SUMPAH POCONG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM: STUDI KASUS PENYELESAIAN SENGKETA DI MASJID MADEGAN DESA POLAGAN SAMPANG MADURA.
SUMPAH POCONG DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
( Studi kasus penyelesaian sengketa Di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang
Madura)
SKRIPSI
OLEH:
CHAJA CHOIRUNNISA’
NIM: C33209004
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah Dan Hukum
Jurusan Hukum Islam Prodi Siyasah Jina>yah
Surabaya
(2)
(3)
(4)
(5)
ABSTRAK
Skripsi ini merupakan hasil penelitian kajian lapangan tentang “Sumpah Pocong Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Penyelesaian Tanah Di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura)”. Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai Apa penyebab dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura. Bagaimana peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut?, Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang sumpah pocong dalam kasus penyelesaian sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura?.
Data penelitian ini diperoleh dari Masjid Madegan Polagan Sampang madura yang menjadi obyek penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi dan wawancara yang kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskriptif-analisis, yaitu memaparkan atau menjelaskan data-data yang diperoleh dan selanjutnya dianalisis dengan metode induktif, dimulai dari hal-hal yang bersifat khusus, yaitu tentang sumpah pocong dalam kasus penyelesaian sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura, kemudian ditarik kepada hal-hal yang bersifat umum kaitannya dengan hokum Islam serta ditarik kesimpulan.
Penyebab dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura bahwa sumpah pocong ini merupakan tradisi penyelesaian sengketa secara turun temurun sampai saat ini khusunya dalam studi kasus sengketa tanah milik ahli waris Siti Romlah dimana siti Romlah sebagai penggugat dan paman Nasiruddin sebagai tergugat, dalam kasus ini tidak cukup bukti dan saksi jika diproses melalui jalur peradilan. Proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong terdapat beberapa cara antara lain berbalut dengan kain dengan beberapa cara. Cara membuktikan sumpah pocong yaitu konsekuensi dari orang yang bersalah akan mendapatkan hukuman dari Tuhan berupa kematian atau tidak mempunyai rasa hidup serta lebih berkaitan dengan harga diri, harkat dan martabat dan perasaan malu dengan adanya sumpah pocong tersebut. Peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut semua aparat desa masyarakat ikut berperan dalam sumpah pocong di masjid Madegan Sampang, praktik tersebut dilakukan oleh penggugat dan tergugat dengan disertai Kyai, serta para hakim yang terlibat dalam penelitian ini. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tinjauan hukum Islam tentang sumpah pocong dalam kasus penyelesaian sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura, sumpah ada dua macam yaitu sumpah suppletoir dan sumpah decisoir. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah. Sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong. Berdasarkan praktik tersebut maka sumpah pocong dalam hukum Islam diperbolehkan dimana dari sumpah tersebut untuk menguatkan dari pembuktian yang dinyatakan oleh pihak tertuduh.
Sejalan dengan kesimpulan di atas, maka ada beberapa saran yang perlu dicantumkan antara lain:PertamaPeraturan dan hokum adalah untuk rakyat, bukan sebaliknya. Sehingga segala bentuk permasalahan yang ada di masyarakat Desa Polagan Sampang Madura merupakan sebuah kegelisahan masyarakat, yang harus segera dicarikan solusi penyelesaiannya oleh penegak hokum sehingga segala bentuk sengketa bukan jalan satu-satunya penyelesaiannya adalah sumph pocong karena masyarakat desa masih mempunyai hukum atau atauran yaitu hokum pengadilan. KeduaBagi pihak masayarakat Desa Polagan
(6)
baik pihak-pihak yang terkait maupun masyarakatdesa yang mempercayai tradisi ssumpah pocong ini hendaknya tetap mengikuti pearaturan pemerintah dan tidak mempercayai sumpah pocong bias menyelesaikan masalah.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM... ii
PERNYATAAN KEASLIAN ... iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv
PENGESAHAN TIM PENGUJI... v
ABSTRAK ... vi
KATA PENGANTAR ... vii
MOTTO ... ix
PERSEMBAHAN ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TRANSLITERASI... xvi
BAB I: PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 7
C. Rumusan Masalah ... 8
D. Kajian Pustaka ... 9
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Kegunaan Hasil Penelitian... 11
G. Definisi Operasional ... 12
H. Metode Penelitian ... 13
I. Sistimatika Pembahasan ... 19
BAB II: SUMPAH (AYMAN) DAN PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ISLAM ... 21
A. Sumpah (Ayman) ... 21
1. Pengertian Sumpah (Ayman) ... 21
2. Dasar Hukum Sumpah ... 24
3. Macam-macam Sumpah... 26
4. Rukun dan Syarat Bagi Orang Yang Bersumpah ... 29
5. Kegunaan Sumpah ... 31
(8)
7. Kafarat (Denda) Sumpah ... 32
8. Larangan Bersumpah Dengan Nama Selain Allah ... 34
9. Kebolehan Melanggar Sumpah Atas Dasar Kemaslahatan ... 34
BAB III: PENYEBAB DAN PROSES PELAKSANAAN TERJADINYA SUMPAH POCONG DI MASJID MADEGAN DESA POLAGAN SAMPANG MADURA ... 41
A. Gambaran Umum Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura ... 41
B. Sumpah Pocong Dijadikan Sebagai Salah Satu Alat Bukti Untuk Menyelesaikan Sengketa Tanah Adat di Desa Polagan Sampang Madura Macam-Macam ... 47
BAB IV: TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG SUMPAH POCONG DALAM KASUS PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DI DESA POLAGAN SAMPANG MADURA ... 51
A. Analisis Penyebab Dan Proses Pelaksanaan Terjadinya Sumpah Pocong Di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura ... 51
B. Analisi Peran Kiai Dan Hakim Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah Di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura ... 56
C. Analisis Tinjauan Hukum Islam Tentang Sumpah Pocong Dalam Kasus Sengketa Tanah Di Desa Polagan Sampang Madura ... 65
BAB V: PENUTUP ... 68
A. Kesimpulan... 68
B. Saran ... 69 DAFTAR PUSTAKA
(9)
DAFTAR TRANSLITERASI
Di dalam naskah skripsi ini banyak dijumpai nama dan istilah teknis (technical term) yang berasal dari bahasa Arab ditulis dengan huruf Latin. Pedoman transliterasi yang digunakan untuk penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Konsonan
No Arab Indonesia Arab Indonesia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. < < < , b t th j h} kh d dh r z s sh s} d} T z} ‘ gh f q k l m n w h , Y B. Vokal
1. Vokal Tunggal (monoftong)
Tanda dan Huruf Arab Nama Indonesia
___ __ _____ __ __ fath{ah kasrah d}ammah A i u
Catatn: Khusus untukhamzah, penggunaan apostrof hanya berlaku jika hamzah berh{arkat sukun. Atau didahului oleh huruf yang berh{arkat sukun.Contoh:iqtid{a>’( )
(10)
2. Vokal Rangkap (diftong) Tanda dan Huruf
Arab
Nama Indonesia Ket.
ﻲ ـــــ ﻮ ــــــ
fath{ahdanya’ fath{{ahdanwawu
ay aw
a dan y a dan w
Contoh :bayna ( )
:mawd{u>’ ( )
3. Vokal Panjang (mad)
Tanda dan Huruf Arab
Nama Indonesia Ket.
ﺎـــــــ ﻲ ــــــ ﻮ ـــــــ
fath{ahdanalif kasrahdanya’ d{ammahdanwawu
a> i> u>
a dan garis di atas i dan garis di atas u dan garis di atas
Contoh :al-jama>’ah ( )
:takhi>r ( )
:yadu>ru ( )
C.Ta’ Marbut ah
Transliterasi untukta>>>’ marbu>tah ada dua:
1. Jika hidup (menjadimud{a>f) transliterasinya adalaht. 2. Jika mati atau sukun, transliterasinya adalahh.
Contoh :shari>’at al-Isla>m ( ) :shari>’ah isla>mi>yah ( )
D. Penulisan Huruf Kapita
Penulisanhuruf besar dan kecil pada kata, phrase (ungkapan) atau kalimat yang dengan translitersi Arab-Indonesia mengikuti ketentuan penulisan yang berlaku dalam tulisan. Huruf awal (initial latter) untuk nama diri, tempat, judul buku, lembaga dan yang lain ditulis dengan huruf besar.
(11)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk sosial dimana tidak akan lepas dari proses interaksi dengan manusia lain. Proses interaksi tersebut berjalan dan berkembang sejalan dengan pola kehidupan dan perkembangan peradaban manusia dan masyarakat itu sendiri. Tatacara hubungan antar manusia dalam masyarakat tradisional akan berbeda dengan pola interaksi manusia di dalam masyarakat yang lebih modern.Proses interaksi antar manusia warga masyarakat bisa berjalan dengan lancar melalui media komunikasi yang bisa diterima atau dipahami bersama antar manusia tersebut. makna yang
dipahami oleh masyarakat pemakainya.1
Di dalam proses interaksi antar manusia dalam masyarakat baik masyarakat tradisional maupun masyarakat modern tidak dapat dihindari kemungkinan timbulnya perselisihan atau konflik. Konflik-konflik yang timbul tersebut bisa terjadi antar manusia maupun antar komunitas yang ada di dalam masyarakat itu sendiri. Konflik-konflik tersebut tersebut memerlukan penyelesaian, baik dengan hukum adat atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat adat maupun melalui jalur formal hukum positif yang ada.
