PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL UNTUK SISWA SMP KELAS VIII.

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Berdasarkan undang-undang Nomor 20 Tahun 2003, Tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah telah melakukan berbagai usaha dalam bidang pendidikan salah satunya yaitu dengan pembaharuan kurikulum. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (BSNP, 2006:5). Kurikulum yang terbaru adalah kurikulum 2013. Namun dengan adanya Permendikbud Nomor 160 Tahun 2014, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diberlakukan kembali di sebagian besar satuan pendidikan di Indonesia. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh tingkat satuan pendidikan (BSNP, 2006:5). Dengan demikian maka guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat pembelajaran, antara lain silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), media atau bahan ajar secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, serta memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif (Poppy Kamalia Devi, 2009:1).


(2)

2

Kenyataan di lapangan beberapa guru masih kesulitan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran. Berdasarkan hasil observasi di SMP Negeri Patimuan, guru belum mengembangkan perangkat pembelajaran terutama dalam hal mengembangkan bahan ajar.

Menurut Depdiknas (2008:120) bahan ajar adalah semua bentuk bahan yang digunakan guru atau pendidik untuk membantu kegiatan belajar mengajar. Sedangkan National Center for Vocational Education Research Ltd dalam Abdul Majid (2007:173) menyatakan bahwa bahan ajar merupakan segala bentuk bahan berupa seperangkat materi yang disusun secara sistematis untuk membantu guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Bahan ajar dapat dikelompokkan menjadi empat kategori, yaitu bahan ajar cetak, bahan ajar dengar, bahan ajar pandang dengar, dan bahan ajar multimedia interaktif (Depdiknas, 2008:13).

Karakteristik bahan ajar menurut M. Djauhar Siddiq, dkk (2008: 4-8) salah satunya yaitu self-instructional material, artinya bahan ajar mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Dari karakteristik tersebut dapat diketahui bahwa peran bahan ajar sangat penting untuk mengubah pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini selaras dengan proses pembelajaran yang diterapkan pada KTSP yaitu proses pembelajaran harus memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (BSNP, 2007:6). Selain itu, hal yang juga harus diperhatikan adalah bahan ajar harus sesuai dengan karakteristik siswa.


(3)

3

Berdasarkan pengamatan terhadap bahan ajar berupa Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang digunakan di SMP Negeri 1 Patimuan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah pada tahun 2015, LKS yang digunakan yaitu LKS yang diproduksi oleh penerbit. LKS tersebut berupa ringkasan materi pelajaran yang disertai dengan contoh soal dan kumpulan soal-soal. LKS yang dibuat oleh pihak lain sering kali tidak sesuai dengan karakteristik siswa. Selain itu LKS tersebut belum dikembangkan dengan suatu pendekatan tertentu. Padahal pendekatan dalam suatu LKS merupakan hal yang perlu diperhatikan. Salah satu dari berbagai macam pendekatan yaitu pendekatan problem posing. Problem posing adalah istilah dalam bahasa Inggris yang berasal dari kata “problem” yang artinya adalah masalah dan “posing” yang artinya mengajukan. Jadi problem posing dapat diartikan sebagai pengajuan masalah atau pengajuan soal. Menurut Tatag Yuli Eko S. (2006:6) problem posing merupakan tugas membuat soal matematika oleh siswa berdasarkan informasi yang diberikan serta menyelesaikan soal tersebut. Pengertian problem posing tidak dibatasi dengan pembuatan soal yang benar-benar baru, akan tetapi dapat dibuat dengan memodifikasi soal yang sudah ada. Hal tersebut sesuai dengan pengertian problem posing menurut Silver (dalam Ali Mahmudi, 2008:4) yaitu pembuatan soal baru oleh siswa berdasarkan soal yang telah diselesaikan. Dengan pendekatan problem posing siswa dapat membuat soal sendiri berdasarkan situasi-situasi yang diberikan sesuai dengan tingkat kesukaran dan tingkat pemahaman masing-masing siswa. Dengan demikian siswa lebih aktif dan dapat memahami materi yang diberikan dengan cara membuat soal


(4)

4

sendiri. Hal tersebut diperkuat dengan pendapat Tatag Yuli Eko S. (2004:76) yang mengatakan bahwa problem posing memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara mental, fisik, dan sosial serta memberikan kesempatan untuk menyelidiki dan juga membuat jawaban-jawaban yang divergen. Dengan demikian maka bahan ajar dengan pendekatan problem posing akan semakin mewujudkan bahan ajar yang mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Selain itu, menurut Sri Sumini dkk. (2006:32) siswa SMP kelas VIII tergolong dalam masa remaja awal yang mempunyai karakteristik keadaan mental, khususnya kemampuan berpikinya mulai sempurna atau kritis dan dapat melakukan abstraksi. Implikasi hal tersebut dalam pembelajaran yaitu perlu disiapkan pembelajaran yang memfasilitasi perkembangan kemampuan berpikir siswa. salah satu pendekatan yang membantu mengembangkan kemampuan berpikir siswa yaitu pendekatan problem posing. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Krulik (melalui Tatag, 2004:7) yang menyatakan bahwa tugas membuat variasi masalah berdasarkan masalah awal (problem posing) merupakan salah satu sarana untuk memaksimalkan kemampuan berpikir.

Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa Sekolah Menengah Pertama (SMP) kelas VIII. Namun, siswa masih kesulitan dalam menguasai materi tersebut. Hal itu ditandai dengan adanya penurunan persentase penguasaan materi matematika pada kemampuan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan SPLDV berdasarkan hasil Ujian Nasional. Pada tahun ajaran


(5)

5

2010/2011 persentase penguasaan pada indikator tersebut secara nasional adalah 73,91%. Pada tahun ajaran 2011/2012 terjadi penurunan menjadi 72,00% dan pada tahun ajaran 2012/2013 terjadi penurunan yang signifikan menjadi 61,31%. Angel Rorimpandey (2010:93) menyatakan bahwa pembelajaran dengan pendekatan problem posing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi SPLDV. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan perangkat pembelajaran dengan pendekatan problem posing pada materi SPLDV. Dengan menggunakan perangkat pembelajaran tersebut diharapkan mendukung keterlibatan siswa dalam pembelajaran sehingga dalam prosesnya dapat meningkatkan pemahaman siswa.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII. Dalam melakukan penelitian pengembangan, model yang sering digunakan yaitu model 4D yang terdiri dari empat langkah yaitu pendefinisian (define), perancangan (design), pengembangan (develop), dan penyebarluasan (disseminate) dan ADDIE yang terdiri dari lima langkah yaitu analisis (analysis), perancangan (desain), pengembangan (development), implementasi (implementation), dan evaluasi (evaluation). Model ADDIE dan 4D memiliki kesamaan namun model ADDIE berdasarkan langkah-langkah pengembangan produk lebih lengkap daripada model 4D (Endang Mulyatiningsih, 2011:183). Oleh karena itu, dalam penelitian pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan


(6)

6

pendekatan problem posing pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII model pengembangan yang digunakan adalah model ADDIE.

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang di atas, maka peneliti memperoleh beberapa permasalahan sebagai berikut.

1. Sesuai dengan tuntutan KTSP, guru wajib mengembangkan perangkat pembelajaran secara mandiri, namun kenyataannya masih ada guru yang belum mengembangkan perangkat pembelajaran secara mandiri.

2. Belum ada pengembangan perangkat pembelajaran menggunakan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII.

C. Batasan Masalah

Dari uraian latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti membatasi permasalah sebagai berikut.

1. Penelitian ini dibatasi pada pada pengembangan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan menggunakan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII semester genap.

2. RPP yang dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan.

3. LKS yang dikembangkan ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.


(7)

7 D. Rumusan Masalah

Dari identifikasi masalah di atas dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana mengembangkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII?

2. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran berupa RPP dengan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII ditinjau dari aspek kevalidan?

3. Bagaimana kualitas perangkat pembelajaran berupa LKS dengan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII ditinjau dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan?

E. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Menghasilkan perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS dengan

pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII.

2. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran berupa RPP dengan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII.


(8)

8

3. Mendeskripsikan kualitas perangkat pembelajaran berupa LKS dengan pendekatan problem posing pada materi Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII.

F. Manfaat Penelitian 1. Bagi Siswa

a. Membantu dalam pelaksanaan pembelajaran agar lebih menarik dan menyenangkan.

b. Siswa menjadi lebih aktif dalam proses pembelajaran

c. Mendapatkan pengalaman baru dalam belajar matematika menggunakan LKS berpendekatan problem posing.

d. Membantu dalam memahami materi yang diajarkan. 2. Bagi Guru

a. Memberikan gambaran tentang pembelajaran yang menitikberatkan pada keaktifan siswa.

b. Memberikan motivasi dan tantangan untuk mengembangkan perangkat pembelajaran matematika yang lebih baik sekaligus untuk meningkatkan kreativitas guru.

3. Bagi Peneliti

a. Melatih kemampuan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran, khususnya perangkat pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan problem posing.


