Meningkatkan keterampilan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Mahasiswa Prodi. PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako | Mursanib | Tri Sentra Jurnal Ilmu Pendidikan 2377 7117 1 PB

(1)

MENINGKATKAN KETERAMPILAN IDENTIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS BAGI MAHASISWA

PROGRAM STUDI PG-PAUD FKIP UNIVERSITAS TADULAKO

Muraeni Musanib

Dosen Program Studi PG-PAUD Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako

Abstrak

Tujuan kegiatan Pelatihan Identifikasi Anak berkebutuhan Khusus di Program Studi PG/PAUD adalah: 1) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus; 2) meningkatkan kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus; 3) meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus. Kegiatan ini diikuti sebanyak 30 orang mahasiswa semester VII. Metode yang digunakan dalam kegiatan ini adalah ceramah, diskusi, dan tanya jawab, Kuesioner. Kegiatan ini dilaksanakan selama 1 hari dimulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB, bertempat di Ruang Lab. PG/PAUD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. Hasil kegiatan adalah pengetahuannya dan keterampilan mahasiswa meningkat dari pengetahuan awalanya yang tidak tahu sama sekali menjadi; 1) 76% mahasiswa mampu mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 2) 57% mahasiswa mampu mengelompokkan anak berkebutuhan khusus, 3) 32% mahasiswa mampu dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus.Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus.

Kata Kunci: Pelatihan, Keterampilan Identifikasi, Anak Berkebutuhan Khusus I. Pendahuluan

A. Latar Belakang

Fenomena anak berkebutuhan khusus tiap tahun menunjukkan peningkatan jumlah. Data penelitian di bawah ini menunjukkan jumlah peningkatan anak berkebutuhan khusus dari tahun ke tahun. Ekowarni (2003) menyebutkan data dari unit Psikiatri Anak (daycare) RSUD Dr.Soetomo Surabaya adanya peningkatan


(2)

(sebesar 3.33%) jumlah pasien anak ADHD dengan berbagai karakteristik dari tahun 2000 ke tahun 2001. Secara rinci, terdapat 30 jumlah anak dengan ADHD yang tanpa disertai gangguan lain (32,96%), 15 anak dengan ADHD dan gangguan tingkah laku (16.48%), 8 anak dengan spektrum autis (8.79%), 12 anak dengan ADHD dan epilepsi (13.19%), 13 anak dengan ADHD dan gangguan berbahasa (14.28%), 6 anak dengan ADHD dan kecerdasan batas ambang (6.59%) dan 2 anak dengan ADHD dan antisosial (2.20%). Data Balitbang Direktorat Pendidikan Luar Biasa pada tahuin 2006 yang menyoroti gangguan emosi dan perilaku anak, secara umum menemukan bahwa dari 696 siswa SD dari empat provinsi di Indonesia yang rata-rata nilai rapornya kurang dari 6, dinyatakan 33% mengalami gangguan emosi dan perilaku (dalam Mahabbati, 2010). Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh dr.Dwijo,Sp.KJ pada tahun 2000-2004, dari 4.015 siswa usia 6-13 tahun di 10 SD wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Barat menunjukkan prevalensi 26,2% anak ADHD berdasarkan kriteria DSM IV (dalam Mahabbati, 2010).

Peningkatan jumlah anak berkebutuhan khusus tersebut tidak seiring dengan pelayanan pendidikan inklusi. Merujuk data dari Direktorat PSLB tahun 2007 menyebutkan bahwa jumlah Anak Berkebutuhan Khusus yang sudah mengikuti pendidikan formal baru mencapai 24,7% atau 78.689 anak dari populasi anak cacat di Indonesia, yaitu 318.600 anak. Ini artinya masih terdapat sebanyak 65,3% Anak Berkebutuhan Khusus yang masih terseklusi, termarjinalisasikan dan terabaikan hak pendidikan. Bahkan angka tersebut diperkirakan dapat jauh lebih besar mengingat kecilnya angka prevalensi yang digunakan, yaitu 0,7% dari populasi penduduk serta masih buruknya sistem pendataan (dalam Sunaryo, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian (Sunardi 2009, dalam Suyanto, 2009) terhadap 12 sekolah penyelenggara inklusi di Kabupaten dan Kota Bandung, secara umum saat terdapat lima kelompok issue dan permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah, yaitu : pemahaman dan implementasinya, kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system. Lebih spesifik, dari lima kelompok isu permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah khususnya di tingkat Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), menurut Adnan, dkk (2012) adalah para pendidik anak usia dini di lembaga PAUD sebagai tangan kedua setelah orang