1Shinta Teviningrum, Intisari No. 401 diakses pada tanggal 29 Desember 1996, Sumpah Pocong, menghindari sumpah bohong. http://id.wikipedia.org/wiki/sumpah_pocong
(12)
Salah satu proses atau ritual adat yang masih dipakai warga masyarakat untuk membuktikan atau mencari kebenaran atas kasus atau konflik adalah sumpah pocong. Pelaksanaan sumpah pocong ini masih banyak digunakan sebagai upaya untuk membuktikan kebenaran yang diyakini oleh para pihak yang bersengketa. Khususnya bagi masyarakat pada umumnya pilihan untuk melaksanakan sumpah pocong biasanya ditempuh apabila para pihak yang bersengketa tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang kuat untuk mendukung argumen atau klaim yang diajukan. Dimana dalam hal ini jalur mengenai pembuktian tersebut sudah diproses melewati jalur hukum tetapi belum ada penyelesaiannya sehingga melewati jalur adat masyarakat setempat yaitu berupa sumpah pocong.
Bersumpah adalah mengucapkan kalimat sumpah. Bersumpah itumerupakan salah satu upaya yang telah dilakukan manusia dalam rangkauntuk menyakinkan orang lain bahwa telah berada diatas kebenaran, yangartinya telah bersungguh-sungguh dengan serius, tidak bohong atau sedangbersenda gurau. Adapun manusia dengan segala kekurangan danketerbatasannya sulit sekali membebaskan dirinya secara penuh dari semuakesalahan. Dalam upaya untuk membela dirinya dari semua kesalahan itu,maka salah satu yang harus ditempuhnya ialah dengan bersumpah atas
namaAllah.2 Penjelasan tersebut telah dijelaskan dalam firman Allah yang
berbunyi:
(13)
ْﻤُﻜَﻧﺎَْﳝَأاْوُﺬِﺨﺘَـﺗ َﻻَو
ًﻼُﺧَﺪ
َﻣَﺪَﻗ لِﺰَﻨَـﺘَﻔْﻤُﻜَﻨْـﻴَـﺑ
ْﻢُﻜَﻟَو ِﷲ ِﻼْﻴِﺒَﺳ ْﻦَﻋ ُْﰎ ْدَﺪَﺻﺎَِﲟَءْﻮﺴﻟااْﻮُـﻗْوُﺬَﺗَوﺎَِْﻮُـﺒُـﺛَﺪْﻌَـﺒ
ٌﻢْﻴِﻈَﻌٌـﺑاَﺬَﻋ
.
Artinya:”Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) Karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar”.3
Sumpah adalah alat bukti yang dipergunakan untuk menguatkan keterangan atas nama Tuhan, yang bertujuan agar orang yang bersumpah takut akan kemurkaan Tuhan apabila dia berbohong, takut kepada hukuman Tuhan dianggap sebagai pendorong bagi yang bersumpah untuk menerangkan
yang sebenarnya.4Sumpah dapat berupa sumpah pocong, sumpah
mimbar(sumpah di gereja) dan sumpahklenteng. Dalam hal sumpah pocong yangdilakukan di masjid, pihak yang akan mengucapkan sumpah dibungkus
dengankain kafan seakan-akan ia telah meninggal dunia.5
Istilah sumpah pocong sudah tak asing lagi bagi banyak kalangan, karenadisamping sumpah tersebut sering terjadi khususnya di Desa Polagan Sampang.Bahkandapat dikatakan bahwa perbuatan sumpah pocong dilingkungan masyarakatMadegan Desa Polagan sudah begitu mengakar
bahkan menjadi kepercayaan dandiyakini kebenaran dan
3Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara Penerjemah Penafsiran al-Qur’an, 1971), 378.
4 Ahmad Mujahidin. Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan Mahkamah Syar‟iyah di Indonesia. (Jakarta: IKAHI, 2008), 287
(14)
keampuhannya.Sumpah tersebut akan membawa dampaknegatif yang berupa azab langsung dari Allah SWT bagi orang yang berani bersumpahpalsu melalui sumpah pocong.
Adapun sumpah pocong yang dilakukan oleh Desa Polagan merupakan sebuah praktik dimana sumpah tersebut dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Dalam pelaksanaannya sumpah ini dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tetapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk. Sumpah pocong ini hanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (masjid) yaitu di masjid kuno Madegan dimana masjid tersebut merupakan sebuah masjid yang terkenal ampuh dan diyakini
mempunyai hal yang mistis.6
Penyebab terjadinya sumpah pocong yang terjadi di Desa Polagan merupakn suatu perselisihan yaitu berupa sengketa tanah dimana pada awal mulanya kakak dari Siti Romlah menjual tanah kepada Paman Nasruddin tanpa sepengetahuan Siti Romlah atau ahli waris kakek tersebut oleh karena itu dari pihak Siti Romlah menuntut bahwa tanah tersebut tidak pernah dijual kepada Nasruddin karena Siti Romlah sudah menempati tanah tersebut sudah bertahun-tahun, dari pihak Nasruddin mengakui bahwa tanah tersebut telah dijual kepadanya dengan alasanbahwa surat tanah telah ada padanya sehingga
(15)
pertimbangan tersebut kemudian diajukan ke jalur hukum akan tetapi belum ada kejelasan terhadap kasus tersebut sehingga dari kedua belah pihak mengajukan sumpah pocong untuk meyakinkan dan membuktikan mana yang
benar dan mana yang salah.7
Menurut K. Abdul Halim Arif yang sekaligus sebagai pemandu sumpah dan K. dari pondok pesantren Miftahul Jannah, tradisi pocong sumpah pocong yang diadakan di Masjid Madegan merupakan sebuah tradisi turun temurun sejak dulu dan sampai saat ini masih dipercayai masyarakat Sampang. Menurut beliau jika diantara kedua warga yang melakukan sumpah pocong tersebut ada yang bersalah biasanya orang tersebut menderita sakit yang aneh dan sulit disembuhkan dan bahkan hingga meninggal dunia dalam waktu yang relative singkat, ada juga yang semangat hidupnya berkurang,
atau seperti orang yang sedang putus asa.8
Dasar hukum diperbolehkan sumpah pocong masih belum ada tetapi masyarakat berlandaskan sumpah diperbolehkan dalam hukum Islam dan system hukumnya mengikat, selain itu dalam undang-undang Pembuktian harus didasarkan pada sesuatu.Dengan alat bukti ini masing-masing pihak berusaha membuktikan dalilnya atau pendiriannya yang
dikemukakan kepada hakim yang diwajibkan memutusi perkara mereka itu.9
Adapun alat bukti yang diakui oleh peraturan perundang-undangan yang
7Hasbullah, Masyarakat, Wawancara,Tanggal 8 Juni 2014.
8K. Nabrawi Arif, Pelaksana Sumpah Pocong, Wawancara,Tanggal 8 Juni 2014. 9
(16)
berlaku diatur dalam pasal 164 HIR, pasal 284 R.Bg dan pasal 1866 KUH
Perdata, sebagai berikut:10
1. Alat bukti surat (tulisan)
2. Alat bukti saksi
3. Persangkaan (dugaan)
4. Pengakuan
5. Sumpah
Harus dibedakan antara alat bukti pada umumnya dengan alat bukti menurut hukum.Maksudnya, meskipun alat bukti yang diajukan salah satu bentuk alat bukti yang ditentukan sebagaimana tersebut diatas, tidak otomatis alat bukti tersebut adalah sah sebagai alat bukti.Agar supaya alat bukti itu sah sebagai alat bukti menurut hukum, maka alat bukti yang diajukan itu harus memenuhi syarat formil dan syarat materiil.Di samping itu, tidak pula setiap alat bukti yang sah menurut hukum mempunyai nilai
kekuatan pembuktian untuk mendukung terbuktinya suatu
peristiwa.Meskipun alat bukti yang diajukan telah memenuhi syarat formil atau materiil, belum tentu mempunyai nilai kekuatan pembuktian.
Adapun alasan tetap menjalankan tradisi sumpah pocong karena hukum dari pembuktian santet masih belum diselesaikan sehingga untuk membuktikan kebenaran dari berbagai persoalan yang ada di Desa Polagan yaitu jalan satu-satunya adalah sumpah pocong dan penyelesaian hukumnya
10
Abdul Manan. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
(17)
sudah efektif berjalan mulai dari keampuhannya serta kesadaran masyarakat untuk takut berbohong dalam perbuatan apa saja. Letak lokasi Desa Polagan Kecamatan Sampang Kabupaten Sampang adalah sempit, desa yang terpencil dan merupakan desa yang paling banyak kerikil dan jalan yang berbatu karena desa polagan ini meskipun termasuk Kecamatan Sampang.
Hal inilah yang mendasari penulis untuk melakukan sebuah penelusuran secara ilmiah terkait dengan fenomena yang terjadi di Desa Polagan Samapang Madura tersebut. Penelusuran ilmiah tersebut akan penulis laksanakan dalam wujud penelitian sebagai syarat akademik dengan judul penelitian ” Sumpah Pocong Dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Penyelesaian Sengketa Tanah Di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura)”.
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Melalui latar belakang tersebut diatas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat peneliti identifikasi dalam penulisan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Proses terjadinya sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di
Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
2. Faktor-faktor yang melatar belakangi sumpah pocong dalam penyelesaian
sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
3. Sejarah terjadinya sumpah pocong di Masjid Madegan Desa polagan
(18)
4. Prosesi pelaksanaan sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah
di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
5. Pendapat tokoh agama, hakim, tokoh masyarakat terhadap sumpah
pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
6. Rukun dan syarat sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di
Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
7. Tinjauan hukum Islam terhadap sumpah pocong dalam penyelesaian
sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura. Adapun batasan masalah yang menjadi fokus peneliti dalam penelitian ini, yaitu peneliti akan mengkaji tentang :
1. Penyebab dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di Masjid
Madegan Desa Polagan Sampang Madura.
2. Peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut.
3. Tinjauan hukum Islam tentang sumpah pocong dalam kasus penyelesaian
sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura.
C. Rumusan Masalah
Melalui latar belakang, identifikasi, dan batasan masalah tersebut di atas. Maka rumusan masalah yang akan peneliti kaji dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. Apa penyebab dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di
(19)
2. Bagaimana peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa tanah
tersebut?
3. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang sumpah pocong dalam kasus
penyelesaian sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura?
D. Kajian Pustaka
Setelah peneliti melakukan kajian pustaka, peneliti menemukan hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang mempunyai sedikit relevansi dengan penelian yang sedang peneliti lakukan, yaitu sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan olehmahasiswa UIN Fakultas Syariah Jurusan
al-Ahwalus-Syahsiyah angkatan 2004 bernama Nanang Bahrurozzi dengan judul skripsi: “Yuridis Sosiologi” Tentang Sumpah Sebagai Alat Bukti Di pengadilan Agama Surabaya”. Dalam skripsi ini penelitiannya lebih cenderung terhadap penerapan sumpah sebagai alat bukti di Pengadilan Agama Surabaya dimana dalam perkara tersebut sumpah
pocong merupakan pemutus untuk penyelesaian sengketa.11
2. Masruroh, 2011, penulis skripsi dengan judul “Sumpah Menurut
Al-Qur’an”. Dalam Skripsi ini dijelaskan tentang sumpah yang menyatkan atau meneguhkan suatu persoalan dengan menyebut nama Allah atau salah satu sifatnya dari sifat dzatnya atau dengan menggunakan salah satu
11
Nanang Bahrurozzi, 2004, “Yuridis Sosiologi” Tentang Sumpah Sebagai Alat Bukti Di pengadilan Agama Surabaya” Skripsi, Jurusan al-Ahwalus-Syahsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. 10
(20)
huruf qosam untuk memastikan suatu perkara yang masih diragukan
benar atau salah.12
3. Dan yang terakhir adalah skripsi milik Rafiqi Kurnia Wazzan, 2005
Fakultas Syariah UIN Malang denganjudul "Pendapat Hakim Terhadap
Legalitas Sumpah Pocong Sebagai Sumpah Decissoir" Dimana dalam
penelitian di atas dijelaskan tentang pendapat hakim Pengadilan Agama
menjadikan sumpah pocong sebagai sumpah decissoir (sumpah pemutus)
serta membandingkannya dengan hokum acara pengadilan agama dan
hokum Islam.13
Antara penelitian tersebut dengan penelitian yang sedang peneliti lakukan, mempunyai sedikit kesamaan, yaitu sama-sama mengkaji tentang Sumpah pocong. Sedangkan yang membedakan penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan, yaitu dalam pembahasan penelitian ini peneliti lebih fokus pada penyelesaian sengketa tanah dimana dalam proses pembuktiannya melewati sumpah pocong, selain itu dalam skripsi ini dipadukan antara hukum adat dengan hukum Islam.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dalam penelitian ini, maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:
12
Masruroh, 2011, “Sumpah Menurut Al-Qur’an” Skripsi, Jurusan al-Ahwalus-Syahsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. 12
13
Rafiqi Kurnia Wazzan, 2005, “Pendapat Hakim Terhadap Legalitas Sumpah Pocong Sebagai Sumpah Decissoir” Skripsi, Jurusan al-Ahwalus-Syahsiyah, Fakultas Syari’ah, IAIN Sunan Ampel Surabaya. 10
(21)
1. Untuk mengetahui dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di
Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura.
2. Untuk mengetahui peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa
tanah tersebut
3. Untuk memahami dan menganalisis tinjauan hukum Islam tentang
sumpah pocong dalam kasus penyelesaian sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madura.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun secara praktis, sebagai berikut:
1. Teoritis
Secara teoritis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih khazanah keilmuan, khususnya dalam praktik pelaksanaan sumpah pocong di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura dalam penyelesaian sengketa tanah.Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi, baik oleh peneliti selanjutnya maupun bagi pemerhati hukum Islam dalam memahami praktik tersebut.
2. Praktis
Secara praktis, peneliti berharap hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi masyarakat, khususnya
(22)
masyarakat Desa Polagan Sampang Madura dalam pelaksanaan sumpah pocong di Masjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura.
G. Definisi Oprasional
Untuk mempermudah pembaca dalam memahami penulisan penelitian ini, dan untuk berbagai pemahaman interpretatif yang bermacam-macam, maka peneliti akan menjelaskan beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini, sebagai berikut:
1. Sumpah Pocong: adalah sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam
keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal dimana dilaksanakan di Masjid Madegan. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. apabila keterangan atau janjinya tidak benar,
yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari Allah.14
Dimana dalam hal ini berupa sumpah pocong yang terjadi di Desa Polagan yaitu sengketa tanah antara cucu kakek dengan seorang paman bahwa kakek telah menjual tanah tersebut tanpa sepengetahuan cucu kepada paman dimana dalam penyelesaiannya dilakukan melewati pembuktian berupa sumpah pocong apabila tanah tersebut tidak terbukti di jual maka akan terjadi hal-hal yang buruk padanya.
2. Hukum Islam: Menurut ulama Mu’tazilah hukum Islam adalah sesuatu
yang telah ditetapkan oleh Allah dalam bentuk perbuatan yang sesuai
14
http://id.wikipedia.org/wiki/Sumpah_pocong, oleh, Mustakim, diakses pada Tanggal 25 November 2011
(23)
dengan apa yang ada dalam sifat akal, karena teks al-qur’an dan al-sunnah berfungsi sebagai pembuka rahasia hukum dan akal bebas untuk
mendapatkannya.15 Dalam hal ini yaitu berupa hukum islam mengenai
perbuatan manusia yang berhubungan dengan sumpah pocong yang dilakukan masyarakat Desa Polagan di Masjid Madegan.
H. Metode Penelitian
Adapun penulisan dan pembahasan skripsi ini adalah penelitian lapangan dan penulis menggunakan metode penelitian kualitatif, karena penelitian ini ingin menemukan atau menggali data yang dibutuhkan atau data yang belum digali. Metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti, dimana peneliti adalah sebagai instumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara gabungan, analisis data bersifat induktif, dan penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada
generalisasi.16
1. Data Yang Dikumpulkan
Berdasarkan judul dan rumusan masalah dalam penelitian ini, maka data yang dikumpulkan adalah sebagaimana berikut:
a. Prosedur sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di
Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
15
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya, Studi Hukum Islam, (Surabay: IAIN Sunan Ampel Press, 2011), 43
(24)
b. Faktor yang melatar belakangi dan penyebab sumpah pocong dalam
penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
c. Peran kiai, hakim dalam sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa
tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
d. Dampak positif dan negatif sumpah pocong dalam penyelesaian
sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
2. Sumber Data
Agar memperoleh data yang kompleks dan komprehensif, serta terdapat korelasi yang akurat sesuai dengan judul penelitian ini, maka sumber data dalam penelitian ini di bagi dua, yaitu:
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
sumbernya, data primer yang dimaksud adalah:17
1) Pemangku Adat: Ketua adat dalam tradisi sumpah pocong di
Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura
2) Tokoh Agama: Adalah para masyarakat yang memiliki public
vigor atau masyakat yang memiliki pengetahuan agama yang mendalam.
3) Masyarakat Yang Bersumapah Pocong: adalah kedua masyarakat
yang saling berselisih dan sama-sama bersumpah untuk membenarkan dan membuktikan pendapatnya.
17Ibid., 10.
(25)
4) Kepala Desa dan masyarakat yang terkait dalam sumpah pocong
dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
b. Sumber Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dibutuhkan sebagai
pendukung data primer.Data ini bersumber dari referensi dan literatur yang mempunyai korelasi dengan judul dan pembahasan penelitian ini seperti buku, catatan, dan dokumen. Adapun sumber data sekunder yang dijadikan rujukan dalam penelitian ini, ialah sebagaimana berikut:
1) Al-Jazairi Abd Al-Rahman, Fiqh ‘Ala Madzahib
Al-‘Arba’ah, Juz. 3, Beirut: Dar Al-Kutub Al-‘Ilmiyah, 2003.
2) M Sufyan Raji , Abdullah,. 250 Aktualita Masalah Agama.
(Jakarta: Pustaka Al-Riyadl, 2007)
3) Soerjono, dkk, Metode Penelitian, Suatu Pemikiran dan
Penerapan. (Jakarta: Rineka Cipta, 1999)
4) Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum ( Jakarta: UI
Press, 1986)
5) Subekti. Hukum Pembuktian. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995)
6) Mudakir Iskandar Syah, Hukum dan Keadilan. (Jakarta: Grafindo
Utama, 1985)
7) Bambang Waluyo, Sistem Pembuktian Dalam Peradilanm
(26)
8) Dokumen-dokumen lain mengenai sistem kemitraan.