(9)

9 BAB II

LANDASAN TEORI A. Deskripsi Teoritis

1. Pembelajaran Matematika di SMP

Menurut Fontana (Erman Suherman,dkk., 2003:7) belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil dari pengalaman. Pendapat tersebut diperkuat oleh Muhibbin Syah (2002:92) yang mengungkapkan bahwa belajar merupakan tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif. Pendapat lain mengenai belajar yaitu merupakan suatu proses memperoleh pengetahuan dan pengalaman yang diwujudkan dengan perubahan tingkah laku dan kemampuan bereaksi yang relatif permanen karena adanya interaksi individu dengan lingkungannya (Sugihartono,dkk., 2013:74). Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan proses perubahan tingkah laku individu yang relatif permanen karena adanya interaksi yang melibatkan proses kognitif antara individu tersebut dengan lingkungannya.

Pembelajaran menurut Oemar Hamalik (2005:61) adalah upaya mengorganisasi lingkungan untuk menciptakan kondisi belajar bagi siswa. Sedangkan menurut Sugihartono,dkk. (2013:81) pembelajaran adalah suatu upaya yang dilakukan dengan sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan


(10)

10

sistem lingkungan dengan berbagai metode sehingga siswa dapat melakukan kegiatan belajar secara efeketif dan efisien serta dengan hasil optimal. Jadi pembelajaran adalah suatu usaha secara sadar untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan ketrampilan siswa dengan mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan yang mendukung siswa dapat belajar.

Pembelajaran pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) meliputi beberapa mata pelajaran, salah satunya yaitu matematika. Matematika menurut James dan James (Erman Suherman,dkk., 2003:16) yaitu ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang saling berhubungan dengan jumlah banyak yang diklasifikasikan ke dalam tiga bidang yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Pendapat lain mengenai matematika yaitu matematika bukan pengetahuan yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, namun fungsi matematika yaitu untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam (Kline dalam Erman Suherman,dkk., 2003:17).

Berdasarkan pengertian mengenai pembelajaran dan matematika yang telah diuraikan, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui kegiatan belajar mengenai logika mengenai bentuk, susunan, besaran, serta konsep-konsep. Hal


(11)

11

tersebut dilakuan dengan mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan siswa belajar.

Menurut teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget (Rita Eka Izzaty,dkk., 2008:34-35) siswa SMP yaitu usia 12-15 tahun berada pada peralihan dari tahap operasional konkrit ke tahap operasional formal. Pada tahap ini, siswa sudah mulai mampu berpikir secara konseptual dan juga hipotesis namun juga masih membatasi pemikirannya pada benda-benda dan kejadian yang akrab dengan siswa. Oleh karena itu, pembelajaran matematika haruslah memperhatikan karakteristik tersebut.

2. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran merupakan sejumlah bahan, alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan dalam proses pembelajaran (Suhadi, 2007:24). Pengertian tersebut diperjelas oleh pendapat Poppy Kamalia Devi, dkk (2009:1) yang menyatakan bahwa perangkat pembelajaran adalah pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, atau lapangan untuk setiap kompetensi dasar. Poppy Kamalia Devi, dkk (2009:5) juga menambahkan bahwa perangkat pembelajaran dapat berupa silabus, RPP, LKS, dan instrumen evaluasi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa perangkat pembelajaran adalah sekumpulan bahan dan sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan dan sarana tersebut dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berbentuk Lembar Kerja


(12)

12

Siswa (LKS). Berikut akan dipaparkan masing-masing perangkat pembelajaran yang dimaksud.

a. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)

Sesuai Permendiknas Nomor 42 Tahun 2007 RPP merupakan penjabaran dari silabus untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya mencapai Kompetensi Dasar (KD). Menurut Kokom (2013:193) RPP adalah penjabaran dari silabus yang telah disusun yang mencerminkan kegiatan yang dilakukan guru dan siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

Berikut ini merupakan komponen-komponen yang terdapat pada RPP (BSNP, 2007:8-11).

1) Identitas mata pelajaran

Identitas mata pelajaran, meliputi: satuan pendidikan, kelas, semester, program/program keahlian, mata pelajaran atau tema pelajaran, jumlah pertemuan.

2) Standar kompetensi (SK)

SK merupakan kualifikasi kemampuan minimal siswa yang yang diharapkan dicapai pada setiap kelas dan/atau semester pada suatu mata pelajaran.

3) Kompetensi dasar (KD)

KD adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai siswa dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi dalam suatu pelajaran.


(13)

13 4) Indikator pencapaian kompetensi

Indikator kompetensi adalah perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran. Indikator pencapaian kompetensi dirumuskan dengan menggunakan kata kerja operasional.

5) Tujuan pembelajaran

Tujuan pembelajaran menggambarkan proses dan hasil belajar yang diharapkan dicapai oleh siswa sesuai dengan KD.

6) Materi ajar

Materi ajar memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan indikator pencapaian kompetensi.

7) Alokasi waktu

Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD dan beban belajar.

8) Metode pembelajaran

Metode pembelajaran digunakan oleh guru untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa mencapai kompetensi dasar dan indikator yang telah ditetapkan. Pemilihan metode pembelajaran disesuaikan dengan situasi dan kondisi siswa, serta karakteristik dari setiap indikator dan kompetensi yang akan dicapai pada setiap mata pelajaran.


(14)

14 9) Kegiatan pembelajaran

a) Pendahuluan

Pendahuluan merupakan kegiatan awal dalam suatu pertemuan pembelajaran yang ditujukan untuk membangkitkan motivasi dan memfokuskan perhatian siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran.

b) Inti

Kegiatan inti merupakan proses pembelajaran untuk mencapai KD. Kegiatan pembelajaran dilakukan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis siswa. Kegiatan ini dilakukan secara sistematis dan sistemik melalui proses eksplorasi, elaborasi, dan konfirmasi.

c) Penutup

Penutup merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengakhiri aktivitas pembelajaran yang dapat dilakukan dalam bentuk rangkuman atau kesimpulan, penilaian dan refleksi, umpan balik, dan tindak lanjut.


(15)

15 10)Penilaian hasil belajar

Prosedur dan instrumen penilaian proses dan hasil belajar disesuaikan dengan indikator pencapaian kompetensi dan mengacu kepada Standar Penilaian.

11)Sumber belajar

Penentuan sumber belajar didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar, serta materi ajar, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi.

b. Bahan Ajar Berupa Lembar Kerja Siswa (LKS)

Menurut Depdiknas (2008:120) bahan ajar adalah segala sesuatu yang digunakan guru untuk membantu proses pembelajaran. Sedangkan pengertian bahan ajar menurut Chomsin S. Widodo dan Jasmadi (2008:40) adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisi materi pembelajaran, metode, batasan-batasan dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau sub-kompetensi dengan segala kompleksitasnya. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala sesuatu yang membantu guru dalam proses pembelajaran yang berisi tentang materi yang disusun secara sistematis yang dipelajari oleh siswa dalam rangka mencapai tujuan yang ditentukan.

Depdiknas (2008:125) membagi bahan ajar berdasarkan teknologi yang digunakan menjadi empat jenis yaitu 1) bahan ajar cetak 2) bahan


(16)

16

ajar dengar 3) bahan ajar pandang dengar 4) bahan ajar multimedia interaktif. Lembar Kegiatan Siswa (LKS) merupakan salah satu bahan ajar cetak.

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang dikerjakan oleh siswa, berisi petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas tersebut yang berupa teori ataupun praktek (Depdiknas, 2007:26). Menurut Andi Prastowo (2011:204) LKS merupakan perangkat pembelajaran yang berisi materi dan tugas yang berkaitan dengan materi dan tugas yang berkaitan dengan materi yang memberikan arahan tersetruktur untuk memahami materi yang diberikan. Pengertian tersebut diperkuat oleh pendapat Trianto (2010:111) yaitu LKS adalah panduan untuk siswa yang digunakan untuk melakukan kegiatan penyelidikan atau pemecahan masalah. LKS merupakan salah satu bahan ajar yang berbentuk cetak yang digunakan sebagai pendukung dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa belajar. Jadi, dapat disimpulkan bahwa LKS adalah bahan ajar untuk membantu siswa belajar yang berisi rangkaian kegiatan atau tugas yang dikerjakan oleh siswa dan dilengkapi petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas tersebut.

Andi Prastowo (2012:205-206) menyatakan bahwa LKS memiliki setidaknya empat fungsi sebagai berikut.

1) Sebagai bahan ajar yang bisa meminimalkan.


(17)

17 materi yang diberikan.

3) Sebagai bahan ajar yang ringkas dan kaya tugas untuk berlatih. 4) Memudahkan pelaksanaan pengajaran keadaan siswa.

Selain memiliki empat fungsi tersebut, LKS juga mempunyai tujuan seperti yang dinyatakan oleh Andi Prastowo (2012:206) sebagai berikut.

1) Menyajikan bahan ajar yang mempermudah siswa untuk berinteraksi dengan materi yang diberikan.

2) Menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan penugasan siswa terhadap materi yang diberikan.

3) Melatih kemandirian belajar siswa.

4) Memudahkan pendidik dalam memberikan tugas kepada siswa. LKS terdiri atas enam unsur utama, yaitu judul, petunjuk belajar, kompetensi dasar atau materi pokok, informasi pendukung, tugas atau langkah kerja, dan penilaian. Namun, jika dilihat dari formatnya, LKS memuat delapan unsur, antara lain: judul, kompetensi dasar yang akan dicapai, waktu penyelesaian, alat dan bahan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas, informasi singkat, langkah kerja, tugas yang harus dilakukan, dan laporan yang harus dikerjakan (Andi Prastowo, 2012:207-208). Hal tersebut menunjukkan bahwa LKS bukan bahan ajar yang hanya berisi soal-soal latihan.