(3)

tua di rumah, masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengenali anak berkebutuhan khusus dengan berbagai karakteristiknya, sehingga mengakibatkan sulitnya anak-anak bekebutuham khusus ini diterima di lembaga PAUD untuk belajar bersama dengan anak lain. Tentu ini sangat bertentangan dengan konsep pendidikan untuk semua dan konsep pendidikan sedini mungkin.

II. Landasan Teori

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki perbedaan dengan anak-anak secara umum atau rata-rata anak seusianya. Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan khusus sehubungan dengan gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami anak. Untuk mengetahui anak berkebutuhan khsusus melalui proses identifikasi.

Identifikasi dini Anak Berkebutuhan Khusus dimaksudkan sebagai suatu upaya untuk melakukan proses penjaringan terhadap anak yang mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional/ tingkah laku) seawal mungkin dalam rangka pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Hasil dari identifikasi adalah ditemukannya anak-anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus melalui program inkulusi. Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dapat dibagi menjadi:

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan 2. Tunanrungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan anggota tubuh/gerakan

4. Anak Berbakat/anak yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa 5. Tunagrahita

6. Anak lamban belajar

7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik (disleksia, disgrafia, atau diskalkulia)

8. Anak yang mengalami gangguan komunikasi


(4)

III. Metode Penelitian A. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah mahasiswa program studi PG/PAUD Semester VII dan mahasiswa yang sedang menyusun tugas akhir, sebanyak 30 orang.

B. Rancangan Penelitian 1. Pendataan

Data digunakan untuk mengumpulkan informasi mengenai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus sebagai bahan yang digunakan Training (pelatihan)

2. Training (pelatihan)

Langkah selanjutnya adalah dengan memberikan training pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Tujuannya adalah agar mahasiswa memperoleh peningkatan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus.

3. Care and Support

Setelah melakukan training yang harus menjadi perhatian khusus adalah memantau dan memberikan dorongan kepada mahasiswa agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh betul diterapkan di masyarakat.

IV. Hasil Penelitian Dan Pembahasan A. Hasil Penelitian

1. Pendataan (Pretest)

Hasil pengumpulan data (pretst)mengenai pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus sangat minim. Menarik untuk di simak, dari 30 orang mahasiswa yang menjadi peserta pelatihan ini, teranyata tidak satupun yang memiliki keterampilan mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan mereka hanya sebatas pernah mendengar tentang anak berkebutuhan khusus, tidak mengetahui secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus.


(5)

2. Pelatihan

Kegiatan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus terlaksana pada hari Kamis, tanggal 28 Oktober 2013. Kegiatan ini berlangsung selama satu hari dari mulai pukul 08.00 sampai dengan pukul 17.00 WIB. Tempat kegiatan pelatihan di Ruang Lab. PGPAUD, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako.

Adapun pelaksanaan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus dapat dilihat secara terinci dalam jadwal kegiatan tersebut, sebagai berikut:

Tabel 3.Jadwal Kegiatan

Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

No Waktu Uraian Materi Pelaksana Kegiatan

1. 08:00-08.30 Registrasi Peserta Panitia Seksi Kesekretariatan 2. 08:30-09.00 Pembukaan:

• Laporan Ketua Panitia

• Sambutan membuka

Koordinator Program Studi

Panitia Seksi Acara

Drs. I Putu Suwika, M.Si

3. 09:00-10.00 Pelatihan Identifikasi ABK

Sesi 1.

Pendidikan Inklusi

Dra. Shofyatun AR, M.Pd

4. 10:00-11.00 Sesi 2.

Mengenal ABK

Dra. Shofyatun AR, M.Pd

5. 11:00-12.00 Sesi 3. Lanjutan: Identifikasi ABK

Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi

6. 12:00-13.00 Istirahat Panitian dan Peserta 7. 13:00-14.00 Sesi 4.