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data peneliti menggunakan beberapa metode, sebagaimana berikut:
a. Interview
Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari
terwawancara.18Metode wawancara digunakan oleh peneliti dalam
pengumpulan data, yaitu untuk memperoleh data mengenai sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
Disamping itu, teknik wawancara digunakan peneliti untuk menanyai langsung mengenai sejarah dan latar belakang terjadinya sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.Dalam hal ini pihak yang diwawancarai adalah pemangku adat, kiai dan hakim, masyarakat yang melakukan sumpah pocong, Kepala Desa, Keluarga yang terkait, serta masyarakat.
b. Dokumentasi
Menurut Suharsimi Arikunto, dokumentasi berasal dari kata
dokumen, yang artinya barang-barang tertulis. Didalam
18 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2006), 155
(27)
melaksanakan metode dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, dokumen peraturan-peraturan,
notulen rapat, catatan harian, dan sebagainya.19Adapun dokumentasi
dalam penelitian ini yaitu berupa bukti tertulis mengenai sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
4. Teknik Pengolahan Data
Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan mempermudah peneliti dalam melakukan analisis data, maka peneliti mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber adalah
sebagaimana berikut:20
a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan. Teknik ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data, dan memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.
b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkategorisasian data. Peneliti menggunakan tekhnik ini untuk mengkategorisasikan sumber data yang sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan pembahasan dalam penelitian ini.
19Ibid., 125.
(28)
c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan sumber data. Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan yang telah direncanakan sebelumnya mengenai sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan ke orang lain.21
Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan secara keseluruahan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif analisis yaitu peneliti mendeskripsikan dan memaparkan data yang diperoleh dilapangan mengenai sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura. Lebih lanjut, digunakan pola pikir induktif, yaitu mengemukakan data yang besifat khusus mengenai praktik atau proses sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura. Kemudian di analisa dengan paparan yang bersifat umum sesuai dengan anlisis hukum Islam.
21Sugiono, Metode Penelitian., 244
(29)
I. Sistematika Pembahasan
Agar lebih mudah memahami alur pemikiran dalam skripsi ini, maka penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab, yang saling berkaitan antara bab satu dengan bab yang lainnya. Dari masing-masing diuraikan lagi menjadi beberapa sub bab yang sesuai dengan judul babnya. Adapun sistematika pembahasan dalam skripsi ini selengkapnya adalah sebagai berikut :
Bab kesatu :Merupakan pendahuluan, membahas latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua : Merupakan bab yang teoritis, berupa tinjauan umum tentang A. Sumpah, terdiri dari: Pengertian Sumpah, Dasar Hukum Sumpah, Macam-Macam Sumpah, Rukun Dan Syarat Sumpah, Kegunaan Sumpah, Hal-hal yang Dapat Digunakan Untuk Bersumpah, Kafarat Sumpah, Larangan Bersumpah Selain Nama Allah, Kebolehan Melanggar Sumpah Atas Dasar Kemaslahatan.
Bab ketiga :Merupakan bab yang menguraikan data hasil penelitian, berisi tentang deskripsi praktik sumpah pocong dalam penyelesaian sengketa tanah di Masjid Madegan Desa polagan Sampang Madura.
Bab keempat : Merupakan bab yang membahas analisis data. Dalam bab ini melakukan analisis terhadap data yang berhasil dikumpulkan dalam
(30)
rangka mencari jawaban terhadap pertanyaan, sebagaimana yang dimuat dalam rumusan masalah pada bab satu.
Bab kelima : Merupakan bab penutup, berisi tentang kesimpulan dan saran. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mengadakan analisis terhadap data yang diperoleh, sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, dan merupakan jawaban atas pertanyaan pada rumusan masalah.
(31)
BAB II
SUMPAH(AYMA<N) DAN PEMBUKTIAN DALAM HUKUM ISLAM
A. Sumpah(Ayma>n)
1. PengertianSumpah(Ayma>n)
Al-Ayma>n adalah jamak (plural) dari kata Yami<n yang berarti
tangan kanan. Penggunaan kata ayma>ndengan makna sumpah disebabkan kebiasaan orang-orang dahulu yang mengambil sumpah satu sama lain dengan cara saling memegang tangan kanan. Dalam terminologi syariat Islam, kata yami<n berarti pernyataan atau penegasan akan sebuah permasalahan dengan menyebutkan nama Allah SWT, atau salah satu dari sifat-Nya. Makna lainnya, adalah janji dari pihak yang melakukannya, sebagai pernyataan ketegasan atas tekad untuk melaksanakan atau sebaliknya.1
Sumpah menurut pengertian syara’ yaitu menahkikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah SWT, seperti;
walla<hi, billa<hi, talla<hi.Secara etimologis arti sumpah yaitu:
1. Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan.
1 Hasan Saleh,Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer, (Jakarta, PT Raja Grafindo Persada: 2008), 242.
(32)
2. Pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.
3. Janji atau ikrar yang teguhakan menunaikan sesuatu.
Dalam bahasa Arab sumpah disebut dengan aimanu,
al-halfu, al-qasamu. Al-aimanu jama’ dari kata al-yami<nu (tangan kanan)
karena orang Arab di zaman Jahiliyah apabila bersumpah satu sama lain saling berpegangan tangan kanan. Kata al-yami<nu secara etimologis dikaitakan dengan tangan kanan yang bisa berarti al-quwwah
(kekuatan), dan al-qasam (sumpah). Dengan demikian pengertian
al-yuami<nu merupakan perpaduan dari tiga makna tersebut yang
selanjutnya digunakan untuk bersumpah.
Dikaitkan dengan kekuatan (al-quwwah), karena orang yang ingin mengatakan atau menyatakan sesuatu dikukuhkan dengan sumpah sehingga pernyataannya lebih kuat sebagaimana tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri. Lafal sumpah tersebut harus menggunakan huruf sumpah (al-qasam) yaitu: waw, ba dan ta. seperti; wallahi, billahi,
tallahi.2
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum bersumpah, Imam Malik berpendapat bahwa hukum asal sumpah adalah ja>iz,(boleh). Hukumnya bisa menjadi sunnah apabila dimaksudkan untuk menekankan suatu masalah keagamaan atau untuk mendorong orang
2Yahya Ismail, Hubungan Penguasa dan Rakyat dalam Perspektif Sunnah, (terj. AndiSuharman), (Jakarta: Gema Insani, 1995), 154.
(33)
melakukan sesuatu yang diperintahkan agama, atau melarang orang berbuat sesuatu yang diperintahkan agama, atau melarang orang berbuat sesuatu yang dilarang agama Jika sumpah hukumnya mubah, maka melanggarnya pun mubah, tetapi harus membayar kafarat (denda), kecuali jika pelanggaran sumpah itu lebih baik.
MenurutImam Hambali berpendapat bahwa hukum bersumpah itu tergantung kepada keadaannya. Bisa wajib, haram, makruh, sunnah ataupun mubah. Jika yang disumpahkan itu menyangkut masalah yang wajib dilakukan, maka hukum bersumpahnya adalah wajib. Sebaliknya jika bersumpah untuk hal-hal yang diharamkan, maka hukum bersumpahnya juga sunnah dan seterusnya.
MenurutImam Syafi’i berpendapat hukum asal sumpah adalah makruh. Tetapi bisa saja hukum bersumpah menjadi sunnah, wajib, haram, atau mubah. Tergantung pada keadaaanya.Menurut Imam Hanafi asal hukum bersumpah adalah ja>iz, tetapi lebih baik tidak terlalu banyak melakukan sumpah. Jika seseorang bersumpah akan melakukan maksiat, wajib ia melanggar sumpahnya. Jika seseorang bersumpah akan meninggalkan maksiat maka ia wajib melakukan sesuai dengan sumpahnya.
Kata-kata al-yami<n, al-Half, al-‘iila<, dan al-Qasam, semuanya memiliki kesamaan apabila ditinjau dari segi makna yakni: pernyataan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu perbuatanyang di kuatkan dengan kata-kata ketergantungan kepada
(34)
sesuatu yang sesuai denganketentuan syara’, misalnya ”demiallah” atau
“walla<hi, billa<h, atau “talla<h” atau kata-kata yang sejenisnya.
Ulama’ sepakat bahwa sumpah yang di benarkan atau sesuai dengan syari’at Islam adalah sumpah yang kalimat sumpahnyamenggunakan atau menyebut nama atau sifat Allah seperti: “Demi Allah”, “Demi Iradat Allah”, dan bertujuan untuk kebaikan dan bukan penipuan.
2. DasarHukumSumpah
Ÿ
ω
u
ρ
(
#
θ
è
=
y
èøg
r
B
©
!
$
#Z
π
|
Êóããö
Ν
à
6
Ï
Ψ≈
y
ϑ
÷
ƒ
X
{χ
r
&
(
#
ρ
•
y
9
s
?
(
#
θ
à
)
−G
s
?
u
ρ
#
(
θ
ßsÎ
=
óÁè?
u
ρ
š
÷
t
/Ĩ$¨
Ψ9
$
#3
ª
!
$
#
u
ρ
ìì
‹
ÿ
Ï
x
œÒ
ΟŠ
Î
=
t
æ
∩⊄⊄⊆∪
ā
ω
ã
Ν
ä
.
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
ª
!
$
#È
θ
øó¯
=9
$
$Î/þ
’
Îûö
Ν
ä
3
Ï
Ψ≈
y
ϑ
÷
ƒ
r
&
3≈
Å
s
9
u
ρΝ
ä
.
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
$
o
ÿ
Ï3ôM
t
6
|
¡
x
.
ö
Ν
ä
3
ç/
θ
è
=
è
%
3
ª
!
#
$
u
ρ
î‘
θ
à
x
î×
Λ
=
Î
y
m
∩⊄⊄∈∪
t
Ï
%
©
#
9
Ïj
t
βθ
ä
9
÷
σ
ã
ƒ
Ï
Β
ö
Ν
Î
γ
Í
←
!
$
¡Îp
|
Σ
ßÈš/
t
s
?Ï
π
y
è
t
/ö‘
r
&9å
κ
ô−
r
&(
β
Î
*
s
ù
ρ
â
!