(18)

18

3. Pengembangan Perangkat Pembelajaran a. Pengembangan RPP

PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar proses pendidikan menyatakan bahwa guru diharapkan dapat mengembangkan perencanaan pembelajaran. Hal tersebut diperkuat dengan Peraturan menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 41 Tahun 2007 tetang standar proses yang mengatur tentang perencanaan proses pembelajaran yang mensyaratkan guru untuk mengembangkan RPP. Berikut ini merupakan prinsip-prinsip dalam pengembangan RPP (BSNP, 2007:11-12).

1) Memperhatikan perbedaan individu siswa

RPP disusun dengan memperhatikan perbedaan jenis kelamin, kemampuan awal, tingkat intelektual, minat, motivasi belajar, bakat, potensi, kemampuan sosial, emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan siswa.

2) Mendorong partisipasi aktif siswa

Proses pembelajaran dirancang dengan berpusat pada siswa untuk mendorong motivasi, minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, kemandirian, dan semangat belajar.


(19)

19

3) Mengembangkan budaya membaca dan menulis

Proses pembelajaran dirancang untuk mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.

4) Memberikan umpan balik dan tindak lanjut

RPP memuat rancangan program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan remedi.

5) Keterkaitan dan keterpaduan

RPP disusun dengan memperhatikan keterkaitan dan keterpaduan antara SK, KD, materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.

6) Menerapkan teknologi informasi dan komunikasi

RPP disusun dengan mempertimbangkan penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi, sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.

Dalam menyusun RPP juga perlu diperhatikan langkah-langkah penyusunan RPP seperti yang dituliskan oleh Poppy Kamalia Devi, dkk (2009:24). Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut.

1) Mencantumkan Identitas, SK, KD, dan Indikator.

Identitas terdiri nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. SK, KD, dan Indikator dikutip dari silabus.


(20)

20

2) Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan merupakan hasil langsung dari suatu kegiatan pembelajaran.

3) Menentukan Materi Pelajaran

Penentuan materi pelajaran dapat mengacu pada indikator. 4) Menentukan Metode Pembelajaran

Metode dapat diartikan sebagai cara untuk mencapai tujuan atau sebagai model atau pendekatan pembelajaran yang bergantung pada karakteristik atau strategi yang dipilih.

5) Menentukan Kegiatan Pembelajaran

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut. a) Kegiatan pendahuluan, yang terdiri dari orientasi yaitu

memusatkan perhatian siswa pada materi akan diajarkan, apersepsi yaitu memberikan persepsi awal kepada siswa tentang materi yang akan diajarkan, motivasi yaitu penggambaran manfaat dari hal yang akan dipelajari, pemberian acuan yaitu penjelasan materi pokok dan uraian materi secara garis besar, dan pembagian kelompok apabila pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok.

b) Kegiatan inti berupa kegiatan eksplorasi yaitu melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik materi yang dipelajari, elaborasi yaitu kegiatan siswa seperti tugas, diskusi, membaca, menulis, menganalisis, menyelesaikan


(21)

21

masalah dll., kegiatan konfirmasi yaitu memberikan umpan balik positif dan penguatan serta konfirmasi terhadap hasil eksplorasi dan elaborasi siswa.

c) Kegiatan penutup dapat berupa kegiatan menyimpulkan, merangkum, memberikan tugas sebagai bagian remedial ataupun pengayaan.

6) Memilih Sumber Belajar

Sumber belajar dituliskan secara lengkap. Misalnya judul buku, pengarang, halaman, dll.

7) Menentukan Penilaian

Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.

Dengan demikian dalam pengembangan RPP hal yang perlu diperhatikan adalah kelengkapan komponen-komponen yang terdapat dalam RPP, prinsip-prinsip dalam pengembangan RPP, dan langkah-langkah pengembangan RPP tersebut.

b. Pengembangan Bahan Ajar Berupa LKS

Pada KTSP pengembangan kurikulum dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan degan mengacu pada panduan yang disusun oleh BSNP. Berkaitan dengan hal tersebut, kurikulum yang telah disusun oleh masing-masing tingkat satuan pendidikan selanjutnya diimplementasikan oleh guru dalam proses pembelajaran di kelas. Implementasi tersebut menyangkut berbagai hal yang salah satunya


(22)

22

adalah bahan ajar yang harus disiapkan oleh guru. Untuk itu guru perlu mengembangkan bahan ajar yang akan digunakan dalam proses pembelajaran (Nyoman Dantes, 2008:3).

Dalam mengembangkan bahan ajar perlu memperhatikan model-model pengembangan. Hal tersebut bertujuan untuk memastikan kualitas bahan ajar yang dikembangkan. Syaiful Sagala (2005:136) mengungkapkan hal yang serupa yaitu penggunaan model pengembangan secara sistematik dan sesuai dengan teori akan menjamin kualitas isi bahan pembelajaran. Salah satu model pengembangan yaitu model pengembangan ADDIE dikembangkan oleh Dick and Carey yang merupakan singkatan dari Analysis, Design,

Development, Implementation dan Evaluation (Endang

Mulyatiningsih, 2011:184). Berikut ini adalah penjelasan untuk setiap tahap-tahap dalam model pengembangan tersebut (Dewi Padmo dkk., 2004:418-423).

1) Tahap analisis (analysis)

Pada tahap analisis terdapat tiga jenis kegiatan yang dilakukan yang pertama analisis kurikulum yaitu mengukur tingkat kedalaman kompetensi yang dituntut oleh kurikulum, kemudian analisis karakteristik siswa yaitu menganalisis kondisi siswa yang akan menggunakan bahan ajar yang dikembangkan, setelah itu analisis instruksional yaitu menjabarkan kompetensi umum yang


(23)

23

ada pada kurikulum menjadi kompetensi-kompetensi khusus dan kemudian mengurutkannya.

2) Tahap perancangan (design)

Tahap perancangan meliputi penyusunan kerangka struktur bahan ajar yang menggambarkan keseluruhan isi materi bahan ajar, dan perancangan alat evaluasi yang digunakan untuk menilai bahan ajar.

3) Tahap pengembangan (development)

Dalam tahap ini terdapat empat langkah yaitu pra penyusunan berupa kegiatan mengkaji referensi dan sumber pustaka yang akan digunakan, penyusunan, validasi, dan revisi.

4) Tahap implementasi (implementation)

Tahap implementasi yaitu uji coba kepada siswa dan guru untuk memperoleh masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam penggunaan LKS yaitu guru dan siswa.

5) Tahap evaluasi (evaluation)

Pada tahap ini dilakukan revisi berdasarkan masukan yang didapatkan pada saat pembelajaran serta dilakukan evaluasi menyangkut efektivitasnya

Dalam mengembangkan bahan ajar tentu yang diharapkan adalah bahan ajar yang berkualitas. Mengenai kualitas bahan ajar, Nieveen (1999:126-127) mengungkapkan bahwa bahan ajar yang dikembangkan harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut.


(24)

24 1) Memenuhi kriteria valid.

Valid berarti sesuai dengan cara atau ketentuan yang seharusnya yang merujuk pada bahan ajar tersebut dikembangkan sesuai dengan teoritiknya.

2) Memenuhi kriteria praktis.

Praktis dapat diartikan bahwa bahan ajar sesuai dengan praktik dan dapat memberikan kemudahan dalam penggunaannya. Aspek kepraktisan merujuk pada bahan ajar yang dikembangkan dapat diterapkan di lapangan.

3) Memenuhi kriteria efektif.

Efektif berarti bahan ajar membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Aspek keefektifan dikaitkan dengan bahan ajar tersebut memberikan hasil yang sesuai dengan harapan berdasarkan pengalaman menggunakan bahan ajar tersebut.

Dikarenakan LKS merupakan bahan ajar maka LKS juga harus memenuhi kriteria valid, partis dan juga efektif. Berikut ini merupakan penjelasan dari setiap aspek yang akan digunakan dalam pengembangan LKS pada penelitian ini.

1) Kriteria Valid

Cara atau ketentuan pengembangan LKS menurut Hendro Darmojo dan Jenny R.E. Kaligis (1992:41-46) yaitu LKS harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.


(25)

25 a) Syarat didaktik

Persyaratan didaktik artinya LKS harus mengikuti asas-asas pembelajaran yang efektif, antara lain:

a. memperhatikan perbedaan individual, sehingga LKS dapat digunakan oleh siswa yang lamban maupun siswa yang pandai,

b. menekankan pada proses untuk menemukan konsep-konsep sehingga berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi siswa untuk mencari tahu bukan sebagai alat memberi tahu

c. memiliki variasi stimulus melalui berbagai media dan kegiatan siswa misalnya yaitu menulis, menggambar, berdialog dengan temannya, menggunakan alat, menyentuh benda nyata dan sebagainya

d. dapat mengembangkan kemampuan komunikasi sosial, emosional, moral, dan estetika pada siswa

e. pengalaman belajar ditentukan oleh tujuan pengembangan pribadi siswa bukan ditentukan oleh materi bahan pelajaran. b) Syarat kontruksi

Syarat konstruksi adalah syarat-syarat yang berkenaan dengan penggunaan bahasa, susunan kalimat, kosa kata, tingkat kesukaran, dan kejelasan sehingga dapat dimenegerti oleh siswa.