Assessmen ABK

Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi


(6)

Penanganan ABK Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi 9. 14:00-17.00 Penutupan: Koordinator

Program Studi

Panitia Seksi Acara Drs. I Putu Suwika, M.Si

Kegiatan pelatihan kuesioner ini dibuka oleh Drs. I Putu Suwika, M.Si sebagai Koordinator Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako. Dalam sambutannya, ia mengharapkan Kegiatan sejenis dibudayakan di program studi PG/PAUD untuk mendorong budaya pengabdian di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako khususnya di Program Studi PG/PAUD. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus ini dilaksanakan rutin setiap tahunnya.

Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan. Keadaan kelas menjadi lebih hidup dan bergairah sehingga waktu satu hari pelaksanaan kegiatan pelatihan ini tidak terasa berakhir.

3. Posttest

Pada akhir kegiatan dilakuakan post tes untuk mengetahuai apakah terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Hasil dari posttest yang dijadikan Tolak ukur ukur dan kriteria keberhasilan kegiatan ini. Dimana repson peserta mengikuti kegiatan selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %, pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1) kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2) kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%, 3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus 32%.


(7)

4. Care and Support

Setelah melakukan pelatihan yang harus menjadi perhatian khusus adalah memantau dan memberikan dorongan kepada mahasiswa agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh betul diterapkan di masyarakat. Salah satu cara memantau pengetahuan dan keterampilan mahasiswa diterapkan dimasyarakat melalui kerja sama dengan TK, TPA, RA, yang melaksanakan pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Sehingga mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan ini dapat terlibat langsung melalui kerja sama tersebut untuk menerapkannya di masyarakat.

B. Pembahasan

Menarik untuk di simak, dari 30 orang mahasiswa yang menjadi peserta pelatihan ini, teranyata tidak satupun yang memiliki keterampilan mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan mereka belum mengetahui secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa pengetahuan dan keterampilan mahsiswa sangat minim terhadap anak berkebutuhan khusus? Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab dari ketidaktahuan tersebut. Faktor tersebut antara lain bisa karena

1) Mahasiswa tersebut kurang termotivasi untuk belajar selain yang diberikan oleh dosen yang mengajari mereka di Program Studi PG/PAUD 2) Ketersediaan literatur mengenai anak berkebutuhan khusus yang memang

masih kurang

3) Dukungan dari Program Studi, karena program studi belum memasukkan topik atau kajian tentang anak berkebutuhan khsusus dalam kurikulum pendidikannya sehingga mahasiswa enggan untuk mempelajari anak berkebutuhan khusus.

Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan. Keadaan kelas menjadi lebih


(8)

ini tidak terasa berakhir. Nampaknya jika dilihat dari hasil pretes yang dilakukan sebelum pelatihan dari pengetahuan mereka yang minim pada dasarnya karena mereka belum memperoleh stimulasi yang baik tentang anak berkebutuhan khsusus. Dengan kata lain, rasa keingintahuan mereka telah tumbuh dengan adanya stimuli tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil pretes mereka yang meningkat, dimana repson peserta mengikuti kegiatan selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %, pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1) kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2) kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%, 3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus 32%. Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus. Selain hal tersebut diatas, kegiatan pelatihan ini memiliki kelebihan dan kekurang. Kelebihan dan kekurangan itu adalah : 1). Kelebihan Kegiatan Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan

Khusus

a. Dukungan lembaga atau institusi dalam hal ini mulai universitas, fakultas, jurusan dan program studi sudah mulai memberikan ruang pengembangan pengetahuan dan keterampilan gagasan ide dalam menulis karya ilmiah khusus penulisan artikel jurnal elektronik untuk dipublikasikan.

b. Kegiatan pelatihan penulisan artikel jurnal atau kegiatan PPM ini akan menjadi program rutin setiap program studi untuk pengembangan mahasiswa secara intelektual dan membantu sebagai syarat menyelesaikan tugas akhir mahasiswa.

c. Partisipasi peserta dalam hal ini mahasiswa dalam kegiatan PPM ini sangat memberikan semangat yang luar biasa dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut.

d. Anggaran atau pendanaan kegiatan tentu memberikan kemudahan bagi pelaksanaan kegiatan di level program studi.


(9)

e. Sarana prasarana kegiatan sebagai penunjang keberhasilan kegiatan cukup memadai untuk level program studi mulai ruangan kursi, meja dan LCD sebagai media dalam pelatihan tersebut.