$
s
ù¨
β
Î*
s
ù
©
!
$
#Ö‘
θ
à
x
îÒ
Ο‹
Ïm§‘
∩⊄⊄∉∪
÷
β
Î)
u
ρ
(
#
θ
ã
Β
t
“
t
ã
t
,≈
n
=
©Ü
9
$
#¨
β
Î*
ù
s
©
!
$
#ìì
‹
Ï
ÿ
x
œÒ
ΟŠ
Î
=
t
æ
∩⊄⊄∠∪
Arinya: “Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertaqwa, dan mengadakan ishlah diantara manusia. Dan Allah Maha mendengar, lagi Maha mengetahui. Allah tidak menghukum kaum lantaran sumpahmu yang tidak dimaksud(untukbersumpah), tetapi Allah menghukum kamu
disebabkan(sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) dalam hati. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber’azam (bertetap hari untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui”. (Q.S.al-Baqarah 2:224-227)
Sumpah menurut pengertian syara’ yaitu mentahkikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah Swt. Adapun sumpah
(35)
dengan menyabut selain dari pada nama Allah atau sifat–sifat_Nya, seperti sumpah dengan makhluk tidak sah. Berarti tidak wajib ditepati dan tidak wajib kafarat (denda). Begitu juga sumpah yang tidak disengaja, umpamanya terlanjurnya lidah.Firman Allah Swt:
ā
ω
ã
Ν
ä
.
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
ª
!
$
#È
θ
øó¯
=9
$Î/þ
$
’
Îûö
Ν
ä
3
Ï
Ψ≈
ϑ
y
÷
ƒ
r
&
Å
3≈
s
9
ρΝ
u
ä
.
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
$
o
ÿ
Ï3ôM
t
6
|
¡
x
.
Ν
ö
3
ä
ç/
θ
è
=
è
%
!
3
ª
$
#
u
ρ
î‘
θ
à
x
î×
Λ
Î
=
y
m
∩⊄⊄∈∪
Artinya: ”Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpahmu yangtidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) oleh hatimu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun“. (QS. Al-Baqarah: 225).
Barang siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa tiga hari.Firman Allah Swt:
Ÿ
ω
ã
Ν
ä
.
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
ª
!
$
#È
θ
øó¯
=9
$
$Î/þ
’
Îûö
Ν
ä
3
Ï
Ζ≈
y
ϑ
÷
ƒ
r
&
Å
3≈
s
9
u
ρΝ
à
2
ä‹Ï{#
x
σ
ã
ƒ
$
y
ϑ
Î/ã
Ν
›?‰¤
)
t
ã
z
≈
y
ϑ
÷
ƒ
F
{
$
#(ÿ
…
ç
µ
è?
t
≈
¤
s
3
s
ùã
Π
$
y
èôÛÎ)Í
ο
u
³
|
t
ã
t
Å
3≈
|
¡
t
Β
ô
Ï
Β
ÅÝ
y
™÷
ρ
r
&$
t
Β
t
βθ
ß
ϑ
ÏèôÜè?ö
Ν
ä
3Š
Î
=
÷
δ
&÷
r
ρ
r
&ó
Ο
ß
γ
è?
θ
u
ó¡Ï
.
÷
ρ
r
&ã
ƒ
Ì
øt
r
B7
π
t
6
s
%
‘(
u
y
ϑ
s
ùó
Ο
©
9
ô‰Åg
†
s
ã
Π
$
u
‹
ÅÁ
s
ùÏ
π
s
W
≈
n
=
r
O5
Θ
$−
ƒ
&4
r
y
7
Ï
9≡
s
Ί
ο
t
≈
¤
x
.
ö
Ν
ä
3
Ï
Ψ≈
y
ϑ
÷
ƒ
r
&#
s
ŒÎ)ó
Ο
çFø
=
n
y
m4
(
#þ
θ
Ýà
x
ôm
$
#
u
ρ
ö
Ν
ä
3
o
Ψ≈
y
ϑ
÷
ƒ
r
&4
7
y
Ï
9≡
x
‹
x
.
ß
Îi
t
7ã
ƒ
ª
!
#ö
$
Ν
ä
3
s
9
Ï
µ
ÏG
≈
t
ƒ
#
u
/
÷
ä
3
ª
=
y
è
9
s
t
βρ
ãä
3
ô±
n
@
∩∇∪
Artinya:“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahyang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafarat (melanggar) sumpah itu ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakain kepada mereka atau memerdekakan seorng budak. Baran siapa yang tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kafaratnya puasa tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum_Nya agar kamu bersyukur (kepada_Nya).” (QS. Al_Maidah: 89).
(36)
Sumpah gamus yang disebut juga ash shabirah yaitu dusta yang bisa merendahkan hak-hak atau bertujuan membuat dosa dan khianat. Sumpah ini termasuk kaba’ir (dosa besar) dan tidak ada
kafaratnya, karena jauh lebih besar dari apa yang bisa di ampuni. Allah Swt berfiman:
Ÿ
ω
u
ρ
(
#ÿ
ρ
ä‹Ï‚−G
s
?ö
Ν
ä
3
u
Ζ≈
y
ϑ
÷
ƒ
&K
r
ξ
y
z
y
Šö
Ν
à
6
o
Ψ
÷
t
/¤
Α
Í”
t
I
s
ù
7
Π
y
‰
s
%
y
‰÷è
t
/$
p
κ
ÌE
θ
ç6èO
(
#
θ
è
%ρ
ä‹
s
?
u
ρ
u
þ
θ
¡
9
$
#$
y
ϑ
Î/ó
Ο
›?Š
y
‰
|
¹
ãÈ
t
≅‹
Î6
y
™
«
!
$
#(ö
/
ä
3
s
9
u
ρ
ë>#
x
‹
t
ãÒ
ΟŠ
Ïà
t
ã
∩⊆∪
Artinya: “dan janganlah kamu jadikan sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan kakimu tergelincir setelah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan didunia karena kamu menghalangi manusia dari jalan allah serta bagimu azab yang besar.” (QS. 16 ayat 94)
3. Macam-Macam Sumpah
Adapunmacam-macamsumpahdalam Islam dibagimenjadi 3
anatarlainsebagaiberikut: a. Sumpah al-Laghwu (gurauan)
Sumpah gurauan adalah yang diucapkan tanpa maksud yang sebenarnya, seperti perkataan seseorang: “Demi Allah, Anda
harus makan,” atau“Demi Allah, Anda harus minum,” dan
seterusnya. Ungkapan sumpah tersebut diucapkan bukan dengan maksud sumpah, tapi disebabkan kecerobohan dalam berbicara.
(37)
Sumpah seperti ini dianggap tidak mempunyai akibat hukum, sehingga si pengucap sumpah ini tidak terbebani hukum apa-apa.3
Al-Yaminul Laghwi ialah ungkapan sumpah yang tidak dimaksudkan sebagai sumpah, sekedar pemanis kalimat. Misalnya, orang Arab biasa mengatakan, “wallahi lata’kulanna”
artinya “Demi Allah kamu benar-benar harus makan”, atau ‘wallahi
latasyrabanna’ artinya “Demi Allah kamu benar-benar mesti minum”,
dan semisalnya yang tidak dimaksudkan untuk bersumpah. Sumpah seperti ini tidak teranggap dan tidak mempunyai akibat hukum, sehingga si pengucap sumpah ini tidak terbebani hukum apa-apa. b. Sumpah Mun’aqadah (sah)
Sumpah Mun’aqadahialah sumpah yang diniatkan oleh pelakunya dengan benar-benar dan tulus. Adapun hukum sumpah ini ialah wajib membayar kafarat apabila melanggarnya.Al-yaminul mun’aqidah ialah sumpah yang disengaja dan hendak dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sebagai penguat untuk melaksanakan atau meninggalkan sesuatu. Jika yang bersangkutan melaksanakan sumpahnya dengan baik, maka ia tidak terkena sanksi apa-apa; namun manakala ia melanggarnya, maka ia harus menebus dengan membayar kafarah.4
c. Sumpah Ghamuus (palsu)
3Ibid, 243
4Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash-Shahihah, (terj. Ma’ruf Abdul Jalil), (Pustaka As-Sunnah), 742 – 745.
(38)
SumpahGhamuusialah sumpah dusta yang dapat menghilangkan hak-hak atau yang bertujuan untuk memalsukan dan mengkhianati hak-hak orang lain. Sumpah palsu termasuk salah satu dosa besar dan tidak terkena kafarat disebabkan dosanya yang sangat besar. Oleh karena itu, disebut dengan ghamuus (palsu), karena akan memasukkan pelakunya ke dalam api neraka jahanam.5
Al-yaminul ghamus ialah sumpah palsu yang dimaksudkan hendak merampas hak-hak orang lain, atau ditujukan untuk berbuat fasik dan khianat. Disebut demikian karena sumpah ini mencelupkan pelakunya ke dalam perbuatan dosa kemudian ke dalam neraka. Sumpah palsu ini termasuk dosa besar yang paling besar dan tidak bisa ditebus dengan membayar kafarah.6Yamin (sumpah) ini tidak sah, karena yamin yang sah bisa ditebus dengan kafarah. Sumpah ini tidak mendatangkan kebaikan sedikitpun.
Aadapaunjenis-jenis sumpah yang mengikuti orang yang bersumpahanataralainsebagaiberikut:
1) Sumpah saksi
Yaitu sumpah yang di buat oleh saksi sebelum di beri kesaksian yang di buat untuk emastikan kebenarannya.
