MATEMATIKA SISWA KELAS VIII PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP ADABIYAH PALEMBANG

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN NUMBER HEADS TOGETHER (NHT) TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VIII PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINEAR DUA VARIABEL DI SMP ADABIYAH PALEMBANG SKRIPSI SARJANA S1

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Oleh RADEN AYU FATRIA NIM. 09221707

Program Studi Tadris Matematika FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG 2014

ABSTRAK

Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya sehingga tidak ada pemisahan antara siswa yang satu dengan siswa yang lain dalam satu kelompok untuk saling memberi dan menerima antara satu dengan yang lainnya, dimana guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa dan setiap siswa dalam kelompok diberikan nomor. Kemudian masing-masing kelompok diberikan LKS untuk didiskusikan dan menyelesaikan pertanyaan yang ada dalam LKS dengan anggota kelompoknya. Selanjutnya guru memanggil salah satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak, bagi siswa yang nomornya dipanggil harus mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan bagi siswa di kelompok lain memberikan tanggapan dari jawaban temannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas

VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP

Adabiyah Palembang.Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran Number Heads Together (NHT) sebagai variabel bebas dan hasil belajar matematika siswa sebagai variabel terikat, sampel penelitian ini adalah kelas VIII.3 sebagai kelas eksperimen dan kelas

VIII.4 sebagai kelas kontrol.Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode eksperimen.Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah tes untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa. Analisis data tes menggunakan uji t. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Number Heads Together (NHT) efektif terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata kelas eksperimen 83,19 lebih besar dari kelas kontrol 70,85, dimana t hitung = 3,372>t tabel = 1,998 dengan 𝛼 = 5%.

Kata Kunci : Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT), Hasil Belajar Matematika Siswa, Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Islam adalah satu-satunya agama di dunia yang sangat empatik dalam mendorong umatnya untuk menuntut ilmu, bahkan Al- Qur’an itu sendiri merupakan sumber ilmu dan sumber inspirasi berbagai disiplin ilmu pengetahuan sains dan teknologi. Ilmu dan teknologi adalah instrumen yang penting untuk membangun orang-orang yang beradab. Dengan ilmu yang dimiliki, Allah akan mengangkat derajat seorang muslim. Ilmu dan tingkat kecerdasan manusia juga akan sangat menentukan tingkat ekonomi seseorang. Sebagaimana Allah SWT berfirman :

Artinya: “Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS. Al-Mujadilah:11)

UUD 1945 juga menyatakan bahwa tujuan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat menghadapi berbagai kesulitan. Untuk mencerdaskan bangsa maka diperlukan pendidikan yang berkualitas untuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha meningkatkan kualitas pendidikan walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Salah satu cerminan kualitas pendidikan di sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah tersebut. Dengan demikian hasil UUD 1945 juga menyatakan bahwa tujuan dibentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia ialah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang dapat menghadapi berbagai kesulitan. Untuk mencerdaskan bangsa maka diperlukan pendidikan yang berkualitas untuk bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah Indonesia selalu berusaha meningkatkan kualitas pendidikan walaupun hasilnya belum memenuhi harapan. Salah satu cerminan kualitas pendidikan di sekolah adalah hasil belajar yang dicapai oleh siswa di sekolah tersebut. Dengan demikian hasil

Peningkatan kualitas pendidikan matematika sebagai salah satu mata pelajaran yang diajarkan pada jenjang pendidikan formal sangat memegang peranan penting. Menyadari pentingnya matematika sebagai salah satu penopang pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka hasil belajar matematika di setiap jenjang pendidikan perlu mendapat perhatian serius. Upaya peningkatan hasil belajar tersebut sangat ditentukan oleh kualitas proses belajar yang dialami oleh siswa di setiap jenjang pendidikan.

Matematika diberikan kepada siswa untuk membekali siswa berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif serta mampu bekerja sama (Roebyanto, 2006:19). Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif. Sementara itu, penguasaan matematika siswa di Indonesia masih rendah. Salah satu penyebabnya adalah belum efektifnya proses pembelajaran. Dalam pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa semakin dituntut mempunyai kemampuan berpikir yang tinggi dan kreatif, kepribadian yang jujur dan mandiri. Sehingga sangat diperlukan dan dilakukan pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu mendidik para siswa sehingga mereka bisa tumbuh menjadi manusia yang berpikir kreatif, mandiri, dan berprestasi.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, baik dari dalam diri siswa itu sendiri maupun dari faktor luar.