2). Kelemahan Mahasiswa Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Partisipasi peserta kegiatan PPM ini masih terbatas, belum mampu mengakomodir sebagian mahasiswa Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako.

2. Belum maksimalnya anggaran untuk kegiatan tersebut, karena berkaitan dengan jumlah peserta, materi dan hasil produk.

3. Waktu pelaksanaan hanya 1 hari, sehingga tidak maksimalnya materi secara utuh.

V. Penutup A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya

animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan.

2. Pengetahuan dan keterampilan mahasiswa meningkat dari pengetahuan awalanya tidak tahu sama sekali menjadi; 1) 76% mahasiswa mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus 2) 57% mahasiswa mampu mengelompokkan anak berkebutuhan khusus, 3) 32% mahasiswa mampu dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus.

3. Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus. B. Saran

1. Waktu pelaksanaan pelatihan hanya 1 hari, sehingga penyampaian materi kurang maksimal diberikan secara meyeluruh.


(10)

Daftar Pustaka

Adnan, Evita, dkk. 2012. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan Ajar Diklat Berjenjang: Diklat Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan PAUD NI Direktorat Jenderal PAUD NI Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

American Psychiatric Association.1994. Diagnotic and Statistical Manual of Mental Disorders. 4thed. WashsingtonD C:APA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat P L B . (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas.

Elliot, S. 2008. The Effect of Teachers' Attitude Toward Inclusion on the Practice and Success Levels of Children with and without Disabilities in Physical Education. International Journal of Special Education

Ekowarni, Endang. 2003. Teori Modifikasi Perilaku, Diet, dan Obat untuk Penangan Perilaku Hiperaktivitas pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal ANIMA, Vol. 18. Nomor 2

Elisa, S & Wrastari, AT. 2013. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya : Jurnal Psikologi Perkembangan Dan PendidikanVol. 2, No. 01, Februari 2013

Fanu, J.L. 2006. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta : Think

Florian, Leni 2008. Special or Inclusive Education: Future Trends. Dalam British Journal of Special Education.

Hildayani, dkk. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mahabbati, Aini. 2010, Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi Dan Perilaku (Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) ISSN 1858-0998 Vol.7, No.2, November 2010


(11)

Hwang, Yoon-Suk. 2010. Attitudes towards inclusion : gaps between belief and practice. International Journal of Special Education.

Sunaryo, 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif (Konsep, Kebijakan, dan Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Jurusan PLB FIP UPI


(1)

Penanganan ABK Ikhlas Rasido, S.Psi., M.Psi 9. 14:00-17.00 Penutupan: Koordinator

Program Studi

Panitia Seksi Acara Drs. I Putu Suwika, M.Si

Kegiatan pelatihan kuesioner ini dibuka oleh Drs. I Putu Suwika, M.Si sebagai Koordinator Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako. Dalam sambutannya, ia mengharapkan Kegiatan sejenis dibudayakan di program studi PG/PAUD untuk mendorong budaya pengabdian di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako khususnya di Program Studi PG/PAUD. Salah satu caranya adalah dengan memberikan pelatihan identifikasi anak berkebutuhan khusus ini dilaksanakan rutin setiap tahunnya.

Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan. Keadaan kelas menjadi lebih hidup dan bergairah sehingga waktu satu hari pelaksanaan kegiatan pelatihan ini tidak terasa berakhir.

3. Posttest

Pada akhir kegiatan dilakuakan post tes untuk mengetahuai apakah terjadi perubahan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa sebelum dan setelah mengikuti pelatihan. Hasil dari posttest yang dijadikan Tolak ukur ukur dan kriteria keberhasilan kegiatan ini. Dimana repson peserta mengikuti kegiatan selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %, pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1) kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2) kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%, 3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus 32%.


(2)

4. Care and Support

Setelah melakukan pelatihan yang harus menjadi perhatian khusus adalah memantau dan memberikan dorongan kepada mahasiswa agar pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh betul diterapkan di masyarakat. Salah satu cara memantau pengetahuan dan keterampilan mahasiswa diterapkan dimasyarakat melalui kerja sama dengan TK, TPA, RA, yang melaksanakan pendidikan inklusi untuk anak berkebutuhan khusus. Sehingga mahasiswa yang telah mengikuti pelatihan ini dapat terlibat langsung melalui kerja sama tersebut untuk menerapkannya di masyarakat.