2) Sumpah orang yang didakwa
5Syamsudin, Menyingkap Dosa-dosa Besar, (Jakarta: Pustaka Amani.1989), 138.
6Syeik Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin, Majelis Dalam Ramadhan, (terj. Adni Kurniawan), (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2007), 384.
(39)
Yaitu sumpah yang di buat oleh orang yang di dakwa atas permintaan Qadi karena di tuntut oleh orang yang mendakwa untuk memastikan jawaban setiap pertanyaan.
3) Sumpah orang yang medakwa
4) Yaitu sumpah yang dibuat oleh orang yang mendakwa untuk menolah tuduhan darinya, atau untuk mensabitkan haknya, atau untuk menolak sumpah atas dirinya.7
4. RukundanSyaratBagi Orang Yang Bersumpah
Adapunrukundansyaratbagi orang yang bersumpahantaralainsebagaiberikut:8
a. Mukallaf,tidak sah sumpah anak kecil,orang gila, dan orang tidur.
b. Dengan kemauan sendiri,tidaklah sah sumpah orang yang terpaksa.
c. Dapat berbicara,tidak sah sumpah orang yang bisu dengan isyarat sebagainya.
d. Diengaja bersumpah,tidaklah sah sumpah orang yang terlanjur lidah
Sedangkansyarat-syarat sumpah menurut kesepakatan ulama dapat di bagi kepada enam macam:9
7
Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi Alwajis, Panduan Fiqh Lengkap, (terj. Team Tashfiyah LIPIA), (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), 663.
8Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar BaruAl-gensido,2004). 483.
9Wahbah al-Zuhaili, Fiqh dan Perundangan Islam, (terj. Ahmad Syahbari Salamaon), (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2001), 660.
(40)
1) orang yang bersumpah itu hendaklah seorang yang mukallaf( baligh dan berakal) dan tidak di pakasa (pilihan sendiri). Oleh karena itu tidak sah sumpah bagi anak-anak, orang gila, orang yang sedang tidur dan dipaksa.
2) Hendaklah orang yang di dakwa menafikan hak orang yang mendakwa. Jika ia mengiktirafnya maka tidak perlu bersumpah. 3) Sumpah iyu hendaklah di minta dan di arahkan oleh Qadhi. 4) Hendaklah sumpah di buat bagi diri sendiri. Sumpah tidak
boleh di buat bagi orang lain, karena ia sangat berkaitan dengan taggungan antara orang yang bersumpah dengan agamanya. 5) Sumpah itu janganlah berkaitan dengan hak-hak yang kgusus
untuk Allah seperti masalah Hudud.
6) Sumpah itu hendaklah mengenai hak-hak yang harus di ikrarkan.
Ulama berbeda pendapat tentang syarat-syarat di atasantaralainsebagaiberikut:10
a) tidak dapat membawa saksi ataupun saksi tidak ada.
Mengikuti jumhur ulama, selain mazhab syafi’i. jika saksi hadir dalam majelis perbicaraan, maka tidak sah diminta sumpah daripada orang yang di dakwa (yang di tuntut). Demikian menurut Abu Hanifah, tidak sah meminta sumpah jika Qadi berada di negeri yang di diami oleh Qadi. Jadi,
(41)
sumpah adalah hak orang yang mendakwa dan menjadi wajib keatas orang yang didakwa.
b) Ada hubungan pencampuran atau menambah antara dua pihak yang bertikai menurut pendapat imam Maliki.
Tujuannya adalah orang yang di bawah tidak bermegah-megah dengan orang yang berkedudukan tinggi denagn mendakwa mereka di mahkamah dan meminta sumpah dari mereka, ataupun mereka di hukum karena keengganan bersumpah.
ﻰﻠﻋ ﺔﻨﻴﺒﻟا
ﻪﻴﻠﻋ ﻰﻋ ﺪﳌا ﻰﻠﻋ ﲔﻤﻴﻟاو ﻲﻋ ﺪﳌا
Artinya:“pembuktian diwajibkan atas orang yang menuduh dan
sumpah atas orang yang di tuduh”.11
5. Kegunaan Sumpah
Adapaunkegunaanataumanfaatsumapahadalahsebagaib erikut:
1) Untuk menangkis tuduhan yang dilancarakan orang terhadap penggugat.Sumpah ini diucapkan oleh orang yang mengingkari tuduhan tersebut.
2) Untuk menyatakan kebenaran diri,pribadi.
11Abdul ‘Azhim bin Badawi Al-Khalafi Alwajis, Panduan Fiqh Lengkap, (terj. Team Tashfiyah LIPIA), (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007), 789.
(42)
3) Untuk berlaku jujur dalam suatu tugas,atau jabatan yang diserah orang,dalam arti bahawa seorang dalam jabatannya tidakan berlaku curang.
6. Hal-Hal yang Dapat Digunakan untuk Bersumpah
Bersumpah itu hanya bisa dilakukan dengan menggunakan nama-nama Allah atau sifat-sifat-Nya. Karena, Nabi saw. bersumpah dengan Allah, Zat yang tiada Tuhan selain-Nya dan bersumpah dengan ucapannya, “Demi Zat yang jiwa ragaku berada pada kekuasaan-Nya.” Demikian pula, Jibril as bersumpah dengan sifat izzah (menang/kuasa) Allah, maka Jibril berkata, “Demi sifat izzah-Mu (sifat kemenangan-Mu/kekuasaan-Mu) seseorang tidak akan mendengarkan surga kecuali dia pasti memasukinya.” (HR Tirmizi seraya menyahihkannya).
Dengan demikian, seseorang tidak boleh bersumpah dengan selain nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, baik bersumpah dengan sesuatu yang diagungkan dan dimulyakan Allah atau bersumpah dengan Nabi saw.
7. Kafarat (Denda) Sumpah
Kata kafarat merupakan bentuk mubalaghah dari
al-kufru yang berarti as-sitru (penutup). Maksud kata tersebut pada
bahasan ini, ialah semua bentuk perbuatan yang dapat menghapuskan dan menutupi sebagian dosa, sehingga tidak ada lagi pengaruh sangsi atas suatu perbuatan, baik di dunia maupun di
(43)
akhirat kelak.Bentuk-bentuk perbuatan yang dinyatakan sah sebagai kafarat sumpah atas suatu pelanggaran sumpah adalah: a. Memberi makanan
Mayoritas ahli fiqih mensyaratkan pemberian makanan mesti untuk sepuluh orang miskin muslim, menurut Abu Hanifah, dibolehkan memberikan makanan untuk satu orang saja selama sepuluh hari.
b. Memberi pakaian
Standar pakaian yang memadai atau layak adalah yang dikenakan oleh orang yang melakukan kafarat.
c. Memerdekakan budak
Mayoritas ulama berpendapat bahwa budak yang dimerdekakan harus beragama Islam atas dasar analogi dengan
kafarat pembunuhan dan zihar. Dibolehkan untuk memilih
melaksanakan kewajiban puasa selama tiga hari, bila tidak mampu melaksanakan salah satu dari hal di atas.Ketiga pilihan di atas dilaksanakan secara tertib dan tersusun, artinya berawal dari pilihan yang paling ringan hingga yang berat. Pertama memberi pakaian sebagai pilihan kedua, dan memerdekakan budak adalah pilihan terakhir.
DalamEnsiklopedi Islam dijelaskan bahwa kafarat atas pelanggaran sumpah ada tiga macam yaitu:
(44)
b. Memberi makan sepuluh orang miskin yang setiap orang mendapat satu mud atau 3/4 liter.
c. memberikan pakaian kepada sepuluh orang miskin, masing-masing satu lembar pakaian.12
8. Larangan Bersumpah dengan Nama Selain Allah
Jika sumpah dinyatakan tidak sah tanpa menyebut nama atau salah satu sifat Allah, maka haram hukumnya bersumpah dengan menyebut selain-Nya, karena sumpah merupakan pengagungan atas nama yang disebutkan. Dan hanya Allah yang berhak menerima pengagungan tersebut.Sedangkan bersumpah dengan menyebut selain-Nya, seperti demi Nabi, demi wali, demi orangtuaku, demi ka’bah atau semisalnya, sumpahnya batal dan tidak terkena kafarat jika melanggar, namun ia tetap berdosa karena mengagungkan selain Allah.
9. Kebolehan Melanggar Sumpah Atas Dasar Kemaslahatan
Pada dasarnya, orang yang bersumpah harus menunaikan apa yang telah disumpahkannya. Namun, dibolehkan membatalkan untuk melaksanakan sumpahnya bila ia berpandangan ada kemaslahatan yang lebih utama. Allah SWT berfirman;
Ÿ
ω
u
ρ
(
#
θ
è
=
y
èøg
r
B
©
!
$
#Z
π
|
Êóããö
Ν
à
6
Ï
Ψ≈
y
ϑ
÷
ƒ
X
{χ
r
&
(
#
ρ
•
y
9
s
?
(
#
θ
à
)
−G
s
?
u
ρ
(
#
θ
ßsÎ
=
óÁè?
u
ρ
š
÷
t
/Ä
¨$¨
Ψ9
$
#3
ª
!
$
#
u
ρ
ìì
‹
Ï
ÿ
x
œÒ
ΟŠ
Î
=
t
æ
∩⊄⊄⊆∪
(45)
Artinya: “Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu
sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa
dan Mengadakan ishlah (berbuat baik) di antara manusia
dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.”
(Al-Baqarah: 224)
Penjelasan ayat, janganlah kamu melakukan sumpah dengan menggunakan nama Allah sebagai penghalang bagimu dalam berbuat baik, takwa, dan perbaikan. Maksudnya, melarang bersumpah dengan mempergunakan nama Allah untuk tidak mengerjakan yang baik, seperti: demi Allah, saya tidak akan membantu anak yatim. Tetapi apabila sumpah itu telah terucapkan, haruslah dilanggar dengan membayar kafarat.