(26)

26

a. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan tingkat kedewasaan siswa.

b. Menggunakan struktur kalimat yang jelas, yaitu dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut. 1) menghindari kalimat kompleks 2) menghindari kata-kata tidak jelas misalnya “mungkin”, “kira-kira” atau “pada suatu hari” 3) menghindari kalimat negatif dan kalimat negatif ganda 4) menggunakan kalimat positif lebih jelas daripada kalimat negatif.

c. Memiliki tata urutan pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuan siswa.

d. Menghindari pertanyaan yang terlalu terbuka.

e. Sumber acuan sesuai dengan kemampuan keterbacaan siswa.

f. Menyediakan ruangan yang cukup untuk memberi keleluasaan pada siswa untuk menulis atau menggambar pada LKS.

g. Menggunakan kalimat yang sederhana dan pendek. h. Menggunakan lebih banyak ilustrasi daripada kata-kata. i. Mencantumkan tujuan belajar yang bermanfaat sebagai

sumber motivasi.

j. Mencantumkan kelas, mata pelajaran, topik, nama atau nama-nama anggota kelompok, tanggal dan sebagainya.


(27)

27 c) Syarat teknis

a. Mengenai tulisan, yaitu 1) menggunakan huruf cetak bukan huruf latin maupun romawi 2) menggunakan huruf tebal yang agak besar untuk topik 3) dalam satu baris tidak lebih dari 10 kata 4) menggunakan bingkain untuk membedakan kalimat perintah dengan jawaban siswa 5) perbandingan besarnya huruf dan besarnya gambar serasi.

b. Mengenai gambar, yaitu menggunakan gambar yang dapat menyampaikan pesan atau isi dari gambar tersebut secara efektif kepada siswa.

c. Mengenai penampilan, yaitu menggunakan kombinasi antara gambar dan tulisan.

2) Kriteria Praktis

LKS dikatakan praktis apabila siswa dan guru memberikan respon baik terhadap kebermanfaatan dan kemudahan dalam penggunaannya. 3) Kriteria Efektif

LKS dikatakan efektif apabila membawa pengaruh atau hasil sesuai dengan tujuan. Tujuan yang ingin dicapai yaitu ketuntasan klasikal tes hasil belajar yang baik.

4. Pendekatan Problem Posing

Menurut Tatag Yuli Eko S. (2006:6) problem posing merupakan tugas membuat soal matematika oleh siswa berdasarkan informasi yang diberikan serta menyelesaikan soal tersebut. Hal tersebut sejalan dengan


(28)

28

pendapat Lin, Pi-Jen (2004:257) yang menyatakan problem posing adalah tugas yang dirancang oleh guru yang menuntut siswa untuk mengajukan satu atau lebih permasalahan berdasarkan cerita atau gambar yang diberikan oleh guru. Pendapat tersebut diperkuat oleh Silver (Irwan,dkk., 2010:617) yang mengungkapkan bahwa problem posing merupakan aktivitas yang meliputi merumuskan soal-soal dari hal-hal yang diketahui dan menciptakan soal-soal baru dengan cara memodifikasi kondisi-kondisi dari masalah-masalah yang diketahui tersebut serta menentukan penyelesaiannya.

Secara lebih rinci Silver (Ali Mahmudi, 2008:4-6) mengklasifikasikan aktivitas kognitif pada problem posing sebagai berikut.

1) Pre-solution posing, yaitu pembuatan soal berdasarkan situasi yang diberikan.

2) Within-solution posing, yaitu pembuatan soal dari soal yang sedang dikerjakan yang bertujuan untuk menyederhanakan soal yang kompleks sehingga mempermudah penyelesaian soal semula.

3) Post-solution posing, yaitu membuat soal yang lebih menantang dibanding soal sebelumnya dengan cara memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang telah diselesaikan. Untuk memodifikasi soal tersebut, siswa dapat menggunakan strategi “bagaimana jika tidak…?” atau “apa yang terjadi jika…?”. Teknik-teknik yang dapat digunakan untuk membuat soal dengan tersebut yaitu: 1) mengubah informasi atau data pada soal semula, 2) menambah informasi atau data pada soal


(29)

29

semula, 3) mengubah nilai data yang diberikan, tetapi mempertahankan kondisi soal semula, dan 4) mengubah kondisi soal semula, tetapi mempertahankan data pada soal semula.

Sedangkan Reda Abu-Elwan El Sayed mengklasifikasi situasi yang diberikan dalam problem posing menjadi tiga jenis sebagai berikut.

1) Free problem posing situation (situasi bebas pada problem posing), yaitu siswa diminta untuk membuat soal berdasarkan kehidupan sehari hari baik di dalam ataupun di luar sekolah secara bebas. Contohnya yaitu siswa diminta untuk membuat soal yang sederhana atau sulit, soal untuk kompetisi matematika, soal yang disukai, soal untuk teman atau soal untuk hiburan,

2) Semi-structured problem posing (problem posing semi-terstruktur), yaitu siswa diberikan situasi yang terbuka dan diminta untuk mengeksplor situasi tersebut menggunakan pengetahuan, keterampilan, konsep yang telah dimiliki sebelumnya dengan menggunakan bentuk soal terbuka, membuat soal sejenis dengan soal yang diberikan, soal dengan situasi sejenis, soal dengan teori tertentu atau soal yang dibentuk berdasarkan gambar.

3) Structured problem posing (problem posing terstruktur) yaitu

mengubah data dari soal yang diketahui kemudian membuat soal baru atau mempertahan data yang diketahui dan mengubah hal yang ditanyakan


(30)

30

Jadi problem posing merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada pembuatan soal oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan, menguraikan soal yang kompleks menjadi lebih sederhana, atau memodifikasi soal yang sudah diketahui.

Langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan problem posing menurut Era Budi Waluyo dan Mintohari (2013:1) adalah sebagai berikut. 1) Persiapan, yaitu penyampaian tujuan pembelajaran dan menggali

pengetahuan awal siswa mengenai materi.

2) Pemahaman, yaitu penjelasan singkat guru mengenai materi yang akan dipelajari siswa.

3) Situasi masalah, yaitu pemberian situasi masalah atau informasi terbuka pada siswa yang berupa teks ataupun gambar.

4) Pengajuan masalah, yaitu siswa mengajukan pertanyaan dari situasi masalah atau informasi terbuka yang diberikan oleh guru.

5) Pemecahan masalah, yaitu siswa memberikan jawaban atau penyelesaian soal dari pertanyaan yang telah diajukan oleh siswa. 6) Verifikasi, yaitu mengecek pemahaman siswa terhadap materi yang

dipelajari

5. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

SPLDV merupakan salah satu materi pembelajaran yang diajarkan pada jenjang SMP kelas VIII. Berikut ini merupakan Standar Kompetensi


(31)

31

(SK) dan Kompetensi Dasar (KD) dari materi SPLDV pada kelas VIII Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Tabel 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Standar Kompetensi (SK) Kompetensi Dasar (KD) 2. Memahami sistem

per-samaan linear dua variabel dan meng-gunakannya dalam pe-mecahan masalah

2.1 Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel

2.2 Membuat matematika model dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel 2.3 Menyelesaikan model matematika

dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya

(BSNP, 2006:143)

Berikut ini merupakan materi SPLDV.

a. Definisi Persamaan Linear Dua Variabel (PLDV)

Persamaan adalah kalimat terbuka yang terdapat hubungan sama dengan. Persamaan linear adalah persamaan yang variabelnya berpangkat satu. Persamaan linear dua variabel adalah persamaan linear yang memiliki dua variabel. Persamaan linear dua variabel dapat dinyatakan dalam bentuk:

dengan dan suatu variabel (Auffman et al., 2008:76-77).


(32)

32

b. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

Sistem persamaan adalah sebuah himpunan persamaan-persamaan yang melibatkan variabel-variabel yang sama. Apabila terdapat dua persamaan dan atau biasa ditulis

maka dikatakan dua persamaan tersebut membentuk sistem persamaan linear dua variabel. Solusi dari sistem persamaan linear dua variabel adalah pasangan nilai-nilai pengganti variabel yang membuat persamaan-persamaan dalam sistem tersebut menjadi pernyataan yang bernilai benar. Solusi dari sistem persamaan dua variabel dapat ditulis sebagai pasangan terurut. Menyelesaikan sistem persamaan persamaan linear dua variabel berarti mencari semua solusi dari sistem persamaan linear dua variabel tersebut (Barnett et al., 2011:424).

Berikut ini beberapa cara untuk menentukan solusi atau penyelesaian SPLDV:

1) Menyelesaikan SPLDV dengan Menggunakan Grafik

Menggunakan bantuan grafik untuk menyelesaikan sistem persamaan. Dengan banyaknya jenis grafik, setiap persamaan terlebih dahulu dinyatakan ke dalam bentuk sebelum menggambar grafik tersebut. Berikut ini langkah-langkah dalam menetukan solusi SPLDV dengan menggunakan grafik (James Stewart et al., 2004:446).


(33)

33 a) Menggambar grafik

Gambar grafik sesuai dengan setiap persamaan dengan menentukan nilai sebagai fungsi . Grafik digambar pada sistem koordinat yang sama.

b) Menentukan koordinat titik potong

Solusi dari SPLDV tersebut adalah koordinat dari titik potong pada grafik tersebut.

