebagai landasan teori.

  Adapun metode atau alat pengumpulan data yang digunakan adalah: a. Metode Dokumentasi.

  Metode Dokumentasi adalah metode pengumpulan data berdasar pada dokumen tertulis (buku, agenda, arsip-arsip dan lain sebagainya). (Arikunto, 1998:131). Metode ini digunakan untuk mengetahui data otentik tentang praktek perceraian anggota Korem b. Studi kepustakaan (library reasesrch) Studi Kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahan-bahan pustaka, baik yang berupa buku- buku literatur dokumen-dokumen (arsip kegiatan, kertas kerja dan lain sebagainya).

  c. Metode Wawancara atau interview.

  Wawancara atau interview adalah suatu proses tanya jawab secara lisan antara dua orang atau lebih dengan berhadapan secara fisik yang satu dapat melihat dan yang satu dapat mendengar sendiri. (Sutrisno Hadi, 1986:136)

  6. Metode Analisa Data Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisa kualitatif, yaitu metode analisis yang pada dasarnya mempergunakan pemikiran logis, analisis dengan logika, induksi/ deduksi, analogi/ interpretasi, komparasi dan sejenisnya itu. Metode analisa data yang digunakan adalah deduksi yaitu menganalisa berdasarkan pada hal-hal yang bersifat umum kemudian meneliti persoalan-persoalan yang bersifat khusus. Dari analisis tersebut kemudian ditarik kesimpulan yang pada hakekatnya merupakan jawaban atas permasalahan.

  Secara garis besar skripsi ini terdiri dari tiga bagian besar, yaitu bagian luar, cover dalam, Lembar Persetujuan Pembimbing, Lembar Pengesahan, Motto, Kata Pengantar, Daftar Isi dan Daftar Lampiran.

  Pada bagian isi skripsi terdiri dari lima bab, yaitu;

  Bab I Pendahuluan yang didalamnya menguraikan tentang; Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan dan manfaat Penelitian, Penegasan Istilah, Telaah Pustaka, Kerangka teoritik, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan Skripsi. Bab II Kajian Pustaka yang menguraikan tentang pengertian, dasar hukum, macam dan bentuk perceraian menurut fiqh, alasan perceraian, macam-macam talak dan akibat hukum perceraian dilihat dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan KHI, syarat dan alasan perceraian, kelengkapan administrasi, dan sebab-sebab ditolaknya izin cerai serta akibat perceraian menurut Peraturan Panglima TNI Nomor 11 Tahun 2007 dan Skep KASAD Nomor 491 Tahun 2006.

  Bab III Laporan Hasil Penelitian yang berisi tentang: Gambaran umum Korem 073/Makutarama Salatiga, Tata cara pengajuan ijin cerai di Lingkungan TNI-AD beserta persyaratan dan landasan hukumnya, Para Pimpinan yang berhak memberikan ijin cerai kepada anggota TNI-AD, Kebijakan Danrem 073/Makutarama terkait masalah perceraian Anggota Korem 073/Makutarama, serta Praktek perceraian Anggota korem 073/Makutarama mulai tahun 2010-1012, yang bertentangan dengan Peraturan, beserta segala hal yang melatarbelakanginya.

  Bab IV Analisis terhadap kebijakan-kebijakan Danrem 073/Makutarama dan analisis tentang praktek perceraian anggota Korem 073/Makutarama yang menyimpang dari Peraturan.

  Bab V Penutup yang berisi tentang; Kesimpulan dan Saran. Pada bagian akhir skripsi berisi tentang; Daftar Pustaka, Lampiran- Lampiran dan Daftar Riwayat Hidup. menurut UU Perkawinan dan KHI serta menurut PP no 9 tahun 1975. Walaupun semua yang termuat dalam UUP dan KHI serta peraturan yang berlaku di TNI-AD (PP no 9 tahun 1975) tidak bertentangan atau sesuai dengan hukum Islam (fiqh), tetapi dalam bab ini akan kami pisah menjadi sub bab tersendiri dengan maksud agar perceraian mudah dipahami tidak hanya dalam fiqhnya saja, tetapi juga dalam hukum dan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