Ruseffendi (1991:9) mengemukakan bahwa ada sepuluh faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar antara lain: (1) kecerdasan siswa, (2) kesiapan belajar siswa, (3) bakat yang dimiliki siswa, (4) kemauan belajar siswa, (5) minat siswa, (6) cara penyajian materi, (7) pribadi dan sikap guru, (8) suasana pembelajaran, (9) kompetensi guru, (10) kondisi masyarakat luas.

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar adalah cara penyajian materi. Dalam hal ini guru yang akan menyajikan materi diharapkan dapat memilih model pembelajaran yang tepat sehingga membuat siswa termotivasi untuk mengikuti pembelajaran tersebut. Model pembelajaran yang paling sering digunakan di sekolah saat ini adalah adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang diterapkan di sekolah tersebut adalah pembelajaran dimana guru terlebih dahulu menjelaskan materi yang akan dipelajari, dilanjutkan dengan memberi contoh-contoh soal kemudian siswa diberi latihan soal untuk diselesaikan dan siswa diperbolehkan bertanya jika tidak mengerti. Karena sistem pembelajaran itu sehingga membuat siswa tidak terlalu termotivasi untuk mengikuti pelajaran matematika.

Sama seperti halnya yang terjadi di SMP Adabiyah Palembang yang dalam proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional. Peneliti tertarik melakukan observasi di SMP Adabiyah Palembang karena peneliti mengetahui kondisi sekolah ini sehingga memudahkan peneliti melakukan observasi secara luas dan mendalam mengenai proses pembelajaran di sekolah tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru bidang studi matematika di SMP Adabiyah Palembang, ditemukan beberapa permasalahan pada pembelajaran matematika diantaranya:

1. Proses pelaksanaan pembelajaran matematika salah satunya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel yang selama ini masih menggunakan model pembelajaran konvensional, sehingga siswa kurang berpartisipasi aktif saat proses pembelajaran, seperti bertanya dan menjawab pertanyaan.

2. Hasil belajar matematika siswa rendah salah satunya pada pokok bahasan sistem persamaan linear dua variabel. Hanya 50% siswa yang nilainya memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM) di mana telah ditetapkan kriteria ketuntasan minimal (KKM) untuk mata pelajaran matematika adalah

75, berarti 50% sisanya siswa tidak memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM). Hal ini dikarenakan proses pembelajaran matematika masih menggunakan model pembelajaran konvensional.

Berdasarkan hasil uraian di atas, maka salah satu upaya yang dianggap dapat memecahkan masalah tersebut adalah dengan melakukan suatu inovasi dalam proses pembelajaran dengan penentuan model pembelajaran yang tepat sehingga dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa. Ada salah satu model pembelajaran yang lebih mengutamakan keaktifan siswa dan memberi kesempatan siswa untuk mengembangkan potensinya secara maksimal. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran kooperatif.

Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah model pembelajaran Number Heads Together (NHT). Proses

pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) mengarahkan siswa aktif bekerja dalam kelompok. Mereka bertanggung jawab penuh terhadap soal yang diberikan, karena pada saat presentasi guru menunjuk siswa secara acak dengan memanggil salah satu nomor untuk mewakili kelompoknya. Sedangkan pada model pembelajaran kooperatif yang lain terkadang siswa saling berharap kepada teman kelompok lain yang lebih pintar. Dalam pembelajaran kooperatif tipe Student Teams-Achievement Division (STAD) misalnya, siswa hanya disuruh bekerja dalam kelompok dan pertanggung jawabannya secara kelompok pula sehingga siswa kurang aktif dalam kelompok.

Pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) juga dinilai lebih memudahkan siswa berinteraksi dengan teman-teman dalam kelas dibandingkan dengan model pembelajaran langsung yang selama ini diterapkan oleh guru. Pada model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) siswa perlu berkomunikasi satu sama lain, sedangkan pada model pembelajaran konvensional siswa duduk berhadap-hadapan dengan guru dan terus memperhatikan gurunya.

Berdasarkan beberapa alasan di atas, maka penulis merasa perlu meneliti suatu karya tulis berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Number

Heads Together (NHT) Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas

VIII Pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel di SMP Adabiyah

Palembang ”. Sehingga dapat dilihat bagaimana efektivitas dari penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana efektivitas penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas

VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas penggunaan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII pada materi sistem persamaan linear dua variabel di SMP Adabiyah Palembang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Manfaat Teoritis Memperkaya wawasan teoritis dalam ilmu pendidikan, khususnya tentang model pembelajaran Number Heads Together (NHT) pada mata pelajaran matematika.