Pada SPLDV, terdapat kemungkinan-kemungkinan sebagai berikut (James Stewart et al., 2004:451).

a) SPLDV mempunyai tepat satu solusi

SPLDV mempunyai tepat satu solusi apabila garis-garis pada grafik berpotongan pada satu titik.

Gambar 1. Garis-garis Berpotongan pada Tepat Satu Titik

b) SPLDV tidak mempunyai solusi

Sedangkan SPLDV tidak mempunyai solusi apabila garis-garis pada grafik sejajar sehingga tidak mempunyai titik potong.


(34)

34

Gambar 2. Garis-garis Sejajar c) SPLDV mempunyai banyak tak hingga solusi

SPLDV mempunyai banyak tak hingga solusi apabila garis-garis pada grafik berimpit.

Gambar 3. Garis-garis Berimpit 2) Menyelesaikan SPLDV dengan Cara Subtitusi

Untuk menentukan solusi SPLDV dengan cara subtitusi, terlebih dahulu kita nyatakan variabel yang satu ke dalam variabel yang lain dari suatu persamaan, kemudian menyubstitusikan (menggantikan) variabel itu dalam persamaan yang lainnya.


(35)

35

Untuk lebih jelasnya berikut ini langkah-langkah dalam menetukan solusi SPLDV dengan cara subtitusi.

a) Menyatakan variabel ke dalam variabel lain

Pilih salah satu persamaan. Andaikan variabel dalam persamaan adalah dan . Nyatakan variabel dalam atau nyatakan variabel dalam .

b) Subtitusi

Andai yang dipilih variabel dalam y, maka subtitusikan variabel dalam tersebut dengan variabel pada persamaan yang lain. Namun, apabila yang dipilih variabel dalam , maka subtitusikan variabel dalam tersebut dengan variabel pada persamaan yang lain. Setelah itu selesaikan persamaan sehingga didapat variabel dalam suatu bilangan.

c) Subtitusikan kembali

Subtitusikan bilangan yang didapat pada langkah kedua pada persamaan yang didapat pada langkah pertama untuk mendapatkan nilai variabel yang lain.

Apabila langkah-langkah tersebut gagal, maka terdapat dua kemungkinan yaitu sistem persamaan linear dua variabel tersebut mempunyai banyak tak hingga solusi atau tidak mempunyai solusi. Andai suatu persamaan linear dua variabel adalah


(36)

36

maka persamaan linear dua variabel yang mempunyai banyak tak hingga solusi mempunyai ciri-ciri

f

c

e

b

d

a

. Untuk menyelesaikan persamaan linear dua variabel yang demikian dapat menggunakan metode grafik. Persamaan linear dua variabel yang tidak mempunyai solusi mempunyai ciri-ciri

f

c

e

b

d

a

. 3) Menyelesaikan SPLDV dengan Cara Eliminasi

Untuk menyelesaikan SPLDV dengan cara eliminasi yaitu mengkombinasikan persamaan-persamaan menggunakan penjumlahan atau selisih sehingga salah satu variabel dapat dieliminasi. Berikut ini langkah-langkah menetukan solusi SPLDV dengan cara eliminasi.

a) Sesuaikan koefisien

Kalikan atau bagi satu atau lebih persamaan dengan bilangan yang tepat sehingga ada variabel yang mempunyai koefisien sama atau berlawanan.

b) Jumlahkan atau kurangkan persamaan-persamaan

Apabila koefisien salah satu variabel berlawanan, maka jumlahkan persamaan-persamaan tersebut. Namun, apabila koefisien salah satu variabel sama, maka kurangkan persamaan-persamaan tersebut.

c) Ulangi kembali dengan cara yang sama untuk mendapatkan nilai variabel yang lain.


(37)

37

6. Pembelajaran Matematika menggunakan Perangkat Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

Pembelajaran matematika adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan melalui kegiatan belajar mengenai logika mengenai bentuk, susunan, besaran, serta konsep-konsep. Hal tersebut dilakuan dengan mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan yang memungkinkan siswa belajar. Salah satunya yaitu dengan penggunaan perangkat pembelajaran.

Perangkat pembelajaran adalah sekumpulan bahan dan sarana yang digunakan dalam proses pembelajaran. Bahan dan sarana tersebut dapat berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar berbentuk Lembar Kerja Siswa (LKS). Menurut Kokom (2013:193) RPP adalah penjabaran dari silabus yang telah disusun yang mencerminkan kegiatan yang dilakukan guru dan siswa untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Sedangkan LKS adalah bahan ajar untuk membantu siswa belajar yang berisi rangkaian kegiatan atau tugas yang dikerjakan oleh siswa dan dilengkapi petunjuk atau langkah-langkah untuk menyelesaikan tugas tersebut. Perangkat pembelajaran biasanya dikembangkan dengan suatu pendekatan tertentu. Salah satu pendekatan yaitu pendekatan problem posing.

Jadi problem posing merupakan suatu pendekatan yang dapat digunakan dalam pembelajaran matematika yang menekankan pada


(38)

38

pembuatan soal oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan, menguraikan soal yang kompleks menjadi lebih sederhana, atau memodifikasi soal yang sudah diketahui. Langkah-langkah dalam pembelajaran problem posing yaitu persiapan, pemahaman, situasi masalah, pengajuan masalah, pemecahan masalah, dan verifikasi.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika menggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan problem posing adalah pembelajaran matematika yang menggunakan perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang dikembangkan mengacu pada pendekatan problem posing yaitu memberikan kesempatan kepada siswa untuk pembuatan soal oleh siswa berdasarkan situasi yang diberikan, menguraikan soal yang kompleks menjadi lebih sederhana, atau memodifikasi soal yang sudah diketahui sesuai dengan tingkat kesukaran dan tingkat pemahaman masing-masing siswa.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan uraian mengenai hasil-hasil penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh peneliti lain yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Hasil-hasil penelitian yang relevan tersebut adalah sebagai berikut.

1. Penelitian yang dilakukan oleh Rhomadhoni Ira Martika (2012) dalam skripsinya yang berjudul Pengembangan LKS Berbasis Problem Posing pada Materi Bangun Ruang Sisi datar untuk Siswa Kelas VIII SMP. Hasil


(39)

39

penelitian pengembangan yaitu pengembangan dilakukan dengan model ADDIE dan kualitas LKS dilihat dari aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan. Kualitas LKS dilihat dari aspek kevalidan termasuk dalam kategori baik dengan perolehan skor total penilaian oleh ahli materi dan ahli media yaitu 111 termasuk dalam kategori baik. Sedangkan aspek kepraktisan berdasarkan hasil angket respon siswa diperoleh skor total sebesar 2374 yang masuk dalam kategori baik dan dari hasil angket respon guru diperoleh skor total sebesar 179 yang masuk dalam kategori baik, sehingga dapat dikatakan bahwa derajat kepraktisan LKS adalah baik. Berdasarkan analisis hasil tes tertulis diketahui ketuntasan belajar klasikalnya mencapai 77,14% yang berarti baik dengan rata-rata kelas sebesar 81,89 sehingga dapat disimpulkan bahwa LKS efektif digunakan dalam proses pembelajaran.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Rina Mahmudati (2011) dalam skripsinya yang berjudul Pengembangan Modul Operasi Hitung Bentuk Aljabar Berbasis Problem Posing untuk Siswa Kelas VIII Semester I. Hasil penelitian pengembangan yaitu pengembangan ini menggunakan model ADDIE dan kualitas modul ini dilihat dari kelayakan materi, kelayakan media, serta ditinjau dari aspek tampilan, penyajian materi, dan manfaat untuk siswa. Modul dilihat dari kelayakan materi termasuk dalam kategori sangat baik dengan persentase 91,188%. Sedangkan kelayakan media termasuk dalam kategori sangat baik dengan persentase 92,793%. Ditinjau dari aspek tampilan modul dalam kategori baik dengan persentase 89,03%,


(40)

40

dari aspek penyajian materi dalam kategori sangat baik dengan persentase 90,207% dan dari aspek manfaat dalam kategori baik dengan persentase 87,083%.

3. Kerangka Berpikir

Perangkat pembelajaran adalah pegangan guru dalam melaksanakan pembelajaran baik di kelas, laboratorium, atau lapangan untuk setiap kompetensi dasar (Poppy Kamalia Devi, dkk (2009:1). Pada kurikulum KTSP guru pada satuan pendidikan berkewajiban menyusun perangkat pembelajaran, antara lain silabus, RPP, media atau bahan ajar secara lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif, inspiratif, serta memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif (Poppy Kamalia Devi, 2009:1). Namun, kenyataan di lapangan beberapa guru masih kesulitan dalam mengembangkan perangkat pembelajaran sehingga belum mengembangkan perangkat pembelajaran khususnya perangkat pembelajaran berupa bahan ajar.

Bahan ajar adalah semua bentuk bahan yang digunakan guru atau pendidik untuk membantu kegiatan belajar mengajar (Depdiknas, 2008: 120). Karakterisitik bahan ajar salah satunya yaitu mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran. Jadi, bahan ajar sangat penting untuk mengubah pembelajaran yang semula berpusat pada guru (teacher centered) menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centered). Hal ini selaras dengan proses pembelajaran yang diterapkan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yaitu proses pembelajaran harus memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif dalam pembelajaran (BSNP, 2007:6).