A. Perceraian Menurut Fiqh

  1. Pengertian Perceraian Pengertian perceraian dapat dilihat dari dua segi yaitu bahasa dan istilah. Menurut bahasa perceraian (talak) berasal dari kata THALAQA-

  YATHLAQU-THALAAQAN yang bermakna melepas atau mengurai tali

  pengikat, baik tali pengikat itu bersifat konkrit seperti tali pengikat kuda maupun bersifat abstrak seperti tali pengikat perkawinan. Kata talak merupakan isim masdar dari kata THALLAQA-YUTHALLIQU-

  TATHLIIQAN , jadi kata ini semakna dengan kata tahliq yang bermakna

  “irsal” dan “tarku” yaitu melepaskan dan meninggalkan. (Zakiah Darajat, 1995:172)

  Abi Yahya Zakaria al-Anshari dalam kitabnya Fathul Wahab

  يىذو و ق لاطن ا ظفهبد اكىنا دقع مد “Talak ialah melepas tali akad nikah dengan kata talak dan yang semacamnya. (Abi Yahya Zakaria al-Anshari, tanpa tahun:72)

  Abdur Rahman Al-Jaziri dalam kitabnya AL-Fiqh Alal Madzahibil

  Arba’ah memberi definisi talak sebagai berikut: صىصخم ظفهب ًهد ن اصقو وا ح اكىن ا تنا زا قلاطن ا

  “Talak ialah menghilangkan ikatan perkawinan atau mengurangi

pelepasan ikatannya dengan mempergunakan kata-

kata tertentu”.

  (Abdur Rahman Al-Jaziri, 1990:248) Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqhus Sunnah memberi definisi talak sebagai berikut:

  تيج و سن ا تق لاعن ا ء اهو ا و ج ا و سن ا تطب ا ر مد “Talak ialah melepas tali perkawinan dan mengakhiri hubungan suami istri.” (Sayyid Sabiq, 1990:5)

  Pengertian perceraian ialah satu keadaan dimana antara seorang suami dan seorang istri telah terjadi ketidakcocokan batin yang berakibat pada putusnya suatu tali perkawinan melalui suatu putusan pengadilan. (Mahkamah Agung RI, 1994:53)

  2. Dasar Hukum Perceraian Agama Islam membolehkan suami istri bercerai itu bukanlah berarti pintu terbuka, yang dengan mudah dilalui orang keluar masuk sesuka hatinya. Tapi pintu itu sebenarnya adalah pintu darurat yang tidak boleh dilalui begitu saja. Pada pintu itu harus terpancang kalimat dilarang masuk kecuali dalam keadaan darurat baru pintu itu dibuka. (M. Said, tanpa tahun:35) Mengenai hukum talak, para ahli hukum Islam berbeda pendapat. Pendapat yang paling bisa diterima akal dan konsisten dengan tujuan syariat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa perceraian hukumnya terlarang, kecuali dengan alasan yang benar. (Sri Mulyati, 2004:18-19) Pendapat ini ditopang oleh golongan Hanafi dan Hambali. Salah satu dalil yang digunakannya adalah

  ق لاطم قاو مك لله ا هعن “Allah melaknat tiap-tiap orang yang suka merasai (bersenggama) dan bercerai (Sayyid Sabiq, 1990:11)

  Namun apabila perselisihan suami istri telah sampai kepada tingkat syiqoq (perselisihan yang mengkhawatirkan bercerai), hendaklah dicari penyelesaian dengan cara mengangkat hakam dari keluarga suami istri, yang akan mengusahakan dengan sekuat tenaga agar kerukunan hidup suami istri dapat dipulihkan kembali. Apabila terpaksa perceraian tidak dapat dihindarkan dan talak benar-benar terjadi, maka harus diadakan usaha agar mereka dapat rujuk kembali melalui hidup baru. Di sinilah letak pentingnya mengapa Islam mengatur bilangan talak sampai tiga kali.