2. Manfaat Praktis

a) Siswa Penerapan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

b) Guru Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

c) Sekolah Model pembelajaran Number Heads Together (NHT) diharapkan dapat digunakan sebagai alternatif bagi sekolah untuk menerapkan model pembelajaran yang efektif dan tepat dalam meningkatkan hasil belajar siswa.

d) Peneliti Menambah wawasan keilmuan dan keterampilan sebagai langkah awal pertimbangan untuk mengaplikasikan pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Number Heads Together (NHT) yang diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Matematika

Secara etimologis (Elea Tinggih, 1972:5) perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”. Hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain tidak diperoleh melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia rasio (penalaran), sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen disamping penalaran.

Matematika merupakan salah satu pengetahuan manusia yang paling bermanfaat dalam kehidupan. Hampir setiap bagian dari hidup kita mengandung matematika sehingga anak-anak membutuhkan pengalaman yang tepat untuk bisa menghargai kenyataan bahwa matematika adalah penting untuk masa depan mereka. Oleh karena itu, model pembelajaran matematika yang baik harus bisa membentuk logika berfikir bukan sekedar pandai berhitung. Karena berhitung dapat dilakukan dengan alat bantu seperti kalkulator, komputer, dan lain-lain namun dalam menyelesaikan masalah perlu logika berfikir dan analisis.

Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar mengenai konsep- konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu (Hudoyo, 1990:48). Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai Menurut Bruner, belajar matematika adalah belajar mengenai konsep- konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu (Hudoyo, 1990:48). Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai

Belajar matematika diharapkan dapat memperoleh suatu hasil belajar yang sesuai dengan tujuan. Hasil belajar yang diharapkan antara lain kemampuan bernalar, kemampuan berfikir kritis dan kreatif, kemampuan pemecahan masalah dan kompetensi lainnya yang ada dalam kurikulum. Ada beberapa alasan perlunya belajar matematika, (1) dapat melatih kemampuan berfikir logis, (2) merupakan sarana untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari, (3) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai.

Pembelajaran matematika merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan dari belajar matematika yang telah ditetapkan. Oleh karena itu dalam pembelajaran sebaiknya metode, strategi dan pendekatan harus dipilih sesuai dengan situasi kelas yang bersangkutan dan tujuan yang diharapkan.

B. Model Pembelajaran

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematika dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Kardi dan Nur, 2003:9). Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Model pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematika dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu (Kardi dan Nur, 2003:9). Model pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam menciptakan suasana belajar yang aktif, inovatif, kreatif dan menyenangkan (PAIKEM). Model pembelajaran yang menarik dan variatif akan berimplikasi

Penerapan kurikulum KTSP dan tuntutan untuk mengembangkan model pembelajaran kreatif maka guru harus pula mampu mengikuti tuntutan perkembangan dunia pendidikan terkini. Guru harus berani berinovasi dan beradaptasi dengan metode pembelajaran PAIKEM seperti Talking Stick, Example non Example , Think Pair Share dan tidak hanya terpaku pada Metode Ceramah saja. Untuk memperjelas mengapa model pembelajaran perlu dikembangkan secara berkesinambungan, kita harus kembali pada pengertian model pembelajaran secara umum. Berikut ini adalah pengertian model pembelajaran menurut pendapat para tokoh pendidikan antara lain :

1. Agus Suprijono : pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial.

2. Richard I Arends : model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap- tahap kegiatan di dalam pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Guru sangat membutuhkan model pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Namun tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan model pembelajaran yang sama. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang yang ada agar penggunaan Guru sangat membutuhkan model pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran dan hasil belajar siswa yang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ditetapkan. Namun tidak semua materi pelajaran dapat disajikan dengan model pembelajaran yang sama. Karena itu dalam memilih model pembelajaran, guru harus memperhatikan keadaan atau kondisi siswa, bahan pelajaran serta sumber-sumber belajar yang yang ada agar penggunaan

Dari beberapa beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar siswa sekaligus dapat meningkatkan kemampuan hubungan sosial, menumbuhkan sikap menerima kekurangan diri dan orang lain, serta dapat merealisasikan kebutuhan siswa dalam belajar berpikir, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan keterampilan. Model pembelajaran yang dimaksud adalah model pembelajaran cooperative learning.