B. Pembahasan

Menarik untuk di simak, dari 30 orang mahasiswa yang menjadi peserta pelatihan ini, teranyata tidak satupun yang memiliki keterampilan mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Pengetahuan mereka belum mengetahui secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan anak berkebutuhan khusus. Pertanyaan selanjutnya adalah mengapa pengetahuan dan keterampilan mahsiswa sangat minim terhadap anak berkebutuhan khusus? Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab dari ketidaktahuan tersebut. Faktor tersebut antara lain bisa karena

1) Mahasiswa tersebut kurang termotivasi untuk belajar selain yang diberikan oleh dosen yang mengajari mereka di Program Studi PG/PAUD 2) Ketersediaan literatur mengenai anak berkebutuhan khusus yang memang

masih kurang

3) Dukungan dari Program Studi, karena program studi belum memasukkan topik atau kajian tentang anak berkebutuhan khsusus dalam kurikulum pendidikannya sehingga mahasiswa enggan untuk mempelajari anak berkebutuhan khusus.

Sementara itu, Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan. Keadaan kelas menjadi lebih hidup dan bergairah sehingga waktu satu hari pelaksanaan kegiatan pelatihan


(3)

ini tidak terasa berakhir. Nampaknya jika dilihat dari hasil pretes yang dilakukan sebelum pelatihan dari pengetahuan mereka yang minim pada dasarnya karena mereka belum memperoleh stimulasi yang baik tentang anak berkebutuhan khsusus. Dengan kata lain, rasa keingintahuan mereka telah tumbuh dengan adanya stimuli tersebut. Hal ini juga dapat dilihat dari hasil pretes mereka yang meningkat, dimana repson peserta mengikuti kegiatan selama sehari penuh dengan persentase kehadiran peserta 100 %, pengetahuannya meningkat dari pengetahuan awalanya menjadi; 1) kemampuan mahasiswa mengidentifikasi anak berkebuthan khusus 76%, 2) kemampuan mahasiswa mengelompokkan anak berkebutuhan khusus 57%, 3) kemampuan mahasiswa dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus 32%. Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus. Selain hal tersebut diatas, kegiatan pelatihan ini memiliki kelebihan dan kekurang. Kelebihan dan kekurangan itu adalah : 1). Kelebihan Kegiatan Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan

Khusus

a. Dukungan lembaga atau institusi dalam hal ini mulai universitas, fakultas, jurusan dan program studi sudah mulai memberikan ruang pengembangan pengetahuan dan keterampilan gagasan ide dalam menulis karya ilmiah khusus penulisan artikel jurnal elektronik untuk dipublikasikan.

b. Kegiatan pelatihan penulisan artikel jurnal atau kegiatan PPM ini akan menjadi program rutin setiap program studi untuk pengembangan mahasiswa secara intelektual dan membantu sebagai syarat menyelesaikan tugas akhir mahasiswa.

c. Partisipasi peserta dalam hal ini mahasiswa dalam kegiatan PPM ini sangat memberikan semangat yang luar biasa dalam proses pelaksanaan kegiatan tersebut.

d. Anggaran atau pendanaan kegiatan tentu memberikan kemudahan bagi pelaksanaan kegiatan di level program studi.


(4)

e. Sarana prasarana kegiatan sebagai penunjang keberhasilan kegiatan cukup memadai untuk level program studi mulai ruangan kursi, meja dan LCD sebagai media dalam pelatihan tersebut.

2). Kelemahan Mahasiswa Pelatihan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus

1. Partisipasi peserta kegiatan PPM ini masih terbatas, belum mampu mengakomodir sebagian mahasiswa Program Studi PG/PAUD FKIP Universitas Tadulako.

2. Belum maksimalnya anggaran untuk kegiatan tersebut, karena berkaitan dengan jumlah peserta, materi dan hasil produk.

3. Waktu pelaksanaan hanya 1 hari, sehingga tidak maksimalnya materi secara utuh.

V. Penutup A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Animo mahasiswa mengikuti kegiatan pelatihan ini sangat besar. Besarnya

animo tersebut nampak dari antusiasme mahasiswa menyimak, mendengar, memperhatikan, dan banyaknya mahasiswa yang bertanya pada setiap sesi kegiatan pelatihan.