  Meskipun talak benar-benar terjadi, pemeliharaan dan hubungan baik antara bekas suami istri harus senantiasa dipupuk. Hal ini hanya dapat dengan pertimbangan untuk kebaikan hidup masing-masing. (Ahmad Azhar Bashir, 1996:65)

  Seseorang yang berusaha merusak tali hubungan suami istri dipandang keluar dari rel kebijaksanaan hukum Islam dan tidak sepantasnya ia menamakan dirinya seorang muslim. Hadits dalam Fiqh Sunnah, karangan Sayyid Sabiq menyatakan

  اهجوز ىهع ة أ رم ا ببخ هم اىم صين “Bukanlah termasuk golonganku orang yang merongrong hubungan seorang istri den gan suaminya.” (Sayyid Sabiq,

  1990:10) Syariat Islam melarang keras seorang perempuan yang berusaha membujuk seorang suami agar menceraikan istrinya untuk menggantikan kedudukannya itu. Sayyid Sabiq dalam Fiqh Sunnah menyatakan

  ام اهن امو ءاف خكىتن و اهتفذص غ رفتطتن اهتخ ا قلاط ةأ رمن ا ل أطت لا اهن ردق “Janganlah seorang wanita minta diceraikannya saudaranya untuk dapat menggantikan kedudukannya (sebagai istri) hendaklah ia kawin (dengan laiki-laki lain), karena baginya telah ditakdirkan Allah” (Sayyid Sabiq, 1990:10)

  Istri yang meminta talak kepada suaminya tanpa sebab dan tanpa alasan yang dibenarkan adalah perbuatan tercela. Hal ini dinyatakan dalam hadist yang menyatakan

  تىجنا تذئار ًيهع وارذف شأب ريغ هم اق لاط اهج وز تن أض ةأ رم امي ا

  “Manakala istri menuntut cerai dari suaminya tanpa alasan, maka haram baginya bau surga.” (Sayyid Sabiq, 1990:10)

Syara’ menjadikan talak sebagai jalan yang sah untuk bercerainya suami istri, namun syara’ membenci terjadinya perbuaan ini dan tidak

  merestui dijatuhkannya talak tanpa sebab dan alasan. Adapun sebab-sebab dan alasan-alasan untuk jatuhnya talak itu adakalanya menyebabkan kedudukan hukum talak menjadi wajib, adakalanya menjadi haram, makruh, mubah dan sunnah.

  a. Wajib Artinya talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya sebagai suami. Seperti suami tidak mampu mendatangi istri atau suami tidak mampu menyelenggarakan nafkah istri. Dalam hal ini istri berhak menuntut talak dari suaminya dan suami wajib menuruti tuntutan istri, jangan membiarkan istri terkatung-katung ibarat orang yang digantung, yakni tidak dilepaskan tetapi tidak dijamin hak-haknya. (Abdur Rahman Al Jaziri, 1990:264) b. Haram

  Talak itu diharamkan jika dengan talak itu kemudian suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya atau dengan wanita lain, dengan kata lain suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu mengakibatkan terjatuhnya suami ke dalam perbuatan haram. (Abdur c. Makruh Talak makruh hukumnya jika dilakukan tanpa sebab. Berdasarkan hadits yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan yang halal yang paling dibenci oleh Allah. (Sayyid Sabiq, 1990:12)

  d. Mubah Talak itu mubah hukumnya (dibolehkan) ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena jeleknya perilaku istri, buruknya sikap istri terhadap suami, suami menderita mudhorot lantaran tingkah laku istri, suami tidak mencapai tujuan perkawinan dari istri.

  e. Sunah Talak disunahkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina atau melanggar larangan-larangan agama, seperti meninggalkan shalat, puasa, istri tidak afifah (menjaga diri, berlaku hormat). (Sayyid Sabiq, 1990:13)

  3. Macam-Macam Talak Ditinjau dari segi ada dan tidak adanya kemungkinan bekas suami rujuk kembali bekas istri, maka talak dibagi menjadi dua macam, yaitu a.

Talak Raj’i

  Yaitu talak yang dijatuhkan oleh suami terhadap istrinya yang pernah dikumpuli, bukan karena memperoleh ganti dari istri, talak yang pertama atau kedua kalinya dijatuhkan dan suami mempunyai hak untuk merujuk. Firman Allah SWT dalam surat AL Baqarah ayat

         “Talak (yang dapat dirujuk) dua kali. Setelah itu boleh rukuk lagi dengan cara yang ma’ruf atau menceraikan dengan cara yang baik.”(Departemen Agama RI, 1997:37)

  b. Talak Bain Talak bain ada dua macam yaitu

  1. Talak bain sugro ialah talak bain yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap istri tetapi tidak menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan istri dengan nikah baru. Termasuk talak bain sugro yaitu

  a. Talak sebelum berkumpul b.