C. Model Pembelajaran Kooperatif

1. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.

Menurut Johnson, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ismail, 2002:12). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan Menurut Johnson, pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengutamakan adanya kerja sama, yakni kerja sama antar siswa dalam kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran (Ismail, 2002:12). Para siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil dan

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan secara asal- asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan efektif.

Roger dan David Johnson (Lie, 2002:30) mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap pembelajaran kooperatif. Untuk mencapai hasil yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus diterapkan. Kelima unsur tersebut yaitu : a) saling ketergantungan positif, b) tanggung jawab perseorangan, c) tatap muka, d) komunikasi antar anggota, e) evaluasi proses kelompok.

Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah Untuk memenuhi kelima unsur tersebut harus dibutuhkan proses yang melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok para peserta didik harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam kegiatan belajar kelompok yang akan saling menguntungkan. Selain niat, peserta didik juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja sama dengan orang lain. Salah satu cara untuk mengembangkan niat dan kerja sama antar peserta didik dalam model pembelajaran kooperatif adalah

2. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Stahl (Ismail, 2002:12) bahwa ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah :

a) Belajar dengan teman

b) Tatap muka antar teman

c) Mendengarkan diantara anggota

d) Belajar dari teman sendiri dalam kelompok

e) Belajar dalam kelompok kecil

f) Produktif berbicara atau mengemukakan pendapat

g) Siswa membuat keputusan

h) Siswa aktif Sedangkan menurut Johnson (Ismail, 2002:12) belajar dengan kooperatif mempunyai ciri :

a) Saling ketergantungan yang positif a) Saling ketergantungan yang positif

c) Heterogen

d) Berbagi kepemimpinan

e) Berbagi tanggung jawab

f) Ditekankan pada tugas dan kebersamaan

g) Mempunyai ketrampilan dalam berhubungan sosial

h) Guru mengamati

i) Efektivitas tergantung kepada kelompok Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

a) Siswa belajar dalam kelompok, produktif mendengar, mengemukakan pendapat dan membuat keputusan secara bersama.

b) Kelompok siswa yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau dari latar belakang sosial, jenis kelamin, dan kemampuan belajar.

c) Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok. Menurut Ibrahim (2000:6) unsur-unsur dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut :

a) Siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka sehidup sepenanggungan bersama.

b) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

c) Siswa harus melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

d) Siswa haruslah berbagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya.

e) Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

f) Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama dalam proses belajarnya.

g) Siswa akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

D. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Number Heads Together (NHT)

1. Pengertian Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Menurut Anita Lie (2002:59) pengertian Numbered Heads Together (NHT) atau kepala bernomor adalah suatu tipe dari pengajaran kooperatif pendekatan struktural yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide -ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu Numbered Heads Together (NHT) juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerjasama mereka. Model ini dapat digunakan untuk semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan peserta didik. Satu aspek penting dalam pengajaran kooperatif adalah bahwa di samping pengajaran kooperatif membantu mengembangkan tingkah laku kooperatif dan hubungan yang lebih baik diantara siswa, pengajaran kooperatif secara bersamaan membantu siswa dalam pengajaran akademis mereka.

Pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan akademik, meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik, agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai latar belakang, dan untuk mengembangkan keterampilan siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagai tugas, aktif bertanya, menghargai orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Tipe ini dikembangkan oleh Kagen (Ibrahim, 2000:28) dengan melibatkan para siswa dalam menelaah bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Muhammad Nur (2005) model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) adalah suatu model pembelajaran berkelompok yang setiap anggota kelompoknya bertanggung jawab atas tugas kelompoknya, sehingga tidak ada pemisahan antara siswa

2. Tujuan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Konsep pembelajaran kooperatif (cooperative learning) bukanlah suatu konsep baru, melainkan telah dikenal sejak zaman Yunani kuno. Pada awal abad pertama, seorang filosofi berpendapat bahwa agar seseorang belajar harus memiliki pasangan.

Ibrahim (2000:28) mengemukakan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) mempunyai tiga tujuan yang hendak dicapai, yaitu :

a) Hasil belajar akademik Bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik.

b) Pengakuan adanya keragaman Bertujuan agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai perbedaan latar belakang. Perbedaan tersebut antara lain perbedaan suku, agama, kemampuan akademik dan tingkat sosial.

c) Pengembangan keterampilan sosial Bertujuan untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Keterampilan sosial yang dimaksud dalam pembelajaran kooperatif adalah berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja sama dalam kelompok.