2. Pengetahuan dan keterampilan mahasiswa meningkat dari pengetahuan awalanya tidak tahu sama sekali menjadi; 1) 76% mahasiswa mampu mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus 2) 57% mahasiswa mampu mengelompokkan anak berkebutuhan khusus, 3) 32% mahasiswa mampu dalam melakukan penanganan awal anak berkebutuhan khusus.

3. Dengan demikan, pelatihan ini efektif meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mahasiswa tentang identifikasi anak berkebutuhan khusus. B. Saran

1. Waktu pelaksanaan pelatihan hanya 1 hari, sehingga penyampaian materi kurang maksimal diberikan secara meyeluruh.

2. Kajian tentang anak berkebutuhan khsusus di masukkan dalam kurikulum Program Studi PG/PAUD sebagai mata kuliah pilihan


(5)

Daftar Pustaka

Adnan, Evita, dkk. 2012. Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus. Bahan Ajar Diklat Berjenjang: Diklat Dasar. Direktorat Pembinaan Pendidik Dan Tenaga Kependidikan PAUD NI Direktorat Jenderal PAUD NI Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan

American Psychiatric Association.1994. Diagnotic and Statistical Manual of

Mental Disorders. 4thed. WashsingtonD C:APA

Departemen Pendidikan Nasional. 2003. Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Depdiknas, Dirjen Mandikdasmen, dan Direktorat P L B . (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Jakarta: Depdiknas.

Elliot, S. 2008. The Effect of Teachers' Attitude Toward Inclusion on the Practice and Success Levels of Children with and without Disabilities in Physical Education. International Journal of Special Education

Ekowarni, Endang. 2003. Teori Modifikasi Perilaku, Diet, dan Obat untuk Penangan Perilaku Hiperaktivitas pada Anak Dengan Gangguan Pemusatan Perhatian dan Hiperaktivitas. Jurnal ANIMA, Vol. 18. Nomor 2

Elisa, S & Wrastari, AT. 2013. Sikap Guru Terhadap Pendidikan Inklusi Ditinjau Dari Faktor Pembentuk Sikap. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya : Jurnal Psikologi Perkembangan Dan PendidikanVol. 2, No. 01, Februari 2013

Fanu, J.L. 2006. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta : Think

Florian, Leni 2008. Special or Inclusive Education: Future Trends. Dalam British Journal of Special Education.

Hildayani, dkk. 2009. Penanganan Anak Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus. Jakarta: Universitas Terbuka.

Mahabbati, Aini. 2010, Pendidikan Inklusif Untuk Anak Dengan Gangguan Emosi

Dan Perilaku (Tunalaras). Jurnal Pendidikan Khusus (JPK) ISSN


(6)

Hwang, Yoon-Suk. 2010. Attitudes towards inclusion : gaps between belief and practice. International Journal of Special Education.

Sunaryo, 2009. Manajemen Pendidikan Inklusif (Konsep, Kebijakan, dan

Implementasinya dalam Perspektif Pendidikan Luar Biasa). Jurusan


Dokumen yang terkait

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

Dominating Set Dan Total Dominating Set Dari Graf-Graf Khusus

5 80 24

Hubungan Antara Kompetensi Pendidik Dengan Kecerdasan Jamak Anak Usia Dini di PAUD As Shobier Kecamatan Jenggawah Kabupaten Jember

4 116 4

Identifikasi Jenis Kayu Yang Dimanfaatkan Untuk Pembuatan Perahu Tradisional Nelayan Muncar Kabupaten Banyuwangi dan Pemanfaatanya Sebagai Buku Nonteks.

26 327 121

Improving the Eighth Year Students' Tense Achievement and Active Participation by Giving Positive Reinforcement at SMPN 1 Silo in the 2013/2014 Academic Year

7 202 3

Peningkatan keterampilan menyimak melalui penerapan metode bercerita pada siswa kelas II SDN Pamulang Permai Tangerang Selatan Tahun Pelajaran 2013/2014

20 223 100

Analisis keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pembelajaran titrasi asam basa menggunakan metode problem solving

21 184 159