(41)

41

Lembar Kerja Siswa (LKS) merupakan salah satu bahan ajar, oleh karena itu LKS harus mendorong siswa untuk aktif dalam proses pembelajaran melalui pendekatan yang digunakan dalam LKS. Namun kenyataannya LKS yang digunakan belum dikembangkan dengan suatu pendekatan tertentu. Salah satu pendekatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif secara mental, fisik, dan sosial adalah pendekatan problem posing (Tatag Yuli Eko S., 2004:76). Dengan pendekatan problem posing siswa dapat membuat soal sendiri berdasarkan situasi-situasi yang diberikan sesuai dengan tingkat kesukaran dan tingkat pemahaman masing-masing siswa. Dengan demikian siswa lebih aktif dan dapat memahami materi yang diberikan dengan cara membuat soal sendiri.

Berdasarkan uraian tersebut, maka pengembangan perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing perlu dilakukan untuk meningkatkan keaktifan siswa sehingga lebih dapat memahami materi yang diberikan dengan mengajukan suatu pertanyaan sesuai dengan kemampuannya.


(42)

42 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan yaitu penelitian dan pengembangan atau dalam bahasa Inggris disebut Research and Development (R&D). Menurut Sugiyono (2010:297) penelitian dan pengembangan adalah penelitian yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk tertentu serta menguji keefektifan produk yang telah dihasilkan tersebut. Penelitian dan pengembangan adalah suatu proses atau langkah-langkah untuk mengembangkan suatu produk baru, atau menyempurnakan produk yang telah ada, yang dapat dipertanggungajwabkan (Sujadi, 2003:164). Dalam penelitian ini produk yang dikembangkan yaitu perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel untuk siswa SMP kelas VIII.

B. Desain Penelitian

Berikut ini langkah-langkah dalam pengembangan RPP. 1. Penyusunan Alat Evaluasi RPP

Peneliti menyusun alat evaluasi yang akan digunakan untuk menilai RPP yang dikembangkan. Alat evaluasi disusun dengan memperhatikan komponen-komponen yang terdapat pada RPP.

2. Penyusunan RPP

Penyusunan RPP dilaksanakan dengan tahap-tahap sebagai berikut (Poppy Kamalia Devi, dkk, 2009:24).


(43)

43

a. Mencantumkan Identitas, SK, KD, dan Indikator.

Identitas terdiri nama sekolah, mata pelajaran, kelas, dan semester. SK, KD, dan Indikator dikutip dari silabus.

b. Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan merupakan hasil langsung dari suatu kegiatan pembelajaran. c. Menentukan Materi Pelajaran

Penentuan materi pelajaran dapat mengacu pada indikator. d. Menentukan Metode Pembelajaran

e. Menentukan Kegiatan Pembelajaran

Langkah-langkah kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.

1) Kegiatan pendahuluan, yang terdiri dari orientasi, apersepsi, motivasi, pemberian acuan, dan pembagian kelompok apabila pembelajaran dilaksanakan secara berkelompok.

2) Kegiatan inti berupa kegiatan eksplorasi, elaborasi serta konfirmasi.

3) Kegiatan penutup dapat berupa kegiatan menyimpulkan, merangkum, memberikan tugas sebagai bagian remedial ataupun pengayaan.

f. Memilih Sumber Belajar g. Menentukan Penilaian

Penilaian dijabarkan atas teknik penilaian, bentuk instrumen, dan instrumen yang dipakai.


(44)

44 3. Validasi

Setelah RPP tersusun, selanjutnya RPP dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan kemudian divalidasi oleh dosen.

4. Revisi

Berdasarkan hasil validasi maka akan diadakan perbaikan atau revisi sesuai saran dan masukan dari validator menghasilkan RPP hasil revisi. Untuk pengembangan LKS dengan pendekatan problem posing dilakukan melalui beberapa tahap yaitu Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation atau disingkat sebagai ADDIE (Dewi Padmo dkk., 2004:418-423).

1. Tahap analisis (analysis)

Pada tahap analisis terdapat tiga jenis kegiatan yang dilakukan yaitu analisis kurikulum, analisis karakteristik siswa, dan analisis instruksional. a. Analisis kurikulum

Analisis dilakukan pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dengan menentukan materi matematika yang digunakan dalam LKS dengan menggunakan pendekatan problem posing. Langkah selanjutnya yaitu mengidentifikasi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat di dalam KTSP. Hal ini dilakukan untuk memahami dan mengukur tingkat kedalaman kompetensi yang akan dicapai.


(45)

45 b. Analisis karakteristik siswa

Analisis karakteristik siswa dilakukan untuk mengetahui kondisi siswa yang akan menggunakan perangkat pembelajaran yang dikembangkan. c. Analisis instruksional

Analisis instruksional dilakukan dengan cara menjabarkan SK dan KD ke dalam indikator-indikator yang harus dicapai pada pembelajaran menggunakan perangkat pembelajaran dengan pendekatan problem posing yang akan dikembangkan.

2. Tahap perancangan (design)

a. Penyusunan kerangka struktur LKS (outline)

Berdasarkan penjabaran SK dan KD hasils analisis instruksional, langkah selanjutnya yaitu menyusun kerangka isi LKS secara utuh yang menggambarkan keseluruhan isi materi yang tercakup dalam LKS serta urutan penyajiannya.

b. Perancangan alat evaluasi

Peneliti menyusun alat evaluasi yang akan digunakan untuk menilai LKS yang dikembangkan. Alat evaluasi disusun dengan memperhatikan aspek-aspek yang harus dipenuhi LKS yaitu aspek kevalidan, kepraktisan, dan keefektifan.

3. Tahap pengembangan (development)

Ada empat langkah dalam tahap ini, yaitu : a. Pra penyusunan


(46)

46

Peneliti melakukan kajian referensi dan sumber pustaka serta menyiapkan segala keperluan.

b. Penyusunan

Penyusunan dilakukan bagian demi bagian sesuai dengan outline yang telah disusun menghasilkan LKS produk awal. Selain penyusunan LKS, juga disusun kunci jawaban LKS.

c. Validasi

LKS produk awal dikonsultasikan dengan dosen pembimbing, Setelah itu, divalidasi oleh dosen ahli materi, dosen ahli media, dan guru matematika. Validasi ini dimaksudkan untuk memperoleh saran dan masukkan untuk penyempurnaan.

d. Revisi

Berdasarkan hasil validasi maka akan diadakan perbaikan atau revisi sesuai saran dan masukan dari validator menghasilkan LKS hasil revisi I.

4. Tahap implementasi (implementation)

LKS hasil revisi I diujicobakan kepada siswa dan guru untuk memperoleh masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam penggunaan LKS yaitu guru dan siswa. Uji coba dilakukan dengan memilih satu kelas yang sesuai dengan LKS yang diuji coba. Setelah itu, dilakukan tes hasil belajar siswa kemudian siswa diminta untuk mengisi angket respon siwa sedangkan guru diminta untuk mengisi angket respon guru.


(47)

47 5. Tahap evaluasi (evaluation)

Pada tahap evaluasi dilakukan revisi berdasarkan masukan yang didapatkan pada saat pembelajaran dan respon guru juga respon siswa. Selain itu juga dilakukan analisis mengenai keefektifan LKS yang ditinjau dari tes hasil belajar siswa.

Gambar 4. Pengembangan LKS adaptasi dari Dewi Padmo, dkk. 1. Analisis kurikulum

2. Analisis karakteristik siswa 3. Analisis instruksional

A

Analysis

1. Penyusunan kerangka struktur LKS 2. Perancangan alat evaluasi

D

Design

1. Pra penyusunan LKS 2. Penyusunan LKS

LKS produk awal 3. Validasi

 Konsultasi dosen pembimbing

 Validasi dosen ahli

 Validasi guru matematika 4. Revisi I

D

Development

LKS hasil revisi I 1. Uji Coba

2. Respon siswa dan guru

I

Implementation

1. Analisis keefektifan LKS 2. Revisi II

E

Evaluation


(48)

48 C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa SMPN 1 Patimuan kelas VIII f. 2. Objek penelitian

Objek penelitian adalah perangkat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan problem posing pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.

D. Lokasi Penelitian

Penelitian pengembangan ini akan dilaksanakan di SMPN 1 Patimuan, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah.

E. Jenis Data

Dalam penelitian ini terdapat empat jenis data, yaitu sebagai berikut.

1. Data proses pengembangan perangkat pembelajaran. Data ini merupakan data deskriptif yang diperoleh dari tahap-tahap pengembangan RPP dan pengembangan LKS dengan desain penelitian ADDIE (Analysis, Design, Development, Implementation dan Evaluation).

2. Data kevalidan RPP. Data ini diperoleh dari hasil validasi dosen dan guru matematika.

3. Data kevalidan LKS. Data ini diperoleh dari hasil validasi oleh dosen ahli materi, dosen ahli media, dan guru matematika. Data kevalidan ditinjau dari aspek kesesuaian LKS dengan syarat didaktik, syarat konstruksi dan syarat teknis. Data berupa skor dari 1 sampai 4 yang merepresentasikan


(49)

49

klasifikasi sangat baik (SB), baik (B), tidak baik (TB) atau sangat tidak baik (STB).