3. Langkah-langkah Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) merujuk pada konsep Kagen (Ibrahim, 2000:29) dengan tiga langkah, yaitu :

a) Pembentukan kelompok

b) Diskusi masalah

c) Tukar jawaban antar kelompok Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000:29) menjadi enam langkah sebagai berikut :

Langkah 1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Langkah 2. Pembentukan kelompok dan teknik pemilihan anggota

kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT). Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda. Pemilihan anggota kelompok dilakukan berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran matematika yang bersangkutan. Dimana dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh guru. Langkah 4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari pada setiap kelompok. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang terdapat dalam LKS. Langkah 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya dipanggil mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas untuk dijelaskan di depan kelas. Langkah 6. Memberi kesimpulan Guru bersama siswa memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Dari langkah-langkah diatas berikut ini penerapan langkah-langkah peneliti dalam pelaksanaan pembelajaran Number Heads Together (NHT) di kelas, yaitu :

1. Persiapan Pada tahap ini, sebelum memulai kegiatan pembelajaran peneliti terlebih dahulu memberikan penjelasan kepada siswa tentang prosedur pelaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran Number Heads

Together (NHT), menyampaikan indikator dan tujuan pembelajaran,serta menyampaikan informasi singkat tentang topik pembelajaran yang mencakup pokok-pokok inti dari materi yang akan dibahas.

2. Pembentukan kelompok dan pemberian nomor Dalam tahap ini, peneliti membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang beranggotakan 4-5 orang siswa. Pemilihan anggota kelompok dilakukan berdasarkan rekomendasi dari guru mata pelajaran matematika yang bersangkutan. Dimana dalam setiap kelompok terdiri dari siswa yang berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah. Setelah siswa sudah terbentuk dalam kelompoknya masing-masing, peneliti memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang berbeda.

3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau panduan Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau masalah yang diberikan oleh peneliti.

4. Diskusi masalah Dalam kerja kelompok, peneliti membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari pada setiap kelompok. Setiap siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa setiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS.

5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, peneliti memanggil satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya dipanggil mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban 5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban Dalam tahap ini, peneliti memanggil satu nomor dari setiap kelompok bergantian secara acak dan para siswa dari setiap kelompok yang nomornya dipanggil mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban

6. Memberi kesimpulan Peneliti bersama siswa memberikan kesimpulan atau jawaban akhir dari semua pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan. Selanjutnya sebagai tindak lanjut peneliti memberikan pekerjaan rumah untuk diselesaikan secara individu oleh setiap siswa.

7. Memberikan penghargaan Peneliti memberikan penghargaan berupa kata-kata pujian pada siswa (kelompok) dan memberi nilai yang lebih tinggi kepada siswa (kelompok) yang hasil belajarnya lebih baik.

4. Manfaat Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT) bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren (Ibrahim, 2000:18) adalah :

a) Rasa harga diri menjadi lebih tinggi

b) Memperbaiki kehadiran

c) Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar

d) Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil

e) Konflik antar pribadi berkurang

f) Pemahaman yang lebih mendalam

g) Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi

h) Hasil belajar lebih tinggi

5. Kelebihan dan Kelemahan Model Pembelajaran Number Heads Together (NHT)

Menurut Sanjaya (2008:249) kelebihan dan kelemahan dari pembelajaran kooperatif tipe Number Heads Together (NHT), yaitu :

a) Kelebihan (1) Siswa tidak terlalu menggantungkan pada guru, akan tetapi dapat

menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri. (2) Dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan. (3) Dapat membantu anak untuk merespon orang lain. (4) Dapat memberdayakan siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam

belajar. (5) Dapat meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial. (6) Dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan

pemahamannya sendiri, menerima umpan balik. (7) Dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata. (8) Dapat meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berpikir

b) Kelemahan (1) Dengan leluasanya pembelajaran maka apabila keleluasaan itu tidak

optimal maka tujuan dari apa yang dipelajari tidak akan tercapai. (2) Penilaian kelompok dapat membutakan penilaian secara individu apabila guru tidak jeli dalam pelaksanaannya.

(3) Mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan waktu yang panjang. Selanjutnya (dalam Isjoni, 2009: 36) Jarolimek & Parker mengatakan bahwa :

a) Kelebihan (1) Saling ketergantungan yang positif.