Talak dengan tebusan atau khulu’

  c. Talak karena aib (cacat badan), karena salah seorang dipenjara, talak karena penganiayaan dan yang semacamnya. (Zakiah Darajat, 1995:177)

  2. Talak bain kubro ialah talak bain yang menghilangkan pemilikan bekas suami terhadap bekas istri serta menghilangkan kehalalan bekas suami untuk kawin kembali dengan bekas istrinya kecuali setelah bekas istri itu kawin dengan laki-laki lain, telah berkumpul, telah bercerai dan telah habis masa iddahnya. Talak bain kubro terjadi pada talak yang ketiga. Firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 230:

             “Kemudian jika si suami mentalaknya (sesudah Talak yang kedua), Maka perempuan itu tidak lagi halal baginya hingga dia kawin

dengan suami yang lain .”(Departemen Agama RI, 1997: 37)

  Ditinjau dari segi waktu dijatuhkannya talak, maka talak dibagi menjadi tiga macam, sebagai berikut: a. Talak Sunni, yaitu talak yang dijatuhkan sesuai dengan tuntunan sunnah.

  Dikatakan talak sunni jika memenuhi empat syarat 1. Istri yang ditalak sudah pernah dikumpuli.

  2. Istri dapat segera melakukan iddah suci, setelah ditalak.

  3. Talak dijatuhkan ketika istri dalam keadaan suci

  4. Suami tidak pernah mengumpuli istri selama masa suci dalam masa talak itu dijatuhkan. (Zakiah Darajat, 1995:173) b.

  Talak Bid’i yaitu talak yang dijatuhkan tidak sesuai dengan tuntunan sunnah.

  Termasuk dalam talak Bid’i ialah 1. Talak yang dijatuhkan terhadap istri pada waktu haid.

  2. Talak yang dijatuhkan terhadap istri dalam keadaan suci, tetapi pernah dikumpuli oleh suaminya. (Zakiah Darajat, 1995:174) c.

Dokumen yang terkait

PSYCHOLOGICAL WELL-BEING PADA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI AD) MAKOREM 083 BALADHIKA JAYA MALANG

6 51 48

IMPLEMENTASI AUGMENTED REALITY DALAM PEMBEKALAN TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN DARAT (TNI-AD) UNTUK DAERAH KONFLIK MENGGUNAKAN TEKNIK MARKER TANGIBLE

1 8 53

PERAN POLISI MILITER ANGKATAN LAUT DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA NARKOTIKA YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TENTARA NASIONAL INDONESIA ANGKATAN LAUT (Studi di Denpom Lanal Lampung)

0 0 13

BESAR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI, BIOLOGI DAN PERILAKU PADA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) (Studi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2015) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

BESAR RISIKO KEJADIAN HIPERTENSI BERDASARKAN FAKTOR DEMOGRAFI, BIOLOGI DAN PERILAKU PADA TENTARA NASIONAL INDONESIA (TNI) (Studi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya Tahun 2015) Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 15

EMOSI DAN AMALIAH IBADAH (Studi Korelasi pada Mahasiswa STAIN Salatiga Tahun Akademik 2004-2005) - Test Repository

0 0 82

PENGARUH INTENSITAS MELAKUKAN SHALAT FARDHU TERHADAP AKHLAK (Studi Kasus pada Siswa SDN Kecandran 02 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Tahun 2010) - Test Repository

0 0 72

STUDI KORELASI ANTARA KEMAMPUAN MEMBACA AL-QUR'AN DENGAN PRESTASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (Studi Kasus pada SD Kumpulrejo 03 Salatiga Tahun Pelajaran 2009/2010) - Test Repository

0 1 78

PEMBERIAN NAFKAH ANAK OLEH AYAH KANDUNG SETELAH PERCERAIAN (Studi Kasus Keluarga Broken Home Pada Siswa di MAN Salatiga) - Test Repository

0 1 95

Pendidikan Agama Islam Berwawasan Multikultural di SMK N 3 Salatiga Tahun 2016 - Test Repository

0 0 130