4. Data kepraktisan LKS. Data kepraktisan LKS diperoleh dari angket respon siswa dan guru. Data tersebut berupa skor dari 1 sampai 4 yang merepresentasikan Sangat Tidak Setuju (STS), Tidak Setuju (TS), Setuju (S), atau Sangat Setuju (SS).

5. Data keefektifan LKS. Data ini diperoleh dari analisis tes hasil belajar siswa.

F. Instrumen Penelitian 1. Lembar Angket

Lembar angket meliputi: a) Angket validasi RPP

Angket validasi RPP digunakan untuk memperoleh data validasi dari dosen ahli dan guru matematika terhadap RPP yang dikembangkan.

b) Angket validasi LKS

Instrumen angket ini digunakan untuk memperoleh data validasi dari dosen ahli dan guru matematika terhadap LKS yang dikembangkan. Angket yang digunakan untuk mendapatkan data kelayakan LKS ditinjau dari aspek kesesuaian LKS dengan pendekatan problem posing, kualitas isi materi LKS, kesesuaian LKS dengan syarat didaktik, kesesuaian LKS dengan syarat konstruksi, dan kesesuaian LKS dengan syarat teknis


(50)

50 c) Angket respon siswa dan respon guru

Angket respon siswa digunakan untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap LKS dengan pendekatan problem posing. Angket respon guru digunakan untuk mengetahui tanggapan guru terhadap LKS dengan pendekatan problem posing dan juga . Pengisian angket dilaksanakan setelah seluruh proses pembelajaran dengan menggunakan LKS selesai dilakukan. Angket ini terdiri dari 4 alternatif jawaban, yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). 2. Lembar Observasi Keterlaksanaan Pembelajaran

Lembar observasi keterlaksanaan pembelajaran digunakan untuk mendapatkan data perbaikan perangkat yang dikembangkan setelah dilakukan pembelajaran. Peneliti melakukan pencatatan untuk setiap kali dilaksanakan pembelajaran. Pencatatan tersebut berasal dari kejadian-kejadian yang terjadi selama proses pembelajaran.

3. Tes Hasil Belajar

Instrumen tes digunakan sebagai penentu ketuntasan pemahaman siswa setelah melakukan pembelajaran menggunakan LKS. Soal tes terdiri dari lima soal yang mewakili indikator pencapaian materi. Dari hasil tes akan didapatkan persentase ketuntasan klasikal peserta didik untuk menentukan klasifikasi keefektifan LKS.

G. Teknik Analisis Data

1. Analisis data validasi RPP dan LKS


(51)

51

a. Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan pedoman Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Aturan Pemberian Skor Angket Validasi

Klasifikasi Skor

Sangat Baik (SB) 4

Baik (B) 3

Tidak Baik (TB) 2

Sangat Tidak Baik (STB) 1

b. Menghitung rata-rata skor dari setiap komponen aspek penilaian dengan menggunakan rumus:

̅ ∑

Keterangan :

̅ : rata-rata skor

: banyak butir pertanyaan

: skor pada butir pertanyaan ke-

c. Mengkonversi skor rata-rata menjadi skala nilai empat menurut S. Eko Putro Widoyoko (2014:111-112).

Skor tertinggi (ideal) 4 (sangat baik) Skor terendah 1 (sangat tidak baik)

Jumlah kelas 4 (sangat baik sampai sangat tidak baik)

Jarak interval


(52)

52

Berdasarkan data tersebut dapat disusun Tabel 3 mengenai klasifikasi penilaian RPP dan LKS.

Tabel 3. Klasifikasi Kategori Penilaian Data Validasi

No Rentang Skor Klasifikasi

1. ̅ Sangat Baik 2. ̅ Baik 3. ̅ Tidak Baik 4. ̅ Sangat Tidak Baik Menurut Ifrokhatul Fuat (2011:19) dalam pembelajaran, LKS yang digunakan hendaknya LKS yang memiliki kualitas baik. LKS yang dikembangkan dikatakan memiliki kualitas yang baik jika penilaian dari ahli yang dicapai minimal termasuk dalam kategori baik (Dian Andarwati, 2013:168). Oleh karena itu, dalam penelitian ini LKS dikatakan valid apabila memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

2. Analisis data angket respon siswa dan guru

Angket respon digunakan untuk memperoleh data kepraktisan penggunaan LKS. Berikut ini langkah-langkah untuk mendapatkan data tersebut.

a. Mengubah data kualitatif menjadi data kuantitatif dengan pedoman Tabel 4 dan Tabel 5sebagai berikut.


(53)

53 1) Untuk pernyataan positif

Tabel 4. Aturan Pemberian Skor Angket Respon untuk Pernyataan Positif

Klasifikasi Skor

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2) Untuk pernyataan negatif

Tabel 5. Aturan Pemberian Skor Angket Respon untuk Pernyataan Negatif

Klasifikasi Skor

Sangat Setuju (SS) 1

Setuju (S) 2

Tidak Setuju (TS) 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 4

b. Menghitung rata-rata skor dari setiap komponen aspek penilaian dengan menggunakan rumus:

̅ ∑

Keterangan :

̅ : rata-rata skor

: banyak butir pertanyaan

: skor pada butir pertanyaan ke-

c. Mengkonversi skor rata-rata menjadi skala nilai empat menurut S. Eko Putro Widoyoko (2014:111-112).


(54)

54 Skor tertinggi (ideal) 4

Skor terendah 1

Jumlah kelas 4

Jarak interval

Berdasarkan data tersebut dapat disusun Tabel 6 mengenai klasifikasi hasil angket respon.

Tabel 6. Klasifikasi Kategori Penilaian Data Respon

No Rentang Skor Klasifikasi

1. ̅ Sangat Baik 2. ̅ Baik 3. ̅ Tidak Baik 4. ̅ Sangat Tidak Baik Dalam penelitian ini, LKS dikatakan praktis apabila memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

3. Analisis data tes hasil belajar siswa

Tes hasil belajar digunakan untuk mendapatkan nilai keefektifan LKS. Data tersebut didapatkan dengan menganalisis hasil tes hasil belajar yang dilakukan oleh siswa pada akhir penelitian. Langkah-langkah analisis data tes hasil belajar adalah sebagai berikut.

a. Menghitung skor tes hasil belajar setiap siswa.

b. Menghitung banyak siswa yang tuntas KKM yaitu yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 67.


(55)

55

c. Mempersentase ketuntasan belajar secara klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

: persentase kelulusan siswa secara klasikal : banyak siswa yang tuntas KKM

: banyak seluruh siswa

Menurut Zainal Aqib, dkk. (2009:41) tingkat keberhasilan belajar siswa sebesar 75% sudah tergolong tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini LKS dikatakan efektif apabila persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal .


(56)

114

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Ali Mahmudi. (2008). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah, Seminar Nasional Matematika. Bandung: FMIPA UNPAD

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Mencipatakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press

Angel Rorimpandey. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Problem Posing terhadap Hasil Pembelajaran pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Thesis. PPs-Universitas Negeri Manado

Auffmann, et al. (2008). College Algebra Seventh Edition. United States of America: Nelson Education. Ltd

Barnet, et al. (2011). College Algebra Ninth Edition. New York : McGraww-Hill BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Kemendiknas

BSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendiknas

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kompas Gramedia

Depdiknas. (2007). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia

Depdiknas. (2008). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: BP Cipta Jaya

Dewi Padmo, Tian Belawati, Purwanto. (2004). Teknologi Pembelajaran (Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran). Jakarta: Pustekkom

Dian Andarwati. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra untuk


(57)

115

Membelajarkan Topik Trigonometri pada Siswa Kelas X SMA. Makalah, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: FMIPA UNY

Endang Mulyatiningsih. (2011). Riset Terapan. Yogyakarta: UNY Press

Era Budi Waluyo dan Mintohari. (2013). Penerapan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa SD. Jurnal, JPGSD. Vol 01(02)

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI

Hendro Darmodjo & Jenny RE Kaligis. 1992. Pendidikan IPA. Jakarta: Depdikbud

Ifrokhatul Fuat. (2011). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Aspek Kimia untuk SMP/MTs Kleas VIII Semester I Materi Pokok Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari. PPs-UPI

Irwan,dkk., (2010). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa melalui Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS). Prosiding, Seminar Nasional. FMIPA UNY

Kokom Komalasari. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama

Lin, Pi-Jen. (2004). Supporting Teachers On Designing Problem-Posing Tasks As A Tool Of Assessment To Understand Students’ Mathematical Learning. Proceedings, 28th Conference of the International. Vol. 3. Pp. 257-264 M. Djauhar Siddiq, dkk. (2008). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS

Muhibbin Syah. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. rev.ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nieveen, Nienke. (1999). Prototyping to Reach Product Quality. London: Kluwer Academic Publisher

Nyoman Dantes. (2008). Pengembangan Bahan Ajar dalam Kaitan dengan Implementasi KTSP. Makalah, Workshop Pengembangan Bahan Ajar PGRI. Karangasem: Universitas Pendidikan Ganesha


(58)

116

Poppy Kamalia Devi, Dkk. (2009). Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Bandung: P4TK IPA

Reda Abu-Elwan El Sayed. (2010). Effectiveness of Problem Posing Strategies on

Prospective Mathematics Teachers’ Problem Solving Performance.