(2) Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

(3) Siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas.

(4) Suasana kelas yang rileks dan menyenangkan.

(5) Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antar siswa dan

guru. (6) Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosi yang menyenangkan.

b) Kelemahan

(1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping

itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran, dan waktu. (2) Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan

dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai.

(3) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan

topik permasalahan yang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

(4) Saat diskusi kelas terkadang didominasi seseorang, hal ini

mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Jadi, dapat di tarik kesimpulan menurut para ahli diatas, sebagai berikut :

a) Kelebihan

(1) Terjadinya interaksi antar siswa melalui diskusi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi. (2) Siswa pandai atau siswa kurang sama-sama memperoleh manfaat

melalui aktifitas belajar kooperatif. (3) Siswa termotivasi untuk berpartisipasi dalam diskusi kelompok agar

dapat menjawab dengan baik ketika nomornya dipanggil.

(4) Dapat memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan

keterampilan bertanya, berdiskusi dan mengembangkan bakat kepemimpinan.

b) Kelemahan (1) Ada siswa yang sekedar menyalin pekerjaan siswa yang lain tanpa

memiliki pemahaman yang memadai pada saat diskusi menyelesaikan masalah.

(2) Pengelompokan siswa memerlukan waktu khusus dan pengaturan

tempat duduk yang berbeda.

E. Hasil Belajar

1. Pengertian Belajar

Menurut Suryabrata (Khadijah, 2009:43) mengemukakan hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Dengan demikian, belajar merupakan proses penting yang terjadi dalam Menurut Suryabrata (Khadijah, 2009:43) mengemukakan hampir semua kecakapan, keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap manusia terbentuk, dimodifikasi dan berkembang karena belajar. Dengan demikian, belajar merupakan proses penting yang terjadi dalam

Belajar didefinisikan oleh banyak ahli dengan rumusan yang berbeda, namun pada hakekatnya prinsip dan maksudnya sama. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang belajar dapat dilihat beberapa definisi yang dikemukakan para ahli yaitu :

a) Menurut Slameto (2002:2) “Belajar adalah suatu proses yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya “.

b) Menurut Muhibbin Syah (2006:68) “Belajar adalah tahapan perubahan tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungannya yang melibatkan proses kognitif “.

c) Menurut Sardiman (2003:20) “Belajar adalah perubahan tingkah laku atau penampilan dengan

serangkaian kegiatan misalnya dengan membaca, mengamati, mendengarkan, meniru dan sebagainya “.

Berdasarkan para pendapat ahli di atas, maka disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan, pemahaman keterampilan, kecakapan, kebiasaan, Berdasarkan para pendapat ahli di atas, maka disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku pada diri seseorang akibat interaksi individu dengan lingkungannya. Perubahan yang dimaksud dapat berupa pengetahuan, pemahaman keterampilan, kecakapan, kebiasaan,

2. Pengertian Hasil Belajar

Hamalik (1995:48) mengatakan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subyek yang meliputi kemampuan koginitif, afektif, dan psikomotorik dalam situasi tertentu berkat kemampuannya berulang- ulang. Sependapat dengan Hamalik, Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2010:22) mengatakan bahwa hasil belajar ialah perubahan tingkah laku yang dibagi menjadi tiga ranah sebagai berikut :

a) Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

b) Ranah afektif, berkenaan dengan sikap yang terdiri dari penerimaan jawaban atau reaksi dan penilaian.

c) Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Dari beberapa penjelasan tentang hasil belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subyek yang terjadi pada aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pada penelitian ini peneliti akan mengukur tentang ranah kognitif.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Menurut Munadi (Rusman, 2012:124) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain sebagai berikut :

a) Faktor Internal - Faktor Fisiologis. Secara umum kondisi fisiologis, seperti kesehatan

yang prima, tidak dalam keadaan lelah dan capek, tidak dalam keadaan cacat jasmani dan sebagainya. Hal tersebut dapat mempengaruhi peserta didik dalam menerima materi pelajaran.

- Faktor Psikologis. Setiap individu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.

b) Faktor Eksternal - Faktor Lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil

belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan alam misalnya suhu, kelembaban dan lain-lain. Belajar pada tengah hari di ruangan yang kurang akan sirkulasi udara akan sangat berpengaruh dan akan sangat berbeda pada pembelajaran pada pagi hari yang kondisinya masih segar dan dengan ruangan yang cukup untuk bernafas lega.

- Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai - Faktor Instrumental. Faktor-faktor instrumental adalah faktor yang keberadaan dan penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor ini diharapkan dapat berfungsi sebagai

Menurut Sunarto (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar antara lain :

a) Faktor Intern Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Diantara faktor-faktor intern yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang antara lain :

- Kecerdasan/intelegensi - Bakat - Minat - Motivasi

b) Faktor Ekstern Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar seseorang yang sifatnya berasal dari luar diri seseorang tersebut. Yang termasuk faktor-faktor ekstern antara lain : - Keadaan lingkungan keluarga - Keadaan lingkungan sekolah - Keadaan lingkungan masyarakat

4. Indikator Hasil Belajar

Pada hakikatnya hasil belajar adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seorang belajar. Adapun hasil belajar tersebut menurut Pada hakikatnya hasil belajar adalah hasil akhir yang diharapkan dapat dicapai setelah seorang belajar. Adapun hasil belajar tersebut menurut

c) melaksanakan yang ia ketahui secara rutin dan konsekuen (being). Pendapat diberikan Benjamin S. Bloom (Sudjana, 2010:22) bahwa hasil belajar klasifikasikan ke dalam tiga ranah yaitu: a) ranah kognitif (cognitive domain ), b) ranah afektif (affective domain), dan c) ranah psikomotor (psychomotor domain)

Berdasakan ketiga pendapat tersebut, penulis lebih sependapat dengan Benjamin S. Bloom karena ketiga ranah yang diajukan lebih mudah terukur, dalam artian bahwa untuk mengetahui hasil belajar yang dimaksud mudah dan dapat dilaksanakan. Dari pendapat Benjamin S. Bloom untuk mengungkapkan hasil belajar penulis mengklasifikasikan indikator sebagai petunjuk bahwa siswa telah berhasil meraih prestasi. Ranah kognitif indikatornya sebagai berikut :

a) Ingatan : dapat menunjukkan, dapat membandingkan, dan dapat

menghubungkan.

b) Pemahaman : dapat menyebutkan dan dapat menunjukkan.

c) Aplikasi : dapat menjelaskan, dan dapat mendefinisikan.

d) Sintesis : dapat memberikan contoh dan dapat menggunakan secara tepat.

e) Analisis : dapat menguraikan.

f) Evaluasi : dapat menghubungkan dan menyimpulkan.

Dari penjelasan beberapa indikator hasil belajar pada ranah kognitif di atas, yang diterapkan pada penelitian ini adalah untuk mengetahui hasil belajar ranah kognitif pada indikator pemahaman dan aplikasi.

F. Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Standar Kompetensi : Memahami sistem persamaan linear dua variabel dan menggunakannya dalam pemecahan masalah.

Kompetensi Dasar : 1. Menyelesaikan sistem persamaan linear dua variabel.

2. Membuat model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel.

3. Menyelesaikan model matematika dari masalah yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan penafsirannya.

1. Persamaan Linear Dua Variabel

Persamaan linear dua variabel adalah persamaan yang tepat memiliki dua variabel dan masing-masing variabelnya berpangkat satu.

Persamaan linear dua variabel dapat dituliskan ke dalam bentuk umum yaitu sebagai berikut.

a = koefisien x

b = koefisien y

c = konstanta

Contoh:

a) 4x + 5y = 20

b) a –b=3 Dari contoh persamaan linear dua variabel di atas dapat ditentukan penyelesaiannya sebagai berikut :

a) Tentukan penyelesaian dari 4x + 5y = 20 untuk 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅 ! Jawab : Persamaan 4x + 5y = 20 untuk 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅 memiliki banyak penyelesaian. Oleh karena itu, penyelesaiannya dapat dinyatakan dalam kalimat matematika sebagai berikut. Misalkan himpunan penyelesaian dari persamaan tersebut adalah H maka

H dapat dinyatakan sebagai berikut. H={ 𝑥, 𝑦 |∀𝑥 ∈ 𝑅, ∃𝑦 ∈ 𝑅, 𝑥, 𝑦 ∈ 𝑅}

b) Tentukan penyelesaian persamaan a – b = 3 untuk 𝑎 ∈ {0,1,2,3,4}!

Jawab : Untuk menyelesaikan persamaan di atas, perhatikan tabel berikut.

Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui himpunan penyelesaian dari persamaan a – b = 3 sebagai berikut.