Sumpah Pocong Dilihat Dari Sudut Pandang Islam
Sumpahpocongadalah sumpah yangdilakukanolehseseorangda lamkeadaanterbalutkain kafan sepertilayaknya orang yang telahmeninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk.13
Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan
13ShintaTeviningrum, Intisari No. 401 Desember 1996, SumpahPocong, menghindarisumpah bohong.http://id.wikipedia.org/wiki/sumpah_pocong
(46)
tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. Konsekuensinya, apabila keterangan atau janjinya tidak benar, yang bersumpah diyakini mendapat hukuman atau laknat dari tuhan.
Di dalam sistem pengadilan Indonesia, sumpah ini dikenal sebagai sumpah mimbar dan merupakan salah satu pembuktian yang dijalankan oleh pengadilan dalam memeriksa perkara-perkara perdata, walaupun bentuk sumpah pocong sendiritidak diatur dalam peraturan Hukum Perdata dan Hukum Acara Perdata. Sumpah mimbar lahir karena adanya perselisihan antara seseorang sebagai penggugat melawan orang lain sebagai tergugat, biasanya berupa perebutan harta warisan, hak-hak tanah, utang piutang, dan sebagainya.
Dalam suatu kasus perdata ada beberapa tingkatan bukti yang layak diajukan, pertama adalah bukti surat dan kedua bukti saksi. Ada kalanya kedua belah pihak sulit menyediakan bukti-bukti tersebut, misalnya soal warisan, turun-temurunnya harta, atau utang-piutan yang dilakukan antara almarhum orang tua kedua belah pihak beberapa puluh tahun yang lalu. Bila hal ini terjadi maka bukti ketiga yang diajukan adalah bukti persangkaan yaitu dengan meneliti rentetan kejadian di masa lalu.
Bukti ini agak rawan dilakukan. Bila ketiga macam bukti tersebut masih belum cukup bagi hakim untuk memutuskan suatu
(47)
perkara maka dimintakan bukti keempat yaitu pengakuan. Mengingat letaknya yang paling akhir, sumpah pun menjadi alat satu-satunya untuk memutuskan sengketa tersebut. Jadi sumpah tersebut memberikan dampak langsung kepada pemutusan yang dilakukan oleh hakim.
Sumpah ada dua macam yaitu Sumpah
Suppletoir dan Sumpah Decisoir. Sumpah Suppletoir atau sumpah tambahan dilakukan apabila sudah ada bukti permulaan tapi belum bisa meyakinkan kebenaran fakta, karenanya perlu ditambah sumpah. Dalam keadaan tanpa bukti sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah pemutus yang sifatnya tuntas menyelesaikan perkara. Dengan menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata tergantung kepada bunyi sumaph dan keberanian pengucap sumpah. Agar memperoleh kebenaran yang hakiki, karena keputusan berdasarkan semata-mata pada bunyi sumpah, maka sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong. Sumpah pocong dilakukan untuk memberikan dorongan psikologis pada pengucap sumpah untuk tidak berdusta.
Berkaitan dengan Tuhan Yang Maha Esa maka sumpahnya pun disebut sumpah mimbar. Artinya, pihak yang dibebani sumpah akan dibawa ke muka mimbar rumah ibadah. Setelah ditetapkan hari untuk bersumpah, pelaku akan dibawa ke depan mimbar rumah ibadah agama yang dipeluknya. Setelah bersuci, di muka mimbar ia akan diupacarakan seperti orang meninggal, diiringi doa-doa. Dihadapan seorang kyai dan
(48)
dikelilingi para saksi yang terdiri atas semua majelis, panitera, pembela, para ulama, ia pun mengucapkan sumpah hasil rumusan hakim yang isinya membenarkan gugatan atau sangkalannya. Usai upacara akan dibuat berita acara oleh para panitera pengadilan, majelis, serta hakim yang menyaksikan, yang menjelaskan segala sesuatu tentang pelaksanaan sumpah. Segera berita acara yang telah diterima pengadilan diproses untuk menyusun putusan. Dengan pembuktian menggunakan sumpah mimbar maka yang berani mengucapkan sumpah adalah pihak yang menang.
Di dalam keyakinan Islam, belum pernah ada siroh (sejarah) para nabi dulu dan pada jaman khalifah yang melakukan apa yang disebut ’sumpah pocong’. Kita semua tahu bahwa sumpah pocong itu sering terdengar ditelinga kita ketika ada orang yang di tuduh melakukan sesuatu, namun orang tersebut menyangkalnya, maka kadang yang bersangkuta dipaksa melakukan sumpah pocong.
Tuduhan ini biasanya tergolong serius, baik itu menyangkut harta maupun harga diri, kesaksian dan lain sebagainya. Jadi orang yang di sumpah pocong biasanya adalal orang yang diminta keberaniannya mempertanggung jawabkan sesuatu tuduhan di hadapan Allah, namun dengan cara yang unik. Yaitu dengan di kafani (dipocong) lalu dibacakan bacaan tertentu (walahualam) dan diminta sumpah,jika yang bersangkutan berbohong maka musibah kematian akan menimpanya.
(49)
Di tuntunan syariat Islam yang ada bukan ’Sumpah Pocong’ tetapi adalah Mubahalah (mengutuk) atau kadang disebut Li’an. Muhabalah atau Li’an yaitu memohon kutukan kepada Allah SWT untuk dijatuhkan kepada orang yang salah/dusta, sebagai bukti kebenaran salah satu pihak. Dalilnya adalah Surat Ali Imron : 61 :
ْﻦَﻤَﻓ
ْﻢُﻛَءﺎَﻨْـﺑَأَو ﺎَﻧَءﺎَﻨْـﺑَأ ُعْﺪَﻧ اْﻮَﻟﺎَﻌَـﺗ ْﻞُﻘَـﻓ ِﻢْﻠِﻌْﻟا َﻦِﻣ َكَءﺎَﺟ ﺎَﻣ ِﺪْﻌَـﺑ ْﻦِﻣ ِﻪﻴِﻓ َﻚﺟﺎَﺣ
َﲔِﺑِذﺎَﻜْﻟا ﻰَﻠَﻋ ِﻪﻠﻟا َﺖَﻨْﻌَﻟ ْﻞَﻌْﺠَﻨَـﻓ ْﻞِﻬَﺘْﺒَـﻧ ُﰒ ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأَو ﺎَﻨَﺴُﻔْـﻧَأَو ْﻢُﻛَءﺎَﺴِﻧَو ﺎَﻧَءﺎَﺴِﻧَو
Artinya: ”Siapa yang membantumu tentang kisah Isa sesudah datang ilmu (yang meyakinkan kamu), maka katakanlah (kepadanya): Marilah kita memanggil anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, diri kami dan diri kamu; kemudian marilah kita bermuhabalah kepada Allah dan kita minta supaya laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang yang dusta.
(QS.3:61).
Jadi muhabalah itu adalah sebuah proses justifikasi untuk menguji kebenaran atas sesuatu yang disengketakan, entah itu pendapat, entah itu harta waris, entah itu apapun yang di klaim oleh 2 pihak atau lebih dan tidak diketahui siapa yang benar. Jadi kalau mau disimpulkan dalam bahasa akademik, bahwa muhabalah adalah sebuah klarifikasi untuk mendapatkan kebenaran yang dilakukan dengan saksi dan dihadapan Allah SWT yang mana mencari siapa yang benar (haq) dan siapa yang salah. Bagi yang salah maka dia akan dikutuk dan akan mendapat azab yang besar dari Allah SWT. Jaman Rasulullah, muhabalah ini pernah dilakukan antara Rasullulah dengan kaum Kristen / Nasrani. Waktu itu kaum Kristen Najran datang kepada
(50)
nambi, lalu Nabi Muhammad menyeru kepada mereka untuk memeluk Islam dan membacakan beberapa ayat Al-Qur’an tentang Isa bin Maryam. Ketika mereka menolah seruan itu, maka turunlah surah Ali Imron 3:61. Ayat ini memerintahkan Nabi Muhammad untuk melakukan Muhabalah dan orang-orang Kristen inipun setuju untuk melakukan Muhabalah. Keesokan harinya nabi Muhammad, Ali, Fatimah dan keluarganya turut ikut dalam proses Muhabalah. Akan tetapi pihak Kristen membatalkan niat mereka dan memilih membayar jizyah daripada melakukan Muhabalah. Mereka ketakutan karena sangsing memang tidak main-main.
Jadi dalam Muhabalah itu yang disyaratkan adalah : 1) harus ada yang disengketakan 2). Dilakukan dangan saksi 3). Dibawa seluruh keluarga dari masing-masing pihak 4). Berani menerima sangsi dari Allah SWT berupa Azab / Musibah.
(51)
BAB III
PENYEBAB DAN PROSES PELAKSANAAN TERJADINYA SUMPAH POCONG DI MASJID MADEGAN DESA POLAGAN SAMPANG MADURA
A. GambaranUmumMasjid Madegan Desa Polagan Sampang Madura
1. LetakLokasi
Desapolagansamapng Madura merupakansebuahdesa yang sangatjauhdarikeramaiankotaantara lainsebagaiberikut :1
a. SebelahUtara: KelurahanRongtengah. b. SebelahSelatan: Laut.
c. SebelahTimur: KelurahanKarangDelem d. SebelahBarat: Kelurahan Banyu Anyar.