Diakses dari http://math.unipa.it/~grim/AAbuElwan1-6 pada tanggal 3 Juni 2014, Jam 11.45 WIB

Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik.Yogyakarta: UNY Press

S. Eko Putro Widoyoko. (2014). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sri Rumini. (2006). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Stewart, James, et al. (2004). College Algebra Fifth Edition. United States of America: Nelson Education. Ltd

Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta

Suhadi. (2007). Petunjuk Perangkat Pembelajaran. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Sujadi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta Syaiful Sagala. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:Alfabeta Tatag Yuli Eko Siswono. (2004). Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui

Pengajuan Masalah (Problem Posing). Makalah, Konferensi Nasional Matematika XII. Denpasar: Universitas Udayana

Tatag Yuli Eko Siswono. (2006). Implementasi Teori Tentang Tingkat Berpikir Kreatif Dalam Matematika. Prosiding, Seminar Konferensi Nasional Matematika XIII. Semarang: FMIPA UNY

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum KTSP. Jakarta: Bumi Aksara


(1)

53 1) Untuk pernyataan positif

Tabel 4. Aturan Pemberian Skor Angket Respon untuk Pernyataan Positif

Klasifikasi Skor

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

Sangat Tidak Setuju (STS) 1

2) Untuk pernyataan negatif

Tabel 5. Aturan Pemberian Skor Angket Respon untuk Pernyataan Negatif

Klasifikasi Skor

Sangat Setuju (SS) 1

Setuju (S) 2

Tidak Setuju (TS) 3

Sangat Tidak Setuju (STS) 4

b. Menghitung rata-rata skor dari setiap komponen aspek penilaian dengan menggunakan rumus:

̅ ∑ Keterangan : ̅ : rata-rata skor

: banyak butir pertanyaan

: skor pada butir pertanyaan ke-

c. Mengkonversi skor rata-rata menjadi skala nilai empat menurut S. Eko Putro Widoyoko (2014:111-112).


(2)

54 Skor tertinggi (ideal) 4

Skor terendah 1

Jumlah kelas 4

Jarak interval

Berdasarkan data tersebut dapat disusun Tabel 6 mengenai klasifikasi hasil angket respon.

Tabel 6. Klasifikasi Kategori Penilaian Data Respon

No Rentang Skor Klasifikasi

1. ̅ Sangat Baik

2. ̅ Baik

3. ̅ Tidak Baik

4. ̅ Sangat Tidak Baik Dalam penelitian ini, LKS dikatakan praktis apabila memenuhi klasifikasi penilaian LKS minimal baik.

3. Analisis data tes hasil belajar siswa

Tes hasil belajar digunakan untuk mendapatkan nilai keefektifan LKS. Data tersebut didapatkan dengan menganalisis hasil tes hasil belajar yang dilakukan oleh siswa pada akhir penelitian. Langkah-langkah analisis data tes hasil belajar adalah sebagai berikut.

a. Menghitung skor tes hasil belajar setiap siswa.

b. Menghitung banyak siswa yang tuntas KKM yaitu yang mendapatkan nilai lebih dari atau sama dengan 67.


(3)

55

c. Mempersentase ketuntasan belajar secara klasikal dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

Keterangan :

: persentase kelulusan siswa secara klasikal : banyak siswa yang tuntas KKM

: banyak seluruh siswa

Menurut Zainal Aqib, dkk. (2009:41) tingkat keberhasilan belajar siswa sebesar 75% sudah tergolong tinggi. Oleh karena itu, dalam penelitian ini LKS dikatakan efektif apabila persentase ketuntasan belajar siswa secara klasikal .


(4)

114

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. (2007). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya Ali Mahmudi. (2008). Pembelajaran Problem Posing untuk Meningkatkan

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika. Makalah, Seminar Nasional Matematika. Bandung: FMIPA UNPAD

Andi Prastowo. (2011). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif: Mencipatakan Metode Pembelajaran yang Menarik dan Menyenangkan. Yogyakarta: DIVA Press

Angel Rorimpandey. (2010). Pengaruh Penggunaan Model Problem Posing terhadap Hasil Pembelajaran pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Thesis. PPs-Universitas Negeri Manado

Auffmann, et al. (2008). College Algebra Seventh Edition. United States of America: Nelson Education. Ltd

Barnet, et al. (2011). College Algebra Ninth Edition. New York : McGraww-Hill BSNP. (2006). Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Jakarta: Kemendiknas

BSNP. (2007). Standar Proses untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kemendiknas

Chomsin S. Widodo dan Jasmadi. (2008). Panduan Menyusun Bahan Ajar Berbasis Kompetensi. Jakarta: Kompas Gramedia

Depdiknas. (2007). Pedoman Memilih Menyusun Bahan Ajar dan Teks Mata Pelajaran. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia

Depdiknas. (2008). Panduan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Standar Sarana dan Prasarana. Jakarta: BP. Mitra Usaha Indonesia

Depdiknas. (2008). Pedoman Pelaksanaan Pengembangan Materi Pembelajaran dan Pengembangan Pembelajaran Kontekstual (CTL) Sekolah Menengah Pertama (SMP). Jakarta: BP Cipta Jaya

Dewi Padmo, Tian Belawati, Purwanto. (2004). Teknologi Pembelajaran (Peningkatan Kualitas Belajar Melalui Teknologi Pembelajaran). Jakarta: Pustekkom

Dian Andarwati. (2013). Pengembangan Lembar Kerja Siswa (LKS) Berbasis Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Geogebra untuk


(5)

115

Membelajarkan Topik Trigonometri pada Siswa Kelas X SMA. Makalah, Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Yogyakarta: FMIPA UNY

Endang Mulyatiningsih. (2011). Riset Terapan. Yogyakarta: UNY Press

Era Budi Waluyo dan Mintohari. (2013). Penerapan Pendekatan Problem Posing untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kreatif Pada Siswa SD. Jurnal, JPGSD. Vol 01(02)

Erman Suherman, dkk. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-UPI

Hendro Darmodjo & Jenny RE Kaligis. 1992. Pendidikan IPA. Jakarta: Depdikbud

Ifrokhatul Fuat. (2011). Pengembangan Lembar Kerja Siswa Aspek Kimia untuk SMP/MTs Kleas VIII Semester I Materi Pokok Bahan Kimia dalam Kehidupan Sehari-hari. PPs-UPI

Irwan,dkk., (2010). Peningkatan Kemampuan Penalaran Matematis dan Berpikir Kreatif Matematis Mahasiswa melalui Pendekatan Problem Posing Model Search, Solve, Create and Share (SSCS). Prosiding, Seminar Nasional. FMIPA UNY

Kokom Komalasari. 2013. Pembelajaran Kontekstual Konsep dan Aplikasi. Bandung: PT Refika Aditama

Lin, Pi-Jen. (2004). Supporting Teachers On Designing Problem-Posing Tasks As

A Tool Of Assessment To Understand Students’ Mathematical Learning.

Proceedings, 28th Conference of the International. Vol. 3. Pp. 257-264 M. Djauhar Siddiq, dkk. (2008). Pengembangan Bahan Ajar. Jakarta: Direktorat

Jenderal Pendidikan Tinggi DEPDIKNAS

Muhibbin Syah. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. rev.ed. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Nieveen, Nienke. (1999). Prototyping to Reach Product Quality. London: Kluwer Academic Publisher

Nyoman Dantes. (2008). Pengembangan Bahan Ajar dalam Kaitan dengan Implementasi KTSP. Makalah, Workshop Pengembangan Bahan Ajar PGRI. Karangasem: Universitas Pendidikan Ganesha


(6)

116

Poppy Kamalia Devi, Dkk. (2009). Pengembangan Perangkat Pembelajaran. Bandung: P4TK IPA

Reda Abu-Elwan El Sayed. (2010). Effectiveness of Problem Posing Strategies on

Prospective Mathematics Teachers’ Problem Solving Performance.

Diakses dari http://math.unipa.it/~grim/AAbuElwan1-6 pada tanggal 3 Juni 2014, Jam 11.45 WIB

Rita Eka Izzaty, dkk. (2008). Perkembangan Peserta Didik.Yogyakarta: UNY Press

S. Eko Putro Widoyoko. (2014). Teknik Penyusunan Instrumen Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Sri Rumini. (2006). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press

Stewart, James, et al. (2004). College Algebra Fifth Edition. United States of America: Nelson Education. Ltd

Sugihartono, dkk. (2013). Psikologi Pendidikan.Yogyakarta: UNY Press

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:Alfabeta

Suhadi. (2007). Petunjuk Perangkat Pembelajaran. Surakarta: Universitas Muhammadiyah

Sujadi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta:Rineka Cipta Syaiful Sagala. (2005). Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung:Alfabeta Tatag Yuli Eko Siswono. (2004). Mendorong Berpikir Kreatif Siswa Melalui

Pengajuan Masalah (Problem Posing). Makalah, Konferensi Nasional Matematika XII. Denpasar: Universitas Udayana

Tatag Yuli Eko Siswono. (2006). Implementasi Teori Tentang Tingkat Berpikir Kreatif Dalam Matematika. Prosiding, Seminar Konferensi Nasional Matematika XIII. Semarang: FMIPA UNY

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu: Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum KTSP. Jakarta: Bumi Aksara