H = {(0,-3), (1,-2), (2,-1), (3,0), (4,1)} Persamaan linear dua variabel dapat juga diaplikasikan untuk menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini contoh menyelesaikan persamaan linear dua variabel yang berkaitan dalam dalam kehidupan sehari-hari. Ibu pergi ke pasar untuk membeli apel dan jeruk. Ibu membeli 2 kg apel dan

3 kg jeruk seharga Rp 27.000,00. Berapa kemungkinan harga 1 kg jeruk jika harga 1 kg apel ∈ {Rp 3.000,00, Rp6.000,00, Rp9.000,00}? Jawab : Misalkan : Harga 1 kg apel = x Harga 1 kg jeruk = y Maka model matematika dari permasalahan di atas : 2x + 3y = 27.000 Untuk menentukan kemungkinan penyelesaian dari 2x + 3y = 27.000 maka dibuat tabel berikut.

3.000 (x, y)

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa himpunan penyelesaiannya adalah

H = {(Rp3.000,00, Rp7.000,00), (Rp6.000,00, Rp5.000,00), (Rp9.000,00, Rp3.000,00)}. Jadi, kemungkinan harga 1 kg apel dan 1 kg jeruk adalah {(Rp3.000,00, Rp7.000,00), (Rp6.000,00, Rp5.000,00), (Rp9.000,00, Rp3.000,00)}.

2. Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Dua buah persamaan linear dengan dua variabel yang hanya mempunyai satu penyelesaian disebut sistem persamaan linear dengan dua variabel. Sistem persamaan linear dua variabel dapat dituliskan ke dalam bentuk umum yaitu sebagai berikut.

a 1 dan a 2 = koefisien x

b 1 dan b 2 = koefisien y

c 1 dan c 2 = konstanta

:………

n = banyaknya persamaan Contoh: Dewi membeli sebuah baju dan dua buah kaos, ia harus membayar Rp120.000,00. Di toko yang sama Ayu membeli sebuah baju dan tiga buah

kaos dengan harga Rp145.000,00. Berapa harga sebuah baju dan sebuah kaos? (Ranah kognitif pada indikator aplikasi) Untuk menyelesaikan permasalahan diatas dapat dengan dimisalkan : x = baju y = kaos maka dapat dituliskan sebagai berikut: x + 2y = 120.000 x + 3y = 145.000 Kedua persamaan tersebut dikatakan membentuk sistem persamaan linear dua variabel.

3. Menyelesaikan Sistem Persamaan Linear Dua Variabel

Penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel dapat ditentukan dengan metode-metode berikut.

a) Metode Grafik Metode grafik, yaitu menggambar grafik kedua persamaan, kemudian menentukan titik potongnya. Titik potong tersebut merupakan penyelesaian sistem persamaan linear dua variabel. Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut: Tentukan persamaan himpunan penyelesaian sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode grafik. Jawab :

Membuat tabel nilai x dan y yang memenuhi kedua persamaan tersebut.

 Persamaan x + y = 4 x

 Persamaan 3x + y = 6

Grafik yang menunjukkan sistem persamaan x + y = 4 dengan 3x + y = 6 sebagai berikut.

Pada grafik di atas tampak bahwa koordinat titik potong kedua garis adalah (1, 3). Dengan demikian, himpunan penyelesaiannya adalah {(1, 3)}.

b) Metode substitusi Metode substitusi, yaitu mengganti salah satu variabel dengan variabel dari persamaan lainnya. Contoh soal pada ranah kognitif dengan indikator aplikasi sebagai berikut:

Tentukan himpunan penyelesaian dari sistem persamaan linear x + y = 4 dengan 3x + y = 6 menggunakan metode subtitusi. Jawab :

x +y = 4 ……. (1) 3x + y = 6 ……. (2)

Dari persamaan (1) : x +y=4

→ y = 4 – x …. (3) Substitusi persamaan (3) ke (2) didapat :

3x + y = 6 3x + (4 – x) = 6 3x + 4 –x=6 2x = 6 –4 2x = 2

x =1 Substitusi x = 1 ke persamaan (1) dan (2), atau (3). Misalkan x = 1 disubstitusikan ke persamaan (3) didapat : y =4 –x y =4 –1 y =3 Jadi, himpunan penyelesaiannya {(1,3)}.

c) Metode Eliminasi Metode eliminasi, yaitu menghilangkan salah satu variabelnya sehingga variabel yang lain ditemukan nilainya.