2. Sejarah Masjid Madegan
Sangatsulitdipastikankapanpersisnyaberdirinya masjid Madegan. Tidakadaseorangwarga pun yang biasmemberikanketerangansecarapasti. Penjelasantentangmengapadisebut masjid Madegan, siapapendirinya, dapatditemuidalamceritarakyat yang berkembang di masyarakatdandiyakinikebenarannyaolehwargadesasetempat.
(52)
Berdasarkanceritarakyat, nama masjid Madeganterletak di dusunMadeganmerupakansalahsatudusun di desaPolagan.2
Berdirinya masjid Madegan, semuawargatidakada yang tahu, dikarenakan masjid tersebutdisebut masjid tiban (tiba-tibaada). Masjid yang terletakdikompleksmakamRatuIbudankerabatnya, sudahadasebelummakamRatuIbu. Sebelummasuk di kompleksmakamRatuIbuterdapatdaunpintugapuraPaduraksaseekornaga yang terpanahtembussampaikeekor yang berbunyi: Naga KapanahTitising Midi, artinyatahun 1546 Caka (tahun 1624 Masehi). Tahun 1624 M adalahperistiwapengangkatanRadenPresenosebagai Raja Madura dengangelarPangeranCakraningrat I yang berkedudukan di Madegan.
Bukanhanya masjid saja yang tiban, tetapijugatongkat, sumber air, pohonsawodankitabsuci Al Qur’an (disebutolehmasyarakat Al Qur’an Ajimat). Awalmulanya masjid Madeganmemilikipanjang 21.2 meter danlebar 17,1 meter. Tongkatmemilikipanjang 1,5 meter, denganbagianbawahberdiameter 2 cm danbagianatasberdiameter 4 cm. Sumber air dengankedalaman 3 meter danberdiameter 1 meter. Pohonsawoberdiameter 1,5 meter denganketinggian 4 meter. Al Qur’an AjimatMaknasumpahpocongsebagaiupayapenyelesaiansengketapadamasy arakat Madura memilikipanjang 70 cm danlebar 50 cm denganberat 5 kg. Namunsaatini, sejaktahun 1990 an masjid
2
(53)
Madegansudahdirenovasidenganberlantaikeramikdandiperlebarmenjadipa njang 24.2 meter danlebar 20,4 meter.3
Sedangkan Al Qur’an
Ajimatsaatinijugasudahdilapisidengankacakarenakertasnyasudahkusam. SejakRatuIbumasihhidup,
wargasetempatdalammenyelesaikansengketaselalu di lakukansumpahpocong di masjid Madegan. Sampaisaatini, masihadawargalebihpercayapenyelesaiansengketaapapunmelewatisumpah pocong.
3. SumpahPocong dalam Budaya Masyarakat Madura
SumpahPocongmerupakan sumpah yang dilakukan oleh seseorang dalam keadaan terbalut kain kafan seperti layaknya orang yang telah meninggal (pocong). Sumpah ini tak jarang dipraktekkan dengan tata cara yang berbeda, misalnya pelaku sumpah tidak dipocongi tapi hanya dikerudungi kain kafan dengan posisi duduk. Sumpah pocong biasanya dilakukan oleh pemeluk agama Islam dan dilengkapi dengan saksi dan dilakukan di rumah ibadah (mesjid). Di dalam hukum Islam sebenarnya tidak ada sumpah dengan mengenakan kain kafan seperti ini. Sumpah ini merupakan tradisi lokal yang masih kental menerapkan norma-norma adat. Sumpah ini dilakukan untuk membuktikan suatu tuduhan atau kasus yang sedikit atau bahkan tidak memiliki bukti sama sekali. Konsekuensinya,
3
Muhammad Arif, Pelaksana Sumpah Pocong, Wawancara, Sampang Pada Tanggal 06 November 2015
(1)
BAB V KESIMPULAN
A. Simpulan
Setalah peneliti memaparkan seluruh hasil penelitian baik ditinjau
secara teoritis maupunsecara praktis. Hasil penelitian tersebut, dapat peneliti
simpulkan sebagai berikut:
1. Penyebab dan proses pelaksanaan terjadinya sumpah pocong di Masjid
Madegan Desa Polagan Sampang Madura bahwa sumpah pocong ini
merupakan tradisi penyelesaian sengketa secara turun temurun sampai saat ini khusunya dalam studi kasus sengketa tanah milik ahli waris Siti
Romlah dimana siti Romlah sebagai penggugat dan paman Nasiruddin
sebagai tergugat, dalam kasus ini tidak cukup bukti dan saksi jika diproses
melalui jalur peradilan. Proses proses pelaksanaan terjadinya sumpah
pocong terdapat beberapa cara antara lain berbalut dengan kain dengan
beberapa cara. Cara membuktikan sumpah pocong yaitu konsekuensi dari
orang yang bersalah akan mendapatkan hukuman dari Tuhan berupa
kematian atau tidak mempunyai rasa hidup serta lebih berkaitan dengan
harga diri, harkat dan martabat dan perasaan malu dengan adanya sumpah
pocong tersebut.
2. Peran kiai dan hakim dalam penyelesaian sengketa tanah tersebut semua
(2)
pelaksanaan sumpah pocong untuk diajukkan kepada kepala desa Polagan.
Surat pernyataan tersebut juga harus diketahui oleh Kapolsek dan
Danramil setempat. Menurut Kapolsek dan Danramil kalau surat
pernyataan tidak segera dilaksanakan sumpah pocong, dikhawatirkan
terjadi carok, setelah semuanya ditanda tangani maka praktik tersebut
dilakukan oleh penggungat dan tergugat dengan disertai Kyai, serta para
hakim yang terlibat dalam penelitian ini.
3. Tinjauanhukum Islam tentang sumpah pocong dalam kasus penyelesaian
sengketa tanah di Desa Polagan Sampang Madurasumpah ada dua macam yaitu sumpah suppletoir dan sumpah decisoir. Dalam keadaan tanpa bukti
sama sekali, hakim akan memberikan sumpah decisoir atau sumpah
pemutus yang sifatnya tuntas, menyelesaikan perkara. Dengan
menggunakan alat sumpah decisoir, putusan hakim akan semata-mata
tergantung kepada bunyi sumpah dan keberanian pengucap sumpah.
Sumpah itu dikaitkan dengan sumpah pocong.Berdasarkan praktik tersebut
maka sumpah pocong dalam hukum Islam diperbolehkan dimana dari
sumpah tersebut untuk menguatkan dari pembuktian yang dinyatakan oleh
pihak tertuduh.
B. Saran
Dari hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, peneliti
menganggap perlu untuk mencantumkan beberapa saran dalam penulisan
(3)
1. Peraturan dan hukum adalah untuk rakyat, bukan sebaliknya. Sehingga
segala bentuk permasalahan yang ada di masyarakat Desa Polagan
Sampang Madura merupakan sebuah kegelisahan masyarakat, yang harus
segera dicarikan solusi penyelesaiannya oleh penegak hukum sehingga
segala bentuksengketa bukan jalan satu-satunya penyelesaiannya adalah
sumph pocong karena masyarakat desa masih mempunyai hulum atau
atauran yaitu hukum pengadilan..
2. Bagi pihak masayarakat Desa Polagan baik pihak-pihak yang terkait
maupun masyarakat desa yang mempercayai tradisis sumpah pocong ini
hendaknya tetap mengikuti pearaturan pemerintah dan tidak mempercayai
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi,
Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, (terj. Ma’ruf Abdul Jalil), (Pustaka As-Sunnah),
________________________________, Alwajis, Panduan Fiqh Lengkap, (terj. Team
Tashfiyah LIPIA), (Bogor: Pustaka Ibnu Katsir, 2007),
Abdul Manan.
Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.
(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000),
Ahmad Mujahidin.
Pembaharuan Hukum Acara Perdata Peradilan Agama dan
Mahkamah Syar’iyah di Indonesia. (Jakarta: IKAHI, 2008),
Depag RI,
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta : Yayasan Penyelenggara
Penerjemah Penafsiran al-Qur’an, 1971).
Hasan Saleh,Kajian Fiqh Nabawi dan Fiqh Kontemporer,
(Jakarta, PT Raja
Grafindo Persada: 2008),
H. Riduan Syahrani, Buku Materi Dasar Hukum Acara Perdata, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung, 2004,
Mukti Arto. Praktek Perkara Perdata Pada Pengadilan Agama, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2005,
Prof Dr. Nashruddin Baidan,
Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2005),
(5)
________, Hukum Pembuktian. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995),
________, dan R. Tjitrosoedibio, Kamus Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1980,
Raihan. A Rasyid.
Hukum Acara Peradilan Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2007,
Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, Alumni, Bandung, 1983,
____________________________________________, Hukum Acara Perdata dalam
Teori dan Praktek, Bandung: Mandar Maju. 2005,
Saleh Al-Fauzan, Fiqh Sehari-Hari, (Jakarta: Gema Insani, 2006),
Shinta Teviningrum, Intisari No. 401 Desember 1996, Sumpah Pocong, menghindari
sumpah bohong. http://id.wikipedia.org/wiki/sumpah_pocong
Sudikno Mertokusumo.
Hukum Acara Perdata Indonesia.
(Yogyakarta: Liberty,
1993),
Sugiyino,
Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
(Bandung: Alfabeta,
2008),
Suharsimi Arikunto,
Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT.
Rieneka Cipta, 2006),
Syamsudin, Menyingkap Dosa-dosa Besar, (Jakarta: Pustaka Amani.1989),
Syeik Muhammad bin Shalih Al- Utsaimin,
Majelis Dalam Ramadhan, (terj. Adni
Kurniawan), (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’I, 2007),
(6)